• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II Studi Pustaka STRUKTUR JEMBATAN BAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab II Studi Pustaka STRUKTUR JEMBATAN BAJA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN JEMBATAN

Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama tinggi permukaannya. Dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi persyaratan teknis dan estetika-arsitektural yang meliputi : Aspek lalu lintas, Aspek teknis, Aspek estetika (Supriyadi dan Muntohar, 2007).

Jembatan adalah suatu konstruksi yang berfungsi meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain berupa jalan air atau lalu lintas biasa. Jembatan yang berada diatas jalan lalu lintas biasanya disebut viaduct. Jembatan dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Jembatan-jembatan tetap.

2. Jembatan-jembatan yang dapat digerakkan

Kedua golongan jembatan tersebut dipergunakan untuk lalu lintas kereta api dan lalulintas biasa (Struyk dan veen, 1984)

Sedangkan menurut (Asiyanto, 2008) jembatan rangka baja adalah struktur jembatan yang terdiri dari rangkaian batang-batang baja yang dihubungkan satu dengan yang lain. Beban atau muatan yang dipikul oleh struktur ini akan diuraikan

(2)

dan disalurkan kepada batang-batang baja struktur tersebut, sebagai gaya-gaya tekan dan tarik, melalui titik-titik pertemuan batang (titik buhul). Garis netral tiap-tiap batang yang bertemu pada titik buhul harus saling berpotongan pada satu titik saja, untuk menghidari timbulnya momen sekunder.

2.2 PERANAN JEMBATAN TERHADAP TRANSPORTASI

Jalan merupakan alat penghubung antar daerah yang peting sekali bagi penyelenggaraan pemerintah, ekonomi, kebutuhan social, perniagaan, kebudayaan dan juga pertahanan. Transportasi sangat penting bagi kelancaran perekkonomian dan pembangunan Negara dan Bangsa. Dan merupakan salah satu tolak ukur maju

mundurnya perekonomian adalah pada kualitas sarana dan prasarana perekonomian itu sendiri, salah satunya adalah sistem transportasi yang baik, yang merupakan gabungan dari beberapa sarana transpotasi seperti jalan, jembatan dan aspek yang lain. Keberadaan jembatan sebagai penyokong sistem transportasi yang baik menjadi sangat penting di Negara kita ini. Mengingat kondisi kondisi geografisnya yang bermacam-macam, maka jembatan sebagai aspek penghubung trasportasi perlu mendapat perhatian lebih baik dari segi desain maupun perencanaannya demi kelancaran sistem transportasi.

Dari segi perencanaan jembatan harus dibuat cukup kuat dan tahan serta tidak mudah rusak. Kerusakan pada jembatan aan menimbulkan gangguan terhadap kelancaran lalulintas jalan, terlebih bila jalan itu mempunyai volume lalulintas yang

(3)

padat seperti di kota-kota yang merupakan daerah pusat perekonomian. Dari penjelasan itu sudah jelas sekali kerusakan terhadap suatu jembatan sebagai sarana transportasi akan berdampak merugiakan terhadap perekonomian baik langsung maupun tidak langsung.

2.3 JEMBATAN RANGKA (TRUSS BRIDGE)

Menurut (Satyarno, 2003) jembatan rangka dibuat dari struktur rangka yang biasanya terbuat dari bahan baja dan dibuat dengan menyambung beberapa batang dengan las atau baut yang membentuk pola-pola segitiga. Jembatan rangaka biasanya digunakan untuk bentang 20 m sampai 375 m. Ada banyak tipe jembatan rangka yang dapat digunakan diantaranya sebagai berikut, seperti ditunjukkan pada gambar 2.1

(4)

Gambar 2.1 Macam-macam jembatan rangka (sumber gambar : http://candrazr.files.wordpress.com)

