• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB - II TINJAUAN PUSTAKA Penampang Struktur Individu (Tunggal) Canal, Z, tipe Siku, tipe Hat, tipe I, tipe T, dan tipe berbentuk Hollow.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB - II TINJAUAN PUSTAKA Penampang Struktur Individu (Tunggal) Canal, Z, tipe Siku, tipe Hat, tipe I, tipe T, dan tipe berbentuk Hollow."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB - II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Penampang baja ringan yang dibentuk secara dingin dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe yakni:

1. Penampang struktur individu (tunggal). 2. Penampang panel dan dek.

2.1.1 Penampang Struktur Individu (Tunggal)

Gambar 2.1 memperlihatkan beberapa tipe profil baja yang dibentuk secara dingin yang biasa digunakan pada konstruksi baja. Tipe yang biasa dipakai adalah tipe Canal, Z, tipe Siku, tipe Hat, tipe I, tipe T, dan tipe berbentuk Hollow.

Gambar 2.1 Profil-profil yang Dibentuk Secara Dingin (From Yu, W.W. 1991. Cold-Formed Steel Design, JohnWiley & Sons, New York. With permission)

(a) (b) (d) (e) (f) (I) (j) (k) (l) (g) (h) (m) (n) (o) (p) (q) (s) (t) ( )c ( )r

(2)

Pada umumnya tinggi dari penampang struktur individu yang diproduksi berkisar antara 51 sampai dengan 305 mm, dan tebalnya berkisar antara 1,0 sampai dengan 6,4 mm. Pada kasus-kasus tertentu, tinggi dari penampang bisa mencapai 457 mm dengan ketebalannya mencapai 13 mm.

Fungsi dari tipe penampang struktur individu adalah memikul beban-beban luar, dengan demikian maka kekuatan bahan dan kekakuannya adalah pertimbangan utama dalam perencanaan. Pada bangunan tinggi penggunaan baja hot-rolled dipakai untuk struktur-struktur utama, sedangkan baja cold-formed digunakan untuk struktur-struktur

sekunder seperti rangka atap dan dek (panel), sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.2 dan Gambar 2.3.

Gambar 2.2 Gambar Struktur Rangka Atap 2.1.2 Penampang Panel dan Dek

Kategori lain dari penampang ini adalah seperti ditampilkan pada Gambar 2.4. Penampang ini umumnya digunakan untuk atap, lantai, dan panel dinding. Tinggi penampang panel ini berkisar 38 hingga 191 mm dengan ketebalan pelatnya 0,3 hingga 1,9 mm.

(3)

Gambar 2.3 Gambar Panel Dinding

Panel ini digunakan bukan hanya untuk menahan beban akan tetapi juga sebagai pengganti bekisting lantai, penutup atap maupun dinding, dan kadang kala dipakai juga untuk cable tray atau trunking listrik.

Gambar 2.4 Profil-profil yang Dibentuk Secara Dingin (From Yu, W.W. 1991. Cold-Formed Steel Design, John Wiley & Sons, New York. With permission)

(a) (e) (b) (d) (f) (i) (j) (k) (l) (g) (h) (m) Corrugated sheets ( )c Ribbed panels Curtain wall panels

Floor and roof panels Long-span roof decks

(4)

2.2 Sifat-sifat Baja Ringan

Umumnya baja ringan mempunyai sifat-sifat yang sama dengan baja konvensional, namun pada beberapa hal menjadi berbeda terutama dalam bentuk dan fungsi. Bentuk penampang dibuat dengan menggiling secara dingin atas gulungan lembaran-lembaran baja tipis sehingga memperoleh bentuk yang langsing dan ringan.

Dengan bentuk langsing dan ringan ini maka dapat melengkapi kebutuhan konstruksi bangunan, baik yang non struktur maupun yang struktur. Berkaitan dengan topik ini yang mengkaji tentang struktur rangka bidang baja ringan dalam perancangannya tentunya membutuhkan pendalaman tentang sifat-sifat baja ringan sebagaimana diuraikan berikut ini.

2.2.1 Konstanta Bahan

Hubungan linier sederhana antara gaya dan perpanjangan, pertama kali ditemukan oleh ilmuan Inggris Robert Hook pada tahun 1678. Percobaan tersebut seperti diperlihatkan Gambar 2.5, menghasilkan rumusan bahwa perpanjangan batang dipengaruhi oleh gaya yang bekerja, panjang awal batang, luas penampang batang, modulus elastisitas atau modulus Young bahan, tegangan aksial, dan unit perpanjangan atau regangan tarik yang selanjutnya disebut Hukum exprimental Hook.

Penemuan yang sangat berharga dari hasil percobaan ini dan yang sangat sering dibutuhkan sebagai dasar dalam analisis berbagai jenis bahan perancangan struktur adalah munculnya nilai modulus elastisitas E yaitu harga perbandingan antara tegangan dengan regangan yang terjadi seperti diturunkan dalam uraian berikut ini.

