A. Pengertian
Persalinan adalah suatu pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Wiknjosastro, 1999).
Sectio caesaria adalah cara mengeluarkan janin dengan sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau sectio caesaria
adalah suatu histerectomia untuk mengeluarkan janin dari rahim (Rustam
Mohtar,1992).
Sectio caesaria adalah cara mengeluarkan janin dengan mengunakan
insisi pada perut dan uterus (Irene M Bobak, 2004).
Pre-eklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema,
dan proteinuri yang timbul karena kehamiln, penyakit ini umumnya terjadi
dalam triwulan ketiga kehamilan (Wiknjosastro, 2002).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sectio caesaria
indikasi pre-eklamsia adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang
dapat hidup (janin) dari dalam uterus ke dunia luar dengan tindakan
pembedahan untuk mengeluarkan janin karena pre-eklamsi yang ditandai
dengan hipertensi, proteinuria dan edema. (Wiknjosastro, 2002)
B. Indikasi Sectio Caesaria
Indikasi dilakukannya sectio caesaria.
1. Plasenta Previa
2. Panggul sempit
3. Ketuban pecah dini
4. Ruptur uteri
5. Pre eklamasi dan hipertensi
6. Partus lama atau partus macet
7. Malpresentasi janin
8. Distosia (Wiknjosastro, 2002)
C. Klasifikasi Pre Eklamsi
1) Pre eklamsia ringan, bila disertai keadaan berikut :
a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada posisi
terlentang atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih. Pengukuran
sekurang kurangnya dua kali pemeriksaan dengan jarak pemeriksaan 6
jam.
b. Oedema umum pada mata, wajah, kaki dan jari tangan.
c. Kenaikan berat badan lebih dari 0,5 kg per minggu.
d. Proteinuria sebesar 300 mg/L dalam 24 jam atau lebih 1 g/L
2) Pre eklamsi sedang, bila disertai dengan :
a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b. Proteinuria 5 sampi 10 g/L dalam 24 jam atau lebih dari +2 protein.
c. Oedema umum bengkak semakin jelas di mata, wajah, jari, bunyi paru
d. Oliguri kurang dari 30 mL/jam (kurang dari 500 cc/24 jam).
e. Gangguan penglihatan, kabur, fotophobia.
3) Pre eklamsi berat,bila diserta dengan:
Protein urine + 4, oedema, tekanan darah 160/110 mmHg, mual,
muntah, bisa mengarah kejang dan nyeri ulu hati.
4) Eklamsia, bila ditandai dengan:
Pre eklamsi berat yang memburuk, tekanan darah meningkat,
edema menjadi lebih umum, proteinuria bertambah banyak dan
disertai kejang.(Bobak, 2004; Mochtar, 1998)
D. Klasifikasi Sectio Caesaria
1. Sectio caesaria transperitonealis
Yaitu dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
kira-kira 10 cm. Insisi dibuat pada dinding perut pada garis tengah dari
simphisis sampai beberapa sentimeter dibawah pusat.
Kelebihan:
a. Penjahitan lebih mudah
b. Resiko pendarahan lebih kecil karena segmen bawah uterus tidak begitu
banyak mengandung pembuluh darah
c. Segmen bawah rahim terletak diluar kavum peritonei kemungkinan
infeksi pasca bedah lebih kecil
Kekurangan:
Luka dapat melebar kekanan, kiri, dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uterine putus sehingga mengakibatkan pendarahan
yang banyak.
2. Sectio caesarea klasik (profunda)
Yaitu dengan membuat insisi memanjang pada korpus uteri sepanjang 10
cm.
Kelebihan:
a. Mengeluarkan janin lebih cepat
b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
(Bobak, 2004 ; Mochtar, 1998)
E. Anatomi fisiologi
Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan organ interna.
Organ eksterna berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna berfungsi
dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan perpindahan blastosis,
dan sebagai tempat implantasi, dapat dikatakan organ interna berfungsi untuk
pertumbuhan dan kelahiran janin.
1. Organ reproduksi eksterna.
a) Mons pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah bantalan berisi lemak yang
terletak di permukaan anterior simphisis pubis. Setelah pubertas kuit
(escutcheon). Mons pubis berfungsi sebagai bantal pada waktu
melakukan hubungan seks. Kulit mons pubis mengandung kelenjar
keringat yang khusus dan sekresi kelenjar tersebut meberikan aroma
yang khas.
b) Labia mayora
Merupakan dua buah lipatan bulat dengan jaringan lemak yang ditutupi
kulit memanjang ke bawah dan ke belakang dari mons pubis sampai
sekitar satu inchi dari rectum. Panjang labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3
cm, tebal 1-1,5 cm dan agak meruncing pada ujung bawahnya,
sedangkan multipara labia mayora bisa terbuka lebar.
c) Labia minora
Jaringan berwarna kemerahan yang sisinya menyatu pada ujung atas
vulva disebut labia minora atau nimfe. Labia minora minora
meruoakan dua buah lipatan tipis kulit yang terletak disebelah dalam
labia mayora.