2.4 BAJA KONSTRUKSI

Menurut (Spiegel dan Limbrunner, 1991) baja konstruksi adalah alloy steels (baja paduan), yang pada umumnya mengandung lebih dari 98 % besi dan biasanya kurang dari 1 % karbon. Komposisi aktual kimiawi sangat

bervariasi untuk sifat-sifat yang diinginkan, seperti kekuatannya dan

ketahanannya terhadap korosi, baja dapat juga mengandung elemen paduan lainnya, seperti silicon, magnesium, sulfur, fosfor, tembaga, krom, dan nikel, dalam berbagai jumlah. Baja tidak merupakan sumber yang dapat diperbaharui (renewable), tetapi dapat mempunyai daur ulang (recycled), dan komponen utamanya, besi, sangat banyak. Baja tidak mudah terbakar, tetapi harus anti api. Hal ini tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa baja merupakan

jawaban untuk semua masalah struktur. Bahan bangunan lainnya, seperti beton, bata, dan kayu, mempunyai peran sendiri-sendiri. Penggunaan struktur baja,

apabila dilihat pada bangunan dan perbandingan (ratio) antara kekuatan berat (atau kekuatan per satuan berat) harus dipertahankan tinggi, maka bajalah yang dapat memenuhinya.

Baja konstruksi juga memiliki keuntungan dan kelemahan diantaranya adalah sebagai berikut :

(5)

1. Keuntungan baja adalah keseragaman bahan dan sifat - sifatnya yang dapat diduga secara cukup tepat. Kestabilan dimension, kemudahan pembuatan, dan cepatnya pelaksanaan juga merupakan hal-hal yang menguntungkan dari baja struktur ini.

2. Kelemahan baja adalah mudahnya bahan ini mengalami korosi (tidak semua jenis baja) dan berkurangnya kekuatan pada temperatu tinggi.

2.5 PROSES PERENCANAAN JEMBATAN 2.5.1 Tahapan Perencanaan

Menurut (Supriyadi dan Muntohar, 2007) perbedaan antara ahli satu dengan yang lainnya sangat dimungkinkan terjadi, dalam perencanaan jembatan, tergantung latar belakang kemampuan dan pengalamannya. Belajar dari perbedaan pandangan inilah seharusnya para ahli dapat menyimpulkan suatu

permasalahan yang ada pada perencanaan jembatan, dan dapat menemukan suatu penyelesaian dalam sebuah perencanaan. Perbedaan tersebut harus tidak boleh menyebabkan gagalnya proses perencanaan. Seorang ahli atau perancang paling tidak harus telah mempunyai data baik sekunder maupun primer yang berkaitan dengan pembangunan jembatan, sebelum sampai pada tahap pelaksanaan konstruksi. Hal ini sangat diperlukan untuk kelangsungan para ahli dalam merencanakan pembangunan sebuah jembatan. Data sekunder maupun primer yang telah didapat tersebut, merupakan bahan pemikiran dan pertimbangan sebelum kita mengambil suatu keputusan akhir. Pada Gambar 2.2 akan

(6)

ditunjukkan tentang suatu proses perencanaan yang perlu dilaksanakan. Data yang diperlukan berupa : 1. Lokasi a. Topografi b. Lingkungan c. Tanah dasar

2. Keperluan, misalkan : melintasi sungai, melintasi jalan lain. 3. Bahan struktur :

a. Karakteristiknya b. ketersediaannya 4. peraturan

Gambar 2.2 Skema Proses Perencanaan Sumber : Supriyadi dan Muntohar, 2007 2.5.2 Pemilihan Lokasi Jembatan

Penentuan lokasi dan layout jembatan tergantung pada kondisi lalu lintas. Umumnya, suatu jembatan berfungsi untuk melayani arus lalu lintas dengan

PROSES ANALISIS OUTPUT HASIL

(7)

baik, kecuali bila terdapat kondisi-kondisi khusus. Prinsip dasar dalam

pembangunan jembatan menurut (Troitsky, 1994) dalam (Supriyadi dan Muntohar, 2007) adalah jembatan untuk jalan raya, tetapi bukan jalan raya untuk jembatan. Kondisi lalu lintas yang berbeda-beda dapat mempengaruhi lokasi jembatan. Panjang pendeknya bentang jembatan akan disesuaikan dengan lokasi jalan setempat. Penentuan bentangnya dipilih yang sangat layak dari beberapa alternatif bentang pada beberapa lokasi yang telah diusulkan. Pertimbangan terhadap lokasi akan sangat didasarkan pada kebutuhan masyarakat yang menggunakan jembatan.

