• Tidak ada hasil yang ditemukan

STANDAR REFERENSI DIET UNTUK PENELITIAN NUTRISI KRUSTASEA. Oleh. Sri Juwana 1) ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STANDAR REFERENSI DIET UNTUK PENELITIAN NUTRISI KRUSTASEA. Oleh. Sri Juwana 1) ABSTRACT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Oseana, Volume XIX, Nomor 3 : 1-10 ISSN 0216-1877

STANDAR REFERENSI DIET UNTUK PENELITIAN NUTRISI KRUSTASEA Oleh

Sri Juwana 1) ABSTRACT

A STANDARD REFERENCE DIET FOR CRUSTACEAN NUTRITION RE-SEARCH. The present paper follows the evaluation of two possible Standard Reference Diets (SRDs) for crustaceans. Details of the formulation. Preparation and proximate composition of the diets are provided. The purpose of standard reference diet is to provide neither a feed for commercial culture of various species nor the optimal nutritional formulation for all species concerned. The objective is to provide a reproducible, ready available, balanced diet of defined nutrient composition, that can be used as a reference for comparing results among laboratories, species and experiments.

PENDAHULUAN

Studi mengenai kebutuhan nutrisi krustasea mempunyai sejarah yang relatif pendek. Tulisan mengenai diet krustasea yang diformulasi dari bahan-bahan yang semi-murni (semi-purified) mungkin pertama kali dipublikasikan oleh KANAZAWA et al. (1970) untuk Penaeus japonicus. Selanjutnya berbagai studi mengenai diet krustase dan kebutuhan nutrisi telah dilakukan sebagai respon terhadap perkembangan budidaya udang yang cukup pesat. Tetapi setelah NEW (1976) membuat review mengenai nutrisi udang dan mengkritik ketidak-adaan standarisasi dalam rancangan percobaan; kondisi budidaya; dan teknik analisis yang membatasi nilai informasi yang dipublikasi; sehingga menjadi sukar atau tak mungkin untuk membandingkan hasil-hasil riset dari

laboratorium yang berbeda. Menyadari akan riset yang telah lalu, WORLD MARICUL-TURE SOCIETY (WMS), sekarang WORLD AQUACULTURE SOCIETY (WAS), dalam mengantisipasi penelitian-penelitian dimasa mendatang, menetapkan suatu "NUTRITION TASK FORCE" dalam tahun 1976 untuk membuat petunjuk bagi standarisasi metodologi riset nutrisi bagi akuakultur. Untuk mendukung dan mengembangkan diskusi mengenai standarisasi ini telah diadakan pertemuan di Hamburg. Federal Republic of Germany, 21-23 Maret 1979. Sehingga terbentuk kelompok kerja yang terdiri dari "EUROPEAN INLAND FISHERIES ADVI-SORY COUNCIL" (EIFAC) ; "INTERNA-TIONAL UNION OF NUTRITION SCIENTISTS" (IUNS) ; dan "INTERNA-TIONAL COMMISSION FOR EXPLORA-TION OF THE SEA" (ICES) khususnya akan

(2)

menangani standarisasi metodologi riset nutrisi bagi ikan (CASTELL & TIEWS 1980). Kelompok kerja ini menganjurkan penetapan Standar Referensi Diet (SRD) sebagai langkah pertama yang penting untuk pembanding langsung diantara laboratorium, eksperimen dan species.

FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN DALAM

MEMBENTUK SRD:

1. Keseimbangan Nutrien (Nutrient Balance)

Idealnya suatu SRD mengandung semua kebutuhan nutrisi pada kadar yang kira-kira dibutuhkan. Jelasnya, formulasi dasar harus mewakili perkiraan terbaik. Tetapi perubahan dapat dibuat sebagai informasi terhadap kebutuhan diet optimal yang biasa dimakan.

2. Kontrol Positif Nutrien (Nutrient Positive Control)

Senyawa murni lebih dipilih sebagai komponen-komponen suatu SRD daripada senyawa kompleks. Dalam hal ini akan memberikan kemungkinan untuk mengatur variasi tingkat kebutuhan nutrisi individu. 3. Nutrien Yang Tersedia (Nutrient

Availability)

Banyak macam vitamin dan nutrien yang lain berbentuk lebih dari satu bentuk kimia (garam organik dan inorganik, ester dll). Bentuk yang dipilih untuk SRD harus yang digunakan secara maksimal oleh he wan. 4. Stabilitas (Stability/Shelf Life)

Komponen yang labil dari suatu SRD harus dijaga untuk memberikan stabilitas diet yang dapat diterima, idealnya tanpa harus disimpan dalam refrigerator.

