• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelompok 4 - Obat Bebas Terbatas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kelompok 4 - Obat Bebas Terbatas"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Zahra Millatina 260110120048 Fitrian Nursianti 260110120050 Annisa Putrianty 260110120051 Christine C. Dewi 260110120052 Novitasari 260110120053 M. Luthfi Nugraha 260110120056 Moch. Ferdiansyah 260110120058 Septiyani M 260110120059 Fifi Fitriawati 260110120060 Atmedi Surendra 260110120061 Putri Arumingtias 260110120062

PERATURAN PERUNDANG –

UNDANGAN

(2)

SURAT KEPUTUSAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

INDONESIA

NOMOR: 2380/A/SK/Vl/1983

TENTANG

TANDA KHUSUS UNTUK

(3)

PASAL 1

1. Tanda khusus adalah tanda berupa warna dengan bentuk tertentu yang harus tertera secara jelas dan etiket wadah dan bungkus luar obat jadi sehingga penggolongan obat jadi tersebut dapat segera dikenali.

2. Wadah adalah kemasan terkecil yang berhubungan dengan obat jadi. 3. Bungkus luar adalah kotak atau pembungkus lainnya yang

membungkus wadah.

4. Penggolongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan lalu lintas obat dengan membedakannya atas narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan obat bebas.

5. Kemasan terkecil adalah kemasan yang dimaksudkan untuk dapat dijual secara lepas kepada konsumen.

(4)

Pasal 1 ini berisi definisi dari hal atau

komponen yang berkaitan dengan Obat

Bebas dan Obat Bebas Terbatas, seperti

tanda khusus serta penggolongan obat

(terkait

dengan

penandaan

obat),

wadah, bungkus luar, dan kemasan kecil

(terkait dengan kemasan obat).

(5)

OBAT BEBAS

Disebut juga OTC (Over The Counter) karena

dapat dibeli tanpa resep dokter.

Penandaan: lingkaran hijau dengan tepi garis

hitam.

Kemasan disertakan brosur, yang berisi nama

obat,

nama

dan

isi

zat

berkhasiat,

indikasi, dosis, aturan pakai, efek samping,

nomor batch, nomor registrasi, nama dan

alamat pabrik, serta cara penyimpanannya.

(6)

Obat bebas terbatas yaitu obat yang

digunakan untuk mengobati penyakit

ringan yang dapat dikenali oleh

penderita sendiri. 

Obat bebas terbatas termasuk obat keras

dimana pada setiap takaran yang

digunakan diberi batas dan pada

kemasan ditandai dengan lingkaran

hitam mengelilingi bulatan berwarna

biru.

Pada obat bebas terbatas, harus ditandai

dengan etiket atau brosur yang

menyebutkan nama obat yang

bersangkutan, daftar bahan berkhasiat

serta jumlah yang digunakan, nomor

batch, tanggal kadaluarsa, nomor

registrasi, nama dan alamat produsen,

petunjuk penggunaan, indikasi, cara

pemakaian, peringatan serta kontra

indikasi 

(7)

NOTE :

• Khusus untuk obat bebas terbatas, selain

terdapat tanda khusus lingkaran biru, diberi pula

tanda peringatan untuk aturan pakai obat, karena

hanya dengan takaran dan kemasan tertentu

obat ini aman digunakan untuk pengobatan

sendiri.

(8)

Khusus untuk obat bebas terbatas, selain

terdapat tanda khusus lingkaran biru, diberi

pula tanda peringatan untuk aturan pakai

obat, karena hanya dengan takaran dan

kemasan tertentu obat ini aman digunakan

untuk pengobatan sendiri.

Tanda peringatan tersebut berupa empat

persegi panjang dengan huruf putih pada

dasar hitam yang terdiri dari 6 macam yaitu P

No. 1, P No. 2, P No. 3, P No. 4, P No. 5, dan P

No. 6.