d) Klitoris
Klitoris adalah jaringan yang homolog dengan penis, bentuknya kecil,
silinder, erektil dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini
menonjol ke bawah diantara kedua ujung labia minora. Klitoris terdiri
dari : glans, korpus dan dua buah krura. Panjang klitoris jarang
melebihi 2 cm bahkan dalam keadaan ereksi sekalipun posisinya
sangat berlipat karena tarikan labia minora. Akibatnya ujung klitoris
e) Vulva
Vulva adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong,
berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil,
sampai ke belakang dibatasi perineum.
f) Vestibulum
Merupakan daerah berbentuk buah amandel yang dibatasi labia minora
dilateral dan memanjang dari klitoris diatas sehingga fouchet dibawah.
g) Intriitus vagina
Introitus vagina adalah pintu masuk ke vagina. Dilindungi oleh labia
minora, dapat dilihat jika bibir kecil dibuka, ditutupi oleh selaput dara
(hymen).
h) Selaput dara (hymen)
Lubang hymen berbentuk bulan sabit atau bulat kadang berupa banyak
lubang kecil dan dapat berupa celah atau barumbai tidak beraturan.
Hymen akan robek pada koitus apalagi setelah bersalin.
i) Orifisium uretra eksterna (lubang kemih)
Dua per tiga bagian bawah uretra terletak tepat di atas dinding depan
vagina dan bermuara pada meatus uretra. Meatus uretra terletak pada
garis tengah bagian atas liang vagina dan biasanya terlihat menonjol
berkerut-kerut.
j) Perineum
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm.
urogenital. Perineum terdiri dari otot yang dilapisi dengan kulit dan
menjadi penting karena perineum dapat robek selama melahirkan.
2. Organ reproduksi interna
a) Vagina
Vagina merupakan jaringan membrane muskulo membranosa
berbentuk tabung yang memanjang dari vulva ke uterus berada
diantara kandung kemih dianterior dan rectum di posterior.
b) Uterus
Uterus adalah organ muskuler yang berongga dan berdinding
tebal yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa. Dalam
kehamilan uterus berfungsi untuk implantasi, mendorong janin dan
plasenta pada persalinan serta mengendalikan pendarahan dari tempat
perlekatan plasenta melalui kontraksi otot-otot.
Uterus wanita yang tidak hamil terletak pada rongga panggul
antara kandung kemih di anterior dan rectum di posterior. Hampir
seluruh dinding posterior uterus ditutupi serosa atau peritoneum,
bagian bawah dari padanya membentuk batas anterior kavum
rekteuterina atau disebut juga kavum Douglas.
Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng dan terdiri
dari dua bagian yaitu bagian atas berbentuk segitiga yang merupakan
badan uterus yaitu korpus dan bagian bawah berbentuk silindris yang
merupakan bagian fusiformis yaitu serviks. Saluran ovum atau tuba
batas superior dan lateral. Bagian atas uterus yang berada diatas kornu
disebut fundus. Bagian uterus dibawah insersi tuba falopi tidak
tertutup langsung oleh peritoneum, namun merupakan tempat
perleketan dari ligamentum latum. Titik temu serviks dengan korpus
uteri disebut dengan istmus uteri.
Bentuk dan ukuran uterus bervariasi serta dipengaruhi usia dan
paritas seorang wanita. Sebelum pubertas panjangnya bervariasi antara
2,5-3,5. Uterus wanita multipara dewasa panjangnya antara 6-8 cm
sedang pada wanita multipara 9-10 cm. Berat uterus wanita yang
pernah melahirkan antara 50-70 gram, sedangkan pada wanita yang
belum pernah melahirkan 80 gram atau lebih. Pada wanita muda
panjang korpus uteri kurang lebih setengah panjang serviks, pada
wanita multipara panjang keduanya kira-kira sama. Sedangkan pada
wanita multipara serviks hanya sedikit lebih panjang dari sepertiga
panjang total organ ini.
Bagian serviks yang berongga dan merupakan celah sempit
disebut dengan kanalis servikalis yang berbentuk fusiformis dengan
lubang kecil dengan kedua ujungnya yaitu osteum interna dan osteum
dekstra. Setelah menopause uterus mengecil sebagai akibat atropi
miometreium dan endrometrium. Istmus uteri pada saat kehamilan
diperlukan untuk pembentukan segmen bawah rahim. Pada bagian
inilah dinding uterus dibuka jika mengerjakan sectio caesaria trans
Suplay vaskuler uterus terutama berasal dari arteri uterine dan
arteri ovarika. Arteri uterina yang merupakan cabang-cabang utama
arteri hipogastrika menurun masuk dasar ligamentum latum dan
berjalan ke medial menuju sisi uterus. Arteri uterina terbagi menjadi
dua cabang utama yaitu arteri serviks vaginalis yang lebih kecil
memperdarahi bagian bawah serviks dan bagian bawah vagina.
Cabang utama memperdarahi bagian atas serviks dan korpus uteri.
