TECHNICAL
newsflash
TECHNICAL SUMMARY:PERTIMBANGAN AUDITOR TERHADAP REGULASI DAN PERATURAN KEPABEANAN DAN CUKAI DALAM PELAKSANAAN AUDIT LAPORAN KEUANGAN SUATU ENTITAS YANG
MELAKSANAKAN KEGIATAN KEPABEANAN DAN CUKAI
P
emerintah Republik Indonesia telah menerbitkan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
67/PMK.04/2016 tentang Deklarasi Inisiatif (
Voluntary
Declaration
) atas Nilai Pabean untuk Penghitungan
Bea Masuk.
SEPTEMBER 2016
Indonesian Institute Of Certified Public Accountants
MK ini menjelaskan bahwa importir bisa
mendeklarasikan (voluntary declaration) dan membayar sendiri (voluntary payment) atas komponen harga/biaya Impor yang seringkali menjadi pokok sengketa banding, yaitu
komoditas berjangka, royalti, dan
proceed, maka berdasarkan pasal 1 ayat (4) maka harus ada
informasi-infomasi tambahan yang dicantumkan dalam Pemberitahuan Importir Barang (PIB). Hal ini merupakan bentuk dari sistem self assesment yang dianut dalam kepabeanan.
Beberapa ketentuan lainnya yang terkait dengan kepabeanan, antara lain:
1. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2006. 2. Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang
Nomor 39 Tahun 2007. 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
200/PMK.04/2011 tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 144/PMK.04/2007 tentang Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai
5. Peraturan Direktur Jendaral Bea dan Cukai Nomor P-42/BC/2008 tentang
Petunjuk Pengeluaran barang Impor Untuk Dipakai
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-08/BC/2009
UU No 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan menjelaskan bahwa Importir, Eksportir, Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan, atau
Pengusaha Pengangkutan wajib menyelenggarakan pembukuan dan merupakan subyek
pemeriksaan oleh pejabat bea dan cukai.
Pemeriksaan inilah yang dijelaskan lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2011 tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai dan tata-cara pelaksanaan auditnya diatur melalui Peraturan Direktur Jendral Bea dan Cukai Nomor P-09 /BC/2012 Tentang
Tatalaksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai.
Peraturan DirJen Bea dan Cukai Nomor P-09/BC/2012
menjelaskan bahwa yang menjadi subyek Audit
Kepabeanan dan Cukai adalah; 1. Importir, Eksportir, Pengusaha TPS, Pengusaha TPB,
Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan, Pengusaha Pengangkutan, untuk audit kepabeanan.
2. Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir BKC, Penyalur dan Pengguna
P
SEPTEMBER 2016
TECHNICAL
newsflash
BKC yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai, untuk audit cukai.
Pertimbangan auditor dalam audit entitas di bidang kepabeanan
Tujuan audit kepabeanan dan audit cukai yang dilakukan oleh pemeriksa kepabeanan dan cukai berbeda dengan tujuan audit perusahaan pada umumnya. Audit kepabeanan dan audit cukai lebih ditujukan untuk memastikan kepatuhan perusahaan dalam memenuhi peraturan perundang undangan dibidang kepabeanan dan cukai, dimana obyek yang diperiksa tidak hanya berkaitan dengan barang namun juga catatan pembukuan maupun laporan keuangan perusahaan.
Hal inilah kemudian yang perlu menjadi perhatian para auditor yang melakukan pemeriksaan terhadap entitas yang juga menjadi subyek dari audit kepabeanan dan audit cukai, bahwa terdapat beberapa peraturan perundang-undangan terkait kepabeanan dan cukai yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan audit. Hal ini sesuai dengan Standar Audit 250 “Pertimbangan Atas Peraturan Perundang-Undangan dalam Audit Atas Laporan Keuangan”, dimana SA ini mengatur tentang tanggung jawab auditor untuk mempertimbangkan peraturan perundang-undangan dalam
audit atas laporan keuangan. Akibat dari ketidakpatuhan dalam menerapkan peraturan
perundangan-undangan bagi suatu entitas dapat
mengakibatkan denda, litigasi, atau konsekuensi lain bagi entitas dan berpotensi berdampak pada salah saji material dalam laporan keuangan.
