• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

4

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

POHON BINTARO (Cerbera odollam Gaertn)

Bintaro (Gambar 1) termasuk tumbuhan mangrove yang berasal dari daerah tropis di Asia, Australia, Madagaskar, dan kepulauan sebelah barat samudera pasifik. Pohon ini memiliki nama yang berbeda di setiap daerah, seperti othalanga Maram dalam bahasa Malayalam yang digunakan di Kerala, India; arali kattu di negara bagian selatan India Tamil Nadu; famentana, kisopo, samanta atau tangena di Madagaskar; dan pong-pong, buta-buta, bintaro atau nyan di Asia Tenggara (Gaillard et al. 2004).

Pohon bintaro mempunyai nama latin Cerbera odollam Gaertn, termasuk tumbuhan non pangan atau tidak untuk dimakan. Dinamakan Cerbera karena bijinya dan semua bagian pohonnya mengandung racun yang disebut “cerberin” yaitu racun yang dapat menghambat saluran ion kalsium di dalam otot jantung manusia, sehingga mengganggu detak jantung dan dapat menyebabkan kematian. Bahkan asap dari pembakaran kayunya dapat menyebabkan keracunan. Walaupun begitu, pohon bintaro juga memiliki banyak potensi, antara lain kulit buah bintaro yang berserat dapat digunakan sebagai bahan baku papan partikel atau dapat dijadikan sebagai bahan bakar secara langsung atau diubah menjadi briket untuk bahan bakar tungku sedangkan minyak biji bintaro dapat dijadikan sebagai salah satu sumber energi alternatif yaitu biodiesel. Potensi ini juga didukung karena pohon bintaro menghasilkan buah sepanjang tahun dan keberadaan pohon bintaro sangat banyak karena digunakan sebagai tanaman penghijauan dan sebagai penghias taman kota serta tidak membutuhkan pemeliharaan khusus (Purwanto 2011).

Gambar 1.Pohon bintaro Taksonomi pohon bintaro :

Kingdom : Plantae - Plants

(2)

5 Superdivision : Spermatophyta - Seed plants

Division : Magnoliophyta - Flowering plants Class : Magnoliopsida - Dicotyledons Subclass : Asteridae

Order : Gentianales

Family : Apocynaceae - Dogbane family Genus : Cerbera L.

Species : Cerbera odollam Gaertn.

Pohon bintaro memiliki daun, bunga, buah dan biji (Gambar 2) yang unik. Daun bintaro bentuknya memanjang, simetris dan menumpul pada bagian ujung dengan ukuran bervariasi, tetapi rata-rata memiliki panjang 25 cm. Tersusun secara spiral, terkadang berkumpul pada ujung roset. Bunga bintaro terdapat pada ujung pedikel simosa dengan lima petal yang sama atau disebut pentamery. Korola berbentuk tabung dan ada warna kuning pada bagian tengahnya. Buah bintaro berbentuk bulat dan berwarna hijau pucat dan ketika tua akan berwarna merah. Buah bintaro merupakan buah drupa (buah biji) yang terdiri dari tiga lapisan yaitu epikarp atau eksokarp (kulit bagian terluar buah), mesokarp (lapisan tengah berupa serat seperti sabut kelapa) dan endokarp (biji yang dilapisi kulit biji atau testa) (Mulyani 2007). Menurut Desrial (2011) di dalam buah bintaro muda terdapat kandungan racun sianida, tetapi mudah sirna jika terpapar sinar matahari.

a b

c d

e f

Gambar 2. Bagian-bagian dari pohon bintaro (a) daun, (b) bunga, (c) buah dengan kulit, (d) buah tanpa kulit, (e) biji dengan kulit biji dan (f) biji tanpa kulit biji

(3)

6 Biji bintaro berbentuk bulat pipih seperti telur, berwarna putih dengan ukuran sekitar 2 cm x 1.5 cm dan terdiri dari dua bagian cross-matching berdaging putih. Setelah buah bintaro mengalami proses pengupasan dan terkena udara bebas, warna biji akan berubah menjadi abu-abu gelap dan akhirnya cokelat atau hitam. Biji bintaro banyak mengandung senyawa saponin steroid yaitu cerleasida A, 17 7-α-neriifolin, 17-β-neriifolin, cerberin, dan 2‟-O-asetil cerleasida A (Oesman et al. 2010). Biji bintaro mengandung minyak yang cukup banyak yaitu sekitar 43-64% (Imahara et al. 2006) sehingga berpotensi sebagai bahan baku biodiesel. Minyak biji bintaro dapat dilihat pada Gambar 3 sedangkan komposisi kimia minyak bintaro dapat dilihat pada Tabel 3.

