• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN PADA PASIEN TB PARU DI RUANG VI RUMAH SAKIT REKSODIWIRYO PADANG TAHUN 2017 KARYA TULIS ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN PADA PASIEN TB PARU DI RUANG VI RUMAH SAKIT REKSODIWIRYO PADANG TAHUN 2017 KARYA TULIS ILMIAH"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN

KEBUTUHAN OKSIGEN PADA PASIEN TB PARU

DI RUANG VI RUMAH SAKIT REKSODIWIRYO

PADANG TAHUN 2017

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Ke Program Studi D-III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Ahli Madya Keperawatan

Oleh : RESA AMELIA Nim : 143110260

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG TAHUN 2017

(2)

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN

KEBUTUHAN OKSIGEN PADA PASIEN TB PARU

DI RUANG VI RUMAH SAKIT REKSODIWIRYO

PADANG TAHUN 2017

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh : RESA AMELIA Nim : 143110260

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG TAHUN 2017

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen pada Pasien TB Paru di Ruang VI Paru Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”.

Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Diploma III pada Program Studi D-III Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes RI Padang. Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah, sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Hj. Reflita, S.Kp, M.Kes, selaku pembimbing I yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan perhatian dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.

2. Bapak Drs. Maswardi, M.Kes, selaku pembimbing II yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan perhatian dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M.Kep, selaku penguji I yang telah menyediakan waktu untuk menguji peneliti dalam KTI studi kasus ini dan selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan Padang.

4. Ibu Hj. Efitra, S.Kp, M.Kes, selaku penguji II yang telah menyediakan waktu untuk menguji peneliti dalam KTI studi kasus ini

5. Ibu Dra. Lisa Megahati, Apt. MM, selaku Kepala Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian.

6. Bapak H. Sunardi, SKM. M.Kes, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes RI Padang.

7. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang.

(5)

8. Bapak/Ibu Staf dan Dosen Program Studi Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes RI Padang yang telah memberikan bekal ilmu untuk bekal peneliti.

Akhir kata peneliti berharap Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta peneliti mendoakan semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT, Amin.

Padang, Juni 2017

(6)
(7)
(8)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG JURUSAN KEPERAWATAN

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2017 Resa Amelia

Asuhan Keperawatan Ganggguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien TB Paru Di Ruang VI Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.

Isi : xii + 71 halaman, 6 tabel, 11 lampiran. ABSTRAK

Pemenuhan kebutuhan oksigen dapat terganggu apabila adanya masalah atau penyakit pada sistem pernapasan, salah satunya adalah penyakit TB Paru. Survei awal yang dilakukan pada bulan Januari 2017 dengan wawancara langsung kepada pasien. Pasien tampak batuk berdahak dan sesak nafas, pasien mengatakan selama dirawat tidak pernah diajarkan teknik batuk efektif, dari hasil survei didapatkan perawat sudah melakukan pengkajian dengan baik, tetapi intervensi keperawatan yang dilakukan ke pasien belum sepenuhnya diterapkan. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan ganggguan pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB Paru. Desain penelitian adalah deskriptif, dilakukan di Ruang VI Paru Rumah Sakit Reksodiwiryo pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2017. Populasi adalah seluruh pasien TB Paru yang mengalami gangguan oksigenasi. Sampel yang diteliti adalah dua orang partisipan dengan teknik accidental sampling. Instrument pengumpulan data yang digunakan format asuhan keperawatan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, pengukuran, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Hasil penelitian yang ditemukan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola nafas, dan defesiensi pengetahuan implementasi keperawatan yang dilakukan adalah memberi terapi oksigen, memantau frekuensi, kedalaman, dan irama pernafasan, mencatat kesimetrisan pergerakan dinding dada, mengeluarkan sekret dengan teknik batuk efektif, mengkaji pengetahuan pasien tentang penyakit, menjelaskan pengertian, tanda dan gejala umum dari penyakitnya, serta menjelaskan mengenai program pemulihan. Evaluasi hari kelima Tn. A memiliki frekuensi nafas 22x/menit dan Tn.W memiliki frekuensi nafas 20x/menit, kedua pasien sama-sama memiliki irama nafas reguler, ronchi masih ada namun jalan nafas kedua pasien tersebut sudah paten, pasien sudah dapat menyebutkan kembali tentang penyakit dan program pemulihannya. Disarankan melalui Direktur Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang khususnya kepada perawat ruangan supaya membuat discharge planning pasien agar dapat meningkatkan pengetahuan dan status kesehatan pasien, karena untuk tindakan belum tampak pendokumentasian dalam hal pemantauan pasien.

Kata kunci : Asuhan Keperawatan, Oksigenasi, TB Paru. Daftar Pustaka : 34 (2005-2016)

(9)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i LEMBAR PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii LEMBAR ORISINALITAS...v LEMBAR PERSETUJUAN...vi ABSTRAK...vii DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL...xi DAFTAR LAMPIRAN...xii BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah...7 C. Tujuan...7 D. Manfaat...8

BAB II TINJAUAN TEORITIS...10

A.Konsep Dasar Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi...10

1. Pengertian Oksigenasi...10

2. Kosentrasi dan Sifat Oksigen...11

3. Proses Oksigenasi...12

4. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigen...15

5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi...17

6. Tipe Kekurangan Oksigen Dalam Tubuh...18

7. Perubahan Fungsi Pernapasan...21

8. Terapi Oksigen...21

(10)

B.Penatalaksanaan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen pada

TB Paru...24

C.Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen pada Pasien TB Paru... ...24

1. Pengkajian...24

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan...29

3. Intervensi Keperawatan ...30

4. Implementasi Keperawatan... 36

5. Evaluasi Keperawatan...36

BAB III METODE PENELITIAN...37

A. Desain Penelitian...37

B. Tempat Dan Waktu Penelitian...37

C. Populasi Dan Sampel...37

D. Alat/ Instrument Pengumpulan Data...38

E. Teknik Pengumpulan Data...39

F. Rencana Analisis...41

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS...42

A. DESKRIPSI KASUS...42 1. Pengkajian Keperawatan...42 2. Diagnosa Keperawatan...50 3. Intervensi Keperawatan...51 4. Implementasi Keperawatan...56 5. Evaluasi Keperawatan...58 B. PEMBAHASAN KASUS...65 1. Pengkajian Keperawatan...65 2. Diagnosa Keperawatan...68 3. Intervensi Keperawatan...69 4. Implementasi Keperawatan...70 5. Evaluasi Keperawatan...71 BAB V PENUTUP...3

(11)

A. KESIMPULAN...73 B. SARAN...75

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan...30 Tabel 4.1 Pengkajian Keperawatan Pada Pasien Gangguan Pemenuhan

Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien TB Paru...41 Tabel 4.2 Diagnosa Keperawatan Pada Pasien Gangguan Pemenuhan

Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien TB Paru...48 Tabel 4.3 Intervensi Keperawatan Pada Pasien Gangguan Pemenuhan

Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien TB Paru...48 Tabel 4.4 Implementasi Keperawatan Pada Pasien Gangguan Pemenuhan

Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien TB Paru...52 Tabel 4.5 Evaluasi Keperawatan Pada Pasien Gangguan Pemenuhan

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Ganchart

Lampiran 2 : Pengkajian Asuhan Keperawatan Lampiran 3 : Surat Permohonan Menjadi Responden Lampiran 4 : Informed Consent

Lampiran 5 : Absen Penelitian di Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang Lampiran 6 : Lembar Konsul KTI

Lampiran 7 : Surat Pengantar dari Poltekkes Kemenkes Padang Pengambilan Data dan Studi Awal ke Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang

Lampiran 8 : Surat Pengambilan Data dan Melakukan Studi Awal di Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang

Lampiran 9 : Surat Pengantar dari Poltekkes Kemenkes Padang Izin Penelitian di Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang

Lampiran 10 : Surat Izin Penelitian dari Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang Lampiran 11 : Surat Selesai Penelitian dari Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Teori hirarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow ( dalam Potter & Perry, 1997) mengembangkan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis (oksigen, cairan, nutrisi, keseimbangan suhu tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur serta kebutuhan seksual). Kebutuhan rasa aman dan perlindungan terhadap ancaman, kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan dimiliki, kebutuhan akan harga diri maupun perasaan dihargai oleh orang lain dan kebutuhan aktualisasi diri (Hidayat, 2009).