Pada penentuan lokasi jembatan akan dijumpai suatu permasalahan apakah akan dibangun di daerah perkotaan ataukah pinggiran kota bahkan di pedesaan. Perencanaan dan perancangan jembatan di daerah perkotaan terkadang tidak diperhatikan dengan cermat dan tepat. Kehadiran jembatan di tengah kota sangat mempengaruhi landscape atau tata kota tersebut. Perencanaan dan perancangan tipe jembatan modern di daerah perkotaan, seorang ahli sebaiknya mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan estetika-arsitektural (Supriyadi dan Muntohar, 2007).

1. Aspek Lalulintas

Persyaratan transportasi meliputi kelancaran arus lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki yang melintasi jembatan tersebut. Perencanaan yang kurang tepat terhadap kapasitas lalu lintas perlu dihindarkan, karena akan sangat mempengaruhi lebar jembatan. Pentingnya diperoleh hasil yang optimum

(8)

dalam perencanaan lebar optimumnya agar didapatkan tingkat pelayanan lalu lintas yang maksimum. Mengingat jembatan akan melayani arus lalu lintas dari segala arah, maka muncul kompleksitas terhadap existing dan rencana, volume lalu lintas, oleh karenanya sangat diperlukan ketepatan dalam penentuan tipe jembatan yang akan digunakan. Pendekatan ekonomi

selayaknya juga sebagai bahan pertimbangan biaya jembatan perlu dibuat seminimum mungkin. Melihat beberapa kasus biaya investasi jembatan di daerah perkotaan adalah sangat tinggi. Hal ini akan sangat terkait dengan kesesuaian lokasi yang akan direncanakan (Supriyadi dan Muntohar, 2007). 2. Aspek teknis

Persyaratan teknis yang perlu dipertimbangkan antara lain :

a. Penentuan geometri struktur, alinemen horizontal dan vertical, sesuai dengan lingkungan sekitarnya.

b. Pemilihan sistem utama jembatan dan posisi dek.

c. Penentuan panjang bentang optimum sesuai dengan syarat hidraulika, arsitektural, dan biaya konstruksi.

d. Pemilihan elemen-elemen utama struktur atas dan struktur bawah, terutama tipe pilar dan abutment.

e. Pendetailan struktur atas seperti : sandaran, parapet, penerangan, dan tipe perkerasan.

f. Pemilihan bahan yang paling tepat untuk struktur jembatan berdasarkan pertimbangan struktural dan estetika.

(9)

3. Aspek estetika

Dewasa ini jembatan modern di daerah perkotaan didesain tidak hanya didasarkan pada struktural dan pemenuhan transportasi saja, tetapi juga untuk ekonomi dan artistik. Aspek estetika jembatan di perkotaan merupakan factor yang penting pula dipertimbangkan dalam perencanaan. Kesesuaian estetika dan arsitektural akan memberikan nilai lebih kepada jembatan yang dibangun di tengah-tengah kota. Jembatan pada kota-kota besar di dunia banyak yang mempunyai nilai estetika yang tinggi disamping kekuatan strukturalnya (Supriyadi dan Muntohar, 2007).

2.6 LAYOUT JEMBATAN

Variabel yang penting, setelah lokasi jembatan ditentukan adalah mempertimbangkan layout jembatan terhadap topografi setempat. Perkembangan sistem jalan raya, pada awalnya mempunyai standar yaitu jalan raya lebih rendah dari jembatan. Biaya investasi jembatan merupakan proporsi terbesar dari total biaya jalan raya. Konsekuensinya, struktur tersebut hampir selalu dibangun pada tempat yang idela untuk memungkinkan bentang jembatan sangat pendek, fondasi dapat dibuat sehematnya, dan melintasi sungai dengan layout berbentuk squre layout (Supriyadi dan Muntohar, 2007).

Proses perencanaan jembatan akan dihadapkan pada dua sudut pandang yang berbeda antara seorang ahli jalan dan ahli jembatan menurut (Troitsky, 1994) dalam (Supriyadi dan Muntohar, 2007). Ilustrasi perbedaan kepentingan antara seorang ahli jalan dan ahli jembatan adalah sebagai berikut :

(10)

1. Pandangan ahli jembatan

Perlintasan tegak lurus sungai, jurang atau jalan rel lebih sering dipilih, dari pada perlintasan yang membentuk alinemen yang miring. Penentuan ini didasarkan pada aspek teknis dan ekonomi. Menurut (Waddel, 1916) dalam (Supriyadi dan Muntohar, 2007) menyatakan bahwa struktur yang dibuat pada alinemen miring adalah abominasi dalam lingkup rekayasa jembatan.

2. Struktur jembatan sederhana

Kenyataan untuk struktur jembatan yang relatif sederhana sering diabaikan terhadap alinemen jalan. Para ahli jalan raya yang sering menempatkan alinemen sedemikian sehingga struktur jembatan merupakan bagian penuh dari alinemen rencana jalan tersebutm, sehingga apabila melalui sungai seringkali kurang memperhatikan layout secara cermat.

3. Layout jembatan bentang panjang

Struktur bertambahnya tingkat kegunaan jalan dan panjang bentang

merupakan hal yang cukup penting untuk menentukan layout. Kasus seperti ini, dalam menentukan bagaimana layout jembatan yang sesuai perlu diselaraskan oleh kedua ahli tersebut guna menekan biaya konstruksi. Banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah sudut yang dibentuk terhadap alinemen.

2.7 PERATURAN-PERATURAN PERENCANAAN JEMBATAN Struktur baja yang ada saat ini, telah berkembang pesat dengan berbagai aturan yang berbeda pada tiap negara. Konsep pemikiran dalam

(11)

perhitungannya adalah sama tetapi aturan yang terjadi adalah lain, dan itu tergantung dari Negara yang memakainya.

Menurut Tim Peneliti dan Pengembangan Wahana Komputer, 2003 struktru baja yang saat ini, telah berkembang pesat dengan berbagai aturan yang berbeda pada tiap negara. Diantara peraturan perhitungan struktur baja yang dipakai pada SAP 2000 adalah sebagai berikut :

1. American institute of Steel Construction‟s ”Allowable Stress Design and Plastis Design Spesification for Structural Steel Buildings”, AISC- ASD (AISC, 1989).

2. American institute of Steel Construction‟s “Load and Resistance Factor Design Spesification for Structural Steel Buildings”, AISC - LRFD (AISC, 1994).

3. American Assotiation of State Highway and Transportation Officiall “AASHTO-LRFD Bridge Design Spesification”, AASHTO - LRFD (AASHTO, 1997).

4. Canada Institute of Steel Construction‟s “Limit State Design of Steel Structures”, CANICSA - s16. 1 - 94 (CISC, 1995).

5. British Standart Institution‟s “Structural Use of Steelwork in Building”, BS5950 (BSI, 1990).

6. European Committee for Standarditation‟s “Eurocode 3 : Design of steel Structures Part 1.1 : General Rules and Rules for Buildings”, ENV 1993 - 1 - 1 (CEN, 1992).

(12)

(Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2003)

Badan Standarisasi Nasional (2005) mempunyai peraturan-peraturan yang digunakan di Indonesia, untuk merancang struktur jembatan. Peraturan yang digunakan Badan Standarisasi Nasional (2005) dalam perancangan jembatan adalah sebagai berikut :

1. Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR, 1987) 2. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI)

3. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan (Bridge Management System, 1992) 4. Revisi SNI 03-2833-1992, tentang Perencanaan Ketahanan Gempa untuk

jembatan.

5. SNI T-02-2005 dan RSNI T-03-2005, tentang Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan.

2.8 PERENCANAAN PEMBEBANAN

Beban yang bekerja pada struktur jembatan Sungai Gung ini disesuaikan dengan SNI T-02-2005 yaitu :

A. Beban Permanen / Beban tetap 1. Beban Sendiri

Berat nominal dan nilai terfaktor dari berbagai bahan dapat diambil dari Tabel 2.1

(13)

Tabel 2.1. Berat nominal dan Terkurangi

Bahan Jembatan Berat Sendiri

kN/m3 Berat Sendiri kN/m3 Berat Sendiri kN/m3 Beton Massa 24 31,2 18 Beton Bertulang 25 32,5 18,80

Beton Bertulang / Pratekan (Pracetak)

25 30 21,25

Baja 77 84,7 69,30

Kayu, Kayu lunak 7,8 10,9 5,46

Sumber : SNI T-02-2005 2. Beban Mati Tambahan

Beban mati tambahan adalah berat semua elemen tidak struktural yang dapat bervariasi selama umur jembatan seperti :

a. Peralatan permukaan khusus

b. Pelapisan ulang dianggap sebesar 50 mm aspal beton hanya digunakan dalam kasus menyimpang dan nominal 22 kN/m2

c. Sandaran , pagar pengaman dan penghalang beton d. Rambu-rambu dan marka jalan

e. Perlengkapan umum seperti pipa drainase dan penyaluran 3. Tekanan Tanah

Koefisien tanah nominal harus dihitung berdasarkan dari sifat-sifat tanah. Sifat-sifat tanah (kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dan lain sebagainya) bias diperoleh dari hasil pengukuran dan pengujian tanah

(14)

dilapangan. Ada dua macam kondisi tekanan tanah yaitu kondisi tekanan tanah aktif dan tekanan tanah pasif.

Untuk kondisi tekanan tanah aktif :

Pa = Ka.ɣH – 2C.√

= ɣH [tan2(45 - )] – 2C ……….(2.10)

Untuk kondisi tekanan tanah pasif :

Pp = Kp.ɣH – 2C.√

= ɣH [tan2(45+ )] – 2C ………..(2.11)

B. Beban Lalu Lintas

1. Beban Kendaraan Rencana a. Aksi Kendaraan

Beban aksi yang dipikul oleh jembatan akibat kendaraan yang lewat terdiri dari 3 komponen :

1. Komponen vertical 2. Komponen rem

3. Komponen sentrifugal ( untuk jembatan melengkung ) b. Jenis Kendaraan

(15)

Beban lalu lintas untuk rencana jembatan jalan raya terdiri dari pembebanan lajur “D” dan pembebanan truk “T”. Pembebanan lajur “D” ditempat melintang pada lebar penuh dari jalan kendaraan jembatan dan menghasilkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan rangkaian kendaraan sebenarnya, jumlah total pembebanan lajur “D” yang ditempatkan tergantung pada lebar jalan kendaraan jembatan.

Pembebanan truk “T” adalah berat kendaraan, berat tunggal dengan 3 gandar yang ditempat dalam kedudukan sembarang pada lajur lalu lintas rencana. Tiap gandar terdiri dari dua pembebanan bidang kontak yang dimaksud agar mewakili pengaruh moda kendaraan berat. Hanya satu truk “t” yang boleh ditempatkan perlajur lalulintas rencana. 2. Beban Lajur “D”

Beban lajur “D” terdiri dari :

a. Beban terbagi rata dengan q tergantung pada panjang yang dibebani total (L) sebagai berikut :

L < 30 m ; q = 8.0 kPa ………(2.12)

L > 30 m ; q = 8.0 ( 0.5 + 15/L ) kPa ……….(2.13)

b. Beban terbagi rata boleh ditempatkan dalam panjang terputus agar terjadi pengaruh maksimum. Dalam hal ini L adalah jumlah dari panjang masing - masing beban terputus tersebut.

(16)

c. Beban garis sebesar P kN/m, ditempatkan dalam kedudukan sembarang sepanjang jembatan dan tegak lurus pada arah lalu lintas.

P = 44,0 kN/m ……….………(2.14) Pada bentang menerus ditempatkan dalam kedudukan lateral sama yaitu tegak lurus arah lalu lintas pada dua bentang agar momen lentur negatif menjadi maksimum.

3. Beban Truk “T”

Hanya satu truk yang harus ditempatkan dalam tiap lajur lalu lintas rencana untuk panjang penuh dari jembatan. Truk “T” harus ditempatkan ditengah lajur lalu lintas. Jumlah maksimum lajur lalu lintas rencana diberikan dalam Tabel berikut :

5 m 4 - 9 m 0.5 m 1.75 m 0.5 m 50 kN 200 kN 200 kN 2,75 m 25 kN 100 kN 100 kN 125 mm 500 mm 500 mm 2,75 m 200 mm 200 mm 200 mm 125 mm 500 mm 500 mm 25 kN 100 kN 100 kN Gambar 2.3 Beban “ T ” Sumber: SNI T-02-2005

(17)

Untuk mendapatkan momen desain dari beban mati yaitu beban plat lantai berdasarkan buku Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang (CUR 4) adalah sebagai berikut :

MLx = 0,001 Wu Lx2 x MLy = 0,001 Wu Lx2 x Mtx = - 0,001 Wu Lx2 x Mty = - 0,001 Wu Lx2 x

Untuk mendapatkan momen desain dari beban hidup lalu-lintas yang diharapkan, maka penyebaran beban ”T” harus dikonfigurasi sehingga dapat menghasilkan pengaruh maksimum. Konfigurasi penyebaran beban ”T” adalah pada saat satu roda berada di tengah-tengah plat lantai dan pada saat dua roda berada di tengah-tengah plat lantai.

Tabel 2.2 Jumlah Maksimum Lajur Lalu Lintas Rencana

Jenis Jembatan Lebar Jalan Kendaraan

Jembatan (m)

Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana

Lajur tunggal 4.0 - 5.0 1

Dua arah tanpa median 5.5 - 8.25 2

11.25 - 15.0 4

Jalan kendaraan majemuk

10.0 - 12.9 3

11.25 - 15.0 4

15.1 - 18.75 5

18.8 - 22.5 6

(18)

4. Gaya Rem

Pengaruh rem dan percepatan lalu lintas harus dipertimbangkan sebagai gaya memanjang. Gaya ini tidak tergantung pada lebar jembatan. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya rem 5 % dari beban “ D “ tanpa koefisien kejut yang memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada. Gaya rem tersebut dianggap bekerja dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 meter diatas permukaan lantai kendaraan.

5. Beban Pejalan Kaki

Intensitas beban pejalan kaki untuk jembatan jalan raya tergantung pada luas beban yang dipikul oleh unsur yang direncanakan. Bagaimanapun, lantai dan gelagar yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk 5 kPa.

6. Beban tumbuk pada penyangga jembatan

Penyangga jembatan dalam daerah lalu lintas harus direncanakan agar menahan tumbukan sesaat atau dilengkapi dengan penghalang pengaman yang khusus direncanakan :

a. Tumbukan kendaraan diambil sebagai beban statis SLS sebesar 1000 kN pada 100 terhadap garis pusat jalan pada tinggi sebesar 1,8 m. b. Pengaruh tumbukan kerata api dan kapal ditentukan oleh yang

(19)

C. Beban Lingkungan 1. Penurunan

Jembatan direncanakan agar menampung perkiraan penurunan total dan diferensial.

2. Gaya Angin

Luas ekivalen diambil sebagai luas pada jembatan dalam elevasi proyeksi tegak lurus yang dibatasi oleh unsur rangka terluar. Pengaruh beban angin sebesar 150 kg/m2 pada jembatan ditinjau berdasarkan bekerjanya beban angin horizontal terbagi rata pada bidang vertikal jembatan dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan.

3. Gaya Aliran Sungai

Gaya aliran sungai tergantung pada kecepatan rencana aliran sungai pada butir yang ditinjau.

4. Hanyutan

Gaya aliran sungai dinaikkan bila hanyutan dapat terkumpul pada struktur. Kecuali tersedia keterangan lebih tepat, gaya hanyutan dapat dihitung seperti berikut :

1) Keadaan batas ultimit ( banjir 50 tahun )

P = 0,78 × Vs2 × AD ………..(2.15)

(20)

P = 1,04 × Vs2 AD ………..(2.16)

dengan :

Vs = Kecepatan aliran rata2 untuk keadaan batas yang ditinjau (m/detik )

AD = Luas hanyutan yang bekerja pada pilar.

5. Batang Kayu

Gaya pada pilar akibat tumbukan batang kayu selama banjir rencana untuk beton padat adalah :

Gaya tumbukan nominal (kN) batang kayu = 26,67 Vs Gaya tumbukan batang kayu (kN)

Banjir 50 tahun = 40 × Vs2 Banjir 100 tahun = 53,3 × Vs2

dengan : Vs = kecepatan air rata - rata (m/dt) untuk keadaan batas yang ditinjau.

