• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPIRATORY EMERGENCIES ECHA (1).docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPIRATORY EMERGENCIES ECHA (1).docx"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pernafasan darurat adalah suatu kondisi yang mengubah pertukaran gas. Pertukaran gas dapat terganggu oleh obstruksi, peradangan, atau trauma sistem pernafasan. Pernafasan darurat dapat mengancam kehidupan. Jika pasien memiliki tekanan darah tetapi tidak bernafas maka pasien berada dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Pada kejadian kecelakaan pernafasan darurat mewakili bagian penting dari pertolongan pertama secara umum dan merupakan bagian penting dalam sejumlah masalah unit perawatan secara intensif. Aspek-aspek yang berbeda dari pernafasan darurat akan dibahas dalam praktikum ini dan akan menambah wawasan dalam acara pernafasan akut karena penyakit, infeksi, kecelakaan, gangguan neuromuskular dan sindrom stres pada pernafasan akut yang mengalami eksaserbasi.

Sebagai seorang ahli k3 hendaknya kita menegetahui dasar-dasar dari beberapa pertolongan pertama kejadian yang berhubungan dengan respiratory emergencies seperti asma, luka dada, seizure, epilepsi, kejang demam dan abdominal bleeding ini dikarenakan hal-hal tersebut akan sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari baik kehidupan kerja maupun kehidupan di masyarakat. Sebagai penolong pertama kita tidak dituntut untuk menolong secara sempurna tetapi setidaknya dapat mencegah dampak yang lebih buruk sebelum petugas medis datang. Oleh karena itu, pentingnya mempelajari keenam sub bab tersebut dalam praktikum P3K agar dapat melakukan pertolongan dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang kami bahas dalam laporan praktikum ini adalah : 1. Apakah fungsi dari mempelajari Respiratory Emergencies ?

2. Apa sajakah gejala pada asma, luka dada, seizure, epilepsi, kejang demam dan abdominal bleeding ?

3. .Bagaimanakah pertolongan pertama asma, luka dada, seizure, epilepsi, kejang demam dan abdominal bleeding ?

(2)

1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang kami bahas sesuai dengan rumusan masalah yang kami bahas adalah 1. Mengetahui kegunaan Respiratory Emergencies pada kehidupan sehari-hari. 2. Mengetahui gejala-gejala pada asma, luka dada, seizure, epilepsi, kejang

demam dan abdominal bleeding.

3. Mengetahui pertolongan pertama pada asma, luka dada, seizure, epilepsi, kejang demam dan abdominal bleeding.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat yang kami peroleh dari Praktikum Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan ini adalah :

1. Mendapatkan wawasan tentang materi Pertolongan Pertama Respiratory Emergencies

2. Mendapatkan pengetahuan tentang materi pertolongan pertama pada asma, luka dada, seizure, epilepsi, kejang demam dan abdominal bleeding.

3. Menambah pengalaman untuk menjadi first aider (penolong pertama). 1.5 Ruang lingkup

Adapun ruang lingkup yang kami bahas dalam laporan praktikum Praktikum Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan ini adalah :

1. Praktikum Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan ini dilaksanakan pada ruang Laboratorium Ergonomi Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.

2. Praktikum Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan ini dilaksanakan pada hari Jumat, 21 Oktober 2016 pukul 07.30-14.30 WIB.

3. Praktikum Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan ini membahas tentang Respiratory Emergencies.

(3)

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Asma

2.1.1 Pengertian asma

Asma dan rinitis alergi merupakan penyakit alergi yang saat ini masih menjadi problem kesehatan karena pengaruhnya dalam menurunkan tingkat kualitas hidup dan dibutuhkan biaya besar dalam penatalaksanaannya. Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas yang akan mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas. Kerusakan epitel saluran napas, gangguan saraf otonom, dan adanya perubahan pada otot polos bronkus juga diduga berperan pada proses hipereaktivitas saluran napas. Peningkatan reaktivitas saluran nafas terjadi karena adanya inflamasi kronik yang khas dan melibatkan dinding saluran nafas, sehingga aliran udara menjadi sangat terbatas tetapi dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan. Hipereaktivitas tersebut terjadi sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang.

2.1.2 Faktor penyebab asma

Etiologi asma masih menjadi perdebatan di kalangan para ahli, namun secara umum terjadinya asma dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik diantaranya riwayat atopi, pada penderita asma biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga memiliki alergi. Hipereaktivitas bronkus ditandai dengan saluran napas yang sangat sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen atau iritan. Jenis kelamin, pada pria merupakan faktor risiko asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Menjelang dewasa perbandingan tersebut kurang lebih berjumlah sama dan bertambah banyak pada perempuan usia menopause. Alergen dalam lingkungan tempat tinggal seperti tungau, debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing, dll adalah faktor lingkungan yang dapat mencetuskan terjadinya asma. Begitu pula dengan serbuk sari dan spora jamur yang terdapat di luar rumah. Faktor lainnya yang berpengaruh diantaranya alergen makanan (susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap, pengawet, dan pewarna makanan), bahan iritan (parfum, household spray, asap rokok, cat, sulfur,dll), obat-obatan tertentu

(4)

(golongan beta blocker seperti aspirin), stress/gangguan emosi, polusi udara, cuaca, dan aktivitas fisik.

