• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persamaan Momentum untuk Aliran Berakselerasi Tinggi dengan Aplikasi pada Pemodelan Gelombang Pendek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Persamaan Momentum untuk Aliran Berakselerasi Tinggi dengan Aplikasi pada Pemodelan Gelombang Pendek"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Persamaan Momentum untuk Aliran Berakselerasi Tinggi dengan Aplikasi

pada Pemodelan Gelombang Pendek

Syawaluddin Hutahaean

Kelompok Keahlian Teknik Kelautan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132, E-mail: syawaluddin@ocean.itb.ac.id

Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil

Abstrak

Pada penelitian ini dikembangkan persamaan momentum untuk aliran berakselerasi tinggi. Persamaan dikem-bangkan dengan mengerjakan diferensial ruang untuk aliran berakselerasi tinggi pada persamaan momentum dari Euler. Dengan metoda ini, percepatan tidak hanya diakibatkan oleh gaya penggerak pada arah sumbu yang bersangkutan, tetapi juga diakibatkan oleh gaya-gaya penggerak dari arah sumbu lainnya. Selanjutnya persamaan yang diperoleh digunakan untuk memodelkan gelombang pendek dengan persamaan muka air yang digunakan adalah merupakan superposisi antara persamaan kekekalan masa dengan persamaan kekekalan energi. Persamaan diselesaikan secara numeris, dimana hasil eksekusi model numeris menunjukkan bahwa model dapat mensimu-lasikan shoaling dan breaking dengan baik, dengan panjang gelombang yang dihasilkan jauh lebih pendek dari panjang gelombang hasil teori gelombang linier.

Kata-kata Kunci: Aliran berakselerasi tinggi.

Abstract

In this reserach, momentum equation for high accelerated flow is developed. The equation is developed by using spatial differentiation for high accelerated flow in Euler’s momentum equation. With this method, fluid accelera-tion not only excited by force on its direcaccelera-tion but also but also forces from other direcaccelera-tions. The resulted momen-tum equation is used to short water wave modeling, where as surface water equation is a superposition between continuitya and energy coservtion equations. The equation is solved numerically where execution of the model show that the model can simulate wave shoaling and breaking where the resulted wave length is much smaller than wave length of linear’s water wave theory.

Keyword: High accelerated flow.

1. Pendahuluan

Pemahaman mengenai hidrolika pantai atau dinamika gelombang dikawasan pantai adalah merupakan suatu hal yang penting dalam merencanakan suatu bangunan pantai. Berbagai informasi mengenai kondisi gelom-bang diperairan pantai antara lain tinggi gelomgelom-bang, arus littoral dan sebagainya merupakan parameter penting dalam merencanakan suatu bangunan pantai. Sehubungan dengan hal itu maka diperlukan suatu model dinamika gelombang dikawasan pantai yang sekiranya dapat menggambarkan berbagai perilaku gelombang diperairan pantai.

Model transformasi gelombang dari perairan dalam menuju perairan dangkal telah banyak dikembangkan. Hutahaean (2008a, 2008c) telah mengembangkan mod-el transformasi gmod-elombang yang dapat memodmod-elkan gelombang breaking, tetapi model tersebut bukan merupakan model runut-waktu (time-series). Dengan model runut-waktu, berbagai perubahan gelombang dari waktu ke waktu dapat diamati sehingga dapat

di-peroleh pemahaman yang lebih baik mengenai dina-mika gelombang dikawasan perairan pantai.

Terdapat banyak terdapat contoh dialam bahwa gaya penggerak pada suatu arah sumbu tidak hanya mem-berikan percepatan pada arah sumbu yang bersangku-tan. Sebagai contoh, gelombang dilaboratorium dibangkitkan dengan memberikan gaya horisontal, dimana pada contoh ini menunjukkan adanya peru-bahan gaya horisontal menjadi gaya vertikal. Karena itu gaya penggerak pada persamaan momentum, semestinya tidak hanya gaya penggerak pada arah sumbu yang bersangkutan, tetapi juga berasal dari gaya penggerak pada arah sumbu yang lain.