(9)
(10)

(1) Obat jadi yang persetujuan pendaftarannya dikeluarkan sesudah diterbitkannya Surat Keputusan ini harus sudah memenuhi

ketentuan dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3.

(2) Obat jadi yang persetujuan pendaftarannya dikeluarkan sebelum diterbitkannya Surat Keputusan ini , produksinya sudah harus

memenuhi ketentuan dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 selambat-lambatnya satu tahun setelah diterbitkannya Surat Keputusan ini. (3) Paling lambat dua tahun setelah Surat Keputusan ini dikeluarkan,

semua obat jadi yang beredar harus sudah memenuhi ketentuan dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3.

(4) Contoh penandaan obat jadi yang telah memenuhi ketentuan dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 harus segera dikirimkan ke Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan c. q. Panitia Penilai Obat Jadi.

(5) Obat jadi yang satu tahun setelah diterbitkannya Surat Keputusan ini belum memenuhi ketentuan dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 pendaftaran ulangnya akan ditolak.

Pasal 4

Pasal 4

(11)

Penggunaan tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebas terbatas harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada pasal 3 dan 4. Pada pasal 3 dijelaskan perbedaan komposisi warna untuk tanda

khusus obat bebas dan obat bebas terbatas harus disertai dengan ukurannya yang disesuaikan dengan etiket maupun wadah agar terlihat jelas dan mudah dikenali (proporsional).

Pada pasal 4 dibahas tentang perizinan untuk obat jadi yang belum mengikuti ketentuan dari Surat Keputusan mengenai tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebas terbatas.

Pasal ini mengatur mulai dari syarat produksinya, pendaftarannya, sampai peredarannya di pasaran dan harus sudah memenuhi ketentuan yang ada dalam Surat Keputusan sambil memberikan contoh penandaan obat jadi yang telah sesuai dengan ketentuan tersebut kepada Dirjen POM sebagai bukti.

Apabila dalam waktu satu tahun masih belum mengikuti ketentuan tersebut, maka pendaftaran ulangnya akan ditolak.

NOTE

(12)

Pada prakteknya, sebagian besar perusahaan

yang memproduksi obat jadi telah

mengimplementasikan kedua pasal

tersebut.

Jika masih ada yang melanggar, sudah

selayaknya diberi sanksi seperti yang

tercantum pada pasal 4 ayat 5.

Evaluasi diperlukan minimal setiap satu tahun

sekali untuk memantau kepatuhan para

produsen.

NOTE

(13)

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Surat

Keputusan tersebut dapat mengakibatkan tindakan

administratif terhadap pabrik Farmasi/inpofiir yang

bersangkutan dan dapat dilakukan penyitaan terhadap

obat jadi yang telah diproduksi oleh yang bersangkutan

diperedaran.

Tindakan administratif adalah tindakan yang dijatuhkan

terhadap pabrik Farmasi/inpofiir yang melakukan

pelanggaran dalam hal penandaan khusus pada Obat

Bebas dan Obat Bebas Terbatas yang diproduksinya.

Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas yang tidak

memenuhi kriteria penandaan seperti dalam peraturan

ini akan disita dari peredarannya.

(14)
(15)

DAFTAR OBAT BEBAS TERBATAS

Semua sediaan-sediaan yang mengandung garam-garam dan

derivat-derivat dari Acridinum yang nyata-nyata

dipergunakan untuk obat luar dan tablet kulum yang

mengandung tidak lebih dari 3 mg tiap tablet (P.1).

Ammonia 10% ke bawah (P.5).

Semua sediaan yang mengandung Diphenhydramin atau

garam-garamnya, tidak lebih dari 50 setiap takaran yang

ditetapkan setiap bungkusnya dan nyata-nyata

dipergunakan sebagai obat perjalanan (P.1).