2.1.3 Gejala asma

Gejala yang biasa ditemui pada penderita asma ialah sebagai berikut: 1. Kesulitan bernapas atau napas terengah-engah

2. Sering batuk 3. Mengi

4. Dada terasa sesak 5. Perasaan lelah dan lesu

6. Cepat lelah ketika melakukan aktivitas fisik seperti olahraga 7. Susah tidur

8. Lebih sensitif terhadap alergi

9. Pembacaan rendah bila dilakukan pengukuran dengan peak flow meter

10. Ketidak mampuan untuk terlibat dalam aktivitas fisik yang panjang tanpa mengalami masalah pernapasan

2.1.4 Pertolongan pertama pada asma

Pertolongan pertama yang dilakukan pada penderita asma ialah sebagai berikut: 1. Memindahkan ke tempat yang nyaman dan beri air minum serta tenangkan

penderita

2. Jangan mengerumuni penderita

3. Usahakan posisi penderita setengah duduk atau duduk dengan posisi bersandar. Jangan pada posisi tidur karenaakan lebih susah dalam bernafas

4. Penolong tidak boleh panik. Ajak penderita mengobrol agar sedikit rileks 5. Jika penderita membawa inhaler semprotkan segera ke mulut korban. Apabila

tidak membawa, segera bawa ke luar ruangan untuk menghirup udara bebas 6. Bantu penderita untuk menarik napas dan menghembuskannya secara perlahan 7. Pijat daerah refleksi pada paru-paru dengan jempol secara perlahan-lahan

dengan teknik memutar

8. Apabila usaha tersebut sudah dilakukan selama kurang lebih 30 menit dan keadaan tidak kunjung membaik segera bawa ke rumah sakit.

(5)

Gambar 2.1 Daerah refleksi pada oragan dalam tubuh (Sumber: First Aid For Every Emergency 2011) 2.2 Luka Dada

2.2.1 Pneumotoraks

Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera. Penyebab:

1. Spontan

Terjadi secara spontan tanpa didahului kecelakaan atau trauma. Pneumotoraks spontan dapat diklasifikasikan menjadi Pneumotoraks Spontan Primer dan Pneumotoraks Spontan Sekunder. Pneumotoraks Spontan Primer biasanya di sebabkan oleh pecahnya bleb pada paru (sering terjadi pada pria muda yang tinggi kurus dan pada Marfan syndrome), sedangkan Pneumotoraks Spontan Sekunder seringkali terjadi akibat Penyakit Paru Obstruktif Kronis.

Beberapa pneumotoraks spontan disebabkan pecahnya “blebs”, semacam struktur gelembung pada permukaan paru yang pecah menyebabkan udara masuk ke dalam kavum pleura. Umumnya didahului oleh peningkatan tekanan intrapulmoner seperti: batuk keras, meniup alat-alat musik, bersin, mengejan, dan lain-lain. Setiap pasien dengan luka tembus dada harus diawasi sepanjang waktu terhadap pernapasan yang mengancam jiwa. Pasien tidak boleh ditinggalkan sendirian.

2. Luka tusuk dada

Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka tembus. Yang selanjutnya disebut “sucking” chest wound (luka dada menghisap). Jika tidak ditangani maka hipoksia mengakibatkan kehilangan

(6)

kesadaran dan koma. Selanjutnya pergeseran mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera dapat menyebabkan penyumbatan aliran vena kava superior dan inferior yang dapat mengurangi cardiac preload dan menurunkan cardiac output. Jika ini tak ditangani, pneumotoraks makin berat dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit.

3. Baro trauma paru

Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan non- tension pneumathorax. Tension Pneumothorax merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. Non-tension pneumothorax tidak seberat Tension pnemothorax karena akumulasi udara tidak makin bertambah sehingga tekanan terhadap organ didalam rongga dada juga tidak meningkat. Pneumotoraks pada trauma tumpul dada seringkali disebabkan oleh fraktur iga menusuk ke parenkim paru. Pnemotoraks dapat juga akibat deselerasi atau barotrauma pada paru tanpa berkaitan dengan patah iga. Di dalam praktek, banyak pasien dengan pneumotoraks traumatik juga mempunyai gejala perdarahan yang mengakibatkan hemopneumotoraks.

2.2.2 Hemothoraks

Hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi. Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada. Trauma misalnya :

 Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada.

 Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet hemothorax oleh pembuluh internal.

Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-paru atau arteri, menyebabkan darah berkumpul di ruang pleura. Benda tajam seperti pisau atau peluru menembus paru-paru. mengakibatkan pecahnya membran serosa

(7)

yang melapisi atau menutupi thorax dan paru-paru. Pecahnya membran ini memungkinkan masuknya darah ke dalam rongga pleura. Setiap sisi toraks dapat menahan 30-40% dari volume darah seseorang. Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah didinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, tahipnea berat, tahikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung.

Tanda-tanda hemothoraks: o Denyut jantung yang cepat o Kecemasan

o Kegelisahan o Kelelahan

o Kulit yang dingin dan berkeringat o Kulit yang pucat

o Rasa sakit di dada o Sesak nafas Derajat pendarahan:

1. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)

 Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.

 Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.

 Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%

2. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)

 Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan.

(8)

 Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan

selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik. 3. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)

 Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, oliguria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.

 Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik.

 Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.

4. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)

 Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.

 Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.

2.2.3 Gejala dan penanganan

Cedera dada bisa berkisar dari ringan (dengan minimal ketidaknyamanan) untuk mengancam jiwa. Luka berat di dada mungkin menyebabkan runtuh pernapasan atau sirkulasi akibat kerusakan ke jantung atau paru-paru. Pertama penolong harus menyadari tanda-tanda syok. Cedera dada mungkin melibatkan rusuk dan / atau paru-paru. Tanda-tanda:

- Pucat, dingin, kulit lembab dan dingin - Nadi lemah cepat

- Pernapasan dangkal cepat - Nyeri meningkat

- Nyeri pada daerah yang terkena menyentuh - Penjagaan pada daerah yang terkena

(9)

Sebuah luka dada tembus dapat dengan cepat mengancam jiwa. Seorang penolong harus mencurigai luka menembus dada jika:

- Ada luka pada dada dan korban di gangguan pernapasan

- Ada tongkat atau lainnya benda asing yang menonjol dari daerah dada.

Jangan keluarkan benda asing menonjol dari dinding dada. Jika objek terlalu besar untuk memindahkan korban, panggilan untuk bantuan darurat. Jangan potong sendiri objek. Tanda-tanda:

 pucat, dingin, kulit lembab dan dingin  nadi lemah cepat

 pernapasan dangkal cepat  Nyeri di situs cedera  luka dada terbuka terlihat

 objek yang terlihat masih di tempat

Pertolongan pertama: - DRSCAB

- Memanggil ambulans

- Jika benda asing masih di tempat, lakukan penekanan sekitar objek dengan cincin donat

- Jika luka dada terbuka, menerapkan menata berpakaian ke tepi. Plester di 3 sisi hanya untuk memungkinkan udara atau cairan untuk mengalir

- Korban tempatkan di posisi nyaman - Perhatikan baik-baik alur pernafasannya

Gambar 2.2 Luka dada

(10)

2.3 Seizure

2.3.1 Pengertian Seizure

Seizure adalah cetusan aktivitas listrik abnormal yang terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-saraf di otak yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu. Manifestasi dari seizure bisa bermacam-macam, dapat berupa penurunan kesadaran, gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik (kelojotan), konvulsi dan fenomena psikologis lainnya.

2.3.2 Tipe Seizure

 Tonic clonic seizure

Disebut juga dengan grand mal. Kejang-kejang yang memiliki intensitas yang paling sering terjadi. Memiliki karakteristik dengan hilangnya kesadaran, kaku dan gemetar, dan hilangnya kontrol terhadap kandung kemih.

 Tonic seizure

Fase tonik biasanya terdiri atas fase fleksi yang hebat, diikuti fase ekstensi yang lebih lama, disertai gangguan kesadaran. Fleksi biasanya dimulai dari wajah (mata terbuka, bola mata terputar ke atas, mulut terbuka kaku), leher (semifleksi kaku), dan badan (dada tertekuk ke pelvis). Fase fleksi menyebar ke seluruh ekstremitas, meliputi lengan lebih tampak daripada tungkai, dan otot-otot proksimal lebih tampak daripada otot-otot-otot-otot distal. Lengan terangkat, mengalami aduksi, dan berotasi eksternal. Tungkai dan panggul terfiksir, mengalami aduksi, dan berotasi secara eksternal. (Browne & Holmes, 2004)

Fase ekstensi mulai dengan perototan aksial dengan ekstensi punggung dan leher. Mulut tertutup rapat (lidah mungkin tergigit). Otot-otot thoraks dan perut berkontraksi, seringkali dengan mengeluarkan ‘tonic cry’ saat udara dikeluarkan dari korda vokalis.

 Atonic seizure

Pasien terlihat tiba-tiba tidak ada tahanan tubuh dan terjatuh, pada umumnya cepat bangun kembali dan disebabkan kerusakan otak yang luas.

 Myoclonic seizure

Menyebabkan hentakan-hentakan atau kejang dari tubuh bagian atas, lengan dan kaki.

(11)

 Absence seizure

Absence seizure atau biasa dikenal dengan petit mal adalah kehilangan kesadaran sesaat yang terjadi secara mendadak. Kondisi ini biasanya lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa. Orang yang mengalami kondisi ini biasanya tampak seperti tengah memandang ke kejauhan atau menerawang dengan pandangan kosong selama beberapa detik. Absence seizure dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

o Typical absences, saat seseorang mengalami gejala ini mereka akan merasakan ketidaksadaran untuk beberapa detik namun tidak sampai terjatuh.

o Atypical absence, gejala ini mirip dengan typical absences, hanya saja mereka lebih lama saat terjadi ketidaksadaran.

 Focal seizure

Disebut juga partial seizure, terjadi hanya pada 1 bagian dari otak. Kira-kira 60 persen dari orang dengan epilepsi mempunyai focal seizurres, seizure ini seringkali digambarkan oleh area dari otak dimana mereka bermuasal. Contohnya, seseorang mungkin di diagnosa dengan focal frontal lobe seizures. Pada focal seizure yang sederhana, orang itu akan tetap sadar namun mengalami perasaan-perasaan yang tidak biasa seperti kegembiraan, marah, kesedihan atau mual yang tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan. Seseorang itu mungkin mendengar, mencium, mencicipi, melihat barang-barang yang tidak nyata (real). 2.3.3 Penanganan

 Segera dibawa ke medis

 Melakukan rekam otak untuk mengetahui jenis seizure apa yang dialam.

2.4 Epilepsi

2.4.1 Pengertian Epilepsi

Epilepsi adalah suatu kondisi yang dapat menjadikan seseorang mengalami kejang secara berulang. Kerusakan atau perubahan di dalam otak diketahui sebagai penyebab pada sebagian kecil kasus epilepsi. Namun pada sebagian besar kasus yang pernah terjadi, penyebab masih belum diketahui secara pasti. Di dalam otak manusia terdapat neuron atau sel-sel saraf yang merupakan bagian dari sistem

(12)

saraf. Tiap sel saraf saling berkomunikasi dengan menggunakan impuls listrik. Pada kasus epilepsi, kejang terjadi ketika impuls listrik tersebut dihasilkan secara berlebihan sehingga menyebabkan perilaku atau gerakan tubuh yang tidak terkendali.

2.4.2 Penyebab Epilepsi

Epilepsi dapat mulai diderita seseorang pada usia kapan saja, meski umumnya kondisi ini terjadi sejak masa kanak-kanak. Berdasarkan penyebabnya, epilepsi dibagi dua, yaitu idiopatik dan simptomatik.

Epilepsi idiopatik (disebut juga sebagai epilepsi primer) merupakan jenis epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui. Sejumlah ahli menduga bahwa kondisi ini disebabkan oleh faktor genetik (keturunan). Sedangkan epilepsi simptomatik (disebut juga epilepsi sekunder) merupakan jenis epilepsi yang penyebabnya bisa diketahui. Sejumlah faktor, seperti luka berat di kepala, tumor otak, dan stroke diduga bisa menyebabkan epilepsi sekunder.

2.4.3 Jenis – Jenis Epilepsi

a. Epilepsi Idiopatik Umum

Dalam epilepsi idiopatik umum , seringkali ada riwayat keluarga yang memiliki epilepsi, namun hal ini tidak selalu ada. Epilepsi idiopatik umum cenderung muncul selama masa kanak-kanak atau remaja, walaupun mungkin tidak terdiagnosis sampai masa dewasa. Epilepsi jenis ini tidak menunjukkan ada kelainan sistem saraf (otak atau sumsum tulang belakang) yang dapat diidentifikasi baik dengan studi EEG atau studi gambar (MRI), selain kejang-kejang. Hasil struktural otak normal pada

(13)

pindai MRI otak, walaupun studi khusus menunjukkan ada bekas luka atau perubahan halus didalam otak yang mungkin telah ada sejak lahir.

Penderita epilepsi idiopatik umum memiliki kecerdasan normal dan hasil dari uji neurologis dan MRI biasanya normal. Hasil electroencephalogram (EEG, sebuah tes yang mengukur impuls listrik di otak) mungkin menunjukkan pelepasan epileptik yang mempengaruhi seluruh otak (disebut pelepasan umum).

Jenis-jenis kejang yang mempengaruhi pasien dengan epilepsi idiopatik umum mungkin termasuk:

 Kejang Mioklonik (Sentakan ekstrim yang terjadi secara tiba-tiba dan durasi sangat singkat).

 Kejang tidak sadar (tatapan kosong).

 Kejang tonik-klonik umum (kejang grand mal).

Epilepsi Idiopatik umum biasanya diobati dengan obat. Beberapa orang dapat mengatasi kondisi ini dan berhenti mengalami kejang, seperti halnya dengan epilepsi tidak sadar pada masa kanak-kanak dan sejumlah besar pasien dengan epilepsi mioklonik remaja.

b. Epilepsi Idiopatik Parsial

Epilepsi Idiopatik Parsial dimulai pada masa kanak-kanak antara usia 5 dan 8 tahun dan mungkin ada riwayat keluarga yang memiliki epilepsi. Epilepsi ini juga dikenal sebagai epilepsi fokal jinak masa kanak-kanak (BFEC), Epilepsi ini dianggap salah satu jenis epilepsi paling ringan. Epilepsi ini hampir selalu hilang ketika sudah pubertas dan tidak pernah didiagnosis pada orang dewasa.

