• Tidak ada hasil yang ditemukan

tl I .rl ARTIKEL ARWINIS NPM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "tl I .rl ARTIKEL ARWINIS NPM"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERMASALAIIAN YANG

TIMBUL AKIBAT PERNII{AHAN USIA DINI

DI KABUPATEN MUKOMUKO

(Studi

Kasus

di

Desa Sungai Rengas Kecamatan

V Koto

Kabupaten

Mukomuko)

ARTIKEL

.rL

\,

t

J

tl

I

d\

ARWINIS

NPM.

12060008

PROGRAM STUDI

BIMBINGAIY DAI{ KONSELING

SEKOLAH

TINGGI KEGURUAN DAI\ ILMU

PENDIDIKAI\

(STKIP) PGRI

SUMATRA

BARAT

PADANG

2016 j I I I I .: i

(2)

PERMASALAHAN YANG TIMBUL AKIBAT PERNIKAHAN USIA DINI

DI KABUPATEN MUKOMUKO

(Studi Kasus di Desa Sungai Rengas Kecamatan V Koto

Kabupaten Mukomuko)

Oleh: Arwinis* Fifi Yasmi, S.Pd., I. M.Pd.** Joni Adison, S.Pd., I. M.Pd.** *Student **Lecturers

Student Guidance and Counseling, STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACK

The research based on the couple are married an early age in Sungai Rengas village, and there same problems appear of their marriage. This research aims to describe: (1) The maturity of emotion and mind, (2) The tolerance attitude each other, (3) The respect attitude each other, (4) Mutual understanding each other, (5) The received attitude each other, (6) The trust attitude each other.

In this study, the researcher used qualitative method that is the descriptive. The informan of this study were 2 couple are married an early age and 5 additional informan in Sungai Rengas village V Koto subdistrinct Mukomuko regency. The data is collected by interview method, and the techniqve is used by the data reduction, the data presentation and the draw conclussion.

The result of this study showe: (1) The couple are married an early age has not been

ripe in the emotion and mind, with it there are some problems that arise in the household like it otten occur squabbles, say words that do not appropriate and run away from home, (2) The lack of tolerance attitude to his partner like immediately schold when she make a mistake so they tend cover the mistake of the partner, (3) The lack of respect to the patner as well as the difference or change in the affection since the beginning og marriage, (4) The lack of mutual understanding to the partner like the demands of a wife to husband without knowing the husbands condition, (5) The couple are married an early age may receive the partner well, this is because they got married of their own, (6) The over jealousy , offen bad prejudge and suspected each other. Based on this research it can be reommendet that the couple are married an early age should be control the emotion anf mind well, respect to each other, appreciate each other and introspection each other to get a happy family.

Keywords: The problems married an early age.

Pendahuluan

Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan-Nya berpasang-pasangan. Hubungan antara pasang-pasangan itu membuahkan keturunan melalui pernikahan yang sah. Pernikahan dalam pandangan Islam merupakan salah satu syarat penyempurna agama seseorang. Sekalipun seseorang dikatakan memiliki keimanan tingkat tinggi, namun bila belum menikah, maka dirinya dikatakan baru menjalani separuh kewajiban agama. Pernikahan dan agama saling melengkapi satu sama lain. Bukan berarti pernikahan dalam praktiknya bisa dilaksanakan begitu saja. Pernikahan bukanlah persoalan sehari dua hari saja. Pernikahan

justru menjadi gerbang utama untuk mengarungi kehidupan yang lebih agung yang membentang jauh ke depan.

Menurut Sudarsono (Hasan, 2013:3) pernikahan adalah suatu ikatan suci dan luhur antara seorang perempuan dan seorang laki-laki menjadi suami istri dan dihalalkan hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, penuh kasih sayang, kebajikan dan saling menyatun. Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, yang diungkapkan oleh Walgito (2002:105) “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan

(3)

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Kumalasari dan Andhyantoro (2012:119) “Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh sepasang laki-laki dan perempuan remaja”. Menurut Hurlock (Walgito, 2002:28) dilihat dari segi psikologi sebenarnya pada anak wanita umur 16 tahun, belum dapat dikatakan anak tersebut telah dewasa secara psikologis. Demikian pula pada anak pria umur 19 tahun, belum dapat dikatakan mereka telah matang secara psikologis. Pada umur 16 tahun maupun umur 19 tahun pada umumnya masih digolongkan pada umur remaja semantara itu untuk mengarungi rumah tangga yang bahagia membutuhkan kematagan secara fisiologis dan psikologis.

