• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik yang baru disahkan pada tanggal 30 April 2008.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik yang baru disahkan pada tanggal 30 April 2008."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

MODERNISASI PERADILAN DALAM ABAD KETERBUKAAN (Sebuah Paradigma Menuju Peradilan Yang Baik)

Oleh : Deni Heriansyah, S.Ag

(Calon Hakim pada Pengadilan Agama Cilegon)

Abad kedua puluh satu dalam milenium ketiga saat ini, identik dengan abad keterbukaan (the century of transparency). Indikatornya adalah begitu merebaknya penggunaan dunia maya (baca : situs internet) untuk mengakses berbagai informasi yang diinginkan. Tak dapat disangkal, kemajuan teknologi di bidang informasi memang meniscayakan keterbukaan. Dalam kancah dunia global dewasa ini, segala kejadian dan peristiwa di berbagai belahan dunia dapat dengan mudah diketahui hanya dalam waktu relatif singkat. Tidak ada satu pun negara yang dapat mengisolir dirinya dari kancah pergaulan dunia internasional. Dengan demikian, keterbukaan adalah suatu keharusan dan merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi bila ingin mengikuti trend jaman yang sedang berjalan.

Kebijakan progresif Mahkamah Agung yang menunjukkan concern yang tinggi dari institusi ini terhadap keterbukaan adalah Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 144/KMA/SK/VII/2007 Tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan yang efektif sejak tanggal 28 Agustus 2007. 1

Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka tidak ada lagi alasan untuk menghambat arus informasi kepada publik, dan tentu saja tidak boleh ada lagi keluhan mengenai keterbukaan. Walaupun, perlu dipahami bahwa ada batas-batas keterbukaan, baik yang menyangkut tatanan administrasi, ketertiban umum, maupun kepentingan pihak yang berperkara.

MODERNISASI PERADILAN

Gagasan tentang modernisasi mencuat ke permukaan ketika digelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Akbar Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berlangsung dari tanggal 3 sampai dengan 7 Agustus 2008 yang lalu, di Ancol Jakarta, yang mengusung tema “Modernisasi Pengadilan Indonesia”.2

Dalam tulisan ini, walaupun belum komprehensif, akan dipaparkan mengenai modernisasi peradilan3, khususnya modernisasi Peradilan Agama.

1

Keputusan Ketua Mahkamah Agung ini lebih terdahulu delapan bulan daripada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik yang baru disahkan pada tanggal 30 April 2008.

2

Term Pengadilan memiliki beberapa makna, yaitu : dewan atau majelis yang mengadili perkara, proses mengadili, keputusan hakim, sidang hakim ketika mengadili perkara, dan rumah (bangunan) tempat mengadili perkara. Lihat Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka: Jakarta, 2002), Edisi III, Cet. II, H. 8

3

Peradilan berarti segala sesuatu mengenai perkara pengadilan. Lihat Ibid, H. 8

(2)

Modernisasi adalah sebuah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini.4 Sedangkan Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam, yang kekuasaan kehakimannya dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama dan berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. 5

Dengan demikian, modernisasi Peradilan Agama dapat dimaknai sebagai :

a. Sebuah proses pergeseran sikap dan mentalitas aparat Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini.

b. Sebuah proses pergeseran performa dan tatanan institusi Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama untuk tetap eksis sesuai dengan tuntutan masa kini.

Pergeseran sikap, mentalitas, dan performa dimaksud, tentu saja bermakna pergeseran yang bersifat progresif. Asas modernisasi Peradilan Agama, sejalan dengan adagium berbahasa Arab : ا   او   ا   ا    ا , artinya, ” Sikap, mentalitas, dan performa lama yang baik tetap dipertahankan, namun selalu terbuka untuk menerima perubahan baru yang lebih baik dan lebih relevan dengan tuntutan zaman.”

Dalam perspektif Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pengadilan yang modern adalah pengadilan yang maju, memiliki kualitas yang tinggi, efektif, dan efisien dalam menjalankan misinya, dan memberikan pelayanan terbaik dalam proses pengadilan itu. 6

Lebih lanjut, Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., MCL, menyebutkan ada dua kondisi yang harus dimiliki menuju pengadilan modern, yaitu :

1. Ketersediaan Sumber Daya Manusia yang cakap, terampil, berintegritas, berkepribadian, dan kreatif.

2. Ketersediaan sistem management yang tidak hanya berorientasi pada efisiensi, efektifitas, dan produktif, tapi juga didasari oleh sistem pelayanan yang akuntabel. Semua unsur management harus diserahkan dan berfungsi memberikan pelayanan terbaik dan akuntabel.7

MODERNISASI DAN PERADILAN YANG BAIK

Hemat penulis, sejatinya tujuan modernisasi peradilan tak lain adalah untuk mewujudkan peradilan yang baik (court excellence). Peradilan yang baik dapat terwujud apabila memiliki sepuluh nilai dasar (core values) dan memenuhi tujuh area (seven

4

Ibid., H. 751

5

Lihat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Pasal 1 poin 1 dan Pasal 3.

6

Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung RI dengan Jajaran Pengadilan Empat Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia, Tanggal 4 Agustus 2008 di Jakarta.

7

Sambutan Ketua Mahkamah Agung pada Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung RI dengan Jajaran Pengadilan Empat Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia, Tanggal 4 Agustus 2008 di Jakarta.

(3)

areas) seperti yang telah ditetapkan dalam kerangka kerja internasional untuk peradilan yang baik (International Framework for Court Excellence, disingkat IFCE ).8

Nilai-nilai dasar tersebut adalah : perlakuan yang sama di depan hukum (equality before the law), kejujuran (fairness), tidak memihak (impartiality), kebebasan dalam membuat putusan (independence of decision making), kemampuan (competence), berintegritas (integrity), terbuka (transparancy), mudah dikunjungi (accessibility), tepat waktu (timeliness), dan kepastian (certainty).

Sedangkan tujuh area (seven areas) dimaksud adalah : kepemimpinan dan manajemen pengadilan (court management and leadership), kebijakan pengadilan (court policies), sumber daya pengadilan : personil, materil, dan keuangan (human, material, and financial resources), proses persidangan (court proceeding), kepuasan pencari keadilan ( client needs and satisfaction), biaya terjangkau dan akses ke pengadilan (affordable and accessible court service), dan kepercayaan masyarakat (public trust and confidence).

Mengacu kepada definisi modernisasi di muka, dihubungkan dengan nilai-nilai dasar dan tujuh area di atas, serta dikaitkan pula dengan pendapat Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., MCL tentang pra kondisi pengadilan modern, maka wacana modernisasi peradilan dapat dirinci sebagaimana tersebut di bawah ini.

MODERNISASI APARAT

Hemat penulis, untuk tetap eksis sesuai dengan tuntutan terkini masyarakat pencari keadilan dalam abad keterbukaan sekarang ini, seluruh aparat Peradilan Agama dituntut untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Meningkatkan kemampuan dan kualitas keilmuan, terutama berkaitan dengan hukum acara dan hukum materil yang erat kaitannya dengan kewenangan Peradilan Agama9 dan berkomitmen menerapkannya secara konsekuen , sehingga dapat memberikan jawaban dan solusi yang memuaskan dalam bingkai kebenaran dan keadilan terhadap segala persoalan hukum Islam kontemporer bagi para pencari keadilan.

2. Menjaga integritas sebagai aparat penegak hukum, tetap setia dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas. Memiliki keberanian menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengedepankan tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dan selalu berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik.

8

Hasil kesepakatan internasional dalam suatu konfrensi di Sydney Australia yang dilaksanakan dari tanggal 21 s.d. 23 September 2008 oleh sebuah konsorsium yang bernama Court Quality Forum (CQF)

9

Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, masalah ekonomi syari’ah menjadi kewenangan absolut Peradilan Agama (Pasal 49). Lihat Pula Pasal 55 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah.

(4)

3. Berupaya memperbaiki performa diri, berpenampilan elegan, bersikap ramah dan sopan, serta selalu memperlihatkan wajah berseri 10 manakala berhadapan dengan para pencari keadilan. Kesemuanya itu bila dilakukan dengan penuh keikhlasan dari dalam hati, akan mampu memberikan kepuasan tersendiri bagi para pencari keadilan ( client needs and satisfaction), walaupun dalam kenyataan nantinya, putusan majelis hakim tidak selalu persis sama dengan apa yang dituntut oleh mereka.

4. Berupaya untuk selalu mengikuti perkembangan IPTEK, terutama teknologi informasi, dan mengaplikasikannya secara positif untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas perkantoran. Dalam abad keterbukaan ini, tidak boleh ada lagi aparat Peradilan Agama yang buta komputer dan internet.

5. Berupaya terus mengembangkan kreatifitas, membentuk diri menjadi manusia yang selalu berfikir ke depan (future oriented). Tidak pernah berhenti untuk berpikir dan selalu bergiat untuk melakukan pembaharuan.

MODERNISASI INSTITUSI

Sebagai sebuah institusi negara pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam yang dibentuk berdasarkan undang-undang11 sebagai sarana untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia, dalam abad keterbukaan ini, Peradilan Agama dituntut, selain harus memperindah performa dan sedapat mungkin mampu membantu pencari keadilan dalam mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan12, juga harus bisa memperbaiki tatanan dalam upaya mewujudkan proses peradilan yang transparan, demi menjamin akuntabilitas publik terhadap penyelenggaraan peradilan tersebut.

Untuk itu, Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Agama dituntut untuk dapat bersikap terbuka (transparency), mudah dikunjungi (accessibility), tepat waktu (timeliness), dan memberikan kepastian (certainty) kepada para pencari keadilan.13 Semaksimal mungkin, mampu memberikan kepuasan kepada para pencari keadilan dengan melakukan pelayanan terbaik (service excellence).