Gambar 3. Minyak biji bintaro

Tabel 3. Komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji bintaro

Asam Lemak Nama Sistematik Hasil Analisis (%)

Palmitat Heksadekanoat 17,67

Palmitoleat cis-9-heksadekenoat 4,91

Stearat Oktadekanoat 4,38

Elaidat tr-9-oktadekenoat 8,54

Oleat cis-9-oktadekenoat 34,02

Linolelaidat Tr-9,12-oktadekadienoat 4,49

Linoleat cis-9,12-oktadekadienoat 16,74

ὰ-Linolenat cis-9,12,15-oktadekatrienoat 0,40

Total asam lemak 89,98

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa minyak bintaro memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi sehingga memiliki titik leleh yang rendah dan minyak akan berbentuk cair pada suhu kamar. Total asam lemak penyusun trigliserida minyak biji bintaro yaitu sebesar 89,98%. Hal ini disebabkan tidak adanya puncak pembanding pada stándar asam lemak (Endriana 2007).

2.2.

BIODIESEL

Biodiesel diartikan sebagai bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati, baik minyak baru maupun bekas dan melalui proses esterifikasi, transesterifikasi atau proses esterifikasi-transesterifikasi (Hambali et al. 2007). Biodiesel merupakan sejenis bahan bakar diesel yang diproses dari bahan hayati terutama minyak nabati dan lemak hewan dan

(4)

7 secara kimiawi dinyatakan sebagai monoalkil ester dari asam lemak rantai panjang yang bersumber dari golongan lipida (Darnoko et al. 2001, Tapasvi et al. 2005, Ma dan Hanna 1999). Monoalkil ester dapat berupa metil ester atau etil ester yang merupakan senyawa yang relatif stabil, berwujud cair pada temperatur ruang (titik leleh antara 4-18oC), titik didih rendah dan tidak korosif. Metil ester lebih stabil secara pirolitik dalam proses distilasi fraksional dan lebih ekonomis sehingga lebih disukai daripada etil ester (Sonntag 1982).

Standar biodiesel tidak membedakan bahan dasar yang digunakan dalam memproduksi biodiesel namun lebih ditekankan pada kinerja biodiesel itu sendiri. Kualitas biodiesel sebagai produk bahan bakar mesin diesel ditentukan oleh beberapa parameter, antara lain massa jenis, viskositas, angka setana, titik nyala, titik kabut, residu karbon, air dan sedimen, kandungan fosfor, bilangan asam, kadar gliserol bebas, kadar gliserol total, angka iodine dan lain-lain. Persyaratan mutu biodiesel di Indonesia sudah dibakukan dalam SNI-04-7182-2006, yang telah disahkan dan diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006 (Soerawidjaja 2006). Tabel 4 menyajikan persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006.

Tabel 4.Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006.

Parameter Unit Batas nilai Metode uji Metode setara

Massa jenis pada 40 oC kg/m3 850 – 890 ASTM D 1298 ISO 3675

Viskositas kinematik pada 40 oC mm2/s (cSt) 2.3 – 6.0 ASTM D 445 ISO 3104

Angka setana min. 51 ASTM D 613 ISO 5165

Titik nyala (mangkok tertutup) oC min. 100 ASTM D 93 ISO 2710

Titik kabut oC maks. 18 ASTM D 2500 -

Korosi bilah tembaga (3 jam, 50 oC) maks. no. 3 ASTM D 130 ISO 2160 Residu karbon,

- dalam contoh asli

- dalam 10 % ampas distilasi

% - mass Maks. 0.05 (maks 0.03)