Arteri ovarika yang merupakan cabang aorta masuk dalam
ligamentum latum melalui ligmentum infundibulopelvikum. Sebagian
darah dari bagian atas uterus, ovarium dan bagian atas ligamentum
latum dikumpulkan melalui vena yang didalam ligamentum latum,
membentuk pleksu pampiniformis yang berukuran besar, pembuluh
darah darinya bermuara di vena ovarika. Vena ovarika kanan
bermuara ke vena kava sedangkan vena ovarika kiri bermuara ke vena
renalis kiri.
Persarafan terutama berasal dari system saraf simpatis tapi
sebagian juga berasal dari sistem serebrospinal dan parasimpatis.
Cabang-cabang dari pleksus ini mempersarafi uterus, vesika urinaria,
serta bagian atas vagina terdiri dari serabut dengan maupun tanpa
myelin. Uterus disanga oleh jaringan ikat pelvis yang terdiri dari
ligamentum latum, ligamentum infundibulopelvikum, ligamentum
kardinalis, ligamentum rotundum dan ligamentum uterosakrum.
sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Ligamentum
infundibulopelvikum merupakan ligamentum yang menahan tuba
valopi berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan urat-urat saraf, saluran linfe, arteria dan vena ovarika.
Ligamentum kadinale mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri dari
jaringan ikat, yang tebal dan berjalan dari serviks ke puncak vagina
kearah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak
pembuluh darah antara lain vena dan arteri uterine. Ligamentum
uterosakrum menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan
di serviks bagian belakang, kiri dan kanan ke arah os sacrum kiri dan
kanan. Sedang ligamentumrotundum menahan uterus antefleksi dan
berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke daerah inguinal kiri
dan kanan.
1) Serviks Uteri
Serviks merupakan bagian uterus yang terletak dibawah
ishmus, di anterior batas atas serviks yaitu ostium interna kurang
lebih tingginya sesuai dengan batas peritoneum pada kandung
kemih. Osteum eksterna terletak pada ujung bawah segmen vagina
serviks yaitu portio vaginalis. Serviks yang mengalami robekan
yang dalam waktu persalinan setelah sembuh bisa menjadi
berbentuk tak beraturan, noduler, atau menyerupai bintang.
Serviks memiliki serabut otot polos namun terutama terdiri
Selama kehamilan dan persalinan kemampuan serviks untuk
meregang merupakan akibat pemecahan kolagen.
Mukosa kanalis servikalis merupakan kelanjutan dari
endometrium. Mukosanya terdiri dari satu lapisan epitel kolumner
yang menempel pada membrane basalis yang tipis.
2) Korpus Uteri
Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan yaitu endometrium,
miometrium, dan peritoneum.
a) Endometrium
Endometrium merupakan bagian terdalam dari uterus berupa
lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang
tidak hamil. Endometrium berupa membrane tipis berwarna
merah muda, menyerupai beludru, yang bila diamati dari dekat
terlihat ditembusi oleh banyak lubang-lubang kecil muara
kelenjar uterine. Tebal endometrium 0,5-5 mm. Endometrium
terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim
antar kelenjar yang didalamnya banyak terdapat pembuluh
darah. Kelenjar uterine berbentuk tubuler dalam keadaan
istirahat menyerupai jari dari sebuah sarung tangan. Sekresi
kelenjar berupa suatu cairan encer yang berfungsi menjaga
rongga uterus tetap lembab.
b) Miometrium
merupakan lapisan muskuler. Miometrium merupakan jaringan
pembentuk sebagian besar uterus dan terdiri dari kumpulan otot
polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut
elastin di dalamnya. Selama kehamilan miometrium membesar
namun tidak terjadi perubahan berarti pada otot yang terdiri atas
tunika muskularis longitudinalis eksterna, oblique media dan
sirkularis interna yang diselangi dengan sedikit jaringan fibrosa.
c) Peritoneum
Peritonium merupakan lapisan serosa yang menyelubungi
uterus, dimana peritoneum melekat erat kecuali pada daerah di
atas kandung kemih dan pada tepi lateral dimana peritoneum
berubah arah sedemikian rupa membentuk ligamentum latum.
d) Tuba Falopi
Tuba falopi merupakan ovum yang terentang antara kornu
uterine hingga suatu tempat di dekat ovarium dan merupakan
jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba falopi antara
8-14 cm, tuba tertutup oleh peritoneum dan lumennya dilapisi
oleh membrane mukosa.
Tuba falopi terdiri dari :
a. Pars interstisialis.
Bagian yang terdapat di dinding uterus.
b. Pars ismika.
c. Pars ampularis.
Bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi.
d. Pars infudibulum.