6. Gaya Gempa

Jembatan yang akan dibangun di daerah rawan gempa bumi harus direncanakan dengan memperhitungkan pengaruh gempa bumi tersebut. Pengaruh gempa bumi pada jembatan diperhitungkan senilai dengan

pengaruh gaya horizontal yang bekerja pada titik berat konstruksi / bagian konstruksi yang ditinjau dalam arah yang paling berbahaya. Gaya tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

(21)

dengan :

E = Koefisien geser dasar untuk wilayah gempa,periode dan kondisi tanah

Gp = Beban mati bangunan (kN). K = gaya gempa (kN)

7. Gaya Memanjang

Akibat gesekan pada tumpuan yang bergerak terjadi oleh pemuaian dan penyusutan jembatan atau sebab lain. Jembatan harus pula ditinjau terhadap gaya yang timbul akibat gesekan pada tumpuan bergerak, karena adanya pemuaian dan penyusutan dari jembatan akibat perbedaan suhu dan akibat-akibat lain. Gaya gesek yang timbul hanya ditinjau akibat beban mati saja, sedang besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesek pada tumpuan yang bersangkutan. Menurut PPPJR, 1987 koefisien gesek pada tumpuan memiliki nilai sebagai berikut:

a. Tumpuan rol baja:

1) Dengan satu atau dua rol 0,01

2) Dengan tiga rol atau lebih 0,05 b. Tumpuan gesekan:

1) Antara baja dengan campuran tembaga keras dan baja 0,15 2) Antara baja dengan baja atau besi tuang 0,25 3) Antara karet dengan baja / beton 0,5-0,18

(22)

Tumpuan-tumpuan khusus harus disesuaikan dengan persyaratan spesifikasi dari pabrik material yang bersangkutan atau didasarkan atas hasil percobaan dan mendapatkan persetujuan dari pihak berwenang.

2.9 STRUKTUR ATAS (UPPER STRUCTURE)

Struktur atas merupakan struktur dari jembatan yang terletak dibagian atas dari jembatan. Struktur jembatan bagian atas meliputi :

1. Sandaran

Merupakan pembatas antara kendaraan dengan pinggiran jembatan sehingga memberi rasa aman bagi pengguna jalan. Sandaran dibuat dari pipa baja. Beban yang bekerja pada sandaran adalah beban sebesar 100 kg yang bekerja dalam arah horisontal setinggi 0,9 meter.

2. Trotoir

Konstruksi trotoir direncanakan sebagai pelat beton yang diletakkan pada lantai jembatan bagian samping yang diasumsikan sebagai pelat yang tertumpu sederhana pada pelat jalan. Prinsip perhitugan pelat trotoir sesuai dengan SKSNI T - 15 - 1991 - 03. Pembebanan pada trotoir meliputi :

a) Beban mati berupa berat sendiri pelat.

b) Beban hidup sebesar 500 kg/m2 berupa beban merata dan beban terpusat.

(23)

d = h - p - 0,5φ ………(2.18)

ρmin dan ρmax dapat dilihat pada tabel GTPBB (Grafik dan Tabel

Perhitungan Beton Bertulang) syarat : ρmin< ρ < ρmaks

As = ρ × b × d ………..(2.19)

dengan : d = tinggi efektif pelat (m), h = tebal pelat (mm),

φ = diameter tulangan (mm),

b = lebar pelat per meter (m). 3. Pelat Lantai

Berfungsi sebagai penahan lapisan perkerasan. Pelat lantai diasumsikan tertumpu pada dua sisi. Pembebanan pada pelat lantai meliputi :

a) Beban mati berupa berat sendiri pelat, berat pavement dan berat air hujan.

b) Beban hidup berupa muatan “T” dengan beban gandar maksimum 10 T.

Perhitungan untuk penulangan pelat lantai jembatan sama dengan prinsip penulangan pada pelat trotoir. Prinsip perhitugan pelat trotoir sesuai dengan SKSNI T - 15 - 1991 - 03.

(24)

4. Gelagar Memanjang

Gelagar memanjang berfungsi menahan beban plat lantai, lapis

perkerasan dan beban air hujan, kemudian menyalurkannya ke gelagar melintang.

5. Gelagar Melintang

Gelagar melintang menerima limpahan beban dari gelagar memanjang kemudian menyalurkannya ke rangka baja. Baik gelagar memanjang maupun melintang harus ditinjau terhadap:

Menurut Margaret & Gunawan (1999), Kontrol kekuatan :

„σ = ,………(2.20) dengan : M = Momen (KN.m), W = Momen tahanan (KN.m) Kontrol Kekakuan : ‘δ = < δ ……….(2.21) dengan : L = Bentang (m) ‘δ = , ………(2.22) dengan :

E = Modulus Elastisitas Bahan (MPa) I = Momen Inersia (cm4 )

(25)

Rangka baja berfungsi menahan semua beban yang bekerja pada jembatan dan menyalurkannya pada tumpuan untuk disalurkan ke tanah dasar melalui pondasi.

7. Ikatan Angin

Ikatan angin berfungsi untuk menahan gaya akibat angin. 8. Andas Jembatan/Tumpuan

Perletakan elastomer umumnya terbuat dari karet dan pelat baja yang diikat bersatu selama vulkanisasi, dan mempunyai selimut sisi elastomer minimum sebesar 6 mm dan atas dan bawah sebesar 4 mm untuk

melindungi pelat baja. 9. Oprit

Oprit dibangun agar memberikan kenyamanan saat peralihan dari ruas jalan ke jembatan. Oprit disini dilengkapi dengan dinding penahan. Pada perencanaan oprit, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a) Tipe dan kelas jalan ataupun jembatan b) Volume lalu lintas

c) Tebal perkerasan 2.10 ASPEK PENDUKUNG

Dalam perencanaan jembatan ini, ada beberapa aspek pendukung yang harus diperhatikan antara lain :

(26)

A. Pelaksanaan dan Pemeliharan

1) Baja sangat baik digunakan untuk jembatan dengan bentang yang panjang karena kekuatan lelehnya tinggi sehingga diperoleh dimensi profil yang optimal.

2) Konstrtuksi baja yang digunakan merupakan hasil pabrikasi dengan standar yang telah disesuaikan dengan bentang jembatan sehingga mempercepat proses pelaksanaan dilapangan.

3) Struktur yang dihasilkan bersifat permanen dengan cara pemeliharaan yang tidak terlalu sukar.

4) Komponen-komponen yang sudah tidak dapat digunakan lagi masih mempunyai nilai sebagai besi tua.

B. Aspek Ekonomi

1) Dengan adanya jembatan yang menghubungkan Kecamatan Bojong-Bumijawa ini, maka diharapkan daerah disekitarnya menjadi daerah yang potensial.

2) Terbukanya kawasan baru sebagai penunjang transportasi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pariwisata.

Gambar

Gambar 2.2 Skema Proses Perencanaan  Sumber : Supriyadi dan Muntohar, 2007  2.5.2  Pemilihan Lokasi Jembatan
Tabel  2.1. Berat nominal dan Terkurangi
Tabel 2.2 Jumlah Maksimum Lajur Lalu Lintas Rencana

Referensi

Dokumen terkait

196 S1AW10QD PMS GV KPP BEA CUKAI 107 / PEMATANGSIANTAR WILAYAH I / MEDAN Jl. Sisingamangaraja No.66 Pematangsiantar Kota Pematangsiantar Sumatera Utara 197 S1AW10QF SIM

Banyak perusahaan yang memproduksi produk-produk yang menarik dan berusaha melakukan inovasi, baik dalam hal inovasi produk seperti pembaruan atribut produk maupun

Dengan adanya RPP, diharapkan proses pembelajaran dapat terlaksana sesuai dengan alokasi waktu yang telah direncanakan sehingga jadwal yang telah dirancang dalam

Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3 menunjukkan bahwa uji pemunculan radikula 120 jam memiliki arah hubungan regresi positif dengan nilai R² pada tolok ukur daya berkecambah,

Independent variable menjadi penjelas bagi variabel terikat dalam penelitian terdapat Arus Kas Operasi, Arus Kas Investasi, Arus Kas Pendanaan, Laba Akuntansi,

Untuk meminta tanda tangan Pihak lain yang tidak hadir, tidak perlu selalu harus di Kantor Lurah/ desa atau Camat, tetapi mereka dapat bertandatangan di rumahnya atau di

Hasil dari penelitian itu adalah pembelian yang memperoleh biaya minimum untuk tepung terigu tahun 2013 sebesar 3.960 karung dengan menggunakan rumus Economic Order

seksi umum dalam tata kelola keuangan yang efektif, efisien, dan akuntabel Presentase SPJ yang dibuat 100% Presentase Pengesahan SPJ yang dibuat 100% Persentase Bukti- bukti