ASTM D 4530 ISO 10370

Air dan sedimen % - vol maks. 0.05 ASTM D 2709 -

Temperatur distilasi 90 %, oC maks. 360 ASTM D 1160 -

Abu tersulfatkan % - mass maks. 0.02 ASTM D 874 ISO 3987

Belerang ppm (mg/kg) maks. 100 ASTM D 5453 prEN ISO 20884

Fosfor ppm (mg/kg) maks. 10 AOCS Ca 12-55 FBI-A05-03

Angka asam mg-KOH/gr maks. 0.8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03

Gliserol bebas % - mass maks. 0.02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

Gliserol total % - mass maks. 0.24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

Kadar ester alkil % - mass min. 96.5 dihitung*) FBI-A03-03

Angka iodine % - mass

(g-I2/100 gr)

maks. 115 AOCS Cd 1-25 FBI-A04-03

Uji Halphen Negatif AOCS Cb 1-25 FBI-A06-03

*) berdasarkan angka penyabunan, angka asam, serta kadar gliserol total dan gliserol bebas; rumus perhitungan dicantumkan dalam FBI-A03-03

(5)

8 Viskositas dan tegangan permukaan merupakan faktor yang penting dalam menentukan kualitas biodiesel terutama dalam mekanisme terpecahnya serta atomisasi bahan bakar sesaat setelah keluar dari mulut pipa semprot (nozzle) menuju ruang bakar (Soerawidjaja et al. 2005). Viskositas dengan nilai minimum diperlukan untuk beberapa mesin, karena berkaitan dengan kehilangan power pada pompa injeksi dan kebocoran injektor. Persyaratan viskositas biodiesel tidak berbeda dengan persyaratan pada petroleum diesel. Viskositas yang tidak terlalu kecil akan menguntungkan karena dapat meningkatkan kemampuan daya lumas bahan bakar terhadap mesin kendaraan diesel. Tetapi viskositas yang terlalu tinggi juga tidak diharapkan (di atas 5.5 cSt) karena dapat menghambat jalannya mesin akibat terlalu kental.

Titik nyala adalah suhu paling rendah untuk penyalaan bahan bakar untuk terbakar, dimana uapnya terbakar sesaat pada waktu kontak dengan nyala (flame) dan mati dengan cepat (seketika). Persyaratan titik nyala (flash point) diperlukan untuk keamanan bahan bakar biodiesel selama penyimpanan, transportasi dan penggunaan. Flash point biodiesel lebih tinggi dan tidak memproduksi asap, dapat didegradasi dan toksisitas rendah karena biodiesel tidak mengandung hidrokarbon aromatik jika dibandingkan dengan petroleum diesel (Mittelbach 1996). Titik nyala berkaitan dengan residu metanol yang tertinggal dalam biodiesel. Residu metanol dalam jumlah kecil mengurangi flash point (metanol mempunyai titik nyala 11.11oC) sehingga berpengaruh terhadap pompa bahan bakar, seals, dan elastomers dan dapat menghasilkan sifat-sifat yang jelek dalam pembakaran (Tyson 2004).

Kandungan air dan sedimen yang dizinkan dalam biodiesel adalah maksimal 0.05% vol. Kandungan air yang tinggi dalam biodiesel akan sangat mempengaruhi dalam penyimpanan biodiesel, karena air dalam biodiesel dapat mengondisikan lingkungan yang cocok untuk mikroorganisme. Selain itu, air dalam biodiesel akan menyebabkan mesin diesel aus sehingga dapat menyebabkan korosi pada mesin diesel.

Bilangan asam disebut juga bilangan netralisasi karena ukuran yang dipakai adalah jumlah basa (KOH) yang diperlukan untuk menetralisasi kandungan asam. Bilangan asam biodiesel menunjukkan asam lemak bebas yang berasal dari degradasi ester. Bilangan asam yang tinggi mengindikasikan adanya degradasi dari ester selama penyimpanan biodiesel yang kurang baik. Bilangan asam yang tinggi (lebih dari 0.8) dapat menyebabkan terjadinya deposit sistem bahan bakar dan mengurangi umur dari pompa dan filter (Tyson 2003).