Kejang-kejang cenderung terjadi selama tidur dan paling sering kejang motorik parsial sederhana yang melibatkan wajah dan kejang sekunder umum (grand mal). Jenis epilepsi ini biasanya didiagnosis dengan EEG.

c. Epilepsi Simptomatik Umum

Epilepsi Simptomatik Umum disebabkan oleh kerusakan otak yang meluas. Cedera sewaktu kelahiran adalah penyebab paling umum dari Epilepsi Simptomatik Umum. Selain kejang, pasien sering mengalami masalah neurologis lainnya, seperti keterbelakangan mental atau cerebral palsy. Penyebab spesifik seperti penyakit otak yang diwariskan, misalnya adrenoleukodystrophy (ADL) atau infeksi otak (seperti

(14)

meningitis dan encephalitis) juga dapat menyebabkan Epilepsi Simptomatik Umum. Ketika penyebab Epilepsi Simptomatik Umum tidak dapat diidentifikasi, gangguan tersebut dapat disebut sebagai epilepsi kriptogenik. Epilepsi jenis ini mengikut sertakan subtipe yang berbeda, dimana yang paling umum dikenal adalah sindrom Lennox-Gastaut.

Bermacam jenis kejang (kejang tonik-klonik, tonik, mioklonik, tonik, atonic, dan kejang tidak sadar) adalah umum pada pasien ini dan bisa sulit untuk mengendalikannya.

d. Epilepsi Simptomatik Parsial

Epilepsi Simptomatik Parsial (atau fokal) adalah jenis epilepsi yang paling umum yang dimulai pada usia dewasa, tetapi epilepsi ini juga sering terjadi pada anak-anak. Epilepsi jenis ini disebabkan oleh kelainan lokal dari otak, yang mungkin akibat dari stroke, tumor, trauma, kelain otak bawaan (dipunyai sejak lahir), parut atau “sclerosis” pada jaringan otak, kista, atau infeksi.

Kadang-kadang kelainan otak tersebut dapat dilihat pada pindai MRI, namun seringnya kelainan tersebut tidak dapat diidentifikasi walaupun dilakukan berulang kali karena ukurannya mikroskopis.

Epilepsi jenis ini dapat berhasil diobati dengan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat bagian otak yang abnormal tanpa mengorbankan fungsi dari sisa otak. Operasi epilepsi sangat berhasil dalam sejumlah besar pasien epilepsi yang tidak berhasil diobati dengan obat antikonvulsan (setidaknya dua atau tiga obat) dan yang memiliki lesi yang dapat diidentifikasi. Pasien-pasien tersebut menjalani evaluasi epilepsi presurgical komprehensif di pusat epilepsi yang terdedikasi dan khusus. 2.4.4 Penanganan Epilepsi

1. Jangan takut, jangan panik, utamakan keselamatan dan bertindak tenang. Pindahkan barang-barang berbahaya yang ada di dekat pasien. Jangan pindahkan pasien kecuali berada dalam bahaya. Longgarkan kerah kemeja atau ikat pinggang agar memudahkan pernafasan.

2. Jangan masukkan apapun ke mulut pasien, atau benda keras di antara gigi karena benda tersebut dapat melukai pasien.

(15)

3. Bila pasien muntah atau mengeluarkan banyak liur, miringkan kepala pasien ke salah satu sisi.

4. Observasi kondisi kejang. Perhatikan keadaan kesadaran, warna wajah, posisi mata, pergerakan keempat anggota gerak, dan suhu tubuh, waktu saat kejang mulai dan berakhir, serta lamanya kejang.

5. Tetap di samping pasien sampai keadaan pasien pulih sepenuhnya. Bila setelah kejang berakhir tidak ada keluhan atau kelemahan, maka pasien dapat dikatakan telah pulih. Namun bila pasien mengalami sakit kepala, terlihat kosong atau mengantuk, biarkan pasien melanjutkan istirahatnya. Jangan mencoba memberi stimulasi pada pasien jika keadaan pasien belum sepenuhnya sadar. Biarkan pasien kembali pulih dengan tenang.

6. Obat supositoria (obat yang pemakaiannya dengan cara memasukkan melalui lubang/ celah pada tubuh, umumnya melalui rectum/ anus) dapat diberikan untuk menghentikan kejang.

Segera cari pertolongan medis/ rumah sakit bila:

 Kejang berlangsung selama 2-3 menit

 Kejang yang diikuti kejang berikutnya tanpa ada fase sadar diantaranya

 Pasien terluka saat kejang

2.5 Kejang Demam

Kejang demam / Step adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ektrakranium ( = di luar rongga tengkorak). Kejang tersebut biasanya timbul pada suhu badan yang tinggi (demam). Demamnya sendiri dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang paling utama adalah infeksi. Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi terjadinya kejang demam

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam (Kejang Demam dan Penatalaksanaanya,2009).

