12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Auditing 2.1.1.1. Pengertian Auditing
Arens (2015:2) mendefinisikan auditing adalah:
“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent independent person”
Pengertian diatas menjelaskan bahwa auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
Agoes (2012:4) mendefinisikan auditing adalah:
“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematik, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran hasil laporan keuangan tersebut”
Audit harus dilakukan oleh orang yang independen dan berpengalaman. Auditor harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang digunakan dan setidaknya harus berpengalaman untuk dapat mengevaluasi bukti serta menyampaikan hasilnya dengan baik. Auditor juga harus memiliki sikap mental independen yang berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain (Mulyadi, 2010).
Definisi auditing menurut Mulyadi (2002:9) secara umum memiliki unsur-unsur penting yang diuraikan sebagai berikut:
1. Suatu proses sistematik
Merupakan suatu proses sistematik, yaitu berupa rangkaian langkah atau prosedur yang logis, berkerangka, dan terorganisir.
2. Untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif
Proses sistematik tersebut ditunjukan untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan yang dibuat oleh individu atau badan usaha, serta untuk mengevaluasi tanpa memihak atau berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut.
3. Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi
Yang dimaksud dengan pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi disini adalah hsil proses akuntansi. Akuntansi merupakan proses pengidentifikasian, pengukuran, dan penyampaian informasi ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang. Proses akuntansi inilah yang menghasilkan suatu pernyataan yang disajikan dalam laporan keuangan.
4. Menetapkan tingkat kesesuaian
Pengumpulan bukti mengenai persyaratan dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian antara pernyataan dengan kriteria tersebut kemungkinan dapat dikuantifikasikan, kemungkinan pula bersifat kualitatif.
5. Kriteria yang ditetapkan
Kriteria atau standar yang dipakai sebagai dasar untuk menilai pernyataan (yang berupa hasil proses akuntansi) dapat berupa:
a. Peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif. b. Anggaran atau ukuran prestasi lain yang ditetapkan oleh
manajemen.
c. Prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia (generally accepted accounting principles).
6. Penyampaian hasil
Penyampaian hasil auditing sering disebut dengan atestasi (attestation). Penyampaian hasil dilakukan secara tertulis dalam bentuk laporan audit (audit report). Atestasi dalam bentuk laporan tertulis ini dapat menaikan atau menurunkan tingkat kepercayaan pemakai informasi keuangan atas asersi yang dibuat oleh pihak yang diaudit.
7. Pemakai yang berkepentingan
Dalam dunia bisnis, pemakai yang berkepentingan terhadap laporan audit adalah para pemakai informasi keuangan seperti: pemegang saham, manajemen, kreditur, calon investor dan kreditur, organisasi buruh dan kantor pelayanan pajak.
2.1.1.2. Jenis-jenis Audit
Menurut Arens, A. Alvin, Randal J. Elder, Mark S. Beasley (2015:12) ada 3 jenis utama audit, yaitu:
1. Audit operasional
Audit operasional dilakukan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian dari prosedur dan metode organisasi. Pada akhir audit operasional, manajemen biasanya mengharapkan saran-saran untuk memperbaiki operasi.
2. Audit ketaatan
Audit ketaatan dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang diaudit mengikuti prosedur, aturan, dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh otoritas tertentu.
3. Audit laporan keuangan
Audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu, kriteria yang berlaku adalah prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2.1.1.3. International Standards on Auditing (ISA)
International Standards on Auditing merupakan standar audit yang berbasis risiko. Dalam audit berbais risiko, auditor menggunakan kearifan professional dalam pelaksanaan audit dan lebih menekankan pada professional judgement (Tuanakotta, 2015). Menurut Tuanakotta (2015:239) terdapat tiga langkah audit berbasis risiko, yaitu :
1. Menilai Risiko (Risk Assesment)
Melaksanakan prosedur penilaian risiko untuk mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan.
2. Menanggapi Risiko (Risk Response)
Merancang dan melaksanakan prosedur audit selanjutnya yang menanggapi risiko (salah saji material) yang telah diidentifikasi dan dinilai, pada tingkat laporan keuangan dan asersi.
3. Pelaporan (Reporting) Tahap melaporkan meliputi:
a. Merumuskan pendapat berdasarkan bukti audit yang diperoleh. b. Membuat dan menerbitkan laporan yang tepat, sesuai kesimpulan
yang ditarik.