(5)

Gambar 2.5 Percobaan Tarik Suatu Batang Baja

Memperhatikan Gambar 2.5 terlihat bahwa gaya tarik F diimbangi oleh kekuatan bahan, maka menurut hukum keseimbangan diperoleh satuan tegangan adalah gaya per satuan luas, δ F b h A = b h. lo δ = F l0 A El ( mm, cm, m) (2.1)

F = gaya yang menyebabkan perpanjangan batang (kN).

lo = panjang awal batang (cm)

A = luas penampang batang (cm ).2

δ = perpanjangan batang (cm).

E = modulus elastisitas atau modulus Young bahan (kN/cm ).2

σ = tegangan aksial (kN/cm ).2

ε = unit perpanjangan atau regangan tarik. .

(6)

Perpanjangan batang per satuan panjang disebut sebagai unit perpanjangan atau regangan tarik, ditetapkan dengan mempergunakan persamaan,

Menggunakan persamaan 2.1, 2.2, dan 2.3 akan diperoleh besaran Modulus Elastisitas atau Modulus Young yaitu satuan tegangan dibagi satuan regangan yang selanjutnya disebut juga sebagai Hukum Hook,

2.2.2 Batas-batas Tegangan

Kekuatan struktur baja yang dibentuk secara dingin (Cold Formed) ditunjukkan oleh besaran tegangan lelehnya. Menurut AISI (American Iron and Steel Institute), tegangan leleh baja ini berada antara 172 sampai 483 MPa. Berikut dua jenis tipe kurva tegangan-regangan pada baja yang menunjukkan tipikalnya relatif berbeda. Baja yang dibentuk dengan cara lebur, cenderung memperlihatkan batas leleh yang jelas (Sharp-yielding) yaitu terbentuknya kurva tegangan-regangan menjadi horizontal dan posisi inilah yang disebut sebagai tegangan leleh fy. Baja yang dibentuk secara dingin cenderung memperlihatkan batas leleh yang kurang jelas (Gradual-yielding) yaitu terbentuknya kurva tegangan-regangan menjadi melengkung dan tegangan inilah yang disebut sebagai tegangan proporsional fpr, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.

σ

= FA ( kN/cm 2) (2.2) ε = 0 Lδ (2.3) = E

σ

ε ( kN/cm 2) (2.4)

(7)

Batas tegangan tarik cold formed ini berada antara 290 - 586 MPa dan rasio perbandingan antara tegangan batas dengan tegangan leleh berkisar antara 1,17 - 2,22.

Modulus Elastisitas cold formed ditetapkan sebesar 203 kN/mm2.

Gambar 2.6 Grafik Hubungan Regangan (From Yu,W.W. 1991. Cold-Formed Steel Design, John Wiley & Sons, New York. With permission)

Tegangan-(Sharp-yielding) (Gradual-yielding) Inelastic range Elastic range fu fy St re ss , s Strain hardening tan E-1 = se Strain, e (a) St re ss , s tan E-1 = s e Strain, e (b) Fu ft fpr tan Et-1 ds de Et = fpr proportional limit =

(8)

2.3 Batas-batas Lendutan

Berpedoman kepada standar bangunan nasional SNI, maka batas-batas lendutan untuk keadaan kemampuan layan harus sesuai dengan struktur, fungsi penggunaan, sifat pembebanan, serta elemen-elemen yang didukung oleh struktur tersebut, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut ini.

L adalah panjang bentang, h adalah tinggi tingkat, beban tetap adalah beban mati dan beban hidup, beban sementara meliputi beban gempa atau beban angin.

2.4 Pembebanan

Berdasarkan SNI-2002, beban-beban yang bekerja pada struktur dapat berupa beban sebagai berikut:

1. Beban sendiri termasuk beban tambahan, seperti mechanical electrical (ME), atap metal, dan sebagainya.

2. Beban hidup. 3. Beban angin.

Tabel 2.1 Batas Lendutan Maksimum Komponen struktur dengan beban tidak terfaktor

Balok biasa

Kolom dengan analisis orde pertama Kolom dengan analisis orde kedua

Balok pemikul dinding atau finishing yang getas L/360 L/240 h/500 h/300 h/200 h/200 -Beban sementara Beban tetap Beban sementara Beban tetap Komponen struktur dengan beban tidak terfaktor

(9)

4. Beban hujan. 5. Beban gempa. 2.4.1 Beban Mati

Beban mati adalah beban yang membebani struktur secara menetap selama masa layan struktur. Umumnya beban mati berasal dari berat sendiri struktur dan komponen-komponen lain yang melekat pada struktur. Besar nilai beban mati dapat ditentukan dengan mengetahui dimensi dan jenis material yang digunakan. Untuk peralatan ME, berat peralatan dapat diperoleh dari pabrikannya.