Angka iodine pada biodiesel menunjukkan tingkat ketidakjenuhan senyawa penyusun biodiesel. Di satu sisi, keberadaan senyawa lemak tidak jenuh meningkatkan performansi biodiesel pada temperatur rendah, karena senyawa ini memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah (Knothe 2005) sehingga berkorelasi pada cloud dan pour point yang juga rendah. Namun di sisi lain, banyaknya senyawa lemak tidak jenuh di dalam biodiesel memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfer dan bisa terpolimerisasi membentuk material serupa plastik (Azam et al. 2005). Oleh karena itu, terdapat batasan maksimal angka iodine yang diperbolehkan untuk biodiesel, yakni 115. Selain itu, pembatasan angka iodine ini dikarenakan berhubungan dengan pemanasan asam lemak tidak jenuh yang tinggi akan menghasilkan polimerisasi gliserida yang dapat menghasilkan deposit atau kerusakan minyak pelumas (Mittelbach 1996).

Terpenuhinya semua persyaratan SNI-04-7182-2006 oleh suatu biodiesel menunjukkan bahwa biodiesel tersebut tidak hanya telah dibuat dari bahan mentah yang baik, melainkan juga dengan tata cara pemrosesan serta pengolahan yang baik pula.

Biodiesel mempunyai rantai karbon antara 12 sampai 20 serta mengandung oksigen. Adanya oksigen pada biodiesel membedakannya dengan petroleum diesel (solar) yang

(6)

9 komponen utamanya hanya terdiri dari hidrokarbon. Jadi komposisi biodiesel dan petroleum diesel sangat berbeda. Biodiesel terdiri dari metil ester asam lemak nabati, sedangkan petroleum diesel adalah hidrokarbon. Namun, biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang serupa dengan petroleum diesel (solar) sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan petroleum diesel.

Keuntungan pemakaian biodiesel dibandingkan dengan petrodiesel (BBM) diantaranya adalah bahan baku dapat diperbaharui (renewable), cetane number tinggi, biodegradable, dapat digunakan pada semua mesin tanpa harus modifikasi, berfungsi sebagai pelumas sekaligus membersihkan injektor, serta dapat mengurangi emisi karbondioksida, partikulat berbahaya, dan sulfur oksida. Tabel 5 menunjukkan perbandingan antara biodiesel dan petrodiesel.

Tabel 5. Perbandingan biodiesel dan petrodiesel

Fisika Kimia Biodiesel Petrodiesel

Komposisi Metil ester Hidrokarbon

Densitas (g/ml) 0,8624 0,8750

Viskositas (cSt) 5,55 4,6

Flash point (oC) 172 98

Angka setana 62,4 53

Kelembaban (%) 0,1 0,3

Engine power Energi yang dihasilkan 128.000 BTU

Energi yang dihasilkan 130.000 BTU

Engine torque Sama Sama

Modifikasi engine Tidak diperlukan

Konsumsi bahan bakar Sama Sama

Lubrikasi Lebih tinggi Lebih rendah

Emisi CO rendah, total hidrokarbon,

sulfur dioksida, dan nitroksida

CO tinggi, total hidrokarbon, sulfur dioksida, dan nitroksida

Penanganan Flamable lebih rendah Flamable lebih tinggi

Lingkungan Toxisitas rendah Toxisitas 10 kali lebih tinggi

Keberadaan Terbarukan Tidak terbarukan

Sumber : Pakpahan, 2001

2.3.

TRANSESTERIFIKASI

Transesterifikasi adalah reaksi ester untuk menghasilkan ester baru yang mengalami penukaran posisi asam lemak (Swern 1982). Reaksi transesterifikasi (alkoholisis) adalah tahap konversi dari trigliserida pada minyak nabati menjadi metil ester (biodiesel) melalui reaksi dengan menggunakan alkohol rantai pendek seperti metanol atau etanol dan katalis asam atau basa serta menghasilkan produk samping berupa gliserol.

