• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VII. STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN

PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI

Usaha mikro konveksi di kelurahan Purwoharjo merupakan kegiatan ekonomi produktif yang sudah berlangsung sejak tahun 1980-an. Usaha ini telah memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat Kelurahan Purwoharjo dan desa-desa di sekitarnya yaitu Purwosari, Sidorejo, Kebagusan, Ujunggede dan Pendowo. Usaha ini merupakan satu-satunya mata pencaharian para pengusaha dan para tenaga kerjanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Berdasarkan berbagai permasalahan yang dihadapi (lihat analisis permasalahan pengusaha mikro konveksi Bab VI) dirumuskan rancangan strategi dan rancangan program untuk dapat mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT ditempuh dengan langkah langkah sebagai berikut :

7.1 Analisis Lingkungan Usaha 7.1.1 Faktor Internal

7.1.1.1 Kekuatan

1. Alat produksi dan teknologi memadai

Sebagai usaha mikro yang bercirikan padat karya, proses konveksi di kelurahan Purwoharjo tidak memerlukan alat yang modern seperti di pabrik garmen. Pengusaha telah memiliki alat produksi yang diperlukan untuk usaha konveksi secara lengkap dan jumlah yang cukup memadai untuk proses produksi walaupun dengan teknologi yang sederhana. Dengan ketersediaan alat produksi tersebut, seluruh proses konveksi dari membuat pola, memotong, menjahit, mengobras, memasang kancing, penyablonan, finishing, penyetrikaan serta pengepakan dapat dilakukan sendiri. Hal tersebut dapat menghemat biaya produksi. Penghematan biaya produksi berarti peningkatan keuntungan yang dapat diperoleh oleh pengusaha. Salah seorang pengusaha mengatakan bahwa proses penyablonan yang dilaksanakan sendiri dapat menghemat biaya produksi sampai denngan 25 persen.

(2)

2. Letak tempat usaha strategis

Lokasi usaha mikro konveksi berada di dusun Serdadi Kelurahan Purwoharjo Kecamatan Comal yang terletak di pinggir jalan raya pantura bagian barat Jawa Tengah. Kedekatan lokasi dengan jalan raya ini sangat menguntungkan dalam hal akses transportasi bahan baku dan pemasaran. Aksesibilitas lokasi ini berpengaruh terhadap biaya transportasi yang harus dikeluarkan serta tersedianya pilihan-pilihan transportasi yang akan digunakan. Pilihan transportasi yang tersedia adalah transportasi umum, kendaraan rental dan kendaraan pribadi dengan biaya yang cukup terjangkau. Usaha mikro konveksi sudah berjalan lama sejak tahun 1980 dan telah cukup dikenal oleh pedagang. Didukung dengan penetapan lokasi sebagai salah satu sentra industri kecil konveksi di Kabupaten Pemalang dan dipromosikan oleh pemda membuat lokasi menjadi lebih terkenal dan berdampak positif terhadap pemasaran. Jadi letak tempat usaha ini menjadi salah satu kekuatan yang dapat dimanfaatkan dalam pemberdayaan usaha mikro konveksi.

3. Kualitas produk baik

Berdasarkan keterangan salah satu pengusaha, minat konsumen terhadap produk celana panjang yang dihasilkan oleh pengusaha mikro konveksi Kelurahan Purwoharjo cukup tinggi dan selama ini diakui oleh pedagang mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan produk yang sama yang dihasilkan oleh para pengusaha di daerah Rowosari dan Samong Kecamatan Ulujami. Masing-masing produk mempunyai pangsa pasar yang berbeda. Kualitas produk yang baik ini menjadi salah satu modal untuk dapat memenangkan persaingan. Selama ini kontrol kualitas produk dilakukan sendiri oleh pengusaha atau anggota keluarganya untuk tetap dapat menjaga mutu produk. Mutu produk yang selalu terjaga berpengaruh positif terhadap harga jual produk yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk dari tempat lain.

7.1.1.2 Kelemahan

1. Kepemilikan modal terbatas

Sebagian besar pengusaha mikro konveksi di kelurahan Purwoharjo pada awal usahanya mengandalkan modal sendiri dengan pemupukan modal/

(3)

investasi yang rendah. Para pengusaha mengalami kesulitan untuk mengakses permodalan dari lembaga keuangan. Banyak bank komersial yang menawarkan kredit kepada para pengusaha namun kurang diminati oleh para pengusaha karena bunganya tinggi dan persyaratannya susah. Kepemilikan modal yang rendah telah menghambat perkembangan usaha mereka. Modal terutama digunakan untuk modal kerja, yaitu untuk membeli bahan baku , alat-alat pelengkap lain dan upah tenaga kerja.