Bagian ujung tuba yang terbuka kea rah abdomen dan
mempunyai fimbria. Fimbria penting artinya bagi tuba
untuk menangkap telur untuk kemudian menyalurka
kedalam tuba.
c) Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah
amandel, fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta
sintesis dan sekresi hormone steroid. Ukuran ovarium panjangnya
2,5-5 cm dan lebarnya 1,2,5-5-3 cm serta tebalnya 0,6-1 cm. Setelah
menopause ovarium sangat kecil. Normalnya, ovarium terletak pada
bagian atas ronga panggul dan menempel pada lekukan dinding lateral
pelvis diantara iliaka eksternal yang divergen dan pembuluh darah
hipogastrik fossa ovarica waldeyer. Ovarium melekat pada
ligamentum melalui mesovarium. (Irene M. Bobak, 2004)
F. Etiologi
Pre eklamsia merupakan suatu kondisi yang hanya terjadi pada
kehamilan, tanda dan gejala timbul hanya selama kehamilan dan menghilang
dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Penyebabnya tidak diketahui,
1. Kekhasan pada kehamilan.
2. Terutama pada primigravida.
3. Overdistensi uterus (seperti pada kehamilan kembar).
4. Disfungsi plasenta misal infark.
G. Patofisiologi
Peningkatan volume plasma darah, fase dilatasi, penurunan resistensi
vaskuler sistemik, peningkatan curah jantung dan penurunan tekanan _eknik_
koloid. Pada pre eklamsi volume plasma yang beredar menurun sehingga
terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit internal. Perubahan ini
membuat perfusi ke unit janin utero plasenta. Vasospasme siklik dilanjut
menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah
sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.
Vasospasme merupakan sebagian mekanisme dasar tanda dan gejala
yang menyertai pre eklamsi. Fase spasme arterial menyebabkan premeabilitas
kapiler. Keadaan ini meningkatkan oedema dan menurunkan volume
intravaskuler. Peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh vasospasme
arteri dan pembuluh darah menyebabkan penurunan perfusi sehingga
menyebabkan gangguan aliran darah ke semua organ seperti plasenta, ginjal,
hati dan otak dan mengakibatkan terjadinya organ tersebut.
Penurunan perfusi ginjal mengakibatkan penurunan laju filtrasi ginjal
yang berperan dalam glomerulus. Sehingga protein, albumin, keluar bersama
plasma dan serum albumin mengakibatkan penurunan volume cairan intra
vascular yang diikuti kompartemen sehingga menghasilkan hemokonsentrasi,
peningkatan viskositas darah dan oedema jaringan.
Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasme arteriolus ginjal
menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang
menyebabkan retensi natrium dan air. Filtrasi glomerulus yang menurun
menyebabkan deurisis turun yang dapat berlanjut terjadinya oliguri atau
anuria.
Penurunan perfusi hepar terjadi karena gangguan fungsi, oedema hepar
dan perdarahan sub kapsuler menyebabkan nyeri epigastrik atau nyeri di
kuadran kanan atas dan mual muntah. Peningkatan enzim hepar terjadi karena
kerusakan hepar. Gangguan aliran darah ke retina mengakibatkan gangguan
penglihatan. Kondisi yang sama terjadi pada oedema otak dan perdarahan otak
dengan manifestasi klinik sakit kepala, hiperefleksi dan kejang otot mata kaki.
Akibat vasospasme terjadi peningkatantan volume ekstravaskuler sehingga
terjadi oedema termasuk oedema paru. Akibat oedema paru akan mendesak
diafragma dan pertukaran gas menjadi terganggu. Penurunan aliran darah ke
plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta menyebabkan terganggunya
pertumbuhan janin dan resko janin dan resiko injuri lain (Cunningham, 1995,
H. Manifestasi Klinik
Pre eklamsia biasanya ditandai dengan :
1. Hipertensi yaitu peningkatan tekanan sistolik dan _eknik_ra sampai
mencapai atau melebihi 140/90 mmHg. Terjadi kenaikan yang progresif
sepanjang kehamilan atau kenaikan lebih dari 20 mmHg pada tekanan
sistolik atau 10 mmHg pada tekanan _eknik_ra diatas hamil pengukuran
pada awal kehamilan.
2. Proteinuri
Pada pre eklamsia awal proteinuri mungkin hanya minimal atau tidak
ditemukan sama sekali. Pada kasus berat, protenuria biasanya dapat
ditemukan dan dapat mencapai 10 g/l.
3. Oedema
Oedema merupakan suatu akumulasi cairan interstisial. Gejala oedema
terlihat jelas pada wajah, kelopak mata, tungkai, tangan dan kaki serta
penambahan berat badan. Peningkatan berat badan yang mendadak serta
berlebihan merupakan tanda pertama pre eklamsia. Peningkatan berat
badan sekitar 1 pon (0,45 kg) per minggu adalah normal, tapi bila melebihi
2 pon dalam seminggu atau 6 pon dalam sebulan perlu dicurigai terjadi
eklamsia.
Pre eklamsia dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
a. Pre eklamsia ringan, bila disertai keadaan berikut :
terlentang atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih. Pengukuran
sekurang kurangnya dua kali pemeriksaan dengan jarak pemeriksaan
6 jam.
2) Oedema umum pada mata, wajah, kaki dan jari tangan.
3) Kenaikan berat badan lebih dari 0,5 kg per minggu.