Kebutuhan dasar manusia yang paling vital adalah oksigen. Oksigen dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga kelangsungan metabolisme sel, sehingga dapat mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai sel, jaringan, atau organ (Saputra, 2013).

Oksigen (O2) merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigenasi diperlukan untuk proses metabolisme tubuh secara terus menerus . Oksigen diperoleh dari atsmosfer melalui proses bernapas (Tarwoto & Wartonah, 2011). Pernapasan (respirasi) dapat didefenisikan sebagai gabungan aktivitas berbagai mekanisme yang berperan dalam proses suplai O2 keseluruh tubuh dan pembuangan CO2 (hasil dari pembakaran sel) (Somantri, 2009).

Jika oksigen dalam tubuh berkurang, maka ada istilah yang dipakai sebagai manifestasi kekurangan oksigen tubuh yaitu hipoksemia, hipoksia, dan gagal napas. Status oksigenasi tubuh dapat diketahui dengan melakukan

(15)

pemeriksaan analisa gas darah (AGD) dan oksimetri (Tarwoto & Wartonah, 2011). Kekurangan Oksigen akan berdampak yang bermakna bagi tubuh, salah satunya kematian. Karenanya berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik. Untuk itu setiap perawat harus paham dengan manifestasi tingkat pemenuhan oksigen pada pasien serta mampu mengatasi berbagai masalah terkait dengan pemenuhan kebutuhan tersebut (Mubarak dkk, 2008 dalam Bachtiar, 2015).

Pemenuhan kebutuhan oksigen dapat terganggu apabila adanya masalah atau penyakit pada sistem pernapasan, salah satunya adalah penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru). TB Paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru - paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar kebagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. mycobacterium tuberculosis merupakan kuman yang berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3 - 0,6 mm. Sebagian besar komponen mycobacterium tuberculosis adalah berupa lemak / lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen (Somantri, 2009).

Menurut data yang dirilis World Health Organization (WHO) dikutip dari hasil penelitian Saraswati, dkk (2016) bahwa penyakit TB Paru saat ini telah menjadi ancaman global, hampir sepertiga penduduk dunia sebanyak 95% dan 98% terjadi pada negara berkembang. TB Paru masih menjadi masalah kesehatan global utama. Hal ini menyebabkan kesehatan yang buruk diantara jutaan orang setiap tahun dan peringkat kedua penyebab utama kematian dari penyakit menular diseluruh dunia setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). Pada tahun 2013 didunia telah ditemukan 9 juta penderita kasus TB Paru dan 1,5 juta orang meninggal karena TB (Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 2016).

Indonesia menempati urutan kelima yaitu dengan prevalensi sebesar 289 per 100.000 penduduk. Prevalensi TB Paru di Indonesia pada tahun 2013 naik

(16)

dari tahun 2012 sebesar 297 per 100.000 penduduk dengan kasus baru setiap tahun mencapai 460.000 kasus dan total kasus hingga 2013 mencapai sekitar 800.000-900.000 kasus (Nurhidayati, 2016).

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat menyatakan di Sumatera Barat capaian realisasi cakupan penemuan kasus Tuberkulosis dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan secara bermakna, berdasarkan laporan dari kabupaten/kota, trend peningkatan cakupan penemuan kasus baru tuberkulosis setiap tahunnya meningkat mulai dari 87.17% pada tahun 2011, menjadi 88% tahun 2012, 87.29% pada tahun 2013, 93.73% pada tahun 2014 dan menjadi 137.84% pada tahun 2015 , sedangkan penemuan kasus tuberkulosis di Kota Padang mencapai 119.41% (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, 2016).

Masalah keperawatan yang mungkin muncul biasanya pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB Paru adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas, ketidakefektifan pola napas, gangguan pertukaran gas, gangguan perfusi jaringan, gangguan citra diri dan defisiensi pengetahuan. Menurut Benner dalam Potter & Perry (2006) Intervensi keperawatan untuk meningkatkan dan mepertahankan oksigenasi tercakup dalam domain keperawatan seperti pemberian dan pemantauan intervensi serta program yang teraupeutik.

Tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan perawat dalam memenuhi kebutuhan oksigen (O2) misalnya mengelola dyspnea dengan melakukan pengaturan posisi, mengajarkan pasien cara batuk efektif, mengajarkan pasien melakukan teknik nafas dalam dan menawarkan pada pasien perokok untuk melakukan program berhenti merokok. Sedangkan intervensi yang tidak mandirinya seperti memberi terapi oksigen, melakukan fisoterapi dada, drainase postural, melakukan penyedotan lendir, melakukan resusitasi kardiopulmonari (Vaughans, 2013). Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigen secara umum dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam mempertahankan jalan napas, pola napas, serta meningkatnya pengetahuan

(17)

(NANDA International, 2015). Perawat dalam menjalankan perannya berorientasi terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Salah satu kebutuhan dasar tersebut adalah oksigen (Harahap, 2005 dalam Bachtiar, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bachtiar, dkk (2013) yang berjudul “Pelaksanaan Pemberian Terapi Oksigen Pada Pasien Gangguan Pernapasan” di RSUD Bangil Pasuruan dengan metode penelitian deskripstif. Hasil penelitian dari 24 orang diperoleh hasil 14 orang perawat mempunyai kemampuan cukup baik atau sekitar 58,3%. Serta 10 orang perawat mempunyai kemampuan baik dalam melakukan pemberian terapi oksigen atau sekitar 41,6%.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susilowati dan Kristiani (2011) mengenai pengaruh teknik batuk efektif terhadap pengeluaran sekret pada pasien TB Paru di Poli Paru RSUD Unit Swadana Pare kediri sebelum dilakukan tekhnik batuk efektif responden yang dapat secara efektif mengeluarkan sekret sejumlah 38,2% dan tidak efektif mengeluarkan sekret sejumlah 61,8%. Sedangkan sesudah dilakukan teknik batuk efektif responden yang dapat secara efektif mengeluarkan sekret mengalami peningkatan menjadi 70,6% dan tidak efektif mengeluarkan sekret mengalami penurunan menjadi 29,4%.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wedri, dkk (2013) tentang saturasi oksigen perkutan tentang derajat keparahan asma di IGD RSUD Kabupaten Bangli Ngurah Rai Bali dengan jumlah responden sebannyak 47 orang didapatkan hasil penelitian bahwa saturasi oksigen pasien asma yaitu sebanyak 19 orang (40,4%) dengan saturasi oksigen normal (95-100%), sebanyak 26 orang (55,3%) dengan hipoksemia ringan (90-94%) dan sebanyak 2 orang (4,3%) dengan hipoksemia sedang (75-89%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar saturasi oksigen pasien asma dikategorikan hipoksemia ringan.

