Nurul Kurniawati
D 500 100 049 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri kimia merupakan salah satu sektor industri yang sedang dikembangkan di Indonesia. Alasan pengembangan industri kimia ialah adanya peningkatan kebutuhan dalam negeri akan berbagai bahan penunjang dalam industri. Untuk itu perlu adanya pendirian pabrik-pabrik baru yang bukan hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri namun juga berorientasi ekspor. Salah satunya ialah pabrik Hexamethylenetetramine (HMTA) atau sering disebut sebagai hexamine, selama ini Indonesia masih mengimpor
hexamine untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Hexamine merupakan salah satu produk industri kimia yang penting
bagi kehidupan. Selama Perang Dunia ke II, hexamine banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan cyclonite yang mempunyai daya ledak sangat tinggi. Setelah masa perang dunia II usai, hexamine masih diperlukan untuk keperluan pertahanan, keamanan maupun industri pertambangan. Selain sebagai bahan peledak hexamine banyak digunakan dalam bidang kedokteran (bahan baku antiseptik), industri resin (curing agent), industri karet (accelerator yaitu agar karet menjadi elastis), industri tekstil (shrink-proofing
agent dan untuk memperindah warna), industri serat selulosa (menambah
elastisitas), dan pada industri buah digunakan sebagai fungisida pada tanaman jeruk untuk menjaga tanaman dari serangan jamur (Kent, 1974).
Banyaknya kegunaan hexamine dalam berbagai bidang dan perkembangan industri khususnya di Indonesia yang memanfaatkan produk
hexamine sebagai bahan baku, maka pendirian pabrik hexamine ini dinilai
sangat dibutuhkan. Ada empat alasan pendirian pabrik hexamine.
1. Dapat memenuhi kebutuhan hexamine di dalam negeri sehingga dapat mengurangi kebutuhan impor.
Nurul Kurniawati
D 500 100 049 2
2. Dapat memacu pertumbuhan industri-industri hulu khususnya yang memproduksi formaldehid dan amoniak dan memacu pertumbuhan industri hilir yang menggunakan hexamine sebagai bahan baku maupun bahan pembantu.
3. Dapat meningkatkan devisa negara dari sektor non-migas apabila hasil produk hexamine menjadi komoditi ekspor.
4. Dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat dan dapat menunjang pemerataan pembangunan sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
1.2. Kapasitas Produksi Pabrik
Penentuaan kapasitas produksi pabrik hexamine yang akan didirikan didasarkan pada tiga beberapa pertimbangan.
1. Data impor produk 2. Ketersediaan bahan baku
3. Kapasitas pabrik yang sudah ada 1. Data impor produk
Penentuan kapasitas produksi pabrik hexamine didasarkan pada kebutuhan hexamine di Indonesia dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika, kebutuhan impor hexamine di Indonesia masih cukup besar. Perkembangan impor hexamine di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1 (Badan Pusat Statistik, 2013).
Tabel 1.1. Data impor hexamine di Indonesia
Tahun Jumlah (ton)
2008 23.241 2009 15.825 2010 16.828 2011 18.577 2012 25.089 2013 21.441
Dari data impor Tabel 1.1, dilakukan regresi linier untuk mendapatkan kecenderungan kenaikan impor hexamine dan
Nurul Kurniawati
D 500 100 049 3
memperkirakan impor hexamine pada tahun 2014 di Indonesia. Data impor dan regresi linier untuk data impor ditunjukkan dalam Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Data import hexamine setiap tahun pada prarancangan pabrik hexamine dengan proses Leonard kapasitas 15.000 ton/tahun.