Batas usia melangsungkan pernikahan sudah ditentukan dalam Undang-undang pernikahan. Namun, pada kenyataannya masih ada pernikahan yang dilangsungkan saat usia masih belasan tahun termasuk Kabupaten Mukomuko terkhusus di Desa Sungai Rengas. Seharusnya saat usia belasan ini sedang duduk di bangku sekolah mengembangkan segala kreatifitas. Tetapi sebaliknya remaja justru sibuk dengan segala urusan rumah tangganya. Menjadi perhatian kita apa yang mendorong remaja memutuskan menikah di saat usia yang masih muda, bukankah pernikahan yang sukses membutuhkan usia yang matang.

Pernikahan usia dini dilakukan dengan berbagai faktor pendorong, menurut Sibagariang (2010:199-200) faktor pendorong pernikahan dini antara lain: faktor sosial budaya, adanya anggapan dari masyarakat menikah di atas umur 20 tahun dikatakan tidak laku. Faktor ekonomi, yaitu keluarga yang hidup digaris kemiskinan dengan menikah akan dapat meringankan beban orang tua. Faktor lingkungan pergaulan, terjadinya hamil sewaktu pacaran menghindari malu keluarga sehingga dinikahkan. Faktor pendidikan, rendahnya pendidikan berkaitan erat dengan pemahaman tentang kehidupan berkeluarga. Walgito (2002:29) mengemukakan bahwa: Pernikahan pada usia muda akan banyak mengundang masalah yang tidak diharapkan, karena segi psikologisnya

belum matang. Tidak jarang pasangan yang mengalami keruntuhan dalam rumah tangga karena perkawinan yang masih terlalu muda. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan seorang ibu sebagai klien mempunyai keluhan yang menikah pada usia muda dan setelah menikah selama 5 tahun setelah dikarunia 2 orang anak, suaminya melakukan perselingkuhan dengan wanita lain.

Pada kalangan remaja pernikahan dini dianggap sebagai jalan keluar untuk menghindari dosa, karena terjadi insiden hamil semasa pacaran akhirnya menikah. Lalu bagaimana ia mengurus rumah tangganya di saat usia yang masih dini dan belum matang secara fisikis dan psikologis. Sementara sebuah pernikahan mebutuhkan kematangan baik secara fisikis maupun psikologis.

Kehidupan rumah tangga tidak luput dari permasalahan. Salah satu penyebab utama permasalahan dalam rumah tangga adalah pasangan yang belum dewasa. Faktor ketidakdewasaan ini lebih nyata terdapat dalam pernikahan di usia dini. Masalah yang timbul akibat penikahan usia dini seperti, suami istri memiliki ego yang sangat tinggi, masih merasakan masa muda jadi keduanya tidak mau kalah. Kurangnya saling pengertian dan rasa percaya terhadap pasangan menyebabkan mudahnya terjadi ketidak cocokan dan timbul pertengkaran yang berakibat terjadinya perceraian.

Masalah yang timbul sebagai akibat pernikahan dini menurut Walgito (2002:44-52) yaitu:

a. Kematangan emosi dan pikiran Kematangan emosi dan pikiran akan saling kait mengait. Bila seseorang telah matang emosinya, maka dapat berpikir secara matang, berpikir secara baik atau secara objektif. Kaitannya dengan perkawinan, jelas hal ini di tuntut agar suami istri dapat melihat permasalahan yang ada dalam keluarga dengan secara baik dan objektif. Kemasakan atau kematangan emosi berkaitan erat dengan umur yang ada pada seseorang, diharapkan emosinya akan matang, dan individu akan dapat lebih menguasai atau mengendalikan emosinya. Namun ini tidak berarti bahwa bila seseorang telah bertambah umurnya akan dengan

(4)

sendirinya dapat mengendalikan emosinya secara otomatik.

