• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN. Gambar 3. Citra Landsat TM Kabupaten Belu Tahun 2002 dan 2003

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE PENELITIAN. Gambar 3. Citra Landsat TM Kabupaten Belu Tahun 2002 dan 2003"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Belu, Propinsi Nusa Tenggara Timur selama 10 bulan yaitu dari bulan Agustus 2005 hingga Mei 2006. Lokasi penelitian tertera pada Gambar 3.

Gambar 3. Citra Landsat TM Kabupaten Belu Tahun 2002 dan 2003

3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi; data citra landsat ETM Kabupaten Belu tahun 2002, peta administrasi, peta topografi, peta tata guna lahan, layer penduduk, layer kendaraan bermotor, layer batas administrasi kecamatan, layer jalan, layer tutupan lahan, Software Arc View dan ER mapper, rencana umum, tata ruang Kabupaten Belu dan rencana ruang terbuka hijau Kabupaten Belu, sedang alat-alat yang digunakan yaitu : Altimeter, kamera dan alat tulis.

(2)

3.3. Metoda Penelitian

3.3.1. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Primer 3.3.1.1.Data Primer

Data primer yang dikumpulkan diantaranya yaitu mengenai persepsi dan pengertian dari para Stakeholders terhadap keberadaan dan pemeliharaan hutan kota, kecocokan jenis pohon dan keadaan hutan kota secara nyata dilapangan (Lampiran 2). Teknik dan prosedur pengumpulan data sosial dilakukan menggunakan wawancara

A. Wawancara

Wawancara dimaksudkan guna mengetahui bagaimana persepsi dan perhatian serta komitmen stakeholders dalam hal ini masyarakat, instansi pemerintah, dan pihak-pihak yang terkait terhadap pengembangan hutan kota. Untuk wawancara pemilihan responden dilakukan dengan cara Purpossive Random Sampling. Jumlah responden yang ditetapkan meliputi; BAPPEDA(3 responden), Bapedalda (3 responden), Dinas Kehutanan (3 responden), LSM ( 3 responden ), perguruan tinggi (3 responden ), masyarakat ( 3 responden )

Wawacara dilakukan berdasarkan panduan daftar pertanyaan yang ditujukan untuk pengisian kuesioner AHP. Wawancara terhadap stakeholders diantaranya mengenai beberapa hal sebagai berikut:

1) Perhatian dan pendapat Stakeholders mengenai hutan kota. 2) Keinginan Stakeholders untuk memelihara hutan kota.

3) Kegiatan yang dilakukan Stakeholders dalam pengembangan hutan kota 4) Pendapat Stakeholders mengenai program pemerintah dalam usaha.

pengembangan hutan kota.

B. Kecocokan Jenis Pohon

Kecocokan jenis-jenis tanaman yang telah ditanam di Kabupaten Beludapat dilihat berdasarkan kepada :

1) Syarat literatur jenis-jenis tanaman yang ada di lapangan dicocokan dengan syarat literatur yang diperoleh dengan melakukan studi pustaka;

2) Syarat lapangan (kondisi lapangan) diantaranya yaitu:

a) Ketinggian dari permukaan laut yang diukur dengan menggunakan alat altimeter.

(3)

c) Type hujan, yang disesuaikan berdasarkan klasifikasi type hujan menurut Schmidt dan Ferguson yaitu :

Hasil perhitungan nilai Q di atas menggambarkan tipe iklim.

C. Observasi

Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran nyata kondisi biofisik, terutama yang dapat dilihat secara visual mengenai jumlah, luas dan letak taman-taman kota, jalur hijau, dan kepadatan kendaraan bermotor di Kabupaten Belu.

3.3.1.1.Data Sekunder

Pengambilan data sekunder dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif tentang kondisi biofisik dan kondisi klimatologis yang akan digunakan sebagai dasar dalam menentukan pola pengembangan hutan kota. Sumber data sekunder diperoleh dari hasil wawancara.

Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait antara lain, BAPPEDA, Bappedalda, Dinas kehutanan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Perhubungan, Dinas PERINDAG, Dinas Kependudukan, PMD, Badan Pusat Statistik, Badan Pertanahan Kabupaten Belu, Kimpraswil, Bakosurtanal, DEPHUT RI.

1) Kondisi Biofisik:

a) Jumlah luas dan lokasi taman-taman kota b) Jumlah luas dan lokasi jalur hijau

c) Luas Tata guna lahan

d) Jenis tanaman yang ada di hutan kota di Kabupaten Belu e) Jumlah laju pertumbuhan penduduk

f) Jumlah dan laju perkembangan Kendaraan bermotor g) Jumlah dan laju pertumbuhan Industri.

2) Kondisi Klimatologis a) Suhu udara

b) Kelembaban relatif

jumlah rata-rata bulan kering (<60 mm)

jumlah rata-rata bulan basah(>100 mm)

Q =

(4)

c) Curah Hujan d) Kecepatan angin.

3.3.2 Pengolahan Data

3.3.2.1.Kebutuhan Luas Hutan Kota berdasarkan Instruksi Menteri dalam Negeri No 14 Tahun 1998

Analisa kebutuhan luas hutan kota berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1998 tentang penataan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan yaitu dilihat luas hutan kota yang harus tersedia di lingkungan perkotaan dan biasanya ditetapkan dalam persentase dari total luas areal kota yang bersangkutan (40 %).

3.3.2.2 Kebutuhan Luas Hutan Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002

Menurut peraturan pemerintah No. 63 Tahun 2002 ditentukan bahwa hutan kota paling sedikit 10 % dari luas seluruh kawasan kota. Penetapan porsi bagi pengembangan hutan kota tersebut diperlukan sebagai upaya penyeimbang kemajuan pembangunan.

3.3.2.3.Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Jumlah Karbondioksida. Penentuan luas hutan kota berdasarkan jumlah karbondioksida (Gerakis, 1974 dalam Wisesa, 1988 ). Penentuan luas hutan kota berdasarkan jumlah karbodioksida yang dikeluarkan merupakan total karbodioksida yang dihasilkan dari aktifitas manusia, kendaraan bermotor, dan industri.

Rumus : L = ∑ atvt + ∑ btwt + ∑ctzt K

Keterangan : L = Luas hutan kota (ha)

at = karbondioksida yang dihasilkan setiap manusia (kg/jam) bt = karbondioksida yang dihasilkan perkendaraan bermotor

(kg/jam)

ct = karbondioksida yang dihasilkan perindustrian (kg/jam) vt = jumlah penduduk (jiwa)

wt = jumlah kendaraan bermotor (unit) zt = jumlah industri (unit)

K = konstanta yang menunjukkan bahwa kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2 adalah 75 kg /ha/jam.

(5)

Penentuan luas hutan kota berdasarkan jumlah karbondioksida dilandasi beberapa pertimbangan sebagai berikut :

1) Karbondioksida yang dihasilkan dari aktifitas setiap manusia adalah relatif sama yaitu 0,96 kg/hari (Grey and Deneke, 1978).

2) Waktu aktif kendaraan bermotor adalah : kendaraan penumpang 3 jam/hari,kendaraan beban dan bus 2 jam/hari, sepeda motor 1 jam/hari (Wisesa,1998) sedangkan waktu aktif untuk industri adalah 8 jam/hari (Diana, 2005). karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan penumpang 40,54 kg/hari,kendaraan beban 50,16 kg/hari, kendaraan bus 100,32 kg/hari, sepeda motor 0,68 kg/hari (Arismunandar, 1980 dalam Wisesa, 1988).

3) Karbondioksida yang dihasilkan dari kegiatan industri dihitung berdasarkan jumlah bahan bakar yang dibutuhkan dalam proses produksi.

4) Menurut Smith et al (1981) dalam Wisesa (1988) seorang manusia mengoksidasi 300 kalori perhari dari makanannya dan menggunakan sekitar 600 liter CO2. Jadi setiap harinya seorang manusia menghasilkan 480 liter CO2 atau 0,968 kg CO2 (0,40333 kg CO2/jam).