2. Lemahnya kemampuan membangun jaringan kerja sama dan pemasaran Keterbatasan permodalan dan keterbatasan kapasitas SDM telah menyebabkan jaringan kerja sama dan pemasaran yang dimiliki oleh para pengusaha terbatas dan hanya memasarkan produknya kepada pedagang langganan saja. Jaringan pemasaran baru menuntut pembayaran mundur/ konsinyasi. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh para pengusaha kurang sehingga kurang mampu mengembangkan jaringan kerja sama.

3. Kemampuan manajerial

Kemampuan manajerial para pengusaha rendah yang ditandai dengan bercampurnya pengelolaan keuangan antara untuk produksi dan konsumsi (rumah tangga) sehingga pemupukan modal kurang. Penghasilan/ keuntungan yang diperoleh digunakan untuk dua kepentingan yaitu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan untuk menambah modal usaha. Jumlah untuk masing-masing kebutuhan tersebut tidak tentu sehingga pemupukan modal tidak dapat direncanakan dengan baik.

4. Kurangnya keterampilan para tenaga kerja untuk membuat model pakaian terbaru (celana kolor)

Produk celana kolor modelnya cepat berubah. Para tenaga kerja tidak pernah mengikuti pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mereka. Apabila tenaga kerja tidak bisa menyesuaikan dengan model yang terbaru maka tidak bisa merebut peluang pasar. Mode terbaru dapat diketahui dengan mengakses informasi pasar yang meliputi perkembangan mode, perkembangan harga dan lain-lain. Untuk itu diperlukan keterampilan untuk membuat model pakaian terbaru.

(4)

7.1.2 Faktor Eksternal 7.1.2.1 Peluang

1. Keberadaan lembaga keuangan,

Di sekitar tempat usaha (wilayah kelurahan Purwoharjo banyak terdapat lembaga keuangan formal yang belum diakses untuk sumber permodalan. Lembaga keuangan formal tersebut antara lain : BRI, BPD, BCA, LIPPO, BPR BKK, Bank Pasar dan Perum Pegadaian. Berdasarkan keterangan informan bahwa ada program kredit mikro dan kecil oleh beberapa lembaga keuangan formal tersebut yang dapat diakses oleh pengusaha mikro, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Kelompok Simpan Pinjam (KSP) dan Kelompok Pengusaha Mikro. Hasil wawancara dengan para responden, mereka membutuhkan tambahan modal namun belum bisa mengakses lembaga keuangan formal tersebut karena rumitnya persyaratan.

2. Kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk usaha mikro

Kebijakan pemerintah untuk usaha mikro-kecil (pembinaan) berupa pelatihan, bantuan permodalan, pendampingan serta bantuan bentuk lain semakin banyak. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Diperindagkop Kabupaten Pemalang, pola pembinaan dari Diperindagkop berupa pelatihan dan bantuan alat produksi lebih diutamakan yang berdasarkan usulan dari bawah (pengusaha). Hal ini merupakan peluang yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas SDM pengusaha dan tenaga kerja serta alternatif untuk mengembangkan teknologi yang lebih modern.

3. Permintaan pasar terhadap produk masih terbuka

Berdasarkan keterangan para pengusaha yang menjadi responden, peluang pasar masih terbuka luas di tingkat regional, terutama di wilayah Jawa dan Kalimantan. Sistem perdagangan yang dipersyaratkan adalah sistem konsinyasi. Artinya peluang pasar tersebut dapat diambil para pengusaha dengan syarat para pengusaha mempunyai modal yang cukup memadai untuk tetap menjaga kelangsungan perputaran usaha. Langkah yang memungkinkan adalah dengan meningkatkan permodalan atau melalui pola kemitraan.

4. Sudah pernah terbentuk Asosiasi dan koperasi yaitu APPJ dan KPPJ.

Di kelurahan Purwoharjo telah terbentuk 2 (dua) organisasi yang mewadahi para pengusaha mikro konveksi yaitu Asosiasi Pengusaha Pakaian Jadi (APPJ) dan Koperasi Pengusaha Pakaian Jadi (KPPJ). Selama 3 (tiga) tahun terakhir, kedua organisasi tersebut mengalami kevakuman kegiatan karena

(5)

beberapa sebab namun statusnya belum dibubarkan. Organisasi tersebut merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang mereka hadapi dalam pengembangan usaha.