b. Sikap toleransi

Sikap toleransi antara suami istri mempunyai sikap saling menerima, saling memberi dan tolong menolong, tidak hanya suami saja memberi dan istri menerima atau sebaliknya. Tanpa adanya toleransi satu dengan yang lain, mustahil dua pribadi itu dapat bersatu dengan secara baik. Oleh karena itu pada umur pernikahan di saat usia dini, sering terjadi gejolak, adanya gelombang dalam keluarga, karena pada umunya belum terbentuk sikap toleransi ini.

c. Sikap saling menghormati antara suami dan istri

Adanya berbagai macam kebutuhan yang antara lain kebutuhan rasa aman, rasa cinta, aktualisasi diri dan pada dasarnya ingin mendapatkan pemenuhan, tidak terkecuali dalam kehidupan keluarga. Hal tersebut akan dapat di capai bila dalam keluarga dihidupkan saling antara suami dan istri. Tidak hanya dari istri saja ataupun dari suami saja. Hal tersebut tetap berpegangan pada pendapat bahwa keluarga itu merupakan suatu kesatuan antara dua orang yaitu suami dan istri. Sikap saling antara suami dan istri diantaranya sikap hormat menghormati, saling memadu kasih, saling bertukar pendapat dan saling mencurahkan isi hati.

d. Sikap saling pengertian antara suami istri

Sikap saling pengertian antara suami istri, suami harus mengerti keadaan istrinya, demikian pula sebaliknya. Dengan adanya saling pengertian ini masing-masing pihak saling mengerti akan kebutuhan-kebutuhanya, saling mengerti akan kedudukan dan perananya masing-masing, sehingga dengan demikian di harapkan keadaan keluarga dapat berlangsung dengan tenteram dan aman.

e. Sikap saling dapat menerima dan memberi cinta kasih

Kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan rasa cinta, kasih sayang (love needs), kebutuhan ini

juga ingin mendapatkan pemenuhannya. Dalam kehidupan keluarga hal ini juga perlu dipikirkan dan dilaksanakan. Mengingat bahwa tidak tertutup kemungkinan bahwa pasangan yang telah lama mengarungi kehidupan keluarga menjadi berantakan dengan masalah ini.

f. Sikap saling percaya mempercayai Baik suami ataupun istri dalam kehidupan berkeluarga harus dapat menerima dan memberi kepercayaan pada pasangan. Bila tidak ada unsur kepercayaan dalam keluarga, maka yang ada rasa curiga, buruk sangka, yang semuanya itu akan menimbulkan rasa tidak tenteram dalam kehidupan keluarga.

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan terhadap 2 pasangan yang menikah usia dini di Desa Sungai Rengas Kecamatan V Koto Kabupaten Mukomuko pada tanggal 28 Juli 2015. Remaja memutuskan menikah saat usia muda karena masih adanya anggapan dari masyarakat yang menganggap perempuan yang menikah di atas usia 21 tahun dan tidak melanjutkan pendidika diperkirakan akan sulit mendapat jodoh sehingga membuat keluarga menjadi malu. Keadaan ekonomi keluarga yang kurang mampu untuk mencukupi kebutuhan dan untuk melanjutkan sekolah karena jumlah saudara banyak, adik-adik yang masih jadi beban orang tua dengan menikah akan dapat meringankan beban orang tua. Terjadi insiden semasa berpacaran sehingga menimbulkan hal yang tidak diinginkan seperti hamil diluar nikah, serta orang tua yang khawatir anaknya akan melakukan zina untuk itu lebih baik dengan menikahkan anaknya. Kurangnya keinginan untuk melanjutkan sekolah, orang tuapun kurang paham dan menyadari manfaat pendidikan untuk anaknya.

Hal ini juga didukung dari hasil wawancara yang peneliti lakukan kepada 2 pasangan yang menikah usia dini pada tanggal 07April 2016. Pasangan belum mampu mengendalikan emosi secara baik serta pola pikir yang belum matang. kurangnya toleransi kepada pasangan sehingga saling menyalahkan, kurangnnya rasa hormat menghormati pasangan akan mengakibatkan terjadinya peselisihan, masih kurang saling

(5)

pengertian terhadap pasangan sehingga akan menimbulkan permasalahan pada pasangan menikah usia dini, sulit memahami kebutuhan pasangan menerima dan memberikan cinta kasih, ketidak mampuan pasangan untuk menjadi pendengar yang baik ketika ada hal-hal yang diceritakan, adanya pasangan yang menyimpan rasa curiga pasanganya akan melakukan perbuatan curang seperti selingkuh.

