• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN PETANI JERUK

TENTANG KERACUNAN AKIBAT PENGGUNAAN PESTISIDA DI KECAMATAN TIGAPANAH KABUPATEN KARO

SKRIPSI Oleh

Marsella br Ginting 101101110

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

Judul : Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

Nama Mahasiswa : Marsella br Ginting

NIM : 101101110

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2014

Abstrak

Sebagian besar tenaga kerja pertanian menggunakan pestisida untuk memberantas hama karena peranan pestisida sangat besar dalam upaya penyelamatan produksi pertanian dari gangguan hama. Namun, penggunaan pestisida tidak sesuai prosedur akan menyebabkan dampak negatif yang sangat besar, salah satunya adalah keracunan yang dapat menimbulkan berbagai penyakit atau bahkan kematian bagi pengguna pestisida. Jadi, penting bagi pengguna pestisida untuk mengetahui keracunan akibat penggunaan pestisida sehingga dapat menggunakan pestisida dengan benar, aman, dan bijaksana. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Desain penelitian adalah deskriptif dengan jumlah sampel 103 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik quota sampling dan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Hasil analisis data dibuat dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi, yang dikategorikan baik, cukup, dan kurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo mayoritas adalah cukup (38,8%). Disarankan bagi perawat terutama perawat komunitas yang bekerja di area/wilayah pertanian agar memberikan edukasi kesehatan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida secara berkala dan kontinu sehingga dapat mencegah dan menurunkan angka kejadian keracunan pada petani pengguna pestisida. Perawat juga diharapkan melakukan pemeriksaan keracunan akibat penggunaan pestisida pada petani secara berkala sehingga dapat menemukan kasus keracunan yang terpendam dan memberi intervensi yang tepat kepada petani yang telah terkena keracunan pestisida.

(4)

Title : Description of Orange Farmers Knowledge about Poisoning due to Pesticide Usage in District Tigapanah Karo Regency Name of Student : Marsella br Ginting

Student Number : 101101110

Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

Abstract

Most of the agricultural workers use pesticides to eradicate pests because of the enormous role of pesticides in the agricultural production of the rescue efforts of the disorder pests. However, pesticide usage not in accordance with the procedure will cause a very big negative impact, one is poisoning that can cause a range of illness or even death for users of pesticides. So, it is important for users of pesticides to know poisoning as a result of the pesticide usage so that they can use pesticides properly, safely and sensibly. The purpose of this research is to know the description of orange farmers knowledge about poisoning due to pesticide usage in district Tigapanah Karo Regency. The design of the research was descriptive with a total sample of 103 peoples. Sample-taking is done with the technique of quota sampling and using the questioner as a research instrument. The result of data analysis is made in the form of distribution and frequency tables, which are categorized well, enough and less. Result of the research showed that the description of orange farmers knowledge about poisoning due to pesticide usage in district Tigapanah Karo Regency majority is enough (38.8 %). Recommended for nurses especially community nurses who work in the area of agricultural to give health education about poisoning due to pesticide usage periodically and continuous so can prevent and reduce the number of poisoning incidents on farmers users of pesticides. Nurses are also expected to perform examination of poisoning due to pesticide usage on farmers periodically so that it can find the latent poisoning case and give the right interventions to farmers who have been affected by pesticide poisoning.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi dengan Judul “Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo” dengan baik.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyelesaian Skripsi ini, sebagai berikut:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU. 2. Erniyati S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan USU. 3. Evi Karota Bukit S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Keperawatan USU.

4. Ikhsanuddin Ahmad Harahap S.Kp, MNS, Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan USU.

5. Rosina Tarigan S.Kp, M.Kep, Sp.KMB, WOC(ET)N selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, bimbingan maupun saran serta dukungan yang sangat berharga dalam pembuatan Skripsi ini.

6. Ismayadi, S.Kep, Ns, M.Kes, CWCCA selaku penguji I yang telah memberikan masukan dalam penyesaian Skripsi ini.

(6)

8. Bapak dan Ibu Dosen beserta staf Fakultas Keperawatan USU yang telah memberikan bekal ilmu dan bimbingan selama peneliti dalam pendidikan. 9. Bapak Camat Kecamatan Tigapanah yang telah memberikan izin penelitian. 10. Santun Pasaribu, selaku Kepala BPP Kecamatan Tigapanah yang telah

membantu dalam proses pengambilan data pada saat survey awal

11. Teristimewa kepada kedua orang tua saya A. Ginting dan R. br Tarigan dan abang saya Hery C. Ginting dan adikku Hema E. K. Ginting serta keluarga besarku yang telah memberikan kasih sayang tanpa batas, dukungan moril maupun materil dan senantiasa memberikan doa yang tulus untuk saya. 12. Feri Setyadi Sitepu, Amd yang telah membantu, memotivasi serta memberi

masukan dalam penyelesaian Skripsi ini.

13. Eli, Desvin, Kalvin sebagai teman satu bimbingan saya, dan teman-teman S1 Keperawatan USU angkatan 2010 yang telah memberikan semangat dan masukan kepada saya untuk menyelesaikan Skripsi ini.

Menyadari Skripsi ini masih banyak kekurangan, maka dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran, kritik, dan masukan dari semua pihak demi kesempurnaan Skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2014

(7)

DAFTAR ISI

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 7

3. Jeruk dan Petani Jeruk ... 8

4. Pestisida ... 9

4.1 Defenisi Pestisida ... 9

4.2 Klasifikasi Pestisida ... 10

4.3 Prosedur Penggunaan Pestisida ... 12

5. Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida ... 14

5.1 Defenisi Keracunan ... 14

5.2 Penyebab Keracunan Pestisida ... 15

5.3 Dampak Keracunan Pestisida ... 16

5.4 Cara Masuk Pestisida ke Dalam Tubuh ... 22

6. Pencegahan Keracunan pada Petani/ Pengguna Pestisida ... 24

7. Upaya Pencegahan Keracunan Pada Orang Lain dan Hewan Peliharaan ... 26

(8)

8. Pengumpulan Data ... 39

9. Analisis Data ... 41

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

1. Hasil Penelitian ... 42

1.1Karakteristik responden ... 42

1.2Pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo43 2. Pembahasan ... 44

1. Lembar Penjelasan Penelitian

2. Lembar Persetujuan menjadi Responden 3. Daftar Kuesioner

4. Jadwal Tentatif Penelitian 5. Taksasi Dana

6. Daftar Riwayat Hidup

7. Lembar Persetujuan Uji Validitas 8. Hasil Reliabilitas

9. Master Tabel Penelitian 10.Hasil Analisis Data

11.Surat Persetujuan Komisi Etik Penelitian Kesehatan F.Kep USU 12. Surat Survei Awal

13. Surat Rekomendasi Izin Survei Awal 14. Surat Uji Reliabilitas Kuesioner

15. Surat Rekomendasi Uji Reliabilitas Kuesioner 16. Surat Izin Pengambilan Data

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kecepatan Angin dan Kesesuaiannya untuk Melakukan

(10)

DAFTAR SKEMA

(11)

Judul : Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

Nama Mahasiswa : Marsella br Ginting

NIM : 101101110

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2014

Abstrak

Sebagian besar tenaga kerja pertanian menggunakan pestisida untuk memberantas hama karena peranan pestisida sangat besar dalam upaya penyelamatan produksi pertanian dari gangguan hama. Namun, penggunaan pestisida tidak sesuai prosedur akan menyebabkan dampak negatif yang sangat besar, salah satunya adalah keracunan yang dapat menimbulkan berbagai penyakit atau bahkan kematian bagi pengguna pestisida. Jadi, penting bagi pengguna pestisida untuk mengetahui keracunan akibat penggunaan pestisida sehingga dapat menggunakan pestisida dengan benar, aman, dan bijaksana. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Desain penelitian adalah deskriptif dengan jumlah sampel 103 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik quota sampling dan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Hasil analisis data dibuat dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi, yang dikategorikan baik, cukup, dan kurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo mayoritas adalah cukup (38,8%). Disarankan bagi perawat terutama perawat komunitas yang bekerja di area/wilayah pertanian agar memberikan edukasi kesehatan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida secara berkala dan kontinu sehingga dapat mencegah dan menurunkan angka kejadian keracunan pada petani pengguna pestisida. Perawat juga diharapkan melakukan pemeriksaan keracunan akibat penggunaan pestisida pada petani secara berkala sehingga dapat menemukan kasus keracunan yang terpendam dan memberi intervensi yang tepat kepada petani yang telah terkena keracunan pestisida.