(16)

Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kejang demam menurut Lumban Tobing (2005) :

1. Demam itu sendiri, yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media.

2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme.

3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi. 4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas

2.5.1 Tanda –Tanda Kejang Demam

Sebagian besar kejang demam merupakan kejang umum. Bentuk kejang umum yang sering dijumpai adalah

 Mata mendelik atau terkadang berkedip-kedip,

 Kedua tangan dan kaki kaku, terkadang diikuti kelojotan, dan

 Saat kejang anak tidak sadar tidak memberi respons apabila dipanggil atau diperintah. Setelah kejang anak sadar kembali.

 Umumnya kejang demam akan berhenti sendiri dalam waktu kurang dari 5 menit dan tidak berulang lebih dari satu kali dalam 24 jam.

Gambar 2.3 Ilustrasi kejang demam (Sumber : Google Image, 2016) 2.5.2 Pertolongan Pertama

Bila melihat anak kejang, usahakan untuk tetap tenang dan lakukan hal-hal berikut:

(17)

 Letakkan anak di tempat yang aman, jauhkan dari benda-benda berbahaya seperti listrik dan pecah-belah.

 Baringkan anak dalam posisi miring agar makanan, minuman, muntahan, atau benda lain yang ada dalam mulut akan keluar sehingga anak terhindar dari bahaya tersedak.

 Jangan memasukkan benda apapun ke dalam mulut. Memasukkan sendok, kayu, jari orangtua, atau benda lainnya ke dalam mulut, atau memberi minum anak yang sedang kejang, berisiko menyebabkan sumbatan jalan napas apabila luka

 Jangan berusaha menahan gerakan anak atau menghentikan kejang dengan paksa, karena dapat menyebabkan patah tulang.

 Amati apa yang terjadi saat anak kejang, karena ini dapat menjadi informasi berharga bagi dokter. Tunggu sampai kejang berhenti, kemudian bawa anak ke unit gawat darurat terdekat.

 Apabila anak sudah pernah kejang demam sebelumnya, dokter mungkin akan membekali orangtua dengan obat kejang yang dapat diberikan melalui dubur. Setelah melakukan langkah-langkah pertolongan pertama di atas, obat tersebut dapat diberikan sesuai instruksi dokter.

2.5.3 Mencegah Kejang Demam

Pencegahan kejang demam yang pertama tentu dengan usaha menurunkan suhu tubuh apabila anak demam. Hal ini dapat dilakukan dengan:

 Memberikan obat penurun panas, misalnya parasetamol atau ibuprofen. Hindari obat dengan bahan aktif asam asetilsalisilat, karena obat tersebut dapat menyebabkan efek samping serius pada anak.

 Pemberian kompres air hangat (bukan dingin) pada dahi, ketiak, dan lipatan siku juga dapat membantu.

 Sebaiknya orangtua memiliki termometer di rumah dan mengukur suhu anak saat sedang demam. Pengukuran suhu berguna untuk menentukan apakah anak benar mengalami demam dan pada suhu berapa kejang demam timbul.

 Pengobatan jangka panjang hanya diberikan pada sebagian kecil kejang demam dengan kondisi tertentu.

(18)

2.6 Abdominal Bleeding

Rongga perut terletak di bawah tulang rusuk dan di atas rongga panggul. Tidak seperti dada dan rongga panggul, ada tidak ada tulang untuk melindungi perut dan cedera apapun dapat menyebabkan kerusakan serius pada beberapa organ dalam perut, termasuk hati, limpa dan lambung. Dalam beberapa kasus, luka mungkin melibatkan isi perut dan panggul. Jika hal ini terjadi, pasien yang terluka mungkin mungkin mengalami perdrahan internal hingga menyebabkan kematian kecuali perawatan rumah sakit telah disediakan atau diberikan(St John,Here For Life.2016)

2.6.1 Gejala dan tanda (tidak semuanya mungkin terlihat)

Gejala dan tanda yang biasanya muncul pada pendarahan diperut menurut St John Here For Life adalah sebagai berikut

 Sejarah cedera daerah perut

 pendarahan luka atau cedera lainnya, mungkin saja usus yang terlihat

 Rasa sakit yang sagat parah dan mungkin kejang otot di dinding perut

 Mual atau muntah

 Memar pada kulit

 Pasien tidak dapat berdiri dan memegang daerah luka untuk menghilangkan rasa sakit

 Pasien menunjukkan indikasi lain dari pendarahan internal 2.6.2 Pertolongan yang dapat dilakukan

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan pada pendrahan perut adalah sebagai berikut:

1. Tempatkan pasien untuk beristirahat total dan menilai cedera

2. Membantu pasien untuk berbaring dalam posisi kenyamanan, biasanya pada bagian belakang atau sisi saja, dengan kedua lutut yang disusun untuk menghilangkan rasa sakit dan kekejangan.

3. Melonggarkan setiap pakaian ketat, terutama di pinggang dan leher. Dukungan pasien dengan bantal dan selimut untuk kenyamanan, yang diperlukan. Memberikan jaminan sering.