Fenomena ini terjadi di Desa Sungai Rengas Kecamatan V Koto Kabupaten Mukumuko. Maka peneliti tertarik dan merasa penting untuk melakukan penelitian tentang “Permasalahan yang timbul akibat pernikahan usia dini di Kabupaten Mukomuko (Studi kasus di Desa Sungai Rengas Kecamatan V Koto Kabupaten Mukomuko)”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:

1. Permasalahan kematangan emosi dan pikiran pada pasangan menikah usia dini di Kabupaten Mukomuko. 2. Permasalahan sikap toleransi pada

pasangan menikah usia dini di Kabupaten Mukomuko.

3. Permasalahan sikap saling antara suami dan isteri pada pasangan menikah usia dini di Kabupaten Mukomuko.

4. Permasalahan sikap saling pengertian antara suami dan isteri pada pasangan menikah usia dini di Kabupaten Mukomuko.

5. Permasalahan sikap saling dapat menerima dan memberikan cinta kasih pada pasangan menikah usia dini di Kabupaten Mukomuko. 6. Permasalahan sikap saling percaya

mempercayai pada pasangan menikah usia dini di Kabupaten Mukomuko.

Metode Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 Mei sampai 15 Mei 2016 di Desa Sungai Rengas Kecamatan V Koto Kabupaten Mukomuko. Tempat ini dijadikan sebagai lokasi penelitian karena di tempat ini ditemukan bebagai permasalahan yang timbul sebagai akibat pernikahan usia dini.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Peneliti merupaya mengungkapkan permasalahan yang

timbul akibat pernikahan usia dini di Desa Sungai Rengas. Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2014:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Selain itu Lufri (2005:56) mengemukakan “Penelitian kualitatif adalah salah satu jenis penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu gejala, fakta, peristiwa atau kejadian yang sedang atau sudah terjadi”.

Pada penelitian ini peneliti menetapkan informan kunci yaitu 2 pasangan yang menikah usia dini. Kemudian ditambahkan dengan kedua orang tua dari kedua belah pihak dan tetangga dari pasangan yang menikah usia dini dengan pertimbangan informan ini dapat memberikan informasi. Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang ditempuh peneliti untuk memperoleh data, dalam penelitian ini peneliti langsung melakukannya dengan melihat ke lapangan untuk mendapatkan sejumlah data yang dibutuhkan yaitu melalui wawancara Selanjutnya analasis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan.

Hasil dan Pembahasan

1. Kematangan Emosi dan Pikiran

Hasil temuan peneliti melalui wawancara di lapangan dapat diketahui bahwa pada pasangan 1 dan pasangan 2 belum dapat dikatakan matang dalam emosi maupun pikiran dan belum bisa megendalikan emosi dengan baik seperti ketika terjadi pentengkaran suami kabur meninggalkan rumah beberapa hari bahkan sampai sebulan tanpa memikirkan kehidupan anak dan istri selama ia tinggalkan, dan melampiaskan kemarahan dengan memukul benda yang ada disekitarnya. Sedangkan istrinya yang mengabaikan kebutuhan suaminya, seperti tidak memasak dan tidak menyediakan makan disaat suami hendak makan. Sering mengeluarkan kata-kata kasar yang tidak sepantasnya di keluarkan. Setelah bertengkar mereka tidak bertegur sapa.

Mereka yang menikah usia dini masih memiliki sifat egois atau

(6)

mau menang sendiri dan juga kekanak-kanakan seperti sifat merajuk. Pasangan yang tidak mau mendengar atau merespon saat pasangannya ada yang mau diceritakan serta masalah kecil atau masalah spele bisa dibesar-besarkan. Namun kedua pasangan ini mudah untuk memaafkan sebesar apapun pertengkaran bahkan kabur dari rumah, begitu pulang lagi mereka menganggap masalah yang terjadi di antara mereka sudah selesai meskipun mereka tidak duduk berdiskusi untuk menyelesaikannya.