5. Dapat Di Reproduksi (Reproducibility) Berbagai bentuk pakan banyak mempunyai variasi dalam komposisinya. Sehingga standarisasi prosesing, identifikasi bahan-bahan dan komposisi diet secara hati-hati sangat diperlukan.

Konsep tentang standarisasi diet berlanjut menjadi suatu prioritas pada diskusi informal setiap tahun di pertemuan WMS. Kesimpulan dari diskusi tersebut mencetuskan kenyataan bahwa sebenarnya informasi yang diperlukan untuk memformulasi 'ideal SRD' tak ada, meskipun konsep itu tetap menarik. Akhirnya pada tahun 1984 kelompok diskusi di pertemuan tahunan WMS memutuskan untuk memulai percobaan pemberian pakan bagi riset krustasea secara internasional, yaitu untuk mengevaluasi dua kemungkinan SRD (BML 81 S dan HFX CRD 84). Hasil evaluasi kedua formulasi diet ini telah dilaporkan oleh CASTELL et al (1989) dan dapat dibaca dalam tulisan di bawah ini.

BML 81 S mengandung 'casein'; 'egg-albumin'; dan 'soylecithin' sebagai bahan utama, diciptakan di Bodega Marine Labora-tory, University of California, Davis. Sedangkan HFX CRD 84 menggunakan konsentrat protein dari Rock Crab, Cancer irrotatus, sebagai bahan utama, diciptakan di Halifax Laboratory, Department of Fisheries and Oceans. Kedua formulasi diet ini asal mulanya dibuat untuk lobster, Homarus sp.

Diet semi murni yang pertama kali untuk lobster (Homarus sp) menggunakan casein sebagai sumber protein utama (CASTELL & BUDSON 1974; SHLESER & GALLAGHER 1974) dan mempunyai komposisi yang sama dengan yang digunakan untuk udang. Diet udang asal mulanya berdasarkan pada protein kacang kedelai

(3)

(KANAZAWA et al. 1970) tetapi kemudian diganti casein sebagai sumber utama protein (KANAZAWA et al. 1976). Tetapi, juvenil lobster mengalami pertumbuhan yang lambat dan kelulus-hidupan yang sangat rendah karena terjadi kematian pada waktu molting (BOWSER & ROSENMARK 1981) ketika diberi pakan dengan casein sebagai diet dasar. CONKLIN et al. (1980) mendapatkan bahwa gejala mati pada saat molting (molt death syndrome) dapat dicegah dengan menambahkan 6 - 8 % soy-lecithin ke casein atau casein/albumin sebagai diet dasar. Penemuan mereka menyebabkan terbentuk-nya formulasi dasar. Penemuan mereka menyebabkan terbentuknya formulasi BML 81 S (CONKLIN et al. 1983) yang sudah dipakai sebagai diet referensi di Halifax, Moncton dan Bodega Bay (BOGHEN et al. 1982).

Untuk mempelajari nutrisi lobster, Halifax Fisheries Laboratory mencari suatu protein murni selain casein. Banyak macam protein yang dijual di pasar bebas dan beberapa protein yang diekstrak dari hewan laut setempat diujikan. Formulasi menggunakan konsentrat protein dari Rock Crab (Cancer irroratus) menghasilkan pertumbuhan dan kelulus-hidupan yang superior (BOGHEN et al. 1982).

Penggantian casein dengan protein Rock Crab menghilangkan kebutuhan bahan soy-Lecithin (KEAN et al. 1985). Pertumbuhan optimum diperoleh dengan menggunakan formulasi dengan 20 - 30 % kandungan protein Rock Crab (berat kering) daripada 50 % casein (CASTEL et al 1989a). Formulasi HFX CRD 84 berdasarkan atas hasil kerja ini.

Sebagai hasil diskusi (informal) oleh kelompok nutrisi krustasea di WMS-Vancouver 1984, keputusan dibuat untuk

menyiapkan 30 kg BML 81 S dan HFX CRD 84 di Halifax laboratory dan untuk membuat samples tersendiri bagi percobaan studi nutrisi krustasea secara internasional. Diet tersebut akan dibandingkan dengan diet kontrol yang biasa digunakan di laboratorium peserta. Tulisan ini menyajikan ringkasan dari hasil riset pendahuluan. Juga keuntungan dan penggunaan suatu SRD didiskusikan.