5. Ketersediaan tenaga kerja yang memadai dan murah.

Persentase tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga adalah 10,74 persen, sedangkan sisanya yang berasal dari luar keluarga sebesar 89,36 persen. Tenaga kerja dari dalam keluarga bertugas dalam pengontrolan kualitas sebelum packing. Tenaga kerja luar keluarga bertugas dalam hal-hal teknis, pembuatan pola, pemotongan, menjahit, mengobras serta menyetrika. Selama ini para pengusaha tidak mengalami kesulitan untuk memperoleh tenaga kerja. Sistem perekrutannya melalui rekomendasi dari tenaga kerja yang sudah ada, dilihat track record-nya (sebelumnya pernah bekerja dimana) dan dilihat kerapihan hasil kerjanya. Sistem pengupahan secara borongan berdasarkan jumlah potong pakaian yang dihasilkan dirasakan masih terjangkau oleh para pengusaha. Upah untuk kolor per potong Rp 900 – 1.200 sedangkan celana panjang upah per potong Rp1.500 – 2.500. Pengupahan dengan sistem borongan tersebut dapat mempermudah perhitungan biaya produksi sebagai dasar menentukan harga produk.

7.1.2.2 Ancaman

1. Sistem perdagangan konsinyasi,

Kepemilikan modal usaha mikro sangat rendah karena banyak yang mengandalkan modal sendiri. Sistem perdagangan ini merugikan pengusaha mikro karena dengan pengunduran pembayaran pengusaha harus mencari tambahan modal untuk biaya produksi selanjutnya agar usaha tetap dapat berjalan. Setiap kredit pasti berbunga, hal itu tentu saja akan semakin mengurangi keuntungan yang akan diterima para pengusaha. Keuntungan hasil penjualan produk akan dikurangi dengan angsuran kredit dan bunganya. Konsinyasi tidak hanya berlaku untuk pasar produk (out put) namun juga pasar suplai.

2. Suplai bahan baku yang tidak tentu (celana kolor),

Ketidakpastian suplai bahan baku kolor merupakan ancaman karena dengan ketidakpastian suplai bahan baku dapat menghambat proses produksi.

(6)

Kerugian yang diakibatkan adalah hilangnya peluang pasar yang sudah tercipta untuk produk dengan bahan tertentu. Hal ini terjadi karena produk dengan bahan tertentu dan model tertentu yang sedang diminati oleh konsumen tidak dapat diproduksi kembali karena kelangkaan bahan baku. Bila hal itu terjadi maka pengusaha harus membuat model baru dengan bahan lain dan belum tentu diminati oleh pasar sehingga akan mempengaruhi kelancaran pemasaran. Para pengusaha tergantung pada satu tempat pembelian bahan baku yaitu di pasar Tegalgubug Cirebon. Selama ini mereka belum menemukan tempat pembelian bahan baku yang lain.

3. Persaingan produk konveksi daerah lain,

Kelurahan Purwoharjo bukan satu-satunya sentra industri mikro konveksi di kabupaten Pemalang. Persaingan di tingkat lokal adalah dari pengusaha konveksi di desa Rowosari dan Samong. Persaingan di tingkat regional berasal dari daerah Tegal dan Kudus. Menurut para pengusaha, produk konveksi dari daerah Tegal dan Kudus harganya lebih murah. Untuk tetap mempertahankan usaha konveksi maka para pengusaha harus memenangkan persaingan tersebut dengan cara menekan biaya produksi serta menjaga kualitas.

4. Stigma negatif pengusaha oleh BUMN dan Pemda

Stigma negatif tersebut muncul karena tingginya tingkat kemacetan kredit yang pernah disalurkan oleh BUMN dan pemda. BUMN yang pernah menyalurkan kreditnya adalah Krakatau Steel dan PLN. Stigma tersebut menyebabkan proses seleksi kelayakan usaha dalam penyaluran kredit menjadi bertambah ketat. Seleksi penyaluran kredit yang sangat ketat mengurangi peluang pengusaha mikro untuk mendapatkan kredit karena mereka tidak memiliki agunan dan usaha mereka dinilai tidak layak untuk mendapatkan kredit. Kebutuhan modal merupakan hal yang sangat mendesak. Kecilnya peluang untuk mendapatkan kredit lunak membuat para pengusaha mencari alternatif permodalan yang lain dengan bungan yang tinggi. Sumber pendanaan yang banyak diminati adalah modal ventura. Modal ventura sangat diminati karena peryaratannya mudah, tidak memerlukan agunan, prosesnya mudah namun bunganya tinggi. Modal ventura yang pernah menyalurkan pinjaman modal kepada pengusaha mikro di kelurahan Purwohrajo adalah Sarana Jasa Ventura (Semarang) dan Grup Para Sahabat (Comal).