2. Persamaan Momentum Untuk Aliran Berakselerasi Tinggi a. Persamaan Euler

x

p

z

u

w

y

u

v

x

u

u

t

u





1

(1)

(2)

p pada Persamaan 1 dan 2 terdiri atas dua komponen,

yaitu komponen hidrostatis (phs) dan komponen

hidro-dinamis (phd), p = phs + phd, dimana bentuk dari kedua

jenis tekanan tersebut akan dibahas pada bagian lain.  

y

p

z

v

w

y

v

v

x

v

u

t

v





1

(2)

g

z

p

z

w

w

y

w

v

x

w

u

t

w





1

(3) x

y

z

Gambar 1. Sistem sumbu

Jadi gaya penggerak air pada arah vertikal-z adalah gaya hidrodinamis saja. Untuk selanjutnya sebagai per-samaan momentum-z adalah Perper-samaan 4, sedangkan yang dimaksudkan dengan p/z pada bagian selanjut-nya adalah phd/z, mengingat gaya penggerak arah

vertikal adalah phd/z.

b. Percepatan konvektif yang memperhitungkan percepatan lokal

Ruas kiri persamaan Euler terdiri dari percepatan lokal, suku ke 1, dan percepatan konvektif atau percepatan spasial, suku dalam kurung. Secara umum percepatan total pada ruas kiri persamaan dapat ditulis dalam ben-tuk

Pada perumusan percepatan tersebut, pada u/x, u/y dan u/z tidak diperhitungkan bahwa u sedang mengalami perubahan terhadap waktu dengan cepat.

Pada saat air diam, maka Persamaan 3 menjadi  

0

1

g

z

p

atau  

0

1

1

g

z

p

z

p

hs hd

Pada air diam,

1

0

z

p

hd

,  

0

1

g

z

p

hs

maka

Substitusi persamaan ini ke Persamaan 3, persamaan momentum-z menjadi  

z

p

z

w

w

y

w

v

x

w

u

t

w

hd





1

(4)   konvektif lokal

z

u

w

y

u

v

x

u

u

t

u

dt

Du





Aliran pada gelombang air tergolong pada aliran dengan akselerasi yang besar, karena itu perlu diperhi-tungkan adanya percepatan terhadap waktu pada diferensial ruang.

Hutahaean (2008b), (2012), dalam merumuskan persa-maan kontinuitas untuk aliran dengan akselerasi besar mendapatkan diferensial ruang yang memperhitungkan percepatan lokal untuk suatu fungsi f = f(x,y,z,t), yaitu

Dengan bentuk diferensial ruang ini, didefinisikan per-cepatan total pada arah sumbu-x adalah,

Substitusi persamaan-persamaan diferensial ruang yang memperhitungkan percepatan lokal pada percepatan konvektif, maka percepatan total adalah

Dengan cara yang sama dapat diperoleh percepatan total pada arah sumbu-ydan pada arah sumbu-z adalah,

c. Gaya penggerak

Gaya penggerak adalah perbedaan tekanan, dimana

tuasi muka air h = h(x,y,z,t), dan kecepatan u = u

(x,y,z,t), v = v(x,y,z,t), dan w = w(x,y,z,t), yang berubah

sangat cepat, maka p = p(x,y,z,t), juga akan berubah sangat cepat, sehingga diferensial ruang untuk tekanan

p adalah

u

z

f

w

y

f

v

x

f

u

t

f

x

f

1





(5)

v

z

f

w

y

f

v

x

f

u

t

f

y

f

1





(6)

w

z

f

w

y

f

v

x

f

u

t

f

z

f

1





(7) konvektif lokal

z

u

w

y

u

v

x

u

u

t

u

dt

Du





(8)





z

u

w

y

u

v

x

u

u

t

u

dt

Du

3

4

(9)





z

v

w

y

v

v

x

v

u

t

v

dt

Dv

3

4

(10)





z

w

w

y

w

v

x

w

u

t

w

dt

Dw

3

4

(11)  

x

p

1

,

y

p

1

pada persamaan Euler dinyatakan oleh

dan

z

p

1

Mengingat tekanan p adalah fungsi dari fluk-

u

z

p

w

y

p

v

x

p

u

t

p

x

p

1





(12)

(3)

Substitusi Persamaan 12 ke Persamaan 9, Persa-maan 13 ke PersaPersa-maan 10 dan PersaPersa-maan 14 ke Persamaan 4 maka diperoleh persamaan momentum arah-x, arah-y dan arah-z secara berurutan adalah,

Adanya faktor 1/2 pada ruas kanan adalah hasil perco-baan bahwa persamaan memberikan hasil yang baik bila dikalikan dengan faktor tersebut. Terlihat pada gaya penggerak pada arah-x terdapat kontribusi dari gaya penggerak pada arah-y, p/y, dan pada arah-z, 

p/z, begitu juga sebaliknya. Selain itu terlihat bahwa

perubahan tekanan p/t dapat menjadi gaya peng-gerak. Bahwa terdapat perubahan gaya horisontal men-jadi gaya vertikal atau sebaliknya serta gaya pada horisontal arah-x diubah menjadi gaya pada horisontal arah-y dan sebaliknya, dapat diperjelas dengan persa-maan keseimbangan momentum yaitu (Hutahaean (2008b), (2012)),