(12)

Title : Description of Orange Farmers Knowledge about Poisoning due to Pesticide Usage in District Tigapanah Karo Regency Name of Student : Marsella br Ginting

Student Number : 101101110

Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

Abstract

Most of the agricultural workers use pesticides to eradicate pests because of the enormous role of pesticides in the agricultural production of the rescue efforts of the disorder pests. However, pesticide usage not in accordance with the procedure will cause a very big negative impact, one is poisoning that can cause a range of illness or even death for users of pesticides. So, it is important for users of pesticides to know poisoning as a result of the pesticide usage so that they can use pesticides properly, safely and sensibly. The purpose of this research is to know the description of orange farmers knowledge about poisoning due to pesticide usage in district Tigapanah Karo Regency. The design of the research was descriptive with a total sample of 103 peoples. Sample-taking is done with the technique of quota sampling and using the questioner as a research instrument. The result of data analysis is made in the form of distribution and frequency tables, which are categorized well, enough and less. Result of the research showed that the description of orange farmers knowledge about poisoning due to pesticide usage in district Tigapanah Karo Regency majority is enough (38.8 %). Recommended for nurses especially community nurses who work in the area of agricultural to give health education about poisoning due to pesticide usage periodically and continuous so can prevent and reduce the number of poisoning incidents on farmers users of pesticides. Nurses are also expected to perform examination of poisoning due to pesticide usage on farmers periodically so that it can find the latent poisoning case and give the right interventions to farmers who have been affected by pesticide poisoning.

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pertanian di Indonesia merupakan sektor yang menyerap paling banyak tenaga kerja. Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 menunjukkan sekitar 40 juta orang bekerja di sektor pertanian dari 114 juta angkatan kerja (BPS, 2013). Sebagian besar tenaga kerja pertanian menggunakan pestisida untuk memberantas hama karena peranan pestisida sangat besar dalam upaya penyelamatan produksi pertanian dari gangguan hama dan penyakit tanaman (Kementerian Pertanian, 2011). Namun, penggunaan pestisida tidak sesuai prosedur akan mengakibatkan dampak negatif yang sangat besar, yakni pencemaran lingkungan, residu pestisida yang membawa keracunan pada konsumen, keracunan pada hewan dan timbulnya penyakit atau bahkan kematian akibat keracunan bagi pengguna pestisida (Wudianto, 2001).

World Health Organization (WHO) (1990) memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 1-5 juta kasus keracunan pestisida tanpa disengaja pada pekerja di sektor pertanian. Sebagian besar kasus keracunan tersebut terjadi di negara berkembang dengan tingkat kematian mencapai 20.000 korban jiwa. Sekitar 5000-10.000 mengalami dampak yang sangat berbahaya seperti kanker, cacat, mandul, dan hepatitis setiap tahunnya (WHO dalam Fikri, Setiani, & Nurjazuli, 2012).

(14)

organofosfat dan karbamat di 27 provinsi Indonesia, hasilnya menunjukkan 61,82% petani mempunyai aktivitas kolinesterase normal dan 38,18% mengalami keracunan dengan rincian 26,89% keracunan ringan, 9,98% keracunan sedang dan 1,30% keracunan berat (Raini, 2007)

Hasil pemeriksaaan kolinesterase darah petani di beberapa kabupaten potensial keracunan di Sumatera Utara oleh Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten Labuhan Batu dari 40 responden diperoleh hasil 31 (77,5%) responden keracunan, Kabupaten Karo dari 38 responden diperoleh hasil 28 (73,6%) responden keracunan, Kabupaten Deli Serdang dari 46 responden diperoleh hasil 31(67,4%) responden keracunan, dan Kabupaten Dairi dari 37 responden diperoleh hasil 18 (48,8%) responden keracunan (Milala, 2005)

Hasil pemeriksaan kolinestrase darah petani di beberapa desa di Kecamatan Tigapanah yakni desa Aji Mbelang, desa Aji Buhara dan desa Aji Julu diperoleh hasil dari 54 responden, 23(42,5%) responden keracunan (Dinkes Kab. Karo, 2008).

(15)

yang pengetahuannya baik hanya 12 (46,2%) responden yang mengalami keracunan.

Paparan pestisida menyebabkan pestisida dapat masuk melalui mata, hidung, mulut, dan kulit sehingga menimbulkan keracunan (Gultom & Soelistijani, 2008). Hal ini dapat dicegah dengan menggunakan pestisida sesuai prosedur, salah satunya menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) secara lengkap dan penggunaan dosis dengan tepat. Hasil penelitian Marsaulina & Wahyuni (2007) menyatakan ada pengaruh dosis tidak sesuai anjuran dan tidak memakai APD terhadap keracunan pestisida sebesar 72,9% dan uji statistik penelitian ini menjelaskan petani yang tidak menggunakan APD secara lengkap berisiko keracunan pestisida 5,3 kali lebih besar jika dibandingkan dengan petani yang menggunakan APD secara lengkap.

Penelitian Afriyanto (2008) mengatakan petani di Desa Candi Kabupaten Semarang hanya menggunakan rata-rata 3 APD (baju lengan panjang, celana panjang, dan topi) dari 7 APD yang lengkap (topi, kacamata, masker, celana panjang, baju lengan panjang, sarung tangan, dan sepatu bot) dan diperoleh hasil petani yang menggunakan APD buruk sebanyak 10 orang petani (50%) mengalami keracunan.

(16)

Berdasarkan survei awal peneliti di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo banyak dijumpai petani jeruk yang menggunakan pestisida tidak sesuai dengan prosedur, seperti tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap, menggunakan dosis yang berlebih, dan membuang wadah bekas pestisida di sembarang tempat. Umumnya penyemprotan pestisida pada tanaman jeruk dilakukan 10 hari sekali. Namun, ketika panen sudah dekat dan masih banyak dijumpai hama, petani jeruk mempercepat jadwal penyemprotan sehingga keterpaparan petani jeruk di Kecamatan Tigapanah terhadap pestisida masih sangat tinggi dan sangat berisiko untuk keracunan.

Berdasarkan fenomena- fenomena di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.

3. Tujuan Penelitian

(17)

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi bidang keperawatan, masyarakat dan penelitian selanjutnya yaitu sebagai berikut:

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan sumber informasi tentang keracunan akibat pengunaan pestisida dan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan dan perawat, khususnya perawat komunitas sehingga dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida dengan baik.

2. Memberikan informasi bagi masyarakat terutama masyarakat pengguna pestisida, seperti petani, bahwa pestisida dapat menyebabkan keracunan bila penggunaannya tidak sesuai dengan prosedur penggunaan yang benar.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Untuk menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui indra pendengaran (telinga) dan indra penglihatan (mata) (Notoadmojo, 2010).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian diperoleh hasil bahwa perilaku yang didasari dengan pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan. (Notoadmojo, 2007).

Menurut Notoadmojo (2010) pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni: tahu, paham, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tahu (know) diartikan hanya sebagai mengingat kembali (recall) suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. Setelah tahu, orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut, hal ini disebut dengan memahami (comprehension).

(19)

tersebut pada situasi yang lain, misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. Setelah mengaplikasikan prinsip-prinsip tertentu seseorang akan melakukan analisis. Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah yang diketahui.

Sintesis (synthesis) menunjukkan suatu kemampuan untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada dan evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap objek tertentu. Penilaian ini didasarkan pada kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

(20)

tidaknya seseorang menyerap dan memaknai pengetahuan yang diperoleh. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya. Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang, meskipun memiliki pengetahuan yang rendah tetapi jika mendapatkan informasi yang baik maka dapat meningkatkan pengetahuan. Informasi dapat diperoleh melalui media masa, seperti koran, radio, dan televisi dan dapat juga diperoleh melaui penyuluhan atau pendidikan kesehatan.

Budaya sangat berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang karena informasi yang baru akan disaring sesuai dengan agama dan budaya yang dianutnya oleh individu. Sedangkan pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan yang berkaitan dengan usia dan pendidikan individu. Hal ini berarti semakin bertambahnya usia dan semakin tingginya pendidikan seseorang, maka pengalamannya jauh lebih banyak.

3. Jeruk dan Petani Jeruk

(21)

pengetahuan yang baik tentang penggunaan pestisida sehingga dapat meminimalkan dampak negatif akibat penggunaan pestisida.

4. Pestisida

4.1 Definisi pestisida

Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida yang berarti pembunuh. Jadi secara sederhana pestisida diartikan sebagai pembunuh hama (Sudarmo, 2007).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 dalam Sudarmo (2007) yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk beberapa tujuan yakni memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian; memberantas gulma; mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan; mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, kecuali yang tergolong pupuk; memberantas atau mencegah hama luar pada hewan piaraan dan ternak; memberantas atau mencegah hama air; memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga; dan memberantas atau mencegah binatang yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

(22)

mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, organisme, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang atau semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Sudarmo, 2007).

Pestisida yang digunakan di bidang pertanian secara spesifik sering disebut produk perlindungan tanaman (crop protection products) untuk membedakannya dari produk-produk yang digunakan di bidang lain (Djojosumarto, 2004).

4.2Klasifikasi pestisida

Menurut Djojosumarto (2004) berdasarkan organ targetnya/sasarannya pestisida dapat diklasifikasikan sebagai berikut: insektisida (berfungsi untuk membunuh atau mengendalikan serangga), akarisida (berfungsi untuk membunuh tungau atau kutu), fungisida (berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan), rodentisida (berfungsi untuk membunuh binatang pengerat), herbisida (berfungsi untuk membunuh gulma atau tumbuhan pengganggu), bakterisida (berfungsi untuk membunuh atau melawan bakteri), molluskisida (berfungsi untuk membunuh siput).

(23)
(24)

Menurut Djojosumarto (2004) berdasarkan cara kerja atau efek keracunannya pestisida dapat digolongkan sebagai berikut: racun lambung/ racun perut adalah racun yang membunuh sasarannya bila pestisida tersebut masuk ke dalam organ pencernaan dan diserap oleh dinding saluran pencernaan, racun kontak adalah racun pestisida yang masuk ke dalam tubuh sasarannya lewat kulit, racun pernapasan adalah racun pestisida yang bekerja lewat saluran pernapasan. Sasaran akan teracuni bila menghirup pestisida tersebut.

4.3Prosedur penggunaan pestisida

Persyaratan dan prosedur penggunaan pestisida di lapangan menurut Kementerian Pertanian (2011) adalah sebagai berikut:

1. Siapkan pestisida yang akan digunakan (harus terdaftar), kondisi fisiknya harus memenuhi syarat (layak pakai) serta sesuai dengan jenis dan keperluannya.

2. Siapkan dan gunakan perlengkapan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu topi, kacamata, masker, celana panjang, baju lengan panjang, sarung tangan, dan sepatu bot.

3. Periksa alat aplikasi dan bagian-bagiannya untuk mengetahui apakah ada kebocoran atau keadaan lain yang dapat mengganggu pelaksanaan aplikasi pestisida. Jangan menggunakan alat semprot yang bocor. Kencangkan sambungan-sambungan yang sering terjadi kebocoran.

(25)

yang dikehendaki dan aduk hingga merata. Kemudian larutan tersebut dimasukkan kedalam tangki dan tambahkan air secukupnya.

5. Pestisida siap untuk diaplikasikan/disemprotkan. Selama pelaksanaan aplikasi dilapangan, jangan berjalan berlawanan dengan arah datangnya angin dan tidak melalui area yang telah diaplikasi pestisida. Aplikasi sebaiknya dilakukan pada waktu pagi hari atau sore hari. Selama aplikasi pestisida, tidak dibenarkan makan, minum, atau merokok.

6. Satu orang petani/operator pestisida hendaknya tidak melakukan aplikasi/ penyemprotan pestisida terus menerus lebih dari 4 (empat) jam dalam sehari, untuk mencegah timbulnya efek yang tidak diinginkan.

7. Operator/petani yang melakukan aplikasi pestisida hendaknya telah berusia dewasa, sehat, tidak ada bagian yang luka, dan dalam keadaan tidak lapar. 8. Sisa campuran pestisida atau larutan semprot tidak dibiarkan/ disimpan terus

di dalam tangki, karena lama-kelamaan akan menyebabkan tangki berkarat atau rusak. Sebaiknya sisa tersebut disemprotkan kembali pada tanaman sampai habis. Jangan membuang sisa cairan semprot di sembarang tempat karena akan menyebabkan pencemaran lingkungan.

9. Setelah selesai aplikasi, area yang telah diaplikasi dipasang tanda peringatan bahaya.

(26)

11.Simpan peralatan semprot yang telah dicuci terpisah dari dapur, tempat makanan, kamar mandi, dan kamar tidur serta jauhkan dari jangkauan orang yang tidak berkepentingan (terutama anak-anak).

12.Musnahkan/ bakar kantong wadah bekas pestisida atau dengan cara menguburnya ke dalam tanah di tempat yang aman.

13.Setelah selesai bekerja dengan pestisida, segera mandi dengan sabun dan air bersih.

5. Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida 5.1 Defenisi keracunan

Dalam Mc Graw-Hill Nursing Dictionary dikatakan racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung (inhalasi), suntikan, dan absropsi melalui kulit, atau digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis tertentu akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius satu atau lebih fungsi organ atau jaringan tubuh (Sartono, 2002).

Definisi dari keracunan menurut KBBI adalah terkena, termakan, terhirup atau terpapar suatu zat atau gas yang dapat menyebabkan sakit atau kematian atau dapat merusak/ menghambat aksi katalis (enzim).

(27)

bertambahnya usia seseorang maka fungsi metabolisme akan menurun dan ini akan berakibat menurunnya aktifitas kolinesterase darah sehinggga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida. Usia juga berkaitan dengan kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin tua umur seseorang maka efektifitas sistem kekebalan di dalam tubuh akan semakin berkurang. 2) jenis kelamin, kadar kolin bebas dalam plasma laki-laki dewasa normal rata-rata sekitar 4,4μg/ml. Kaum wanita rata-rata mempunyai aktifitas kolinesterase darah lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun demikian tidak dianjurkan wanita menyemprot pestisida, karena pada saat kehamilan kadar rata-rata kolinesterase cenderung turun. 3) status kesehatan seperti kelemahan fisik, penyakit yang diderita, dan daya tahan tubuh. 4) penggunaan pestisida, penggunaan pestisida harus sesuai dengan prosedur seperti dosis, pengunaan APD, tindakan penyemprotan pada arah angin, serta waktu menyemprot.

5.2 Penyebab keracunan pestisida

(28)

keracunan kronis, tidak terasa dan akibatnya sulit dideteksi. Oleh karena itu, banyak petani mengatakan sudah sekian belas tahun mereka mengapikasikan pestisida dengan cara mereka dan merasa tidak terganggu. Anggapan petani yang demikian harus diubah, walau sulit (Kementerian Pertanian, 2011).

5.3 Dampak keracunan pestisida

Penggunaan pestisida tanpa prosedur yang benar akan mengakibatkan dampak negatif yang sangat besar, yakni keracunan pada petani/pengguna pestisida, pencemaran lingkungan, keracunan pada hewan dan keracunan pada konsumen ketika konsumen mengkonsumsi hasil tanaman dengan kadar residu pestisida lebih dari batas yang diizinkan (Wudianto, 2001).

(29)

Menurut Depkes RI (1992 dalam Sitepu 2010) aktivitas kolinesterase dalam darah seseorang dinyatakan sebagai persentase dari aktivitas enzim kolinesterase dalam darah. Jika aktivitas kolinesterase dalam darah 75%-100% maka dikategorikan normal, jika 50% - 75% dari normal maka kelompok ini dikategorikan keracunan ringan sehingga dianjurkan istirahat atau tidak kontak dengan pestisida selama 2 minggu sehingga terjadi pemulihan kadar kolinesterase menjadi normal. Jika 25% - 50% dari normal, kelompok ini dikategorikan keracunan sedang sehingga perlu istirahat selama beberapa minggu dari paparan pestisida. Sedangkan jika aktivitas kolinesterase 0% -25%, kelompok ini dikategorikan keracunan berat, penderita harus segera diistirahatkan dari semua pekerjaan dan perlu rujukan medis.

(30)

Keracunan pestisida dapat terjadi secara akut maupun kronis. Keracunan akut terjadi bila ada pestisida yang mengenai atau masuk ke dalam tubuh manusia dalam jumlah yang cukup (Wudianto, 2001). Berat ringannya tingkat keracunan dapat dinilai dari aktivitas kolinesterase dalam darah. Kolinesterase adalah enzim (suatu bentuk dari katalis biologik) di dalam jaringan tubuh yang berperan untuk menjaga agar otot-otot, kelenjar-kelenjar dan sel-sel saraf bekerja secara terorganisir dan harmonis (Rustia, Wispriyono, Susanna, & Luthfiah, 2010).

Erwin dan Kusuma (2012) mengatakan ketika pestisida penghambat kolinesterase masuk ke tubuh manusia, pestisida ini akan menempel pada enzim kolinesterase sehingga enzim ini tidak dapat memecah asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat, dimana pemecahan asetilkolin diperlukan untuk menghentikan penyampaian rangsangan saraf. Asetilkolin merupakan neurotrasmitter untuk semua sistem saraf parasimpatis, sebagian saraf simpatis (medulla adrenal dan kelenjar keringat), beberapa neuron susunan saraf pusat dan saraf somatik yang menyarafi otot skelet. Pada kasus keracunanan karena enzim kolinesterase tidak dapat memecahkan asetilkolin, maka terjadi penumpukan asetilkolin sehingga impuls saraf terus mengalir dan mengirimkan perintah kepada reseptor kolinergik (kolinergik merujuk kepada efek neurotransmitter asetilkolin). Hal tersebut menyebabkan timbul gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.

(31)

lemah, tremor, dypsnea, takikardi, sakit kepala, bingung, kelemahan umum, koma, dan pada saat sistem pernapasan tidak berfungsi terjadilah kematian.

Kenyataan yang ada di masyarakat selama ini adalah umumnya masyarakat tidak menyadari gejala gangguan kesehatan yang dialaminya merupakan keracunan pestisida karena gejala yang ditimbulkan tidak spesifik, namun secara kronis dapat menimbulkan penyakit yang serius (Raini, 2007).

Keracunan kronis adalah keracunan yang terjadi ketika pestisida masuk ke dalam tubuh manusia sedikit demi sedikit. Penderita keracunan kronis biasanya tidak mempedulikan atau merasakan gejala keracunan dalam tubuhnya padahal hal ini bisa menghancurkan hidupnya (Wudianto, 2001).

Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada kesehatan membutuhkan waktu untuk berkembang. Efek-efek jangka panjang ini dapat muncul setelah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah terpapar pestisida. Telah banyak bukti-bukti yang ditemukan dampak tentang senyawa kimia pestisida terhadap kesehatan manusia. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa jenis penyakit dapat diakibatkan oleh dampak penggunaan senyawa pestisida yang tidak sesuai prosedur yang benar antara lain: leukemia, myaloma ganda,

lymphomas, sarcomas jaringan lunak, kanker prostat, penyakit kulit, melanoma, hati dan paru, gangguan saraf, dan neoplasma indung telur (Watterson, 1988 dalam Martono, dkk., 2010).

(32)

kanker), teratogenik (kemampuan untuk menyebabkan kelainan janin), onkogenik (kemampuan menginduksi pertumbuhan tumor), meningkatkan sensitifitas alergi, kerusakan hati (kematian sel, ikterus, sirosis, fibrosis, dan kanker hati), serta gangguan sistem reproduksi (jumlah sperma berkurang, kemandulan, dan aborsi) (Arisman, 2009).

Di negara-negara maju beberapa pestisida telah diteliti dapat bersifat

carsinogenic agent, mutagenic agent, alergent dan irritant. Senyawa-senyawa pestisida yang telah diteliti bersifat carsinogenic ada sekitat 51 buah termasuk diantaranya yang sudah dikenal masyarakat seperti Aldrin, Carbaryl, DDT, Dieldrin, Endosulfan, Formaldehyde, Lindane, MPCA, dan Parathion. Senyawa-senyawa pestisida yang bersifat mutagenic agent ada sekitar 80 buah. Yang sudah dikenal oleh masyarakat umum hanya sedikit antara lain Captan, Carbaryl, Carbofuran, Chlorfirifos, DDT, Dicrotovos, Fenitrithion, Monocrotophos, dan MPCA. Senyawa-senyawa pestisida yang dapat menjadi penyebab penyakit radang kulit dan penyakit kulit lainnya yang dapat menyebabakan alergent dan irritant (peradangan dan iritasi) ada sekitar ada 51 buah. Yang sudah dikenal oleh masyarakat antara lain Endosulfan, Glyphosate, Lindane, Malathion, Mancozeb, Parathion dan Sulphur (Gosselin, 1984; IARC, 1978; Moriya, 1983; Saleh, 1980; Sandhu, 1980; Weinstein, 1984 dalam Saenong, 2007).

(33)

fungsi hati yang kronik dapat meningkatkan resiko kejadian sirosis hati. Gangguan terhadap fungsi hati dan penyakit hati seperti sirosis hati, akan mengganggu tugas hati dalam melakukan biotransformasi dan detoksifikasi. Tidak optimalnya biotransformasi dan detoksifikasi mengakibatkan makin besar efek buruk karena pajanan pestisida yang berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan meningkatkan resiko kejadian penyakit kanker, diantaranya kanker hati (Bhalli, 2006 dalam Siwiendrayanti, Suhartono, Endah, 2012).

Gangguan fungsi hati pada WUS (Wanita Usia Subur) selain berdampak pada kesehatannya sendiri juga akan berdampak pada janinnya ketika yang bersangkutan hamil. Gangguan fungsi hati dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme makanan dan detoksifikasi pada tubuh ibu sehingga akan berdampak pada jumlah zat makanan dan zat lain yang masuk ke sistem peredaran darah janin (Irianto, 2004 dalam Fikri, Setiani, Nurjazuli, 2012). Wanita hamil yang banyak terpapar dengan pestisida, risiko anaknya mengalami polimorfisme pada otak adalah 1,6 kali lebih tinggi dibanding yang tidak terpapar. Pestisida juga berbahaya bagi pertumbuhan janin dan paparannya dapat menyebabkan berat bayi lahir rendah dan bayi lahir premature (Isnawati, 2009; Salameh, 2006 dalam Wigati & Susanti, 2012)

(34)

memakan makanan yang mengandung pestisida maka di dalam susu sapi tersebut mengandung pestisida antara 19-50 microgram per kg, sedangkan di dalam ASI didapat 25 kali lipat daripada susu sapi.

Beberapa jenis pestisida juga telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis pestisida dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan (Khalid & Ali, 2009).

5.4Cara masuk pestisida ke dalam tubuh

Menurut Djojosumarto (2004) pestisida dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui 4 rute, yakni kontaminasi lewat kulit, terhisap melalui hidung, masuk melalui mata dan sistem pencernaan.

(35)

oleh droplet atau drift pestisida, menyeka wajah dengan tangan atau lengan baju atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida, pancampuran pestisida, dan mencuci alat-alat aplikasi. Luas kulit yang terbuka akan mempengaruhi jumlah pestisida yang masuk ke dalam tubuh ketika melakukan aplikasi pestisida.

Terhisap lewat hidung, gas dan partikel semprotan yang sangat halus dapat masuk ke paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput lendir hidung. Pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran pernapasan adalah bekerja dengan pestisida misalnya mencampur pestisida di tempat yang tertutup atau di tempat yang ventilasinya buruk, aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas, aplikasi pestisida berbentuk tepung, dan mencampur pestisisa berbentuk tepung.

Pestisida masuk melalui mata, ada beberapa bukti menyatakan bahwa pestisida dapat menyebabkan iritasi mata, pelipatan pada kelopak mata, kehilangan fokus, dan pengaburan penglihatan, bahkan dapat mengakibatkan kebutaan.

Pestisida masuk ke sistem pencernaan, dapat terjadi karena: bunuh diri, makan dan minum serta merokok ketika bekerja dengan pestisida, menyeka keringat di wajah dengan tangan atau lengan baju atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida, drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut, meniup

(36)

6. Pencegahan Keracunan pada Petani/ Pengguna Pestisida

Menurut Djojosumarto (2004) hal-hal yang harus dilakukan oleh petani/pengguna pestisida untuk bisa terlepas dari bahaya keracunan meliputi 3 bagian penting yakni sebelum, ketika, dan setelah penyemprotan pestisida.

Sebelum melakukan penyemprotan pestisida perhatikan hal-hal berikut: Jangan melakukan penyemprotan pestisida bila merasa tidak sehat, jangan mengijinkan anak berada di sekitar tempat pestisida atau mengijinkan anak-anak melakukan penyemprotan, catat nama pestisida yang digunakan karena penting untuk informasi bagi dokter bila terjadi sesuatu, APD sudah dipakai sejak persiapan penyemprotan karena pemakaian APD dapat mengurangi kemungkinan kontak dengan pestisida sehingga resiko masuknya racun pestisida ke dalam tubuh dapat dihindari, jangan masukkan rokok atau makanan ke dalam pakaian kerja, periksa alat-alat aplikasi sebelum digunakan, siapkan air bersih dan sabun, siapkan handuk kecil yang bersih dalam kantung plastik yang tertutup, sebelum mencampur dan menakar pestisida siapkan terlebih dahulu ember dan air secukupnya kemudian tuangkan sesuai dengan takaran dan aduk dengan kayu kemudian masukkan ke dalam tanki lalu ditambahkan air secukupnya.

(37)

droplet juga kurang baik jika tidak ada angin sehingga kecepatan angin juga penting untuk diperhatikan.

Tabel 2.1 Kecepatan Angin dan Kesesuainnya untuk Melakukan Penyemprotan

Kecepatan Angin (km/jam)

Tanda Alami Kesesuaianya untuk Melakukan Penyemprotan

Sumber: Nozzle Selection Handbook dalam Djojosumarto (2004)

Hal lain yang diperhatikan saat penyemprotan pestisida adalah jangan makan/ minum atau merokok selama menyemprot, jangan menyeka keringat di wajah dengan tangan, sarung tangan, lengan baju yang terkontaminasi pestisida untuk menghindari pestisida masuk ke mata atau mulut, gunakan handuk bersih untuk menyeka keringat atau kotoran di wajah, dan apabila nozzle tersumbat jangan meniup langsung dengan mulut, tetapi tiup noozle dengan bantuan pipa kecil atau menyikatnya dengan kuas yang lembut.

(38)

dilakukan setelah mandi atau setidaknya setelah mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.

7. Upaya Pencegahan Keracunan pada Orang Lain dan Hewan Peliharaan Setiap perkembangan teknologi pasti membawa dampak positif dan dampak negatif, bisa bermanfaat juga bisa merugikan. Demikian halnya pestisida sebagai salah satu teknologi pertanian, penggunaan pestisida bisa menolong tetapi juga dapat merusak kesehatan. Hasil penelitian menemukan organoklorin dalam otak dan hati burung yang hidup di daerah yang sering terpapar pestisida. Penelitian terhadap ayam yang dipelihara di daerah yang sering terpapar pestisida juga menunjukkan bahwa kandungan pestisida cenderung tinggi dalam simpanan lemaknya (Edward, 1971 dalam Ekha, 1991).

(39)

pada kebun yang baru disemprot agar orang atau ternak tidak masuk ke tempat tersebut.

8. Upaya Pencegahan Keracunan untuk Keselamatan Konsumen dan Kelestarian Lingkungan

Konsumen berhak atas hasil pertanian yang tidak mengandung residu pestisida. Bila residu tidak dapat dihindari hendaknya residu tersebut tidak melewati batas yang diizinkan. Petani/pengguna pestisida dapat membantu mencegah keracunan pada konsumen dan lingkungan dengan banyak cara, diantaranya menggunakan pestisida bila sungguh-sungguh diperlukan, jangan menggunakan pestisida yang sudah dilarang, aplikasikan sesuai dosis yang tepat karena banyak petani menggunakan dosis berlebih, dan aplikasikan menurut waktu yang direkomendasikan (Djojosumarto, 2004).

(40)

sehingga kadar pestisida di udara tinggi dan kadar pestisida di tanaman tidak sesuai yang dibutuhkan untuk mengatasi hama tanaman (Wudianto, 2001).

(41)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual ini bertujuan untuk mengidentifikasikan pengetahuan petani jeruk tentang tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Skema 3.1 Kerangka Konsep Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

.

2. Defenisi Operasional

Agar variabel dapat diukur dengan menggunakan instrumen penelitian, maka variabel harus diberi batasan atau defenisi yang operasional (Notoadmojo, 2010)

Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang

Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di

Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

(42)

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

(43)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Desain deskriptif bertujuan untuk menggambarkan seperangkat peristiwa atau kondisi populasi saat itu, dapat terjadi pada lingkup individu di suatu daerah atau lingkup kelompok pada masyarakat di daerah tertentu (Hidayat, 2007). Penelitian ini menggambarkan gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.

2. Populasi dan Sampel 2.1 Populasi

(44)

Tabel 4.1 Jumlah Petani Jeruk Setiap Desa di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

No Nama Desa Jumlah Petani Jeruk

1 Suka Maju 97

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Data pada penelitian ini berupa data kategori dengan satu populasi penelitian yang sudah diketahui sehingga penentuan besar sampel menggunakan rumus dari konsep Krejcie dan Morgan dalam Wahyuni (2011):

Z21-α/2. N . P(1-P)

n =

(45)

1,962. 5289. 0,5 (1-0,5) n =

(0,12)(5288) + 1,962 . 0,5 (1-0,5)

n = 94,33 digenapkan menjadi 94 orang

Keterangan: n = besar sampel

Z21-α/2 = nilai Z pada derajat kemaknaan (pada 95%=1,96)

N = besar populasi

P = harga proporsi populasi (diasumsikan 0,5)

d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan, sebesar 10% (0,1)

Berdasarkan rumus yang digunakan, ditemukan jumlah sampel sebanyak 94 orang. Untuk mengantisipasi terjadi kerusakan atau responden berhenti mengisi kuesioner sebelum lengkap diisi, maka jumlah sampel ditambah sebanyak 10% (Setiadi, 2007) sehingga jumlah sampel menjadi 94+9,4=103,4 digenapkan menjadi 103 orang. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah:

1. Petani jeruk yang memiliki lahan perkebunan jeruk dan melakukan penyemprotan pestisida sendiri dalam pemeliharaan jeruknya secara kontinu 2. Petani jeruk baik yang sudah pernah atau belum pernah mengalami keracunan

pestisida dan bertempat tinggal di Kecamatan Tigapanah 3. Tidak mengalami gangguan pendengaran

(46)

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah quota sampling. Cara pengambilan sampel (responden) ini dilakukan dengan menetapkan sejumlah anggota sampel secara quotum atau jatah kemudian mengambil responden yang memenuhi kriteria penelitian dalam populasi tersebut (Arikunto, 2010).

Jadi, sampel sebanyak 103 responden diambil dengan teknik quota sampling yaitu dengan menentukan jumlah responden dari tiap desa yang dihitung menggunakan metode proporsi sebagai unit yang mewakili sampel yang diteliti dengan menggunakan rumus:

Ni ni = × n

N Keterangan: ni = Ukuran tiap proporsi sampel

Ni = Jumlah populasi petani jeruk setiap desa

(47)

Tabel 4.2 Jumlah Sampel Penelitian

4. Lokasi dan Waktu Penelitian

(48)

5. Pertimbangan Etik

(49)

6. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket (kuesioner) yang pertanyaannya dibuat sendiri oleh peneliti yang disesuaikan dengan tinjauan pustaka dan kerangka konsep. Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida. Kuesioner data demografi meliputi nomor responden, jenis kelamin, usia, pendidikan, lama bekerja sebagai petani jeruk pengguna pestisida, dan pelatihan atau penyuluhan yang pernah diikuti. Kuesioner gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida berisi pernyataan sebanyak 24 pernyataan dengan kriteria: pernyataan nomor 1 mengenai definisi pestisida, 2-9 mengenai prosedur penggunaan pestisida, 10-17 mengenai dampak keracunan pestisida, 18-20 mengenai cara masuk pestisida ke dalam tubuh, dan 21-24 mengenai pencegahan keracunan.

(50)

Menurut Wahyuni (2011) berdasarkan rumus statistika: rentang

p =

banyak kelas

Dengan p adalah panjang kelas dan rentang merupakan selisih nilai tertinggi dengan nilai terendah. Rentang kelas adalah 24 dan banyak kelas adalah 3, maka diperoleh panjang kelas adalah 8. Pengetahuan petani jeruk dikatakan kurang jika mendapat skor 0-8, dikatakan cukup jika mendapat skor 9-16, dan dikatakan baik jika mendapat skor 17-24.

7. Validitas dan Reliabilitas Penelitian

Menurut Setiadi (2007) validitas menyatakan apa yang seharusnya diukur. Sebuah instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut mampu mengukur apa yang akan diukur. Uji validitas dalam penelitian ini berupa uji validitas isi (content validity), yaitu validitas yang merujuk pada sejauh mana sebuah instrumen penelitian memuat rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut tujuan tertentu. Validitas isi selanjutnya dikonsultasikan kepada yang ahli. Uji validitas penelitian ini sudah dikonsultasikan kepada 3 orang ahli dan dinyatakan valid dengan nilai 0,975.

(51)

baik. Instrumen yang baik tidak bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu.

Uji reliabilitas dilakukan pada 30 orang petani jeruk yang bukan responden (sampel) peneliti, tetapi termasuk dalam populasi penelitian yang sama. Uji reliabilitas dilakukan di Desa Singa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Uji reliabilitas penelitian ini menggunakan nilai Kuder dan Richardson 21 (K-R.21) dengan rumus (Arikunto, 2010):

�11 = � �

�−1� (1−

�(�−�) ��� )

Keterangan: r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir soal/pertanyaan m = skor rata-rata

Vt = varians total

Nilai koefisien r11 harus lebih tinggi 0,50 agar disimpulkan bahwa

instrumen tersebut reliabel. Nilai reliabilitas instrumen penelitian ini adalah 0,821 sehingga dinyatakan reliabel.

8. Pengumpulan Data

(52)

Tigapanah untuk mengambil data jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani jeruk. Diperoleh hasil survei awal jumlah populasi petani jeruk di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo sebesar 5.289 orang. Setelah menyelesaikan proposal dan lulus sidang proposal, peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU untuk pengambilan data. Surat izin penelitian yang diberikan pendidikan ditujukan kepada Camat Tigapanah. Setelah mendapatkan izin penelitian, peneliti melanjutkan dengan proses pengambilan data. Sebelum pengambilan data, peneliti terlebih dahulu melakukan uji validitas dan reliabilitas. Setelah valid dan reliabel, peneliti mengumpulkan data dengan cara datang ke setiap desa di Kecamatan Tigapanah kemudian peneliti lansung berbicara dengan calon responden yang ditemui oleh peneliti baik di warung, di jalan, di rumah, dan di ladang jeruk untuk mendapatkan calon responden yang sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Setelah bertemu dengan calon responden peneliti memperkenalkan diri, kemudian menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian, serta cara pengisian kuesioner dengan jelas. Calon responden yang bersedia menjadi responden diminta untuk menandatangani informed consent (surat persetujuan menjadi responden).

(53)

responden selesai mengisi kuesioner dan memberikannya pada peneliti, peneliti memeriksa kelengkapan jawaban responden saat itu juga. Jika sudah lengkap maka peneliti mengucapkan terima kasih dan berpamitan kepada responden. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis.

9. Analisis Data

Menurut Wahyuni (2007), data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut: editing, dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data serta perbaikan isian kuesioner. Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatannya kemudian diberi kode secara manual sebelum diolah dengan komputer (coding). Data-data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam komputer (data entry). Kemudian dilakukan

cleaning data untuk memeriksa semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer untuk menghindari kesalahan data. Data-data tersebut dibuat dalam bentuk tabel untuk mempermudah analisis data (tabulating). Data-data tersebut kemudian dianalisis (analysis) dengan program komputerisasi.

(54)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.

1. Hasil Penelitian

Pengambilan data pada penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 13 Februari sampai dengan 25 April 2014 di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Jumlah sampel yang diteliti adalah 103 orang.

1.1Karakteristik responden

(55)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Petani Jeruk Pengguna Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo (n=103 Orang)

Lama menjadi Petani Jeruk Pengguna Pestisida (Tahun)

5-10 53 51.5

1.2Pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan bahwa gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah

(56)

Kabupaten Karo mayoritas kategori cukup sejumlah 40 orang (38,8%), kategori kurang sejumlah 36 orang (35,0%), dan kategori baik sejumlah 27 orang (26,2%). Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk

tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo (n=103 orang)

Pengetahuan Jumlah responden (n) Persentasi (%)

Baik 27 26.2

Cukup 40 38.8

Kurang 36 35.0

Total 103 100.0

2. Pembahasan

Pada pembahasan ini peneliti akan mendeskripsikan gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.

(57)

pengetahuan adalah salah satu faktor pertama perilaku. Pengetahuan dan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Oleh karena itu, pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat pengunaan pestisida berdampak pada kejadian keracunan pestisida dimana kurangnya pengetahuan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida akan memberi andil yang besar dalam sikap dan tindakan negatif yang dilakukan petani saat menggunakan pestisida. Pengetahuan petani yang cukup dan kurang mungkin disebabkan karena petani tidak memiliki informasi yang akurat dan jujur tentang penggunaan pestisida yang benar dan bijak sehingga kasus keracunan pada petani sering terjadi (Djojosumarto, 2004). Pernyataan ini juga didukung oleh Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah kesempatan untuk mendapat informasi, selain dari pendidikan, pengalaman, budaya, kepercayaan/agama dan faktor sosial ekonomi.

(58)

segi umur mayoritas responden adalah dewasa madya. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas pengetahuan responden adalah cukup (38,8%), hal ini didukung oleh penyataan Hurlock (1999) dimana masa dewasa madya adalah masa menurunnya kemampuan fisik dan psikologis, yang berarti juga kemampuan berpikir secara rasional dan intelektual menurun. Namun, pada penelitian ini pertambahan umur tidak menjadi tolak ukur mutlak terhadap pengetahuan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida karena setiap rentang umur sama-sama memiliki pengetahuan yang cukup. Sejalan dengan hasil penelitian Wahyuni dan Krianto (2011, dalam Pangesti, 2012) dimana tidak ada perbedaan pengetahuan yang bermakna diantara perbedaan usia responden (p>0.05; α=0,05). Terdapat

faktor lain dalam menentukan level pengetahuan responden seperti pengalaman dan jumlah informasi yang dimiliki (Notoatmodjo, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki yaitu 78 orang (75,5%) sedangkan perempuan 25 orang (24,3%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Marsaulina dan Wahyuni (2007) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida pada petani, dimana proporsi laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, dimana masing-masing 83,3% dan 16,7% dari total responden 72 orang. Kemungkinan penyebabnya adalah karena mayoritas yang bekerja mengaplikasikan pestisida adalah laki-laki sehingga responden yang paling banyak ditemui adalah laki-laki.

(59)

dan sebaliknya semakin rendah pendidikan umumnya semakin rendah juga pengetahuan yang dimilikinya (Notoadmojo, 2003). Berdasarkan hasil penelitian mayoritas pendidikan responden adalah SMP 42 orang (40,8%), SMA 35 orang (34,0%), Akademi/Perguruan Tinggi 13 orang (12,6%), SD 11 orang (10,7%), tidak tamat SD 2 orang (1,9%). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh mayoritas pengetahuan cukup (38,8%), kemudian diikuti pengetahuan kurang (35,0%). Hasil penelitian seperti ini mungkin dikarenakan mayoritas pendidikan responden adalah SMP. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Herawani (2002) bahwa pengetahuan seseorang juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Jika pendidikan rendah maka pengetahuan tentang kesehatan cenderung kurang terutama kemampuan hidup sehat untuk diri sendiri (Resti, 2005 dalam Rangkuti, 2007). Sekartini, dkk. (2002, dalam Rangkuti, 2007) berpendapat dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan makin besar kesempatannya untuk memperoleh pengetahuan, berpikir logis dan memahami informasi yang diperolehnya. Namun responden dengan pendidikan formal yang lebih rendah bisa mempunyai pengetahuan yang baik jika responden tersebut rajin mencari informasi.

(60)

tumbuhan pertanian dapat diatasi sehingga petani terus menggunakan senyawa pestida untuk menuntaskan hama-hama pertanian (Palar, 2008). Tetapi ini beresiko bagi kesehatan penggunanya sehingga penting untuk memiliki pengetahuan yang baik tentang keracunan akibat penggunaan pestisida dan penggunaan pestisida yang baik dan bijaksana. WHO (1986, dalam Afryanto, 2008) mengungkapkan penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik sehingga penggunaan pestisida harus dilakukan dengan benar.

Notoatmodjo (2003) menyatakan informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang, semakin banyak terpapar dengan sumber informasi, maka pengetahuan juga akan bertambah. Salah satu sumber informasi dapat diperoleh melalui penyuluhan atau pendidikan. Pada penelitian ini mayoritas pengetahuan cukup yakni sejumlah 40 orang (38,8%), kemudian diikuti pengetahuan kurang 36 orang (35,0%) dan hanya 27 orang (26,2%) berpengetahuan baik. Kemungkinan penyebabnya adalah karena masih banyak responden yang belum pernah mengikuti penyuluhan. Kondisi ini dibuktikan dari hasil penelitian, dimana sebagian besar responden tidak pernah mengikuti penyuluhan tentang pestisida yaitu sejumlah 80 orang (77,7%) dan hanya 23 orang (22,3%) yang pernah mengikuti penyuluhan tentang pestisida.

(61)

Dinas Pertanian berkewajiban menangani tentang bagaimana prosedur yang benar dalam penggunaan pestisida. Pemerintah telah berusaha mengantisipasi berbagai kemungkinan yang timbul akibat penggunaan pestisida sehingga dikeluarkan PP No. 7 tahun 1973 sebagai peraturan dan pelaksanaan UU No. 11 tahun 1962 tentang Higiene, yang pada intinya ditujukan untuk mencegah dampak negatif penggunaan pestisida terhadap kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan, serta agar pestisida dapat digunakan dengan benar (Munaf, 1995). Menteri Kesehatan RI juga mengeluarkan peraturan tentang Persyaratan Kesehatan Pengelolaan Pestisida dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 258/MENKES/PER/III/1992 (Munaf, 1995).

Mengingat pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya penggunaan pestisida yang benar, maka sangatlah perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan pengetahuan para petani pengguna pestisida sehingga tingkat keracunan yang diakibatkannya dapat dihindari. Salah satu usaha tersebut adalah penyuluhan/pendidikan kesehatan oleh pihak yang terkait, salah satunya adalah petugas kesehatan (Sianturi, 2009).

(62)

berkala untuk menemukan kasus keracunan yang terpendam dan memberi intervensi bagi petani yang terkena keracunan atau dampak keracunan.

Selain itu, perawat juga bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya dalam merencanakan program penyuluhan atau pendidikan kesehatan bagi masyarakat, melaksanakan program tersebut, dan menilai hasil program pendidikan kesehatan tersebut (Ali, 2010).

(63)

turun temurun terkadang membuat mereka tidak peduli akan syarat-syarat keselamatan dalam penggunaan pestisida dan menganggap enteng resiko yang mungkin timbul dari pestisida sehingga tingkat keracunan pada petani masih cukup tinggi.

Arisman (2009) menjelaskan keracunan kronik akibat penggunaan pestisida yang tidak sesuai prosedur yang benar akan menyebabkan mutagenik (kemampuan untuk menyebabkan perubahan genetik), karsinogenik (kemampuan untuk menimbulkan kanker), teratogenik (kemampuan untuk menyebabkan kelainan janin), onkogenik (kemampuan menginduksi pertumbuhan tumor), meningkatkan sensitifitas alergi, kerusakan hati (kematian sel, ikterus, sirosis, fibrosis, dan kanker hati), serta gangguan sistem reproduksi (jumlah sperma berkurang, kemandulan, dan aborsi).

World Health Organization (WHO) (1990) memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 1-5 juta kasus keracunan pestisida tanpa disengaja pada pekerja di sektor pertanian. Sebagian besar kasus keracunan tersebut terjadi di negara berkembang dengan tingkat kematian mencapai 20.000 korban jiwa. Sekitar 5000-10.000 mengalami dampak yang sangat berbahaya seperti kanker, cacat, mandul, dan hepatitis setiap tahunnya (WHO dalam Fikri, Setiani, & Nurjazuli, 2012).

(64)

Gangguan terhadap fungsi hati dan penyakit hati seperti sirosis hati, akan mengganggu tugas hati dalam melakukan biotransformasi dan detoksifikasi. Tidak optimalnya biotransformasi dan detoksifikasi mengakibatkan makin besar efek buruk karena pajanan pestisida yang berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan meningkatkan resiko kejadian penyakit kanker, diantaranya kanker hati (Bhalli, 2006 dalam Siwiendrayanti, Suhartono, Endah, 2012).

Gangguan fungsi hati pada WUS (Wanita Usia Subur) selain berdampak pada kesehatannya sendiri juga akan berdampak pada janinnya ketika yang bersangkutan hamil. Gangguan fungsi hati dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme makanan dan detoksifikasi pada tubuh ibu sehingga akan berdampak pada jumlah zat makanan dan zat lain yang masuk ke sistem peredaran darah janin (Irianto, 2004 dalam Fikri, Setiani, Nurjazuli, 2012). Wanita hamil yang banyak terpapar dengan pestisida, risiko anaknya mengalami polimorfisme pada otak adalah 1,6 kali lebih tinggi dibanding yang tidak terpapar. Pestisida juga berbahaya bagi pertumbuhan janin dan paparannya dapat menyebabkan berat bayi lahir rendah dan bayi lahir premature (Isnawati, 2009; Salameh, 2006 dalam Wigati & Susanti, 2012)

(65)

mengandung pestisida antara 19-50 microgram per kg, sedangkan di dalam ASI didapat 25 kali lipat daripada susu sapi.

Beberapa jenis pestisida juga telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis pestisida dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan (Khalid & Ali, 2009).

(66)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1.Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, gambaran pengetahuan petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo mayoritas responden memiliki pengetahuan cukup (38,8%), pengetahuan kurang (35,0%), dan pengetahuan baik (26,2%). Maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan para petani jeruk di Kecamatan Tigapanah gambaran pengetahuannya adalah cukup.

2. Saran

Adapun yang menjadi saran pada penelitian ini adalah:

(67)

2. Bagi pemerintah, melakukan kerjasama lintas sektoral Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat pengguna pestisida, khususnya petani jeruk tentang keracunan akibat penggunaan pestisida serta penggunaan pestisida yang baik, aman dan bijaksana kepada masyarakat. Bekerjasama meningkatkan organisasi kelompok tani dalam penyuluhan serta pengadaan APD dengan harga yang terjangkau melalui koperasi petani dalam mencegah keracunan pestisida serta pencemaran terhadap lingkungan.

3. Bagi petugas kesehatan yang bekerja di area/wilayah pertanian agar melibatkan tokoh-tokoh masyarakat serta pemuka-pemuka agama dalam melakukan penyuluhan/pendidikan kesehatan bagi para petani tentang keracunan akibat penggunaan pestisida. Selain itu perlu diperhatikan pengaturan waktu dan tempat yang sesuai dengan kondisi masyarakat. Misalnya, melakukan penyuluhan di tempat-tempat ibadah seperti gereja dan mesjid setelah ibadah selesai.

4. Bagi masyarakat yang pengetahuannnya cukup dan kurang diharapkan rajin mencari informasi-informasi tentang keracunan akibat pengunaan pestisida baik dari media massa atau ikut serta dalam kegiatan penyuluhan tentang keracunan akibat penggunaan pestisida.

(68)

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanto. (2008). Kajian Keracunan Pestisida pada Petani Penyemprot Cabe di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Diambil tanggal 02 November 2013 dari

Ali, Z. (2010). Dasar-Dasar Pendidikan Kesehatan Masyarakat dan Promosi Kesehatan. Jakarta: Trans Info Media.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi VI. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Arisman. (2009). Buku Ajar Ilmu Gizi: Keracunan Makanan. Jakarta: EGC. BPS Kabupaten Karo. (2012). Kecamatan Tigapanah dalam Angka. Berastagi:

BPS Kabupaten Karo.

BPS. (2013). Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Kerja Utama. Diambil tanggal 01 November 2013 dari

Djojosumarto, P. (2004). Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta: Kanisius.

Ekha, I. (1991). Dilema Pestisida. Yogyakarta: Kanisius.

Erwin, I. & Kusuma, D. I. (2012). Inhibitor Asetilkolinesterase untuk Menghilangkan Efek Relaksan Otot Non-depolarisasi. Jurnal CKD-193, 39 (5), 333-339.

Fikri, E., Setiani, O., Nurjazuli. (2012). Hubungan Paparan Pestisida dengan Kandungan Arsen dalam Urin dan Kejadian Anemia. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 11 (1), 29-37.

Gultom, B. & Soelistijani, D. A. (2008). Mengobati Keracunan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hermawan, D., Faturahman, Y., Maywati, S. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolinesterase sebagai Indikator Keracunan Pestisida pada Petani Penjamah Pestisida di Kabupaten Bandung. Diambil tanggal 20 Oktober 2013 dari Herawani. (2002). Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Jakarta: EGC Hidayat, A. A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.

(69)

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Joesoef, M. (1993). Penuntun Berkebun Jeruk. Jakarta: Bhratara. KBBI online diambil tanggal 24 Oktober 2013 dari http://kbbi.web.id

Kementerian Pertanian. (2011). Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida.

diambil tanggal 1 November 2013 dari ppvt.setjen.deptan.go.id

Khalid, J. & Ali, M. Y. (2009). Pengendalian Hama Terpadu. Departemen Pertanian.

Lu, F. C. (1994). Toksikologi Dasar. Jakarta: EGC.

Marsaulina, I., Wahyuni, A. S. 2007. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Keracunan Pestisida pada Petani Holtikultura di Kecamatan Jorlang Hataran Kabupaten Simalungun. Media Litbang Kesehatan, 27 (1), 18-25.

Martono dkk. (2010). Risiko Kesehatan Akibat Pemakaian Pestisida Kimia di Tingkat Rumah Tangga di Kabupaten Badung dan Ubud Propinsi Bali.

Jakarta: Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan

Meliala, I. S. (2005). Strategi Pencegahan Keracunan Pestisida Berdasar pada Perilaku Petani di Kabupaten Karo. Diambil tanggal 09 Oktober 2013 dari

Munaf, S. (1997). Keracunan Akut Pestisida. Jakarta: Widya Medika.

Napitupulu, S. M. (2007). Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Infeksi Toksoplasma Selama Kehamilan di Poloklinik Ibu Hamil RS. Dr. Pirngadi Medan,

Tidak Dipublikasikan, Medan: USU.

(70)

Pangesti, A. D. H. (2012). Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Aplikasi Kesiapan Bencana pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Tidak Dipublikasikan, Jakarta: UI.

Prijanto, T. B. (2009). Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Organofosfat pada Keluarga Petani Holtikultura di Kecamatan Ngablak Kabupaten

Magelang. Diambil tanggal 04 oktober 2013 dari

Raini, M. (2007). Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida. Media Litbang Kesehatan, 27 (3), 10-18.

Rangkuti, F. (2007). Pengetahuan dan Sikap Masyarakat dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Sei Putih Timur I Lingkungan V Medan Petisah. Tidak dipublikasikan, Medan: USU

Rustia, Wispriyono, Susanna, D., Luthfiah, F. (2010). Lama Pajanan Organofosfat terhadap Penurunan Aktivitas Enzim Kolinesterase dalam Darah Petani Sayuran. Makara Kesehatan, 14 (2), 95-101.

Saenong, M. S. (2007). Beberapa Senyawa Pestisida yang Berbahaya. Makassar: Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Sartono,. (2002). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.

Setiana, L. (2005). Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Ghalia Indonesia.

Sianturi, T. R. (2006). Pengetahuan Sikap Tindakan Penjada Toko Pestisida dan Pemeriksaan Kadar Cholinesterase dalam Darah di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun. Diambil tanggal 29 Mei 2014 dari

Sitepu, J. (2010). Analisis Dampak Pestisida terhadap Kadar Cholinesterase Penyemprot Pestisida di PT. Bibit Baru Kecamatan Dolat Rakyat Kabupaten Karo. Diambil tanggal 04 Oktober 2013 dari

Siwiendrayanti, A., Suhartono, Endah, N. (2012). Hubungan Riwayat Pajanan Pestisida dengan Kejadian Gangguan Fungsi Hati. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 11 (1), 9-14.

(71)

Sukmawati, A. & Maharani, A. (2004) Hubungan Antara Perilaku Dalam Pengelolaan Pestisida Dengan Aktivitas Enzim Cholinestrase Darah Pada Petani Cabe di Desa Santana Mekar Kecamatan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Ekologi Kesehatan, 3 (2), 80-89.

Wahyuni, A. S. 2011. Statistika Kedokteran. Jakarta: Bamboedoea Communication.

Wigati, R. A., Susanti, L. (2012). Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, dan Sikap dengan Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Antinyamuk di Kelurahan Kutowinangun. Salatiga: Balitbang Vektor dan Reservoir Penyakit.

Gambar

Tabel 2.1 Kecepatan
Tabel 3.1  Defenisi Operasional Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang    Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo
Tabel 4.1 Jumlah Petani Jeruk Setiap Desa di Kecamatan Tigapanah
Tabel 4.2 Jumlah Sampel Penelitian
+3

Referensi

Dokumen terkait

Halaman properti memiliki 3 sub menu yang terdiri dari puzzle, kuis dan pembuat masing-masing memiliki content yang berbeda. Menu puzzle yang merupakan game yang

Penanggulangan tindak pidana dengan menggunakan statistik kriminal dilakukan Satreskrim Polresta Padang dengan menerapkan dua metode yaitu Metode untuk mengurangi

4 Effektivitas Ekstrak Etanol Daun Buas buas ( Premna pubescens .Blumue) Terhadap Limfosit Pada Tikus Putih ( Rattus norvegicus. Blume and Centella asiatica Extracts

1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada posisi.. terlentang atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih. Pengukuran. sekurang kurangnya dua kali pemeriksaan

c. Dalam persoalan pengelolaan keuangan desa, azas medebewind tentunya mempunyai faktor pendukung dan penghambat. Karena Tugas pembantuan mengacu pada pemberian

Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Wardani dan Rumiyatun (2017) dalam jurnalnya yang berjudul “pengaruh pengetahuan wajib pajak, kesadaran wajib

gabah, (2) Pada 4 varietas padi sawah yang dicoba memiliki perbedaan tingkat efisiensi pemanfaatan N dengan urutan tingkat efisiensi tertinggi hingga terendah

Berdasarkan hasil penelitian, peningkatan kepercayaan diri siswa setelah menerima layanan bimbingan kelompok di SMP Negeri 8 Kota Jambi, dan berdasarkan hasil