Semua sediaan yang mengandung Antihistaminicum yang

nyata-nyata dipergunakan sebagai obat luar, untuk

salep, cream dan obat-obat sejenis ini dengan tanda

peringatan P.3 dan untuk obat tetes/semprot hidung

dengan P.1.

rokok dan serbuk untuk penyakit bengek untuk dibakar yang

mengandung Scopolaminum (P.4).

Semua sediaan yang mengandung Infusum Hyoscyami

oleosum dan serbuk atau tablet yang mengandung

kurang dari 20 mg Extract Hyscyami (P.1).

(16)

Semua sediaan yang mengandung kurang dari 0.3%

Emetinum atau kurang dari 2 mg Emetinum setiap tablet,

sernuk atau takaran yang ditetapkan (P.1).

Semua sediaan yang mengandung Ephedrinum tidak lebih

dari 25 mg setiap tablet, serbuk atau takaran yang

ditetapkan (P.1).

Aqua Plumbi Goulardi (P.3).

Hypochlorit2 dan larutannya (P.5).

Iodium dalam larutan (P.3).

Iodoformum dan segala sediaan yang mengandung obat itu

(P.3).

Kalii Chloras dalam larutan (P.2).

Liquor Kresoli Saponatus (Lysol, dsb) (P.5).

Mercurochroom dalam larutan (P.3).

Serbuk tabur yang mengandung Paraformaldehydum (P.3).

Semua sediaan yang mengandung Papaverinum,

Eupaverinum atau Perperinum tidak lebih dari 10 mg

setiap tablet, serbuk atau takaran yang ditetapkan (P.1).

Semua sediaan yang mengandung Phenolphtaleinum tidak

lebih dari 100 mg setiap tablet, serbuk atau takaran

yang ditetapkan (P.1).

(17)

Santoninum tidak lebih dari 30 mg setiap tablet,

serbuk atau takaran yang ditetapkan (P.1).

Semua sediaan yang mengandung zat-zat berkhasiat

dari Schoenocaulon offic atau Delphinium

staphisagria (P.3).

Suppositoria untuk wasir (P.6).

Obat kumur yang mengandung persenyawaan dari

Zincum (P.2).

Semua sediaan yang mengandung Oxeladini citras

tidak lebih dari 5 mg setiap tablet atau takaran

yang ditetapkan (P.1).

(18)

Sediaan-sediaan Promethazinum atau garam-garamnya, yang nyata-nyata dipergunakan sebagai obat penyakit perjalanan, mengandung tidak lebih dari 25 mg setiap tablet dihitung sebagai basanya, dan tidak lebih dari 10 tablet setiap

bungkusnya (P.1).

Sediaan-sediaan yang mengandung Chlorprophenpyridamini

Maleas tidak lebih dari 4 mg setiap takaran yang ditetapkan dan tidak lebih dari 20 tablet setiap bungkusnya atau 120 cc setiap kemasan (P.1).

Sediaan-sediaan yang mengandung Antimonii Sulfidum tidak lebih dari 20 mg setiap takaran yang ditetapkan (P.1).

Sediaan-sediaan yang mengandung Strychnum atau

garam-garamnya, tidak lebih dari 1 mg Strychninum dihitung sebagai garam nitrat, setiap takaran yang ditetapkan (P.1)

Sediaan-sediaan yang mengandung Cetyl pyridinii Chloridum tidak lebih dari 4 mg setiap takaran yang ditetapkan (P.1) dan

semua sediaan-sediaan yang nyata-nyata diperguanakn sebagai obat luar (P.3).

Obat sedot yang mengandung Amphetamin atau garamnya (P.1). Vaginal ovula yang mengandung sulfanilamidum oxyquinolini

(19)

Semua sediaan yang mengandung

Tetramisolum tidak lebih dari 150 mg setiap

dosis yang ditetapkan (P.1).

Semua sediaan yang mengandung

Mebhydrolinum tidak lebih dari 15 mg

setiap dosis yang ditetapkan (P.1).