2.1.1.4. Standar Auditing
Standar Audit (SA) adalah aturan mengenai tanggung jawab auditor dalam merumuskan opini atas laporan keuangan. Standar Audit (SA) terdiri dari:
A. Prinsip Umum dan Tanggung Jawab
• SA 200 : Tujuan Keseluruhan Auditor Independen dan Pelaksanaan Audit Berdasarkan Standar Audit
• SA 210 : Persetujuan atas Ketentuan Perikatan Audit
• SA 220 : Pengendalian Mutu untuk Audit atas Laporan Keuangan • SA 230 : Dokumentasi Audit
• SA 240 : Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan
• SA 250 : Pertimbangan atas Peraturan Perundang-Undangan dalam Audit atas Laporan Keuangan
• SA 260 : Komunikasi dengan Pihak yang Bertanggung Jawab atas Tata Kelola
• SA 265 : Pengomunikasikan Defisiensi dalam Pengendalian Internal kepada Pihak yang Bertanggung Jawab atas Tata Kelola dan Manajemen B. Penilaian Risiko dan Respons terhadap Risiko yang Dinilai
• SA 30 : Perencanaan Audit
• SA 315 : Pengidentifikasian dan Penilaian Risiko Kesalahan Penyajian Material melalui Pemahaman atas Entitas dan Lingkungannya
• SA 320 : Materialitas dalam Tahap Perencanaan dan Pelaksanaan Audit
• SA 330 : Respons Auditor terhadap Risiko yang Telah Dinilai • SA 402 : Pertimbangan Terkait dengan Entitas yang Menggunakan
suatu Organisasi Jasa
• SA 450 : Pengevaluasian atas Kesalahan Penyajian yang Diidentifikasi Selama Audit
C. Bukti Audit
• SA 500 : Bukti Audit
• SA 505 : Konfrimasi Eksternal
• SA 510 : Perikatan Audit Tahun Pertama • SA 520 : Prosedur Analitis
• SA 530 : Sampling Audit
• SA 540 : Audit atas Estimasi Akuntansi, termasuk Estimasi Akuntansi Nilai Wajar, dan Pengungkapan yang Bersangkutan
• SA 550 : Pihak Berelasi • SA 560 : Peristiwa Kemudian • SA 570 : Kelangsungan Usaha • SA 580 : Representasi Tertulis D. Penggunaan Hasil Pekerjaan Pihak Lain
• SA 600 : Pertimbangan Khusus – Audit atas Laporan Keuangan Grup
• SA 640 : Penggunaan Pekerjaan Auditor Internal • SA 620 : Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor E. Kesimpulan Audit dan Pelaporan
• SA 700 : Perumusan Suatu Opini dan Pelaporan atas Laporan Keuangan
• SA 705 : Modifikasi terhadap Opini dalam Laporan Auditor Independen
• SA 706 : Paragraf Penekan Suatu Hal dan Paragraf Hal Lain dalam Laporan Auditor Independen
• SA 710 : Informasi Komparatif Angka Koresponding dan Laporan Keuangan Komparatif
• SA 720 : Tanggung Jawab Auditor atas Informasi Lain dalam Dokumen yang Berisi Laporan Keuangan Auditan
F. Area Khusus
• SA 800 : Pertimbangan Khusus Audit atas Laporan Keuangan yang Disusun Sesuai Kerangka Bertujuan Khusus
• SA 805 : Pertimbangan Khusus Audit atas Laporan Keuangan Tunggal dan Suatu Unsur, Akun, atau Pos Tertentu dalam Laporan Keuangan
• SA810 : Perikatan untuk Melaporkan Ikhtisar Laporan Keuangan
2.1.1.5. Perumusan Opini Audit
Opini yang diterbitkan auditor dirumuskan berdasarkan dari hasil bukti-bukti yang dikumpulkan dan temuan yang diperoleh. Berikut ISA 700 yang menjelaskan mengenai perumusan opini (Tuanakotta, 2015:494).
Tabel 2.1 Perumusan Opini
Isa Pokok Pembahasan Penjelasan
700.10
Sesuai Kerangka Pelaporan
Auditor wajib merumuskan opini mengenai apakah laporan keuangan diuat, dalam segala hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan yang berlaku umum.
700.11
Kesimpulan Untuk Merumuskan Opini
Untuk merumuskan opini, auditor wajib menyimpulkan mengenai apakah auditor telah memperoleh asurans yang memadai/wajar tentang apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari salah saji material, apakah karena kecurangan atau kesalahan. Kesimpulan ini akan
memperhitungkan: a. Kesimpulan auditor, sesuai ISA 330, apakah
bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh. b. Kesimpulan auditor, sesuai ISA 450, apakah
salah saji yang belum dikoreksi, secara terpisah atau tergabung, adalah material.
c. Evaluasi atas laporan keuangan.
700.12 Evaluasi Atas Laporan Keuangan
Auditor wajib mengevaluasi apakah laporan keuangan dibuat, dalam segala hal yang material, sesuai dengan ketentuan/persyaratan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Evaluasi ini harus meliputi pertimbangan mengenai aspek kualitatif dari praktik akuntansi entitas itu, termasuk indikator mengenai kemungkinan bias dalam pandangan dan pemikiran manajemen.
700.13
Pertimbangan Persyaratan Dalam Kerangka Pelaporan
Keuangan
Secara khusus, auditor wajib mengevaluasi apakah, dengan mempertimbangkan
persyaratan dalam kerangka pelaporan keuangan yang berlaku; a. Laporan keuangan cukup mengungkapkan kebijakan akuntansi yang signifikan yang dipilih dan diterapkan. b. Kebijakan akuntansi yang dipilih dan yang diterapkan adalah konsisten dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku dan memang tepat. c. Estimasi akuntansi yang dibuat manajemen
adalah wajar. d. Informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan adalah relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami.
e. Laporan keuangan memberikan cukup disclosures yang memungkinkan pemakai memahami dampak transaksi dan peristiwa yang material terhadap informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan. f. Terminologi dalam laporan keuangan, termasuk judul setiap laporan keuangan, sudah tepat.