Persamaan keseimbangan momentum ini dapat ditulis sebagai persamaan momentum-z dan dikerjakan persa-maan Euler dan Persapersa-maan 4,

v

z

p

w

y

p

v

x

p

u

t

p

y

p

1





(13)

w

z

p

w

y

p

v

x

p

u

t

p

z

p

1





(14)





z

u

w

y

u

v

x

u

u

t

u

3

4

u

z

p

w

y

p

v

x

p

u

t

p

1

2

1





(15)





z

v

w

y

v

v

x

v

u

t

v

3

4

v

z

p

w

y

p

v

x

p

u

t

p

1

2

1





(16)  





z

w

w

y

w

v

x

w

u

t

w

3

4

w

z

p

w

y

p

v

x

p

u

t

p

1

2

1





(17)   v z v w y v v x v u t v 1                  u z u w y u v x u u t u 1                  + 0 1                   w z w w y w v x w u t w (18)  

v

w

y

p

u

w

x

p

z

p

hd

1

1

1

(19)

Persamaan ini menyatakan bahwa gaya penggerak pada arah sumbu-z adalah berasal dari gaya penggerak pada arah sumbu-x dan dari gaya penggerak pada arah sumbu -y.

Relasi pada Persamaan 19, disubstitusikan kepersa-maan momentum, Persakepersa-maan 15, 16 dan 17 serta per-samaan dibagi dengan 4,

Dengan cara yang sama, persamaan momentum-y adalah

Persamaan momentum-z

Pada persamaan-persamaan momentum tersebut ter-dapat variabel, v/u, w2/u2 dan lain sebagainya, yang merupakan variabel tidak berdimensi. Untuk mendapat-kan bentuk persamaan dari variabel tersebut, digunamendapat-kan teori potensial aliran. Potensial aliran gelombang yang bergerak pada arah-x (Gambar 1) adalah (Hutahaean, (2008a), (2008c), (2010b)),

kemiringan dasar perairan pada arah-. G adalah suatu konstanta dan k adalah bilangan gelombang sedangkan





z

u

w

y

u

v

x

u

u

t

u

4

3

u

y

p

v

w

x

p

u

w

y

p

v

x

p

u

t

p

1

8

1

2 2





atau





z

u

w

y

u

v

x

u

u

t

u

4

3













y

p

uv

w

u

v

x

p

u

w

t

p

u

2 2 2

1

1

8

1

(20)





z

v

w

y

v

v

x

v

u

t

v

4

3













y

p

v

w

x

p

uv

w

v

u

t

p

v

2 2 2

1

1

8

1

(21)





z

w

w

y

w

v

x

w

u

t

w

4

3

t

p

w

1

8

1

(22)

t

k

z

Ge

t

z

kh

(

,

,

)

(

)

cos

sin

dimana, ) ( ) (h z k h z k

e

e

 

,   1 ( ) ( ) z h k z h k

e

e

 

                         

h h h h 1 1 1 1 2 1 dimana

h adalah

(4)

h adalah kedalaman perairan terhadap muka air diam.

Dengan  = xcos +ysin, dimana  adalah arah gelombang terhadap sumbu-x (Gambar (1)), maka persamaan potensial aliran gelombang menjadi,

koefisien distribusi. v/u adalah faktor distribusi yang mendistribusikan gaya penggerak pada arah-y menjadi gaya penggerak pada arah-x, sedangkan u/v adalah sebaliknya, maka harus berharga positif

Selanjutnya akan dirumuskan bentuk dari w/u dan w2/u2

w/u dalam hal ini adalah suatu koefisien distribusi yang mengubah gaya pada arah-x menjadi gaya pada arah-z, pada suatu titik pada kedalaman z tertentu, jadi harus berharga positif dan bukan merupakan fungsi dari posisi (x, y).