Menurut Walgito (2002:4-45) Kematangan emosi dan pikiran akan saling kait mengait. Bila seseorang telah matang emosinya, maka dapat berpikir secara matang, berpikir secara baik atau secara objektif. Kaitannya dengan perkawinan, jelas hal ini di tuntut agar suami istri dapat melihat permasalahan yang ada dalam keluarga dengan secara baik dan objektif. Kemasakan atau kematangan emosi berkaitan erat dengan umur yang ada pada seseorang, diharapkan emosinya akan matang, dan individu akan dapat lebih menguasai atau mengendalikan emosinya. Namun ini tidak berarti bahwa bila seseorang telah bertambah umurnya akan dengan sendirinya dapat mengendalikan emosinya secara otomatik.

Menurut peneliti, kematangan emosi dan pikiran erat

kaitan dengan umur seseorang, umur yang terbilang masih muda atau bisa dikatakan usia remaja dimana pada usia remaja ini adalah masa ke akuan nya yang lebih menonjol merasa dirinya paling benar dan yang paling hebat. Jelas akan menimbulkan masalah apabila pada usia ini sudah menikah maka ia akan bersikap semaunya, tidak memikirkan baik-buruk dari tindakan yang ia ambil, meskipun ada beberapa orang justru pernikahan itu sendiri yang mematangkannya secara emosi dan pikiran.

2. Sikap Toleransi

Hasil temuan peneliti melalui wawancara di laparangan dapat diketahui kedua pasangan yang

telah diteliti menjelaskan bahwa mereka tidak memberi toleransi kepada pasanganya yang melakukan kesalahan mereka langsung memarahi tanpa menegur atau memberikan nasehat terlebih dahulu. Jika mereka melakukan kesalahan kepada pasangannya susah sekali untuk meminta maaf bahkan ia akan menyembunyikan kesalahan yang ia perbuat itu dari pasangannya. Tetapi dalam mengurus rumah tangga dan anak mereka saling tolong-menolong seperti pekerjaan yang berat mengukur kelapa saat akan memasak, mengangkat pakaian yang telah dicuci di sungai. Pasangan 2 jika pekerjaan rumah suami membiarkan istri mengerjakannya sendiri untuk mengajarkan tanggung jawab.

Menurut Walgito (2002:46-47) sikap toleransi antara suami istri mempunyai sikap saling menerima, saling memberi dan tolong menolong, tidak hanya suami saja memberi dan istri menerima atau sebaliknya. Tanpa adanya toleransi satu dengan yang lain, mustahil dua pribadi itu dapat bersatu dengan secara baik. Oleh karena itu pada umur pernikahan di saat usia dini, sering terjadi gejolak, adanya gelombang dalam keluarga, karena pada umunya belum terbentuk sikap toleransi ini.

Menurut peneliti sikap toleransi antara suami dan istri sangat penting untuk di pupuk demi menjaga kelangsungan rumah tangga. Karena tanpa adanya sikap toleransi antara suami dan istri akan sering terjadi percekcokan. Seperti saat pasangan memasak namun masakan itu tidak enak suami seharusnya jangan memarahi langsung, seharusnya di nasehati dengan baik-baik agar ia mau belajar memasak yang lebih enak lagi dengan tidak mematahkan semangatnya. Suami tidak enggan menolong pekerjaan istri begitu sebaliknya. Saling memahami satu sama lain dengan sabar dan saling memaafkan.

3. Sikap Saling Menghormati Antara Suami dan Istri

Hasil temuan peneliti melalui wawancara di lapangan dapat diketahui pasangan 1 diantara

(7)

mereka kurang menghormati satu sama lainnya seperti istrinya yang selalu mencerita permasalahan rumah tangga mereka kepada orang tua nya sehingga orang tua dari istrinya banyak ikut campur dalam rumah tangga mereka. Mereka tidak memiliki waktu untuk berduan memadu kasih berbeda dari masa pacaran, mereka cuek seperti tidak mendengar curahan hati dari pasangannya. Suami yang kurang terbuka kepada istrinya namun mereka saling mendukung pasanganya dalam keadaan apapun. Sedangkan pasangan 2 mereka saling menghormati dengan menanyakan dahulu pendapat suaminya ketika memutuskan sesuatu, mereka juga saling terbuka kepada pasangannya apapun masalah yang terjadi di keluarga. Mereka merasa berbeda dengan saat pacaran dulu tidak ada lagi waktu untuk mereka berduan karena tidak memiliki waktu sibuk dengan bekerja. Mereka saling mendukung pasangannya saat dalam keadaan susah, tetapi suami merasakan istrinya kurang menghargai pengerbonannya.

