• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Efusi Pleura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Efusi Pleura"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

EFUSI PLEURA

A. DEFINISI EFUSI PLEURA

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat. Efusi pleura adalah jumlah cairan ion purulen yang berlebihan dalam rongga pleura, antara lain visceral dan parietal. Efusi pleura adalah akumulasi cairan di dalam rongga pleura (McGrath and Anderson, 2011). Jadi, efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, Cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Adanya akumulasi cairan pada kavum pleura ini mengindikasikan adanya suatu kelainan atau penyakit. Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi (McGrath and Anderson, 2011, Rachmatullah, 1997).

Pustaka lain mendefinisikan efusi pleura sebagai jumlah akumulasi cairan pleura di kavum pleura yang berlebihan yang merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara produksi cairan pleura dengan absorbsi cairan pleura (Diaz-Guzman and Dweik, 2007).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI KAVUM PLEURA

Kavum thoraks adalah ruangan bagian tubuh yang terletak diantara leher dan abdomen, Dibatasi oleh sternum dan costa bagian depan didepannya, columna vertebralis dibelakang, lengkung costa dilateral, apertura thoraks superior diatas dan diafragma dibawah. Didalam Kavum thoraks terdapat: kavum pleura (paru-paru kanan dan kiri beserta pleuranya masing-masing) dan mediastinum (Rasad, 2005).

Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus dinding anteriortoraks dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini mengandung kolagen dan jaringan elastis (Sylvia Anderson Price dan Lorraine M, 2005: 739).

(2)

Gambar 1. Anatomi Pleura

Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 μm). Diantara celahcelah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis dan A. Brankialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru. Pleura parietalis mempunyai lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri dari sel-sel mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat, terdapat pembuluh kapiler dari A. Interkostalis dan A. Mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf-saraf sensorik yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persaraf-sarafan ini berasal dari nervus intercostalis dinding dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada di atasnya.

Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks. Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20 cc (Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2002: 786).

(3)

Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura (Sylvia Anderson Price dan Lorraine M, 2005: 739).

Gambar 2. Gambaran Anatomi Pleura (dikutip dari Poslal medicina, 2007: www.google.com)

C. TANDA DAN GEJALA

a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit.

b. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia, panas tinggi (kokus), banyak keringat, batuk, banyak sputum.

c. Deviasi trachea menjauhi tempat sakit dapat terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.

d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus

(4)

melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung ( garis ellis damoiseu).

e. Didapati segitiga garland yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis ellis domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong memdiastinum keksisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.

f. F. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah besar sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks. Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atatu alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru. Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru, dan pneumotoraks. Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.( Halim, Hadi. 2007)

Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokkus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti, pakreatitis, asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.( Halim, Hadi. 2007)

(5)

E. GAMBARAN RADIOLOGI THORAK NORMAL DAN EFUSI PLEURA

Pada pemeriksaan foto toraks rutin tegak, cairan pleura tampak berupa perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya radioopak dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral atas ke arah medial bawah. Karena cairan mengisi ruang hemithoraks sehingga jaringan paru akan terdorong ke arah sentral / hilus, dan kadang – kadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Jumlah cairan minimal yang dapat terlihat pada foto thoraks tegak adalah 250 – 300 ml (Rasad, 2005).

Pemeriksaan radiografi paling sensitif mengidentifikasi cairan pleura yaitu dengan posisi lateral dekubitus, yang mampu mendeteksi cairan pleura kurang dari 5 ml dengan arah sinar horisontal di mana cairan akan berkumpul di sisi samping bawah. Apabila pengambilan X-foto toraks pasien dilakukan dalam keadaan berbaring (AP), maka penilaian efusi dapat dilihat dari adanya gambaran apical cup sign. Gambaran radiologis tidak dapat membedakan jenis cairan mungkin dengan tambahan keterangan klinis atau kelainan lain yang ikut serta terlihat sehingga dapat diperkirakan jenis cairan tersebut. (Rasad, 2005).

Cairan bebas akan membentuk dua bentuk dasar, dan biasanya terlihat dalam kombinasi dengan lainnya:

1. Biasanya cairan mengelilingi paru, lebih tinggi di lateral dari pada yang di medial dan juga berjalan ke dalam fissura, terutama ke ujung bawah fisura obliqua. Efusi sangat beasar ke atas puncak paru Tepi yang halus antara paru dan cairan (Meniskus sign) dapat dikenal pada film penetrasi yang adekuat, asalkan paru yang mendasarinya teraerasi. Tepi halus ini selalu harus di cari,karena bersifat diagnostik bagi patologi pleura. (Rasad, 2005).

2. Kadang-kadang, sedikit cairan yang berjalan menaiki dinding dada, kemudian cairan ini dikenal sebagai “efusi subpulmonalis”. Batas atas cairan ini sangat menyerupai bentuk diaphragma normal dan karena bayangan diaphragm sejati dikabur oleh cairan, maka sangat sulit atau bahkan tak mungkin mengatakan pada film berdiri standart (PA) apakah itu cairan. Untuk membedakan bayangan basal paru yang disebabkan oleh efusi pleura atau kolaps atau pemandatan paru maka dapat dibuat film frontal pada pasien berbaring pada satu sisi (Dekubitus lateralis). Jika cairan akan bergerak bebas, kemudian akan terletak sepanjang dinding dada lateral yang rendah. Teknik ini sangat bermanfaat bila efusi terutama atau seluruhnya subpulmonalis. Jumlah cairan minimal yang dapat terlihat pada foto thoraks tegak adalah 250-300. Bila cairan kurang dari 250

(6)

ml (100-200 ml), dapat ditemukan pengisian cairan di sinus costofrenicus posterior pada foto thoraks lateral tegak.

Cairan yang kurang dari 100 ml (50-100 ml), dapat diperlihatkan dengan posisi dekubitus dan arah sinar horisontal di mana cairan akan berkumpul di sisi samping bawah. (Rasad, 2005).

A. Posisi tegak posteroanterior (PA)

Pada tahap awal dengan pasien posisi tegak lurus, cairan akan cenderung untuk terakumulasi pada posisi infrapulmonary jika rongga pleura tidak terdapat adhesi dan paru-parunya sehat, sehingga membentuk efusi subpulmonary. Pada umumnya dapat setujui bahwa gravitasi mungkin merupakan faktor utama yang menentukan lokasi cairan. Hampir bersamaan dengan akumulasi dari infrapulmonary, cairan pleura akan terlihat pada sulcus costophrenic dan dapat terlihat pada awalnya sebagai perubahan letak medial dari sudut costophrenic dan kemudian telihat gambaran diafragma yang tumpul.

(7)

Gambar 4. A. Foto toraks PA menunjukkan elevasi dari hemidiafragmakanan B. Meningkatnya opasitas pada bagian hemitoraks kanan akibat dari adanya cairan pleura (Collins, Janette et all. Chest radiology 2nd

edition) B. Foto lateral tegak

Teknik Foto Lateral tegak adalah tempatkan bagian dada pasien sejajar dengan garis ;tengah kaset. Tempatkan tangan ke atas dengan elbow fleksi serta kedua antebrachi bersilang diletakkan di belakang kepala seperti bantalan dengan kedua tangan memegang elbow. Usahakan pasien bernapas dan ekspirasi penuh untuk memaksimalkan area

(8)

Gambar 5. A. Foto toraks AP, menunjukkan sudut costophrenicus kanan tumpul (tanda panah); B. Foto toraks lateral menunjukkan sudut costophrenicus posterior tumpul (tanda panah)

(Collins,Janette et all. Chest radiology 2nd edition) C. Posisi Lateral Decubitus

radiografi dada lateral decubitus digunakan selama bertahun-tahun untuk mendiagnosis efusi pleura yang sedikit. Posisi ini pertama dikemukakan pada hasil karya Rigler. Posisi pasien selama pemeriksaan pada X-ray dada dengan posisi lateral dekubitus kiri. Setelah bersandar selama 5 menit pada pinggang dalam posisi trendellenburg, maka sinar X-ray yang sentral diarahkan pada dinding thorax lateral. Pada contoh di Gambar 4, cara mengukur Pleural Effusion Index ialah a/b x 100

(9)

Gambar 6. Tanda panah A menunjukkan cairan dari efusi pleurapada cavum pleura kanan. Tanda panah B besarnya cavum thoraks yang ditarik dari garis median tubuh

ke lateral dari kavum thoraks

Gambar 7. Efusi pleura. Posisi RLD menunjukkan efusi pleura menempati bagian paling dasar dengan densitas yang sama dengan jaringan lunak sepanjang dinding dada. (Ahmad Z, Krishnadas S, Froeschele P

(10)

PNEUMOTHORAX

F. DEFINISI PNEUMOTHORAX

Pneumotoraks adalah penumpukan udara yang bebas dalam dada diluar paru yang menyebabkan paru kolaps. Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh :

1. Robeknya pleura viseralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumotoraks jenis ini disebut sebagai closed pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura viseralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumotoraks.

2. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumotoraks (Berck, 2010).

Klasifikasi Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (Sudoyo.dkk, Bowman.dkk) :

1. Pneumotoraks spontan Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:

a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu

pneumotoraks yang terjadi secara tiba tiba tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas. Lebih sering pada laki-laki muda sehat dibandingkan wanita. Timbul akibat ruptur bulla kecil (12 cm) subpleural, terutama di bagian puncak paru.

(11)

pneumotoraks yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, Tersering pada pasien bronkitis dan emfisema yang mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla. Penyakit dasar lain: Tb paru, asma lanjut, pneumonia, abses paruatau Ca paru. fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.

2. Pneumotoraks traumatik, Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. (Sudoyo.dkk, Bowman.dkk)

Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis ini pun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsy pleura.

2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberculosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru. (Sudoyo.dkk, Bowman.dkk)

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu (Alsagaff dkk,2009) :

1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax) Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax), Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian

(12)

dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif (Alsagaff dkk,2009). Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound). (Sudoyo.dkk 2006)

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax) Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. (Alsagaff dkk,2009)

Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas. (Sudoyo.dkk 2006)

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (Alsagaff dkk,2009):

1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50% volume paru)

G. ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU

Paru adalah struktur elastic yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu diafragma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi), karena penurunanan tekanan di dalam, dan mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan diafragma kembali ke ukurannya semula (ekspirasi), paru-paru yang elastic tersebut mengempis dan mendorong udara keluar melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan normalnya membutuhkan energi; fase ekspirasi normalnya pasif. Inspirasi

(13)

menempati sepertiga dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya. (Alsagaff dkk,2009)

A. Pleura.

Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membrane halus, licin, yaitu pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks, dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antar kedua pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.

B. Mediastinum.

Mediatinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktuk toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura.

C. Lobus.

Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus bawah dan atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah, dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasaan pleura.

D. Bronkus dan Bronkiolus.

Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainage postural yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik, dan saraf. Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus, yang tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Patensi bronkiolus seluruhnya tergantung pada recoil elastik otot polos sekelilinginya dan pada tekanan alveolar. Brokiolus mengandung kelenjar submukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan bagian dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut” pendek yang disebut silia. Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring. Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis, yang tidak

(14)

mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli.

E. Alveoli.

Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster anatara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi (seukuran lapangan tennis). Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alaveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolic, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing (mis., lender, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting. Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar menjalani rute yang sama dengan arah yang berlawanan. Faktor fisik yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-paru secara bersamaan disebut sebagai mekanisme ventilasi dan mencakup varians tekanan udara, resistensi terhadap aliran udara, dan kompliens paru. Varians tekanan udara, udara mengalir dari region yang tekanannya tinggi ke region dengan tekanan lebih rendah. Selama inspirasi, gerakan diafragma dan otototot pernapasan lain memperbesar rongga toraks dan dengan demikian menurunkan tekanan dalam toraks sampai tingkat di bawah atmosfir. Karenanya, udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke dalam alveoli. Selama ekspirasi normal, diafragma rileks, dan paru mengempis, mengakibatkan penurunan ukuran rongga toraks. Tekanan alveolar kemudian melebihi tekanan atmosfir, dan udara mengalir dari paru-paru ke dalam atmosfir. Resistensi jalan udara, ditentukan terutama oleh diameter atau ukuran saluran udara tempat udara mengalir. Karenanya setiap proses yang mengubah diameter atau kelebaran bronkial akan mempengaruhi resistensi jalan udara dan mengubah kecepatan aliran udara sampai gradient tekanan tertentu selama respirasi. Factor-faktor umum yang dapat mengubah diameter bronchial termasuk kontraksi otot polos bronkial, seperti pada asma ;

(15)

penebalan mukosa bronkus, seperti pada bronchitis kronis ; atau obstruksi jalan udara akibat lender, tumor, atau benda asing. Kehilangan elastisitas paru seperti yang tampak pada emfisema, juga dapat mengubah diameter bronkial karena jaringan ikat paru mengelilingi jalan udara dan membantunya tetap terbuka selama inspirasi dan ekspirasi. Dengan meningkatnya resistensi, dibutuhkan upaya pernapasan yang lebih besar dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal. Kompliens, gradien tekanan antara rongga toraks dan atmosfir menyebabkan udara untuk mengalir masuk dan keluar paru-paru. Jika perubahan tekanan diterapkan dalam paru normal, maka terjadi perubahan yang porposional dalam volume paru. Ukuran elastisita, ekspandibilitas, dan distensibilitas paru-paru dan strukur torakas disebut kompliens. Factor yang menentukan kompliens paru adalah tahanan permukaan alveoli (normalnya rendah dengan adanya surfaktan) dan jaringan ikat, (mis., kolagen dan elastin) paru-paru. Kompliens ditentukan dengan memeriksa hubungan volume-tekanan dalam paru-paru dan toraks. Dalam kompliens normal, paru-paru dan toraks dapat meregang dan membesar dengan mudah ketika diberi tekanan. Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika diberi tekanan. Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika paru-paru kehilangan daya elastisitasnya dan toraks terlalu tertekan (mis., emfisema). Saat paru-paru dan toraks dalam keadaan “kaku”, terjadi kompliens yang rendah atau turun. Kondisi yang berkaitan dengan hal ini termasuk pneumotorak, hemotorak, efusi pleura, edema pulmonal, atelektasis, fibrosis pulmonal. Paru-paru dengan penurunan kompliens membutuhkan penggunaan energi lebih banyak dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.

H. PATOFISIOLOGI

Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat mengakibatkan kebocoran / tusukan / laserasi pleura viseral. Sehingga paru-paru kolaps sebagian / komplit berhubungan dengan udara / cairan masuk ke dalam ruang pleura. Volume di ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi, maka distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas dan menimbulkan tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan gangguan jantung dan sirkulasi sistemik.

Secara garis besar ke semua jenis pneumotorak mempunyai dasar patofisiologi yang hampir sama. Pneumotorak spontan, closed pneumotorak, simple pneumotorak, tension pneumotorak, dan open pneumotorak. Pneumotorak spontan terjadi karena

(16)

lemahnya dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura viceralis yang lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan tekanan intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada pneumotorak spontan,paru-paru kolpas, udara inspirasi ini bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif.Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum pleura akibatnya menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula.Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter (Srillian, Vera (2011), Fajrin (2008), Nefrology Ners (2010)).

Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi sebaliknya masihbisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna. Terjadinya hiperekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau shock dikenal dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed pneumotorak .Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut,hiperekspansi cavum pleura pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena cava,shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas.Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava.Kejadian ini dikenal dengan tension pneumotorak. (Srillian, Vera (2011), Fajrin (2008), Nefrology Ners (2010))

Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan lingkunga luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis)atau komplit (pleura parietalis dan visceralis). Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan masuk ke dalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavumpleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser kemediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang

(17)

bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava,shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian inidikenal dengan tension pneumotorak. (Srillian, Vera (2011), Fajrin (2008), Nefrology Ners (2010))

PATOFIS SKEMA

TRAUMA DADA

KEBOCORAN/TUSUKAN/LASERASI PLEURA VISERAL UDARA/CAIRAN MASUK KEDALAM RUANG PLEURA

VOLUME RUANG PLEURA MENINGKAT

DISTRES PERNAPASAN GANGGUAN PERTUKARAN GAS

PENEKANAN PADA STRUKTUR MEDIASIONAL I. GAMBARAN RADIOLOGI PNEUMOTHORAX

Pada foto thorax, gambaran udara dalam rongga pleura memberikan bayangan yang radiolusen. Bayangan tanpa memiliki struktur jaringan paru (avascular pattern). Tampak batas paru yang kolaps berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura viseral yang disebut dengan visceral pleural white line atau visceral line. Jika pneumotoraks luas, paru-paru kolaps di daerah hilus dan mediastinum terdorong ke arah kontralateral. (Srillian, Vera (2011), Fajrin (2008), Nefrology Ners (2010))

A

(18)

Pneumothorax :

A : Bayangan paru yang radiolusen dengan avascular pattern B : Paru yang kolaps ; Visceral line

Pada foto terlihat bayangan udara dari pneumothoraks yang berbentuk cembung, yang memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis.

Avascular pattern tak cukup untuk mendiagnosis adanya pneumothorax. Beberapa

penyakit yang dapat menyebabkan avascular pattern :Bulla, Kista di paru, Emboli paru Diagnosis pneumothorax dapat ditegakkan bila terdapat gambaran the visceral pleural

white line atau visceral line.

Sebuah pneumotoraks Akan terlihat sebagai garis putih tipis – the visceral pleural white

line

Simple Pneumothorax

Tidak ada pendorongan mediastinum ke arah kontralateral

Tension Pneumothorax

• Bila udara yang terperangkap dalam rongga pleura semakin banyak, paru menjadi kolaps dan mediastinum terdorong ke arah kontralateral.

(19)

Thorax Foto PA

Chest X-ray dari sisi kiri pneumotoraks (terlihat di sebelah kanan dalam gambar ini). Rongga dada kiri diisi sebagian dengan udara bebas. Mediastinum digeser ke sisi yang berlawanan

Sisi kanan spontan pneumotoraks. Panah menunjukkan paru-paru kanan kolaps Tension Pneumothorax Lateral

Colaps lung

(20)

Collapsed paru pada pasien dengan cedera trakeobronkial: "gangguan lengkap dari bronkus yang tepat". Pneumotoraks Bilateral (panah besar), pneumomediastinum (panah tipis) dan luas emfisema subkutan terlihat.

Gambar. Sebuah pneumotoraks kiri besar dengan deviasi trakea ke kanan Pneumothorak

(21)

DAFTAR PUSTAKA

1. AHMAD, Z., KRISHNADAS, R. & FROESCHLE, P. 2009. Pleural effusion: diagnosis and management. J Perioper Pract, 19, 242-7.

http://www.scribd.com/doc/55218707/11/Kasbes-efusi-pleura.pdf . Akses tanggal 4 oktober 2013

2. Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press

http://www.scribd.com/doc/55218707/11/Kasbes-efusi-pleura.pdf. Akses tanggal 4 oktober 2013

3. COLLINS, J., STERN, E. J. & OVID TECHNOLOGIES INC. 2007. Chest radiology the essentials. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

http://www.scribd.com/doc/55218707/11/Kasbes-efusi-pleura.pdf . Akses tanggal 4 oktober 2013

4. Anonim, Nefrology Ners (2010 November 3), Pneumothorax, Diakses 4 oktober 2013 dari Perhimpunan Perawat Ginjal Intensif Indonesia :

http://nefrologyners.wordpress.com/2010/11/03/pneumothorax-2/

5. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162- 179.

6. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27; diakses 4 Oktober 2013. Available http://emedicine.medscape.com/article/827551 7. Fajrin (2008, Agustus 23), Pneumothorax. Diakses 4 oktober 2013 dari The Power of

Muslim Doctor’s : http://dokterkharisma.blogspot.com/2008/08/pneumothorax. Html

8. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.

9. Srillian, Vera (2011). Pneumothorax. Diakses 4 oktober 2013. http://ad.z5x.net/...,http://scribd.com/doc/48405598/pneumotorax

Gambar

Gambar 1. Anatomi Pleura
Gambar 2. Gambaran Anatomi Pleura (dikutip dari Poslal medicina, 2007:
Gambar 3. Efusi pleura : tanda meniscus (tanda panah) paru kanan pada foto tegak PA
Gambar 4. A. Foto toraks PA menunjukkan elevasi dari hemidiafragmakanan B. Meningkatnya opasitas  pada bagian hemitoraks kanan akibat dari adanya cairan pleura (Collins, Janette et all
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, hipotesis perta- ma penelitian ini yang menyatakan bahwa variabel pertumbuhan giro, tabungan, depo- sito, pinjaman yang diterima, penempatan pada bank lain,

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pemetaan High Conservation Value Area`s (HCVA`s) dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus :

kelamin, melainkan lebih didasarkan pada atribut-atribut personalitas atau kepribadian anggota keluarga individu (Friedman, 2010). Peran-peran keluarga sangat penting dan

Rumah Sakit hadir untuk menjawab kebutuhan lebih dari 400.000 (empat ratus ribu) masyarakat Kabupaten Bireuen dan masyarakat Kabupaten sekitarnya seperti Bener Meriah,

Resiko bahwa salah saji material yg dapat terjadi dalam suatu asersi tidak akan dapat dicegah/dideteksi dengan tepat waktu oleh pengendalian intern entitasc. Pengendalian intern

berdasarkan dua aspek penekanan yaitu (1) Aspek fungsi (menyajikan informasi yang penting untuk melakukan suatu tindakan yang efisien dan mengevaluasi suatu aktivitas dari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor risiko lingkungan (jarak kebun, jarak sawah) dan perilaku (penggunaan kelambu, penggunaan obat nyamuk, kebiasaan ke luar

Yang dibuat untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh derajat sarjana S-1 Pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta, sejauh yang