(18)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanto dan Ardiyanto (2015) tentang pengaruh terapi napas dalam terhadap perubahan saturasi oksigen perifer pada pasien asma di Rumah Sakit Wilayah Kabupaten Pekalongan didapatkan hasil penelitian bahwa nilai SPO2 sebelum melakukan intevensi napas dalam didapatkan nilai maximal sebesar 94,75% dan nilai minimal sebesar 92,25%. Nilai mean sebesar 93,80% sedangkan nilai standar deviation sebesar 0,76. Sedangkan nilai SPO2 sesudah melakukan intervensi napas dalam didapatkan nilai maximal sebesar 96,50% dan nilai minimal sebesar 93,75%, nilai mean 95,32%, sedangkan nilai standar deviation sebesar 0,71. Hasil analisis bivariat menunjukkan nilai rata-rata saturasi oksigen perifer pada pasien asma mengalami peningkatan sebsar 1,52%.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hendrizal, dkk dalam Jurnal Kesehatan Andalas (2014) tentang Pengaruh Terapi Oksigen Menggunakan Non-Rebreathing Mask Terhadap Tekanan Parsial CO2 Darah Pada Pasien Cidera Kepala di ruang HCU dan Bedah RSUP Dr.M.Djamil Padang hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa terhadap 16 pasien cidera kepala dari bulan Desember 2012 sampai Januari 2013 yang masuk IGD RSUP Dr.M.Djamil Padang telah didapatkan rata-rata nilai pCO2 sebelum dan sesudah terapi oksigen menggunakan non – rebreathing mask masing-masing 32,06 = 6,35 dan 39,00 = 3,74 nilai pH darah setelah pemberian terapi ini 75% berada pada nilai normal.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang, pasien yang mengalami penyakit TB Paru 3 tahun terakhir yaitu tahun 2014, tahun 2015, dan tahun 2016, terus mengalami peningkatan, diantaranya adalah sebagai berikut pada tahun 2014 kasus penyakit TB Paru sebanyak 106 orang, sedangkan pada tahun 2015 meningkat menjadi 168 orang, dan pada tahun 2016 kasus penyakit TB Paru sebanyak 329 orang (Rekam Medik Rumah Sakit Reksodiwiryo, 2016).

(19)

Data yang diperoleh dari Ruang VI Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang pada tahun 2016 jumlah orang mempunyai riwayat penyakit TB Paru sebanyak 329 orang dan ini merupakan angka tertinggi kasus TB Paru dalam 3 tahun terakhir. Pada bulan Januari tahun 2016 pasien TB Paru sebanyak 27 orang, bulan Februari tahun 2016 sebanyak 25 orang, bulan maret tahun 2016 sebanyak 28 orang, april tahun 2016 sebanyak 14 orang, bulan Mei tahun 2016 sebanyak 36 orang, bulan Juni tahun 2016 sebanyak 24 orang, bulan Juli tahun 2016 sebanyak 20 orang, bulan Agustus tahun 2016 sebanyak 33 orang, bulan September tahun 2016 sebanyak 22 orang, bulan Oktober tahun 2016 sebanyak 27 orang, bulan November tahun 2016 sebanyak 40 orang, dan bulan Desember tahun 2016 sebanyak 33 orang (Ruang VI Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang, 2016).

Hasil survei awal yang dilakukan diruang VI Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang pada tanggal 12 Januari 2017, Survey ini dilakukan dengan wawancara langsung kepada pasien tersebut. Pada saat wawancara pasien tampak batuk berdahak dan sesak nafas, pasien mengatakan selama dirawat belum pernah diajarkan teknik batuk efektif oleh perawat. Dari hasil survei didapatkan dalam melakukan pengkajian perawat sudah melakukan pengkajian dengan baik, tetapi intervensi keperawatan yang dilakukan belum sepenuhnya diterapkan oleh perawat. Berdasarkan status rekam medik yang telah diamati, tindakan yang dilakukan untuk mengatasi keluhan pasien sudah dilakukan seperti pemberian terapi oksigen 3 L/menit. Evaluasi tindakan yang dilakukan perawat masih belum maksimal dan masih berpatokan pada evaluasi keperawatan sebelumnya.

Berdasarkan masalah oksigen yang ditemukan pada TB Paru peneliti membandingkan konsep asuhan keperawatan antara keadaan klinik dan teori dengan judul “Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien TB Paru di Ruang VI Paru Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang.

(20)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen pada Pasien TB Paru di Ruang VI Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang Tahun 2017 Tahun 2017 ?”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian adalah mengetahui “Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien TB Paru di Ruang VI Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”.

2. Tujuan khusus

a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian “Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien TB Paru di Ruang VI Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”.

b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan “Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien TB Paru Di Ruang VI Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”.

c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan “Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien TB Paru di Ruang VI Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”.

d. Mampu mendeskripsikan implementasi keperawatan “Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien TB Paru di Ruang VI Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”.

e. Mampu mendeskripsikan evaluasi tindakan keperawatan “Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien TB Paru di Ruang VI Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”.

f. Mampu mendeskripsikan pendokumentasian “Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien TB Paru di Ruang VI Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”.

(21)

D. Manfaat Penelitian 1. Aplikatif

a. Bagi Peneliti

Kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti, disamping itu juga dapat memberikan pengalaman dalam melakukan Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien TB Paru, serta dalam menulis Karya Tulis Ilmiah.

b. Bagi Direktur Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang

Laporan Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat dijadikan pembanding bagi perawat dalam meningkatkan pelayanan terhadap asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien tb paru.

2. Pengembangan Keilmuan

a. Bagi Direktur Poltekkes Kemenkes RI Padang

Data dan hasil yang diperoleh dari laporan Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dan pembelajaran khususnya untuk mengetahui asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB Paru bagi junior di Jurusan Keperawatan Padang.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut serta referensi terhadap penelitian berikutnya yang sejenis.

(22)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Dasar Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen 1. Pengertian Oksigen

Oksigen (O2) merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses metabolisme tubuh secara terus-menerus. Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui proses bernapas. Pada atmosfer gas selain oksigen juga terdapat karbondioksida, nitrogen, dan unsur-unsur lain seperti argon dan helium (Tarwoto & Wartonah, 2015).

Oksigen masuk kesaluran pernapasan melalui hidung dan mulut. Oksigen kemudian diedarkan ke saluran pernapasan (faring, trakea, bronkus) ke alveolus, yang merupakan pundi-pundi udara yang dikelilingi pembuluh kapiler. Pembuluh kapiler merupakan pembuluh darah kecil dengan dinding halus yang mempermudah pergantian gas. Pergantian gas dimulai ketika oksigen yang dihirup masuk melaui dinding kapiler yang dikelilingi alveolus dan dibawa oleh sel-sel darah yang bersirkulasi didalam pembuluh kapiler. Oksigen yang dibawa sel-sel darah melalui dinding kapiler diedarkan ke jantung lalu dipompa keseluruh tubuh melalui aorta. Aorta bercabang menjadi arteri-arteri kecil dan bahkan arterioles yang lebih kecil, pada akhirnya menjadi pembuluh kapiler. Dinding kapiler yang paling tipis membiarkan terjadinya difusi oksigen kedalam sel-sel dalam berbagai jaringan tubuh (Vaughans, 2013).

Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen kedalam sistem (kimia atau fisika). Penambahan oksigen kedalam tubuh dapat dilakukan secara alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses pertukaran gas antara individu dan lingkungannya. Pada saat bernapas, tubuh menghirup udara untuk mendapatkan oksigen dari

(23)

lingkungan dan menghembuskan udara untuk mengeluarkan karbondioksida ke lingkungan (Saputra, 2013).