Untuk perencanaan pembebanan yang lazim diterapkan terhadap rancangan struktur rangka bidang baja ringan dari bangunan gedung dalam kelompok beban mati, dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Berat sendiri atap (tergantung dari jenis atap yang digunakan). 2. Berat sendiri gording.

3. Berat sendiri rangka bidang.

4. Berat sendiri penggantung dengan rangka plafon. 5. Berat sendiri plafon.

Keseluruhan beban-beban ini diperhitungkan secara global untuk dipikulkan terhadap masing-masing struktur rangka bidang dan didistribusikan pada setiap nodal yang disebut sebagai beban mati atau dead load (DL), dan hal yang sama juga

dilakukan atas rencana perhitungan untuk beban angin (WL), hujan,

pekerja/tukang(WL).

Berat sendiri bahan bangunan komponen gedung berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987) berikut diuraikan dalam Tabel 2.2.

(10)

2.4.2 Beban Hidup

Beban hidup adalah beban gravitasi yang memiliki besar dan atau posisi yang berubah dari waktu ke waktu selama masa layan struktur (misalnya beban orang, funiture, perkakas, beban kendaraan pada struktur jembatan dan beban lain yang dapat berpindah).

Tabel 2.2 Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung

(kg/m²) Adukan, per cm tebal:

dari semen 21

dari kapur, semen merah atau tras 17

Aspal, termasuk bahan-bahan mineral tambahan, per cm tebal 4

Dinding Pas. Bata merah:

satu batu 450

setengah batu 250

Dinding pasangan batako berlubang:

tebal dinding 20 cm (HB 20) 200

tebal dinding 10 cm (HB 10) 120

Dinding pasangan batako tanpa lubang:

tebal dinding 15 cm 300

tebal dinding 10 cm 200

Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa penggantung langit-langit atau pengaku), terdiri dari: semen asbes (eternit dan bahan lain sejenis), dengan tebal

maksimum 4 mm 11

kaca, dengan tebal 3 - 4 mm 10

Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban hidup

maksimum 200 kg/m² 240

Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang

maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimum 0,8 m 7

Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m² bidang atap 50

Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per m² bidang atap 40

Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng 10

Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton, tanpa

adukan, per cm tebal 24

Semen asbes gelombang (tebal 5 mm) 11

(11)

Untuk Indonesia pengaturan nilai minimum beban hidup untuk berbagai fungsi bangunan diatur dalam Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 (PPIG 1983). Beban-beban ini pada umumnya bersifat empiris dan konservatif yang dapat diterima secara umum. Namun adakalanya nilai yang diberikan tidak tepat, dengan demikian dalam menentukan beban hidup tersebut dapat dianalisa sendiri dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Beban Hidup pada atap gedung, yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil minimum sebesar 100 kg/m2 bidang datar.

Atap dan atau bagian atap yang tidak dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil yang terbesar dari:

1. Beban terbagi rata air hujan

Wah = 40 - 0,8 α (2.5) α = sudut kemiringan atap, derajat ( jika a > 500 dapat diabaikan), Wah = beban air hujan, kg/m2 (min. Wah atau 20 kg/m2).

2. Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg.

2.4.3 Beban Angin

Berdasarkan PPIG 1987, beban angin didefinisikan sebagai tekanan angin yang menerpa struktur baik berupa gaya tekan ataupun gaya hisap. Umumnya beban angin baru diperhitungkan untuk struktur yang memiliki minimal 4 lantai atau memiliki tinggi bangunan minimal 16 m. Angin yang bergerak menabrak struktur dianggap bekerja sebagai tekanan positif pada sisi yang berhadapan langsung dengan arah angin

(12)

dan tekanan negatif (isap) pada sisi belakangnya. Tekanan tiup angin yang bekerja pada struktur untuk daerah normal sebesar 25 kg/m2 dan untuk daerah pantai diambil 40 kg/m2.

2.5 Metode Elemen Hingga Rangka Bidang (Truss)

Untuk menentukan lendutan dan gaya-gaya normal batang dari rangka bidang seperti diperlihatkan pada Gambar 2.7, dalam hal ini dilakukan dengan Metode Kekakuan Elemen Hingga atau Finete Element Method yang secara umum disebut Displacement Method. Tinjauan tentang metode ini dilakukan hanya pada struktur satu dimensi yaitu bahwa idealisasi dari bentuk yang sebenarnya adalah merupakan gabungan dari elemen satu dimensi.

Dalam menghitung matrik kekakuan suatu rangka bidang, berikut digambarkan tinjauan rangka bidang yang bersesuaian dengan topik penelitian.

Titik 1 - 6 disebut nodal (node), sedangkan a - i disebut elemen (element). Ada dua cara untuk menghitung matrik kekakuan rangka bidang yaitu dengan Metode Kekakuan dan Metode Energi, akan tetapi dalam kasus penelitian ini yang digunakan adalah Metode Kekakuan.

a b c d e f g h i 2 4 5 6

(13)

2.5.1 Matrik Kekakuan Terhadap Sumbu Lokal

Setiap elemen yang dianalogikan sebagai batang dari rangka bidang, masing-masing mempunyai sumbu lokal (x, y), sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.8 berikut di bawah ini.