Menurut Bernatzky (1978), tumbuhan mampu mengubah karbondioksida dari udara dan mengubah air dari tanah menjadi karbohidrat dan oksigen dengan perantaraan klorofil dan bantuan sinar matahari yang disebut dengan fotosintesis. Proses fotosintesis tersebut akan menyerap karbondioksida yang dihasilkan manusia, kendaraan bermotor, industri dan aktifitas manusia lainnya. Proses tersebut dinyatakan sebagai berikut:

6 mol CO2 + 12 mol H2O + 675 kal 1 mol C6H12O6 + 6 mol O2 + 6 mol H2O 4 gr 216 gr 180 gr 192 gr 108 gr Melalui persamaan proses fotosintesis tersebut, maka akan didapatkan rasio antara jumlah karbondioksida yang digunakan dengan jumlah oksigen yang dihasilkan pada proses fotosintesis tersebut. Menurut Bernatzky (1978), pohon dengan tinggi 25 m dan diameter tajuk 15 m, akan mempunyai luas tutupan tajuk 160 m2 dan luas permukaan luas daun sebesar 1600 m2, akan melakukan fotosintesis (per jam) sebagai berikut:

CO2 (intake) 2352 gr (total CO2 dari udara 4800 m2) H2O (intake) 960 gr

C6H12O6 (produksi) 1600 gr O2 (out put) 1712 gr.

(6)

Sedangkan untuk 1 Ha lahan hijau dengan total luas permukaan daun 5 Ha akan membutuhkan 900 kg CO2 untuk melakukan fotosintesis selama 12 jam, dan pada waktu yang sama akan menghasilkan 600 kg O2. Menurut Grey dan Deneke (1976) setiap jam 1 ha daun-daun hijau menyerap 8 kg CO2 yang ekuivalen dengan CO2 yang dihembuskan oleh napas sekitar 200 orang dalam waktu yang sama sebagai hasil pernapasannya.

3.3.2.4 Analisis Spasial Hutan Kota 3.3.2.4.1. Pembangunan Basis Data

Untuk pembangunan basis data digunakan peta digital dengan 8 jenis layer, yaitu layer penduduk, layer kendaraan bermotor, layer industri, layer batas administrasi kelurahan, layer penutupan vegetasi, layer jalan dan layer sungai.

3.3.2.4.2. Pengolahan Digital Data Landsat 1. Pra Pengolahan Citra

a). Koreksi Geometrik

Koreksi geometric dilakukan dengan mengunakan sejumlah titik kontrol lapangan (Ground Control Point). GCP adalah suatu titik pada permukaan bumi yang diketahui koordinatnya (Jaya, 1997). Titik-titik control atau CGP yang digunakan adalah objek-objek yang mudah dikenali dan tidak mudah berubah dalam jangka pendek. Koreksi geometric juga dapat dilakukan dengan rektifikasi citra ke peta atau citra ke citra.

b). Perbaikan/penajaman Citra (Image Enhancement)

Penajaman citra bertujuan untuk memperbaiki mutu kualitas dari citra sehingga dapat meningkatkan pula informasi yang diperoleh dan memudahkan dalam kegiatan interpretasi citra. Menurut Jaya (1997) penajaman citra dapat dilakukan secara bertahap. Tahap (1) perbaikan spasial (Spatial Enhancement), pada tahap ini bertujuan memperbaiki citra (memberikan efek kontras, penajaman tepi dan penghalusan citra), (2) perbaikan radiometric (Radiometric Enhancement) adalah teknik memperbaiki citra mengunakan nilai individu pixel yang bersangkutan saja dan diharapkan dapat memperbaiki tampilan visual. Operasi ini juga disebut spesifik pixel atau operasi titik yang meliputi LUT (Look Up Table), histogram citra, reduksi hase, nois dan infersi citra, (3) perbaikan spekteral, adalah teknik perbaikan citra mengunakan masing-masing pixel dari

(7)

sejumlah band (basis multiband), meliputi analisis komponen utama (principle Component analysis), PCA kebalikan, Tasseled cap, decorrelation strech, RGB to HIS to RGB, dan indeks vegetasi.