4) Proteinuria sebesar 300 mg/L dalam 24 jam atau lebih 1 g/L
b. Pre eklamsi sedang, bila disertai dengan :
a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria 5 sampi 10 g/L dalam 24 jam atau lebih dari +2 protein.
c) Oedema umum bengkak semakin jelas di mata, wajah, jari, bunyi
paru (rales) bisa terdengar.
d) Oliguri kurang dari 30 mL/jam (kurang dari 500 cc/24 jam).
e) Gangguan penglihatan, kabur, fotophobia.
c. Pre eklamsi berat, bila disertai dengan:
a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b) proteinuri + 4.
c) Oedema
d) Mual muntah
e) Sert kejang dan nyeri ulu hati
d. Eklamsi
Pre eklamsi berat yang memburuk, tekanan darah meningkat, edema
menjadi lebih umum, proteinuria bertambah banyak dan disertai
I. Penatalaksanaan
1. Persiapan pra bedah
Persiapan pra bedah dapat di bagi atas tiga langkah :
a. Persiapan penderita
1) Menerangkan kepada penderita dan keluarganya alasan dilakukan
operasi untuk melahirkan janin dan memberikan pengertian serta
kekuatan mental kepada mereka dalam menghadapi keadaan ini.
Diterangkan pula bahwa untuk operasi ini diperlukan izin atau
persetujuan penderita dan keluarga.
2) Melakukan pengosongan kandung kencing. Pada operasi
perabdominan dipasang kateter menetap (dauer kateter).
3) Mengosongkan isi rectum.
4) Mencukur eknik pubis daerah genetalia eksterna dan eknik daerah
dinding perut pada operasi perabdominan.
5) Membaringkan penderita pada posisi yang dianjurkan yaitu posisi
litotomi dan posisi trendelenberg.
6) Memasang infuse cairan menggunakan kanula plastik G No. 16.
7) Melakukan cuci hama daerah operasi:
8) Daerah genetalia eksterna dan vagina dengan memakai larutan
asam pikrin, larutan betadine, larutan savlon dan sebagainya.
9) Daerah dinding perut dengan betadine, larutan yodium, larutan
b. Persiapan Kamar dan Alat-alat untuk Operasi :
1) Diberitahukan kepada dokter dan paramedis yang bertugas jaga
bahwa ada operasi, supaya mereka menyiapkan kamar operasi atau
kamar bersalin serta alat-alat yang berkaitan dengan jenis operasi
yang akan dilakukan. Begitu juga alat-alat dan obat-obat untuk
anestesi serta lampu kamar operasi disiapkan dan diperiksa.
2) Alat-alat untuk operasi disucihamakan (antiseptic) setelah itu
disiapkan pada meja alat, ditutup atau dibungkus dengan kain yang
seluruhnya dalam keadaan suci hama siap dipakai untuk operasi.
3) Juga telah disiapkan alat-alat resusitasi untuk bayi yang akan
dilahirkan.
4) Pada kasus-kasus bayi resiko tinggi (high risk baby) hendaknya
diminta bantuan seorang ahli kesehatan anak khusus dalam bidang
neonatus.
c. Persiapan Tim Operasi
1) Operator (ahli kebidanan).
2) Asisten operator (asisten ahli, dokter muda dan eknik ra).
3) Para medis pifiata alat-alat operasi.
4) Ahli anastesi dan perawat anastesi.
Tim bedah ini bekerja dalam keadaan bersih hama;
1) Menyucihamakan tangan.
2) Memakai penutup kepala, baju operasi dan jas operasi yang steril,
Tim bedah harus benar-benar kompak, masing-masing bertanggung
jawab atas tugas yang di embannya dengan tujuan operasi harus
berjalan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan penderita.
2. Anastesi
Anastesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai
rasa sakit yang sifatnya sementara.
a. Anastesi umum
Yaitu suatu cara untuk menghilangkan kesadaran disertai
hilangnya rasa sakit di seluruh tubuh disebabkan pemberian
obat-obatan anastasi, anastesi umum mempengaruhi otak dan sistem saraf
pusat, menyebabkan insensivitas secara umum terhadap stimulus dan
berbagai tingkat relaksasi. Obat diberikan dengan cara inhalasi atau
infus intra vena. Obat yang diberikan dengan cara inhalasi antara lain
nitrogen oksida, eter dan fluotan (halotan). Sedangkan obat yang
diberikan dengan cara intravena ada golongnan barbiturate, golongan
non barbiturate dan ketalar. Dari golongan barbiturate antara lain
pentonal (piopental), suretal dan butalliton, sedang dari golongan non
barbiturate antara lain gama hidroksiburat dan inovar. Obat tersebut
dapat menghilangkan rasa sakit dengan cepat tetapi menekan
kesadaran pasien, sehingga ia kehilangan keikutsertaan dan kepuasan
dalam kejadian persalinan. Disamping itu, berbagai jumlah obat-obatan
mencapai bayi dengan cara melewati sirkulasi ibu dan bereaksi pada
Anastesi umum diberikan oleh ahli anastesi pada saat
melahirkan dan diteruskan sampai perbaikan perineal telah selesai.