Berikut ini adalah mekanisme reaksi transesterifikasi umum trigliserida dengan alkohol dari jenis metanol (1):

(7)

10 (2)

Gambar 4. Mekanisme Transesterifikasi; (1) Mekanisme reaksi umum trigliserida dengan alkohol dari jenis metanol; (2) Tiga reaksi berurutan dan reversible [R1,2,3 = asam

lemak]

Trigliserida (TG) sebagai komponen utama dari minyak nabati bila direaksikan dengan alkohol (misal metanol), maka ketiga rantai asam lemak akan dibebaskan dari sketelon gliserol dan bergabung dengan metanol untuk menghasilkan asam lemak alkil ester (misal asam lemak metil ester atau biodiesel). Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi tiga tahap dan reaksi balik (reversible) yang membentuk tiga molar metil ester dan satu molar gliserol dari satu molar trigliserida dan tiga molar metanol. Digliserida (DG) dan monogliserida (MG) merupakan hasil reaksi antara (intermediate).

Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan kondisi yang berasal dari minyak, seperti kandungan air dan asam lemak bebas. Sedangkan faktor eksternal merupakan kondisi yang tidak berasal dari minyak, meliputi kecepatan pengadukan, suhu reaksi, waktu reaksi, rasio molar metanol dan jenis katalis (Freedman et al. 1984).

Kandungan air dan asam lemak bebas yang terdapat pada minyak dapat berpengaruh terhadap pembentukan sabun yang akan mengurangi kebasaan katalis dan membentuk gel yang dapat mempersulit pemisahan dan pengendapan gliserol (Canakci dan Van gerpen 2001). Kandungan asam lemak bebas dan air yang masing-masing lebih dari 0.5% dan 0.3% dapat menurunkan rendemen transesterifikasi minyak (Freedman et al. 1984).

Pengadukan diperlukan untuk homogenisasi campuran. Ketika metanol dan katalis dicampurkan dengan minyak maka akan terbentuk dua fase, yaitu fase metanol di bagian atas dan fase minyak di bagian bawah. Adanya pemisahan fase ini menghambat laju reaksi, karena rendahnya peluang kontak antara minyak, metanol dan katalis. Kecepatan pengadukan berfungsi untuk meningkatkan frekuensi kontak pada pencampuran antara minyak, alkohol dan katalis. Kecepatan pengadukan yang sesuai dapat membantu homogenisasi dan meningkatkan kecepatan konversi.

Suhu reaksi mempengaruhi laju reaksi dan ester yang terbentuk. Proses transesterifikasi akan berlangsung lebih cepat apabila suhu dinaikkan sekitar 60-65oC mendekati titik didih metanol 68oC. Menurut Darnoko et al. (2001) produksi minyak menjadi metil ester dilakukan

O O R1 – C – O – CH2 R1 – C – O – CH3 HO – CH2 O O katalis R2 – C – O – CH + 3CH3OH R2 – C – O – CH3 + HO – CH NaOH O O R3 – C – O – CH2 R3 – C – O – CH3 HO – CH2

Trigliserida Metanol Biodiesel Gliserol

TG + CH3OH DG + R1COOCH3

DG + CH3OH MG + R2COOCH3

(8)

11 melalui reaksi transesterifikasi menggunakan metanol dengan katalis basa atau asam pada suhu 50-70oC.

Alkohol yang umum digunakan pada proses transesterifikasi adalah metanol, hal ini dikarenakan harganya lebih murah dan reaktifitasnya paling tinggi, selain itu lebih mudah direcoveri. Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah tiga mol untuk setiap satu mol trigliserida untuk memperoleh tiga mol metil ester dan satu mol gliserol. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Hal ini dikarenakan transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan sehingga untuk mendorong reaksi ke arah kanan untuk menghasilkan metil ester diperlukan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk yang harus dipisahkan (Hambali et al. 2007). Freedman et al. (1984) menyatakan bahwa pada rasio molar 3:1 setelah satu jam konversi yang dihasilkan adalah 74-89% sedangkan pada rasio molar 6:1 adalah 98-99% sehingga rasio molar 6:1 lebih baik dibandingkan rasio 3:1.