Kenaikan impor hexamine sesuai dengan persamaan garis lurus : Impor = 633,2 x tahun– 1000000
Dari persamaan hasil regresi linier dapat dihitung besarnya impor
hexamine pada tahun 2014 adalah sebesar 28.576 ton/tahun. Dengan
prediksi kebutuhan hexamine di atas maka ditetapkan perancangan kapasitas pabrik sebesar 15.000 ton/tahun dengan pertimbangan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
2. Ketersediaan bahan baku
Bahan baku untuk memproduksi hexamine adalah formaldehid dan amoniak. Kebutuhan amoniak 7.562 ton/tahun dapat dipenuhi dari PT Pupuk Sriwidjaja, Palembang dengan rata – rata kapasitas produksi amoniak 4,0 juta ton/tahun dan untuk kebutuhan sendiri 1,3 juta ton/tahun. Kebutuhan formaldehid yang cukup banyak akan dipenuhi dari beberapa perusahaan yaitu PT Korindo Abadi, Kepulauan Riau dengan kapasitas
y = 633,2x - 1E+06 R² = 0,096 0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Jum lah I m po r (t o n ) Tahun
Nurul Kurniawati
D 500 100 049 4
produksi 50.000 ton/tahun, PT Perawang Perkasa Indah, Kepulauan Riau dengan kapasitas produksi 50.000 ton/tahun, dan PT Superin, Medan dengan kapasitas 40.000 ton/tahun.
3. Kapasitas minimum pabrik hexamine
Kapasitas rancangan minimum pabrik hexamine dapat dilihat dari data kapasitas pabrik hexamine yang telah berdiri pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Daftar pabrik produsen hexamine di dunia.
No. Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas
(ton/tahun) 1 New Tech Polymers India P.Ltd. India 18.000
2 Jinan Sanhoos Trase Co.Ltd China 12.000
3 Jinan Xingxing Auxiliary Agent Factory China 1.200 4 Wuhan Chujiang Chemical Co.Ltd China 5.000 5 Kanoria Chemicals & Ind.Ltd India 20.000
6 Sina Chemical Industrial Iran 25.000
7 Jinan Xiangrui Chemical Co.Ltd China 50.000 8 PT Intan Wijaya Intersional Indonesia Indonesia 8.000
PT Intan Wijaya International, Tbk merupakan anak perusahaan dari PT Pupuk Kaltim yang berlokasi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Anonim, 20013).
Berdasarkan data di atas, kapasitas produksi hexamine di dunia berkisar 1.200 – 50.000 ton/tahun, sehingga kapasitas perancangan minimum pabrik hexamine yang masih layak didirikan adalah 1.200 ton/tahun. Prarancangan pabrik hexamine ini direncanakan berdiri pada tahun 2014, berkapasitas 15.000 ton/tahun, ada 3 pertimbangan pendirian pabrik tersebut.
1. Prediksi kebutuhan dalam negeri (data impor hexamine) pada tahun 2014 adalah sebesar 99.310 ton/ tahun.
2. Kebutuhan hexamine di Indonesia semakin besar sehingga perlu didirikan plant baru.
3. Kelebihan kebutuhan hexamine dalam negeri akan digunakan untuk kebutuhan ekspor di kawasan Asia.
Nurul Kurniawati
D 500 100 049 5
1.3. Pemilihan Lokasi Pabrik
Pemilihan lokasi suatu pabrik akan mempengaruhi dalam penentuan kelangsungan produksi serta laba yang diperoleh. Lokasi yang dipilih harus dapat memberikan kemungkinan dalam hal perluasan atau pengembangan pabrik dan memberikan keuntungan jangka panjang.
Pabrik hexamine ini direncanakan akan didirikan di Palembang, Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi ini dimaksudkan agar mendapat keuntungan secara teknis dan ekonomis. Ada dua faktor pemilihan lokasi pabrik di Palembang.
1. Faktor primer a. Bahan baku
Bahan baku pembuatan hexamine yaitu amoniak akan diperoleh dari PT Pupuk Sriwidjaja di kota Palembang yang mempunyai kapasitas produksi 4,0 juta ton/tahun, kebutuhan amoniak pabrik sekitar 1,3 ton/tahun. PT Pupuk Sriwidjaja merupakan penghasil amoniak terbesar dan pabrik pupuk tertua di Indonesia., maka PT Pupuk Sriwidjaja dapat memenuhi kebutuhan bahan baku amoniak sebesar 7.562 ton/tahun untuk produksi
hexamine.
Kebutuhan formaldehid sebesar 53.825 ton/tahun dapat dipenuhi dari PT Korindo Abadi dan PT Perawang Perkasa Indah, Kepulauan Riau dengan kapasitas produksi masing-masing 50.000 ton/tahun.