Pada elemen ini ada dua gaya yakni Sx1 dan Sx2 dan secara linier elemen ini

mempunyai dua perpindahan yaitu U1 dan U2 sehingga elemen rangka disebut

mempunyai dua derajat kebebasan/degree of freedom (dof).

Nodal 1 pada gambar disebut juga pangkal atau awal sedangkan untuk nodal 2 disebut ujung atau akhir.

Berdasarkan hukum Hook yaitu persamaan (2.2) dan (2.4) maka untuk titik pangkal 1, P = Sx1 = σ A = E ε A = E (∆L/L)A sedangkan ∆L = U1 - U2 , oleh

karena itu maka,

U1 1 U2 Sx1 Sx2 2 y x

Gambar 2.8 Sumbu Lokal Elemen Rangka Bidang a

(14)

Persamaan di atas dapat ditulis dengan

{ }

fe =

[ ]{ }

K d (2.9)

{d} u1 u2

dimana {f } adalah gaya, sedangkan [K] adalah Matrix kekakuan dan {d} adalah perpindahan dan masing-masing besarannya adalah sebagai berikut:

e {f } = e Sx1 Sx2 (2.10) = 1 -1 -1 1 [K] (2.11) (2.12) = Sx1 Sx2 = 1 -1 -1 1 u1 u2 EA (2.8) EA L

Persamaan (2.6) dan (2.7) kemudian ditulis dengan matrix Syarat keseimbangan H = 0 maka, + = 0,

Σ

Sx1 Sx2

dengan demikian Sx2= EAL (-U + U )1 2 (2.7)

(15)

2.5.2 Matrik Kekakuan Terhadap Sumbu Global

Dengan meninjau suatu batang pada Gambar 2.9 maka didapat harga sebagai berikut: 1 Sx1 2 y x Sx2 Sy2 _ _ _ _ Sx1 S_y1

α

S_x2

Dengan demikian maka untuk satu elemen berlaku:

_

fe = =

T 0

0 T

fe

Te dan Te dengan T = Cos 0

Sin 0

α

α

(2.14)

Untuk displacement vector berlaku juga:

(2.15) Dari persamaan (2.9), (2.14) dan (2.15) maka didapat hubungan:

-1 fe Te _ = Ke Te-1 de _ Te de d_e = Sx2 Sy2 _ _ _ f2 = = Cosαe Sin Sin Cos α α α e e e Sx2 Sy2 _ _ (2.13)

(16)

Keterangan:

Dengan demikian didapat matrik kekakuan terhadap sumbu global sebagai berikut:

Dengan memasukkan syarat kompatibilitas dan syarat keseimbangan struktur maka dapat dicari harga perpindahan (displacement) pada setiap titik nodal yang ditinjau.

Dalam topik penelitian ini kondisi setiap ujung-ujung batang rangka bidang yang diperkuat dengan masing-masing menggunakan sambungan tiga baut berjarak relatif kecil diasumsikan sebagai sendi-sendi.

fe Te _ = Ke -1 Te de _ = Ke de _ (2.16) _ Te = Ke Te -1= Te Ke Ke Te T (2.17) = -1 Te Te Te T

karena adalah Matrik Orthogonal

C2 SC -C -SC SC S -SC -S -C -SC C SC -SC -S SC S 2 2 2 2 2 2 2

[K] =

EAL (2.18) Keterangan: C = Cos S = Sin α α

(17)

2.5.3 Tinjauan Matrik Kekakuan Geometri Non-linear Rangka Batang Praktis Berasal dari beberapa metode seperti Metode Incremental (Euler), Iterative (Newton-Raphson method) dan Kombinasi Incremental/Iterative solutions (full or modified Newton-Raphson or the initial-stress) diperoleh solusi numerik untuk tinjauan batang/pegas sederhana dengan satu dan dua derajat kebebasan. Untuk mendapatkan solusi numerik maka dilakukan dalam konteks elemen hingga terhadap teori rangka batang praktis dengan satu derajat kebebasan dan untuk iterasi initials-stress dilakukan dengan metode modified Newton-Raphson.

Penurunan untuk memperoleh persamaan elemen hingga terhadap rangka bidang batang praktis tersebut akan terkait dengan prosedur kerja virtual sebagaimana ditunjukkan dalam persamaan berikut,

Mengikuti prosedur konvensional elemen hingga maka analisis ini dapat memberikan pengenalan kepada formulasi elemen hingga berikutnya terhadap tinjauan yang lebih kompleks.

Penjelasan berikut, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.10, memiliki empat derajat kebebasan yaitu,

u1 = p1

u2 = p2

w1 = p3

w2 = p4

Geometri dan perpindahan didefinisikan dengan bantuan fungsi bentuk linier sederhana dengan melibatkan koordinat non-dimensional ξ.