2. Klasifikasi

Klasifikasi diartikan sebagai proses pengelompokan pixel-pixel ke dalam kelas-kelas atau kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan (brightness value/BV atau digital number/DN) pixel yang bersangkutan. Berdasarkan tekniknya, klasifikasi manual dilakukan dengan mengelompokan pixel ke dalam satu kelas yang telah ditetapkan interpretel berdasarkan nilai kecerahan maupun warna dari pixel. Klasifikasi kuantitatif pengelompokan pixelnya dilakukan oleh komputer secara otomatis berdasarkan nilai kecerahan contoh yang diambil sebagai training area (Jaya,1997)

Kelas-kelas penutupan lahan dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi beberapa kelas yaitu hutan lebat, semak belukar, sawah, dan kebun campuran. Pemilihan kelas-kelas ini didasarkan pada kelas yang mempunyai vegetasi sebagai suplai oksigen.

3. Analisis Spasial Evaluasi Ketersedian RTH dan Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Produksi CO2.

Untuk permodelan spasial pegembangan hutan kota diperlukan data tabular berupa jumlah penduduk, jumlah kendaraan bermotor, jumlah hewan ternak, dan jumlah industri dengan unit per kecamatan (data diambil dari hasil perhitungan luas hutan kota berdasarkan jumlah CO2). Selain itu diperlukan data spasial berupa peta administrasi kelurahan, peta tata guna lahan, peta sungai, peta jalan dan citra landsat TM.

Dari data tabular dan data spasial dibuat layer penduduk, layer kendaraan bermotor, dan layer industri, yang kemudian dianalisis spasial untuk menghitung menghitung jumlah karbondioksida masing-masingnya, sehingga didapat jumlah karbondiosida total. Sedangkan ketersediaan oksigen dilihat dari data citra landsat TM yang diklasifikasikan menjadi hutan (pohon), semak belukar, sawah, dan kebun campuran yang menyatakan ruang terbuka hijau (RTH) yang ada di Kabupaten Belu. Dari jumlah CO2 total dan ketersediaan oksigen total dapat diketahui kebutuhan luas hutan kota dan ketersedian RTH

(8)

yang ada. Analisis spasial ini dilakukan untuk tahun 2003 dan juga untuk perkiraan kebutuhan luas hutan kota tahun 2006, 2010, 2015 dan 2020.

Gambar 4. Diagram Alir Analisis Spasial Prediksi Neraca Ketersediaan RTH dan Kebutuhan Hutan Kota

Selesai

Mulai

Data Spasial

- Peta batas administrasi kelurahan

- Peta tata guna lahan - Peta sungai

- Peta jalan - Citra landsat TM

Klasifikasi Citra Landsat TM - Hutan Lebat - Semak Belukar - Sawah - Kebun Campuran Pengumpulan data Data Tabular - Jumlah penduduk - Jumlah kendaraan bermotor - Layer Penduduk - Kendaraan Bermotor - Industri Analisis Spasial Kebutuhan Hutan Kota

Analisis Spasial Ketersediaan RTH

Kebutuhan Hutan Kota - Layer Penduduk - Kendaraan Bermotor - Industr - (Overlay Analisis) Ketersediaan RTH - Hutan Lebat - Semak Belukar - Sawah - Kebun Campuran

(9)

3.3.2.5. Analysis Hierarchy Process (AHP).

Analisis pendapat Stakeholders menggunakan AHP. Dalam AHP pengukuran dapat dilakukan dengan membangun suatu skala pengukuran dalam bentuk indeks , skoring atau nilai numerik tertentu .

Prinsip- prinsip yang perlu diperhatikan dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP yaitu : dekomposisi, komparatif judgement, sintesis prioritas, dan konsistensi logika. Tahapan yang mesti dilalui pada pendekatan AHP meliputi: 1) Identifikasi Sistem, yaitu: untuk mengidentifikasi permasalahan dan

menentukan solusi yang diinginkan.

2) Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub-sub tujuan kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan krireria paling bawah.

3) Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat diatasnya. Perbandingan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan, dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya.

4) Menghitung matriks pendapat individu. 5) Menghitung pendapat gabungan. 6) Pengolahan horizontal.

7) pengolahan vertikal. 8) Revisi pendapat.

Struktur hirarki diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Adapun bagan alir dari hirarki analisis dengan menggunakan AHP dalam studi seperti disajikan pada gambar 5.

(10)
(11)

Gambar 5. Hierarki Proses Pengembangan Hutan Kota di Kabupaten Belu Propinsi NTT

ASPEK

Pengembangan Hutan Kota

PMRTH PT MASY LSM HKI HKP EKL EKN SOSBUD KBJKN HKK HKR HKPKSK LEG

(12)

A. Membuat matriks perbandingan berpasangan

Perbandingan berpasangan untuk menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat di atasnya, perbandingan berdasarkan judgement dari para pengambil keputusan, dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya. Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen yang lain, maka digunakan pembobotan berdasarkan skala proses AHP yang disarankan oleh Saaty (Saaty, 1993), sebagaimana disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Skala Banding Secara Berpasangan dalam AHP Tingkat kepentingan Keterangan Penjelasan 1 3 5 7 9 2,4,6,8 Kebalikan

Kedua elemen sama pentingnya

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lain.

Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain.

Elemen yang satu jelas lebih

penting daripada elemen yang lain.

Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada elemen yang lain.

Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan .

Jika untuk aktifitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingka dengan i.

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama terhadap tujuan

Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibandingkan elemen lainnya.

Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya.

Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya.

Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek.

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tinkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan.

(13)

Untuk mengkuantifikasi data kualitatif pada materi wawancara digunakan nilai skala komparasi 1 sampai 9. skala 1 sampai dengan 9 merupakan skala yang terbaik dalam mengkuantifikasikan pendapat, yaitu berdasarkan akurasinya yang ditunjukkan dengan nilai RMSD (Root Mean Square Deviation) dan MAD (Median Absolute Deviation).

B. Melakukan perbandingan berpasangan

Perbandingan berpasangan dilakukan untuk memperoleh judment seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. Bila vektor pembobotan elemen-elemen operasi A1, A2, A3, dinyatakan sebagai vektor W, dengan W= (W1, W2, W3) maka nilai intensitas kepentingan elemen operasi A1 dibandingkan dengan A2 dapat dinyatakan sebagai perbandingan bobot elemen.

A1 terhadap A2, yakni W1/W2 =A12.

Nilai wi/wj dengan i, j = 1,2,3 .... n didapat dari partisipan, yaitu para stakeholders yang berkompeten dalam permasalahan hutan kota. Bila matriks ini dikalikan dengan vektor kolom W (W1,W2,W3...Wn) maka diperoleh hubungan;

AW = nW ... (1)

Bila matriks A diketahui dan ingin diperoleh nilai W, maka dapat diselesaikan melalui persamaan berikut;

[A – n I] W = 0 ... (2) Dimana I = matriks identitas

C. Menghitung akar ciri, vektor ciri dan menguji konsistensinya

Penghitungan terhadap akar ciri, vektor dan menguji konsistensinya jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi atau dikoreksi.

Menghitung akar ciri. Untuk mendapatkan akar ciri (n) maka harus ada kondisi;

[A – n I ] = 0

Contohnya; dengan menggunakan matriks A, maka:

0

1

0

0

0

1

0

0

0

1

1

a32

a31

a23

1

a21

a13

a12

1

=

− n

(14)

0

n

0

0

0

n

0

0

0

n

1

a32

a31

a23

1

a21

a13

a12

1

=

Hasil perhitungan akan didapatkan akar ciri; n1, n2, n3.