(7)

Tabel 17 Matriks Analisis SWOT Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006 FAKTOR INTERNAL

FAKTOR EKSTERNAL

KEKUATAN (STRENGTHS) 1. Alat produksi dan teknologi memadai 2. Letak tempat usaha strategis 3. Kualitas produk yang baik

KELEMAHAN (WEAKNESSES) 1. Kepemilikan dan pemupukan modal rendah 2. Lemahnya kemampuan membangun jaringan

dan pemasaran baru

3. Kemampuan manajerial rendah

4. Kurangnya keterampilan membuat model pakaian terbaru

PELUANG (OPORTUNITIES) 1. Keberadaan dan dukungan lembaga keuangan 2. Permintaan pasar terhadap produk

3. Kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk usaha mikro (pelatihan dan permodalan berdasarkan usulan dari bawah)

4. Sudah pernah terbentuk Asosiasi dan koperasi 5. Ketersediaan tenaga kerja yang memadai dan

murah

1. Mengakses pelatihan untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja

2. Mengoptimalkan pemanfaatan alat produksi dan tenaga kerja untuk meningkatkan produksi dan memenuhi permintaan pasar

3. Mengakses permodalan yang belum dimanfaatkan dari lembaga keuangan untuk meningkatkan produksi untuk memenuhi pasar.

4. Menyampaikan usulan program pelatihan dan permodalan kepada Diperindag secara partisipatif

1. Meningkatkan akses lembaga melalui asosiasi dan koperasi keuangan untuk meningkatkan permodalan

2. Mengusulkan pelatihan partisipatif untuk meningkatkan kemampuan manajerial, kemampuan membangun jaringan dan pemasaran baru serta keterampilan 3. Meningkatkan akses teknologi dan informasi

mode

ANCAMAN (THREATHS)

1. Sistem perdagangan konsinyasi 2. Ketersediaan bahan baku yang tidak tentu 3. Persaingan produk konveksi daerah lain 4. Stigma negatif pengusaha oleh BUMN dan

Pemda (kredit macet)

1. Meningkatkan produksi dan menjaga kualitas produk untuk memenangkan persaingan

2. Meningkatkan keterampilan tenaga kerja untuk menyesuaikan mode

3. Diversifikasi produk agar tidak tergantung pada bahan baku tertentu

4. Mengaktifkan kembali (revitalisasi) asosiasi atau koperasi untuk akses permodalan dan meningkatkan jaringan kerja sama bahan baku

1. Mengangsur kredit yang macet dan mengusulkan penghapusan bunga pinjaman untuk mengembalikan kepercayaan BUMN dan Pemda agar bisa mengakses bantuan lunak untuk meningkatkan permodalan

2. Meningkatkan jaringan kerja sama suplai bahan baku dan pemasaran dengan sistem kemitraan. 3. Meningkatkan keterampilan agar dapat

menyesuaikan mode dan memenangkan persaiangan.

(8)

7.2 Rancangan Strategi Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi 7.2.1 Proses Penyusunan

Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok terfokus (FGD) dengan para pengusaha mikro konveksi. Diskusi dipimpin oleh salah satu pengusaha yang memproduksi celana panjang yang pernah pernah kuliah (tidak sampai tamat) di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Faktor lingkungan usaha yang digali pengkaji melalui kuisioner SWOT (lampiran 2, 3, 4) ditawarkan kepada para peserta diskusi untuk mendapatkan tanggapan. Tanggapan berbentuk persetujuan atau penolakan. Faktor lingkungan usaha mikro konveksi (internal dan eksternal) yang sudah disepakati oleh peserta FGD dimasukkan ke dalam matriks SWOT dengan bantuan pengkaji. Sebagian besar peserta diskusi berpendapat bahwa masalah yang paling mendesak untuk ditangani adalah masalah kurangnya permodalan selanjutnya disusul dengan masalah pemasaran dan ketidakpastian suplai bahan baku dan yang terakhir masalah kapasitas (pengetahuan dan keterampilan) para pengusaha rendah.

Berdasarkan permasalahan tersebut, para peserta mengusulkan alternatif pemecahan masalah menurut pendapat masing-masing. Alternatif pemecahan masalah tersebut diinventarisir dan dimasukkan ke dalam alternatif rancangan strategi dalam matriks SWOT oleh pengkaji. Dari beberapa alternatif strategi yang dihasilkan dengan analisis SWOT, diringkas dan dirumuskan strategi prioritas untuk dapat mengatasi permasalahan dan kebutuhan yang telah disepakati sebelumnya antara lain : strategi pengembangan permodalan, strategi pengembangan jaringan kerja sama, strategi peningkatan kapasitas sumberdaya manusia.

7.2.2 Strategi Pengembangan Permodalan

Pengembangan permodalan pengusaha ditempuh dengan menggunakan alternatif strategi dalam matriks analisis SWOT, antara lain :

1. Mengakses permodalan dari lembaga keuangan yang belum dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi dan memenuhi pasar. (SO-3)

2. Menyampaikan usulan program permodalan kepada dinas terkait secara partisipatif (SO-4)

(9)

3. Mengangsur kredit yang macet dan mengusulkan penghapusan bunga pinjaman untuk mengembalikan kepercayaan BUMN dan Pemda agar bisa mengakses bantuan lunak untuk meningkatkan permodalan (WT-1)

4. Mengoptimalkan pemanfaatan alat produksi dan tenaga kerja untuk meningkatkan produksi dan memenuhi permintaan pasar. (ST-2)

5. Mengaktifkan kembali koperasi (KPPJ) untuk akses permodalan. (ST-4) Dari 5 alternatif strategi pengembangan permodalan tersebut dipilih satu strategi prioritas yang diputuskan bersama dengan para pengusaha. Strategi yang dipilih adalah dengan mengaktifkan koperasi (KPPJ) untuk akses permodalan dari BRI melalui mekanisme kelompok (KPPJ).

7.2.3 Strategi Pengembangan Jaringan Kerjasama

1. Meningkatkan jaringan kerja sama dalam suplai bahan baku dan pemasaran dengan sistem kemitraan. (WT-2)

2. Mengaktifkan kembali koperasi untuk meningkatkan jaringan kerja sama bahan baku (ST-4)

Berdasarkan kesepakatan para pengusaha diputuskan bahwa alternatif strategi pengembangan jaringan kerjasama yang dipilih adalah altenatif pertama dengan meningkatkan jaringan kerja sama dalam pemasaran dengan sistem kemitraan.

7.2.4 Strategi Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia

1. Mengakses pelatihan untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja (ST-1) 2. Menyampaikan usulan program pelatihan kepada dinas terkait secara

partisipatif. (SO-4)

3. Mengakses pelatihan untuk meningkatkan kemampuan manajerial,

kemampuan membangun jaringan dan pemasaran baru serta keterampilan. (WO-2)

4. Meningkatkan keterampilan agar dapat menyesuaikan mode dan memenangkan persaiangan. (WT-3)

Strategi peningkatan kapasitas SDM yang dipilih bersama para pengusaha adalah menyampaikan usulan program pelatihan kepada dinas terkait (Diperindagkop) secara partisipatif. Hal ini dianggap paling memungkinkan

(10)

dengan pertimbangan bahwa dengan usulan pelatihan tersebut, maka pelatihan yang diusulkan, materinya sesuai dengan kebutuhan para pengusaha. Pilihan tersebut didukung dengan informasi yang diperoleh pengkaji dari hasil wawancara dengan salah satu pejabat di Diperindagkop Kabupaten Pemalang yang mengatakan bahwa sejak otonomi daerah, pembinaan kepada industri kecil lebih diutamakan yang berdasarkan usulan dari bawah. Pada Gambar 3 digambarkan kerangka alur pemberdayaan pengusaha mikro konveksi dimulai dari permasalahan, strategi, program dan hasil yang diharapkan.

(11)

Gambar 3 Kerangka Alur Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo

Masalah Strategi Program Hasil yang

Diharapkan

Modal Terbatas Pengembangan Permodalan Revitalisasi KPPJ Akses Permodalan Meningkat Pemasaran Terbatas Pengembangan Jaringan Kerja Sama pemasaran Akses Pemasaran di tingkat regional meningkat Menjalin Kemitraan dengan pedagang pakaian Peningkatan Kapasitas SDM Pelatihan Partisipatif Kapasitas SDM Meningkat Kapasitas SDM rendah 67

(12)

7.3 Rancangan Program 7.3.1 Revitalisasi KPPJ 1. Latar Belakang

Para pengusaha mikro konveksi di kelurahan Purwoharjo mengalami permasalahan keterbatasan modal. Beberapa orang pengusaha pernah mendapatkan kredit bantuan lunak dari BUMN (PLN dan Krakatau Steel) maupun dari Pemda melalui Diperindagkop. Sebagian besar kredit mengalami kemacetan sehingga kredit bantuan lunak tidak dilanjutkan. Hal tersebut mengakibatkan salah satu peluang permodalan tertutup, padahal para pengusaha sangat membutuhkan tambahan modal untuk mengembangkan usahanya (menjaga kelangsungan produksi dan pengembangan jaringan pemasaran).

Para pengusaha pernah mempunyai wadah organisasi berupa Asosiasi Pengusaha Pakaian Jadi (APPJ) dan Koperasi Pengusaha Pakaian Jadi (KPPJ). Selama tiga tahun terakhir, kedua organisasi tersebut vakum (tidak ada kegiatan). Dengan revitalisasi organisasi yang ada diharapkan para pengusaha dapat mengakses permodalan maupun bentuk jaringan kerja sama lain yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha. Langkah pertama yang ditempuh adalah membuat kesepakatan dan memutuskan organisasi mana yang lebih memungkinkan untuk direvitalisasi kembali guna mengakses permodalan dan jaringan kerja sama. Berdasarkan informasi dari salah satu pegawai bank, bahwa ada program dari bank yang memberikan kredit untuk usaha mikro dan kecil melalui kelompok.

2. Tujuan

Berfungsinya kembali organisasi sebagai sarana untuk mengakses permodalan dan bentuk jaringan kerja sama lain yang bermanfaat bagi pengembangan usaha.

3. Pelaku / penanggung jawab : Pengusaha dan Diperindagkop Kabupaten Pemalang

4. Tempat : Rumah salah satu warga atau balai Kelurahan Purwoharjo

5. Waktu : Nopember 2006 6. Sumber dana : swadaya

(13)

7. Tahapan kegiatan a. Persiapan

Kegiatan ini diawali dengan mengumpulkan para pengusaha (baik yang pernah menjadi anggota maupun belum) dalam forum sarasehan membahas tentang usaha mikro yang mereka jalankan dengan mengangkat isu mengenai permodalan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari salah satu pegawai bank, bahwa ada program dari bank yang memberikan kredit untuk usaha mikro dan kecil melalui kelompok. Dalam kesempatan tersebut disampaikan gagasan dan informasi bahwa kelompok / organisasi bisa dijadikan sebagai alternatif untuk mengakses permodalan dan bentuk kerja sama lainnya. Jadi akses permodalan yang memungkinkan adalah mengajukan kredit atas nama organisasi. Langkah selanjutnya adalah membuat kesepakatan dan memutuskan kemungkinan mengaktifkan kembali koperasi (KPPJ) guna mengakses permodalan dan jaringan kerja sama..

b. Pelaksanaan

1) Mengevaluasi organisasi KPPJ secara objektif dari segi kelemahan dan kelebihannya.

2) Menciptakan komitmen bersama untuk menaati aturan main yang akan diciptakan bersama dan menjadikan koperasi sebagai solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh para pengusaha.

3) Menyusun rencana rapat anggota dan menyusun rencana revisi ART. 4) Melaksanakan rapat anggota

5) Mengundang dinas terkait (Diperindagkop) dan pihak bank untuk memberikan bantuan pendampingan atau asistensi (pendampingan) berupa pemberian bimbingan teknis untuk mengakses kredit yang ditujukan kepada usaha mikro melalui mekanisme kelompok (koperasi).

6) Mengakses permodalan dengan organisasi yang baru.

7.3.2 Kemitraan dengan Pedagang Pakaian 1. Latar belakang :

Program ini dilatarbelakangi oleh sistem pembayaran produk secara konsinyasi yang mempengaruhi keberlangsungan proses produksi selanjutnya. Bagi para pengusaha yang mempunyai modal terbatas hal ini

(14)

menjadi suatu permasalahan yang cukup mendesak penanganannya. Program kemitraan ini diharapkan bisa menjawab masalah bahan baku dan pemasaran tersebut.

2 Tujuan

a. Pengusaha dapat memasarkan produknya dengan baik/ lancar dan dengan cara pembayaran yang dapat menjamin keberlangsungan proses produksi selanjutnya.

b. Bertambahnya jaringan pemasaran produk pengusaha mikro konveksi di tingkat regional.

c. Meningkatnya pendapatan para pengusaha sehinga para pengusaha mampu untuk melaksanakan pemupukan modal dari hasil keuntungan usahanya.

3. Pelaku :

4. Tempat :

Para pengusaha konveksi, Pengusaha besar, pedagang pakaian dan Diperindagkop

Kegiatan dilaksanakan di tempat pedagang pakaian 5. Waktu : Bulan Nopember 2006 dan seterusnya

6. Sumber pendanaan : Swadaya para pengusaha

7. Pelaksanaan

a. Program dilaksanakan dengan mempertemukan antara pengusaha, pedagang pakaian dengan perantara Diperindagkop. Prinsip kemitraan adalah ”win win solution”, artinya para pihak sama-sama mendapatkan keuntungan.

b. Melakukan pendekatan kepada pengusaha besar agar bersedia membantu dalam pemasaran.

c. Peran Diperindagkop yang diharapkan adalah memberikan rekomendasi mengenai track record pengusaha (kelancaran pengangsuran kredit yang pernah didapatkan)

(15)

7.3.3 Pelatihan Partisipatif 1. Latar Belakang

Tingkat pendidikan rata-rata pengusaha mikro konveksi yang rendah dan kurangnya pelatihan diidentifikasi sebagai salah satu masalah yang menyebabkan usaha yang ditekuni para pengusaha tidak mengalami perkembangan yang berarti. Kapasitas SDM yang rendah menjadi sumber beberapa permasalahan lainnya seperti kurangnya produktivitas, kurangnya kemampuan manajerial dan kurangnya kemampuan untuk mengembangkan jaringan kerja sama dan pemasaran. Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi para pengusaha tersebut, sejalan dengan salah satu strategi yang dipilih yaitu peningkatan kapasitas SDM, maka rencana program yang dirancang dalam diskusi kelompok terfokus bersama para pengusaha adalah menyelenggarakan pelatihan partisipatif.

Berbeda dengan pelatihan yang pernah diselenggarakan oleh Disperindagkop kabupaten Pemalang dimana program pelatihan dirancang sepenuhnya oleh dinas (orang luar) dengan peserta yang terbatas (ditunjuk) maka dalam pelatihan partisipatif ini proses perencanaan dilakukan oleh pengusaha (calon partisipan) berdasarkan hasil diskusi yang dirumuskan bersama dalam bentuk usulan kegiatan yang akan dikonsultasikan kepada Diperindagkop. Hal ini sejalan dengan kebijakan Diperindagkop kabupaten Pemalang sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu pejabat di Diperindagkop kabupaten Pemalang pada saat wawancara, bahwa bentuk pembinaan yang dilaksanakan sekarang adalah mengutamakan usulan dari bawah, baik berupa bantuan modal, bantuan alat kerja, pembinaan maupun pelatihan. Judul rencana kegiatan tersebut adalah ”Pelatihan Partisipatif bagi Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo.

2. Tujuan

Pelatihan partisipatif ini bertujuan untuk :

a. Meningkatkan kemampuan para pengusaha dalam hal manajemen bisnis, yaitu bagaimana mengatur keuangan agar kebutuhan ekonomi dapat terpenuhi serta pemupukan modal bisa tetap berjalan.

b. Meningkatkan keterampilan pemasaran dengan mempelajari teknik pemasaran yang belum pernah dicoba sebelumnya.

(16)

c. Meningkatkan motivasi para pengusaha dengan menanamkan jiwa wira usaha.

d. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan jaringan kerja sama di bidang bahan baku, permodalan maupun pemasaran.

e. Meningkatkan keterampilan tenaga kerja dalam membuat model pakaian terbaru, menjaga kualitas produksi dan meningkatkan produktivitas

3. Penanggungjawab Program : Diperindagkop kabupaten Pemalang 4. Partisipan :

5. Waktu Pelaksanaan : 6. Sumber Pendanaan :

Para pengusaha mikro konveksi dan tenaga kerjanya

Agustus 2006 - Maret 2007

APBD Kabupaten Pemalang Tahun 2007 Partisipan pelatihan ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu pengusaha mikro konveksi (tujuan 1-3) dan para tenaga kerja/ karyawan (tujuan 4). Sifat keikutsertaan pengusaha dalam kegiatan ini adalah sukarela (bukan keharusan dan bukan penunjukan), siapa yang berminat dan membutuhkan dipersilahkan untuk mendaftar. Tidak ada target jumlah partisipan namun diperlukan data konkret calon partisipan untuk keperluan penghitungan rencana anggaran dan persiapan lainnya.

7. Lokasi

Pelatihan partisipatif untuk pengusaha dilaksanakan di balai Kelurahan Purwoharjo, sedangkan untuk para tenaga kerja dilaksanakan di rumah salah satu pengusaha yang ditentukan sesuai kesepakatan bersama dan kesediaan pengusaha yang bersangkutan.

8. Materi

Berdasarkan usulan para pengusaha sesuai dengan kebutuhan mereka, materi pelatihan diharapkan terdiri dari :

a. Pelatihan Manajemen keuangan yang berisi tentang cara pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien (kebutuhan keluarga terpenuhi dan pemupukan modal dapat dilaksanakan.

b. Pelatihan kewirausahaan untuk lebih menanamkan jiwa wira usaha di kalangan para pengusaha sehingga menjadi pengusaha yang ulet dan tangguh.

c. Pelatihan strategi pemasaran tentang trik bagaimana cara untuk dapat meraih peluang pasar.

(17)

d. Pelatihan pengembangan jaringan kerja sama baik bidang bahan baku, permodalan maupun pemasaran.

e. Pelatihan keterampilan untuk tenaga kerja agar lebih produktif dan menghasilkan produk yang berkualitas.

9. Tahapan kegiatan a. Tahap Persiapan

Sosialisasi kepada pengusaha lain (yang tidak dapat hadir dalam diskusi) tentangan rencana usulan kegiatan pelatihan untuk mendapatkan dukungan. Pendataan (calon partisipan) pengusaha yang berminat untuk mengikuti pelatihan. Penyusunan usulan pelatihan yang dibutuhkan oleh para pengusaha lengkap dengan usulan waktu, materi dan calon partisipan. Penyampaian usulan pelatihan kepada Diperindagkop dukungan dengan mengirimkan tembusan kepada Bupati Pemalang, Ketua DPRD, Kepala Bappeda, Asisten Ekonomi dan Pembangunan dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat untuk mendapatkan dukungan. Menjalin komunikasi dua arah secara dialogis antara para pengusaha dengan Diperindagkop Kabupaten Pemalang tentang pelatihan yang diusulkan untuk disinkronkan dengan prosedur pengusulan kegiatan/ proyek yang berlaku pada Diperindagkop. b. Tahap Pelaksanaan

Pelatihan diselenggarakan selama 2 kali setiap hari Jum’at, disesuaikan dengan hari libur usaha mikro konveksi. Metode pelatihan yang digunakan : pemutaran film tentang usaha sejenis di tempat lain yang sudah maju, tukar pengalaman, diskusi, penyampaian materi dari pihak yang berkompeten (Diperindagkop Kabupaten Pemalang, kalangan perbankan dan pengusaha sukses). Demi tertibnya kegiatan, disusun jadual rinci rencana pelatihan.

(18)

Tabel 18 Kerangka Kerja Logis Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo N

o Strategi Program Kegiatan Tujuan Indikator Pihak Terkait

Sumber Dana Jadual 1 Pengembangan Permodalan Revitalisasi KPPJ 1. Konsolidasi anggota 2. Evaluasi organisasi 3. Revisi AD/ ART 4. Rapat anggota 5. Mengundang pihak terkait 6. Mengakses permodalan melalui koperasi

Akses permodalan melalui organisasi Koperasi Keberhasilan mendapatkan kredit mikro melalui Organisasi Koperasi Diperidagkop (utama) BRI (pendukung) Swadaya Nopember 2006 2 Pengembangan Jaringan Kerja Sama Menjalin Kemitraan dengan Pedagang Pakaian 1. Menyiapkan pertemuan para pihak 2. Pendekatan kepada pengusaha besar 3. Pemberian Rekomendasi oleh Diperindagkop 1. Meningkatnya jaringan pemasaran di tingkat regional Terjalinnya jaringan baru dalam pemasaran

1. Diperindagkop (pendukung) 2. Pengusaha (utama) 3. Pedagang Pakaian (pendukung) Swadaya Nopember 2006 3 Peningkatan Kapasitas SDM Pelatihan Partisipatif 1. Penyusunan kebutuhan pelatihan oleh para pengusaha 2. Inventarisasi calon partisipan 3. Penyusunan usulan pelatihan kepada Diperindagkop 4. Pelaksanaan Pelatihan 1. Meningkatkan kemampuan manajemen usaha 2. Meningkatkan kemampuan mengembangkan jaringan kerja sama di bidang bahan baku, permodalan maupun pemasaran. 3. Meningkatkan

keterampilan pemasaran 4. Meningkatkan

keterampilan membuat model terbaru, menjaga kualitas produksi dan meningkatkan produktivitas 1. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan pengusaha 2. Pengusaha berhasil membuat pembukuan administrasi keuangan usaha 3. Meningkatnya

jaringan kerja sama dan pemasaran 4. Meningkatnya produktivitas tenaga kerja 1. Diperindagkop (utama) 2. BRI (pendukung) 3. Pengusaha sukses (pendukung) APBD Kabupaten Pemalang Tahun 2007 Agustus 2006 - Maret 2007 74

Gambar

Tabel  17 Matriks Analisis SWOT Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo Tahun 2006  FAKTOR INTERNAL
Gambar 3 Kerangka Alur Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo
Tabel   18 Kerangka Kerja Logis Pemberdayaan Pengusaha Mikro Konveksi di Kelurahan Purwoharjo

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Dari hadis-hadis yang telah penulis paparkan di atas, dapat dipahami bahwa Nabi SAW selalu memberikan atau melakukan berbagai cara untuk memotivasi para sahabat untuk

Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya melalui Bidang Permukiman berupaya untuk selalu mereview dan memperbaharui status dari Database infrastruktur,

Manajer investasi yang memiliki kemampuan tersebut dalam menghadapi pasar yang bearish / crash akan mengurangi β / level risiko aset dalam portofolionya dengan memindahkan

(4) Ketua IV selaku Koordinator Wilayah Timur bertugas membantu Ketua Umum dalam melakukan tugasnya, mengkoordinasikan penyiapan, pembentukan dan pembinaan komisariat di

Tombol yang digunakan jika Anda ingin melihat list news report dengan memilih halaman tertentu.. 1.3.2.3 Halaman

Kebijakan dividen yang didasarkan dengan persentase tertentu dari pendapatan. Rasio pembayaran dividen adalah persentase dari setiap rupiah yang dihasilkan dibagikan kepada

Hasil observasi awal ditemukan bahwa, selama proses pembelajaran, peserta didik masih banyak menerima materi pembelajaran dari guru dan peserta didik kurang diberi