700.14
Apakah Laporan Keuangan Memenuhi Syarat Penyajian
Yang Wajar
Ketika laporan keuangan dibuat sesuai dengan kerangka penyajian yang wajar (fair presentation framework). Juga termasuk apakah laporan keuangan memenuhi syarat penyajian wajar. Evaluasi auditor mengenai apakah laporan keuangan memenuhi syarat penyajian yang wajar
a. Presentasi, struktur, dan isi secara keseluruhan
dari laporan keuangan. b. Apakah laporan keuangan, termasuk catatan atas
laporan keuangan mencerminkan transaksi dan peristiwa yang mendasarinya, dengan cara yang mencapai penyajian yang wajar.
700.15 Merujuk Kerangka Pelaporan Yang Berlaku
Auditor wajib mengevaluasi apakah laporan keuangan merujuk atau menjelaskan dengan cukup, kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.
700.16 WTP
Auditor wajib memberikan opini yang tidak dimodifikasi (WTP) ketika auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan dibuat, dalam segala hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.
700.17 Bukan WTP
Jika auditor: a. Menyimpulkan, berdasarkan bukti audit yang
diperoleh, laporan keuangan secara keseluruhan
tidak bebas dari salah saji yang material. b. Tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup
dan tepat untuk menyimpulkan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari salah saji material.
c. Auditor wajib memodifikasi opini (artinya memberikan opini yang bukan WTP) dalam
laporan auditor sesuai dengan ISA 705.
700.18 Perlu Modifikasi Opini Sesuai ISA 705
Jika laporan keuangan dibuat sesuai dengan kerangka penyajian yang wajar, tidak mencapai penyajian yang wajar, auditor wajib membahas hal ini dengan manajemen dan, tergantung pada persyaratan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku dan bagaimana masalah itu diselesaikan, auditor wajib menentukan apakah perlu modifikasi opini dalam kaporan keuangan sesuai ISA 705.
700.19 Laporan Keuangan Menyesatkan
Ketika laporan keuangan dibuat sesuai dengan kerangka kepatuhan (complience framework, auditor tidak harus mengevaluasi apakah laporan keuangan mencapai penyajian yang wajar. Namun, jika dalam situasi yang sangat jarang, auditor wajib membahas hal ini dengan manajemen dan tergantung pada bagaimana masalah itu diselesaikan, auditor wajib menentukan apakah dan bagaiaman mengkomunikasikannya dalam laporan auditor
2.1.1.6. Jenis Opini Auditor
Tahapan terakhir dalam proses audit ialah mengevaluasi bukti audit yang diperoleh, mempertimbangkan dampak salah saji yang ditemukan, merumuskan opini audit, dan membuat laporan audit dengan perumusan kalimat yang tepat. Ketika merumuskan opini, auditor perlu memastikan juga apakah laporan keuangan dibuat sesuai dengan kerangka pelaporan yang berlaku atau penyajian yang wajar (Tuanakotta, 2015:491).
Menurut IAPI dalam Standar Audit (SA) Opini audit terbagi menjadi dua yaitu:
A. SA 700.16 Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
Auditor wajib memberikan opini yang tidak dimodifikasi (WTP) ketika auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan dibuat, dalam segala hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. B. SA 705 Modifikasi Terhadap Opini Dalam Laporan Auditor Independen
terbagi menjadi tiga, yaitu :
1. SA 705.7 (Opini wajar dengan pengecualian)
Auditor harus menyatakan opini wajar dengan pengecualian ketika:
a) Auditor, setelah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat, menyimpulkan bahwa kesalahan penyajian, baik secara individual maupun secara agregasi adalah material tetapi tidak pervasive terhadap laporan keuangan.
b) Auditor tidak memperoleh bukti yang cukup dan tepat yang mendasari opini, tetapi auditor menyimpulkan bahwa kemungkinan dampak kesalahan penyajian yang tidak terdeteksi terhadap laporan keuangan jika ada, dapat bersifat material, tetapi tidak pervasive. 2. SA 700.8 (Opini Tidak Wajar)
Auditor harus menyatakan suatu opini tidak wajar ketika auditor, setelah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat, menyimpulkan bahwa kesalahan penyajian, baik secara individual maupun secara agregasi , adalah material dan pervasive terhadap laporan keuangan. 3. SA 700.9 dan SA 700.10 (Opini Tidak Menyatakan Pendapat)
(SA 700.9) Auditor tidak boleh menyatakan pendapat ketika auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat yang mendasari opini, dan auditor menyimpulkan bahwa kemungkinan dampak kesalahan penyajian yang tidak terdeteksi terhadap laporan keuangan, jika ada, dapat bersifat material dan pervasif.