Menurut Walgito (2002:47-48) adanya berbagai macam kebutuhan yang antara lain kebutuhan rasa aman, rasa cinta, aktualisasi diri dan pada dasarnya ingin mendapatkan pemenuhan, tidak terkecuali dalam kehidupan keluarga. Hal tersebut akan dapat di capai bila dalam keluarga dihidupkan saling antara suami dan istri. Tidak hanya dari istri saja ataupun dari suami saja. Hal tersebut tetap berpegangan pada pendapat bahwa keluarga itu merupakan suatu kesatuan antara dua orang yaitu suami dan istri. Sikap saling antara suami dan istri diantaranya sikap hormat menghormati, saling memadu kasih, saling bertukar pendapat dan saling mencurahkan isi hati.

Menurut peneliti sikap saling menghormati antara suami dan istri adalah sikap yang harus dimiliki oleh pasangan yang akan menikah untuk menjaga bahtera rumah tangganya dengan mengetahui kedudukan masing-masing. Mau

mendengarkan, pasangan juga bisa menjadi tempat berbagai susah dan senang serta rela berkorban untuk kepentingan bersama dan bisa

menghargai pengerbonaan pasangannya.

4. Sikap Saling Pengertian Antara Suami dan Istri

Hasil temuan peneliti melalui wawancara dilapangan diperoleh bahwa pasangan 1 merasa pasangnya kurang pengertian seperti memasak yang tidak enak atau keasinan pasangan memarahinya, karena menurutnya wajar hal demikian sebelum menikah tidak berpengalaman dalam memasak. Sedangkan penuturan suaminya istri juga kurang mengerti akan perannya seperti saat suami pulang dari bekerja yang sangat melelahkan istri tidak melayaninya dengan baik, bahkan sang istri sibuk ngerumpi dengan ibu-ibu lainnya. Ketika pasangannya sakit mereka tidak mengerti cara merawat pasangannya yang sedang sakit sehingga masih dibantu oleh orang tuanya.

Pasangan 2 menyatakan diantara mereka kadang saling pengertian kadang-kadang tidak seperti istrinya dilarang untuk keluar dari PT melihat orang tuanya di dusun padahal istri merasakan suntuk di PT dan juga rindu kepada orang tuanya. Tetapi ketika suaminya pulang dari kerja sang istri menunggunya dan melayani kebutuhan suami seprti makan. Ketika salah satu dari mereka sakit dalam merawatpun masih dibantu olang tua, karena mereka kebingung ketika pasangannya sakit.

Menurut Walgito (2002:48-49) sikap saling pengertian antara suami istri, suami harus mengerti keadaan istrinya, demikian pula sebaliknya. Dengan adanya saling pengertian ini masing-masing pihak saling mengerti akan kebutuhan-kebutuhanya, saling mengerti akan kedudukan dan perananya masing-masing, sehingga dengan demikian di harapkan keadaan keluarga dapat berlangsung dengan tenteram dan aman.

Menurut peneliti sikap saling pengertian antara suami dan

(8)

istri adalah sikap saling memahami antara keduanya, memahami tentang kebutuhan baik fisiologis maupun sosial, kebiasaan dan kesukaannya. Mengenali pasangannya lebih dalam agar bisa mengerti tentang sifat maupun segala kekurangan dan kelebihan dari pasangan dengan saling pengertian antara suami dan istri akan membuat keluarga merasa nyaman.

5. Sikap Saling Dapat Menerima dan Memberikan Cinta Kasih

Hasil temuan peneliti melalui wawancara di lapangan dapat diketahui bahwa kedua pasangan ini hubungannya baik-baik saja meskipun mereka sering cekcok entah itu karena sifat egois mereka atau perbedaan pendapat diantara mereka. Mereka mrasakan perbedaan di saat pacaran awal menikahan dan sekarang, dahulu memanggil dengan panggilan sayang dengan nada yang lembut sekarang hanya memanggil nama, mereka juga tidak lagi saling memberikan kejutan. Pasangan yang

kurang memperhatikan kebutuhannya. Tetapi ketika

pasangannya jauh mereka saling merasakan kerinduan dan mereka dapat menerima dengan baik keadaan dan pekerjaan pasangannya meskipun terdapat kekurangan.