Oksigen yang dihirup akan diangkut melalui pembuluh darah ke sel-sel tubuh. didalam sel-sel tubuh oksigen akan dibakar untuk mendapatkan energi. Salah satu hasil pembakaran tersebut adalah karbondioksida. Karbondioksida akan diangkut melaui pembuluh darah ke paru-paru untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh (Saputra, 2013)

Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri dari saluran pernapasan bagian atas, bagian bawah dan paru. Saluran penghantar udara yang membawa udara kedalam saluran paru-paru adalah hidung, laring, faring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Paru-paru merupakan organ yang berbentuk kerucut dengan apeks berada diatas tulang iga pertama dan dasarnya pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus dan paru-paru kiri mempunyai 2 lobus. kelima lobus ini merupakan lobus yang terlihat,setiap paru-paru dapat dibagi lagi menjadi beberapa sub bagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronkopulmonari segmen (Somantri, 2009).

2. Konsentrasi dan Sifat Oksigen

Oksigen penting untuk kelangsungan hidup sel tubuh. Bernapas dan respirasi pada orang yang bugar dan sehat memastikan bahwa konsentrasi oksigen yang tepat dipertahankan didalam jaringan. Konsentrasi oksigen dipertahankan antara 12 dan 14 kPa pada darah arteri , memungkinkan terjadinya pertukaran gas yang memadai untuk mendukung resprasi seluler (Guyton dan Hall dalam Francis, 2011).

Dalam udara bebas konsentrasi udara terdiri dari : oksigen 20% dalam tekanan 159 mmHg, karbondioksida 0,0% dengan teknan 0,3 mmHg, nitrogen 78% dengan tekanan 597 mmHg serta uap air 0,05% dngan tekanan 3,9 mmHg. Pada suhu dan tekanan biasa oksigen didapati

(24)

sebagai dua atom oksigen dengan formula kimia O2. Oksigen merupakan gas yang dibebaskan oleh tumbuhan ketika proses fotosintesis, dan diperlukan oleh hewan untuk pernafasan. Oksigen mempunyai sifat tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, terdapat bebas diatsmosfer, mudah terbakar serta kering yang dapat mempermudah iritasi jaringan lunak. Semua sel membutuhkan oksigen untuk keperluan metabolisme yang akan menghasilkan energi untuk kerja sel, tetapi sensitivitas setiap jaringan terhadap kekurangan oksigen berbeda tergantung dari kepekaan jaringan tersebut (Atoilah dan Kusnadi,2013).

Jika konsentrasi oksigen berada diluar batas atas dan bawah maka terdapat efek konsekuensial pada jaringan tubuh, durasi, dan konsentrasi kadar oksigen arteri yang berubah ini menentukan beratnya efek yang terjadi. Konsentrasi oksigen yang tinggi didalam aliran darah arteri dapat mengakibatkan toksisitas oksigen dan kebutaan, kerusakan membran sel, dan progresi menjadi adult respiratory distress syndrome (ARDS) yang pada beberapa kasus dapat menyebabkan kematian (Bateman & Leech 1998 dalam Francis, 2011). Konsentrasi yang terlalu rendah mengakibatkan penurunan respirasi selular yang aerobik yang dapat menyebabkan efek yang merusak pada jaringan tubuh dan dapat Juga Menyebabkan Kematian (Francis, 2011).

Banyak faktor yang mempengaruhi konsentrasi oksigen didalam darah, walaupun demikian yang paling umum adalah anemia, tekanan parsial oksigen di dalam alveoli, kecepatan ventilasi, kecepatan perfusi alveoli, adanya gas lain (misalnya karbonmonoksida yang lebih mudah terikat ke hemoglobin dibandingkan oksigen), suhu dan pH (Francis,2011).

3. Proses Pernapasan / Oksigenasi

Menurut Saputra (2013) proses pernapasan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu pernapasan eksternal dan pernapasan internal. Pernapasan eksternal adalah keseluruhan proses pertukaran gas antara lingkungan

(25)

eksternal dan pembuluh kapiler paru (kapiler pulmonallis). Pernapasan internal adalah proses pertukaran gas antara pembuluh darah kapiler dan jaringan tubuh.

a. Pernapasan Eksternal 1) Ventilasi pulmoner

Ventilasi pulmoner merupakan proses pertukaran gas dari atsmosfer ke alveoli dan sebaliknya. Gas yang dihirup dari atsmosfer ke alveoli adalah oksigen, sedangkan gas yang dikeluarkan dari alveoli ke atsmosfer adalah karbondioksida. Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : a) Perbedaan tekanan udara antara atsmosfer dan paru-paru. b) Jalan napas yang bersih serta sistem pernapasan yang utuh. c) Kemampuan rongga toraks untuk mengembang dan

berkontraksi dengan baik.

d) Kerja sistem saraf atutonom : rangsangan simpatetik dapat menyebabkan relaksasi sehingga vasodilatasi dapat terjadi, sedangkan rangsangan parasimpatetik dapat menyebabkan kontraksi sehingga vasokontriksi dapat terjadi.

e) Kerja sistem saraf pusat : bagian dari sistem saraf pusat yang berperan sebagai pusat pernapasan adalah medula oblongata dan pons. Keberadaan karbondioksida akan merangsang kedua pusat saraf tersebut.

f) Kemampuan paru-paru untuk mengembang dan menyempit : kemampuan paru-paru untuk mengembang disebut

complience.Complience dipengaruhi oleh keberadaan surfaktan di alveoli yang menurunkan ketegangan permukaan dan keberadaan sisa udara sehingga tidak terjadi kolaps dan gangguan toraks. Kemampuan paru-paru untuk menyempit sehingga dapat mengeluarkan CO2 disebut recoil.

2) Difusi gas alveolar

Pada saat oksigen memasuki alveoli, terjadi difusi oksigen dari alveoli ke pembuluh darah kapiler paru. Selain itu juga terjadi

(26)

difusi karbondioksida dari pembuluh darah kapiler paru ke alveoli. Proses difusi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas permukaan paru, ketebalan membran respirasi, perbedaan tekanan karbondioksida di dalam alveoli dan di kapiler paru, perbedaan tekanan dan konsentrasi oksigen didalam alveoli dan di kapiler paru, serta afinitas gas (kemampuan O2dan CO2dalam menembus dan mengikat hemoglobin).

3) Transpor oksigen dan karbondioksida.

Transpor gas didalam tubuh dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu transpor oksigen dan transpor karbondioksida.

a) Transpor oksigen

Merupakan proses pengangkutan oksigen dari pembuluh kapiler ke jaringan tubuh. Oksigen yang masuk ke pembuluh kapiler sebagian besar akan berikatan dengan hemoglobin (97%) dalam bentuk oksihemoglobin (HbO2) dan sisa – sisanya (3%) terlarut di plasma. Transpor oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang masuk kedalam paru (ventilasi) serta aliran darah ke paru dan jaringan (perfusi). b) Transpor karbondioksida

Merupakan proses pengangkutan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Secara umum pengangkutan CO2 dapat terjadi melalui tiga cara, yaitu :

 CO2 larut dalam plasma dan membentuk asam karbonat, reaksi yang terjadi sebagai berikut :

CO2 + H2O H2CO3

Persentase pengangkutan dengan cara seperti ini hanyalah 5%.

 CO2 diangkut dalam bentuk karbominohemoglobin. CO2 berdifusi kedalam sel darah merah dan berikatan dengan amin (-NH2) merupakan protein dan hemoglobin.

(27)

Presentase pengangkutan dengan cara ini adalah sebesar 30%.