Semua sediaan yang mengandung Bisacodylum

tidak lebih dari 10 mg setiap dosis yang

ditetapkan. Untuk tablet dengan peringatan

P.1 dan untuk suppositoria dengan P.5.

(20)

Sediaan-sediaan yang mengandung Dextromethophani

Hydrobromidum tidak lebih dari 16 mg tiap takaran (P.1). Sediaan-sediaan yang mengandung Doxilamini Succinas tidak

lebih dari 4 mg tiap takaran (P.1).

Sediaan-sediaan yang mengandung Pyrithioxinum (Pyritinoli Hydrochloridum) tidak lebih dari 120 mg tiap takaran (P.1). Sediaan-sediaan yang mengandung Phenylpropanolamini

Hydrochloridum (Nor-Ephedrinum) tidak lebih dari 30 mg tiap takaran (P.1)

Sediaan-sediaan yang mengandung Promethazinum atau garam-garamnya, yang digunakan sebagai obat batuk dan setiap mL mengandung tidak lebih dari 1.5 mg sebagai basanya;

kemasan tidak boleh lebih dari 120 mL (P.1).

Pada etiket atau pembungkusan dan brosur harus ditelti

peringatan yang berbunyi: “Selama minum obat ini tidak boleh mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin.”

(21)

SURAT KEPUTUSAN

MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR:

1331/MENKES/SK/X/2002

TENTANG

PERUBAHAN ATAS

PERATURAN MENTERI

KESEHATAN RI

NO.167/KAB/B.VIII/1972

TENTANG PEDAGANG ECERAN

OBAT

(22)

Yang dimaksud Pedagang eceran

Obat

adalah

Orang

atau

Badan Hukum Indonesia yang

mempunyai ijin menyimpan

obat Bebas dan

Obat-obat Bebas Terbatas (daftar

W) untuk dijual secara eceran

di

tempat

tertentu

sebagaimana

tercantum

dalam surat ijin

.

(23)
(24)

Perbedaan antara

Peraturan Menteri

Kesehatan RI No.

167/KAB/B.VIII/1972

dengan perubahan

pada SK Menteri

Kesehatan RI

No:

1331/MENKES/SK/X/

2002

terletak pada

pasal 2 ayat (2),

yaitu pada baris

terakhir,

Departemen

Kesehatan

berubah menjadi

Menteri

Kesehatan

(25)

Pedagang Eceran Obat dapat

diusahakan oleh Perusahaan Negara,

Perusahaan Swasta atau Perorangan

(26)

Perubahan jumlah ayat dari dua ayat

menjadi satu ayat

Penghilangan bunyi ayat (2)

*Alasan penghilangan ayat (2) pada pasal 4

Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

167/KAB/B.VIII/1972 adalah akibat tidak

memungkinkan terjadinya

pergantian

tanggung jawab

seorang asisten apoteker

sebagai penanggung jawab teknis.

(27)
(28)

NOTE :

(29)
(30)

NOTE :

(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)

CO

NT

OH

K

(39)

STUDI KASUS

Penggunaan dekstromethorphan

a.Sudah dicabut peredarannya dari masyarakat

dalam surat edaran bpom HK 04 1 35 07 13

3885 tahun 2013 tentang pembatalan

peredaran dextromethorphan sediaan tunggal

b.Survey BNN 2010, penyalahgunaan pil dextro

pada rentang 15-20 tahun sebanyak 5,9%.

c. Regulasi pengambilan dextro dengan resep

(40)

KASUS

1. Pelanggaran obat tradisional dicampuri obat

keras

2. kasus obat diabetes palsu yang ternyata hanya

berisi tepung

3. Kasus jamu yang dipalsukan

4. Obat Palsu di Indonesia yang masih beredar luas

dan laku dimasyarakat (obat demam ponstan,

antibiotik amoxan, dan beberapa antibiotik

lainnya)