(SA 700.10) Auditor tidak boleh menyatakan pendapat ketika, dalam kondisi yang sangat jarang yang melibatkan banyak ketidakpastian, auditor menyimpulkan bahwa, meskipun telah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang setiap ketidakpastian tersebut, auditor tidak dapat merumuskan suatu opini atas laporan keuangan karena interaksi yang potensial dari ketidakpastian tersebut dan kemungkinan dampak kumulatif dari ketidakpastian tersebut terhadap laporan keuangan.
2.1.2. Independensi
2.1.2.1. Pengertian Independensi
Menurut Tuanakotta (2015) Independence didefinisikan dalam IESBA Code Ethics for Professional Accountants terdiri atas :
a. Independence of mind
Hal-hal yang memungkinkan pemberian pendapat (opinion) tanpa dipengaruhi hal-hal merendahkan buah pikiran (compromise professional judgment), yang memungkinkan seorang bertindak dengan integritas penuh, tidak berpihak dan melaksanakan skeptisme professional (professional skepticism).
b. Independence in appearance
Penghindaran fakta dan keadaan yang begitu signifikan bagi pihak ketiga yang layak dan mempunyai cukup informasi akan menyimpulkan bahwa integritas, objectivitas atau professional skeptisme dari anggota tim sudah tercemar.
Menurut Agoes (2012:33) Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 04 (SA 220) dalam buku Auditing:
“Auditor harus bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena dia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal ia berpraktik sebagai auditor intern), tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapa pun, sebab bagaimana pun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.”
Auditor harus mengelola praktiknya dalam semangat persepsi independensi dan aturan untuk mencapai derajat independensi dalam melaksanakan pekerjaannya (Agoes, 2012:35).
Auditor memiliki posisi yang penting terkait hasil yang diperoleh ketika melakukan audit. Posisi inilah yang kemudian menimbulkan sikap dilematis dalam diri auditor terkait independensi. Tandirerung (2001), menyatakan sikap independen sudah melekat pada pribadi setiap auditor karena hal tersebut merupakan tuntutan profesi akuntan pubik, namun karena adanya desakan atau “pengaruh” dari klien untuk mendukung kepentingannya, maka independensi tidak lagi berdefinisikan secara sempurna dalam pendirian auditor. (K. Dwiyani P dan Ni Luh Sari W, 2014)
2.1.2.2. Indikator Independensi
Menurut Tjun Tjun (2012) terdapat 4 indikator yang dapat mempengaruhi independensi yaitu lama hubungan dengan klien, tekanan dari klien, telaah dari rekan auditor dan pemberian jasa non audit.
a. Lama hubungan dengan klien (audit tenure)
Di Indonesia, masalah audit tenure atau masa kerja auditor dengan klien sudah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan publik. Keputusan Menteri tersebut membatasi masa kerja auditor paling lama 3 tahun untuk klien yang sama, sementara untuk Kantor Akuntan Publik (KAP) boleh sampai 5 tahun. Pembatasan ini
dimaksudkan agar auditor tidak terlalu dekat dengan klien sehingga dapat mencegah terjadinya skandal akuntansi.
b. Tekanan dari klien
Dalam menjalankan fungsinya, auditor sering mengalami konflik kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajemen mungkin ingin operasi perusahaan atau kinerjanya tampak berhasil yakni tergambar melalui laba yang tinggi dengan maksud untuk menciptakan penghargaan. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak jarang manajemen perusahaan melakukan tekanan kepada auditor sehingga laporan keuangan auditan yang dihasilkan itu sesuai dengan keinginan klien.
c. Telaah dari rekan auditor (Peer Review)
Tuntutan pada profesi akuntan untuk memberikan jasa yang berkualitas menuntut tranparansi informasi mengenai pekerjaan dan operasi Kantor Akuntan Publik. Kejelasan informasi tentang adanya sistem pengendalian kualitas yang sesuai dengan standar profesi merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban terhadap klien dan masyarakat luas akan jasa yang diberikan. Peer review adalah review oleh akuntan publik (rekan) namun secara praktik di Indonesia Peer Review dilakukan oleh badan otoritas yaitu Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pada tahun-tahun terakhir, yang meriview bukan lagi BPKP namun Departemen Keuangan yang memberikan izin praktek dan Badan Review Mutu dari profesi Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).
d. Jasa Non Audit
Jasa yang diberikan oleh KAP bukan hanya jasa atestasi melainkan juga jasa non atestasi yang berupa jasa konsultasi manajemen dan perpajakan serta jasa akuntansi seperti jasa penyusunan laporan keuangan. Pemberian jasa selain jasa audit berarti auditor telah terlibat dalam aktivitas manajemen klien. Jika pada saat dilakukan pengujian laporan keuangan klien ditemukan kesalahan yang terkait dengan jasa yang diberikan auditor tersebut. Kemudian auditor tidak mau reputasinya buruk karena dianggap memberikan alternative yang tidak baik bagi kliennya. Maka hal ini dapat mempengaruhi kualitas audit dari auditor tersebut.