 CO2 diangkut melalui sel darah merah dalam bentuk ion bikarbonat (HCO-3). Proses ini berantai dan disebut pertukaran klorida. CO2 bersenyawa dengan air membentuk asam karbonat, yang terurai menjadi H+ + HCO-3. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut. CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO-3

Persentase pengangkutan dengan cara ini adalah sebesar 65%.

b. Pernapasan Internal (Pernapasan Jaringan)

Pernapasan internal merupakan proses pertukaran gas antara pembuluh darah kapiler dan jaringan tubuh. Setelah oksigen berdifusi kedalam pembuluh darah, darah yang banyak mengandung oksigen diangkut keseluruh bagian tubuh hingga mencapai kapiler sistemik. Pada bagian ini terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida antara kapiler sistemik dan sel jaringan. Oksigen berdifusi dari kapiler sistemik ke sel jaringan, sedangkan karbondioksida berdifusi dari sel jaringan kekapiler sistemik.

4. Sistem Tubuh Yang Berperan Dalam Kebutuhan Oksigen

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh sangat ditentukan oleh adekuatnya sistem pernapasan, sistem kardiovaskular dan sistem hematologi.

a. Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan pertukaran gas. Melalui peran sistem respirasi oksigen diambil dari atsmosfer, ditranspor masuk ke paru-paru dan terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida di alveoli, selanjutnya oksigen akan didifusi masuk kapiler darah untuk dimanfaatkan oleh sel dalam proses metabolisme.

(28)

Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen di atsmosfer, kemudian oksigen masuk masuk melalui organ pernapasan bagian atas seperti hidung atau mulut, faring, laring, dan selanjutnya masuk ke organ pernapasan bagian bawah seperti trakea , bronkus utama, bronkus sekunder, bronkus tersier (segmental), terminal bronkiolus, dan selanjutnya masuk ke alveoli. Selain untuk masuknya udara ke organ pernapasan bagian bawah, organ pernapasan bagian atas juga berfungsi untuk pertukaran gas, proteksi terhadap benda asing yang akan masuk ke pernapasan bagian bawah, mengahangatkan, filstrasi, dan melembapkan gas. Sedangkan fungsi organ pernapasan bawah, selain sebagai tempat untuk masuknya oksigen, berperan juga dalam proses difusi gas.

b. Sistem Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular juga berperan dalam proses oksigenasi ke jaringan tubuh, yaitu berperan dalam proses transportasi oksigen. Oksigen ditansportasikan ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Aliran darah yang adekuat hanya dapat terjadi apabila fungsi jantung normal. Fungsi jantung yang adekuat dapat dilihat dari kemampuan jantung memompa darah dan perubahan tekanan darah.

c. Sistem Hematologi

Sel darah yang sangat berperan dalam oksigenasi adalah sel darah merah, karena didalamnya terdapat hemoglobin yang mampu mengikat oksigen. Hemoglobin merupakan molekul yang mengandung empat sub unit protein globular dan unit heme. Setiap molekul Hb dapat mengikat empat molekul oksigen dan membentuk ikatan oxy- hemoglobin (HbO2). Setiap sel darah merah mempunyai kira- kira 280 juta hemoglobin, sehingga kemampuan sel darah merah untuk membawa oksigen sangat besar.

(29)

Persentase hemoglobin yang mengandung oksigen disebut saturasi hemoglobin. Jika semua molekul Hb dapat mengikat oksigen, maka saturasinya menjadi 100%. Jika rata-rata setiap Hb membawa 2 molekul oksigen, maka saturasinya menjadi 50%. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ikatan hemoglobin dengan oksigen, diantranya tekanan parsial oksigen dalam darah (pO2), pH darah, temperatur, dan aktivitas metabolisme dalam sel darah merah.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi kebutuhan oksigenasi diantaranya faktor fisiologis, perkembangan, perilaku dan lingkungan.

a. Faktor fisiologis

1) Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia

2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran napas bagian atas.

3) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transpor O2 terganggu.

4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka dan lain- lain.

5) Kondisi yang mempengaruhi pergerakkan dinding dada seperti pada kehamilan, obesitas, muskuloskeletal yang abnormal, serta penyakit kronis seperti Tuberkulosis (TB).

b. Faktor perkembangan

1) Bayi premature yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.

2) Bayi dan toddler adanya resiko infeksi saluran pernafasan akut. 3) Anak usia sekolah dan remaja : resiko infeksi saluran

pernapasan dan merokok.

4) Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurangnya aktivitas, dan stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.

(30)

5) Dewasa tua adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspasi paru menurun.

c. Faktor perilaku

1) Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulkan arteriosklerosis.

2) Latihan dapat mengangkat kebutuhan oksigen.

3) Merokok : nikotin yang ada dalam rokok menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan koroner.

4) Penyalahgunaan substansi (alkohol dan obat- obatan) menyebabkan intake nutrisi Fe menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan depresi pusat pernapasan.

5) Kecemasan menyebabkan metabolisme meningkat. d. Faktor lingkungan

1) Tempat kerja (polusi) 2) Temperatur lingkungan

3) Ketinggian tempat dari permukaan laut

6. Tipe Kekurangan Oksigen Dalam Tubuh

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) Jika oksigen dalam tubuh berkurang, maka ada beberapa istilah yang dipakai sebagai manifestasi kekurangan oksigen tubuh, yaitu hipoksemia, hipoksia, dan gagal napas. Status oksigenasi tubuh dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) dan oksimetri.

a. Hipoksemia

Merupakan keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri ( SaO2) dibawah normal (normal PaO 85-100 mmHg, SaO2 95%). Pada neonatus PaO2 < 50 mmHg atau SaO2 < 90%. Keadaan ini disebabkan oleh

(31)

gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt), atau berada pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hipoksemia tubuh akan melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan, meningkatkan stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkatan nadi. Tanda dan gejala hipoksemia diantaranya sesak napas, frekuensi napas dapat mencapai 35 kali per menit, nadi cepat dan dangkal serta sianosis.

b. Hipoksia

Merupakan keadaan kekurangan oksigen dijaringan atau tidak adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defesiensi oksigen yang di inspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan. Penyebab lain hipoksia antara lain : 1) Menurunnya hemoglobin

2) Berkurangnya konsentrasi oksigen , misalnya jika kita berada dipuncak gunung

3) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen seperti pada keracunan sianida

4) Menurunnya difusi oksigen dari alveoli kedalam arah seperti pada pneumonia

5) Menurunya perfusi jaringan seperti pada syok 6) Kerusakan atau gangguan ventilasi

Tanda-tanda hipoksia diantaranya adalah kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam, sianosi, sesak napas serta jari tabuh (clubbing finger).

c. Gagal Napas

Gagal napas merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh memenuhi kebutuhan oksigen karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbondioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan CO2 dan penurunan O2 dalam darah

(32)

secara signifikan. Gagal napas dapat disebabkan oleh gangguan sistem saraf pusat yang mengontrol sistem pernapasan, kelemahan neuromuskular, keracunan obat, gangguan metabolisme, kelemahan otot pernapasan, dan obstruksi jalan napas.

d. Perubahan Pola Nafas

Pada keadaan normal, frekuensi pernapasan pada orang dewasa sekitar 12-20 X per menit, dengan irama teratur serta inspirasi lebih panjang dari ekspirasi. Pernapasan normal disebut eupnea. Perubahan pola napas dapat berupa hal-hal sebagai berikut :

1) Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien dengan asma

2) Apnea, yaitu tidak bernapas, berhenti bernapas

3) Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi lebih dari 24 kali per menit.

4) Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal dengan frekuensi kurang dari 16 kali per menit.

5) Kusmaul, yaitu perrnapasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi sama, sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam, misalnya pada pasien koma dengan penyakit diabetes melitus dan uremia.