Menurut Walgito (2002:49-50) kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan rasa cinta, kasih sayang (love needs), kebutuhan ini juga ingin mendapatkan pemenuhannya. Dalam kehidupan keluarga hal ini juga perlu dipikirkan dan dilaksanakan. Mengingat bahwa tidak tertutup kemungkinan bahwa pasangan yang telah lama mengarungi kehidupan keluarga menjadi berantakan dengan masalah ini.

Menurut peneliti sikap saling dapat menerima dan memberikan cinta kasih adalah baik suami atau istri sepanjang pernikahannya tetap menjaga atau memupuk rasa cinta di antara mereka bukan hanya istri saja tetapi keduanya. Membuat pernikahannya tetap seperti orang pacaran yang indah semuanya manias dengan ungkapan sayang seperti memanggil

istri dengan panggilan sayang begitu sebaliknya menjaga sepanjang pernikahan tidak ada yang mersa kurang terpenuhi kasih sayang.

6. Sikap Saling Percaya Mempercayai

Hasil temuan peneliti melalui wawancara dilapangan pada 2 pasangan yang menikah usia dini, kedua pasangan ini merasa penting sekali kepercayaan dalam sebuah pernikahan. Tetapi mereka saling mencurigai berburuk sangka kepada pasangannya, sifat cemburuan serta khawatir pasangan akan meningggalkannya.

Menurut Walgito (2002:50-52) Baik suami ataupun istri dalam kehidupan berkeluarga harus dapat menerima dan memberi kepercayaan pada pasangan. Bila tidak ada unsur kepercayaan dalam keluarga, maka yang ada rasa curiga, buruk sangka, yang semuanya itu akan menimbulkan rasa tidak tenteram dalam kehidupan keluarga.

Menurut peneliti sikap saling percaya mempercayai dalam sebuah pernikahan sangat penting bahkan itu menjadi pondasi dalam sebuah pernikahan, namun tidak mudah untuk mempercayai seseorang dan tidak mudah juga memberikan kepercayaan serta menjaga kepercayaan. Antara suami dan istri harus komitmen dengan perkataannya dan tepat janji apabila ia berjanji. Karena apabila kepercayaan yang telah diberikan lalu dirusak hal ini akan cukup sulit untuk dipulihkan kembali. Pasangan suami istri juga tidak boleh terlalu sering berburuk sangka kepada pasangan tanpa mengetahui yang sebenarnya.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang permasalahan yang timbul akibat pernikahan usia dini di Kabupaten Mukomuko (studi kasus di Desa Sungai Rengas Kecamatan V Koto Kabupaten Mukomuko) maka dapat disimpulkan: 1. Kematangan emosi dan pikiran

Kedua pasangan menikah usia dini yang telah diteliti belum matang dalam emosi dan pikiran, dengan ketidak matangan tersebut sering timbul berbagai permasalahan dalam rumah tangganya. Seperti

(9)

terjadinya pertengkaran hingga mengeluarkan kata-kata kasar yang tidak sepantasnya dan kabur dari rumah.

2. Sikap toleransi

Pasangan menikah usia dini tidak dapat mentoleransi kesalahan pasangannya, ketika pasangan melakukan kesalahan langsung dimarahi dan diomeli karena itu mereka cenderung menutup-nutupi kesalahan dari pasangan. Sering berbeda pendapat dan bertahan dengan pendapat masing-masing, tetapi dalam mengurus rumah tangga dan anak pasangan yang menikah usia dini saling kerja sama.

3. Sikap saling menghormati antara suami dan istri

Pasangan yang menikah usia dini kurang menghormati pasangannya serta adanya perbedaan atau pergeseran kasih sayang dari awal menikah. Pasangan yang tidak bisa menjadi tempat mencurahkan isi hati.

4. Sikap saling pengertian antara suami dan istri

Pasangan menikah usia dini kurang pengertian atau tidak memahami keadaan dari pasangannya. Ketika pasangannya sakitpun mereka tidak mengerti cara merawat sehingga masih membutuhkan bantuan orang tuanya. 5. Sikap saling dapat menerima dan

memberikan cinta kasih

Pasangan menikah usia dini dapat menerima dan memberikan cinta kasih kepada pasangannya dengan baik karena pernikahan adalah pilihan mereka sendiri, jadi mereka berusaha menerima segala kekurangan dari pasangan.