Dengan cara yang sama dapat diperoleh,

1/u dan 1/v adalah merupakan faktor distribusi p/t

pada suatu kedalaman-z. Pada Persamaan 27),

x y

t k z Ge t z y x kh

( , , , ) ( )cos cos  sin sin

 

x

u

 kcos

Gekh

(z)sink

xcos

ysin

sin

t

 

y

v

ksin Gekh(z)sink

xcosysin

sint

 

sin

cos

v

u

Dari kedua persamaan tersebut diperoleh,

dan

cos

sin

u

v

 

u

v

 

v

u

dan adalah merupakan suatu

 

sin

cos

v

u

dan  

cos

sin

u

v

(23)  

z

w

 Gkekh1(z)cosk

xcosysin

sint

u

w

t

y

x

k

z

Ge

k

t

y

x

k

z

Gke

kh kh

sin

)

sin

cos

(

sin

)

(

cos

sin

sin

cos

cos

)

(

1

)

sin

cos

(

sin

)

(

cos

sin

cos

cos

)

(

1



y

x

k

z

y

x

k

z

u

w

)

(

cos

)

(

1

z

z



dan

)

(

cos

)

(

2 2 2 1

z

z



(24)  

v

w

)

(

sin

)

(

1

z

z



,

)

(

sin

)

(

2 2 2 1

z

z



dan  

uv

w

2  

)

(

sin

cos

)

(

2 2 1

z

z



(25)

saling menghilangkan dengan dimensi dari h/t, yang juga berdimensi (m/dt). Sehingga dimensi akhir dari

u/t. Dari persamaan potensial aliran dan dengan mengambil harga positif, diperoleh

Dalam hal cos = 0, maka hal ini menunjukkan bahwa tidak ada aliran pada arah sumbu-x atau u = 0, maka tidak ada gaya penggerak pada arah-x. Maka dalam hal ini harga-harga koefisien distribusi gaya pada arah-x adalah nol, yaitu

3. Gaya Penggerak Hidrostatis dan

Hidro-dinamis

Seperti telah disebutkan pada bagian terdahulu bahwa

p terdiri dari tekanan hdrostatis dan hidrodinamis yaitu p = phs + phd, dengan bentuk seperti yang akan dibahas

pada bagian berikut.

a. Gaya Penggerak Hidrostatis

Bentuk dari tekanan hidrostatis sudah banyak dikenal yaitu gaya berat air (Dean (1984)), yaitu phs = pg(-z).

Maka gaya penggerak hidrostatis adalah,

b. Gaya Penggerak Hidrodinamis

Gaya hidrodinamis akan dirumuskan dengan menggu-nakan persamaan kontinuitas untuk gelombang pan-jang, yaitu u/x + v/y + w/z = 0 Persamaan ini dikalikan dengan dz dan diintegrasikan terhadap keda-laman, dimana integrasi suku ke 3 dapat dengan mudah diselesaikan. Selanjutnya persamaan hasil integrasi ditulis menjadi persamaan untuk kecepatan vertikal w dan diturunan terhadap waktu t,

  t g t phs        1

ditunjukkan bahwa maka

t

g

u

t

p

u

hs

1

1

Dimensi dari u, yaitu (m/dt),

t g u

 1

adalah (m/dt2) yang sama dengan dimensi dari

)

(

cos

1

1

z

u



sin

(

)

1

1

z

v



dan (26)

0

1

2 2 2

uv

w

u

w

u

w

u

Begitu juga dalam hal sin = 0 dimana v = 0 tidak ada gaya penggerak pada arah-y,

maka

1

0

2 2 2

uv

w

v

w

v

w

v

x

g

x

p

hs

1

,

y

g

y

p

hs

1

dan

t

g

t

p

hs

1

(27)

(5)

Dimana  adalah elevasi muka air akibat gelombang terhadap muka air diam (Gambar (5.1)), w adalah kecepatan vertikal pada suatu posisi kedalaman z, w

adalah kecepatan vertikal pada permukaan air. Substitusi w / t kepersamaan momentum-z, Persamaan (4),

Tekanan hidrodinamis diperoleh dengan mengintegrasikan persamaan tersebut terhadap kedalaman dan dengan mengerjaan syarat batas dinamik permukaan p = 0, pengerjaan sifat aliran tidak berotasi pada suku ke 4 pada ruas kanan, yaitu

Gaya penggerak hidrodinamis pada arah-x,

Dengan cara yang sama akan diperoleh gaya penggerak hidrodinamis pada arah-y adalah

 

t

w

 

   z z

t

w

dz

y

v

t

dz

x

u

t

(28)

z

p

hd

1

 

   z z

t

w

dz

y

v

t

dz

x

u

t

 





z

w

w

y

w

v

x

w

u

(29)  

0

x

w

z

u

dan  

0





z

v

y

w

hd

p

 

                                 

z z z z z t w dz dz y v t dz dz x u t  





z

dz

z

w

z

v

z

u

2 2 2

2

1

(30)  

x

p

hd

1

 

 

    z z z z

dz

y

v

t

x

dz

dz

x

u

t

x

x

t

w

dz

z

t

x

w

2 

 





z

dz

z

w

z

v

z

u

x

2 2 2

2

1

(31)  

y

p

hd

1

 