2.1.3. Fee Audit
Fee audit menurut Mulyadi (2010:63) merupakan fee yang diterima akuntan publik setelah melaksanakan jasa audit. Seorang auditor berkerja untuk mendapatkan imbalan atau upah yaitu berupa fee audit. Menurut Agoes (2012:46) mendefinisikan Fee Audit sebagai berikut:
“Besarnya biaya tergantung antara lain risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan professional lainnya”.
De Angelo (1981) menyatakan bahwa fee audit merupakan pendapatan yang besarnya bervariasi karena tergantung pada beberapa faktor dalam penugasan audit seperti; ukuran perusahaan klien, kompleksitas jasa audit yang ditangani oleh auditor, risiko audit yang dihadapi auditor dari klien serta nama Kantor Akuntan Publik yang melaksanakan Jasa Audit.
2.1.4. Penentuan Fee Audit
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengeluarkan peraturan pengurus No. 2 tahun 2016 tentang Penentuan Imbalan Jasa Audit Laporan Keuangan. Dalam menetapkan imbalan jasa audit harus mempertimbangkan:
1. kebutuhan klien dan ruang lingkup pekerjaan. 2. waktu yang dibutuhkan dalam setiap tahapan audit. 3. Tugas dan tanggungjawab menurut hukum.
4. Tingkat keahlian (levels of expertise) dan tanggungjawab yang melekat pada pekerjaan yang dilakukan.
5. Tingkat kompleksitas pekerjaan.
6. Jumlah personel dan banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh anggota dan sifatnya untuk menyelesaikan pekerjaan.
7. Sistem pengendalian mutu kantor.
8. Basis penetapan imbalan jasa yang disepakati.
2.1.5. Fee Profesional
1. Besaran Fee
Besaran fee dapat bervariasi tergantung antara lain penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan professional lainnya.
2. Fee Kontijen
Fee kontijen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu professional tanpa adanya fee yang dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontijen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan pengatur. 2.1.6. Indikator Fee Audit
Menurut Agoes (2014:54) dalam Vicky Dzaky Cahaya (2017) indikator dari fee audit dapat diukur dari:
1. Risko Audit
Besar kecilnya fee audit yang diterima oleh auditor dipengaruhi oleh risiko audit dari kliennya.
2. Kompleksitas jasa yang diberikan
Fee audit yang diterima auditor, disesuaikan dengan tinggi rendahnya kompleksitas tugas yang akan dikerjakan. Semakin tinggi tingkat kompleksitasnya maka akan semakin tinggi fee audit yang akan diterima oleh auditor.
3. Tingkat Keahlian Auditor dalam Industri Klien
Auditor yang memiliki tingkat keahlian yang semakin tinggi akan mudah untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan pada laporan keuangan kliennya.
4. Struktur Biaya KAP
Auditor mendapatkan feenya disesuaikan dengan struktur biaya pada masing-masing KAP. Hal ini dikarenakan untuk menjaga auditor agar tidak terjadi perang tarif.
2.1.7. Kualitas Audit
2.1.7.1. Pengertian Kualitas Audit
Kualitas audit adalah pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai standar sehingga auditor mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh klien. Standar yang mengatur pelaksanaan audit di Indonesia adalah Standar Profesional Akuntan Publik (Tarigan dan Susanti, 2013). Menurut De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan (probability) dimana auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi klien. Adapun kemampuan untuk menemukan salah saji yang material dalam laporan keuangan perusahaan tergantung dari kompetensi auditor sedangkan kemauan untuk melaporkan temuan salah saji tersebut tergantung pada independensinya.
Dari pengertian tentang kualitas audit maka dapat disimpulkan bahwa kualitas audit merupakan segala kemungkinan (probability) dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan melaporkannya dalam laporan keuangan auditan, dimana dalam melaksanakan tugasnya tersbut auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan. (Tjun Tjun, 2012)
2.1.7.2. Langkah-langkah Meningkatkan Kualitas Audit
Menurut Nasrullah Djamil (2009) langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas audit ialah:
1. Perlunya melanjutkan Pendidikan professionalnya bagi suatu tim audit, sehingga mempunyai keahlian dan pelatihan yang memadai untuk melaksanakan audit.
2. Dalam hubungannnya dengan penugasan audit selalu mempertahankan independensi dalam sikap mental, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum. Sehingga ia tidak dibenarkan memihak pada kepentingan siapa pun.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan, auditor tersebut menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama, maksudnya auditor agar memahami standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan dengan semestinya. Penerapan kecermatan dan keseksamaan diwujudkan dengan melakukan review secara kritis pada setiap tingkat supervisi terhadap pelaksanaan audit dan pertimbangan yang digunakan. 4. Melakukan perencanaan pekerjaan audit dengan sebaik-baiknya dan jika
digunakan asisten maka dilakukan supervisi dengan semestinya. Kemudian dilakukan pengendalian dan pencatatan untuk semua pekerjaan audit yang dilaksanakan dilapangan.
5. Melakukan pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern klien untuk dapat membuat perencanaan audit, menentukan sifat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
6. Memperoleh bukti audit yang cukup dan kompeten melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. 7. Membuat laporan audit yang menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau tidak. Dan pengungkapan yang informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, jika tidak maka harus dinyatakan dalam laporan audit.
