LAPORAN PENDAHULUAN
“PNEUMOTHORAX”
Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Medikal di Ruang 23i RSSA Malang
Oleh :
LUTFI CHARISMA ADZANI NIM. 150070300011162
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2016
PNEUMOTHORAX
I. DEFINISIPneumothorax adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga
dada.(3)
Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang
melapisi paru-paru dan rongga dada.(4)
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas
di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena(5).
Tersering disebabkan oleh ruptur spontan pleura visceralis yang menimbulkan kebocoran udarake rongga torak. Pneumotorak dapat terjadi berulang kali (6).
Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh :
a) Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akanmemasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saatinspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udarasemakin lama semakin banyak
sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumothorax
b) Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavumpleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea,maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yangseharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsi lateral.Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini
disebut sebagai open pneumothorax (3,6,7,9)
II. KLASIFIKASI
Klasifikasi Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (2,5) :
1. Pneumotoraks spontan Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas. Lebih sering pada laki-laki muda sehat dibandingkan wanita. Timbul akibat ruptur bulla kecil (12 cm) subpleural, terutama di bagian puncak paru.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, Tersering pada pasien bronkitis dan emfisema yang mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla. Penyakit dasar lain: Tb paru, asma lanjut, pneumonia, abses paruatau Ca paru. fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik, Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang
menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru (2,5).
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis ini pun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk
menilai permukaan paru. (2,5)
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu (8) :
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax) Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax), Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang
disebabkan oleh gerakan pernapasan (8). Pada saat inspirasi tekanan
Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding
dada yang terluka (sucking wound) (2).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax) Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel
yang terbuka(8). Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak
dapat keluar . Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering
menimbulkan gagal napas (2).
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka
pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (8) :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50% volume paru)
Klasifikasi lain berdasarkan luasnyanya kolaps : 1. Pneumothorax ringan
Paru hanya mengalami kolaps ringan sekitar 10% saja. 2. Pneumothorax sedang
Paru mengalami kolaps sekitar 50% saja. 3. Pneumothorax berat
Pneumothorax berat adalah pneumothorax dengan keadaan paru yang sudah kolaps total (100%) karena terdesak udara dalam rongga pleura yang cukup banyak dengan tekanan yang cukup besar.
A. Pneumothorak kolaps total dekstra (nampak ujung panah adalah garis kolaps)
B/C.Pneumothorak kolaps sebagian dekstra (ujung panah adalah garis kolaps)
D. Pneumothorak kolaps sebagian di segmen anterior paru. Sedangkan segmen posterior masih nampak mengembang (ujung panah adalah garis kolaps)
III. ETIOLOGI
Etiologi Trauma thorax kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebabkan oleh tikaman dan tembakan. Trauma pada bagian ini juga sering disertai dengan cedera pada tempat lain misalnya abdomen, kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk. Kelainan yang sering timbul secara umum pada setiap trauma thorax baik tajam
maupun tumpul yaitu(3):
1. Kulit dan jaringan lunak : Luka, memar, dan emfisema subkutis
2. Tulang : Fraktur costa, sternum, pernapasan paradoksal.
3. Pleura : Pneumothorax, hemothorax, hemopneumothorax,
kilothorax, serothorax
4. Jaringan paru : Traumatic wet lung
5. Mediastinum: Pneumomediastinum, robekan esofagus, robekan bronkus
6. Jantung : Hemoperikardium, luka jantung(3).
IV. PATOFISIOLOGI
Pneumotorak spontan, closed pneumotorak, simple pneumotorak, tension pneumotorak, dan open pneumotorak. Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura viceralis yang lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan tekanan intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada pneumotorak spontan,paru-paru kolpas, udara inspirasi ini bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum pleura akibatnya menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula.Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter (6,7,9).
Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi sebaliknya masihbisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna.
Terjadinya hiperekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau pre-shock dikenal dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed pneumotorak .Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut,hiperekspansi cavum pleura pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena cava,shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas.Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava.Kejadian ini dikenal dengan tension pneumotorak(6,7,9).
Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan lingkunga luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis)atau komplit (pleura parietalis dan visceralis). Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan masuk ke dalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavumpleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser kemediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava,shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian inidikenal dengan tension pneumotorak (6,7,9).
V. MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami
kolaps (mengempis) (10).
Gejalanya bisa berupa:
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien. 4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
1. Hidung tampak kemerahan 2. Cemas, stres, tegang
3. Tekanan darah rendah (hipotensi) (10).
Pemeriksaan fisik Sesak nafas dan takikardi yang dapat disertai sianosis pada pneumotorak ventil atau ada penyakit dasar paru.
1. Inspeksi : Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada), Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal, Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat , deviasi trakhea, ruang interkostal melebar,
2. Palpasi : Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar, Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat , Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi : Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar, Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi, Pada tingkat yang berat terdapat gangguan respirasi/sianosis, gangguanvaskuler/syok.
4. Auskultasi : Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang, Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta
bronkofoni negative (5,8).
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Röntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus
pneumotoraks antara lain (6):
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi
keadaan sebagai berikut (3):
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat
mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
VII. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat
apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa
hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari (2).
Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan
antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2) :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut (2), (4).
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil : 1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang
berada di dalam botol (4).
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke
rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang
berada di dalam botol (4).
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut (3), (4).
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan
tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah (4)
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi
antibiotik dan bronkodilator (4).
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti
emfisema (3).
Rehabilitasi(4)
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak napas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC. p. 598.
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; p. 1063.
3. Prabowo, A.Y.(2010, Desember 20). Water Seal Drainage Pada
Pneumothorax Post Trauma Dinding Thorax. Bagian Ilmu Penykit Dalam.
RSUD Panembahan Senopati Bantul; 2010. Diakses 22 Maret 2011. http://www.fkumycase.net/.
4. Anonim, Medicastore. Kolaps Paru-Paru (Pneumothorax). Diakses 22 Maret 2011. http://www.medicastore.com
5. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551.
6. Srillian, Vera (2011). Pneumothorax. Diakses 22 maret 2011. http://ad.z5x.net/...,http://scribd.com/doc/48405598/pneumotorax,
7. Fajrin (2008, Agustus 23), Pneumothorax. Diakses 22 Maret 2011 dari The
Power of Muslim Doctor’s :
http://dokterkharisma.blogspot.com/2008/08/pneumothorax.html
8. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press; p. 162-179.
9. Anonim, Nefrology Ners (2010 November 3), Pneumothorax, Diakses 22 Maret 2011 dari Perhimpunan Perawat Ginjal Intensif Indonesia : http://nefrologyners.wordpress.com/2010/11/03/pneumothorax-2/
10. Fahmi (2010, Februari 02). Kolaps Paru-Paru (Pneumothorax), Diakses 21
Maret 2011 Universitas Negeri Malang :
http://forum.um.ac.id/...7ed4eed11a474&topic=9843.msg9932#msg9932 11.Malueka, Rusdy, Ghazali. 2007. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka