• Tidak ada hasil yang ditemukan

LP Trauma Thorax

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LP Trauma Thorax"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTIK PROFESI PEMINATAN KLINIK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Laporan Pendahuluan

Makassar, 06 Juli 2009

TRAUMA THORAKS

OLEH

TITI ISWANTI AFELYA C 121 04 039

PRAKTEK PROFESI PEMINATAN KLINIK PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Definisi

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan.

B. Anatomi Fisiologi

Kerangka rongga toraks, merincing pada bagain atas torak dan berbentuk kerucut, terdiri dari sternum, 12 vertebra, 10 pasang iga yang terakhir di anterior dalam segmen tulang rawan, dan 2 pasang iga yang melayang. Kartilago dari enam iga pertama memisahkan artikulaso dari sternum; katilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk kostal-kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas klavikula dan atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.

Muskulatur. Muskulus-muskulus pektoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior toraks. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk palisan muskulus posterior dinding toraks. Tepi bawah muskulus pektoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris anterior, lengkungan dan muskulus latisimus dorsi dan teres mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.

Pleura. Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh arah dan limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris,menambal kebocoran udara dan kapier. pleura viseralis menutup paru dan sifatnya tidak sensitive. pleura berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama pleura parietali, yang melapisi dinding dalam toraks dan diafragma. Kebalikan dengan pleura viseralis, pleura parietalis mendapatkan persarafan dari ujung saraf (nerveending); ketika terjadi penyakit atau cedera, mak timbul nyeri. Pleura parietalis memiliki ujung saraf untuk nyeri; hanya bila penyaki-penyakit menyebar ke pleura ini maka akan timbul. Pleura sedikit melebih tepi paru pada tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru-paru normal; hanya ruang potensial yang masih ada.

Ruang interkostal. Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti oleh tiga lapis muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang/normal.

(3)

Vena, arteri nervus dari tiap rongga interkostal berada di belakang tepi bawah iga. Karena jarum torakosentetis atau klein yang digunakan untuk masuk ke pleura harus dipasang melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang dipilih.

Diafragma. Bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam dan kartilagokosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal; bagian muskular melengkung membentuk tendo sentral. Nervis frenikus mempersarafi motorik, interkostal bahwa mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putung susu, turut berperan sekitar 75% dari ventilasi paru-paru selama respirasi biasa/tenang.

C. Etiologi

Trauma dada dapat disebabkan oleh :

1. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa

pelonggaran balutan.

2. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.Tusukan paru dengan prosedur invasif.

3. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.

4. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak) 5. Fraktu tulang iga

6. Tindakan medis (operasi) 7. Pukulan daerah torak. D. Patofisiologi

Pada semua penderita trauma, mekanisme cedera perlu diketahui untuk penanganan selanjutnya. Selama primary survey, trauma toraks yang mengancam jiwa harus segera diidentifikasi.

Terdapat 12 keadaan gawat darurat trauma toraks, yaitu : 1. Keadaan-keadaan yang sangat segera mengancam jiwa:

(4)

b. Tension pneumotoraks c. Massive hematoraks d. Flail chest

e. Temponade jantung

2. Keadaan-keadaan yang potensial mengancam jiwa: a. Traumatic aorta ruprture

b. Robekan bronkus c. Contusio jantung d. Robekan diafragma e. Cedera esofagus f. Contusio paru. Obstruksi jalan napas

Penanganan jalan napas masih merupakan tantangan dalam perawatan pasien dengan multiple trauma. Dalam mengangani jalan napas harus selalu beranggapan terdapat pula cedera tulang belakang/servikal.

Open pneumo-thorax

Pneumotoraks adalah adanya udara pada cavum pleura. Adanya udara pada cavum pleura menyebabkan tekanan negatif pada intrapleura tidak terbentuk, sehingga akan mengganggu pada proses respirasi. Keadaan ini sering disebabkan oleh luka penetrasi, sebagai shucking chest wound. Dengan luka terbuka pada lubang pleura, oksigen tidak bisa dikonstribusikan ke darah yang selanjutnya akan berakibat hipoksia, dan ganguan ventilasi.

Seringkali hal ini terjadi sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi (sucking chest wound). Apabila lubang/luka ini lebih besar daripada 2/3 diameter trakhea, maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang pada dinding dada dibandingkan melewati mulut, sehingga terjadi sesak yang hebat. Perlukaan dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan visceralis).

Bila terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan masuk ke dalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser ke mediastinal yang sehat sehingga terjadilah mediastinal flutter. Dengan demikian maka yang harus dilakukan adalah menutup dengan kasa 3 sisi, kasa ditutup dengan plester pada 2 sisinya,

(5)

sedangkan pada sisi yang diatas dibiarkan terbuka (kasa harus dilapisi zalf/sofratulle pada sisi dalamnya supaya kedap udara). Apabila dilakukan cara ini maka harus sering dilakukan evaluasi paru. Apabila ternyata timbul tanda tension pneumothorax, maka kasa harus dibuka”. Pada luka yang sangat berat maka dapat dipakai plastik infus yang digunting sesuai ukuran.

Bila open pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbul gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumotorak.

Tension pneumothorax

Keadaan ini dapat terjadi bila pada trauma tajam maupun tumpul, tercipta katup satu arah. Udara dapat masuk tetapi tidak daapt keluar meninggalkan kavum pleura. Selanjutnya akan berakibat kolapsnya paru, mediastinum akan terdorong ke sisi yang berlawanan. Vena kava superior dan inferior akan tertekuk sehingga venous return akan turun sampai hilang mengakibatkan cardiac output menurun. Deviasi trakea dan mediastinum yang berlawanan dari sisi tension pneumothoraks akan mengganggu ventilasi paru lainnya meskipun hal ini merupakan fenomena lanjut.

Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru, maka udara akan semakin banyak pada satu sisi rongga pleura. Akibatnya adalah :

 Paru sebelahnya akan tertekan dengan akibat sesak yang berat.

 Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok. Apabila keadaan berat, maka paramedik harus mengambil tindakan dengan melakukan tindakan ”needle thoracosyntesis” yakni menusuk dengan jarum besar pada ruang interkostal 2 pada garis mid klavikuler.

Hematothorax masif

Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Hematothorax masif terjadi bila sekurang-kurangnya:

 1500 cc darah terkumpul di cavum pleura  Perdarahan 5 ml/kg barat badan

(6)

 Tendensi perdarahan meningkat dari waktu ke waktu.

Setiap rongga dada bisa menampung kurang lebih 3000 cc darah. Massive hemathoraks lebih sering disebabkan terlukanya pembuluh darah besar paru atau sistemik.

Tidak banyak yang dapat dilakukan pra-RS pada keadaan ini. Satu-satunya cara adalah membawa penderita secepat mungkin ke RS dengan harapan masih dapat terselamatkan dengan tindakan cepat di UGD.

Perbedaan tanda klinis tension pneumotoraks dan hematoraks

Jenis Tension pneumothoraks haematoraks

Gejala Sulit bernapas lalu shock Shock lalu sulit bernapas

Vena leher Sering distensi Sering datar/kempis

Perkusi Hypersonor Menurun-hilang

Deviasi trachea Ada, sebagai fase lanjut Tidak ada

Flail chest

Hal ini terjadi jika Tulang iga patah pada 2 tempat, pada lebih dari 2 iga yang berdekatan, sehingga ada satu segmen dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Palpasi dada akan menimbulkan bunyi krepitai. Pada ekspirasi, segmen akan menonjol keluar pada inspirasi justru akan masuk ke dalam. Ini dikenal sebagai pernafasan paradoksal. Kelainan ini akan mengganggu ventilasi namun yang lebih diwaspadai adalah adanya kontusio paru yang terjadi. Sesak berat yang mungkin terjadi harus dibantu dengan oksigenasi dan mungkin diperlukan ventilasi tambahan. Di RS penderita akan dipasang pada respirator apabila analisis gas darah menunjukkan pO2 yang rendah atau pCO2 yang tinggi.

Tamponade jantung

Terjadi paling sering karena luka tajam jantung walaupun trauma tumpul juga dapat menyebabkannya. Karena darah terkumpul dalam rongga perikardium, maka kontraksi jantung terganggu sehingga timbul syok yang berat (syok kardiogenik ). Triad

(7)

klasik diagnosa temponade jantung, yaitu hipotensi, distensi vena leher, suara jantung melemah (mufle). Suara jantung melemah mungkin sulit dikenali di lapangan. Bila nadi penderita saat inspirasi menghilang (pulsus paradoksus) mungkin penderita mengalami temponade jantung pada penderita temponade jantung penderita dalam keadaan shock dengan posisi trachea di tengah dan bunyi suara napas paru di kiri dan kanan sama.

Pada infus guyur, tidak ada atau hanya sedikit respon. Seharusnya pada penderita ini dilakukan perikardiosintesis (penusukan rongga perikardium dengan jarum besar untuk mengeluarkan darah tersebut).

Ruptur aorta traumatik

Merupkan penyebab kematian tersering dari kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Robekan aorta torakalis biasanya akibat dari deselerasi dengan jantung dan aorta yang tiba-tiba bergerak ke anterior di mana sebelumnya aorta ini terikat ligamentum arteriosum.

Diagnosa ruptura aorta traumatik sulit ditegakkan di lapanagn, di RS saja sering terlewatkan. Pada keadaan yang sangat jarang, mungkin didapati hipertensi tungkai atas dan pada tungkai bawah pulsasinya berkurang.

Cedera bronkus/trakea

Cedera ini diakibatkan oleh trauma tajam maupun tumpul. Trauma tajam pada jalan napas bagian atas akan berakibat pada pembuluh darah besar dan kerusakan jaringan yang luas. Trauma tumpul mungki memberi gejala yang tersembunyi tetapi sering menyebabkan robekan pada trakea atau cabang utama broncus dekat carina. Gejala yang timbul biasa seperti subkutaneus empisema pada wajah, leher, dada, pneumotoraks dan hemotoraks.

Kontusio jantung

Merupakan lesi yang potensial fatal dari trauma tumpul dada. Energi akan disalurkan melalui sternum ke jantung yang terletak tepat di posteriornya. Kerusakan pada jantung visa meliputi ruptur katub, temponade jantung, bahkan ruptur jantung tetapi yang paling sering adalah memar jantung. Gejala yang timbul akibat memar jantung hampir menyerupai infark miokard akut dan juga sulit dibedakan temponade jantung.

(8)

Dapat timbul dari hentakan keras pada abdomen. Peninggian tekanan intra abdominal yang tiba-tiba seperti pada tendanagn perut, cedera sabuk pengaman, akan merobek diafragma dan organ abdomen akan berniasasi ke rongga dada. Kejadian ini lebih sering sisi kiri daripada kanan karena perlindungan liver pada sisi kanan diafragma. Trauma tajam juga akan membuat defek pada diafragma tetapi cenderung lebih kecil. Cedera esofagus

Cedera ini biasanya oleh trauma penetrasi. Penanganan cedera lain seperti cedera jalan napas atau vaskuler lebih mendapat penekakan daripada cedera esofagus, tetapi ingat jika esofagus ini tidak terdiagnosa akan berakibat fatal. Masuknya kandungan gastrointestinal ke mediastinum bisa berbahaya, bila luka baru < 6-12 jam perbaiki dengan operasi, bila lama drainage agresif (pasang NGT, puasa, diet parentral) antibiotik luas, pelu pemeriksaan esofagosgram/esofagoskopi, efusi pleura perlu metilen biru memastikan apakah disebabkan karena ruptur esofagus.

Kontusio paru

Pemadatan paru karena trauma, timbulnya agak lambat, sehingga pada fase pra RS tidak menimbulkan masalah. Sering terjadi akibat trauma tumpul. Memar paru ini bisa mengakibatkan hipoksemia berat.

E. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita trauma dada; 1. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.

2. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi. 3. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.

4. Dyspnea, takipnea 5. Takikardi

6. Tekanan darah menurun. 7. Gelisah dan agitasi 8. Kemungkinan cyanosis.

(9)

9. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.

10. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.

F. Evaluasi Diagnostik

1.

Pemeriksaan Diagnostik :

a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.

b.

Pa Co2 kadang-kadang menurun.

c. Pa O2 normal / menurun

d. Saturasi O2 menurun (biasanya).

e. Hb mungkin menurun (kehilangan darah).

f.

Toraksentesis : menyatakan darah/cairan

2.

Pemeriksaan Penunjang

a.

X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral).

Pemeriksaan bantuan foto toraks sangat membantu. Bila penderita

memungkinkan untuk foto berdiri dibuat foto PA.

b.

Diagnosis fisik :

1) Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terapi

simtomatik, observasi.

2) Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase

cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan

continues suction unit.

3) Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus

dipertimbangkan thorakotomi

4) Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih

dari 800 cc segera thorakotomi.

(10)

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan a. Airway

Sumbatan saluran nafas merupakan keadaan darurat yang memerlukan respon segera. Kecepatan membebaskan sumbatan jalan nafas adalah hal yang sangat penting. Sumbatan jalan nafas dapat disebabkan oleh : Aspirasi darah, benda-benda asing atau muntahan, serta lidah yang terdorong kebelakang. Hal ini dapat diatasi dengan mengekstensikan leher dan memiringkan korban. Odim farings (tekak) atau larings (pangkal tenggorokan) disebabkan karena menghirup udara panas asap pembakaran. Bila hal ini terjadi, maka trachestomy perlu dilakukan.

Assessment :

 Perhatikan patensi airway  Dengar suara napas

 Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada Management :

 Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan head-till chin-lift dan jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas

 Re-posisi kepala, pasang collar-neck

 Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal) b. Breathing

Bila sistem pernafasan berhenti akibat suatu trauma, maka hal penting yang harus dilakukan ialah memperbaiki system ventilasi dengan segera. Bantuan pernafasan harus diusahakan hingga pernafasan kembali normal.

Assesment:

 Periksa frekwensi napas  Perhatikan gerakan respirasi  Palpasi toraks

 Auskultasi dan dengarkan bunyi napas Management:

(11)

 Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks, open pneumotoraks, hemotoraks, flail chest

c. Circulation 1). Jantung

Bila jantung berhenti berdenyut sebagai akibat tidak langsung dari cedera maka harus segera dilakukan kompresi jantung luar.

2). Perdarahan

Pembalut atau bahan apa saja yang tersedia dapat digunakan untuk menekan secara hati-hati pada luka dan tindakan ini biasanya akan menghentikan perdarahan. bila dari dalam luka terlihat pembuluh darah yang masih terus berdarah maka perdarahan dapat dihentikan secara langsung secara manual atau dengan menggunakan klem arteri bila tersedia. Jangan melakukan klem secara buta. Penekanan pada daerah diatas arteri dapat mengurangi perdarahan sampai dapat dilakukan penghentian perdarahan.

Perdarahan dari vena dapat dikurangi dengan mengangkat bagian tubuh yang terluka. Jarang diperlukan penggunaan turniket karena tindakan tersebut dapat menyelamatkan nyawa tapi juga dapat membahayakan anggota gerak, kecuali bila digunakan dengan benar, yaitu dikendurkan secara berkala setiap jam selama beberapa menit dan dilepaskan bila tersedia fasilitas untuk menghentikan perdarahan secara adekuat. Umumnya turniket hanya digunakan sebagai usaha terakhir dengan segala risikonya. Perdarahan eksternal biasanya dapat dihentikan dengan penekanan secara langsung. Perdarahan eksternal biasanya dapat dihentikan dengan penekanan secara langsung. Perdarahan internal akibat luka tembus tidak dapat dihentikan tanpa dilakukan pembedahan, dan oleh karena itu, pasien ini merupakan prioritas pertama untuk dievakuasi.

Assesment :

 Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi  Periksa tekanan darah

 Pemeriksaan pulse oxymetri

 Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis) Management :

(12)

 Resusitasi cairan dengan memasang 2 IV lines  Torakotomi emergency bila diperlukan

 Operasi Eksplorasi vaskular emergency 2. Penatalaksanaan Medis

a. Konservatif

1). Pemberian analgetik 2) Pemasangan plak/plester 3) Jika perlu antibiotika 4) Fisiotherapy

b. Operatif/invasif

1) Pamasangan Water Seal Drainage (WSD). 2) Pemasangan alat bantu nafas.

3) Pemasangan drain. 4) Aspirasi (thoracosintesis). 5) Operasi (bedah thoraxis)

6) Tindakan untuk menstabilkan dada:

a) Miring pasien pada daerah yang terkena. b) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena

7). Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada kriteria sebagai berikut:

a) Gejala contusio paru

b) Syok atau cedera kepala berat. c) Fraktur delapan atau lebih tulang iga. d) Umur diatas 65 tahun.

(13)

8). Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak mengancam.

9). Oksigen tambahan. H. Komplikasi

1. Surgical Emfisema Subcutis

Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru. Tanda-tanda khas: pembengkakan kaki, krepitasi.

2. Cedera Vaskuler

Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada jantung.

3. Pneumothorak

Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.

4. Pleura Effusion

Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok.

(14)

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian

1. Aktivitas / istirahat

Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat. 2. Sirkulasi

Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.

3. Integritas ego

Tanda : ketakutan atau gelisah. 4. Makanan dan cairan

Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan. 5. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.

Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah. 6. Pernapasan

Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.

Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ;

penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif. 7. Keamanan

Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan. 8. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.

(15)

B. Masalah Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.

2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.

5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.

6. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma

C. Rencana Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.

Tujuan : Pola pernapasan efektive. Kriteria hasil :

a. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive. b. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru. c. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Intervensi :

a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.

R : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.

b. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.

(16)

stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.

c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. R : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan

mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.

R : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.R : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.

f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam : 1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.

R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.

2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.

R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.

3) Observasi gelembung udara botol penempung.

R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dengan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.

4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.

(17)

R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.

5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.

R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.

g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi ; Pemberian antibiotika.

Pemberian analgetika. Fisioterapi dada. Konsul photo toraks.

R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

Tujuan : Jalan napas lancar/normal Kriteria hasil :

a. Menunjukkan batuk yang efektif.

b. Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan. c. Klien nyaman.

Intervensi :

a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. Pernapasan.

R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.

R : Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.

1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. R : Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.

(18)

2) Lakukan pernapasan diafragma.

R : Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.

3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.

4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.

R : Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.

c. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.

R : Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien. d. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan

hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.

R : Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.

e. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.

R : Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.

f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. Pemberian expectoran.

Pemberian antibiotika. Fisioterapi dada. Konsul photo toraks.

R : Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

(19)

3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.

Tujuan : Nyeri berkurang/hilang. Kriteria hasil :

a. Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.

b. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri. c. Pasien tidak gelisah.

Intervensi :

a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.

R: Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.

1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase. R: Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.

2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.

R: Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan. b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang

nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.

R: Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.

c. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.

R: Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

d. Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik.

(20)

e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.

R: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.

Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai. Kriteria Hasil :

a. tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. b. luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. Intervensi :

a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.

R: mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.

b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.

R: mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi. c. Pantau peningkatan suhu tubuh.

R: suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.

d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.

R: tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.

e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement. R: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.

(21)

f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.

R: balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.

g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

R: antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.

Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. Kriteria hasil :

a. penampilan yang seimbang.

b. melakukan pergerakkan dan perpindahan.

c. mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik : 0 = mandiri penuh

1 = memerlukan alat Bantu.

2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.

3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu. 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas. Intervensi :

a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan. R: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

R: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.

c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu. R: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.

(22)

d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif. R: mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

R: sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

6. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.

Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol. Kriteria hasil :

a. tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. b. luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. Intervensi :

a. Pantau tanda-tanda vital.

R: mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat. b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

R: mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.

c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.

R: untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial. d. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth .2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah. Edisi 8 Volume

3.Jakarta : EGC.

Doenges E. Marilynn .2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Jakarta : EGC

Carpenito, Lynda Juall – Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC.

Jakarta.

Gallo, and Huddack. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume II .Jakarta :

EGC.

Price A. Sylvia & Wilson M. Lorraine .2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses

Penyakit Edisi 4 Buku II. Jakarta : EGC.

Satyanegara; Editor, L. Djoko Lestiono.Ilmu Bedah Syaraf Edisi III. Jakarta :

Garamedia Pustaka Utama.

Trauma Thoraks dalam

http://nurse87.wordpress.com/2009/04/28/asuhan-keperawatan-trauma-dada/

diakses tanggal 01 juli 2009

Kegawatdaruratan

Trauma

Dada

dalam

http://ruslanpinrang.blogspot.com/2008/03/trauma-thorax-trauma-dada-bagian-i.html

diakses tanggal 01 juli 2009

Penatalaksanaan Trauma Dada dalam

http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/07/askep-trauma-dada.html

diakses tanggal 02 juli

2009

Asuhan Keperawatan Trauma Kapitis dalam

file:///G:/yaya%20(130609)/refarat/Askep

%20pada%20Trauma%20Kapitis%20%C2%AB%20Nurseview.htm

diakses

tanggal 22 juni 2009

Konsep Medis Trauma Dada dalam

http://indonesiannursing.com/2008/05/25/asuhan-keperawatan-trauma-toraks/

diakses tangggal 02 juli 2009

Referensi

Dokumen terkait

Untuk membandingkan ketiga Indikator multikolinearitas keseluruhan, dan indikator individu dilakukan simulasi komparasi, adapun tujuan dan penggunaan simulasi ini adalah

Maka dalam hal ini penulis melakukan penelitian lebih dalam tentang perilaku konsumsi mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Antasari Banjarmasin dengan perbandingan

Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan.Bayi mengalami demam ringan

Praktik perjanjian jaminan fidusia dalam pembelian kendaraan bermotor antara debitor dengan kreditor hanya dilakukan di bawah tangan tanpa adanya peran

Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan, pada proses ini bisa dilakukan tanpa tambahan bahan kimia bila ukurannya

Variabel kualitas pelayanan manakah diantara kondisi fisik (tangible), kemudahan (emphaty), keandalan (reliability), kesigapan (responsiveness) dan jaminan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan, serta bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian, khususnya mengenai gambaran

digunakan dalam penelitian ini diketahui bahwa semua variabel partisipasi anggaran , kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran, kesulitan tujuan