2.1.7.3. Indikator Kualitas Audit
Menurut Wooten (2003) untuk mengukur kualitas audit digunakan indikator sebagai berikut:
a. Deteksi salah saji
“Audit yang berkualitas adalah audit yang dapat mendeteksi salah saji yang material pada laporan keuangan. Mendeteksi salah saji material dipengaruhi oleh seberapa baik tim audit melakukan audit, yang dipengaruhi oleh sistem pengendalian kualitas dan sumber daya manajemen Kantor Akuntan Publik” (Wooten, 2003).
b. Berpedoman pada standar
Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultan manajemen, perpajakan atau jasa professional lainnya wajib mematuhi standaar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang telah ditetapkan oleh IAI (Ikatan Akutan Indonesia).
c. Komitmen yang kuat terhadap jasa audit yang diberikan kepada klien Klien membutuhkan jasa audit dari auditor, sebagai auditor maka harus mampu dan dapat memenuhi kebutuhan jasa untuk klien. Komitmen yang kuat dari auditor terhadap jasa audit yang diberikan direspon baik oleh klien. d. Prinsip kehati-hatian
Para ahli mengindikasi integritas individual yang ditugaskan dalam perikatan sebagai faktor dalam mendeteksi salah saji maerial. Auditor sebaiknya memberikan perhatian dan berhati-hati kepada semua aspek dari audit, termasuk evaluasi resiko audit, formulasi dan tujuan audit menetapkan luas dan tanggung jawab audit, dan evaluasi hasil audit. Sehingga auditor perlu bersikap hati-hati dan mengacu pada standar professional. Apabila auditor menerapkan prinsip kehati-hatian dalam semua aspek audit maka hal ini akan meningkatkan hasil audit.
e. Review dan pengendalian oleh supervisor
“Para ahli juga mengaitkan kualitas tinggi dengan perusahaan yang memiliki control yang kuat ditempat selama proses audit. SPAP mensyaratkan perusahaan untuk mempertahankan kualitas sistem pengendalian dan membutuhkan auditor untuk merencanakan audit yang memadai” (Wooten, 2003).
f. Perhatian yang diberikan oleh manajer dan partner
“Para ahli melaporkan bahwa perhatian manajer dan partner untuk keterlibatan yang terkait dengan kualitas audit. SPAP mensyaratkan bahwa audit harus disupervisi dengan cukup. Perhatian manajer dan partner yang
memadai mulai saat perencanaan audit sampai dengan pelaporan audit akan memberikan jaminan bahwa semua aspek-aspek harus dilakukan dalam mencapai audit yang berkualitas akan dipenuhi oleh auditor” (Wooten, 2003).
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian ini, yaitu “Pengaruh Independensi Auditor dan Fee Audit Terhadap Kualitas Audit”, berikut ringkasan hasil penelitian terdahulu.
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul
Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian Perbedaan Penelitian Persamaan Penelitian 1 Lauw Tjun Tjun, Elyzabet Indrawati M, Santy Setiawan (Universitas Kristen Maranatha) Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit Kompetensi dan Independensi Auditor kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, ditunjukan dari nilai signifikansi 0,048 < 0,05, Independensi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit, di tunjukan dari nilai signifikansi 0,0118 > 0,05
Fee Audit Independensi Auditor 2. K. Dwiyani Pratistha, Ni Luh Sari Widhiani Pengaruh Independensi Auditor dan Besaran Fee Audit Terhadap Kualitas Proses Audit Independensi Auditor dan Besaran Fee Audit Hasil penelitian menunjukan bahwa independensi auditor dan besaran fee audit
secara simultan maupun parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas proses audit. Tempat dan Waktu Independensi Auditor dan Fee Audit 3 Babatolu Ayorinde, Aigienohuwa Osarnren Osasrere, Uniamikogbo Emmanuel Auditor Independence and Audit Quality Auditor Independence kualitas audit tergantung pada fee audit; semakin
tinggi fee audit, semakin kualitatif pekerjaan audit. Tempat dan Waktu Auditor Independence
No Nama Peneliti Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian Perbedaan Penelitian Persamaan Penelitian 4. Linda Elizabeth De Angelo (University of Pennsylvania a Philadelphia (1981)) Auditor Independence "Low Balling, and Disclosures Regulation Auditor Independence Auditor memiliki keunggulan biaya dibandingkan pesaing dalam audit di masa depan dari klien yang
diberikan. Keuntungan ini
terjadi karena biaya awal yang
signifikan di teknologi audit dan biaya transaksi dari auditor yang beralih. Tempat
dan Waktu Audit Fee
5. Dr. Onaolapo Adekunle Abdul Rahman, Ajulo Olajide Benjamin, Onifade Hakeem Olayinka Effect of Audit Fees on Audit Quality ; Evidence from Cement Manufacturin g Companies in Nigeria Audit Fee Fee Audit ditemukan secara signifikan adanya hubungan positif dengan kualitas audit, kualitas audit tergantung
pada fee audit semakin tinggi
fee audit, pekerjaan audit akan lebih andal
Tempat
dan Waktu Audit Fee
6 David Hay (University of Auckland) Further Evidence Form Meta-Analysis of Audit Fee Research Fee Audit Analisis ini menunjukkan bahwa masa kerja
audit lebih lama berkaitan dengan
fee yang lebih tinggi
Tempat
No Nama Peneliti Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian Perbedaan Penelitian Persamaan Penelitian 7. Alhassan Musah (Dominion University College (2017 Vol 7)) Determinants of Audit Fees in A Developing Economy Evidence From Ghana Audit Fee Di Ghana, perusahaan besar mengenakan biaya tambahan untuk layanan mereka, karena keunggulan mereka dalam hal teknologi dan
teknik, mereka membebankan fee
audit yang tinggi.