6. Sikap saling percaya mempercayai Pasangan yang menikah usia dini memiliki sikap cemburuan, mencurigai dan berburuk sangka kepada pasangannya. Khawatir

pasanggannya akan meninggalkannya.

A. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penelitian ini menyarankan kepada berbagai pihak terkait sebagai berikut: 1. Pasangan yang menikah usia dini,

diharapkan saling menghormati dan menghargai pasangan. Saling

mengkoreksi diri masing-masing dan belajar mengontor emosi dengan baik.

2. Remaja, diharapkan memikirkan secara mendalam saat akan memutuskan untuk menikah, jangan menikah hanya berdasarkan cinta. Bangunlah hubungan yang baik serta pergaulan yang sehat sehingga tidak terjebak dalam pergaulan yang menyesatkan lalu menikah akibat dari pergaulan yang tidak sehat itu. 3. Orang tua, diharapkan kepada orang

tua untuk memperhatikan pergaulan anaknya menasehati anak yang berpacaran berlebihan. Memotivasi anak untuk sekolah terlebih dahulu minimal tingkat SMA. Khususnya kepada anak perempuan agar wawasannya lebih luas dan tidak terjadi pernikahan usia dini. Memberikan pengetahuan umum dan agama kepada anak, pengalaman-pengalaman hidup, pemberian bekal baik bekal kedewasaan fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai persiapan untuk menuju kehidupan di masa yang akan mendatang khususnya dalam kehidupan berumah tangga.

4. Kepala Desa Sungai Rengas, untuk mengetahui apa saja permasalahan yang timbul akibat pernikhan usia dini. Perlu ditingkatkan sosialisasi kepada masyarakat tentang pengertian serta akibat yang ditimbulkan dari pernikahan usia dini.

5. Peneliti selanjutnya, diharapkan bisa melakukan penelitian lanjutan tentang bagaimana pola asuh anak pada pasangan yang menikah usi dini.

KEPUSTAKAAN

Hasan, Marwisni. 2012. Psikologi dan

Konseling Keluarga. Padang: UNP

Press.

Kumalasari, Intan & Andhyantoro, Iwan. 2012. Kesehatan Reproduksi.Jakarta; Salemba Medika.

Lufri. 2005. Metodologi Penelitian. Padang: Universitas Negeri Padang.

(10)

Moleong, Lexy J. 2014. Metodologi Penelitian

Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Sibagariang, Eva Ellya., Pusmaika, Rangga., & Rismalind. 2010. Kesehatan

Reproduksi Wanita. Jakarta: Trans Info

Media.

Undang- undang Pokok Perkawinan. 2006.

Jakarta: Sinar Grafika.

Walgito, Bimo. 2002. Bimbingan dan

Konseling Perkawinan.Yogyakarta:

Referensi

Dokumen terkait

pelangas, simpur, dan laban, bersifat lokal. Kerusakan awal yang bersifat anatomis terjadi pada bagian infeksi, yaitu teqadinya perusakan jaringan tumbuhan inang oleh adanya

Pada ternak ruminansia besar penggunaan sumberdaya genetik dilakukan bersamaan dengan program pemeliharaan ternak betina, yang perkawinannya diatur melalui sumberdaya genetik

Hasil uji Scheffe tentang keefektifan menunjukkan nilai probabilitas lebih kecil dari taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05 dengan mean difference sebesar

Dalam skripsi ini, penyusun menyajikan pembahasan masalah yang meliputi hal- hal sebagai berikut: analisis komparasi tentang bentuk dan mekanisme akad serta sistem pengambilan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa setelah digabungkan kedua stasiun pengamatan hasil kerapatan vegetasi pohon pada hutan mangrove di Kenagarian Gasan

a). Penyisipan vokal /a/ dalam gugus konsonan dapat diketahui dari tabel 12. Vokal yang disisipkan pada gugus konsonan tersebut di atas adalah sejenis dengan vokal sebelumnya.

sepintas dari ungkapan di atas Gus Ulil mengkategorikan Kiai Afif sebagai maqoshidiyyun, artinya beliau adalah salah satu dari ulama yang menilai sesuatu secara substansialis

Diklat Pengadaan Barang/Jasa bagi Unit Layanan Pengadaan dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap para pegawai dalam pelaksanaan pengadaan