δV = δpV T ∂g ∂p δg = δpV T δp =δpV T KT δp (2.19)

(18)

Gambar 2.10 Elemen Rangka Bidang Praktis l z(w) x(u) ξ=1 ξ=−1 ξ=1 1 2 w1 u2 w2 u1 PT =( , , , ) w1 w2 u2 u1 bahwa

maka, regangan di batang adalah

Dari persamaan (2.20) 1 ξ 1 + ξ 1 _ 2 x = T x1 x2 -1 ξ 1 + ξ 1 _ 2 u = T u1 u2 -, , 1 ξ 1 + ξ 1 _ 2 z = T z1 z2 -1 ξ 1 + ξ 1 _ 2 w = T w1 w2 -, . (2.20) (2.21)

untuk sistem regangan dengan dua variabel adalah u l ε = 2 1 _ 2 - + z l w l + w l (2.22) du ε = 2 1 _ 2 + + dx dz dx dw dx dw dx (2.23) (2.24) dx dξ = (x - x )/2 = /22 1

l

sedangkan dari persamaan (2.21),

(2.25) du dx = (u - u )/ 2 1

l

u21/

l

du dξ dξ dx = =

(19)

dimana telah digunakan untuk - . Dengan cara yang sama,

Oleh karena itu, dari persamaan (2.23),

dan gaya aksial di batang adalah

N = E A

Dari persamaan (2.23), perubahan regangan, , sesuai dengan perubahan perpindahan u dan w diberikan dengan

ε u21 u2 u1 ∆ε ∆ ∆ (2.26) dw dx = /w21

l

dz dx = /z21

l

u21 ε = 2 1 _ 2 + +

l

z21

l

w21

l

w21

l

(2.27) (2.28) d u∆ ∆ε = 2 1 _ 2 + + dx dz dx dw dx d w∆ dx (2.29) + d w∆ dx

Perpindahan nodal virtual,

Dengan menggunakan persamaan (2.25) dan (2.26):

∆u21 ∆ε = +

l

1

l

2 (z + w )21 21 ∆w21 + 1 2

l

2 ∆w221 (2.30) δpV T = (δuv1

,

δuv2

, ,

δwv1 δw )v2 (2.31)

gunakan regangan yang dihasilkan, dari (2.29)

δεV = 1

l

δuv21+ 1

l

2(z + w ) 21 21 δwv21 = b Tδ pv (2.32) dimana bT 1

l

(-1, 1, - , ) β β (2.33) =

(20)

dengan

dimana qi adalah vektor gaya internal, yang diberikan oleh

β z21

l

= + w21 (2.34)

Pada dasarnya persamaan (2.12) berasal dari persamaan (2 10.), istilah kuadrat yang melibatkan w , dianggap dapat diabaikan.

Persamaan kerja virtual dinyatakan sebagai,

δ 2 v21

V = σδεv

dv - q

c v Tδ p = 0 (2.35)

dimana q adalah kekuatan sesuai dengan pemindahan nodal, p

Karena , dapat dinyatakan, melalui (2.35), dari segi p , persamaan (2.32) dapat ditulis ulang sebagai

e v v v nodal eksternal δ δε persamaan δ

V = δp g v σbd

v

-

q = 0c T = δp (q - q ) v i c T = δpv T (2.36)

qi = σbd

v

= N/b (2.37)

Untuk keseimbangan, (2.36) harus dipastikan untuk setiap

perpindahan virtual p , dengan demikianδ v persamaan

g = q - qi c = 0 (2.38)

di mana g adalah vektor gaya .

Dari persamaan kerja virtual, K = g / p dan konfigurasi, g memberikan, out-of-balance T δ δ 0 g0 = g0 ∂g ∂p δp Kt δp (2.39) + = g0 +

(21)

atau

oleh karenanya,

Dari persamaan (2.28) dan persamaan (2.32):

Oleh karenanya, dari persamaan (2.37), (2.38), dan (2.39), = ∂g p Kt = ∂qi + p = dN

l

b dp

l

Ndp ∂p (2.40) = ∂ε p = E A b T dN dp (2.41) dN dε E A bb

l

T (2.42) = Kt +

l

N ∂p ∂b -1 -1 -1 1 -- -- -β β β β β β β β β β β β 2 2 2 2 EA

l

+ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 -1 0 0 -1 1 N

l

= Kt (2.43) (2.44)

Matriks ini bersumber dari teori dengan satu derajat

kebebasan yang matriks keduanya adalah sebagai matriks 'inisial tegangan'. Persamaan ini dapat ditentukan dengan menetapkan,

geometri non-linear

u = w = z = = 0, w = w dan z = z. 1 1 1 u2 2 2

2.6 Interaksi Kombinasi Beban Aksial Tekan dan Lentur

Dalam perancangan profil batang yang memikul gaya aksial tekan dan lentur sebagai akibat dari terjadinya beban eksentris maka batang tersebut akan mengalami tegangan kombinasi oleh tekuk dan lentur. Menurut Wei-Wen Yu dalam bukunya yang

(22)

berjudul bahwa batasan perancangan profil yang sesuai dapat diperoleh berdasarkan persamaan interaksi tegangan yang terjadi pada batang tersebut.