5. Penyaluran Obat ke pihak yang tidak berhak dalam

jumlah besar oleh PBF

(41)

1. Obat bebas terbatas obat keras dijual

bebas di Indonesia

2. Kasus Buvanest

3. Kasus banyaknya obat yang belum

mempunyai izin edar dari BPOM

4. Kasus banyaknya masyarakat yang

menyalahgukaan obat

5. Swamedikasi Obat Keras non OWA yang

Disalah gunakan oleh Apoteker

(42)

KAITAN DENGAN

PERUNDANG-UNDANGAN

Pada kasus pemalsuan obat, telah terjadi

pelanggaran terhadap UU kesehatan

mengenai sedian farmasi. Pelanggaran ini

tercantum pada pasal 98 ayat 1, 2, dan 3;

pasal 105 ayat 1; dan pasal 106 ayat 1

Untuk memantapkan dan menegaskan

pelayanan swamedikasi, pemerintah juga

menetapkan jenis obat keras yang dapat

diserahkan tanpa resep dengan membuat

beberapa SK diantaranya: SK Menteri No.

347/MENKES/SK/VII/1990 tentang obat

(43)

KAITAN DENGAN

PERUNDANG-UNDANGAN

Kasus Obat bebas terbatas dan obat keras dijual bebas di Indonesia ini telah melanggar PP 51 tahun 2009 Bab 14 pasal 14-18. Pada pasal 14.

Sistem distribusi obat bebas dan bebas terbatas yang ideal menurut SK Menkes No.3987/A/SK/73 adalah

distribusi dari distributor ke sarana

penyaluran/pedagang besar farmasi (PBF), kemudian dari PBF akan didistribusikan ke sarana pelayanan

seperti apotek, instalasi farmasi, praktek bersama dan toko obat. Dalam hal ini obat bebas dan obat bebas terbatas harus didistribusikan ke sarana-sarana

pelayanan farmasi yang telah memiliki ijin untuk menyimpan obat-obatan untuk dijual

(44)

KAITAN DENGAN

PERUNDANG-UNDANGAN

Pada PP 51 tahun 2009 pasal satu poin 1dijelaskan bahwa

Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi

adalah sarana yang digunakan untuk mendistribusikan

atau menyalurkan Sediaan Farmasi, yaitu Pedagang Besar

Farmasi dan Instalasi Sediaan Farmasi. Pada poin 12

dijelaskan Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan

berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk

pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi

dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan. Sehingga dapat disimpulkan selain

dari pedagang besar farmasi atau instalasi sediaan farmasi

dilarang mendistribusikan obat apalagi dalm jumlah yang

besar.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari uraian permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PURCHASE AMOUNT dan

Lanjutnya lagi, jika oknum-oknum ini telah memberlakukan pemotongan dengan nilai yang sama pada semua kelompok, maka dipastikan mereka telah meraup keuntungan untuk

Unit Analisis adalah pada penegakan hukum yakni Dinas Perhubungan Kota Salatiga selaku pihak yang berwenang dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan kegiatan pengawasan,

Membantu kelancaran kerja atasan dan melakukan kerja sama yang baik dengan unit-unit kerja yang lain di lingkungan kantor cabang.. Mengendalikan seluruh pelaksanaan kegiatan di

Untuk menjaga tampilan identitas, tidak dibenarkan menampilkan warna Biru Madani menjadi warna latar belakang diluar ketetapan versi

Metode penelitian yang akan di gunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah metode penelitian Deskrptif kuanitatif, Dengan metode deskriptif kuanitatif

Wilayah Lombok Utara bagian pesisir, bagian barat daerah Lombok Barat (Batucaraken), wilayah Bima bagian utara pesisir, dan sebagian kecil wilayah Sumbawa barat

Target khusus yang ingin dicapai: Akhir dari pelaksanaan penelitian yang sudah memasuki tahun kedua dari rencana tiga tahun ini ditargetkan menghasilkan sebuah model baku