 

    z z z z

dz

y

v

t

y

dz

dz

x

u

t

y

y

t

w

dz

z

t

y

w

2 

 





z

dz

z

w

z

v

z

u

y

2 2 2

2

1

(32)

Bila Persamaan (31) dan (32) dikerjakan pada permukaan air, pada z =  (catatan, dari Persamaan (30), pada z = , phd, = 0, sesuai dengan syarat batas

dinamik permukaan), maka suku dalam integral pada ruas kanan persamaan menjadi nol, begitu juga suku ke 4 juga menjadi nol. Gaya penggerak hidrodinamis menjadi,

Jadi gaya penggerak hidrodinamis pada Persamaan-persamaan (31) dan (32), adalah gaya hidrodinamis permukaan, dengan distribusi terhadap kedalaman z ditentukan oleh suku-suku 1,2,4 dan 5. Koreksi atau distribusi gaya penggerak hidrodinamis permukaan ter-hadap kedalaman z dapat digantikan dengan faktor-faktor distribusi seperti yang telah dibahas terdahulu yaitu w/u, w2/u2, w/v, w2/v2 dan w2/uv yang merupakan fungsi dari kedalaman z. Dengan demikian Persamaan-persamaan (31) dan (32) dapat digantikan dengan gaya penggerak hidrodinamis permukaan dikalikan dengan suatu faktor distribusi. Dengan demikian, persamaan momentum-x adalah

Sedangkan persamaan momentum-y adalah

sedangkan persamaan momentum-z,

w/ tpada Persamaan (36) disubstitusi dengan Persa-maan (28),

x

p

hd

1

x

t

w

,  

y

p

hd

1

 

y

t

w

dan

t

p

hd

1

t

t

w

(33)

2 2 2

8

3

w

v

u

x

t

u

t t w g z                ) ( cos 1 8 1

x

t

w

g

z

z











)

(

cos

)

(

1

8

1

2 2 2 1

y

t

w

g

z

z







)

(

sin

cos

)

(

cos

sin

8

1

2 2 1 (34)

2 2 2

8

3

w

v

u

y

t

v

  t t w g z                ) ( sin 1 8 1

x

t

w

g

z

z







)

(

sin

cos

)

(

sin

cos

8

1

2 2 1

y

t

w

g

z

z











)

(

sin

)

(

1

8

1

2 2 2 1 (35)

2 2 2

8

3

w

v

u

z

t

w

t t w g z                ) ( 8 1 1 (36)

(6)

Pada perairan dangkal, dimana distribusi kecepatan pada sepanjang kedalaman hampir seragam, suku 4 pada ruas kiri berharga sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Selanjutnya persamaan dikerjakan pada z = h, maka suku ke satu dan ke dua ruas kiri persamaan menjadi nol dan

Untuk selanjutnya w / t pada persamaan

momen-tum, dihitung dengan menggunakan Persamaan (37).

4. Persamaan Muka Air

Persamaan kontinuitas yang digunakan adalah persamaan kontinuitas yang disuperposisikan dengan persamaan kekekalan energi, Hutahaean (2007a), (2009),

dimana berlaku persamaan kekekalan masa,

serta persamaan kekekalan energi,

persamaan kekekalan energi ini juga dikerjakan diferensial ruang yang memperhitungkan adanya per-cepatan terhadap waktu,

 

   z z

t

w

dz

y

v

t

dz

x

u

t

2 2 2

8

3

w

v

u

z

t

t

w

g

z





)

(

8

1

1  

t

w

 

t

t

w

g





)

(

8

1

1 atau

t

t

g

t

w

)

(

8

1 (37)  

0

z

wE

y

vE

x

uE

t

E

z

w

y

v

x

u

k k k k









(38)  

0

z

w

y

v

x

u





(39)

0

z

wE

y

vE

x

uE

t

E

k k k k





(40)

g

w

v

u

E

k

2

2 2 2

energi kinetik. Pada persamaan

Pada diferensial waktu suku ke 5, 6 dan 7 dikerjakan operasi diferensial parsial dan persamaan dibagi 4,

Persamaan (41) ini adalah persamaan kekekalan ener-gi yang digunakan pada pemodelan. Ek/u mempunyai

dimensi dt dimana dimensi ini hilang oleh dimensi u/ t sehingga suku Ek/u u/t mempunyai dimensi m/dt,

dimensi ini adalah sama dengan dimensi dari Ek/t.