MATERIAL DAN METODE Formulasi untuk BML 81 S dan HFX CRD 84 dan campuran vitamin nya ditunjukkan di Tabel 1. kedua diet referensi disiapkan sebagai pellet kering dengan ukuran pellet 2, 4, 8 atau 10 mm. Untuk mengurangi degradasi diet ini disimpan dalam kantong yang ditutup secara vacum dengan gas nitro-gen, kemudian disimpan pada suhu - 40° C sampai dikirim. Setiap kantong berisi 500 gram pellet. Setiap kelompok riset, begitu menerima kiriman pellet ini dianjurkan untuk membagi-bagi pellet tersebut dalam kantong-kantong. Setiap kantong berisi pellet cukup untuk seminggu pemberian pakan dan disimpan pada suhu - 20° C sampai - 40° C.

Untuk mengetahui nilai nutrisinya saat itu, sampel BML 81 S. HFX CRD 84 dan konsentrat protein Rock Crab dianalisis kembali (lihat Tabel 2 dan 3). Kandungan air kedua referensi diet (RD) dan konsentrat protein Rock Crab diukur dengan berat awal yang berbeda setelah 1 8 - 2 4 jam di oven pengering pada suhu 110° C. Kandungan abu ditentukan dengan pembakaran dalam "muf-fling furnace" (Model # N 30 A - 1 C Blue M electric Co) untuk 1 8 - 2 4 jam pada suhu 550° C. Kandungan lipid ditentukan menurut methode BLIGH & DYER (1959). Kandungan protein dari sampel diukur menggunakan prosedur otomatis Kjeldahl dari FERRARI

(4)

(1969) dengan TECNICON INSTRUMENTS Co., Ltd., Auto analyzer II setelah "partial predigestion" dalam 50 % asam sulfat pekat.

Hasil analisis lipid untuk BML 81 S yang ditunjukkan sebesar 12,9 % di Tabel 2 kemungkinan merupakan ekstraksi tak sempurna dari soy lecithin, karena formulasi BML 81 S di Tabel 1 menunjukkan 16,5 % lipid. Hasil analisis lipid HFX CRD 84 sesuai dengan yang ditunjukkan di Tabel 1 yaitu 10,2 %. Estimasi Kjeldahl bagi kandungan protein dalam kedua diet tersebut hampir sama (Tabel 2). Tetapi kandungan nitrogen pada protein murni crab berdasarkan pada analisis asam amino hanya 14,3 % dibanding dengan 16 % pada casein. Karena nilai Kjeldahl memperkirakan 16 % nitrogen dalam protein, pengukuran protein bagi HFX CRD 84 akan lebih rendah dari kandungan yang sebenarnya yaitu 42,6 % (32,2 % x 16/14,3).

Analysis protein Crab pada tahun 1984 (Tabel 3) menunjukkan kandungan abu 10,5 %. Hal ini mungkin merupakan derivat dari material cangkang yang tertinggal pada daging crab setelah proses pemisahan cangkang ("deboning"). Pada analisis terdahulu, berdasarkan kekuatan tekanan sabuk pada alat pengupas ("deboning"). kandungan abu dari konsentrat protein crab bervariasi dari 7 - 18 %. Abu ini akan berperan sebagai mineral tambahan ke diet (Tabel 3).

HASIL DAN DISKUSI

Nama peneliti yang meminta sampel dua macam SRD tersebut, negara dan species yang diuji dicantumkan di Tabel 4. Kecuali untuk spiny lobster, Panulirus argus, dan Cherax tenuimanus (MORRISSEY dalam CASTELL et al 1989), baik BML 81 S dan HFX CRD84 telah diterima dengan baik dan menghasilkan pertumbuhan dan kelulus-

hidupan pada semua species yang diujikan. Hasil penelitian yang baru-baru ini dilakukan oleh LELLIS (1992) juga menyatakan bahwa BML 81 S dan HFX CRD 84 tidak sesuai untuk pasca-burayak tingkat awal spiny lobster Panulirus argus. Sedangkan pemeliharaan dengan kedua diet tersebut terhadap juvbenil

King Crab, Mithrax spinossisimus

me-nunjukkan kelulus-hidupan yang lebih jelek dengan diet HFX CRD 84 (16,7 %), dibanding dengan kelompok juvenil yang menerima BML 81 S (45,8 %) dalam pemeliharaan selama 8 minggu. Mungkin BML 81 S dapat diterima sebagai diet referensi untuk juvenil King Crab Mitrax spinosissimus. Nampaknya, RD yang dibuat untuk satu species tidak akan optimum untuk pertumbuhan dan kelulus-hidupan species yang lain, disebabkan perbedaan dalam kebutuhan nutrisinya. Baik BML 81 S dan HFX CRD 84 nampak diterima sebagai SRD untuk studi nutrisi dengan berbagai jenis krustasea. Tetapi, menurut hasil yang diperoleh pada acara khusus pada pertemuan WMS di Reno, Ne-vada pada bulan Januari 1986, disarankan bahwa formulasi HFX CRD 84 dapat diterima sebagai SRD karena diperkirakan sumber bahan dapat disediakan/dikelola. Ada dua alasan untuk memilih HFX CRD 84 lebih dari BML 81 S karena :