Berdasarkan pertimbangan ketersediaan bahan baku serta untuk meningkatkan efektivitas kerja dan menekan biaya produksi maka pemilihan kota Palembang sebagai lokasi pendirian pabrik dinilai tepat. b. Pemasaran
Pemasaran produk hexamine akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang tersebar di daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan daerah lain di Indonesia. Pemasaran dalam negeri dapat langsung didistribusikan ke PT Pindad (Jawa Barat), PT Dahana sebagai pabrik pembuat bahan peledak dan PT Erela (Semarang) sebagai pabrik
Nurul Kurniawati
D 500 100 049 6
pembuatan obat. Jika kebutuhan dalam negeri akan hexamine telah terpenuhi maka pemasaran diarahkan ke internasional yaitu sebagai komoditi ekspor.
c. Utilitas
Utilitas merupakan unit pendukung dalam pabrik yang meliputi listrik, air, udara tekan dan bahan bakar. Untuk penyediaan air diperoleh dari Sungai Musi. Sedangkan bahan bakar sebagai sumber energi dapat diperoleh dari Pertamina. Kebutuhan listrik didapat dari PLN dan penyediaan generator sebagai cadangan.
d. Tenaga kerja
Tenaga kerja yang dibutuhkan banyak tersedia di Palembang baik tenaga ahli, menengah, maupun sebagai buruh. Sehingga kebutuhan tenaga kerja dapat dipenuhi.
e. Transportasi dan komunikasi
Palembang merupakan salah satu kawasan industri, sehingga transportasi darat, laut maupun udara telah tersedia selain itu komunikasi di daerah Palembang, Sumatera Selatan sudah cukup baik. Dengan adanya transportasi dan komunikasi yang baik diharapkan arus bahan baku dan produk dapat berjalan dengan lancar.
2. Faktor sekunder
a. Limbah buangan pabrik
Buangan limbah cair yang masih mengandung larutan kimia akan diolah terlebih dahulu di waste water treatment sebelum dialirkan ke sungai sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar. Sungai yang akan digunakan untuk buangan air limbah setelah diolah adalah Sungai Musi. b. Kebijakan pemerintah
Nurul Kurniawati
D 500 100 049 7
Palembang merupakan kawasan industri yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan berada dalam teritorial negara Indonesia sehingga secara geografis pendirian pabrik di kawasan tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang berlaku.
c. Tanah dan iklim
Palembang mempunyai daerah yang relatif luas 102,47 km2 sehingga memungkinkan jika adanya perluasan maupun pengembangan pabrik di masa yang akan datang. Kondisi iklim di Palembang seperti iklim di Indonesia pada umumnya dan tidak berdampak besar terhadap jalannya proses produksi.
d. Keadaan masyarakat
Masyarakat di daerah industri akan lebih mudah menerima pendirian suatu pabrik di daerahnya, selain itu masyarakat sekitar juga dapat mengambil keuntungan dengan pendirian pabrik hexamine ini, keuntungan yang dapat diperolah antara lain adanya lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar, selain itu masyarakat sekitar juga dapat membuka usaha kecil di sekitar lokasi pabrik.
Nurul Kurniawati
D 500 100 049 8
Gambar 1.2 Lokasi pendirian pabrik hexamine pada prarancangan pabrik
Nurul Kurniawati
D 500 100 049 9
1.4.Tinjauan Pustaka
1.4.1. Macam-macam proses
Pembuatan hexamine dengan bahan baku amoniak dan formaldehid dapat dilakukan dengan beberapa proses.
a. Proses Meissner
Proses ini pertama kali dikembangkan oleh Firtz Meissner pada tahun 1950 di Jerman Barat. Bahan baku yang digunakan adalah gas amoniak anhidrat dan gas formaldehid. Reaksi yang terjadi yaitu :
6CH2O + 4NH3 C6H12N4 + 6H2O ...(1.1)
Formaldehid dan amoniak dialirkan dari tangki formaldehid dan tangki amoniak masuk ke dalam reaktor. Reaksi yang terjadi sangat cepat sehingga yang mengontrol kecepatan reaksi ialah kecepatan pembentukan kristal hexamine. Pada proses ini panas reaksi yang terjadi pada reaktor digunakan untuk menguapkan air hasil reaksi. Reaktor dalam proses ini didesain sangat khusus, karena selain sebagai tempat reaksi antara gas amoniak dan gas formaldehid juga digunakan sebagai
evaporator dan kristalizer. Reaktor berjumlah 2 buah dengan suhu reaksi
40 °C. Agar suhu dalam reaktor terjaga digunakan gas inert atau pengaturan tekanan total saat campuran dalam reaktor mendidih. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kebutuhan pendingin. Produk hexamine keluar reaktor dengan konsentrasi 25-30%. Dengan adanya panas yang terbentuk, hexamine dapat dikristalkan langsung dengan reaktor. Uap dalam reaktor dikondensasikan, sedangkan bahan inert serta impuritas seperti metanol dibuang dari bagian atas reaktor sebagai waste gas. Gas ini masih mengandung hidrogen 18-20% dan dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Setelah dari reaktor produk masuk ke dalam centrifuge untuk dicuci dengan air kemudian dikeringkan dan dipasarkan. Konversi dari proses ini adalah 97% dan yield proses ini mencapai 95% (European Patent, 2013).
