Pengetahuan Petani Jeruk Dalam Pengolahan dan
Penggunaan Pupuk di Desa Singa Kecamatan
Tigapanah Kabupaten Karo
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Dalam Bidang Antropologi
Oleh:
Remaja Putra Barus
050905030
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Halaman Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan
Oleh:
Nama : Remaja Putra Barus
Nim : 050905030
Judul : Pengetahuan Petani dalam Pengolahan dan Penggunaan Pupuk di Desa Singa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
Pembimbing Ketua Departemen
Dra Sri Alem Sembiring,M.Si Dr.Fikarwin Zuska NIP. 19690823 199403 2 001 NIP 19621220 198903 1 005
Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN
Pengetahuan Petani Jeruk Dalam Pengolahan dan Penggunaan
Pupuk di Desa Singa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatau perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Juni 2011
ABSTRAK
Pengetahuan petani jeruk dalam pengolahan dan penggunaan pupuk di Desa Singa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo (Remaja Putra Barus, 2011). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 103 halaman, 6 tabel, 18 gambar, 12 daftar pustaka disertai 10 situs internet, surat penelitian, sketsa desa.
Penelitian ini mengkaji tentang pengetahuan petani dalam pengolahan dan penggunaan pupuk di Desa Singa. Petani jeruk Desa Singa punya pengetahuan yang kaya dan bervariasi tentang pupuk. Pupuk merupakan bagian terpenting dalam kegiatan pertanian jeruk yang berguna untuk meningkatkan taraf kehidupan petani. Meskipun petani kaya akan pengetahuan, petani tidak terlepas dari masalah. Masalah yang di hadapi petani adalah harga pupuk yang relatif mahal, harga buah jeruk yang berfluktuasi, iklim yang susah ditebak, dan masalah hama dan penyakit terhadap tanaman jeruk.
Pendekatan yang digunakan dalam mengkaji pengetahuan petani dalam pengolahan dan penggunaan pupuk adalah berbentuk kualitatif, serta untuk membahas lebih jauh, penelitian ini menggunakan metode folk taksonomi untuk mengupas pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki petani jeruk. Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan observasi partisipasi terbatas untuk melihat gambaran dan terlibat langsung dalam aktifitas petani jeruk.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa petani jeruk Desa Singa mempunyai memiliki alternatif untuk penggunaan pupuk kimia yang relatif mahal yakni dengan berkreasi dalam pengolahan pupuk organik yang diambil dari alam sekitarnya. Petani jeruk mempunyai pengetahuan sendiri terhadap jenis pupuk yang tepat untuk kegiatan pertaniannya. Pengetahuan yang dimiliki petani dalam mengolah dan mengunakan pupuk memiliki variasi yang berbeda berdasarkan jenis bahan yang digunakan.
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa petani jeruk Desa Singa masih bergantung pada pupuk kimia meskipun petani sudah banyak menggunakan pupuk organik yang dikelola sendiri. Petani menggunakan pupuk organik hanya sebatas untuk menjadi alternatif penambahan kandungan zat untuk tanaman jeruk bagi kegiatan pertaniannya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yesus kristus yang telang memberikan kesehatan, anugerah, berkat yang melimpah sampai skripsi ini selesai. Penulis juga menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan saran, bimbingan, bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang saya sayangi Ayahanda J.Barus,Spd dan Ibunda Pt.S. Br.Tarigan karena tak henti-hentinya memberikan perhatian dan kasih sayang dari kecil sampai sekarang ini. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
Bapak Dr. Fikarwin Zuska selaku Ketua Departemen Antropologi Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Agustrisno, MSP selaku Sekertaris Departemen Antropologi Universitas Sumatera Utara, Ibu Dra.Ryta Tambunan, M.Si selaku dosen wali selama menjalani pendidikan di Universitas Sumatera Utara. Terimakasih untuk waktu, saran dan pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.
Kakak Dra. Sri Alem Sembiring, M.Si yang selalu tabah dan semangat membimbing saya menyelesaikan proposal sampai skripsi saya selesai. Bapak Drs. Irfan, M.Si selaku ketua penguji proposal dan bapak Dr. Hamdani sebagai penguji I, di mana telah banyak membantu penulis dalam perbaikan proposal. Para Dosen Departemen Antropologi, Staf Pegawai FISIP, Pegawai Perpustakaan Fakultas dan Pegawai Perpustakaan Universitas.
Eva Yanthi Manurung, S.Sos, terimakasih atas perhatian, kesabaran dan kasih sayang serta waktu dan dukungan baik itu materi, tenaga dan pikiran kepada saya sampai selesai. Buat abang saya Viktor Yanus Barus & kakak ipar, dan buat adek-adek saya Alinta Br Barus dan Ade Meta Br Barus yang telah memberikan semangat dan doa kepada penulis dalam penyelesaian skripsi. Buat Seluruh keluarga paman di Desa Singa, Desa Manuk Mulia dan buat Bapak tengah sampai bapak uda beserta keluarga di Desa Bunuraya Baru, Bengkulu dan yang lainnya terima kasih atas dukungan doa dan memberikan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi. Kepala Desa Singa dan seluruh masyarakat Desa Singa, khususnya petani jeruk yang memberikan respon yang baik dan memberikan data sesuai permintaan saya dalam menyelesaikan skripsi.
bila saya salah langkah dan selalu memberi dorongan dan motivasi bagi saya. Buat Teman terbaik saya Andri Nugraha, Avin Mirdasy, Dani Syahpani, Ronald Gea, Syahvery Ginting, Naomi Aritonang, Tina Saragih, Tika Panjaitan yang selalu menjadi teman berbagi suka maupun duka dan adek-adek angkat saya yang manja dan jugul Santi Maria Hutapea, Minar Singa, Valentina Br Ginting, Evi Br Ginting, Eldevia Br Tarigan yang selalu memberi semangat dan doa kepada penulis.
Kerabat-kerabat mahasiswa/i Antropologi Fisip USU yakni Sulia Rimbi, ,Bambang Napitupulu, Daniel Sitorus, Heri Manurung, Sri Ulina Girsang, Meiny Saragih, Toni Manurung, Roseva Bangun, Salsa Tarigan, Tuti Naibaho, Mia Br Barus, Darwin Tambunan dan seluruh anak Antropologi 2005 yang tidak dapat penulis sebutkan terima kasih atas dorongan dan semangat serta bantuan yang diberikan dalam lapangan dan dalam penyelesaian skripsi ini. Adik-adik junior Vina, Berthy, Santa, Rico, Kevin, Jonathan, Sari, Eta, Rabitah, Zijah, Fizah, Hemalea, Tety, Fikry, Dian, Maria, Harni, serta kepada kerabat Antropologi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas semangat yang diberikan kepada penulis.
Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan pada kesempatan ini, yang telah membantu penulisan dan proses studi. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membalas segala kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak kepada penulis. Menyadari akan keterbatasan penulis, maka skripsi atau hasil penelitian ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan, untuk itu koreksi dan masukan dari berbagai pihak guna penyempurnaan hasil penelitian ini sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini berguna bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Medan, Juni 2011
RIWAYAT HIDUP
Remaja Putra Barus, lahir pada tanggal 5 Desember 1986 di Desa Manuk Mulia, Kabupaten Karo. Beragama Kristen Protestan, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda bernama Justin Barus,Spd dan Ibunda bernama Pt.Sarinah Br Tarigan.
Riwayat pendidikan formal penulis: SD Negeri 040534 Manuk Mulia (1993-1999), SMP RK Xaverius 2 Kabanjahe (1999-2001), SMU Khatolik Deli Murni Bandar Baru (2002-2005), Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara (2005-2011).
Selama kuliah penulis aktif dalam mengikuti pelatihan/seminar diantaranya Panitia Seminar Sarasehan Nasional-VIII Jaringan Kekerabatan Antropologi Sosial Indonesia oleh Universitas Sumatera Utara (2006), KONGRES FMN III (Front Mahasiswa Nasional) di Mataram (2008), dan Seketaris Panitia GGA “eguaninta” FISIP USU (2008).
Pengalaman berorganisasi penulis diantaranya pernah menjadi Korlap.KASS-PALA FISIP USU (2007-2008), Pimpinan Cabang FMN USU-Medan (2008-2009), Seketaris SGC (Study Group Of Culture, 2007-2009), Ketua Sanggar seni musik dan tari NAJATI-Medan (2009-2010), Waket.IMKA Eguaninta FISIP USU (2008-sekarang).
KATA PENGANTAR
Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di
Jurusan Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Sumatera Utara, Medan. Dalam rangka memenuhi persyaratan tersebut penulis
telah menyusun sebuah skripsi dengan judul “Pengetahuan Petani Jeruk dalam
Pengolahan dan Penggunaan Pupuk di Desa Singa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo”.
Pada skripsi ini dilakukan pembahasan secara menyeluruh mengenai
pengetahuan yang dimiliki petani jeruk dalam mengolah dan menggunakan pupuk
di Desa Singa . Pembahasan tersebut diuraikan dari bab I sampai dengan bab V.
Bab I Pendahuluan. Pada bab ini akan menguraikan garis besar penulisan
skripsi secara menyeluruh, antara lain dikemukakan latar belakang masalah,
perumusan masalah penelitian sehingga dapat diketahui apa yang ingin
dikemukakan dalam penulisan skripsi ini. Selanjutnya, akan diuraikan juga lokasi
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjuan pustaka, metode penelitian, dan
teknik pengumpulan data. Penguraian pada bab ini, dimaksudkan agar dapat
memberikan gambaran secara keseluruhan mengenai materi penulisan yang
dimaksud dalam penelitian/skripsi ini.