(1)Konsentrat protein Rock Crab adalah dari hewan laut sehingga dekat dengan protein pada diet krustasea di alam. Misalnya Cancer irroratus merupakan bahan utama bagi diet alam lobster Amerika Homarus americanus (SCARRATT 1980).

(2)HFX CRD 84 tidak memerlukan lecithin. Hal ini memberikan modifikasi formulasi HFX CRD 84 untuk studi kebutuhan asam amino essensiel.

(5)

Meskipun BML 81 S atau HFX CRD 84 mungkin tidak sesuai untuk semua krustasea laut atau air tawar. Keduanya merupakan SRD bagi banyak jenis. Penerimaan SRD untuk digunakan diantara banyak penelitian nutrisi krustasea di laboratorium di seluruh dunia akan merupakan tahap awal yang positip dalam menemukan rekomendasi khusus dan saran dari kelompok kerja EIFAC IUNS dan ICES mengenai

'Standarisasi Metodologi dalam Penelitian Nutrisi Ikan' ("Standardization of Methodol-ogy in Fish Nutrition Research") dan "Nutri-tion Task Force" dari World Aquaculture Society. Diharapkan bahwa perbaikan/ peningkatan dalam menyajikan data terhadap komposisi dan analisis diet yang dicobakan, meningkatkan pola rancangan percobaan dan prosedur untuk analisis data, juga akan bekerjasama dengan publikasi riset nutrisi krustasea di masa depan.

(6)

Tabel 1. Formulasi bagi HFX CRD 84 (Halifax Crab protein Reference Diet) dan BML 81 S (Bodega Marine Laboratory Diet).

(7)

Tabel 2. Analisis proksimal referensi diet dan konsentrat protein crab yang digunakan dalam studi 1984

(8)

Tabel 4. Daftar nama para peneliti yang telah menerima sampel BML 81 S dan HFX CRD 84 (dalam CASTELL et al 1989, kecuali 3)

1. Hasil dilaporkan dalam CASTELL et al. (1989).

2. Hasil percobaan pemberian pakan yang dibandingkan dengan SRD tersebut dan kontrol dari diet yang terbukti kualitasnya.

3. LELLIS (1992) menyatakan BML 81 S mungkin dapat diterima sebagai RD untuk Mithrax spinosissimus meskipun hasilnya tidak sebagus pellet untuk pakan burayak ikan (Fry Feed C, Biokyowa Inc., Cape Girardeau, Missouri, USA).

(9)

DAFTAR PUSTAKA

BLIGH, E. G. and W. J. DYER. 1959. A rapid method of total lipid extraction and purification. Can. Jour. Biochem. Physiol. 37 : 911-917.

BOGHEN, A. D.; J. D. CASTELL and D. E. CONKLIN. 1982. In search of a refer-ence protein to replace "vitamin-free casein" in lobster nutrition studies. Can. Jour. Zool. 60 : 2033-2038. BOGHEN, A. D. and B. P. VEZINA 1983. A

series of studies of the American Lobster(Homarus americanus) and rock crab (Cancer irroratus) in the Maritime Provinces. Canadian Depart-ment of Supply and Services Contract Report 08SCFP 101-1-0186.

BOWSER, P. R. and R. ROSEMARK. 1981. Mortalities of cultured lobsters, Homarus, associated with a molt death syndrome. Aquaculture 23 : 11-18. CASTELL, J. D. and S. D. BUDSON. 1974.

The effect on Homarus americanus of dietary protein levels. Jour. Fish. Res. Bd. Can. 31 : 1363 - 1370.

CASTELL, J. D. ; J. C. KEAN; L. R. D'ABRAMO and D. E. CONKLIN

CASTELL, J. D. and K. TIEWS, editors. 1980. Report of the EIFAC, IUNS and ICES Working Group on the standard-ization of methodology in fish nutri-tion research. Hamburg, Federal Re-public of Germany, 21-23 March 1979. EIFAC Tech. Pap. 36 : 1-24.