Nurul Kurniawati
D 500 100 049 10
b. Proses Leonard
Bahan baku yang digunakan dalam proses ini adalah amoniak cair dan larutan formaldehid dengan konsentrasi 37%. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
6CH2O + 4NH3 (CH2)6N4 + 6H2O ...(1.2)
Reaksi berlangsung pada suhu 30-50 °C dengan pH 7-8. Untuk menjaga suhu digunakan air pendingin. Larutan formaldehid yang mengandung metanol kurang dari 2% diumpankan bersama dengan amoniak cair ke dalam reaktor. Produk yang keluar dari reaktor masuk ke dalam
evaporator. Di dalam evaporator terjadi penguapan sisa-sisa reaktan dan
mulai terjadi proses pengkristalan. Setelah produk keluar dari evaporator produk dimasukkan ke dalam centrifuge dan dikeringkan di dryer, setelah itu produk dikemas. Dengan proses ini dapat diperoleh yield
overall sebesar 95-96% berdasarkan reaktan formaldehid (Kent, 1974).
Konversi dari reaksi pembuatan hexamine dari amoniak dan formaldehid pada proses ini adalah 98% (Kermode and Steven, 1965).
c. Proses AGF Lefebvre
Bahan baku yang digunakan dalam proses ini adalah larutan formaldehid bebas metanol sebesar 30-37% berat dan gas anhidrat amoniak. Reaksi yang terjadi :
6CH2O + 4NH3 C6H12N4 + 6H2O ...(1.3)
Bahan baku formaldehid diumpankan ke dalam reaktor yang dilengkapi dengan pengaduk dan gas amoniak anhidrat diumpankan secara pelan-pelan dari bagian bawah reaktor. Reaksi berlangsung dalam kisaran suhu 20-30 °C dan merupakan reaksi eksotermis sehingga membutuhkan pendingin. Untuk menyempurnakan reaksi maka digunakan amoniak berlebih. Produk yang keluar dari reaktor kemudian masuk ke dalam
vacuum evaporator. Dalam evaporator bahan mengalami pemekatan dan
pengkristalan. Kristal yang terbentuk dikumpulkan di bagian bawah
evaporator yaitu di dalam salt box kemudian diumpankan ke dalam centrifuge untuk memisahkan kristal hexamine dan air. Untuk
Nurul Kurniawati
D 500 100 049 11
memperoleh bahan dengan kemurnian yang tinggi, air yang masih banyak mengandung kristal hexamine (mother liquor) yang keluar dari
centrifuge dikembalikan ke evaporator. Setelah ini produk dikeringkan
dan dikemas. Dengan proses ini mempunyai konversi 97% dan didapatkan yield sebesar 95% (Grupta, 1987).
Dari ketiga macam proses di atas maka dalam prarancangan pabrik
hexamine ini dipilih proses Leonard dengan 4 pertimbangan.
1. Reaksi yang berlangsung merupakan reaksi homogen, fase cair sehingga penanganan lebih mudah jika dibandingkan dengan reaksi fase heterogen yaitu gas dan cair.
2. Konversi yang dihasilkan dari proses Leonard cukup besar yaitu 98% dan
yield 95-96% dibandingkan dengan proses Meissner yaitu konversi 97%
dan yield 95% dan proses AGF Lefebvre yaitu konversi 97% dan yield 95%.
3. Panas reaksi yang dihasilkan lebih kecil jika dibandingkan dengan proses lainnya, sehingga memudahkan dalam pengaturan suhu reaktor.
4. Jika panas yang dihasilkan kecil maka kebutuhan pendingin lebih sedikit dengan demikian dapat menghemat biaya operasi reaktor.
1.4.2. Kegunaan produk
Bukan hanya sebagai bahan baku pembuatan peledak, hexamine juga memiliki banyak kegunaan dalam berbagai bidang antara lain (Kent, 1974) :
a. Bidang kedokteran sebagai bahan antiseptik yang dikenal sebagai urotropin,
b. Bahan anti korosi dalam industri logam, c. Bahan pendeteksi logam,
d. Bahan penyerap gas beracun,
e. Anti caking agent dalam industri pupuk urea, f. Bahan aditif dalam industri resin,
g. Dalam industri karet dimanfaatkan sebagai accelerator dan untuk mencegah karet tervulkanisasi,
Nurul Kurniawati
D 500 100 049 12
h. Sebagai shrink-proofing agent dalam industri tekstil dan untuk memperindah warna,
i. Bahan aditif dalam pembuatan serat selulosa (menambah elastisitas), j. Dalam industri makanan (buah) dimanfaatkan sebagai bahan fungisida. 1.4.3. Sifat fisik dan kimia
1. Amoniak (NH3)
Sifat-sifat fisik:
Berat molekul : 17,03 kg/mol Fase : cair
Warna : tak berwarna Berat jenis : 618 kg/m3 Titik didih : -33,35 C
Sifat-sifat kimia (Kirk and Othmer, 1992) :
a. Amoniak apabila bereaksi dengan formaldehid akan menghasilkan
hexamine dan air, reaksinya ialah:
6CH2O(aq) + 4NH3(aq) C6H12N4(aq) + 6H2O(l) ...(1.4)
b. Amoniak stabil pada temperatur sedang, tetapi akan terdekomposisi menjadi hidrogen dan nitrogen pada temperatur yang tinggi, pada tekanan atmosfer dekomposisi terjadi pada 450-500 °C.
c. Oksidasi amoniak pada temperatur yang tinggi akan menghasilkan nitrogen dan air.
d. Reaksi antara amoniak dan karbondioksida menghasilkan amonium karbamat, reaksinya :
2NH3 + CO2 NH2CO2NH4 ...(1.5)
Ammonium karbamat kemudian terdekomposisi menjadi urea dan air e. Amoniak bereaksi dengan uap phospor pada panas yang tinggi
menghasilkan nitrogen dan phospine.
2NH3 + 2P 2PH3 + N2 ...(1.6)
f. Amoniak bereaksi dengan uap belerang menghasilkan ammonium sulfat dan nitrogen.
Nurul Kurniawati
D 500 100 049 13
g. Belerang dan amoniak anhidrat cair bereaksi menghasilkan hidrogen sulfida.
10S + 4NH3 6H2S + N4S4 ...(1.7)
h. Pemanasan amoniak dengan logam yang reaktif seperti magnesium menghasilkan megnesium nitrit.
3Mg + 2NH3 Mg3N2 + 3H2 ...(1.8)
i. Reaksi antara amoniak dan air bersifar reversibel.
NH3 + H2O NH4+ + OH- ...(1.9)
Kelarutan amoniak turun dengan cepat dengan naiknya temperatur. j. Halogen bereaksi dengan amoniak. Klorin dan bromi melepaskan
nitrogen dari ammonia yang berlebihan untuk menghasilkan garam-garam ammonium.
k. Reaksi antara amoniak dan ethylene oxide akan membentuk mono-,di-, dan triethanolamine.
2. Formaldehid (CH2O)
Sifat-sifat fisik:
Berat molekul : 30,03 kg/mol Fase : cair
Bau : tajam
Warna : tak berwarna Berat jenis : 815,3 kg/m3 Titik didih : 33 °C
Sifat-sifat kimia (Kirk and Othmer, 1992) :
a. Bereaksi dengan amoniak membentuk hexamine dan air.
6CH2O(aq) + 4NH3(aq) C6H12N4(aq) + 6H2O(l) ...(1.10)
b. Formaldehid akan tereduksi menjai metal format dengan bantuan katalis tembaga atau asam borat, reaksinya sebagai berikut:
2CH2O HCOOCH3 ...(1.11)
c. Bereaksi dengan asetaldehid pada fase cair membentuk pentaerithriol. CH3CHO + 3CH2O C(CH2OH)3CHO ...(1.12)
Nurul Kurniawati
D 500 100 049 14
d. Bereaksi dengan asetaldehid pada fase gas dan suhu 285 C membentuk akrolein.
CH3CHO+3CH2O HOCH2CH2CHO CH2-CHCHO + H2O (1.14)
e. Pada kondisi katalis asam dan fase cair formaldehid bereaksi dengan alkohol membentuk formals, misalnya dimethoxymethane dari metanol. Reaksinya sebagai berikut:
CHOH + 2CH3OH CH3OCH2OCH3 + H2O ...(1.15)
f. Reaksi antara larutan formaldehid dengan hidrogen sianida menghasilkan glyconitrile:
CHOH + HCN HOCH2-CN ...(1.16)
g. Formaldehid bereaksi dengan asetilena dengan bantuan katalis tembaga atau perak asetilida menghasilkan asetilena alkohol (reaksi Reppe)
2CHOH + HC CH HOCH2C CH2OH ...(1.17)
h. Formaldehid bereaksi dengan syntesis gas (CO, H2) menghasilkan
etilen glikol melalui dua tingkat proses sebagai berikut:
CHOH + CO + H2 HOCH-CHO HOCH2CH2OH ...(1.18)
3. Hexamethylenetetramine (C6H12N4)
Sifat-sifat fisik (Kirk and Othmer, 1992) : Berat molekul : 140,19 kg/mol
Fase : padat
Bentuk : kristal
Warna : putih dan berkilauan Berat jenis : 1,331 kg/m3
Titik didih : 280 °C Titik leleh : 200 °C Sifat-sifat kimia:
a. Pada reaksi nitrasi hexamine, akan dihasilkan
cyclotrimethylenetrinitramine yang mempunyai daya ledak tinggi.
Nurul Kurniawati
D 500 100 049 15
C6H12N4 (CH2)3(NO2)3N3 + N(CH2OH)3 ...(1.19) Cyclonite trimethylolamine
c. Hexamine tidak bereaksi dengan alkohol pada kondisi netral ataupun biasa, tetapi bereaksi pada kondisi asam membentuk garam amonium. Reaksinya:
C6H12N4 + 12R-OH + 4HCl NH4Cl + 6CH2(O-R)2 ...(1.20)
d. Reaksi dengan senyawa anorganik
Jika hexamine dipanaskan dengan asam kuat dan fase cair akan terhidrolisis membentuk formaldehid dan garam amonium.
e. Reaksi yang terjadi:
C6H12N4 + 4HCl + 6H2O 6H2O + NH4Cl ...(1.21)
1.4.4. Tinjauan proses secara umum
Reaksi pembentukan hexamine termasuk reaksi kondensasi. Bahan bakunya pembuatannya adalah amoniak dan formaldehid. Kondisi operasi secara umum proses sintesis hexamine yaitu :
Tekanan : 11,5 atm
Temperatur : 42 °C
Konversi : 88%
Rasio mol NH3 : CH2O : 2 : 3
Reaktor : reaktor alir tangki berpengaduk
Fase reaksi : cair
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
6CH2O(aq) + 4NH3(aq) (CH2)6N4(aq) + 6H2O(l) ...(1.22)
Tahap pembuatan hexamine secara garis besar ada empat. 1. Penyediaan bahan baku.
Tahap awal perlakuan bahan baku (reaktan) sebelum direaksikan di dalam reaktor ialah penyimpanan bahan dalam kondisi cair dengan menggunakan kondisi bertekanan maupun penyesuaian suhu.
Nurul Kurniawati
D 500 100 049 16
2. Pembentukan produk.
Tahap reaksi antara CH2O dan NH3 membentuk C6H12N4 dan H2O.
3. Pemurnian dan pengkristalan produk.
Merupakan tahap penghilangan sisa-sisa reaktan yang masih terdapat dalam produk dan pembentukan kristal produk.
4. Pengepakan dan penyimpanan produk.
Pengepakan dan penyimpanan ini disesuaikan dengan produk maupun fase.