Pasien dimonitor dengan ketat sampai ia benar-benar sadar, monitoring
meliputi pengkajian tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, dan perhatian
lain dalam post partum. Intervensi meliputi mempertahankan jalan
nafas tetap terbuka dan memberikan jaminan keamanan.
b. Anestesi Regional (Lokal)
Yaitu suatu cara untuk menghilangkan rasa sakit pada bagian
tubuh atau pada daerah tertentu dari tubuh. Anastesi regional menekan
insensivitas area tubuh terhadap rasa sakit atau stimulus lainnya. Area
yang dipengaruhi tergantung pada saraf yang terlibat. Bila akar dari
suatu saraf disuntik dengan anastetik, seperti dan saddle, epidural, atau
blok kaudal, bagian bawah tubuh yang luas akan teranastesi.
Blok saddle dilakukan dengan cara memasukkan jarum
kira-kira 1cm dibawah prosesus spinosus setinggi lumbal ketiga dan ke
empat, menuju keatas medial sampai pada epidural. Agens anastesi
yang digunakan yaitu bupivacaine (marcaine). Letakkan klien dalam
posisi duduk dengan kepala ditekuk ke depan (dada) sehingga
punggung melengkung dan sela vertebra terbuka. Topang klien dengan
dalam ini karena ia berat ke depan oleh kehamilannya dan klien mudah
jatuh ke depan jika tidak ditopang dengan baik. Manset tekanan darah
dipasang di lengan atasnya dan pengukuran dasar awal dilakukan
membersihkannya, dan menusukkan jarum spinal. Obat disuntikkan
dengan perlahan dan jarum kemudian di cabut. Tekanan darah di ukur
dan tingkat anastesi diperiksa setelahnya. Kemudian pasien
dibaringkan dengan posisi litotomi untuk bersalin. Kepalanya harus
sedikit dinaikkan untuk memungkinkan obat naik lebih tinggi dikanal
spinalis sehingga mati rasa tercapai tanpa membiarkannya naik terlalu
tinggi.
Setelah bersalin pasien yang mengalami blok saddle
membutuhkan perawatan khusus ekstremitas bawahnya mengalami
paralise sekitar 2 sampai 4 jam. Kedua tungkainya diangkat bersamaan
dari penyangga. Ia akan membutuhkan bantuan untuk pindah dari meja
operasi gurney dan dari gurney ke tempat tidurnya. Ia harus diberi
semangat untuk berputar dari satu sisi ke sisi lainnya, tapi ia harus
dilarang menaikkan kepalanya sampai 24 jam kemudian untuk
mencegah sakit kepala post spinal. Jika terjadi sakit kepala, anjurkan
klien berbaring telentang dan diberikan analgesic sesuai resep.
Anastesi kaudal dan epidural mendekati akhir kala 1. Manset
tekanan darah dipasang di lengan atasnya dan pengukuran dasar
dilakukan. Pasien dibaringkan dalam posisi sim atau knekest. Dokter
menganastesi kulit, menusukkan jarum, dan memasukkan obat ke
dalam liatus sakralis. Bila diantisipasi akan diberikan anastesi ulang,
kateter polietelin ditusukkan melalui jarum dan dibiarkan ditempat
dipertahankan beberapa jam. Hams dilakukan perawatan khusus untuk
mempertahankan kateter pada tempatnya. Tekanan darah dan tingkat
anastesi dimonitor secara teratur sampai sensasi aktivitas motorik
kembali normal (Persis Mary Hamilton, 1995).
Pengaruh anestesi pada tubuh :
a. Pernafasan
Penderita dengan keadaan tidak sadar dapat terjadi gangguan
pernafasan dan peredaran darah. Bila hal ini terjadi pada waktu
anestesi maka pertolongan resusitasi harus segera diberikan untuk
mencegah kematian. Obat anestesi inhalasi menekan fungsi
mukosilia saluran pernafasan menyebabkan penimbunan mucus di
jalan nafas.
b. Kardiovaskuler
Sewaktu dalam keadaan anestesi, jantung dapat berhenti secara
tiba-tiba. Hal ini dapat disebabkan oleh karena pemberian obat
yang berlebihan, mekanisme reflek nervus yang terganggu,
perubahan keseimbangan elektrolit dalam darah, hipoksia, dan
anoksia, katekolamin darah berlebihan, keracunan obat, emboli
udara dan penyakit jantung. Perubahan tahanan vaskuler sistemik
(misalnya : peningkatan aliran darah serebral) menyebabkan
penurunan curah jantung.
c. Gastrointestinal
ke faring tanpa adanya tanda-tanda. Hal ini disebabkan oleh adanya
cairan atau makanan dalam lambung, tingginya tekanan darah ke
lambung dan letak lambung yang lebih tinggi dari letak faring.
Anastesi spinal dapat menyebabkan kontraksi usus. Motilitas usus
yang berlebihan menimbulkan rasa mual dan muntah. Baik
regurgitasi maupun muntah dapat menyebabkan aspirasi isi
lambung kedalam paru-paru (Sindroma Mendelson).
d. Perdarahan
Setiap persalinan dengan pemberian anestesi selalu dipikirkan akan
timbulnya perdarahan post partum, terutama pada anestesi dengan
halotan.
e. Ginjal
Pada saat dianestesi penurunan aliran darah ke ginjal yang dapat
menurunkan filtrasi glomerulus sehingga diuresis juga menurun
(Adele pillitteri,2002; Bertram G. Katzung, 1997; Persis Mary
Hamilton, 1995).
J. Adaptasi fisiologi pada ibu post partum dan post sectio caesaria
1. Pengaruh anestesi pada post operasi sectio caesaria
Pada jam pertama sesudah anestesi merupakan waktu yang
potensial berbahaya bagi ibu karena ada beberapa masalah yang timbul
dan pengaruh anestesi seperti terjadi sumbatan pada jalan nafas diikuti
atau ke belakang menutupi faring, terjadi gangguan eliminasi yang
disebabkan karena adanya penurunan peristaltic usus selama 24 jam,
setelah pembedahan daerah pelvis atau abdomen akan berlangsung
beberapa hari, konstipasi dapat disebabkan karena kurang aktifitas, tidak
adekuatnya intake bahan makanan yang mengandung serat. Pengaruh
anestesi juga dapat menyebabkan kebutuhan nutrisi terganggu (Long, C.B,
1996).
2. Luka post operasi sectio caesaria
Luka post section caesaria dapat menimbulkan masalah seperti
nyeri. Rasa nyeri timbul setelah operasi karena terjadi trikan, manipulasi
jaringan, terputusnya jaringan juga dapat terjadi akibat simulus ujung saraf
oleh karena bahan kimia yang dilepas pada saat operasi atau iskem
jaringan akibat gangguan suplai darah ke salah satu bagian tubuh sehingga
menimbulkan rasa tidak nyaman dan aktifitas dapat terganggu. Pada luka
juga dapat menyebabkan perdarahan yang disebabkan karena terputusnya
jaringan dan terbuka, sehingga dapat menimbulkan deficit volume cairan,
Hb kurang, anemi, daya tahan tubuh menurun dan dapat menimbulkan
infeksi pada luka (Long, C.B, 1996).
a. Perubahan pada corpus uteri
Pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi normal setelah
kelahiran bayi tersebut disebut involusio. Dalam 12 jam setelah
persalinan fundus uteri berada kira0kira 1 cm diatas umbilicus, 6 hari
10-12 hari post partum. Peningkatan kontraksi uteri segera setelah
persalinan yang merupakan respn untuk mengurangi volume intra
uteri.
Pada uteri terdapat pelepasan pasenta sebesar telapak tangan
regansi tempat pelepasan plasenta belum sempurna sampai 6 minggu
post partum uterus mengeluarkan cairan melalui vagina yang disebut
lochea. Pada hari pertama dan kedua cairan berwarna merah disebut
lochea rubra. Setelah satu minggu lochea berwarna kuning disebut
lochea serosa. Dua minggu setelah persalinan cairan berwarna putih
disebut lochea alba.
b. Perubahan pada servik
Bagian atas servik sampai segmen bawah uteri menjadi sedikit
edema, indo servik menjadi lembut, terlihat memar dan terkoyak yang
memungkinkan terjadinya infeksi.
c. Vagina dan perineum
Dinding vagina yang licin secara berangsur-angsur ukurannya akan
kembali normal dalam 6 sampai 8 minggu post partum.
d. Payudara
Sekresi dan ekresi kolostrum bebrlangsung beberapa hari setelah
persalinan. Pada hari ketiga dn keempat post partum payudara menjadi
penuh tegang, keras, tetapi setelah proses laktasi dimulai payudara
e. Sistem kardiovaskuler
Volume darah cenderung menurun akibat perdarahan post operasi,
suhu badan meningkat dalam 24 jam pertama. Pada 6-8 jam pertama
post partum umumnya ditemukan bradikardi. Keadaan pernafasan
berubah akibat dari anestesi, tekanan sedikit berubah atau tidak sama
sekali.
f. Sistem endokrin
Perubahan yang terjadi pada perubahan endokrin selama masa nifas
yaitu hormone plasenta yang menurun dengan cepat setelah persalinan.
Keadaan hormone plasenta laktogen (HPL) merupakan keadaan yang
tidak terdeteksi dalam 24 jam, keadaan estrogen dalam plasenta
menurun sampai 10 % dari nilai ketika hamil dalam waktu 3 jam
setelah persalinan. Pada hari ke tuju keadaan progesterone dalam
plasma menurun sampai dibawah nilai lutheal pertama. Pada hormone
pituitary keadaan prolaktin pada darah meninggi dengan cepat pada
kehamilan. Pada ibu yang tidak laktasi prolaktin akan turun dan
mencapai keadaan seperti sebelum kehamilan dalam waktu 2 minggu.
g. Sistem integument
Strial yang diakibatkan karena regangan kulit abdomen mungkin akan
tetap bertahan lama setelah persalinan tetapi akan menghilang menjadi
_eknik_ra yang lebih terang. Bila terdapat kloasma biasanya akan
h. Sistem urinari
Fungsi ginjal akan normal dalam beberapa bulan setelah persalinan,
pada klien yang terpasang kateter kemungkinan dapat terjadi infeksi
pada saluran kemih.
i. Sistem gastrointestinal
Gangguan nutrisi terjadi 24 jam post partum sebagai akibat dari
pembedahan dengan anestesi general yang mengakibatkan tonus otot
saluran pencernaan akan lebih lama berada dalam saluran makanan
akibat pembesaran rahim.