Katalis dalam proses produksi biodiesel merupakan suatu bahan (misal basa, asam atau enzim) yang berfungsi untuk mencapai reaksi dengan jalan menurunkan energi aktifasi dan tidak mengubah kesetimbangan reaksi, serta bersifat sangat spesifik. Sebenarnya proses produksi dapat berlangsung tanpa penambahan katalis, akan tetapi reaksi akan berlangsung sangat lambat, membutuhkan suhu yang tinggi dan tekanan yang tinggi pula. Katalis yang digunakan pada reaksi transesterifikasi dapat berupa asam atau basa, tetapi katalis basa lebih banyak digunakan karena reaksinya sangat cepat, sempurna dan dapat dilakukan pada suhu yang rendah. Katalis basa yang biasa digunakan adalah NaOH atau KOH. Kelebihan NaOH sebagai katalis dalam reaksi transesterifikasi adalah mudah larut dalam metanol sehingga reaksi metanol dengan trigliserida berlangsung lebih cepat (Ma dan Hanna 1999). Menurut Freedman

et al. (1984) jumlah optimum katalis basa yang baik digunakan pada proses transesterifikasi berkisar antara 0.5-1.0% dari berat minyak nabati.

Secara umum, biodiesel diproduksi melalui proses transesterifikasi minyak atau lemak yang menghasilkan metil ester atau monoalkil ester dan gliserol sebagai produk samping. Transesterifikasi hanya bekerja secara baik terhadap minyak yang mempunyai kualitas baik, apabila minyak mengandung asam lemak bebas melebihi 2% maka akan membentuk formasi emulsi sabun yang menyulitkan pemisahan biodiesel yang dihasilkan (Lele 2005). Rendemen transesterifikasi dapat ditingkatkan dari 25% menjadi 96% dengan menurunkan kadar asam lemak bebas dan air masing-masing berturut-turut 10% menjadi 0.23% dan 0.2% menjadi 0.02% (Lee et al. 2002).

Minyak mengandung asam lemak bebas melebihi 2% memerlukan perlakuan pendahuluan berupa esterifikasi, hal ini dikarenakan asam lemak bebas akan membentuk sabun dan emulsi yang sukar dipisahkan pada proses transesterifikasi (Canakci dan Van Gerpen 1999). Esterifikasi merupakan reaksi antara metanol dengan asam lemak bebas sehingga terbentuk metil ester dengan bantuan katalis asam kuat berupa H2SO4 atau HCl. Reaksi kimia

esterifikasi adalah sebagai berikut:

Gambar 5. Mekanisme Esterifikasi

Reaksi esterifikasi tidak hanya mengkonversi asam lemak bebas menjadi metil ester tetapi juga menjadi trigliserida walaupun dengan kecepatan yang lebih rendah (Freedman et al. 1984).

RCOOH + CH3OH RCOOCH3 + H2O

Asam lemak bebas metanol katalis asam metil ester air

Gambar

Gambar 1. Pohon bintaro
Gambar  2.  Bagian-bagian  dari  pohon  bintaro  (a)  daun,  (b)  bunga,  (c)  buah  dengan  kulit,                       (d) buah tanpa kulit, (e) biji dengan kulit biji dan (f) biji tanpa kulit biji
Tabel 3. Komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji bintaro
Tabel 4. Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Konversi minyak kelapa sawit menjadi bentuk metil ester asam lemak atau biodiesel melalui reaksi transesterifikasi minyak kalapa sawit dengan metanol serta penambahan

Biodiesel sebagai bahan bakar diesel alternatif digambarkan sebagai asam lemak metil atau etil ester dari minyak nabati atau lemak hewan dengan transesterifikasi dengan

Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.. Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan

Pembuatan biodiesel dapat dilakukan melalui proses transesterifikasi trigliserida dan atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati yang

Trans-esterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan

Konversi asam lemak yang terdapat pada limbah minyak goreng sisa pakai menjadi metil ester (biodiesel) dan gliserol dapat terjadi melalui reaksi transesterifikasi, salah

Faktor utama yang mempengaruhi randemen ester yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi adalah perbandingan molar antara trigliserida dan alkohol, jenis katalis yang

Pada zaman sekarang ini, banyak sekali jenis katalis padat yang telah digunakan dalam reaksi transesterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel seperti oksida