Bagi entitas yang diperiksa oleh pemeriksa kepabeanan dan cukai maka hasil pemeriksaan tersebut mungkin saja berbentuk sanksi atau denda sebagaimana yang diatur dalam pasal 48 ayat (2b) Peraturan Direktur Jendral Bea dan Cukai Nomor P-09/BC/2012 yang menyatakan bahwa Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar (SPKPBK), dalam hal terdapat kekurangan atau
kelebihan pembayaran bea keluar dan/atau sanksi administrasi berupa denda. Sanksi ini nilainya bervariasi tergantung pada hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa kepabeanan dan cukai.
Dalam pelaksanaan audit entitas yang terkait dengan kepabeanan dan cukai, auditor harus
mempertimbangkan risiko yang mungkin saja terjadi
sebagaimana dijelaskan dalam SA 250, bahwa auditor harus: 1. Memahami industri ekpor impor dan kawasan berikat atau peraturan di bidang kepabeaan, sesuai dengan SA
250 Paragraf 12. Hal ini sejalan dengan SA 315 tentang
“Pengidentifikasian dan Penilaian Risiko Kesalahan Penyajian Material Melalui Pemahaman atas Entitas dan Lingkungannya”, sebagai bagian dari usaha untuk memahami entitas dan
lingkungan bisnisnya. Auditor harus memperoleh pemahaman mengenai;
a. kerangka peraturan
perundang-undangan yang berlaku bagi entitas dan industri atau sektor yang di dalamnya entitas beroperasi dan
b. bagaimana entitas mematuhi kerangka tersebut.
2. Memahami bagaimana entitas tersebut mematuhi peraturan perundang undangan, dimana pemahaman auditor terhadap suatu entitas berpengaruh terhadap pemerolehan bukti audit, seperti diatur di dalam SA 250 paragraf 13 dimana auditor harus mendapatkan bukti audit yang cukup dan tepat terkait dengan
kepatuhan terhadap ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang secara umum memiliki dampak langsung dalam menentukan jumlah dan pengungkapan material dalam laporan keuangan.
Dari risiko tersebut, auditor harus melakukan pengendalian risiko dengan berbagai cara
misalkan;
1. Menentukan ketidakpatuhan tersebut melalui prosedur audit seperti melalui
dokumen, bertanya kepada pihak manajemen, dan melakukan uji substantif 2. Menentukan sifat
ketidakpatuhan tersebut apakah memiliki pengaruh yang material atau tidak material terhadap laporan keuangan , dengan cara berdiskusi dengan manajemen dan/atau mengevaluasi dampak terhadap laporan keuangan
Penilaian terhadap resiko yang mungkin saja terjadi harus dilakukan agar tujuan dari audit dapat tercapai, dimana beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan audit antara lain: a. Memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat terkait dengan kepatuhan terhadap ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang pada umumnya berdampak langsung dalam menentukan jumlah dan pengungkapan material dalam laporan keuangan;
b. Melaksanakan prosedur audit tertentu untuk membantu mengungkapkan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang- undangan lain yang dapat berdampak material terhadap laporan keuangan; dan
c. Merespons adanya
ketidakpatuhan atau dugaan ketidakpatuhan peraturan perundang-undangan yang diidentifikasi selama pelaksanaan audit secara tepat
Terkait tujuan yang harus
dipenuhi oleh auditor agar dapat melakukan beberapa
pertimbangan untuk melaksanakan beberapa
ketentuan yang diatur di dalam SA 250, yaitu;
1. Pertimbangan auditor atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan (The auditor’s consideration of compliance with laws and regulations).
Untuk menentukan
ketidakpatuhan ada beberapa prosedur yang dapat dilakukan sesuai dengan SA 250
paragraf 14, auditor harus melaksanakan prosedur berikut ini untuk membantu dalam menemukan kejadian atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan lain yang dapat berdampak material terhadap laporan keuangan;
a. Meminta keterangan kepada manajemen dan, apabila relevan, pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, mengenai tingkat kepatuhan entitas terhadap peraturan perundang-undangan tersebut;
b. Menginspeksi korespondensi, jika ada, dengan pihak
berwenang yang menerbitkan izin atau peraturan.
2. Prosedur audit pada saat ketidakpatuhan teridentifikasi atau diduga terjadi (Audit Procedures When
Non-Compliance Is Identified or Suspected). Ada beberapa hal yang dapat menjadi indikasi auditor tentang adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan,yaitu; a. Investigasi yang dilakukan oleh organisasi dan instansi pemerintah atau
pembayaran denda atau sanksi.
b. Pembayaran tanpa adanya dokumentasi pengendalian pertukaran yang
semestinya.
c. Adanya sistem informasi yang gagal, apakah karena desainnya atau karena ketidaksengajaan, untuk menyediakan suatu jejak audit (audit trail) yang cukup atau bukti yang cukup.
d. Transaksi yang tidak diotorisasi atau transaksi yang tidak dicatat secara tepat.