Jadi dalam hal ini Ek/u dapat dipandang sebagai

bilangan yang tidak berdimensi atau suatu koefisien. Begitu juga halnya dengan Ek/v dan Ek/w. Sedangkan u/ v, u/w dan lain sebagainya terlihat jelas sebagai

bilangan tidak berdimensi. Dengan mengerjakan berbagai koefisien pada suku diferensial tersebut pada z = h, dan dikerjakan sifat potensial aliran seperti pada bagian 2.d, diperoleh

Sebenarnya harga berbagai koefisien tersebut dapat diambil pada suatu kedalaman z = z0, tetapi hasil

penelitian menunjukkan hasil yang baik bila dikerjakan pada z = h.

t

vE

v

t

uE

u

z

wE

y

vE

x

uE

t

E

k k k k k k

1

1

x

wE

w

u

x

vE

v

u

t

wE

w

k k k

1

 

y

wE

w

v

y

uE

u

v

k k

0

z

vE

v

w

z

uE

u

w

k k



t

u

u

E

z

wE

y

vE

x

uE

t

E

k k k k k

4

1



x

wE

w

u

x

vE

v

u

t

w

w

E

t

v

v

E

k k k k

0

4

1





z

vE

v

w

z

uE

u

w

y

wE

w

v

y

uE

u

v

k k k k (41)

 

 

)

(

2

)

(

12 2 2

 

g

u

E

u

E

k

k

,

 

 

)

(

2

)

(

12 2 2

 

g

v

E

v

E

k

k

 

 

)

(

2

)

(

1 2 1 2 2

 

g

w

E

w

E

k

k

(42)

 

sin

cos

v

u

v

u

,

)

(

)

(

1

 

w

u

w

u

 

cos

sin

u

v

u

v

,

)

(

)

(

1

 

w

v

w

v

,

)

(

)

(

1

 

u

w

u

w

,

)

(

)

(

1

 

v

w

v

w

, (43)

(7)

5. Integrasi Terhadap Kedalaman

Untuk mengubah problem 3 dimensi menjadi problem 2 dimensi, berbagai persamaan dasar tersebut diinte-grasikan terhadap kedalaman. Integrasi dilakukan den-gan mengerjakan aturan Leibniz, serta denden-gan menggunakan kecepatan rata-rata kedalaman (Dean (1984). Mengingat keterbatasan ruang, maka proses integrasi tidak diuraikan

5.1 Persamaan kontinuitas yang terintegrasi terha-dap kedalaman.

Integrasi persamaan kontinuitas terhadap kedalaman, Persamaan (39), menghasilkan

0

y

VH

x

UH

t

v u

 

h

 SWL 

x

z

Gambar 2. Fluktuasi muka air akibat gelombang

dimana

h = elevasi muka air terhadap muka air diam (Gambar

(2))

U = kecepatan rata-rata kedalaman pada arah-x,

V = kecepatan rata-rata kedalaman pada arah-y,

H = kedalaman total = h +  (Gambar (2))

h = kedalaman perairan terhadap muka air diam (Gambar (2))

Mengingat persamaan akan dikerjakan pada perairan dangkal, dimana distribusi kecepatan hampir seragam pada seluruh kedalaman, maka dapat diambil koefisien

serta persamaan kekekalan masa yang terintegrasi ter-hadap kedalaman adalah

 

u

H

h

u

dz

U

1

 

v h

dz

v

H

V

1

Hasil integrasi terhadap kedalaman persamaan kekeka-lan energi, dengan anggapan distribusi kecepatan pada seluruh kedalaman adalah seragam adalah,

Selanjutnya sebagaimana halnya pada Hutahaean (2007a), sebagai persamaan muka air adalah superposisi antara Persamaan (44) dengan Persamaan (45),

hasil integrasi persamaan momentum-x, y dan z, dengan bentuk berbagai koefisien pada suku diferensial adalah seperti pada Persamaan-persamaan (43) dan (44).

a.

Persamaan momentum-x

Persamaan (3.7a) diintegrasikan terhadap kedala-man,

0

y

VH

x

UH

t

(44)

  h k k k k

dz

t

u

u

E

y

H

VE

x

H

UE

t

HE

4

1

    h k h k

dz

t

w

w

E

dz

t

v

v

E





y

H

WE

w

v

y

H

UE

u

v

x

H

WE

w

u

x

H

VE

v

u

k k k k

4

1

 

4

1

, , , ,

k h kh

u

E

k

u

h

E

kh

u

w

E

w

E

w

   

, ,

0

v

E

k

v

h

E

kh

v

w

  (45)

y

VH

x

UH

t

  h k k k k

dz

t

u

u

E

y

H

VE

x

H

UE

t

HE

4

1

    h k h k

dz

t

w

w

E

dz

t

v

v

E



x

H

WE

w

u

x

H

VE

v

u

k k

4

1



y

H

WE

w

v

y

H

UE

u

v

k k  

4

1

, ,

w

E

k

w

h

E

kh

, ,

0

h kh k

v

E

E

v

v

w

 

u

E

k,

u

h

E

k,h

u

w

  (46)

h

dz

t

u

,

h

dz

t

v

 

h

dz

t

w

dan disubstitusi dengan

 

      H W H V H U x H t U 2 2 2 8 3 dimana 

h dz u H U 1 dan 

h dz v H v 1 integrasi bu = bv = 1,

(8)

b.