CONKLIN, D. E.; L. R. D'ABRAMO; C. E. BORDNER and N. A. BAUM. 1980. A succesful purified diet for the cul-ture of juvenile lobsters : the effect of lecithin. Aquaculture 21 : 243 - 249. CONKLIN, D. E.; L. R. D'ABRAMO and K.

NORMAN-BOUDREAU. 1983. Lob-ster nutrition. Pages 413-423 In J. D. McVEY, editor. CRC handbook of maricultur, volume I. Crustacean Aquaculture. CRC Press Inc., Boca Raton, Florida, USA.

FERRARI, A. 1969. Nitrogen determination by a continous digestion and analysis system. Ann. N.Y. Acad. ScL 87 : 792-799.

KANAZAWA, A.; M. SHIMAYA; M. KAWASHI and K. KASHIWADA. 1970. Nutritional requirements of prawn-I. Feeding on artificial diets. Bull. Jap. Soc. Scient. Fish. 36 : 949- 954.

crustacean nutrition research I Evaluation of two formulation. Jour. World Aqua. Soc. 20(3) : 93 - 99.

CASTELL, J. D. : J. C. KEAN; D. G. C. Me CANN; A. D. BOGHEN; D. E. CONKLIN and L. R. D'ABRAMO. 1989a. A standard reference diet for crustacean nutrition research. 11. Se-lection of a purification procedure for production of the rock crab protein ingredient. Jour. World Aqua. Soc. 20 (3) : 100 - 106.

KANAZAWA, A.; S. I. TESHIMA and N. TANAKA. 1976. Nutritional require-ment of prawn V. Requirerequire-ments for choline and inositol. Mem Fac. Fish., Kagoshima Univ. 25 : 47-51.

KEAN, J. C; J. D. CASTELL; A. G. BOGHEN; L. R. D'ABRAMO and D. E. CONKLIN 1985. A. re-evaluation of lecithin and cholesterol require-ments of juvenile lobsters (Homarus americanus) using crab protein-based diets. Aquaculture 47 : 143-149.

(10)

LELLIS, W.A. 1992. A standard reference diet for crustacean nutrition research VI. Response of postlarval stages of the Caribbean King Crab Mithrax spinosissimus and the Spiny Lobster Panulirus argus. Jour.World Aqua.Soc. 23 (1) : 1-7.

NEW, M. B. 1976. A review of dietary studies with shrimp and prawns, Aqua culture 9 : 101-144.

SCARRATT, D. J. 1980. The food of lobsters. Can. Tech. Rep. Fish. Aqua. Sci. 952 : 66-91.

SHLESER. R. and M. GALLAGHER. 1974. Formulations of rations for the American lobster. Proc. World Maricul. Soc. 5 : 157-164.

Gambar

Tabel 1.   Formulasi bagi HFX CRD 84 (Halifax Crab protein Reference Diet)   dan BML 81 S (Bodega Marine Laboratory Diet).
Tabel 2.   Analisis proksimal referensi diet dan konsentrat protein crab                   yang digunakan dalam studi 1984
Tabel 4.   Daftar nama para peneliti yang telah menerima sampel BML 81 S  dan HFX CRD 84 (dalam CASTELL et al 1989, kecuali  3 )

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan normalisasi Banjir Barat didasarkan pada hasil analisa kondisi eksisting sungai dengan software HEC RAS dimana pada beberapa titik, penampang yang

Pemanas air tenaga matahari ini jauh lebih sederhana dan lebih efisien dibandingkan dengan pemanas air elektrik, karena pemanas air tenaga surya hanya memerlukan panas matahari

Keadaan ini berlangsung hanya beberapa saat dan sesudah itu beban akan naik lagi untuk dapat memperoleh pertambahan panjang (tidak lagiproportional).Kenaikan beban ini

Simpulan penelitian ini adalah dosis 260 mg/200 gr BB/2,5 ml ekstrak etanol kelopak bunga rosela pada penelitian ini merupakan dosis yang paling efektif sebagai

Keerhasilan penetasan uatan tergantung an)ak faktor/ antara lain telur  tetas/ mesin tetas/ !an tatalaksana penetasan 74upri,atna !kk/ 2008 'alau pun  pa!a kon!isi

Perhatiannya yang begitu besar terhadap kesejahteraan rakyat serta kesuksesannya mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, perdagangan, politik,

Dari dokumen yang dimiliki dari pihak Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, Perdagangan dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Sidoarjo bahwa jumlah pengusaha batik tulis yang ada di

Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan salah satu upaya mengimplementasi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan menjadi kegiatan pembelajaran