3. Pelaporan atas ketidakpatuhan yang diidentifikasi atau diduga terjadi (Reporting of Identified or Suspected Non-
SEPTEMBER 2016
TECHNICAL
newsflash
a. Pelaporan ketidakpatuhan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola (Reporting
Non-Compliance to Those Charged with Governance or TCWG).
b. Pelaporan ketidakpatuhan dalam laporan auditor atas laporan keuangan (Reporting Non-Compliance in the Auditor’s Report on the Financial Statements). c. Pelaporan ketidakpatuhan kepada Otoritas Badan
Pengatur dan Penegak Hukum (Reporting Non-Compliance to Regulatory and Enforcement Authorities).
Ketika ketidakpatuhan
diidentifikasi atau diduga terjadi maka auditor harus
mengevaluasi dampak ketidakpatuhan ini terhadap laporan keuangan, dampak yang mungkin terjadi antara lain; a. Konsekuensi keuangan yang potensial terhadap laporan keuangan karena adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan, termasuk, sebagai contoh, denda, sanksi,
kerusakan, ancaman pengalihan aset,
pemberhentian kegiatan operasi secara paksa, dan litigasi.
b. Apakah konsekuensi keuangan yang potensial tersebut
memerlukan pengungkapan. c. Apakah konsekuensi keuangan yang potensial adalah sangat serius sehingga
mengakibatkan timbulnya pertanyaan tentang kewajaran penyajian laporan keuangan, atau kemungkinkan akan membuat laporan keuangan tersebut menyesatkan. Dampak yang terjadi pada laporan keuangan ini akan berdampak juga terhadap opini yang diberikan oleh auditor. 4. Dokumentasi (Documentation) Dokumentasi harus ada untuk digunakan sebagai pembuktian ketika terjadi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang undangan, dokumentasi ini mencakup
a. Fotokopi atau catatan dokumen, dan
b. Risalah pembahasan yang dilakukan dengan manajemen, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola atau pihak di luar entitas
Selain bukti dokumentasi yang tercantum di atas Representasi Tertulis juga dapat menjadi bukti audit yang memadai tentang pengetahuan manajemen mengenai ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang- undangan yang terjadi atau diduga terjadi, yang mempunyai dampak material terhadap laporan keuangan. Namun, representasi tertulis saja tidak dengan sendirinya menyediakan bukti audit yang cukup dan tepat. Oleh karena itu, representasi
tertulis tidak memengaruhi sifat dan luasnya bukti atas audit lainnya yang harus diperoleh oleh auditor.
Sifat dan luasnya bukti audit ini bisa juga didasarkan atas
pertimbangan profesional dimana pertimbangan utama auditor, apakah pemahaman yang telah diperoleh tersebut adalah cukup untuk memenuhi tujuan yang dinyatakan dalam SA 315 yaitu untuk melakukan penilaian risiko salah saji material dalam laporan keuangan yang disebabkan karena ketidakpatuhan terhadap regulasi dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
DISCLAIMER
Publikasi ini disusun oleh Divisi Teknis dan Standar – Institut Akuntan Publik Indonesia. Publikasi ini bukan pernyataan resmi dari Pengurus Institut Akuntan Publik Indonesia.
Institut Akuntan Publik Indonesia tidak bertanggungjawab atas kerugian yang dialami oleh pihak yang melakukan atau menahan diri suatu tindakan dengan mendasarkan pada materi publikasi ini secara langsung maupun tidak langsung, baik yang disebabkan oleh kelalaian atau hal lainnya.
Hak Cipta © 2016 Institut Akuntan Publik Indonesia
INSTITUT AKUNTAN PUBLIK INDONESIA (IAPI)
Office 8 Building 12th Floor, Unit 12I - 12J Sudirman Central Business District (SCBD) Lot 28, Senopati Raya
Jalan Jendral Sudirman Kav.52-53, Jakarta 12190
Telp: (021) 29333151 – hunting / (021) 72795445 – hunting Fax: (021) 29333154-55, 72795441 Email: info@iapi.or.id www.iapi.or.id