6) Cheyne-stokes, merupakan pernapasan cepat dan dalam

kemudian berangsur-angsur dangkal dan diikuti dengan periode apnea yang berulang secara teratur, misalnya pada keracunan obat bius, penyakit jantung, dan penyakit ginjal. 7) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa

apnea dengan periode yang tidak teratur, misalnya pada meningitis.

7. Perubahan Fungsi Pernapasan

Menurut Ernawati (2012) perubahan fungsi dalam pernapasan disebabkan penyakit dan kondisi-kondisi yang mempengaruhi ventilasi dan transportasi oksigen.

(33)

a. Hiperventilasi

Adalah suatu kondisi ventilasi yang berlebih, yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbondioksida normal divena, yang diproduksi mealui metabolisme seluler. Hiperventilasi ini dapat disebabkan oleh ansietas, infeksi, obat-obatan, ketidakseimbangan asam dan basa. Tanda dan gejala hiperventilasi adalah takikardia,nafas pendek,nyeri dada,pusing,sakit kepala ringan,disorientasiparastesia,tinnitus,penglihatan yang kabur. b. Hipoventilasi

Adalah suatu proses dimana ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi karbondioksida secara adekuat. Biasanya terjadi pada keadaan atelektasis (kolaps paru).

Tanda dan gejala pada keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, kardiak distrimia, ketidakseimbangan elektrolit, kejang dan henti jantung.

8. Terapi Oksigen

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) terapi oksigen adalah pemberian oksigen lebih dari udara atsmosfer atau FiO2> 21%. Tujuan terapi oksigen adalah untuk mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah asidosis respiratorik, mencegah hipoksia jaringan, menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung, serta mempertahankan PaO2> 60 mmHg atau SaO2 > 90%.

Pemberian oksigen / terapi oksigen dapat dilakukan melalui metode berikut ini yaitu :

a. Sistem Aliran Rendah

Pemberian oksigen dengan menggunakan sistem ini ditujukan pada pasien yang membutuhkan oksigen, tetapi masih mampu bernapas normal karena tekhnik sistem ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi atau tidak konstan dan sangat dipengaruhi oleh aliran,

(34)

reservoir, dan pola napas pasien. Berikut adalah contoh pemberian oksigen dengan aliran rendah

1) Nasal kanula, diberikan dengan kontinu aliran 1-6 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 24-4 4%.

Keunggulan utama nasal kanula adalah pasien tidak merasa tidak nyaman seperti dengan masker dan ia dapat bicara dan makan dan ada akses ke wajah. Kanula dapat dipakai terus menerus untuk waktu yang lama, suatu hal yang penting karena pemberian oksigen biasanya harus koninu bukan intermiten. Sedangkan kekurangan kanula adalah konsentrasi oksigen inspirasi maksimum yang rendah dan konsentrasi yang tidak dapat diperkirakan, terutama jika pasien bernapas melalui mulut (West,2010)

2) Sungkup muka sederhana (simple mask), diberikan kontinu atau selang seling 5-10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40-60%

3) Sungkup muka dengan kantong rebreathing. Sungkup ini memiliki kantong yang terus mengembang baik pada saat inspirasi dan saat ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi, oksigen masuk dari sungkup melalui lubang antar sungkup dan kantong reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Aliran oksigen 8-12 liter per menit, dengan konsentrasi 60-80%

4) Sungkup muka dengan kantong non- rebreathing. Sungkup ini mempunyai 2 katup 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran 10-12 liter/menit, konsentrasi oksigen 80-100%.

(35)

b. Sistem Aliran Tinggi

Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan sehingga dapat menambah konsetrasi oksigen yang lebih cepat dan teratur.

Contoh dari sistem aliran tinggi adalah dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury dengan aliran sekitar 2-15 liter per menit. Prinsip pemberian oksigen dengan ventury adalah oksigen yang menuju sungkup diatur dengan alat yang memungkinkan konsentrasi dapat diatur sesuai dengan warna alat misalnya : warna biru 24%, putih 28%, jingga (oranye) 31%, kuning 35%, merah 40% dan hijau 60%

9. Komplikasi Terapi Oksigen

Menurut Francis (2011) terdapat banyak masalah yang berhubungan dengan terapi oksigen, walaupun demikian yang paling sering adalah : 1. Retensi karbondioksida

2. Asidosis respiratorik (Guyton & Hall 2000)

3. Penurunan dorongan hipoksik untuk bernapas (Smith, 2004) 4. Kekeringan mukosa dan disfungsi mukosiliar (Bourke, 2003) 5. Dehidrasi akibat sekresi respirasi dan retensi sputum (Pilkington,

2004)

6. Atelektasis (Kolaps paru) : karena konsentrasi oksigen inspirasi yang tinggi dapat menurunkan produksi surfaktan (suatu substansi yang menstabilkan membran alveolar dan menurunkan tegangan permukaan) (Jevon & Ewens 2001).

7. Toksisitas oksigen khusunya cenderung terjadi setelah berespirasi selama lebih dari 48 jam pada campuran gas yang mengandung oksigen konsentrasi tinggi. Hal ini mungkin kemudian berkembang menjadi adult respiratory distress sindrome yang memiliki hubungan mortalitas yang tinggi (Bateman & Leech 1998).

(36)

B. Penatalaksanaan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen pada Pasien TB Paru

Menurut Somantri (2009), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil Mycobacterium Tuberkulosis. Bakteri ini menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium Tuberkulosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Sebagian besar kuman ini berupa lemak / lipid, sehingga kuman tahan terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai darah yang banyak oksigen, dan daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu apikal/apeks paru.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien TB Paru

1. Pengkajian Keperawatan a. Identifikasi Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, golongan darah, no register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan.

b. Identifikasi Penanggung Jawab

Nama, umur, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, no telepon, pekerjaan, pendidikan.

c. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan Utama

Keluhan utama yang biasa muncul pada pasien TB Paru adalah terjadinya peningkatan produksi sputum, sesak napas, kesulitan dalam bernapas, adanya nyeri dada, batuk, hemoptisis, wheezing, stridor .

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya saat dilakukan pengkajian pada pasien dengan TB Paru pasien mengeluh sesak napas, nyeri dada, batuk, tampak

(37)

sulit bernapas, klien mengeluh ada darah yang keluar jika batuk, klien mengeluh ada sekret disaluran napasnya.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Biasanya pasien pernah mempunyai riwayat batuk-batuk lama sejak 4 bulan yang lalu, pasien pernah berobat tetapi tidak 1teratur, pasien memiliki kebiasaan merokok sejak umur 16 tahun, pasien kadang-kadang menghabiskan 5 bungkus rokok sehari.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang sama seperti pasien, dan penyakit keturunan lainnya seperti Diabetes Melitus, Hipertensi, dll.

d. Riwayat Spiritual Dan Psikososial 1) Pola konsep diri

Ideal diri : Biasanya pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan berkumpul dengan keluarganya.

Harga diri : Biasanya pasien merasa pasrah dengan penyakit yang dideritanya

Gambaran diri : Biasanya pasien mengatakan penyakit yang dideritanya adalah cobaan dari Tuhan Yang Maha Esa

2) Pola koping : Biasanya pasien tampak lemas, gelisah, dan pasrah dengan penyakitnya

3) Pola kognitif : daya fikir dan daya ingat pasien biasanya baik, dan pasien memahami penyakitnya

4) Pola interaksi : selama interaksi biasanya pasien menunjukkan sikap kooperatif dan perilaku bersahabat baik dengan perawat. 5) Ketaatan klien klien beribadah : biasanya pasien mengatakan

sebelum masuk rumah sakit ia rajin beribadah kemesjid, sedangkan setelah di rumah sakit pasien mengatakan ibadah sholatnya sering tertinggal.

(38)

e. Aktivitas Sehari-Hari

1) Nutrisi dan Metabolisme

Biasanya pasien dengan TB Paru akan mengalami penurunan nafsu makan, akibat sesak nafas, dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.

2) Pola Aktivitas dan Latihan

Biasanya pada pasien dengan TB Paru saat beraktivitas klien mengeluh sesak napas, dan untuk memenuhi kebutuhan ADLnya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarga.

3) Istirahat dan Tidur

Biasanya pasien mengatakan sebelum sakit ia tidur 6-8 jam perhari, kualitas tidur nyenyak. Selama dirumah sakit pasien tidur siang 1-2 jam perhari, dan tidur malam 3-4 jam perhari. Pasien mengatakan tidurnya tidak nyenyak dan sering terbangun dimalam hari karena sesak dan batuk.

f. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : biasanya pasien tampak sesak napas

2. Tingkat kesadaran : composmentis (kesadaran penuh dan kooperatif).

3. TTV

1) RR : Takipnea, Dispnea 2) Nadi : Takikardi

3) Suhu : jika ada infeksi, biasanya terjadi peningkatan suhu 4) TD : bisa hipotensia

4. Kepala : mesochepal

5. Mata : biasanya konjungtiva pucat karena anemia, konjungtiva sianosis karena hipoksemia dan konjungtiva terdapat pethecial karena emboli lemak atau endokarditis.

(39)

6. Kulit : sianosis perifer (vasokonstriksi dan menurunnya aliran darah perifer), sianosis secara umum (hipoksemia), penurunan turgor kulit akibat dehidrasi, edema, edema periorbital

7. Jari dan kuku : sianosis, jari tabuh (clubbing finger)

8. Mulut dan bibir : membran mukosa sianosis, bernapas dengan mengerutkan mulut

9. Hidung : pernapasan dengan cuping hidung

10. Leher : adanya distensi atau bendungan vena jugularis (Tarwoto dan Wartonah, 2015).

11. Dada

1) Inspeksi : terdapat tarikan dinding dada saat inspirasi (bernapas) atau penggunaan otot bantu pernapasan, pola napas pasien tidak teratur

2) Palpasi : vokal premitus pasien menurun terutama untuk selain itu juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.

3) Perkusi : suara perkusi redup sampai pekak tergantung pada

jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka pada pemeriksaam eksrusi diafragma akan didapatkan penurunan kemampuan pengembangan diafragma.

4) Auskultasi

Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang, dan biasanya ada suara nafas tambahan seperti wheezing, ronchi, crackels.

12. Abdomen

1) Inspeksi

Bentuk abdomen pasien simetris, warna kulit normal, perhatikan elastisitas kulit biasanya jelek karena kekurangan cairan, pasien tidak menggunakan tipe pernapasan abdomen.

2) Auskultasi

Bising usus pasien biasanya normal.

3) Pada perkusi abdomen terdengar bunyi yang normal yaitu

(40)

13. Genitalia

Biasanya pada pasien dengan TB Paru tidak ada keluhan pada daerah genitalianya.

14. Ekstremitas atas : tidak ada keluhan pada ekstremitas atas pasien, tetapi pergerakan ekstremitas atas kiri pasien terganggu akibat terpasang infus.

15. Ekstremitas bawah : tidak ada keluhan pada ekstremitas bawah

pasien.

g. Pola Pernapasan : Pernapasan pasien cepat (takipnea), Pernapasan > 24 kali/menit.

h. Pemeriksaan penunjang menurut Bararah & Jauhar (2013) :

1) Kultur sputum : positif untuk mycobacterium pada tahap akhir penyakit

2) Ziehl neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat

3) Test kulit : ( PPD, Mantoux, potongan vollmer), reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal.

4) Foto thorax : dapat menunjukkan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan , perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa

5) Biopsi jarum pada jaringan paru positif untuk granula TB, adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis

6) Elektrosit : dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi, misalnya hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB Paru luas.

7) Pemeriksaan fungsi pada paru : penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural

(41)

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB Paru menurut NANDA Internasional (2015), adalah sebagai berikut:

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas.

b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan.

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler.

d. Resiko gangguan identitas pribadi.

e. Defisiensi pengetahuan mengenai kondisi, pengobatan, dan perawatan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit TB Paru.

(42)

3. INTERVENSI KEPERAWATAN Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan No . Diagnosa Keperawatan NOC NIC 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas. Defenisi : ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk mempertahankan bersihan jalan nafas. Batasan Karakteristik : Tidak ada batuk, suara napas tambahan, perubahan frekuensi pernapasan, sianosis, dispnea, sputum dalam jumlah brlebihan, batuk yang tidak efektif, otopnea, perubahan irama nafas. NOC: Status pernafasan : kepatenan jalan nafas. Indikator : a) irama pernafasan b) kedalaman pernafasan c) tersedak d) cuping hidung e) dispnea saat istirahat f) penggunaan otot bantu nafas NIC:

Manajemen Jalan Nafas :

a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi b) Auskultasi suara nafas, catat

area yang ventilasinya menurun atau tidak dan adanya suara tambahan

c) Instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif d) Buang sekret dengan

memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lendir

e) Monitor status pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya.

Terapi Oksigen :

a) Pertahankan kepatenan jalan nafas

b) Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan c) Batasi aktivitas merokok

d) Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem humadifier

e) Monitor aliran oksigen

f) Amati tanda-tanda hipoventilasi

g) Monitor kecemasan pasien yang berkaitan dengan kebutuhan mendapatkan terapi oksigen Monitor Pernafasan :

a) Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan

(43)

bernafas

a) Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan,

penggunanaan otot-otot bantu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta b) Auskultasi suara nafas, catat

adanya suara tambahan seperti ngorok dan mengi

c) Monitor pola nafas (misalnya : bradipneu. Takipneu, hiperventilasi, pernafasan kusmaul 2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler. Defenisi : kelebihan atau defisit pada oksigenasi atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolar-kapiler Batasan karakteristik : dispnea, sakit kepala pada saat bangun tidur, gangguan

penglihatan, gas darah arteri yang tidak normal, pH arteri yang tidak normal, warna kulit tidak normal, napas NOC: Status pernafasan : Pertukaran Gas. Indikator : a) Tekanan parsial oksigen di darah arteri (PaO2) b) Tekanan parsial karbondioksid a di darah arteri (PaCO2) c) pH arteri d) saturasi oksigen e) keseimbangan ventilasi dan perfusi f) dispnea saat istirahat g) sianosis NIC : Terapi Oksigen :

a) Pertahankan kepatenan jalan nafas

b) Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan c) batasi aktivitas merokok

d) siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem humadifier

e) monitor aliran oksigen

f) amati tanda-tanda hipoventilasi g) Monitor kecemasan pasien yang

berkaitan dengan kebutuhan mendapatkan terapi oksigen Monitor Pernafasan :

a) Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas

b) Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan,

penggunanaan otot-otot bantu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta c) Auskultasi suara nafas, catat

adanya suara tambahan seperti ngorok dan mengi

d) Monitor pola nafas (misalnya : bradipneu. Takipneu,

(44)

cuping hidung, hipoksia, hipoksemia, somnolen, takikardi. hiperventilasi, pernafasan kusmaul

e) Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi seperti SaO2, SvO2, SpO2

3. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan. Defenisi : inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat. Batasan karakteristik : penurunan tekanan inspirasi dan ekspirasi, penurunan pertukaran udara permenit, menggunakan otot pernafasan tambahan, dispnea, ortopnea, nafas pendek, pernafasan rata-rata/ minimal. NOC: Status pernapasan. Indikator : a) Frekuensi pernafasan b) Irama pernaafasan c) Kedalaman pernafasan d) Suara auskultasi nafas e) Kepatenan jalan nafas NIC : Terapi Oksigen :

a) pertahankan kepatenan jalan nafas

b) berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan c) batasi aktivitas merokok

d) siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem humadifier

e) monitor aliran oksigen

f) amati tanda-tanda hipoventilasi g) Monitor kecemasan pasien yang

berkaitan dengan kebutuhan mendapatkan terapi oksigen Monitor Pernafasan :

a) Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas

b) Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan,

penggunanaan otot-otot bantu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta c) Auskultasi suara nafas, catat

adanya suara tambahan seperti ngorok dan mengi

d) Monitor pola nafas (misalnya : bradipneu. Takipneu, hiperventilasi, pernafasan kusmaul 4 Resiko gangguan identitas pribadi berhubungan dengan ketidakmampuan mepertahankan NOC : Identitas Pribadi, Resiko Gangguan. Indikasi : a) Peningkatan NIC : Peningkatan Koping :

a) Berikan penilaian (kemampuan) penyesuaian pasien terhadap perubahan-perubahan dalam citra tubuh, sesuai dengan

(45)

presepsi diri. Defenisi : ketidakmampuan mempertahankan presepsi diri yang

utuh dan komplet. Batasan karakteristik : gangguan citra tubuh, gangguan hubungan, kebingungan tentang ujian, perilaku tidak konsisten. koping b) Konseling c) Terapi keluarga d) Manjemen pengobatan e) Manajemen alam perasaan f) Peningkatan harga diri indikasi

b) Berikan penilaian mengenai dampak dari situasi kehidupan pasien terhadap peran dan hubungan

c) Berikan penilaian mengenai pemahaman pasien terhadap proses penyakit

d) Berikan suasana penerimaan Konseling :

a) Bangun hubungan yang teraupeutik yang didasarkan pada rasa saling percaya dan saling menghormati

b) Tunjukkan empati, kehangatan, dan ketulusan

c) Bantu pasien untuk mengidentifikasi masalah atau situasi yang menyebabkan distress

d) Identifikasi adanya perbedaan pandangan antara pandangan pasien terhadap situasi dengan pandangan dari tim tenaga kesehatan

Peningkatan Harga Diri :

a) Bantu pasien untuk menemukan penerimaan diri

b) Berikan pengalaman yang akan meningkatkan otonomi pasien, dengan tepat

c) Sampaikan/ ungkapkan kepercayaaan diri pasien dalam mengatasi situasi

d) Bantu pasien untuk mengatur tujuan yang realisik dalam rangka mencapai harga diri yang lebih tinggi

e) Buat pernyataan positif mengenai pasien 5 Defesiensi pengetahuan NOC: Pengetahuan : NIC:

(46)

mengenai kondisi, pengobatan, dan perawatan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang TB Paru. Defenisi : ketiadaan atau defesiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu. Batasan karakterstik : mengungkapkan masalah secara verbal, tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat, perilaku tidak sesuai atau terlelu berlabuhan. proses penyakit. Indikasi : a) Karakter spesifik penyakit b) Prognosis c) Program pengobatan

a) Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses penyakit yang spesifik

b) Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hubungannya dengan anatomi, fisiologi c) Review pengetahuan pasien

mengenai kondisinya

d) Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit

e) Jelaskan mengenai proses penyakit

f) Diskusikan pilihan terapi /

penanganan yang

direkomendasikan

g) Edukasi pasien mengenai tindakan untuk mengontrol/ meminimalkan gejala.

Sumber : NANDA International, 2015, Moorhead, Sue, dkk, 2013, Bulecheck, Gloria M, 2013

(47)

4. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual, teknik yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien (Bararah & Jauhar, 2013).

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan (Bararah & Jauhar, 2013).

Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk meningkatkan oksigenasi tidak berhasil, maka perawat harus segera memodifikasi rencana asuhan keperawatan intervensi yang baru kemudian dikembangkan. Perawat tidak perlu ragu untuk memberitahu doktyer tentang status oksigenasi pasien yang memburuk. Pemberitahuan yang cepat dapat menghindari situasi yang kedaruratan atau bahkan menghindari perlunya resusitasi jantung paru (Potter dan Perry, 2006)

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Design penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian deskriptif yang berbentuk studi kasus. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta fenomena yang diselidiki, dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan menggambarkan asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien TB Paru di Ruang VI Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang tahun2017.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Ruang VI Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang tahun 2017. Waktu penelitian dimulai dari bulan Januari sampai bulan Juni 2017. Sedangkan waktu pengambilan data pasien dimulai dari tanggal 29 Mei sampai tanggal 4 Juni 2017.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari objek yang diteliti atau subjek yang diteliti (Sugiyono, 2016). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien TB Paru yang mengalami gangguan oksigenasi di Ruang VI Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang. Jumlah populasi pasien TB Paru diruang VI Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang pada saat penelitian adalah sebanyak 2 orang. 2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada (Hidayat, 2013). Sampel penelitian ini adalah dua orang partisipan TB Paru yang mengalami gangguan oksigen di Ruang VI Paru Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang.

(49)

Pemilihan partisipan merujuk pada teknik accidental sampling. Accidental

sampling merupakan suatu teknik pengambilan sampel dengan cara

memilih siapa yang kebetulan ada atau dijumpai pada saat itu (Nursalam, 2013).

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah : a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2013). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Pasien bersedia diberikan asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi

2) Pasien menderita TB Paru dengan BTA positif 3) Pasien terganggu pemenuhan kebutuhan oksigenasi 4) Pasien dalam rawatan fase akut (1-7 hari)

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi berbagai sebab (Nursalam, 2013). Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah pasien dalam rawatan kurang dari 5 hari atau perbaikan kondisi

D. Alat / Instrument Pengumpulan Data

Alat/ instrument pengumpulan data berupa format pengkajian keperawatan mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Cara pengumpulan data dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi langsung dan studi dokumentasi.

1. Format pengkajian keperawatan terdiri dari : identitas pasien, identitas penanggung jawab, riwayat kesehatan, keluhan dasar, pemeriksaan fisik, data psikologis, data ekonomi sosial, data spiritual, pemeriksaan laboratorium/ pemeriksaan penunjang, dan program pengobatan.

2. Format analisa data terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medik, data, masalah, dan etiologi.

Referensi

Dokumen terkait

Penulis mencoba membuktikan kembali hasil penelitian sebelumnya dengan menggunakan pendekatan secara normatif dan empiris di Kabupaten Gresik yang diaplikasikan dengan

Penelitian di SD Negeri 1 Brobotdilatarbelakangi oleh rendahnya percaya diri dan prestasi belajar siswa pada materi peristiwa sekitar proklamasi. Tujuan dari

Penyertaan Modal (lnvestasi) Pemerintah Daerah sebesar Rp.45.500.000.000,00 dapat dianggarkan apabila telah ditetapkan peraturan daerah tentang penyertaan modal dan

Operasi push pada stack yang menggunakan single linked list adalah sama dengan proses tambahawal pada operasi linked list1. Langkah-langkahnya

Hasil penelitian sebelumnya dikatehui bahwa ekstrak daun kelor memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escheria coli yang resisten terhadap

Sedangkan untuk agama non Islam alasan untuk mengajukan perceraian karena perpindahan agama tidak bisa diterima karena tidak adanya aturan yang mengatur bahwa hal

Prevalence of microplastics in Singapore’s coastal marine environment.. Microplastics in Singapore’s c oastal mangrove

Bahasa asing yang dapat digunakan dalam pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum