• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1 Tinjauan Umum Jeruk Mandarin

Klasifikasi tanaman jeruk mandarin dapat dijabarkan sebagai berikut (Backer dan Bakhhuizen, 1965):

Kingdom : Plantae Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae Ordo : Sapindales Famili : Rutaceae Genus : Citrus

Spesies : Citrus reticulata

Adapun buah jeruk mandarin dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Jeruk mandarin (Anonim, 2012)

Jeruk mandarin merupakan jenis pohon dengan tinggi 2-8 meter. Batang jeruk mandarin mempunyai bentuk bulat atau setengah bulat dan memiliki percabangan yang banyak dengan tajuk yang sangat rindang. Tumbuhan ini tidak berduri. Daun jeruk mandarin berbentuk bulat telur memanjang, elips atau lanset dengan pangkal tumpul dan ujung meruncing seperti tombak. Permukaan atas

(2)

daun berwarna hijau tua mengkilat sedangkan permukaan bawah hijau muda. Panjang daun 4-8 cm dan lebar 1,5-4 cm (Soelarso, 1996).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Silalahi (2014), komposisi senyawa penyusun yang terdapat pada ekstrak etanol kulit jeruk mandarin adalah metil ester asam oktanoat; metil ester asam kaprilat; n-heksadekana; 1,3,6,10-dodekatetraena,3,7,11-trimetil; metil laurat; n-heneikosan; etil miristat; dan etil palmitat.

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau minyak eteris (essential oil, volatile oil, etherial oil) adalah minyak mudah menguap yang diperoleh dari tanaman dan merupakan campuran dari senyawa-senyawa volatil yang dapat diperoleh dengan distilasi, pengepresan ataupun ekstraksi. Minyak atsiri mempunyai sifat fisik dan kimia yang sangat berbeda dengan minyak pangan (Ketaren, 1987; Boelens, 1997; Baser, 1999). Minyak atsiri biasanya digunakan sebagai flavor dalam makanan dan minuman serta sebagai parfum, kosmetik, sabun, obat-obatan, dan aroma terapi.

Minyak atsiri dihasilkan dari tanaman dan mempunyai sifat mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri dapat bersumber pada setiap bagian tanaman yaitu daun, bunga, buah, biji, batang atau kulit dan akar atau rhizome (Ketaren, 1985). Dari 350.000 spesies tanaman yang ada, sekitar 17.500 (5%) spesies adalah tanaman penghasil senyawa beraroma dan sekitar 300 spesies tanaman digunakan untuk memproduksi minyak atsiri untuk industri makanan,

(3)

flavor, dan parfum (Boelens, 1997). Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan minyak atsiri dapat segar, setengah kering atau kering, untuk bunga harus dalam bentuk segar.

Menurut Reineccius (1999) minyak atsiri terdiri atas campuran senyawa organik yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : terpen, turunan terpen teroksidasi, senyawa aromatik dan senyawa yang mengandung nitrogen atau sulfur.

(1). Terpen yaitu senyawa hidrokarbon yang dibangun oleh dua atau lebih unit isopren (C5, n =1). Jika n = 2 maka hidrokarbon tersebut dikenal dengan

monoterpen, jika n = 3 disebut seskuiterpen dan jika n = 4 disebut diterpen, juga dikenal triterpen (C30) dan tetraterpen (C40). Meskipun jumlahnya

signifikan dalam minyak atsiri tetapi terpen hanya memiliki nilai citarasa yang kecil, bila dibandingkan dengan oxygenated terpene derivates.

(2). Turunan terpen teroksidasi (oxygenated terpene derivates) yaitu alkohol, aldehid, keton dan ester. Senyawa tersebut memberikan kontribusi besar pada perbedaan citarasa diantara minyak atsiri. Contoh senyawa ini diantaranya sitronelol, geraniol, nerol, mentol, nerolidol, sitral.

(3). Senyawa aromatik dengan gugus fungsi yang bervariasi (alkohol, asam, ester, aldehid, keton, fenol).

(4). Senyawa yang mengandung nitrogen atau sulfur. Senyawa ini tidak terdapat pada kebanyakan minyak atsiri, biasanya terdapat pada tanaman yang mengandung bahan albuminous diantaranya indol dan skatol.

(4)

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda dari komponen-komponen campuran. Ekstraksi sering dilakukan pada industri citarasa, dapat dalam bentuk padat-cair atau cair-cair. Selama isolasi senyawa beraroma, bahan alami diperlakukan dengan pelarut yang sesuai untuk mendapatkan citarasa yang diinginkan dalam jumlah optimal (Furniss et al. 1978; Ojha et al. 1995). Selanjutnya dinyatakan bahwa ekstraksi secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair. Pada ekstraksi cair-cair, senyawa yang dipisahkan terdapat dalam campuran yang berupa cairan, sedangkan ekstraksi padat-cair adalah suatu metode opemisahan senyawa dari campurannya yang berupa padatan.

Beberapa metode ekstraksi dengan pelarut yang dapat digunakan adalah maserasi, perkolasi, soxhletasi, refluks, distilasi uap, dan rotavapor.

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar terlindung dari cahaya. Cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim, 2012).

(5)

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) (Anonim, 2012).

3. Soxhletasi

Metode penyarian atau ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. (Anonim, 2012).

4. Refluks

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3 jam sampai 4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Sudjadi, 1986).

5. Distilasi Uap

Distilasi uap adalah ekstraksi dengan cara mengalirkan uap air pada simplisia (umumnya cara ini dilakukan pada kandungan kimia simplisia yang mudah menguap seperti minyak atsiri) sehingga uap air menarik kandungan

(6)

zat di dalam simplisia, yang kemudian terkondensasi bersama-sama menghasilkan ekstrak cair (campuran) (Anonim, 2012).

6. Rotavapor

Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10ºC di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung (Sudjadi, 1986).

Cara kerja ekstraksi dengan pelarut mudah menguap cukup sederhana yaitu bahan dimasukkan ke dalam ekstraktor. Pelarut akan berpenetrasi ke dalam bahan dan melarutkan minyak beserta beberapa jenis lilin, albumin dan zat warna. Larutan selanjutnya dipekatkan dan pelarut diuapkan (Guenther, 1987). Minyak yang dihasilkan dari ekstraksi dengan pelarut mudah menguap biasanya berwarna gelap karena mengandung pigmen alamiah yang tidak dapat menguap, tetapi proses ini mempunyai keunggulan yaitu untuk bahan-bahan tertentu mempunyai bau yang mirip dengan bau tanaman aslinya.

Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan secara batch atau kontinyu. Proses batch cenderung kurang efisien dibanding proses kontinyu. Contoh proses ekstraksi kontinyu pada bahan padat adalah dengan ekstraktor Soxhlet sedangkan proses batch adalah maserasi yaitu merendam bahan dalam pelarut selama waktu tertentu (Furniss et al. 1980). Untuk meningkatkan efisiensi proses ekstraksi

(7)

digunakan panas, contoh di laboratorium adalah ekstraksi dengan Soxhlet (Ojha et al., 1995).

2.3.1 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi antara lain: (Treyball, 1980 ; Mc Cabe, 2005 ; Skoog, 2002 )

1. Ukuran Partikel Bahan

Untuk meningkatkan kinerja proses ekstraksi baik dari waktu yang diperlukan yang lebih singkat dan hasil ekstrak yang diperoleh dapat lebih besar, diupayakan sampel bahan yang digunakan memiliki luas permukaan yang besar. Luas permukaan yang besar ini dapat dicapai dengan memperkecil ukuran bahan. Ukuran kecil bahan ini kemudian akan memperpendek lintasan kapiler proses difusi dan tahanan proses difusi internal dapat diabaikan. Semakin luas permukaan bahan maka perpindahan massa ekstraksi akan berlangsung lebih cepat. Namun keberadaan bahan berukuran kecil pun harus dibatasi jumlahnya, karena jumlah bahan yang terlampau banyak dapat menghalangi aliran pelarut untuk kontak dengan zat aktif dalam bahan itu sendiri. Pengecilan ukuran bahan ini dapat diusahakan dengan penggerusan atau penekanan pada bahan. Namun pengecilan ukuran bahan ini pun perlu diperhatikan agar tidak terlalu kecil yang dapat menghilangkan kemungkinan pelarut terserap ke dalam bahan.

2. Pelarut

Pelarut yang dipilih harus disesuaikan dengan beberapa kriteria berikut:  Kepolaran dan kelarutan pelarut. Pelarut yang dipilih memiliki kepolaran

(8)

melarutkan solute dengan baik. Dengan tingkat kelarutan yang tinggi, hanya sedikit pelarut yang diperlukan.

 Selektifitas. Pelarut diharapkan memiliki selektifitas yang tinggi sehingga hanya akan melarutkan senyawa-senyawa tertentu yang ingin diekstrak atau sesedikit mungkin melarutkan senyawa-senyawa pengotor, sehingga pemisahan dari campurannya pun dapat berlangsung lebih sempurna.

 Murah dan mudah diperoleh.

 Tidak korosif, tidak beracun, stabil secara termal dan tidak mudah terbakar.  Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi.

 Tidak reaktif yaitu pelarut hanya berfungsi melarutkan dan diharapkan tidak mengubah susunan kimia dari bahan yang diekstrak (tidak terjadi reaksi antara pelarut dengan bahan yang diekstrak).

 Mempunyai titik didih yang cukup rendah, agar pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi.

 Viskositas dan densitas. Viskositas dan densitas dari pelarut diharapkan cukup rendah agar pelarut lebih mudah mengalir dan kontak dengan padatan berlangsung lebih baik.

 Sifatnya terhadap air. Pelarut yang digunakan sebaiknya bersifat hidrofilik terlebih bila bahan yang akan diekstrak masih mengandung sedikit air. Bila pelarut yang digunakan bersifat hidrofob, pelarut yang diharapkan dapat menembus dinding sel dan melarutkan isi sel (klorofil/bahan yang akan diekstrak) akan ditolak terlebih dahulu oleh keberadaan air.

(9)

3. Temperatur

Temperatur operasi yang tinggi akan berpengaruh positif terhadap ekstraksi karena adanya peningkatan kecepatan difusi, peningkatan kelarutan dari larutan, dan penurunan viskositas pelarut. Dengan viskositas pelarut yang rendah, kelarutan yang dapat dicapai lebih besar. Temperatur yang digunakan harus dapat disesuaikan dengan kelarutan pelarut, stabilitas pelarut, tekanan uap pelarut, dan selektifitas pelarut.

4. pH

Rentang pH yang digunakan harus disesuaikan dengan kestabilan bahan yang akan diekstrak. Misalnya untuk klorofil, suasana asam dan basa dapat membuat klorofil terhidrolisis menjadi klorofilid.

5. Pengadukan

Pengadukan diperlukan untuk meningkatkan difusi eddy sehingga perpindahan massa dari permukaan padatan ke pelarut dapat meningkat pula. Selain itu pengadukan juga mencegah terjadinya pengendapan.

6. Waktu ekstraksi

Semakin lama waktu ekstraksi, maka semakin lama waktu kontak antara pelarut dan solute sehingga perolehan ekstrak akan semakin besar. Namun bila waktu yang dibutuhkan terlalu lama maka secara ekonomis proses ekstraksi tersebut berlangsung dengan tidak efisien.

Pada penelitian Tenaya (2011), melakukan ekstraksi minyak atsiri bunga kamboja cendana dengan lama ekstraksi 1, 2, 3 dan 4 jam. Dari hasil penelitiannya diperoleh rendemen tertinggi didapatkan pada lama ekstraksi 4 jam.

(10)

Saputra (2010), melakukan ekstrak flavor daun pandan wangi selama 1, 2, 3 dan 4 jam dan ekstrak flavor daun pandan terbaik dihasilkan pada ekstraksi 3 dan 4 jam. 7. Porositas dan difusivitas

Perlu diperhatikan apakah struktur bahan padat yang diekstrak berpori atau tidak. Struktur yang berpori dari padatan berarti memungkinkan terjadinya difusi internal solute dari permukaan padatan ke pori-pori padatan tersebut. Difusivitas sendiri merupakan suatu parameter yang menunjukkan kemampuan solute berpindah secara difusional. Semakin besar difusivitas bahan padatan maka semakin cepat pula difusi internal yang terjadi dalam padatan tersebut.

8. Rasio zat padat terhadap pelarut

Jumlah pelarut perlu disesuaikan dengan kebutuhan. Pelarut yang terlalu banyak dapat mengakibatkan pemborosan biaya dalam operasi ekstraksi.

9. Mode operasi

Pemilihan mode operasi dalam pelaksanaan ekstraksi padat-cair pun perlu dipertimbangkan karena menentukan keberhasilan pemisahan yang dapat berlangsung.

2.4 Pelarut

Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair, atau gas yang menghasilkan sebuah larutan. Dalam kehidupan sehari-hari pelarut yang digunakan adalah air. Disamping itu juga menggunakan bahan kimia organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut organik. Pelarut organik biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah lebih besar. (Wanto dan Romli,

(11)

1977). Polaritas bahan pelarut dan angka konstanta dielektrikumnya disajikan pada Tabel 1. (Sudarmadji et al. 1997).

Tabel 1. Konstanta dielektrikum bahan-bahan pelarut Bahan Pelarut Konst.

Dielek

Tingkat Kelarutan dalam Air Tak Larut Sedikit Misibel * n-heksana petroleum ether n-oktan sikloheksan benzene toluene asam propanoat dietilether chloroform butilasetat etilasetat asam asetat metilasetat tetrahidrofuran metilenkhlorida t-butanol piridin 2-butanol n-butanol 2-propanol 1-propanol aseton ethanol methanol asam formiat air 1,89 1,90 1,95 2,02 2,28 2,38 3,30 3,34 4,81 5,01 6,02 6,15 6,68 7,58 9,08 10,09 12,30 15,80 17,80 18,30 20,10 20,70 24,30 33,60 58,50 80,40 Tl tl tl tl tl s s s s s s s s s s s s m m m m m m m m m *misibel artinya dapat bercampur dengan air dalam berbagai proporsi.

Berdasarkan penelitian tentang ekstrak flavor daun pandan dengan waktu ekstraksi 4 jam menghasilkan rendemen tertinggi pada pelarut heksana dibandingkan dengan pelarut etil asetat (Saputra, 2010). Selain itu penelitian tentang minyak atsiri bunga kamboja dengan waktu ekstraksi 4 jam juga menghasilkan rendemen tertinggi pada pelarut n-heksana (Tenaya, 2011). Pada penelitian yang dilakukan oleh Wartini (2009), untuk menentukan profil senyawa ekstrak flavor daun salam menggunakan pelarut etil asesat. Pada penelitian yang

(12)

dilakukan oleh Munawaroh et al. (2010) untuk mendapatkan minyak atsiri daun jeruk purut menggunakan pelarut n-heksana dan etanol.

2.4.1 Heksana

Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14. Awalan heks- merujuk pada enam karbon atom yang terdapat pada heksana

dan akhiran -ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal yang menghubungkan atom-atom karbon tersebut. Dalam keadaan standar senyawa ini merupakan cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air. Keuntungan pelarut ini yaitu bersifat selektif dalam melarutkan zat, menghasilkan jumlah kecil lilin, albumin, dan zat warna, namun dapat mengekstrak zat pewangi dalam jumlah besar (Guenther, 1987).

Tabel 2. Sifat fisika dan kimia n-heksana Karakteristik Syarat

Bobot molekul 86,2 gram/mol

Warna Tak berwarna

Wujud Cair

Titik lebur -95ºC

Titik didih 69ºC (pada 1 atm) Densitas 0,6603 gr/ml pada 20ºC

Sumber: Kastianti dan Amalia dalam Munawaroh dan Handayani (2010)

2.4.2 Etil Asetat

Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3.

Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut (Anonim, 2014). Etil asetat merupakan pelarut polar menengah yang mudah menguap, tidak beracun dan tidak higrokopis.

(13)

Etil asetat dapat dihidrolisis pada keadaan asam atau basa menghasilkan asam asetat dan etanol kembali. Katalis asam seperti asam sulfat dapat menghambat hidrolisis karena berlangsungnya reaksi kebalikan hidrolisis yaitu esterifikasi Fischer. Untuk memperoleh rasio hasil yang tinggi, biasanya digunakan basa kuat dengan proporsi stoikiometris, misalnya natrium hidroksida. Reaksi ini menghasilkan etanol dan natrium asetat, yang tidak dapat bereaksi lagi dengan etanol :

CH3CO2C2H5 + NaOH → C2H5OH + CH3CO2Na

Tabel 3. Sifat fisika dan kimia etil asetat Karakteristik Syarat Rumus molekul C4H8O2

Massa molar 88,12 g/mol

Titik lebur -83,6 °C (189.55 K) Titik didih 77,1 °C (350.25 K)

Densitas 0,897 g/cm³, cairan pada 30ºC

Warna Tidak berwarna

Wujud Cair

Sumber: Anonim (2014) 2.4.3 Etanol

Etanol disebut juga etil alkohol yang di pasaran lebih dikenal sebagai alkohol merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH. Dalam

kondisi kamar, etanol berwujud cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna. Etanol sering digunakan sebagai pelarut dalam laboratorium karena mempunyai kelarutan yang relatif tinggi dan bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lainnya.

(14)

Tabel 4. Sifat fisika dan kimia etanol Karakteristik Syarat Rumus molekul C2H5OH

Massa molekul relative 46,07 g/mol

Titik leleh -114,3ºC

Titik didih 78,32ºC

Densitas pada 20ºC 0,7893 g/cm3 Kelarutan dalam air

20ºC Sangat larut

Viskositas pada 20ºC 1,17 cP Kalor spesifik pada

20ºC 0,579 kal/gºC

Gambar

Gambar 1. Jeruk mandarin (Anonim, 2012)
Tabel 1. Konstanta dielektrikum bahan-bahan pelarut  Bahan Pelarut  Konst.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur atas berkat rahmat Allah SWTyang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul “ Analisis Beban Kerja

Namun, karena film adaptasi dari novel adalah film yang dibuat berdasarkan cerita dari sebuah novel, penonton menjadi tidak bebas dan cenderung menafsirkan film adaptasi

Dengan demikian maka Ha diterima dan Ho ditolak, sehingga dapat dikatakan bahwa Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) efektif dalam

Media massa memainkan peranan penting dalam pembentukan kata baru bahasa Tamil bagi menyampaikan mesej kepada masyarakat dengan lebih efisien dan iklan merupakan salah satu

Berangkat dari masalah yang dipaparkan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui Hubungan Pelaksanaan Oral Hygiene dengan Kejadian Infeksi Rongga Mulut Pada

a. Peneliti mengklasifikasikan setiap kios dan ruko yang dimiliki oleh perusahaan sesuai dengan pengklasifikasian properti investasi menurut PSAK 13 yakni setiap aset yang

Ancasipun panaliten inggih punika: (1) mindhakaken kwalitas proses pasinaon kaprigelan nyerat karangan narasi basa Jawa kanthi ngginakaken metode Think Pair Share