Bab II Gambaran Umum Desa Singa. Pada bab ini akan diuraikan
mengenai identifikasi desa (meliputi : sejarah desa, letak desa, keadaan penduduk
sanitasi, sarana prasarana desa, tata ruang hutan, tata ruang pertanian,
kelembagaan desa, dan Sumber Daya Alam desa.
Bab III Rutinitas dan Aktivitas Petani Jeruk. Pada bab ini akan diuraikan
secara keseluruhan mengenai rutinitas petani mulai dari gaya hidup petani jeruk
dan beberapa pola tanam yang dilakukan petani jeruk Desa Singa. Bagian
aktivitas petani akan menguraikan kegiatan petani mulai dari pembukaan lahan,
penanaman jeruk sampai pemeliharaan tanaman jeruk yang termasuk di dalamnya
pemupukan dan penggunaan pestisida. lain itu, dalam aktifitas petani juga
menguraikan bentuk dan hasil penjualan produksi jeruk.
Bab IV . Pada bab ini akan diuraikan tentang Pengetahuan Petani Jeruk
dalam Mengolah dan Menggunakan Pupuk meliputi pemahaman pupuk oleh
petani, masalah-masalah yang dihadapi petani jeruk dan bagaimana petani
mengatasinya, serta variasi yang dimiliki petani jeruk dalam pengolahan dan
penggunaan pupuk kimia, organik, campur (kimia/organik) dan sumber informasi
bagi petani jeruk di Desa Singa.
Bab V Penutup. Penutup berisikan tentang kesimpulan dan saran. Pada bab
ini akan disimpulkan kembali secara keseluruhan dari hasil penelitian tentang
Pengetahuan Petani dalam Pengolahan dan Penggunaan Pupuk di Desa Singa.
Diakhir bab ini, penulis menyampaikan beberapa saran yang berguna untuk
perkembangan pengetahuan yang dimiliki petani terhadap pengolahan dan
penggunaan pupuk.
Sebagai akhir dari tulisan ini, penulis juga membuat daftar pustaka sebagai
wawancara, Sketsa lokasi penelitian, surat penelitian, serta gambar-gambar di
lokasi penelitian.
Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skrpisi ini bermanfaat bagi kita
semua. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan kemampuan, pengetahuan, materi, dan pengalaman penulis. Penulis,
dengan tidak mengurangi rasa hormat, mengharapkan kritik dan saran maupun
sumbangan pemikiran yang bersifat membangun dari berbagai pihak untuk
menyempurnakan skripsi ini.
Penulis
DAFTAR ISI
1.2. Perumusan Masalah... 8
1.3. Lokasi Penelitian... 9
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 9
1.5. Tinjauan Pustaka...……...10
1.6. Metode Penelitian...15
BAB II. GAMBARAN UMUM... 18
II.1. Identifikasi Desa... 18
II.1.1. Lokasi Desa Singa... 18
II.1.2. Sejarah Desa Singa... 22
II.1.3. Keadaan Penduduk... 24
II.1.4. Topografi Desa... 27
II.2. Tata Ruang Desa... 31
II.3. Tata Pemukiman... 32
II.4. Sampah, Drainase dan Sanitasi... 33
II.5. Sarana Prasarana Desa... 34
II.6. Tata Ruang Hutan... 37
II.7. Tata Ruang Pertanian... 39
II.8. Kelembagaan Desa... 41
II.9. Sumber Daya Alam Desa... 44
BAB III. RUTINITAS PETANI... 46
III.1.1. Gaya Hidup Petani di Singa... 47
III.2. Pola Tanam Jeruk di Desa Singa... 53
III.2.1. Pola Tanam Campur Tanaman Jeruk Dengan Palawija... 54
III.2.2. Pola Tanam Campur Tanaman Jeruk Dengan Holtikultura... 57
III.3.3. Pola Tanam Tunggal...59
III.3. Pertanian Jeruk di Desa Singa... 61
III.3.1. Penanaman Tanaman Jeruk... 61
III.3.2. Pemeliharaan Jeruk... 63
III.3.3. Pemanenan... 69
III.4. Penjualan Hasil Produksi... 71
III.4.1. Dijual Sendiri... 72
III.4.2. Sistem Borong... 73
III.4.3. Sistem Lelang... 75
BAB IV . PENGETAHUAN PETANI JERUK DALAM PENGOLAHAN DAN PENGGUNAAN PUPUK... 77
IV.1. Konsep Pupuk... 77
IV.2. Masalah - Masalah Petani Jeruk di Desa Singa... 78
IV.2.1. Fluktuasi Harga dan Klasifikasi Hasil Penjualan... 79
IV.2.2. Iklim yang Sulit Ditebak... 81
IV.2.3. Hama dan Penyakit... 83
IV.4. Variasi Pengetahuan Petani Dalam Pengolahan dan Penggunaan Pupuk... 86
IV.2.1. Kategori Pengetahuan pupuk Anorganik/Kimia... 88
IV.2.2. Kategori Pengetahuan Pupuk Organik... 92
IV.2.3. Kategori Pengetahuan Pupuk Campur... 93
IV.2.4. Sumber Informasi... 96
BAB V. PENUTUP... 98
V.1. Kesimpulan... 98
V.2. Saran... 100
DAFTAR PERTANYAAN ……….. xv
Lampiran
Sketsa Desa Singa ……..………….………... xvi
Surat Izin Penelitian dari Camat Tigahpanah……… xvii
Surat Izin Penelitian dari Kepala Desa Singa ………. xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar.2.1. Jembatan Lau Kersik……..………..……….. 20
Gambar.2.2. Jembatan Lau Biang ……….……. 20
Gambar.2.3. Pemukiman Kesain Durin Mengarah ke Desa Kutambelin ……... 21
Gambar.2.4. Pemukiman sesampainya di Desa Singa …… ……….… 21
Gambar.2.5. Pemukiman Desa Singa Mengarah ke Kesain Simbelang ………. 21
Gambar.2.6. Pemukiman Mengarah ke Desa Lausimomo ………. 21
Gambar.2.7.Diagram hubungan kelembagaan desa ……….. 44
Gambar.3.1. Sungai Garut ……….. 48
Gambar.3.2. Pola tanam campur jeruk + palawija ………. 56
Gambar.3.3. Pola tanam campur jeruk + hortikultura ………..…….. 58
Gambar.3.4. Pola tanam tunggal ………...………. 60
Gambar.3.5. Analisa Saluran Penjualan Hasil Panen Jeruk Desa Singa ….…. 76 Gambar.4.1.Tanaman jagung ………. 91
Gambar.4.2.Tanaman padi ………...91
Gambar.4.3.Rumputan liar sentar ………..……… 91
Gambar.4.4.Rumputan liar rih……….. 91
Gambar.4.5.Rumputan liar sanggar ………... 91
DAFTAR TABEL
Tabel.2.1. Sarana dan Prasarana Desa ………... 36
Tabel.2.2. Lembaga Formal dan Non Formal di Desa Singa ... 42
Tabel.2.3. Sumber Daya Alam di Desa Singa ………..….48
Tabel.3.1. Pemeberian jenis pupuk dan dosis pada tanaman jeruk ………….…..66
Tabel.4.1. Jenis hama dan penyakit pada tanaman jeruk ………...…….…86
ABSTRAK
Pengetahuan petani jeruk dalam pengolahan dan penggunaan pupuk di Desa Singa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo (Remaja Putra Barus, 2011). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 103 halaman, 6 tabel, 18 gambar, 12 daftar pustaka disertai 10 situs internet, surat penelitian, sketsa desa.
Penelitian ini mengkaji tentang pengetahuan petani dalam pengolahan dan penggunaan pupuk di Desa Singa. Petani jeruk Desa Singa punya pengetahuan yang kaya dan bervariasi tentang pupuk. Pupuk merupakan bagian terpenting dalam kegiatan pertanian jeruk yang berguna untuk meningkatkan taraf kehidupan petani. Meskipun petani kaya akan pengetahuan, petani tidak terlepas dari masalah. Masalah yang di hadapi petani adalah harga pupuk yang relatif mahal, harga buah jeruk yang berfluktuasi, iklim yang susah ditebak, dan masalah hama dan penyakit terhadap tanaman jeruk.
Pendekatan yang digunakan dalam mengkaji pengetahuan petani dalam pengolahan dan penggunaan pupuk adalah berbentuk kualitatif, serta untuk membahas lebih jauh, penelitian ini menggunakan metode folk taksonomi untuk mengupas pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki petani jeruk. Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan observasi partisipasi terbatas untuk melihat gambaran dan terlibat langsung dalam aktifitas petani jeruk.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa petani jeruk Desa Singa mempunyai memiliki alternatif untuk penggunaan pupuk kimia yang relatif mahal yakni dengan berkreasi dalam pengolahan pupuk organik yang diambil dari alam sekitarnya. Petani jeruk mempunyai pengetahuan sendiri terhadap jenis pupuk yang tepat untuk kegiatan pertaniannya. Pengetahuan yang dimiliki petani dalam mengolah dan mengunakan pupuk memiliki variasi yang berbeda berdasarkan jenis bahan yang digunakan.
