• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan pendapatan, kualitas hidup, dan kapabilitas ekonomi penduduknya. Pembangunan memiliki jangkauan yang luas dan mengutamakan alokasi sumber daya yang langka secara efisien, berkepanjangan, dan sejalan dengan mekanisme ekonomi, sosial, politik dan kelembagaan antar a sektor publik dan privat.

Pada tahun 1950 hingga 1960, banyak Negara berkembang mencapai target pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun kualitas hidup masyarakatnya tidak mengalami perubahan. Para ekonom menyadari terdapat suatu kesalahan dalam mendefinisikan pembangunan. Para ekonom dan pengambil kebijakan mencari solusi untuk memecahkan masalah terhadap meluasnya kemiskinan, ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin melebar, dan meningkatnya pengangguran. Pada tahun 1970an para ahli ekonomi pembangunan mendefinisikan kembali pembangunan ekonomi dalam terminologi pengurangan atau penghapusan kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran dalam koteks pertumbuhan ekonomi yaitu dengan melakukan redistribusi pertumbuhan(Todaro, 2009 : 15).

Untuk mengetahui tingkat kemajuan pembangunan ekonomi suatu negara atau daerah diperlukan indikator pembangunan agar dapat membandingkan

(2)

tingkat kemajuan pembangunan dan mengetahui corak pembangunan antar negara atau wilayah. Indikator pembangunan tersebut terbagi atas indikator ekonomi, sosial, dan politik. Indikator ekonomi atau moneter pembangunan adalah pendapatan per kapita masyarakat di negara atau wilayah tersebut. Indikator sosial berupa tingkat pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup masyarakat. Sedangkan indikator politik adalah proses demokrasinya. Sebuah kajian yang dilakukan United Nations Support Facility for Indonesia Recovery (UNSFIRS) pada tahun 2000, menunjukkan adanya keterkaitan antar a ketiga indikator tersebut. Pembangunan manusia berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui proses demokrasi (Kuncoro, 2003:35).

Proses perjalanan politik dan ekonomi Indonesia yang dinamis selama beberapa tahun terakhir telah mengantar kan Indonesia menuju reformasi sistem kelembagaan. Sistem penyelenggaraan Negara yang semula sentralistik berubah menjadi sistem desentralistik, atau yang lebih dikenal dengan sebutan otonomi daerah. Otonomi daerah yang dilaksanakan per 1 Januari 2001 telah memberikan peran yang lebih besar kepada pemerintah dan para pelaku ekonomi daerah dalam mengelola dan mempercepat proses terwujudnya kesejahteraan masyarakat, melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia..

(3)

Tujuan pelaksanaan otonomi daerah adalah untuk mengurangi ketimpangan antar daerah yang semakin melebar saat masa sentralistik (sebelum reformasi) berlangsung. Pada saat itu pembangunan cenderung dipusatkan di Pulau Jawa, atau di daerah-daerah yang cenderung dekat dengan pusat pemerintahan dan jalur perdagangan. Melalui pelaksanaan otonomi daerah, setiap daerah diharapkan dapat mengoptimalkan pengelolaan sumber daya daerahnya dengan mengutamakan kebutuhan daerah tersebut yang selama ini tidak dapat terakomodir secara maksimal seperti saat pengelolaannya masih terpusat. Pengoptimalan ini dilakukan salah satunya dengan perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang lebih matang dan tepat sasaran.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah Daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2005:19). Regulasi mengenai pemerintahan daerah diatur dalam UU No. 22 dan UU No. 25 tahun 1999 yang kemudian diamandemen menjadi UU No. 32 tahun 2004. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan perekonomian setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan demi kesejahteraan masyarakat daerah tersebut.

(4)

Pembangungan ekonomi di suatu daerah akan berbeda dengan daerah lainnya walaupun dilakukan dalam periode yang sama. Perbedaan ini terjadi karena banyak faktor diantar anya, adanya perbedaan kandungan sumber daya alam, kondisi demografis dan tingkat kelancaran mobilitas barang dan jasa antar wilayah. Perbedaan tersebut juga mengakibatkan perbedaan kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan proses pembangunan di daerahnya. Kecenderungan proses pembangunan yang berbeda akan mempengaruhi keputusan investor untuk menanamkan investasinya. Investor akan cenderung untuk berinvestasi pada pusat pertumbuhan, dan hal ini akan menyebabkan kesenjangan atau ketimpangan antar daerah yang semakin lebar.

Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah yang semakin bertambah lebar akan berimplikasi pada tingkat kesejahteraan masyarakat pada daerah yang bersangkutan. Implikasi yang ditimbulkan berupa kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat yang berada di wilayah relatif miskin atau terbelakang (underdeveloped region) dengan masyarakat di wilayah relatif kaya atau maju (developed region). Kecemburuan ini dapat berlanjut menjadi masalah politik dan dapat menyebabkan terganggunya keamanan dalam masyarakat (Syafrizal, 2012).

Sejumlah pendapatan yang diterima oleh tiap masyarakat sangat berkaitan dengan masalah merata atau tidaknya distribusi pendapatan tersebut. Oleh karena itu pemerataan pendapatan adalah masalah yang penting dalam pembangunan. Di dalam trend distribusi pendapatan, ketimpangan distribusi pendapatan memiliki

(5)

banyak dimensi, seperti ketimpangan kota dan desa, ketimpangan antar wilayah, ketimpangan interpersonal, dan ketimpangan antar kelompok sosial ekonomi (Kuncoro, 2003).

Penelitian ini akan meneliti mengenai ketimpangan distribusi pendapatan antar kabupaten di Provinsi Jawa Timur sebelum dan setelah dilaksanakannya otonomi daerah dengan periode 1987 hingga 2014. Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 Kota. PDRB Provinsi Jawa Timur disumbang oleh 9 sektor, yaitu Pertanian; Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; Listrik, Gas, dan Air Bersih; Konstruksi; Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Pengangkutan dan Komunikasi; Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan; dan Jasa-Jasa.

Permasalahan ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi Jawa Timur ini menarik untuk diteliti dengan alasan :

1. Provinsi Jawa Timur memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dengan PDRB terbesar kedua setelah DKI Jakarta. Pangsa PDRB Jawa Timur terhadap PDRB Indonesia pada tahun 2014 sebesar 14,40 persen. Besarnya nilai tambah yang dihasilkan di Jawa Timur tidak terlepas dari peran 38 kabupaten/kota dengan potensi ekonomi, geografis dan sosial budaya yang berbeda antar wilayah. Perbedaan sumber daya tersebut menyebabkan perbedaan pertumbuhan ekonomi pada setiap daerah, perbedaan pertumbuhan ekonomi yang terlalu lebar menyebabkan ketimpangan di Provinsi Jawa Timur.

(6)

Data ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota untuk masing-masing provinsi di Wilayah Jawa-Bali dari tahun 2007-2011 yang ditunjukan pada Tabel 1.1, menunjukan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki tingkat ketimpangan pembangunan yang tinggi. Sementara untuk provinsi lainnya DKI Jakarta, Jawa Barat, DI. Yogyakarta, Banten dan Bali termasuk kategori kelompok ketimpangan sedang (Bappenas, 2013).

Tabel 1.1

Indeks Willamson menurut Provinsi di Wilayah Jawa-Bali, Tahun 2007-2011

Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010* 2011** DKI Jakarta 0,50 0,52 0,53 0,53 0,53 Jawa Barat 0,58 0,61 0,56 0,56 0,60 Jawa Tengah 1,04 1,10 1,07 1,05 1,05 D.I. Yogyakarta 0,47 0,48 0,48 0,49 0,49 Jawa Timur 1,11 1,10 1,10 1,10 1,11 Banten 0,57 0,63 0,72 0,65 0,64 Bali 0,33 0,33 0,35 0,34 0,35

Sumber : Data BPS tahun 2012, diolah Bappenas 2012.

Kondisi perekonomian Provinsi Jawa Timur yang tidak lepas dari ketimpangan antar daerah di dalam provinsi tersebut. Variasi pertumbuhan ekonomi

(7)

dan kontribusi kabupaten/kota dalam PDRB Provinsi Jawa Timur tercermin pada Gambar 1.1. Pada gambar tersebut terlihat beberapa kabupaten/kota yang pertumbuhan ekonominya berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur, namun juga terdapat beberapa kabupaten/kota yang pertumbuhan ekonominya jauh di bawah rata-rata pertumbuhan Provinsi Jawa Timur. Sebanyak 13 kabupaten/kota memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan Jawa Timur, sementara 25 kabupaten/kota lainnya pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan Jawa Timur.

Gambar 1.1

Pertumbuhan Ekonomi dan Kontribusi Kabupaten/Kota dalam PDRB Jawa Timur Tahun 2014

(8)

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sejak tahun 2001, khususnya di Provinsi Jawa Timur. Implementasi otonomi daerah yaitu berupa pendelegasian “kewenangan” dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengelola aktifitas administrasi dan keuangannya sendiri. Otonomi daerah merupakan instrumen penting untuk mengurangi angka ketimpangan di Indonesia khususnya di Provinsi Jawa Timur. Untuk itu dapat diukur tingkat kesenjangan distribusi pendapatan sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah di Provonsi Jawa Timur. Apakah pelaksanaan otonomi daerah dapat mengurangi kesenjangan distribusi pendapatan atau malah sebaliknya.

Ketimpangan distribusi pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur haruslah menjadi salah satu pertimbangan dalam perencanaan pembangunan. Isu ketimpangan distribusi pendapatan antar daerah berkaitan dengan upaya pengentasan kemiskinan, percepatan pertumbuhan ekonomi, dan harmonisasi sosial. Berdasarkan sejumlah uraian latar belakang di atas, maka begitu menarik untuk diteliti mengenai “Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan Antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun 1987- 2014”.

1.2 Rumusan Masalah

Data Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur tahun 1987 hingga 2014 menunjukkan bahwa Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita dari 29 kabupaten dan 9 kota di Provinsi Jawa Timur bervariasi. Hal ini mengindikasikan masih terdapat kesenjangan pendapatan yang ditunjang oleh perbedaan potensi antar daerah yang dimiliki baik potensi sumber daya alam,

(9)

potensi sumber daya manusia maupun infrastruktur yang ada. Dengan perbedaan potensi daerah tersebut, kesenjangan antar derah juga semakin besar, baik kesenjangan dalam pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan asli daerah. Demikian juga masih terdapat kesenjangan nonekonomi lainnya seperti pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, birokrasi dan jasa- jasa lainnya. Pembahasan ketimpangan wilayah dalam pembangunan membutuhkan data dalam jangka waktu yang panjang. Kebutuhan ini berkaitan dengan pandangan teoritis, bahwa ketimpangan terikait dengan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang(Agusta, 2014).

Dari uraian di atas, maka permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana klasifikasi daerah berdasarkan Tipologi Klassen antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah?

2. Bagaimana ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi Jawa Timur sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan analisis Indeks Theil?

3. Bagaimana ketimpangan distribusi pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan analisis Indeks Bonet?

(10)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah:

a. Mengetahui klasifikasi daerah berdasarkan Tipologi Klassen antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah.

b. Mengetahui ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi Jawa Timur sebelum dan sesudah dilaksanakannya otonomi daerah dengan Indeks Theil. c. Mengetahui ketimpangan distribusi pendapatan antar kabupaten/kota di

Provinsi Jawa Timur sebelum dan sesudah dilaksanakannya otonomi daerah dengan Indeks Bonet.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: a. Pemerintah Daerah

Sebagai bahan masukan untuk menyempurnakan kebijakan dan rencana strategis pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah secara lebih terarah, khususnya yang berhubungan dengan masalah ketimpangan distribusi pendapatan di wilayah Provinsi Jawa Timur.

b. Akademisi

Sebagai bahan informasi yang dapat digunakan bagi penelitian selanjutnya, memperkaya studi-studi mengenai ketimpangan dan ekonomika pembangunan daerah.

(11)

Sebagai sarana bagi penulis untuk menerapkan dan mengaplikasikan teori-teori yang telah dipelajari.

1.5 Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini membahas latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan landasan-landasan teori yang relevan dengan masalah yang diteliti beserta penelitian-penelitian yang terdahulu. Serta menguraikan metodologi penelitian yang digunakan. Pada bagian ini, dijelaskan mengenai deskripsi data, dan metode analisis.

BAB III : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang deskripsi obyek penelitian dan hasil temuan penelitian. Hasil temuan penelitian adalah jawaban atas seluruh pertanyaan penelitian yang telah disebutkan dalam Bab I.

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN

Referensi

Dokumen terkait

Pola pengasuhan anak tidak mempengaruhi kenaikan status gizi balita, hal ini sesuai dengan penelitian oleh Supardi Ardiansyah, 2012 di Kabupaten Kepulauan Selayar bahwa

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).

Modul ini dikembangkan dengan tujuan agar mahasiswa mengerti, memahami masalah Penggunaan Obat yang Rasional ( POR ); memahami dan berkemampuan cara mengidentifikasi masalah POR;

Sebuah studi kualitatif terhadap 7 perempuan yang mengalami KDRT di Palu menunjukkan bahwa pihak perempuan (istri) memilih untuk bercerai lebih karena suami memiliki wanita

Dari data wawancara yang dilakukan peneliti terhadap informan mengenai bagaimana WhatsApp dapat meningkatkan disiplin belajar pada mahasiswa Fakultas Ekonomi dan

Tepung tapioka yang dibuat dalam pembuatan stik ini sangat tinggi mengandung karbohidrat upaya untuk meningkatkan kandungan gizinya maka perlu ditambahkan kandungan

Hasil kerja kelompok dipresentasikan dalam kelas pada hari tutorial (lihat jadwal kegiatan pada dokumen RKPS bagian B.2 yang melengkapi Modul Mata Kuliah Metode Penelitian Sosial dan

Hubungannya sementara itu dalam Pasal 37A khususnya ayat (3), menjelaskan bahwa sistem terbalik menurut Pasal 37 berlaku dalam hal pembuktian tentang sumber