Langkah-langkah yang harus diambil untuk mewujudkan hal tersebut adalah : 1. Untuk mewujudkan keterbukaan, setiap Pengadilan Agama dan Pengadilan

Tinggi Agama harus menyediakan informasi yang bersifat terbuka dan dapat

10

Dalam Islam sekedar wajah berseri dengan seulas senyuman pun merupakan kebaikan yang tak boleh dipandang remeh, Rasulullah saw telah berpesan :  ﺝ ك أ # نأ و %& فو() ا *ﻡ ن(# ,

11

Lihat Pasal 3 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

12

Pasal 5 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

13

Empat dari sepuluh nilai dasar (core values) yang harus dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi peradilan yang baik.

(5)

diakses oleh publik14, meliputi : gambaran umum pengadilan berupa fungsi, tugas, yurisdiksi, dan struktur organisasi; gambaran umum proses beracara di pengadilan; hak-hak pencari keadilan dalam proses peradilan; biaya yang berhubungan dengan proses penyelesaian perkara serta biaya hak-hak kepaniteraan sesuai dengan kewenangan, tugas, dan kewajiban pengadilan; putusan dan penetapan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; agenda sidang (Pengadilan Agama); agenda sidang pembacaan putusan (Pengadilan Tinggi Agama); mekanisme pengaduan dugaan pelanggaran yang dilakukan hakim dan pegawai; dan hak masyarakat serta tata cara untuk memperoleh informasi di pengadilan.15 Untuk itu perlu ditunjuk penanggung jawab dan petugas informasi dan dokumentasi.16

2. Agar mudah dikunjungi, harus diupayakan agar kantor Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama berlokasi di jalan raya utama, atau setidaknya di tempat yang mudah dilalui angkutan umum, sehingga masyarakat pencari keadilan tidak kesulitan dan tidak harus banyak mengeluarkan biaya untuk dapat sampai di kantor Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama guna memperoleh keadilan yang mereka harapkan.

3. Demi mewujudkan ketepatan waktu (timelines) dan memberikan kepastian (certainty) kepada para pencari keadilan dalam proses berperkara, perlu dibuat dan dilaksanakan secara konsisten Standard Operating Procedure (SOP) berperkara di lingkungan Peradilan Agama, yaitu sebuah ketentuan tentang tatacara lazim proses beracara di Peradilan Agama dengan limit waktu yang telah ditentukan. Bila SOP ini dapat berjalan dengan lancar, para pencari keadilan akan dapat merasakan indahnya efisiensi dan efektivitas memperoleh keadilan di Peradilan Agama.

Sebagai penutup, kiranya perlu digarisbawahi, bahwa ada dua hal utama dalam modernisasi peradilan yang sedang kita upayakan, yaitu : pertama, perlunya kita bersikap terbuka untuk menerima dan mengikuti perubahan ke arah yang lebih baik, dan kedua, sebuah keharusan untuk meningkatkan pelayanan terbaik (service excellence) kepada masyarakat pencari keadilan dengan memanfaatkan berbagai fasilitas modern sebagai hasil kemajuan di bidang IPTEK.

Akhirnya, kita semua tentu berharap, dengan jiwa dan semangat modernisasi, akan terwujud institusi Peradilan Agama modern dengan performa yang lebih elok, bermartabat, dihormati, dipercayai, dan mampu memenuhi tuntutan terkini masyarakat pencari keadilan. So, Let’s go to the change, to the best …for our institution …

14

Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 144/KMA/SK/VIII/2007, Pasal 3 Ayat 1

15

Ibid., Pasal 6 Ayat 1

16

Referensi

Dokumen terkait

BAB II Pola asuh orang tua dan kecerdasan spiritual. Kecerdasaan spiritual meliputi pengertian kecerdasaan spiritual, ciri-ciri kecerdasaan spiritual, fungsi

Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu perubahan yang dialami seseorang dalam hidupnya sebagai suatu proses yang sedang berlangsung, atau sebagai

Buku Panduan Mahasiswa (BPM) Blok 4.7.14 ini terdiri dari beberapa mata ajar yang tidak terintegrasi yang terhimpun dalam blok ini, antara lain mata ajar Ilmu Kesehatan Gigi

sebelum melanjutkan ke langkah pendaftaraan , kamu harus tahu terlebih dahulu paket internet telkomsel flash yang bisa di gunakan , pilih dari beberapa paket berikut

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh metode pelapisan TiO 2 pada kaca ITO sebagai elektroda kerja dengan membandingkan hasil pengukuran arus dan tegangan pada

Namun, proses yang paling berpengaruh terhadap peningkatan minat beli sampo Pantene adalah dengan daya tarik iklan yang mempengaruhi efektivitas iklan sebagai

Setelah melakukan uji banding pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan melakukan uji kesamaan proporsi dan uji kesamaan dua rata-rata, diperoleh hasil bahwa: proporsi

Interakcije liganada i receptora mogu se promatrati različitim tehnikama koje se mogu temeljiti na detekciji promjenanparametara NMR receptora ili liganda uslijed