Persamaan momentum-y

Persamaan (3.7b) diintegrasikan terhadap kedala-man,

c. Persamaan momentum-z

Persamaan (3.7c) diintegrasikan terhadap kedala-man,

uh, vh dan wh adalah kecepatan pada arah-x, arah-y dan

arah-z pada permukaan air, sedangkan u-h, v-h dan w-h

adalah kecepatan pada dasar perairan, sedangkan inte-grasi pada ruas kanan persamaan dapat diselesaikan secara numeris, pada penelitian in digunakan integrasi numeris dari Newton-Cote (Hutahaean (2005), (2010a)).





 

t

t

h

z

dz

w

g

H

(

)

1

cos

8

1

dz

z

z

x

t

w

g

H

h









 



)

(

cos

)

(

1

8

1

2 2 2 1   dz z z y t w g H

h                              ) ( sin cos ) ( cos sin 8 1 2 2 1  

 

x

h

w

v

u

x

w

v

u

H

t

H

U

h h h 2 2 2 2 2 2

8

3

   (47)  

H

W

H

V

H

U

y

H

t

V

2 2 2

8

3

 





 

t

t

h

z

dz

w

g

H

(

)

1

sin

8

1

dz

z

z

x

t

w

g

H

h





 

)

(

sin

cos

)

(

sin

cos

8

1

2 2 1

dz

z

z

y

t

w

g

H

h









 

)

(

sin

)

(

1

8

1

2 2 2 1

 





y

h

w

v

u

y

w

v

u

H

t

H

V

h h h 2 2 2 2 2 2

8

3

   (48)

 

  2 2 2 2 2 2

8

3

h h h

v

w

u

w

v

u

H

t

W

  





 

h

dz

z

t

t

w

g

H

(

)

1

8

1

1

H

t

W

(49)

6. Hasil Persamaan

Persamaan muka air dan persamaan momentum yang terintegrasi terhadap kedalaman diselesaikan secara numeris, dimana diferensial ruang diselesaikan dengan metoda selisih hingga, dengan panjang grid ± 1/40 pan-jang gelombang. Diferensial waktu diselesaikan dengan metoda prediktor-korektor berbasis integrasi numeris dari Newton-Cote (Hutahaean (2007a)), dengan langkah waktu t = 1/300 perioda gelombang.

Model dikerjakan pada suatu profil batimetri seperti pada Gambar 3 dimana kedalaman mula-mula adalah 15 m, pada jarak 150 m, kedalaman menjadi 1.0 m dan selanjutnya datar dengan kedalaman 1.0 m. Gelombang yang digunakan adalah gelombang sinusoidal dengan perioda 8 detik dengan amplitudo 0.8 m atau tinggi gelombang 1.6 m (Gambar 4).

Pada Gambar 5, pada garis lintasan puncak gelom-bang, terlihat bahwa semula terjadi pembesaran tinggi gelombang (shoaling) selanjutnya terjadi penurunan tinggi gelombang atau breaking. Pada peralihan kemiringan dasar perairan yaitu pada jarak 150 m, ter-lihat terjadi lonjakan muka air dan kemudian menurun dengan cepat. Pada peralihan kemiringan tersebut ter-jadi breaking yang kedua. Pada perairan dangkal, profil gelombang tidak lagi berbentuk sinusoidal tetapi men-jadi berbentuk gelombang cnoidal, sebagaimana yang dihasilkan pada Hutahaean (2011) dan (2012).

Gambar 3. Profil dasar perairan untuk simulasi

(9)

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah panjang gelom-bang menjadi sangat pendek (Gambar 4) yaitu pada kedalaman 15 m panjang gelombang sekitar 25-30 m, dimana panjang gelombang dari teori gelombang linier untuk perioda gelombang 8 detik, pada kedalaman 15 m adalah 81 m. Hasil pengukuran panjang gelombang memang tidak tersedia.Tetapi bila diamati secara visual terlihat bahwa profil gelombang adalah cukup curam. Banyaknya perahu yang terbalik oleh gelombang, menunjukkan curamnya profil gelombang atau pendeknya panjang gelombang, begitu juga olahraga selancar air dapat dilakukan karena profil muka gelom-bang yang curam.