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa petani jeruk Desa Singa masih bergantung pada pupuk kimia meskipun petani sudah banyak menggunakan pupuk organik yang dikelola sendiri. Petani menggunakan pupuk organik hanya sebatas untuk menjadi alternatif penambahan kandungan zat untuk tanaman jeruk bagi kegiatan pertaniannya.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Dalam kegiatan pertanian, petani akan selalu berusaha meningkatkan
produksi pertanian mereka mulai dari bercocok tanam sampai perawatanya.
Dalam proses perkembanganya, pertanian itu mengikuti perkembangan jaman,
dari alat yang digunakan sampai dalam penggunanaan pestisida dan pupuk untuk
mencapai hasil yang maksimal dalam kegiatan pertanian.
Permasalahan pupuk hampir selalu menjadi pembicaraan hangat oleh
petani di Indonesia. Permasalahan tersebut antara lain adalah kelangkaan pupuk di
musim tanam, harga pupuk yang cenderung meningkat, beredarnya pupuk palsu,
dan dicabutnya subsidi pupuk oleh pemerintah pada tanggal 1 Desember 1998.
Salah satu situs1
1 okezone.com news July 2009
mengemukakan bahwa, pada tahun 2009 enam pabrik pupuk
kimia yang memproduksi pupuk palsu tersadap oleh Intelejen Mabes Polri yang
telah tersebar di daerah Kampung Batu Kecamatan Cikembar Kabupaten
Sukabumi yang diproduksi oleh CV Kujang Putra Peratama. Selain di Kabupaten
Sukabumi, situs ini juga mengungkapkan bahwa di Kabupaten Blora Jawa Tengah
juga ditemukanya beredarnya pupuk palsu jenis KCL dalam jumlah yang besar
oleh Tim Monitoring Departemen Pertanian. Meski harga pupuk ini tergolong
murah tapi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh TMDP, pupuk palsu jenis
Budidaya tanaman di dalam ruang lingkup pertanian tidak terlepas dari
pupuk, baik itu tanaman muda maupun tanaman tua2. Salah satu jenis tanaman tua adalah jeruk, dimana proses budidayanya dengan jangka panjang dan memiliki
umur rata-rata 15 tahun (1-4 tahun masa pertumbuhan menuju buah, 5-15 tahun
masa panen atau menghasilkan). Menurut Nurasa dan Hidayat3
Salah satu daerah penghasil buah jeruk di Indonesia adalah Kabupaten
Purworejo. Pada dekade sebelum 1980-an, Kabupaten Purworejo dikenal sebagai
salah satu sentra jeruk di Indonesia. Bahkan jeruk Purworejo sempat mewarnai
perdagangan internasional, dengan keberhasilan para pengusaha mengekspor
jeruk ke berbagai negara. Dari daerah ini pula, bibit tanaman jeruk banyak dipesan
oleh berbagai daerah di luar Jawa. Seiring mewabahnya virus Citrus vein Phloem
Degeneration (CVPD) dan melonjaknya serta banyaknya pupuk palsu, kejayaan
jeruk Purworejo terus merosot. Puncaknya tahun 1990-an, para petani jeruk
benar-benar terpuruk. Padahal sebelumnya produk buah dari Purworejo ini tidak pernah
surut. Namun saat ini, jeruk Mandarin justru mulai membanjiri Purworejo.
Semangat petani di daerah-daerah sentra jeruk Kabupaten Purworejo, seperti , jeruk memiliki
tiga komponen biaya yang cukup besar yaitu komponen pupuk, pestisida dan
komponen tenaga kerja mencakup pemeliharaan, panen dan pasca panen. Dari
ketiganya, pupuk merupakan komponen biaya tertinggi mencapai 50,02 % dari
total biaya produksi sedangkan 40,98 % untuk biaya pestisida dan tenaga kerja.
Hal ini menyebabkan masalah pupuk menjadi ‘harga mati’ bagi petani jeruk.
2 Kategori tanaman muda dan tanaman tua berdasarkan umur tanaman, misalnya tanaman muda
adalah jagung, buncis, padi, dll, sedangkan tanaman tua adalah jeruk, kopi, coklat, durian dll.
3
Kecamatan Bayan, Gebang dan sebagian Banyuurip, untuk bangkit dari
keterpurukan tampaknya tak pernah surut.4
Selain di Pulau Jawa, Sumatera Utara juga terkenal dengan sentra jeruk.
Produksi jeruk di Sumut antara tahun 2002 sampai 2004 selalu mengalami
peningkatan. Pada 2002 produksinya sebanyak 273.803 ton, 2003 berproduksi
431-982 ton, dan 2004 mencapai 499.942 ton. Berdasarakan data Dinas Pertanian,
daerah penghasil jeruk terbanyak di Sumut adalah Kabupaten Karo. Data tahun
2004, produksi jeruk di Karo mencapai 437.149 ton dari luas panen 9.782 hektar.
Buah jeruk merupakan salah satu perolehan sumber devisa yang cukup penting.
Dimana komoditi ini telah diekspor ke negara-negara tetangga dan saat sekarang
ini dijual kepada masyarakat lokal dan domestik. Daerah pemasaran utama
komoditi ini adalah Pulau Batam, Medan, Pekan Baru, Aceh, Jakarta dan
Bandung. Varitas jeruk yang ditanam di Kabupaten Karo sekarang ini adalah jenis
Siam, Washington, Sunkist, Padang, Siam Madu dan sebagainya. Jenis yang
disukai oleh konsumen lokal adalah varitas Siam Madu sehingga varitas jeruk ini
mendominasi penanaman jeruk di Kabupaten Karo.5 Tahun 2010 petani jeruk Karo diambang kehancuran, anjloknya harga jeruk di Tanah Karo sejak beberapa
bulan terakhir membawa dampak buruk bagi kelangsungan pertanian jeruk.6
Pasalnya, harga jual yang rendah sudah tak sebanding dengan biaya
produksi tanaman. Bila hal ini tidak segera teratasi, dikhawatirkan sejumlah petani
4http://www.sentrakukm.com/index.php/beranda/336-petani-jeruk-purworejo-mencoba-bangkit 5 http:karokab.go.id
6 Harga jual buah jeruk menurun dari Rp 5.000/kg ke Rp 1.000/kg ( secara umum ), lain dari itu
jeruk bermodal pas-pasan tidak akan sanggup lagi mengelola tanamannya
(melakukan pemupukan/penyemprotan hama )
Dengan anjloknya harga jeruk, sejumlah petani jeruk Berastagi tanggal 10
Feberuari 2010 memboikot hasil panen, menyusul harga jual buah jeruk yang
hingga kini belum stabil7. Pemerintah Daerah Karo diharapkan melakukan terobosan guna mengatasi aksi ‘boikot’ panen yang dilakukan petani. Jika
permasalahan ini tidak segera diatasi, dikhawatirkan gejala ini akan berdampak
buruk pada pertanian berkelanjutan dan kehidupan petani Karo yang mayoritas
penduduknya petani jeruk.8
Sesuai dengan sifat petani, bahwa mereka selalu belajar dari pengalaman
sebelumnya. Petani selalu siap dalam setiap usaha yang selalu berhadapan dengan
suatu resiko. Hal ini terbukti di Dusun Haarlem Provinsi Western Cape Afrika
Selatan, daerah ini terkenal dengan buah apelnya. Namun pada tahun pertengahan
1980-an permintaan pasar apel menurun. Dengan biaya bibit dan perawatan yang
tidak sesuai dengan penjualan, petani apel belajar cara melakukan pencangkokan
dari pada biaya dihabiskan untuk pembibitan9.
Hal serupa juga dilakukan oleh petani jeruk di Karo, Dengan harga pupuk
kimia yang melonjak tinggi sejak Krisis moneter (jatuhnya rezim Suharto) pada
tahun 1998 membuat petani jeruk mengambil alternatif dan menciptakan
kreatifitas dengan menggunakan pupuk organik yang terbuat dari limbah hewan
(kandang ayam, kandang lembu, kandang kambing, kandang kerbau, dll) dan
7
Disaat buah jeruk langka harga melonjak tinggi mencapai rata-rata Rp 5.500/kg, sementara saat panen harga anjlok menjadi Rp 2.000/kg bahkan sampai Rp 800 /kg ( harga jeruk Tahun 2010 )
8 http://www.posmetro-medan.com/index.php?open=view&newsid=15467&catid=15
9
pupuk organik dari limbah tanaman (limbah tanaman padi, tanaman jagung, dll)
bahkan sekarang juga sudah berkembang dan masyarakat mengenal dengan nama
BOKASI (segala jenis limbah tumbuhan, limbah hewan dan sampah-sampah di
aduk rata dengan menggunakan metode tertentu).
Petani dalam memandang bahan-bahan organik maupun kimia dalam
tanah juga memiliki pengetahuannya sendiri yang berbeda dengan ahli-ahli
pertanian lainnya. Hal ini disebabkan karena petani memiliki banyak pengalaman
selama bertani untuk mengolah dan memanfaatkan tanah sebagai media tanam.