“Cold-Formed Steel Structures”

Bila : Ωc P/P n < 0,15 maka Ωc P P n + ΩbM x M nx + ΩbM y M ny _< 1.0 Bila : Ωc P/P n 0,15 maka Ωc P P no + ΩbM x M nx + ΩbM y M ny _< 1.0 (2.45) (2.46)

A = Luas efektip elemen tekan. F = Tegangan tekuk nominal. F = Tegangan leleh.

S = I/y = Momen lawan.

e n y

2.6.1 Daya Dukung Nominal Batang Struktur

(2.47)

c

b

= 1,80 adalah faktor keamanan untuk batang yang memikul aksial tekan sentris sesuai dengan metode .

= 1,67 adalah faktor keamanan untuk batang yang memikul lentur sesuai dengan metode .

P = gaya kerja aksial tekan sentris.

ASD ASD (2.48) Pn = Ae n F Pno = Ae y F (2.49) Mn = S y F >

(23)

2.6.2 Lebar Efektip Elemen Terkekang yang Tertekan Merata

Elemen yang disebut sebagai batang-batang baja ringan dari suatu struktur rangka bidang untuk profil batang dimaksud, konsep "lebar efektif" telah digunakan dalam perancangan praktis. Dalam pendekatan ini, distribusi tegangan diasumsikan menjadi merata sebagai pengganti tegangan yang terjadi sebagaimana ditunjukkan prosedurnya pada Gambar 2.11 sampai dengan Gambar 2.14. Lebar b dipilih sehingga luas di bawah kurva dari distribusi tegangan yang tidak merata, tentunya adalah sama dengan jumlah dari dua bagian dari luas persegi panjang yang diarsir dengan lebar total b, dan intensitas tegangannya adalah fmax. Temuan ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh von Karman (1932), Sechler, Donnell, and Winter (1970), dan persamaan tersebut telah dikembangkan dalam Spesifikasi AISI untuk perancangan dalam menentukan lebar efektip b dibawah tegangan tekan merata.

Gambar 2.11 Tekuk Lokal pada Elemen yang Tertekan

a

b c

(24)

Gambar 2.13 Distribusi Tegangan pada Elemen Batang yang Tertekan

Gambar 2.14 Desain Elemen Terkekang yang Tertekan Merata Gambar 2.12 Plat Bujur Sangkar yang Tertekan Merata

w c d w a b fmax b/2 b/2 w w b/2 b/2 w Actual Element f

(25)

Keterangan:

b = desain lebar efektip elemen yang tertekan merata untuk penentuan kekuatannya.

w = lebar plat elemen tertekan. r = faktor reduksi.

l = faktor kelangsingan.

k = koefisien tekuk plat = 4,0 untuk elemen terkekang seperti tergambar. t = tebal elemen tekan.

E = modulus elastisitas.

f = tegangan tekan maksimum pada elemen tanpa faktor keamanan.

2.6.3 Lebar Efektip Elemen Bebas yang Tertekan Merata

Lebar efektip elemen bebas yang mengalami tegangan tekan merata dapat juga dihitung menggunakan persamaan (2.50), (2.51), (2.52), dan (2.53), akan tetapi koefisien tekuk plat yang digunakan adalah dengan nilai k = 0,43, dan lebar plat ω diukur sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.15 berikut.

(2.50) (2.51) (2.52) (2.53) λ < 0,673, b = ω λ 0,673, b = ρ ω ρ = 1 − (0,22 λ)) λ( / / λ = 1,052( /k0,5)( ω/t )( f/E )0,5 < 1 >

Gambar 2.15 Desain Lebar Efektip Elemen Bebas yang Tertekan Merata ω

b Tegangan f

(26)

2.6.4 Luas Efektip Profil yang Mengalami Tegangan Tekan

Berdasarkan lebar efektip elemen terkekang dan bebas yang mengalami tegangan tekan merata sebagaimana diuraikan pada pasal 2.6.2 dan 2.6.3 di atas maka persamaan luas efektip profil C adalah luas total dikurangi total luas yang tak efektip sebagaimana ditentukan pada persamaan (2.54) dengan memperhatikan Gambar 2.16 serta tabel-tabel penampang dan properties profil C produksi fabrikan yang diutarakan pada pasal 2.6.6. A e = A - Σ(ωi-bi)t (2.54) R R+t ω3 ω3 b 3 b3 ω3 0,5b2 R+t ω3 R+t 0,5b2 0,5b2 R+t ω1 R+t 0,5b1 0,5b1

Gambar 2.16 Luas efektip Profil C Baja Ringan

0,5b2 R+t

R+t R+t

(27)

2.6.5 Tegangan Tekuk Nominal Berdasarkan Kelangsingan Batang

Kekuatan nominal akibat adanya faktor tekuk dipengaruhi oleh angka kelangsingan dan angka kelangsingan tersebut dipengaruhi oleh rasio kekuatan leleh dengan kekuatan elastik baja ringan. Kekuatan elastik baja ringan ini dipengaruhi oleh mutu bahan, faktor bentuk, panjang tekuk dan kualitas kekang ujung batang seperti ditunjukan berikut pada persamaan (2.55), (2.56), (2.57), (2.58), dan ( 2.59).