Menghitung vektor ciri, nilai vektor ciri merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgement dalam penentuan prioritas. Untuk menghitung vektor ciri (W), maka akar ciri (n) maksimum hasil penghitungan diatas disubstitusikan dengan persamaan; [A – n I] = 0; dengan menggunakan normalisasi W1 + W2 + W3 = 1, sehingga bila didapatkan maksimum = 2,maka perkaliannya menjadi seperti berikut :

[ A -n I] W = 0

0

3

2

1

1

0

0

0

1

0

0

0

1

2

1

a32

a31

a23

1

a21

a13

a12

1

=

w

w

w

Sehingga;

0

0

0

w3

w2

w1

2

-1

a32

a31

a23

2

-1

a21

a13

a12

2

-1

=

Di mana pada akhir perhitungan akan diperoleh vektor ciri W1, W2, W3. Vektor tersebut memberikan informasi, pilihan skenario yang paling normal.

D. Pehitungan Indeks Konsistensi (CI)

Indeks konsistensi untuk menyatakan penyimpangan konsistensi dan menyatakan ukuran tentang kosisten tidaknya suatu penilaian atau pembobotan perbandingan berpasangan, dihitung dengan menggunakan rumus;

1

max

=

n

n

CI

λ

Keterangan :

λmax = akar ciri maksimum; n = ukuran matriks

Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk mengetahui kekonsistensian jawaban dari key person yang akan berpengaruh terhadap keabsahan hasil.

(15)

E. Penghitungan Consistensy Ratio (CR)

Ratio konsistensi dapat dihitung dengan persamaan :

RI

CI

CR =

Di mana nilai RI diperoleh dari table 7 berikut;

Ukuran Matriks Indeks Random

1 dan 2 3 4 5 6 7 8 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 Sumber: Saaty (1993)

F. Sensitivitas Hasil Analisis AHP

Sebagaimana sebuah analisis multikriteria, AHP menurut Triantaphyllou and Sanchez (1997) harus dilengkapi dengan sensitivitas. Analisis sensitivitas ini digunakan untuk dapat melihat range (batasan) perubahan pendapat key person dalam pengambilan keputusan AHP, di mana dengan analisis sensitivitas dapat dilihat komponen/elemen mana dari struktur hierarki yang paling sensitif terhadap perubahan bobotnya sehingga menghasilkan perubahan alternatif.

Gambar

Gambar 3.  Citra Landsat TM Kabupaten Belu Tahun 2002 dan 2003
Gambar 4.  Diagram  Alir  Analisis  Spasial  Prediksi  Neraca  Ketersediaan RTH dan Kebutuhan Hutan Kota
Gambar 5. Hierarki Proses Pengembangan Hutan Kota di Kabupaten Belu Propinsi NTTASPEK
Tabel 6.  Skala Banding Secara Berpasangan dalam AHP  Tingkat  kepentingan  Keterangan  Penjelasan  1  3  5  7  9  2,4,6,8  Kebalikan

Referensi

Dokumen terkait

Orang Kelantan, walau pun yang berkelulusan PhD dari universiti di Eropah (dengan biasiswa Kerajaan Persekutuan) dan menjawat jawatan tinggi di Kementerian atau di Institusi

• Hasil analisa struktur yang telah dilakukan pada perencanaan Gedung Bupati Lombok Timur dituangkan pada gambar teknik yang terdapat pada

Inventarisasi kondisi biofisik lahan menggunakan citra penginderaan jauh (ASTER dan Landsat 7 ETM+) dan data sekunder (peta RBI, peta Tanah dan data hujan) untuk

Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik

Pada teks tersebut, bisa dilihat dengan gamblang bagaimana proses pergeseran struktur yang mengacu kepada bahasa sasaran. Faktor komunikasi yang efektif terhadap bahasa

kesesuaian tindakan aktor yang terlibat. • Yang menunjukkan bahwa lebih berpengaruh dibandingkan variabel lainnya, yang mana menunjukkan besarnya kekuatan masyarakat dalam

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel independen yang merupakan komponen fraud triangle terhadap kecurangan laporan keuangan (financial statement

Pada tahap analisis dilakukan berdasarkan aspek (sumberdaya alam, wisata, dan sosial masyarakat) dan data yang telah diperoleh sehingga dapat diketahui potensi dan