Menurut Winarto dalam penelitiannya mengenai pengetahuan petani dalam
pengendalian hama terpadu pada masyarakat desa Ciasem di Propinsi Jawa Barat
dimana terjadinya suatu interpretasi dalam masyarakat, dalam pengendalian hama
terpadu pada tanaman padi. Pegetahuan petani secara metaforik dipengetahui
dimana obat disamakan mempunyai fungsi yang sama dalam dua domain yang
berbeda dalam tubuh manusia dan tanaman, dimana adopsi pestisida oleh petani
menunjukkan keefektifan penggunaan metaphor dalam proses pengalihan
pengetahuan dengan cara yang gampang dan mudah diketahui (Winarto, 19986 :
58)
Demikian juga yang dialami oleh petani jeruk Desa Singa. Desa Singa
adalah sebuah Desa yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai
petani jeruk10
10 Penanaman tanaman jeruk di Desa Singa dimulai pada tahun 1987
dengan kepemilikan lahan petani rata-rata 5000 M². Petani jeruk di
Desa Singa mengklasifikasikan pupuk organik kedalam dua jenis yaitu pupuk
seperti batang padi, batang jagung, kulit buah-buahan dan rumput-rumput liar.
Penggunaan pupuk organik oleh petani jeruk di Desa Singa sekitar tahun 1998,
petani mulai berkreasi dengan bahan-bahan alam untuk mengatasi harga pupuk
yang mahal, seperti penanaman padi di dalam maupun di luar area lahan tanaman
jeruk yang kemudian jeraminya akan dijadikan sebagai pengganti pupuk kimia
yang relatif mahal. Selain penggunaan pupuk organik, petani jeruk di Desa Singa
juga melakukan kolaborasi atau percampuran pupuk organik dengan pupuk kimia
untuk pengiritan mengingat pupuk kimia yang langka dan mahal.
Seperti halnya Desa Singa, petani Desa Pare Kecamatan Selogiri juga
berhasil melakukan penghematan terhadap pupuk kimia dengan mencampur
adukkan sedikit pupuk kimia dengan limbah – limbah petanian menjadi pupuk
melalui proses fermentasi. Lain itu, petani Desa Pare juga memanfaatkan sampah
yang dibuang ketempat pembuangan terakhir (TPA) yang kemudian akan diolah
menjadi pupuk untuk kegiatan pertanian mereka.11
Masyarakat mempunyai pengetahuan yang mereka miliki melalui
pengalaman pribadi yang mengalami dan mempunyai pengetahuan ekologi yang
sangat kaya dengan melakukan uji coba dalam melakukan kegiatan apakah itu
menyangkut perlakuan air, pengolahan tanah, penggunaan pupuk atau
pengendalian hama tanaman di sawah mereka. Manusia memperoleh
pengetahuannya melalui proses belajar dengan cara mengamati alam sekitarnya
melalui komunikasi sesamanya dan pengetahuan yang telah dimiliki oleh manusia
tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu, jika ingin menemukan apa
11
yang diketahui oleh sesorang, kita harus masuk kedalam alam pikiranya hal ini
berarti kita harus berpikir dan bertingkah laku sesuai dengan orang yang memiliki
pengetahuan tersebut.
Menurut Warren (1991), pengetahuan lokal12 digunakan oleh masyarakat setempat untuk mencari nafkah di lingkungan tertentu istilah ini digunakan dalam
bidang pembangunan pertanian berkelanjutan untuk menunjukkan konsep ini
mencakup pengetahuan teknis lokal, pengetahuan lingkungan tradisional,
pengetahuan pedesaan, dan pengetahuan petani lokal. Secara umum, pengetahuan
tersebut berkembang di lingkungan setempat, sehingga secara khusus disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat. Hal ini juga bersifat kreatif dan
eksperimental, terus-menerus menggabungkan pengaruh dari luar dan inovasi
dalam memenuhi kondisi baru13
Menurut Antweiler dan Merman (dalam sembiring 2002 :9) pengetahuan lokal itu memiliki karakteristik tersendiri, meliputi: (1) pengetahuan yang berdasarkan kenyataan, kemampuan (capabilties), dan keahlian-keahlian (sebagai ‘procedural knowlidge’), (2) disesuaikan dengan orientasi kehidupan yang nyata untuk persoalan sehari-hari, bersifat fleksibel (mudah berubah), bersifat empiris yang diproleh berdasarkan observasi, uji coba (‘trial and error and natural experiment’), memerlukan pembuktian dengan waktu yang lama, (5) muncul dalam konteks ekologi lokal, (6) muncul dan ditransmisikan dalam lingkuangan sosial lokal.
13
http://www.agroforestry.net/overstory/overstory82.html
14 Inovasi adalah proses di mana individu atau kelompok menemukan atau mengembangkan
gedung baru dan cara-cara yang lebih baik mengelola sumber daya dan memperluas batas-batas ilmu pengetahuan mereka.
petani, mengembangkan cara yang lebih baik
dalam melakukan sesuatu, terutama dalam menggunakan sumber daya lokal untuk
mengembangkan pertanian dalam meningkatkan mata pencaharian. Kita
mengetahui masyarakat mempunyai pengetahuan yang mereka miliki melalui
pengalaman peribadi yang mengalami dan mempunyai pengetahuan ekologi yang
menyangkut pengolahan tanah, penggunaan pupuk atau pengendalian hama
tanaman di pertanian mereka.
Dalam kegiatan perekonomian yang muncul pengetahuan kemampuan
suatu negara untuk membangun dan memobilisasi modal pengetahuan, sama-sama
penting untuk pembangunan berkelanjutan sebagai ketersediaan modal fisik dan
keuangan(World Bank, 1997). Komponen dasar sistem pengetahuan setiap negara
adalah pengetahuan lokal. Ini meliputi keterampilan, pengalaman dan wawasan
orang, diterapkan untuk memelihara atau meningkatkan mata pencaharian mereka.
Di pedesaan Afrika, beberapa petani secara aktif berinovasi dengan menggunakan
sumber daya lokal yang mereka miliki dalam usaha untuk meningkatkan produksi
tanaman sayuran (kubis, wortel, selada, dll). Seringkali inovasi ini digunakan
untuk mengkompensasi kekurangan input pertanian modern, seperti pupuk dan
pestisida15
15 http://www.worldbank.org/afr/ik/iknt79.htm
.
1.2 Perumusan Masalah
Dari urain di atas maka, penelitian ini melihat bagaimana para petani jeruk
berkreatifitas mengembangkan pengetahuan mereka dalam hal pengolahan dan
penggunaan pupuk dalam kegiatan pertanian jeruk. Fokus penelitian ini adalah
tentang pengetahuan petani jeruk dalam memanfaatkan pupuk organik dan pupuk
kimia yang mereka buat sendiri.
Untuk menjawab permasalahan di atas, maka terlebih dahulu harus menjawab
1. Apa konsep pupuk dan bagaimana mengklasifikasikan pupuk bagi petani
jeruk?
2. Sumber daya alam apa saya yang tersedia terkait bahan baku dalam
pengolahan pupuk ada di Desa Singa?
3. Apa permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh petani jeruk di Desa
Singa?
4. Apa saja variasi pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat dalam
pengolahan dan penggunaan pupuk?
1.3 Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa di
lokasi ini mayoritas penduduknya bermatapencaharian dari pertanian yakni dari
tanaman jeruk dan merupakan sumber utama perekonomian penduduk di daerah
ini. Menurut sebagian informan yang telah diwawancarai sebelumnya, hal ini
dapat terlihat pada gendang guro-guro aron16
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan petani jeruk di
Desa Singa dalam mengolah dan menggunakan pupuk yang petani buat sendiri.
Pengetahuan petani jeruk ini juga terlihat dari jenis-jenis bahan dan cara-cara yang
dilakukan petani dalam menggunakan pupuk organik dalam pertanian mereka. (pesta tahunan), besar kecilnya
acara tergantung pada produksi jeruk.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
16 Gendang guro-guro aron di laksanakan oleh suku masyarakat Karo dalam rangka syukuran
Manfaat penelitian :
Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi rujukan / refrensi bagi peneliti
selanjutnya dan memberi kontribusi yang berharga untuk memperluas wawasan
pembaca, para praktisi (LSM) atau pembuat kebijakan bahwa petani itu memiliki
pengetahuan yang dinamis dan bersifat kontekstual.
Secara akademis, bermanfaat untuk menambah wawasan dan kepustakaan
pada bidang Antropologi pada bidang pertanian maupun bidang-bidang yang
menyangkut pengetahuan lokal.
1.5. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini menggunakan konsep Amanor (dalam Sembiring, 2002:9)
menjelaskan bahwa pertanian dikonseptualisasikan sebagai produk dari
kebudayaan dimana teknologi dan pengetahuan pertanian diletakkan dalam sistem
sosial budaya dan ekologi dimana pengetahuan itu dikembangkan.
Menurut Krober (dalam Marzali, 1998 : 91) petani adalah merupakan
masyarakat pedesaan hidup berhubungan dengan kota-kota pusat pasar,
kadang-kadang kota metropolitan. Mereka merupakan bagian atau sampalan dari budaya
kota.
Menurut Redflield (dalam Koenjaraningrat 1990:191) sendiri mengatakan
bahwa petani merupakan masyarakat kecil yang tidak memenuhi semua
kebutuhan anggotanya, tetapi disatu pihak mempunyai hubungan yang horizontal
dan komuniti – komuniti disekitarnya tetapi dipihak lain juga secara vertikal
petani merupakan seseorang yang bergerak dibidang pertanian yang
mengkombinasikan faktor-faktor produksi yang dibeli di pasar, untuk
memperoleh laba dengan jalan untuk menjual hasil produksinya secara
menguntungkan di pasar hasil bumi.
Faktor-faktor produksi yang dimaksud adalah pupuk sebagai bahan
penunjang dalam proses pertanian, pupuk dapat dibuat secara alami dan juga
secara ilmiah dengan mencampur beberapa zat-zat kimia yang dapat membantu
kesuburan tanah. Tanah merupakan media tanam yang paling efisien untuk
melakukan kegiatan pertanian, di dalam tanah terkandung bahan-bahan organik
yang memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk
mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, maka
kemampuan tanah dalam mendukung produktifitas tanaman juga akan menurun.
Secara umum pupuk dapat dibagi dua yaitu pupuk kimia dan pupuk
organik. Pupuk kimia adalah pupuk buatan pabrik yang di buat dengan
menggunakan unsur-unsur kimia, seperti UREA, SP-36, NPK dan sebagainya.
Pupuk kimia adalah pupuk dengan kombinasi bahan-bahan kimia, yang akan
merusak ekosistem unsur hara dan jika pemakaiannya berjangka lama, akan
membuat tanah tersebut suatu saat mati unsur haranya, tidak sanggup untuk
memberikan hasil lagi.17
17
Seperti halnya dalam penggunaan pupuk, petani jeruk tidaklah hanya
mengetahui pupuk yang bersifat kimiawi saja tetapi masyarakat juga mempunyai
pengetahuan tentang pupuk organik dan dapat memilah-milah pupuk yang mana
yang baik bagi lahan pertanian mereka dan mampu membuat pupuk organik dari
pengetahuan mereka. Namun dalam konteks berbagai kerangka pengetahuan dan
teknologi dan pengaruh intervensi (pengetahuan dan teknologi) penduduk
setempat tetap kreatif dalam menentukan suatu pengetahuan (Winarto 1998 : 54).
Winarto (1998) menjelaskan bahwa dalam melihat pengetahuan
masyarakat setempat yang terpenting untuk dicermati adalah faktor-faktor apa
yang menjadi pengamatan mereka dan apa saja yang ada dalam pikiran mereka,
dalam hal ini pengetahuan masyarakat tidaklah statis ia selalu mengalami
perubahan sepanjang waktu. Terkait dengan hal di atas, Menurut Keller
menyatakan bahwa pengetahuan itu selalu mengalami penyempurnaan ataupun
perbaikan melalui pengalaman-pengalaman para pelakunya dalam melaksanakan
tugas pekerjaan tertentu ( dalam Winarto 1998 : 54).
Kehidupan manusia mempunyai kebudayan sehari-hari berdasarkan alam
dan lingkungan sekitarnya, begitu juga dengan petani, mereka mempunyai
kebudayaan sendiri dalam memandang pupuk sesuai dengan pengetahuan yang
mereka miliki dalam melihat kondisi dan perubahan - perubahan dalam lahan
pertanian mereka serta pupuk mana saja yang digunakan dalam meningkatkan
produktifitas pertanian mereka. Lave (dalam Sembiring 2002:2) mengemukakan
bahwa dalam menghadapi persoalan baru, seorang individu harus selalu
perubahan-perubahan. Perubahan ini menyebabkan pengetahuan itu menjadi
dinamis dan sangat situasional.
Spradley menjelaskan bahwa kebudayaan berada dalam pikiran manusia
yang didapatkan dengan proses belajar dan menggunakan budaya tersebut dalam
aktifitas sehari-hari. Proses belajar tersebut menghasilkan
pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari pengalaman-pengalaman individu atau masyarakat
yang pada akhirnya fenomena tersebut terorganisasi di dalam pikiran atau mind
individu atau masyarakat. Dalam hal ini tugas seseorang antropolog adalah
mencoba menemukan dan menggambarkan fenomena tersebut diorganisasikan
dalam pikiran atau mind manusia melalui ‘folk taxonomy’ 18
Winarto (dalam Sembiring 2002 :11) menemukan bahwa petani di dua
Desa di Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subag, Jawa Barat mengkategorikan
bahwa semua serangga itu adalah hama. Hama atau hewan pengganggu tanaman
dibedakan dalam tiga kelompok berdasarkan derajat kerusakan yang
ditimbulkannya pada padi; (1) hewan yang merusak padi (satoan nu ngarusak Terkait denga kajian
Folk taxonomy (Taylor dalam Sembiring 2002 :7) memberikan suatu contoh
bagaimana membentuk suatu sistem kategorisasi dari peralatan rumah tangga,
Taylor menyebutnya dengan ‘taxonomy of filmitur’. Masyarakat tersebut
membedakan penyebutan antara ‘chair’, ‘sofas’, ‘desks’, dan ‘tables’. Semua
penyebutan ini dikategorikan dalam satu kelompok yang disebut ‘furniture’
(Taylor dalam Sembiring 2002 :7).
18
pare) seperti tikus, wereng, walang sangit, lembing hitam dan ulat gerayak, (2)
hewan yang mengganggu, tetapi tidak menimbulkan kerusakan yang parah
(satoan nu ngeganggu, enteu ngarusak pare) seperti ulat daun, belalang daun,
kepiting, anjing tanah, sejenis nyamuk (rembetung) dan (3) hewan yang tidak
menggangu dan tidak merusak padi (satoan nu enteu ngarusak jeung enteu
ngeganggu pare) seperti ulat, ikan, katak, belut, cacing tanah, dan laba-laba.
Maka peneliti melihat beberapa kreatifitas petani yang diteliti dalam
penelitian-penelitian orang mengenai kreatifitas dan variasi petani. Penelitian ini
juga melihat pengklasifikasian pupuk berdasarkan pengetahuan petani di Desa
Singa. Fokus penelitian ini adalah pada pengetahuan petani mengenai pupuk dan
juga melihat variasi pengetahuan mengenai pupuk, khususnya variasi pembuatan
pupuk organik.
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan antropologi kongnitif19
19
Aliran kongnitif berasumsi bahwa setiap masyarakat mempunyai satu sistem yang unik dalam mempersepsikan dan mengorganisasikan fenomena matrial, seperti benda-benda, kejadian, prilaku dan emosi. Karena itu, objek penelitian antropologi bukanlah fenomena matrial tersebut tetapi tentang cara fenomena tersebut diorganisasikan dalam pikiran “mind” manusia. Jadi singkatnya budaya itu berada dalam pikiran manusia, dan bentuknya adalah organisasi pikiran tentang fenomena matrial (Marzali 1997;xx)
,
dimana Spradley (1997) mendefenisikan kebudayaan sebagai sebuah sistem
pengetahuan yang diperoleh manusia dari proses belajar, yang mereka gunakan
untuk menginteprestasikan dunia sekeliling mereka dan sekaligus menyusun
strategi prilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka, dan sekaligus untuk
menyusun strategi prilaku dalam dunia sekeliling mereka. Asumsinya adalah
bahwa setiap masyarakat mempunyai sistem yang unik dalam mepersepsikan dan
emosi, tetapi tentang cara fenomenal matrial tersebut diorganisasikan dalam
pikiran (mind) manusia. Upaya yang dilakukan orang adalah menemukan dan
menggambarkan organisasi pikiran tersebut. Marzali (1997 :xx) menyebutkan
bahwa cara yang paling tepat untuk memperoleh budaya tersebut melalui bahasa,
atau lebih khusus lagi melalui daftar kata-kata yang ada dalam suatu masyarakat.
Bahasa dan ungkapan-ungkapan (nama/sebutan) yang digunakan oleh
petani jeruk di Desa Singa dalam hal ini menjadi penting untuk ditelusuri.
Penelusuran bahasa dan ungkapan-ungkapan ini untuk melihat bagaimana mereka
memuat sistem pengkategorian dalam pikiran mereka untuk menjelaskan
pengetahuan mereka tentang pupuk. Dalam (Shri Ahimsa Putra dalam Sembiring
2002 : 6) mengatakan bahwa pemberian nama merupakan proses penting dalam
kehidupan manusia sebab melalui proses ini manusia dapat ‘menciptakan’
keteraturan dalam persepsinya atas lingkungan. Dari nama kita dapat mengetahui
patokan apa yang dipakai oleh suatu masyarakat untuk membuat klasifikasi, hal
ini berarti kita juga dapat mengetahui ‘pandangan hidup’ pendukung kebudayaan
tersebut.
1.6 Metode Penelitian
Tipe penelitian ini bersifat deskriptif yang berusaha mengumpulkan data
kualitatif sebanyak mungkin yang merupakan data utama untuk menjelaskan
permasalahan yang dibahas nantinya. Untuk mencapai sasaran yang dituju
menggambarkan tentang pengetahuan petani jeruk di Desa Singa Kecamatan
A. Lapangan
Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan di lapangan, penulis menggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipasi terbatas
untuk memperoleh gambaran selengkapnya mengenai penggunaan dan
pengolahan pupuk oleh petani jeruk di Desa Singa Kecamatan Tigapanah
Kabupaten Karo. Dalam melakukan observasi partisipasi terbatas, peneliti terlibat
langsung dalam aktifitas mereka dalam kegiatan pembuatan dan pengolahan
pupuk. Pengamatan yang dilakukan peneliti meliputi: cara membuat pupuk
organik, cara pencampuran pupuk kimia dengan bahan-bahan organik, jenis-jenis
bahan baku yang digunakan, dan dari mana mereka mengambil bahan bakunya
yang dapat peneliti amati dengan indra pengelihatan peneliti sendiri.
2.Wawancara
Sebelum peneliti melakukan wawancara mendalam, maka peneliti terlebih
dahulu mencari beberapa informan sebagai sumber data. Informan kunci dipilih
berdasarkan pengetahuan mereka tentang pupuk. Semakin banyak mereka
mengetahui tentang pupuk, maka semakin banyak pula informasi yang peneliti
dapatkan. Dalam penentuan informan kunci usia dan jenis kelamin serta lama
tidaknya melakukan kegiatan pertanian tidak menjadi persoalan sebatas informan
mengetahui permasalahan petani jeruk, pengklasifikasian pupuk, dan bahan baku
Peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam untuk mendapatkan
data dari informan. Wawancara mendalam (indepth interview) digunakan untuk
memperoleh data mengenai pengetahuan petani jeruk dalam membuat dan
mengolah pupuk dengan berpedoman kepada interview guide sebagai bahan
acuanya.
Dalam penelitian ini, peneliti membuat beberapa pertanyaan, meliputi : apa
yang ada di dalam mind petani mengenai pupuk, apa pembedaan pupuk yang baik
dan yang tidak baik, bahan baku yang digunakan, proses pembuatanya dan
permasalahan apa yang dihadapi petani itu sendiri.
3.Studi Kepustakaan dan Dokumentasi
Untuk melengkapi data yang diperoleh dari lapangan, peneliti mencari
data kepustakaan yang terkait dengan masalah penelitian berupa buku-buku,
majalah, surat kabar dan tulisan-tulisan lainya termasuk tulisan dari media
elektronik untuk menambah pemahaman penulis terhadap permasalahan yang
diteliti. Selain data kepustakaan, peneliti juga menggunakan dokumentasi visual
(photo) untuk melengkapi data dari hasil observasi dan wawancara.
B. Analisa Data
Data yang diperoleh dari lapangan dianalisis secara kualitatif. Data yang
dikumpulan melalui pengamatan dan wawancara disusun sesuai dengan kategori
mana pupuk yang baik dan tidak baik, bahan baku yang digunakan, variasi
pengetahuan petani mengenai pupuk, serta permasalahan yang dihadapi petani.
disusun untuk memudahkan saat mendeskripsikanya. Setelah ini dianalisa
kategori - kategori tersebut secara mendalam sesuai data yang dibutuhkan.
BAB II
GAMBARAN UMUM DESA
2.1. Identifikasi Desa 2.1.1. Lokasi Desa Singa
Desa Singa berada di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Desa Singa
terbagai atas 2 (dua) wilayah yang disebut dengan Kesain20. Jarak desa dengan
kota kecamatan sekitar 12 Km, jarak ibukota kabupaten sekitar 6 Km dan dari
ibukota Propinsi Sumatera Utara sekitar 80 Km. Batas wilayah Desa Singa yaitu
pada sisi Utara adalah Desa Kacaribu dan Kota Kabanjahe, sebelah Selatan
berbasan dengan Desa Kutambelin, sebelah Barat berbatasan dengan Desa
Lausimomo, Desa Gurubenua dan Desa Kandibata dan sebelah Timur berbatasan
dengan Desa Bunuraya. Luas wilayah desa ini sekitar 117,5 Ha, dengan rincian ;
10 Ha merupakan pemukiman, 100 Ha merupakan lahan pertanian (perladangan)
dan sisanya merupakan hutan atau kerangen21
Sarana angkutan umum dari Kota Medan menuju desa Singa ini dapat
menggunakan kendaraan roda empat yaitu bus murni, borneo, atau sutra dengan
kapasitas penumpang setiap busnya adalah 30 orang. Rute perjalanan bus ini dari
Kota Medan tepatnya di Simpang Kuala menuju Kabanjahe. Pada saat perjalanan
daerah yang di lewati yaitu Pancur Batu, Sibolangit, Bandar Baru, Dolu, Peceren
dan terakhir Kabanjahe. Dalam perjalanan Medan-Kabanjahe memakan waktu (lihat lampiran 1).
20 Secara harfiah Kesain sama dengan halaman, dalam arti yang lebih luas adalah adanya dua
wilayah yang komunitas marga atau keturunan dari marga yang hidup mengelompok dalam wilayah desa.
sekitar 2-3 jam dengan kecepatan rata-rata 60 km dan kondisi jalan sudah diaspal
walapun masih terdapat jalan yang berlubang dibeberapa titik. Tiba di Kabanjahe,
perjalanan dilanjutkan dengan menaiki angkutan kota Marga Silima menuju Pajak
Singa22. Dari Pajak Singa diperlukan lagi berjalan kaki sekitar 300 Meter untuk mencapai Simpang Singa yang merupakan stasiun angkutan umum menuju Desa
Singa. Angkutan umum menuju Desa Singa, antara lain Kama, Sigantang Sira,
Bayu, dan Sangap Encari23 dengan kapasitas penumpang 15 orang/busnya dengan durasi waktu tunggu 15 menit dan lama jarak tempuh 10 menit dengan rute
Kabanjahe-Singa.24
22
Tempat jual-beli hasil produksi pertanian masyarakat karo, selain itu tempat ini juga dapat tempat berbelanja ibu-ibu untuk kebutuhan keseharian rumah tangga seperti bahan-bahan memasak dan peralatan memasak.
23
Sebelumnya, sampai tahun 1995 hanya ada 5 buah angkutan umum menuju Desa Singa dengan merek KOPABRI23. Dengan jumlah angkutan seperti itu waktu antri untuk berangkat membawa penumpang dari dan menuju Desa Singa cukup lama sekitar 1-2 jam.
24 Ada juga angkutan dengan merek yang sama namun rutenya berbeda, jadi sebelum menaiki
angkutan, kita bertanya dulu pada` supirnya apakah angkutan itu menuju ke Desa Singa.
Pada saat memasuki wilayah desa, akan dijumpai sebuah jembatan aliran
Sungai Lau Biang sekaligus merupakan batas Desa Singa dan Kabanjahe. Sekitar
3 Km sebelum memasuki pemukiman warga, di sepanjang jalan terlihat
perladangan warga yang saat ini sebagian besar ditanami pohon jeruk. Antara satu
perladangan dengan perladangan yang lain dibatasi pagar kawat dan disekitar
pagar kawat ditanami tumbuhan seperti; pohon pisang, terong belanda, arbei juga
kembang sepatu. Ladang warga memiliki pintu pagar yang cukup tinggi (sekitar 2
meter) untuk meminimalkan pencurian hasil ladang oleh orang yang tidak
Setiap harinya sekitar 20 angkutan umum yang pulang pergi antara
Kabanjahe-Singa. Oleh karena itu, waktu mengantri berangkatnya angkutan baik
dari dan menuju desa semakin cepat, hanya sekitar 10-15 menit. Angkutan umum
ini beroperasi sejak pukul 06.00 Wib sampai pukul 21.00
Wib. Jalan dari Kabanjahe menuju Desa Singa telah di aspal, jalan aspal itu
memiliki lebar sekitar 3,5 Meter. Mendekati jembatan Lau Biang akan dijumpai
jalan yang berlubang dan serakan batu aspal. Kerusakan yang sama akan dijumpai
juga pada saat hampir tiba di Desa Singa, tepatnya jembatan Lau Kersik.
Memasuki wilayah pemukiman, akan dijumpai persimpangan yaitu
Simpang Tiga. Simpang ke kanan, menuju wilayah Kesain Durin dan jalan ke
Desa Kutambelin. Simpang ke kiri menuju Kesain Durin dan jalan ke Desa
Kacinambun dan jalan lurus ke depan menuju daerah perladangan warga Desa
Singa dan juga merupakan jalur jalan menuju Desa Lausimomo. Sementara, jalan
dengan kondisi jalan ketika memasuki wilayah desa dari Kota Kabanjahe, telah
diaspal dan tidak berlubang-lubang.
Sarana jalan menuju Desa Singa mempunyai jalan alternatif yaitu dari arah
Desa Tigapanah dan Kacaribu. Dari Desa Tigapanah, jalan alternatifnya adalah
melalui Simpang Galon Laudah yang nantinya akan tembus ke perladangan warga
Desa Singa begitu juga pemukiman warga sedangkan dari Kacaribu, masuk dari Gbr.2.5. Pemukiman Desa Singa
Mengarah ke Kesain Simbelang Gbr.2.3. Pemukiman Kesain Durin
Mengarah ke Desa Kutambelin
Gbr.2.6. Pemukiman Mengarah ke Desa Lausimomo
perladangan Kacaribu, perladangan Desa Kacaribu bersebelahan dengan
perladangan warga Desa Singa. Melalui jalan pintas ini nantinya akan bertemu
jalan utama Desa Singa. Kedua jalan alternatif ini kondisi jalannya beraspal
meskipun ada beberapa ruas jalan yang sedikit rusak dan berlubang.
2.1.2. Sejarah Desa Singa
Sejarah terbentuknya desa dan penamaan desa singa mempunyai dua versi
yang berbeda, versi pertama menceritakan nama desa diambil dari nama marga
yang pertama menempati dan merintis keberadaan Desa Singa ini dipercaya sama
dengan Marga Ginting Sinu Singa.25 Ketika masuk kedaerah Tanah Karo, dia menjadi Marga Ginting Sinu Singa dan menetap di daerah yang sekarang disebut
Singa. Penamaan Singa diberikan untuk mengingatkan pada keturunan mereka
bahwa nenek moyang mereka yang menjadi simantek kuta26
Versi kedua menceritakan nama desa diambil dari sebuah kisah, dimana
sekitar 300 (tiga ratus) tahun lalu di daerah ini ada seorang lelaki yang gagah
berani dalam melawan penjajah.
adalah Ginting Sinu
Singa. Sampai saat ini penduduk Desa Singa mempercayai bahwa marga simantek
kuta adalah seseorang dengan Marga Ginting Sinu Singa yang berasal dari Desa
Tongging.
27
25Marga Sinu Singa ini dipercaya sama dengan marga Manihuruk yang berasal dari Desa
Tongging. Desa Tongging berada di Kecamatan Merek Kab.Karo yang terletak di pinggiran Danau Toba. Saat ini marga Ginting Sinu Singa itu dikenal dengan marga Ginting saja.
26 Simantek Kuta adalah sebutan bagi orang yang membuka desa atau orang yang pertama kali
mendiami wilayah tersebut dan menjadikannya pemukiman.
27 Kisah ini diproleh dari informan kunci Wahidin Ginting yang merupakan cucu dari Pa Nawari
Karena keberaniaannya ini, orang-orang yang
dalam melawan penjajah. Keberaniannya dan kegigihannya membuat pria ini
mendapat julukan “Singa” oleh orang-orang di sekitarnya. Sebelum menetap di
daerah yang menjadi wilayah Desa Singa saat ini, kelompok dibawah pimpinan
lelaki gagah berani ini hidup berpindah-pindah. Pada awalnya kelompok ini
tumbuh dan berkembang di daerah yang disebut Buah Pulut, setelah itu mereka
berpindah lagi ke Kerangen Pa Nawari, dan terakhir mereka menetap sebuah
daerah yang nantinya disebut Desa Singa sampai sekarang
Di Desa Singa terdapat pembagian wilayah yang lazim ditemukan di
daerah Tanah Karo, dimana desa Singa terbagi menjadi 2 (dua) kelompok
pemukiman yang disebut dengan istilah kesain, yang biasanya Kesain dibagi
berdasarkan marga dari si mantek kuta. Adapun nama kedua kesain di desa ini
adalah Kesain Durin dan Kesain Mbelang.28 Kedua kesain ini dulunya dipisahkan oleh sebuah hutan kecil dan kebun tebu. Dalam perkembagan bertambahnya
jumlah penduduk, hutan dan kebun ini kini telah berubah menjadi daerah
pemukiman, sehingga tidak begitu jelas lagi pemisah antara kedua kesain tersebut.
Saat ini, aparat desa setempat membuat batasan antara kedua kesain dalam bentuk
sebuah persimpangan yang menuju ke perladangan warga. Pembagian kesain ini
sendiri dulunya dilakukan pemerintah yang berkuasa saat itu, yaitu sibayak kuta
untuk memudahkan berjalannya pengaturan desa dan membedakan penduduk
yang mendirikan rumah di pusat desa atau sekitar kesain kuta dan jambur29
28
Nama Kesain Durin ini diberikan karena di daerah ini banyak sekali dijumpai pohon durian (durin: ind. durian), sedangkan nama kesain Mbelang yang merupakan daerah awal pemukiman warga diambil karena kesain ini jauh lebih luas dari kesain durin tersebut (mbelang: ind. Luas.
29 Sebuah tempat atau bangunan yang biasanya terdapat di tengah-tengah desa yang biasa
dijadikan tempat melakukan acara-acara adat juga musyawarah warga desa.
Desa Singa memiliki dua jambur, yang pertama berada di Kesain Durin
yang disebut Jambur Kesain Durin dan yang kedua berada di Kesain Mbelang
yang disebut Jambur Kesain Mbelang. Dari segi usia, jambur Kesain Mbelang
jauh lebih tua dari jambur yang satunya. Jambur Kesain Mbelang usianya hampir
sama dengan usia desa ini yaitu sekitar 250 tahun.30
Desa Singa berpenduduk sekitar 2193 jiwa, dengan perincian laki-laki 731
jiwa dan perempuan 1462 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sekitar 540.
Penduduk desa ini hampir sebagian besar menganut agama Kristen (93%), dan
mayoritas yang tinggal di sesa ini adalah orang Karo (95%). Mereka yang menjadi
warga pendatang (kalak si reh) adalah orang Batak Toba (2%), Jawa (2%),
sementara sisanya adalah orang Simalungun dan Nias.
Masyarakat desa percaya
bahwa pemukiman warga Desa Singa ini berawal dari daerah sekitar jambur.
Sementara jambur Kesain Durin baru didirikan sekitar tahun 1976.
II.1.3. Keadaan Penduduk
31
Kebanyakan kelompok
pendatang ini dikarenakan mereka yang menikah dengan salah satu warga dan
menetap di Desa Singa dan sebagian kecil pendatang ini awalnya datang untuk
bekerja sabagai aron32
30 Namun jambur ini telah mengalami beberapa kali perbaikan dan sudah tidak ada yang tahu
bagaimana beberapa asli dulu dari jambur ini.
31Data potensi desa singa, 2010
32 Orang yang bekerja sebagai buruh harian di perladangan penduduk
. Para pendatang ini biasa disebut sebagai warga desa
setempat, jika telah menetap lebih dari tiga tahun di desa dan telah meminta izin
untuk tinggal di Desa Singa pada aparat desa setempat. Pendatang yang kemudian
kesamaan marga33
Masuknya pendatang ke desa ini sekitar tahun 1950-an dari kalangan suku
Toba dan Simalungun.
. Setelah syah menjadi keluarga angkat, pendatang ini akan
selalu terlibat dalam acara-acara adat atau acara keluarga dari keluarga angkatnya
tersebut. Hal ini lazim terjadi untuk menjadi kebersamaan pendatang dengan
warga Desa Singa.
34
Pendatang ini biasanya menyewa salah satu rumah
penduduk dan ditempati beramai-ramai, baik yang sudah berkeluarga maupun
yang belum berkeluarga. Dalam satu rumah biasa dihuni oleh sekitar 7-10 orang
dan terdiri dari 2-3 keluarga (nuclear family). Pendatang ini tidak hanya menerima
panggilan bekerja oleh warga Desa Singa semata, melainkan juga dari desa-desa
tetangga lainnya. Biasanya perjalanan aron dari desa ini menuju desa lain sudah
menjadi tanggungan dari pemilik ladang.35
Dari segi tingkat pendidikan sebagian penduduk masih ada yang belum
tamat SD (208 jiwa), tamatan SD (800 jiwa) terutama para orang tuanya. Sebagian
Etnis lain yang menetap di desa ini adalah Jawa. Mereka datang hampir
bersama dengan kedatangan pendatang dari etnis Batak Toba, namun dengan
tujuan yang berbeda. Orang-orang Jawa ini masuk ke desa sebagai buruh tani dan
untuk berdagang, seperti membuka warung nasi atau hanya membuka warung
kecil yang menjual mie atau pisang goring. Orang Jawa ini datang bersama
keluarganya, mereka mengontrak rumah dan membuka warung.
33 Kesamaan marga dimaksudkan disini mereka memiliki marga yang sama, misalnya sama-sama
bermarga Ginting.
34 Mereka ini biasanya pendatang dari Samosir dan desa-desa Kecamatan Merek dan desa-desa
yang berada disepanjang tepi Danau Toba.
35 Informasi diproleh dari Sintua Kuta. Sintua kuta adalah orang yang dituakan di desa atau sama
tamatan SLTP (698 jiwa) dan tamat SMU (500 jiwa). Setamat SLTP atau SMU
kebanyakan anak lebih mencari pekerjaan diluar desa atau menjadi aron
(kelompok kerja yang bekerja sebagai upahan) dari pada melanjutkan sekolah.
Anak-anak yang berhasil mencapai gelar sarjana biasanya mereka yang berasal
dari keluarga cukup berada, yaitu sekitar 82 jiwa.36
Sebagian kecil warga berwiraswasta dalam bidang perdagangan hasil
bumi, baik untuk tingkal lokal maupun tingkat Nasional. Di tingkat lokal,
perdangan hanya dilakukan dalam wilayah desa hinga Kota Kecamatan
Tigapanah, Kabanjahe dan Berastagi. Perdagangan pada tingkat lokal ini
kebanyak dilakukan oleh kaum perempuan yang disebut perkoper dan
perengge-rengge. Di tingkat propinsi, perdagangan dilakukan di kota-kota besar di Sumatera
Utara, terutama di empat kota besar yaitu Kota Medan, Rantau Parapat, Siantar, Matapencaharian utama desa singa merupakan bertani, dimana 87% warga
desa merupakan petani. Sisanya bekerja sebagai PNS (2.8%), wiraswasta (8.1%),
juga jenis pekerjaan lain sebanyak (3%). Meskipun matapencaharian pokok
seseorang buka bertani, namun mereka semua memiliki lahan pertanian yang
dikerjakan sepulang mereka bekerja sebagai PNS misalnya. Jadi, meskipun
mereka disebut PNS mereka juga sebagai petani. Sebagai matapencaharian
tambahan, warga desa memiliki hewan peliharaan, antara lain; babi, kambing,
kerbau, lembu dan ayam. Hewan hasil peliharaan ini hanya untuk kebutuhan
subsistensi atau hanya untuk memelihara kebutuhan keluarga dan acara-acara
kecil dalam keluarga.
juga Sidikalang.37
Tanah yang ada di Desa Singa memiliki tekstur yang subur. Jenis tanah di
Desa Singa tidak jauh berbeda dengan jenis tanah di Tanah Karo, yaitu gembur
dan berwarna hitam. Jenis tanah ini sangat cocok untuk lahan pertanian.
Untuk perdangan skala Nasional antar pulau, tujuan adalah
Pulau Jawa, terutama Jakarta dan Bandung.
II.1.4. Topografi Desa
38
Kondisi topografi tanah pemukiman warga Desa Singa kebanyakan
bediri ditanah yang rata. Akan tetapi ada juga yang tidak rata, ada beberapa
bagian tanah yang lebih tinggi dari sekelilingnya. Rumah yang didirikan di tanah
yang lebih tinggi itu hanya dibatasi tembok dengan rumah lain yang letaknya
lebih rendah. Dilihat dari udara atau daerah yang lebih tinggi dari areal
pemukiman tersebut, rumah-rumah itu sepertinya saling bertindian. Sementara
gang-gang kecil yang memisahkan antara satu rumah dengan rumah lain Lahan
seperti ini sangat cocok ditamani jeruk, padi lading, cabai dan tomat. Tidak semua
lahan yang memiliki jenis tanah seperti itu, dibeberapa tempat terutama lahan
yang dekat dengan aliran sungai tanahnya lebih coklat, padat dan sedikit berpasir.
Tanah seperti ini dinilai kurang sesuai untuk lahan pertanian. Namun dengan
pemberian pupuk, jenis tanah yang sepert ini dapat ditanami dengan tanaman jenis
sayur-sayuran, kacang-kacangan dan jagung.
37 Kota lain juga menjadi tujuan perdagangan seperti Binjai, Seribudolok, Pancur Batu dan
Berastagi.
38 Bagi warga Desa Singa, jenis tanah ini adalah tanah yang subur untuk ditanami aneka jenis
digunakan juga sebagai jalan pintas menuju tempat lain seperti jamur, tapin dan
perladangan. Gang-gang kecil ini hanya setebal ½-1 meter yang juga dapat
dilewati gerobak hewan warga seperti lembu dan kerbau
Sebagian besar wilayah desa singa merupakan dataran rendah, sedangkan
daerah berbukit hanya terdapat ditepi hutan yang hanya ditumbuhi bilalang.
Warga desa biasa menyebut daerah seperti ini dengan uruk. Uruk ini kadang
digunakan warga untuk mengikat hewan peliharaan seperti kerbau, sementara
pemiliknya bekerja di ladang yang tidak jauh daeri uruk tersebut atau mengambil
rumput makanan hewan peliharaannya itu.
Jalan-jalan desa yang menuju wilayah perladangan sebagian besar
merupakan jalan setapak dengan lebar badan jalan sekitar 2-2.5 Meter. Jalan ini
merupakan tanah yang dikeraskan oleh batu-batu kerikil kecil agar tidak terlalu
licin pada saat musim penghujan. Begitu juga jalan menuju areal hutan, lebarnya
sekitar 2 Meter. Bagian atau jalan-jalan kecil (dengan lebar 1 Meter) di wilayah
pemukiman juga masih berupa jalan tanah bercampurpasir dan kerikil.
Suhu udara di Desa Singa tidak jau denga suhu udara keseluruhan wilayah
tanah Karo, berkisar antara (16,1 C) sampai dengan (19,9 C) dengan kelembaban
udara pada tahun 2006 rata-rata setinggi (85,66%), tersebar antara (83,7%) sampai
dengan (89,4%). Wilayah Desa Singa berada pada ketinggian 1192 M di atas
permukaan laut. Singa sama seperti kondisi Kabupaten Karo secara umum
terdapat 2 (dua) musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau (BPS tanah
Menerut warga desa, musim penghujan dapat dibagi menjadi dua yaitu,
musin penghujan pertama dan musim penghujan kedua. Pada musim penghujan
pertama yang terjadi sekitar awal bulan Agustus sampai Januari kondisi tanah jadi
lembab. Struktur tanah lebih gembur dan warnanya lebih hitam. Pada musim ini,
kebanyakan petani memilih menanam tanaman yang memang membutuhkan
banyak kandungan air pada tahun awal tanam seperti cabai, kol dan tomat.39
Musim hujan kedua terjadi pada bulan Februari sampai April. Musim ini
ditandai dengan curah hujan yang semakin sedikit. Hal ini diartikan akan adanya
musim kemarau, karena hujan masih turun sesekali. Biasanya pada bulan ini hujan
turun pada malam hari. Pada bulan-bulan ini petani cocok menanam jenis tanaman
apa saja seperti golongan palawija dan hortikultura. Pada musim ini lahan tidak
Sarana jalan di desa terutama jalan yang belum diaspal dan berlubang
selalu terlihat digenangi air. Hal ini karena, selokan disepanjang jalan desa tidak
berfungsi baik. Mata air yang kini tinggal satu lagi yaitu mata air Lau Kersik
memang debitnya lebih besar dari biasanya. Sedangkan warga yang mengunakan
air dari sumur bor harus menyaring air mereka dengan kain atau alat penyaring air
karena air yang didapat sedikit keruh dan berwarna coklat. Menurut warga
setempat hal ini sudah biasa terjadi pada musim penghujan, karena air yang
tergenang diserap oleh tanah dan akibarnya ada tanah disekitar dinding sumur
yang ikut masuk ke air dan membuat air menjadi keruh. Pada musim ini juga tidak
perluh sering-sering membeli air tangkih untuk kebutuhan ladangnya karena
kolong penampung air mereka di ladang telah penuh oleh air hujan.
terlalu kering atau lembab. Air yang berasal dari sumur bor juga kembali jernih
dan tidak perluh disaring lagi.
Musim kemarau akan terjadi pada awal bulan Mei sampai akhir bulan Juli.
Pada bulan-bulan ini kondisi lahan atau tanah menjadi sangat kering. Warna tanah
akan menjadi lebih coklat dan keras. Pada siang hari panas matahari sangat terik
dan udara disepanjang jalan banyak mengandung debu jika ada kendaraan yang
melewatinya. Petani harus rajin menyiram tanaman mereka, terutama tanaman
muda seperi kol, cabai dan sayur-sayuran. Kemarau ini juga tanaman jagung dan
padi ladang merupakan tanaman yang paling cocok ditanam, karena tidak banyak
membutuhkan banyak air. Beberapa pemilik sumur bor juga harus membatasi
pemakaian air pada warga yang membeli air dari sumurnya.40
Udan baho yaitu hujan yang disertai dengan es ini sangat merusak bagi
tanaman. Karena ukiran es akan merusak buah, daun atau pujuk tanaman, seperti
tanaman jeruk misalnya, apabila butiran es tersebut menenai buahnya, akan
meninggalkan bekas yang akhirnya membuat buah tersebut membusuk. Begitu
Selain musim kemarau dan hujan desa singa juga mengenal adanya
musim lain, kecuali musim hujan dan kemarau, warga biasa menyebut musim
panca roba. Musim ini terjadi sekitar akhir bulan juni sampai akhir bulan juli.
Musim ini merupakan musim yang sangat tidak disukai oleh warga khususnya
petani. Pada musim ini biasa saja terjadi udan baho (hujan lebat yang disertai es
sebesar buah anggur), hujan angin sampai hujan panas yang dapat merusak
tanaman dan menggangu kesehatan masyarakat.
40 Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat memompa air kembali dan disalurkan pada
juga tanaman lain seperti kubis, pisang atau cabai, butiran es ini dapat membuat
daunnya koyak dan membusuk. Udan baho ini sangat meresahkan warga
khususnya petani karena mereka tidak dapat berbuat banyak menghadapinya.
Udan baho yang datang tiba-tiba biasa menyebabkan beberapa petani gagal
panen.41
Berbeda dengan udan baho, hujan angin yang terjadi pada musim
pancaroba biasanya diawali dengan hujan yang sangat deras. Hujan ini kemudian
disertai angin kencang. Hujan angin ini sangat meresahkan bagi petani yang
menanam tanaman dengan batang cukup tinggi seperti padi, jagung dan jeruk.
Hujan yang disertai angin ini dapat mematahkan batang jagung atau
cabang-cabang dari batang jeruk. Sementara pada tanaman padi, petani Desa Singa
menyebut lapat42
Hujan panas ini adalah hujan yang sangat mengkhawatirkan bagi warga
Desa Singa. Jenis hujan ini, selain merusak tanaman juga merugikan bagi
kesehatan. Sebentar saja terkena hujan ini bisa mengakibatkan demam atau flu.
Hujan ini turun pada saat matahari bersinar cukup terik. Hujan seperti ini tidak
pernah berlangsung lama, sekitar 1,5 jam. Akibatnya yang ditimbulkan pada
tanaman dan manusia sangat merugikan. Hujan panas ini dapat membuat daun
tanaman yang semula segar tiba-tiba layu dan mati. Hal ini sering menimpa
tanaman yang baru ditanam karena daunnya masih muda. Setelah hujan ini pada padi yang terkena hujan ini.
41 Musim udan baho ini tidak hanya terjadi di Desa Singa, namun dialami juga oleh beberapa desa
di Tanah Karo.
42 Lapat adalah sebutan pada kondisi tanaman padi yang tumbang atau patah akibat angin. Sebutan