Dari hasil eksekusi model ini, didapatkan bahwa per-samaan yang dikembangkan dapat mensimulasikan shoaling dan breaking dengan lebih baik dari hasil penelitian sebelumnya yaitu (Hutahaean (2012)) .

7. Kesimpulan

1. Pada penelitian ini dihasilkan suatu persamaan mo-mentum, dimana percepatan tidak hanya disebab-kan gaya penggerak pada arah sumbu yang ber-sangkutan, tetapi juga oleh gaya penggerak pada arah sumbu lain, yaitu gaya penggerak pada arah sumbu-x tidak hanya p/x saja, tetapi terdapat juga peranan p/y dan p/z. Hal ini sesuai dengan yang terjadi dialam, sebagai contoh angin yang ber-tiup pada permukaan air laut dapat membangkitkan gelombang dimana hal ini menunjukkan adanya fenomena perubahan gaya horisontal menjadi gaya vertikal, begitu juga gelombang yang ditimbulkan oleh kapal yang bergerak adalah berasal dari gaya horisontal dari dinding kapal. Selain itu terdapat gaya penggerak berupa perubahan tekanan terhadap waktu p/t.

Gambar 5. Profil gelombang pada kedalaman 1 m

2. Model yang dihasilkan dapat mensimulasikan shoaling dan breaking dengan baik. Panjang gelom-bang yang dihasilkan jauh lebih pendek dari panjang gelombang dari teori gelombang linier, dimana teori gelombang linier dirumuskan dengan anggapan gelombang panjang. Mengenai panjang gelombang ini memang tidak terdapat data hasil pengukuran, tetapi bila diamati dialam bahwa profil muka air akibat gelombang terlihat curam, maka panjang gelombang memang seharusnya pendek. Dengan panjang gelombang seperti pada teori gelombang linier maka profil gelombang akan sangat landai. 3. Hutahaean (2012), mengembangkan model

gelom-bang pendek dengan tekanan hidrodinamis yang dirumuskan dengan menggunakan persamaan konti-nuitas untuk aliran fluida berkakselerasi tinggi, dimana model tersebut juga dapat mensimulasikan breaking, tetapi tidak dapat memodelkan breaking untuk tinggi gelombang yang besar dan dengan panjang gelombang yang masih cukup besar yaitu kurang lebih separuh panjang gelombang teori gelombang linier. Begitu juga pada penelitian ini, pengembangan adalah dilakukan dengan memper-baiki tekanan hidrodinamis. Jadi untuk mengem-bangkan model gelombang yang lebih baik lagi ada-lah dengan memperbaiki tekanan atau gaya peng-gerak hidrodinamis pada persamaan momentum. 4. Pada penelitian ini, maupun pada Hutahaean (2012),

tekanan hidrodinamis masih dirumuskan dengan menggunakan persamaan kontinuitas yang tidak memperhitungkan adanya percepatan. Hal ini dikarenakan masih belum didapatkan metoda inte-grasi yang lebih baik ataupun interpretasi yang lebih baik pada persamaan tersebut. Jadi prospek pengem-bangan lebih lanjut adalah dengan mengembangkan persamaan tekanan hidrodinamis dengan menggunakan persamaan kontinuitas untuk aliran berakselerasi tinggi.

Gambar

Gambar 1. Sistem sumbu
Gambar 2. Fluktuasi muka air akibat  gelombang
Gambar 4. Profil gelombang mula-mula

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Perluasan dari wilayah dan subjek dalam penelitian ilmiah seperti kajian televisi yang memposisikan program-program TV sebagai teks atau sesuatu yang mengandung makna

Pemutusan Hubungan Kerja Di Indonesia Menurut Provinsi.. Tahun

Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2007 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh

Ada beberapa alasan yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara diantaranya adalah Pancasila mampu membentuk identitas bangsa karena Pancasila merupakan

Kepemilikan manajerial menunjukkan nilai t hitung sebesar -1,638 dengan nilai signifikansi sebesar 0,105 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 diterima dan

(2) Keputusan gubernur.. b) Bukti keberadaan pemerintahan daerah provinsi yakni bukti mengenai memori dan identitas pemerintahan daerah provinsi yang memuat ciri

Karena, memang ilmu nahwu adalah salah satu cabang dari ilmu Bahasa Arab yang membahas tentang bagaimana menyusun kalimat yang sesuai dengan kaidah Bahasa Arab, baik yang berkaitan