(19)

5. Kontrol perdarahan dan menutupi luka yang ada

6. Jika perlu, memegang tepi luka bersama-sama untuk mengendalikan perdarahan.Kadang-kadang pasien dapat mengubah posisi sedikit untuk membantu luka untuk menutup.

7. Jika usus terlihat, JANGAN menyentuh atau mencoba untuk mengembalikan mereka.

8. Tutup luka menganga dengan kasa steril yang direndam dalam air hangat untuk menghindari kerusakan organ.

9. JANGAN biarkan pasien untuk makan, minum atau asap. 10. Mengamati pasie.

Sambil menunggu ambulans tiba, mengamati pasien erat untuk setiap perubahan kondisi.

(20)

BAB 3

METEDOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Diagram Alir Praktikum A. Asma

 Pertolongan pertama yang dilakukan pada penderita asma ialah sebagai berikut: 1. Memindahkan ke tempat yang nyaman dan beri air minum serta tenangkan

penderita.

2. Jangan mengerumuni penderita.

3. Usahakan posisi penderita setengah duduk atau duduk dengan posisi bersandar.

4. Jangan pada posisi tidur karenaakan lebih susah dalam bernafas.

5. Penolong tidak boleh panik. Ajak penderita mengobrol agar sedikit rileks. 6. Jika penderita membawa inhaler semprotkan segera ke mulut korban. Apabila

tidak membawa, segera bawa ke luar ruangan untuk menghirup udara bebas. 7. Bantu penderita untuk menarik napas dan menghembuskannya secara

perlahan.

8. Pijat daerah refleksi pada paru-paru dengan jempol secara perlahan-lahan dengan teknik memutar.

9. Apabila usaha tersebut sudah dilakukan selama kurang lebih 30 menit dan keadaan tidak kunjung membaik segera bawa ke rumah sakit.

Pertolongan pertama:

1. Memposisikan korban pada tempat yang nyaman dan memberi minum

2. Jika penderita membawa inhaler segera semprotkan. Jika tidak, bawa ke udara bebas

3. Membantu penderita untuk menarik dan menghembuskan napas perlahan-lahan

4. Memijat daerah refleksi paru-paru pada kaki secara perlahan dengan gerakan memutar

Jika keadaan tidak kunjung membaik, memanggil bantuan medis

(21)

B. Luka Dada

 Pertolongan pertama: - DRSCAB.

- Memanggil ambulans.

- Jika benda asing masih di tempat, melakukan penekanan sekitar objek dengan cincin donat.

- Jika luka dada terbuka, menerapkan menata berpakaian ke tepi. Plester di 3 sisi hanya untuk memungkinkan udara atau cairan untuk mengalir. - Menempatkan korban di posisi nyaman.

- Memperhatikan baik-baik alur pernafasannya.

C. Seizure

1. Melakukan DRSCAB

2. Jika objek masih di tempat melakukan penekanan dengan cincin donat

3. Jika luka terbuka melakukan plester pada 3 sisi Memanggil bantuan medis

Jika sudah melakukan langkah di atas, menempatkan korban pada posisi nyaman dan recovery position

Sambil menunggu pihak medis datang, memperhatikan alur napas penderita secara berkala

Selesai

Memanggil Medis

Mengamankan korban

(22)

 Pertolongan pertama:

1. Segera dibawa ke medis.

2. Melakukan rekam otak untuk mengetahui jenis seizure apa yang dialam.

D. Epilepsi

 Pertolongan pertama :

1. Jangan takut, jangan panik, utamakan keselamatan dan bertindak tenang. Pindahkan barang-barang berbahaya yang ada di dekat pasien. Jangan pindahkan pasien kecuali berada dalam bahaya. Longgarkan kerah kemeja atau ikat pinggang agar memudahkan pernafasan.

2. Jangan masukkan apapun ke mulut pasien, atau benda keras di antara gigi karena benda tersebut dapat melukai pasien.

3. Bila pasien muntah atau mengeluarkan banyak liur, miringkan kepala pasien ke salah satu sisi.

4. Observasi kondisi kejang. Perhatikan keadaan kesadaran, warna wajah, posisi mata, pergerakan keempat anggota gerak, dan suhu tubuh, waktu saat kejang mulai dan berakhir, serta lamanya kejang.

5. Tetap di samping pasien sampai keadaan pasien pulih sepenuhnya. Bila setelah kejang berakhir tidak ada keluhan atau kelemahan, maka pasien dapat

Memanggil Medis

Mengamankan korban Jangan panik Memiringkan tubuh korban apabila korban mengeluarkan

air liur Tetap berada disamping korban

sampai medis datang

(23)

dikatakan telah pulih. Namun bila pasien mengalami sakit kepala, terlihat kosong atau mengantuk, biarkan pasien melanjutkan istirahatnya. Jangan mencoba memberi stimulasi pada pasien jika keadaan pasien belum sepenuhnya sadar. Biarkan pasien kembali pulih dengan tenang.