Jika λc < 1,5 maka F n = ( 0,658 )Fλc y 2 Jika λc 1,5 maka F n = 0,877( λc2 )Fy λc = (Fy/Fe)0,5 Fe = π2 E ( KL / r )2 r = ( I /Ae )0,5 / / Keterangan: =

panjang tekuk batang. r = jari-jari girasi minimum.

λc parameter kelangsingan batang. Fn = tegangan elastis baja ringan. Fy = tegangan leleh baja ringan. Fe = tegangan leleh baja ringan. E = modulus elastisitas. Lk = (2.55) (2.56) (2.57) (2.58) (2.59) >

(28)

Gambar 2.17 Panjang Tekuk Lk Dipengaruhi oleh Ikatan Ujung Batang (SNI 03 - 1729 - 2002)

I = momen inersia yang ditinjau. Ae = luas efektip profil.

struktur Selanjutnya dalam penentuan tegangan tekuk yang terjadi pada batang

yang mengalami aksial tekan dibutuhkan panjang tekuk batang (Lk) dan besaran faktor k teoritis ini dipengaruhi oleh kondisi tumpuan ujung-ujung batang seperti ditunjukkan berikut pada Gambar 2.17.

(29)

2.6.6 Daftar dan Propertis Profil C Produksi Fabrikan

Dalam hal perancangan dimensi struktur rangka bidang, dibutuhkan data-data properties yang bersesuaian dengan bahan yang diproduksi oleh beberapa fabrikan nasional maupun internasional.

Properties profil C ini disusun dalam bentuk daftar yang menguraikan informasi tentang bentuk dan ukuran-ukuran tebal, luas profil, letak centroid, besaran momen inersia, dan lain-lainnya yang berkaitan dengan informasi kebutuhan perancangan.

Penelitian ini mengacu terhadap daftar C-Section Specifications & Properties produksi fabrikan Prolamsa yang diakses melalui web site http://www.prolamsausa.com/pdf/co_brochures/SteelFraming.pdf dan produksi fabrikan A Nuconsteel Properties & Specifications Table yang diakses melalui web site http://www.nbslgt.com/designbuild/pdf/WallSystemNuframe.pdf.

2.6.7 Momen yang Terjadi Akibat Gaya Eksentrisitas pada Batang

Disamping tegangan tekuk pada batang, bersamaan dengan itu terjadi juga tegangan lentur sebagai akibat adanya eksentrisitas garis gaya aksial antara batang diagonal dengan batang tepi. Eksentrisitas ini adalah jarak antara titik pusat batang diagonal dengan batang tepi sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.18, dan dapat ditentukan melalui ukuran rancangan yang diinginkan dengan memperhatikan propertis dan spesifikasi profil.

Dengan demikian maka momen M yang terjadi pada batang rangka adalah gaya aksial batang P dikali dengan jarak eksentrisitas e antara titik pusat profil diagonal dengan bidang kontak sambungan antar profil batang.

(30)

2.6.8 Titik Pusat dan atau Titik Berat Profil C Batang Baja Ringan

Titik pusat profil dalam hal ini diperlukan dalam analisis besaran momen sekunder yang terjadi pada batang sebagai akibat adanya eksentrisitas gaya aksial antara batang-batang diagonal dan tepi. Variabel eksentrisitas ini dipengaruhi oleh dimensi profil yang dirancang karena jarak tersebut adalah jarak titik pusat penampang terhadap bidang kontak sambungan yang disebut e, seperti Gambar 2.19.

Untuk menentukan titik pusat ini digunakan teori keseimbangan momen luasan yaitu bahwa penjumlahan momen luasan terhadap titik pusat adalah nol (persamaan 2.61), dan untuk penyederhanaan dianggap bahwa peralihan tidak mempunyai radius.

H Rangka Bidang

Gambar 2.18 Eksentrisitas Gaya Batang Rangka Bidang

P Detail - H c

=

e P P P c P

(31)

2.6.9 Program Analisa Struktur

SAP2000 merupakan program versi terakhir dari revisi program struktur SAP, dari SAP80 maupun SAP90. Keunggulan program SAP2000 ditunjukkan dengan adanya fasilitas untuk desain elemen, baik untuk material baja maupun material beton. Selain itu juga adanya fasilitas disain beton dengan mengoptimalkan penampang seperti balok dan kolom, tetapi cukup memberikan data penampang balok dan kolom, dan program akan memilih sendiri penampang yang paling optimal atau ekonomis.