Tempat
dan Waktu Audit Fee
8. Linda Elizabeth De Angelo (University of Pennsylvania a Philadelphia (1981)) Auditor Size and Audit Quality Auditor Size and Audit Quality Audit Quality sebagai probabilitas (kemungkinan) dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi klien. Auditor
Size Audit Quality
9. Saeid Homayoun, Maryam Hakimzadeh (University of Gavle (2017))
Audit Fee and Audit Quality; An Empirical Analysis in Family Firms Audit Fee dan Audit Quality peningkatan biaya agensi memerlukan evaluasi risiko dan upaya audit yang tinggi, yang menghasilkan fee audit yang lebih
tinggi. Tempat dan Waktu Audit Fee dan Audit Quality
No Nama Peneliti Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian Perbedaan Penelitian Persamaan Penelitian 10. Rani Hoitash (Bentley College, Waltham, Massachusetts, USA (2007)) Audit Fees and Audit Quality Audit Fee and Audit Quality biaya yang dibayarkan kepada auditor dalam konteks, bahwa probabilitas auditor lebih baik
menangkap hubungan antara kualitas audit dan
independensi auditor Tempat dan Waktu Audit Fees dan Audit Quality 11. Victoria J. Clout, Larelle Chapple, Nilan Gandhi (2013) The Impact Of Auditor Independence Regulations On Established And Emerging Firms Auditor Independence Perubahan peraturan independensi auditor menyebabkan perubahan dalam perilaku perusahaan Tempat dan Waktu Independensi Auditor 12. Lloyd Yang, Alan Dunk, Alan Kilgore, Qingliang Tang, Z.Jun Lin (2003) Auditor Independence Issues In China Auditor Independence Profesi secara keseluruhan harus memberikan insentif bagi auditor untuk bertindak secara independen, dan khususnya untuk menolak pengaruh dari pejabat badan terkait. Tempat dan Waktu Independensi Auditor
2.3 Kerangka Pemikiran
Masyarakat mengenal jasa audit dari opini audit yang diberikan akuntan publik, seperti WTP (Unqualified Opinion), WDP (Qualified Opinion), TMP (Disclamer Opinion), dan TW (Adverse Opinion). Dengan jasa audit, tingkat keandalan laporan keuangan meningkat. Dalam hal ini auditor memberikan suatu asurans, bukan keyakinan yang mutlak, tetapi asurans yang memadai (reasonable assurans). Kata Bahasa inggris “assurance” mengandung makna “kepastian” atau “keyakinan” yang memberikan kenyamanan, meskipun bukan jaminan sepenuhnya. (Tuankotta, 2015:7). Jaminan yang dibutuhkan oleh para pengguna laporan keuangan tersebut mengharuskan auditor pada kantor akuntan publik dapat melakukan auditnya dengan baik, audit yang baik dilaksanakan oleh auditor yang independen dan kompeten sehingga kualitas audit benar-benar diperhatikan (Arens, 2015). De Angelo (1981) menyatakan bahwa kualitas audit merupakan probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien dan audit harus dilaksanakan oleh orang yang kompeten dan independen.
2.3.1. Pengaruh Independensi Auditor terhadap Kualitas Audit
Independensi dapat diartikan mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus independen dalam penampilan. Independensi dalam fakta (independence in fact) apabila auditor benar-benar mampu mempertahankan sikap yang tidak bias sepanjang audit,
sedangkan independensi dalam penampilan (independence in appearance) hasil dari interpretasi lain atas independensi ini (Arens et all, 2015:102).
Seorang auditor apabila tidak mempunyai sikap independen dalam mengumpulkan informasi akan tidak berguna, sebab informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan haruslah tidak bias (Arens et all, 2015:3). Anggota Kantor Akuntan Publik (KAP) harus mempertahankan sikap mental independen didalam memberikan jasa professional sebagaimana diatur dalam standar professional akuntan publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (Agoes, 2012:45). Auditor dituntut untuk melaksanakan tugasnya secara profesional dan independen. Sikap independensi harus diterapkan dalam semua tahap proses audit, untuk mencegah terjadinya kegagalan dalam audit (Arens et all, 2015).
Galuh Tresna Murti dan Iman F (2017) menunjukan bahwa independensi auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Berbeda dengan penelitian Tjun Tjun (2012) yang menunjukan bahwa independensi tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis yang dibangun adalah:
2.3.2. Pengaruh Fee Audit terhadap Kualitas Audit
Fee audit merupakan pendapatan yang besarnya bervariasi karena tergantung pada beberapa faktor dalam penugasan audit seperti: ukuran perusahaan klien, kompleksitas jasa audit yang ditangani oleh auditor, risiko audit yang dihadapi auditor dari klien serta nama Kantor Akuntan Publik yang melaksanakan Jasa Audit (De Angelo, 1981).
Penentuan Fee audit atas audit diatur dalam Peraturan Pengurus Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penentuan Imbalan Jasa Audit Laporan Keuangan. Guna meningkatkan kualitas audit, IAPI menetapkan indikator batas bawah Tarif Penagihan (Bella Dwi S, 2017).
Fee audit yang tinggi akan memungkinkan KAP menggunakan sumber daya yang lebih banyak. Semakin banyak sumber daya atau auditor yang ditugaskan maka ketelitian dan penerapan prosedur audit dapat dilakukan dengan efektif. Selain itu, semakin tinggi fee audit yang diterima oleh auditor maka akan membuat auditor melakukan prosedur audit yang lebih luas dan mendalam sehingga kualitas audit yang dihasilkan semakin tinggi (Bella Dwi S, 2017).
Hasil penelitian Zavara Nur Chrisdinawidanty, dkk (2016) menunjukan bahwa fee audit berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Onaolapo Adekunle Abdul Rahman, dkk (2017) menunjukan bahwa kualitas audit tergantung pada fee audit, semakin tinggi fee audit pekerjaan audit akan lebih andal. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis yang dibangun adalah:
H2 : Fee Audit berpengaruh terhadap kualitas audit.
2.3.3. Pengaruh Independensi Auditor dan Fee Audit terhadap Kualitas Audit
Kualitas audit tidak hanya ditentukan oleh kompetensi, etika dan independensi. IAPI mengeluarkan Panduan Indikator Kualitas Audit pada Kantor Akuntan Publik (2016). Menurut Panduan tersebut, faktor lain yang dapat menghasilkan audit yang berkualitas adalah fee audit. Fee audit yang tinggi akan memungkinkan KAP menggunakan sumber daya yang lebih banyak. Semakin banyak sumber daya atau auditor yang ditugaskan maka ketelitian dan penerapan prosedur audit dapat dilakukan dengan efektif. Selain itu, semakin tinggi fee audit yang diterima oleh auditor maka akan membuat auditor melakukan prosedur audit yang lebih luas dan mendalam sehingga kualitas audit yang dihasilkan semakin tinggi (Bella Dwi S, 2017).
Menurut Arens (2015:102) adalah Independensi dapat diartikan mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus independen dalam penampilan, seorang auditor apabila tidak mempunyai sikap independen dalam mengumpulkan informasi akan tidak berguna, sebab informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan haruslah tidak bias.
De Angelo (1981) menyatakan bahwa fee audit merupakan pendapatan yang besarnya bervariasi karena tergantung pada beberapa faktor dalam penugasan audit seperti: ukuran perusahaan klien, kompleksitas jasa audit yang ditangani oleh
auditor, risiko audit yang dihadapi auditor dari klien serta nama Kantor Akuntan Publik yang melaksanakan Jasa Audit
Penelitian Sebelumnya yang menyatakan hubungan simultan dikemukakan oleh K. Dwiyani Pratistha dan Ni Luh Sari W (2014) menyatakan bahwa Independensi Auditor dan Fee Audit Berpengaruh Terhadap Kualitas Audit. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis yang dibangun adalah:
H3 : Independensi Auditor dan Fee Audit berpengaruh terhadap kualitas audit
Model kerangka pemikiran yang dapat digambarkan adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1
Skema Paradigma Pemikiran Independensi Auditor X1
1. Lama hubungan dengan klien. 2. Tekanan dari
klien.
3. Telaah dari rekan auditor.
4. Jasa non audit. (Tjun Tjun, 2012)
Kualitas Audit (Y) 1. Deteksi salah saji. 2. Berpedoman pada standar. 3. Komitmen yang kuat terhadap jasa audit yang diberikan kepada klien 4. Prinsip kehati-hatian. 5. Review dan pengendalian oleh supervisor. 6. Perhatian yang diberikan oleh manajer dan partner (Wooten, 2003) Fee Audit X2 1. Risiko audit. 2. Kompleksitas jasa yang diberikan 3. Tingkat keahlian auditor dalam industri klien. 4. Struktur biaya KAP. (Agoes, 2014:54)
Keterangan
Pengaruh Parsial Pengaruh Simultan 2.4. Hipotesis Penelitian
Model kerangka pemikiran yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan ke dalam hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1 : Independensi Auditor berpengaruh terhadap kualitas audit.
H2 : Fee Audit berpengaruh terhadap kualitas audit.
H3 : Independensi Auditor dan Fee Audit berpengaruh terhadap kualitas audit.