6. Obat supositoria (obat yang pemakaiannya dengan cara memasukkan melalui lubang/ celah pada tubuh, umumnya melalui rectum/ anus) dapat diberikan untuk menghentikan kejang.

Segera cari pertolongan medis/ rumah sakit bila:

 Kejang berlangsung selama 2-3 menit

 Kejang yang diikuti kejang berikutnya tanpa ada fase sadar diantaranya

 Pasien terluka saat kejang

E. Kejang Demam

 Pertolongan Pertama :

1. Letakkan anak di tempat yang aman, jauhkan dari benda-benda berbahaya seperti listrik dan pecah-belah.

2. Baringkan anak dalam posisi miring agar makanan, minuman, muntahan, atau benda lain yang ada dalam mulut akan keluar sehingga anak terhindar dari bahaya tersedak.

Memanggil Medis

Mengamankan korban

Memiringkan tubuh korban untuk menghindari tersedak saat keluar

muntahan

Memberi obat kejang apabila tidak ada tunggu sampai kejang berhenti atu sampai

pihak medis datang

(24)

3. Jangan memasukkan benda apapun ke dalam mulut. Memasukkan sendok, kayu, jari orangtua, atau benda lainnya ke dalam mulut, atau memberi minum anak yang sedang kejang, berisiko menyebabkan sumbatan jalan napas apabila luka.

4. Jangan berusaha menahan gerakan anak atau menghentikan kejang dengan paksa, karena dapat menyebabkan patah tulang.

5. Amati apa yang terjadi saat anak kejang, karena ini dapat menjadi informasi berharga bagi dokter. Tunggu sampai kejang berhenti, kemudian bawa anak ke unit gawat darurat terdekat.

6. Apabila anak sudah pernah kejang demam sebelumnya, dokter mungkin akan membekali orangtua dengan obat kejang yang dapat diberikan melalui dubur. Setelah melakukan langkah-langkah pertolongan pertama di atas, obat tersebut dapat diberikan sesuai instruksi dokter.

F. Abdominal Bleeding

 Pertolongan Pertama :

1. Tempatkan pasien untuk beristirahat total dan menilai cedera.

2. Membantu pasien untuk berbaring dalam posisi kenyamanan, biasanya pada bagian belakang atau sisi saja, dengan kedua lutut yang disusun untuk menghilangkan rasa sakit dan kekejangan.

Memanggil Medis

Mengamankan korban dan melonggarkan pakaian

Melakukan DRSCAB

Melakukan penekanan pada pendarahan dan menutupi luka yang terbuka

Tutup luka dengan kasa steril yang direndam air hangat

Sambil menunggu pihak medis datang, memperhatikan alur napas penderita secara

berkala Selesai

(25)

3. Melonggarkan setiap pakaian ketat, terutama di pinggang dan leher. Dukungan pasien dengan bantal dan selimut untuk kenyamanan, yang diperlukan. Memberikan jaminan sering.

4. Panggilan ambulans.

5. Kontrol perdarahan dan menutupi luka yang ada

6. Jika perlu, memegang tepi luka bersama-sama untuk mengendalikan perdarahan.Kadang-kadang pasien dapat mengubah posisi sedikit untuk membantu luka untuk menutup.

7. Jika usus terlihat, JANGAN menyentuh atau mencoba untuk mengembalikan mereka.

8. Tutup luka menganga dengan kasa steril yang direndam dalam air hangat untuk menghindari kerusakan organ.

9. JANGAN biarkan pasien untuk makan, minum atau asap. 10. Mengamati pasien.

Sambil menunggu ambulans tiba, mengamati pasien erat untuk setiap perubahan kondisi.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

First Aid For Every Emergency 2011

Handbook of epilepsi treatment. Simon Shorvon, MA, MB BChir, MD, FRCP. Wiley-Blackwell.,2010. UK

Irdawati,September 2009,”Kejang Demam dan Penatalaksanaanya”. Berita Ilmu Keperawatan.Vol 2 No.3.

Lumbantobing,SM.2003.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI ---,St John Here For Life.

http://www.stjohn.org.nz/First-Aid/First-Aid-Library/Abdominal-Injuries/. Diakses pada 20 Oktober 2016

Revised Terminology And Concepts For Organization Of Seizures And Epilepsies : Report of The ILAE Commission on Classification and Terminology, 2010. Berg et al. Epilepsia 2010;51 (4) 676-685

Gambar

Gambar 2.1 Daerah refleksi pada oragan dalam tubuh  (Sumber: First Aid For Every Emergency 2011)  2.2 Luka Dada
Gambar 2.2 Luka dada
Gambar 2.3  Ilustrasi kejang demam  (Sumber : Google Image, 2016)      2.5.2 Pertolongan Pertama

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan usia menarche remaja putri (9-15 tahun) pada siswi sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama di Jakarta

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif antara cakupan imunisasi dasar dengan kejadian ISPA pada balita umur 1-3 tahun di wilayah