R=0 t B’ B’-2t C’ C A-2C A’ A’-2t e 0.5A’

e = (A’B’)(0,5B’) - (B’- 2t)(A’- 2t)(0,5(B’- 2t) + t) - ((A’- 2C’)t)(B’- 0,5t)

(A’B’) - (B’- 2t)(A’- 2t) - (A’- 2C’)t (2.61)

(32)

2.6.9.1 Merancang dengan Cara Konvensional

Merancang dengan cara konvensional (tanpa aplikasi komputer) secara umum dibagi menjadi 2 tahap yaitu:

1. Analisis Mekanika Teknik.

2. Disain struktur konstruksi sesuai bahan yang direncanakan seperti baja, beton, kayu dan lain-lain.

Analisis Mekanika teknik sendiri bisa menggunakan berbagai metode misalnya Clayperon, Cross, Takabeya, Mutoh, Matrik dan lain-lain. Secara garis besar, semua metode tersebut melalui tahapan-tahapan antara lain:

1. Menentukan geometri model struktur.

2. Menetapkan beban yang bekerja pada model struktur.

3. Menentukan angka kekakuan berdasarkan pada modulus elastisitas bahan dan momen inersia yang tergantung dari ukuran dan posisi penampang.

4. Menghitung momen primer.

5. Analisis struktur dengan metode tertentu. 6. Menghitung momen pada perletakan sendi-rol. 7. Menghitung momen maksimum.

8. Menggambarkan bidang momen M, geser D, dan aksial N.

Disain struktur dilakukan dengan mengikuti aturan yang berlaku pada masing- masing tempat / daerah.

2.6.9.2 Merancang dengan Pemanfaatan Program Analisa Struktur

SAP2000 benar-benar mampu mengambil tugas analisis struktur karena jika kita sudah melakukan input data dengan benar, maka proses analisis akan langsung

(33)

diambil alih oleh SAP2000 dengan prosesnya berkategori sangat cepat.

Secara garis besar, perancangan model struktur dengan SAP2000 ini akan melalui 7 tahap yaitu:

1. Menentukan geometri model struktur. 2. Mendefinisikan data-data;

Jenis dan kekuatan bahan,

Dimensi penampang elemen struktur, Macam beban,

Kombinasi pembebanan.

3. Menempatkan data-data yang telah didefinisikan ke model struktur; Data penampang,

Data beban.

4. Memeriksa input data. 5. Analisis Mekanika Teknik.

6. Disain Struktur baja ataupun beton sesuai aturan yang ada. 7. Modifikasi struktur atau Redesign.

Kelebihan program ini tidak berhenti pada analisis struktur (untuk mengetahui gaya-gaya dalam yang timbul) saja, tapi juga bisa melanjutkan ke bagian koreksi/disain struktur untuk mengetahui jumlah tulangan beton atau deformasi yang timbul pada profil baja.

Gambar

Gambar 2.1 memperlihatkan beberapa tipe profil baja yang dibentuk secara  dingin yang biasa digunakan pada konstruksi baja
Gambar 2.2  Gambar Struktur Rangka Atap  2.1.2  Penampang Panel dan Dek
Gambar 2.3  Gambar Panel Dinding
Gambar 2.6 Grafik  Hubungan  Regangan  (From Yu,W.W. 1991. Cold-Formed Steel Design, John Wiley &amp; Sons, New York
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu untuk mengatasi berbagai hambatan atau kesulitan yang terjadi dalam penggunaan media, maka harus dapat mempersiapkan media tersebut dengan baik dalam

Sehingga, peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan Judul “Hubungan Adversity Quotient dan Emotional Intelligence dengan Prokrastinasi Mengerjakan Tugas Akhir

Judul Skripsi : Uji Kombinasi Limbah Baglog Jamur Tiram dan Pupuk kandang Dekomposer Pada Tanaman Bawang Merah (Allium ceppa var philipine).. Skripsi ini telah

Analisis Efisiensi Pasar Modal Indonesia Perioda 1998-2000 (Studi pada PT Bursa Efek Jakarta). Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Return Harga Saham di Sekitar Pengumuman

Meskipun asumsi Maturidiyah Bukhoro tentang Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya, sama dengan Asy‟ariyah namun kedua aliran ini mempunyai perbedaan yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa DKI Jakarta sebagai salah satu daerah ekspor utama tuna Indonesia dengan komoditas dominanya adalah tuna beku tidak mengalami dampak secara

Ekstrak kering yang diperoleh diekstraksi dengan alat Soxhlet menggunakan pelarut polar yaitu etanol dan metanol untuk mengurangi kadar kafein.. Pengembalian aroma dilakukan dengan

Sebaliknya, jika komponen memiliki kepolaran yang mirip dengan fasa diam dibandingkan fasa gerak, maka komponen tersebut akan terelusi lebih lambat karena akan