K. Adaptasi Psikologis Ibu Post Partum
1. Fase taking in (Dependent)
Terjadi pada satu sampai dua hari post partum, ibu sangat tergantung pada
orang lain dalam memenuhi kebutuhannya, termasuk merawat anaknya
(Jansen, 2000).
2. Fase taking hold (Depandent – Independent)
Terjadi pada tiga hari post partum ibu mulai bisa makan minum. Merawat
diri serta bayinya. Pada fase ini waktu yang tepat untuk penyuluhan
(Jansen, 2000).
3. Fase Letting go (Indepandent)
Fase ini ibu dan keluarga harus segera menyesuaikan diri terhadap
interaksi antara anggota keluarga, fase ini berlangsung pada hari pertama
Post Sectio Caesaria
Adaptasi fisiologi Perubahan psikologis
Taking in Butuh pelayanan dan perlindungan Kelemahan fisik Defisit perawatan diri Taking hold Pelajari hal baru Kurang pengetahuan Mampu menjalankan peran masing-m Insisi dinding abdomen dan
dinding uterus Terputusnya kontinuitas jaringan Post de entry 6 Letting go asing Mandiri Resiko infeksi Perdarahan (600-800 cc) Hipovolemia Defisit volume cairan Penekanan pembuluh syaraf Peningkatan bradikinin, prostaglandun dan leukotrien Meningkatkan sensitifitas aferen primer Menghantarkan sinyal ke SSP Diterima syaraf aferen Nyeri Intoleransi aktifitas Penurunan tonus otot
dan mobilitas usus Konstipasi Uterus Kontraksi uterus meningkat Gangguan rasa nyaman : nyeri Penurunan hormon progesterone estrogen Lobulus posterior Sekresi prolaktin Produksi ASI Lobulus anterior Sekresi oksitosin Kontraksi sel mioepi fel Let down reflek ASI keluar
Reflek hisap bayi lemah putting
menonjol Reflek hisap bayi
kuat putting menonjol Keefektifan laktasi Keefektifan laktasi Tidak efektifnya laktasi Laktasi Tekanan darah meningkat Pre eklamsi Ringan Sedang Berat 34
M. Fase-fase Penyembuhan Luka
Fase-fase penyembuhan luka antara lain :
1. Fase 1
Fase penyembuhan luka, leukosit menerima bakteri dan jaringan rusak
fibrin bertumpuk pada gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh darah,
tumbuh pada luka dari benang fibrin sebagai kerangka, fase ini
berlangsung selama 3 hari.
2. Fase II
Berlangsung 3-14 hari setelah pembedahan, leukosit mulai menghilang
dan mulai berisi kolagen serabut protein putih, sehingga kolagen akan
menunjang luka dengan baik sampai +7 hari dan fase ini jahitan luka mulai
diangkat.
3. Fase III
Berlangsung minggu kedua sampai minggu ke enam setelah pembedahan,
kolagen terus bertumpuk dan menekan pembuluh darah baru dan arus
darah menurun.
4. Fase IV
Berlangsung beberapa bulan setelah pembedahan pasien akan mengeluh
gatal sekitar luka dan kolagen terus menimbun sehingga luka menciut dan
menjadi tegang.
N. Komplikasi
1. Infeksi Puerperal (Nifas)
Menurut Mochtar (1998) berdasarkan berat ringannya infeksi puerperal
dibagi menjadi 3 yaitu :
a) Ringan : kenaikan suhu tubuh beberapa hari saja
b) Sedang : kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut
sedikit kembung
c) Berat : dengan peritonitis, sepsis, dan ileus paralitik. Sering dijumpai
pada partus terlantar dimana sebelumnya sudah terjadi infeksi
intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama
2. Perdarahan disebabkan karena banyak pembuluh darah yang terputus dan
terbuka, atonia uteri.
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonealisasi terlalu tinggi.
4. Kemungkinan reptura uteri spontan pada kehamilan berikutnya
dikarenakan kurang kuatnya parut pada dinding uteri (Rustam Mochtar,
1998).
O. Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan Penunjang
1. Pengkajian fokus
a. Aktivitas/Istirahat
1) Melaporkan keletihan, kurang energi.
b. Sirkulasi
1) Tekanan darah dapat meningkat.
2) Mungkin menerima magnesium sulfat untuk hipertensi karena
kehamilan.
3) Perdarahan vagina mungkin ada.
c. Eliminasi
Distensi usus atau kandung kemih mungkin ada.
d. Integritas ego
1) Mungkin sangat cemas dan ketakutan.
2) Dapat menentukan prosedur yang antisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negative pada kemampian sebagai
wanita.
e. Nyeri/Ketidaknyamanan
1) Mungkin menerima narkotik atau anastesi peridural awal proses
persalinan.
2) Mungkin menunjukkan persalinan palsu di rumah.
3) Kontraksi jarang dengan identitas ringan sampai sedang (kurang
dari 3 kontraksi dalam 10 menit).
4) Fase laten persalinan dapat memanjang 20 jam atau lebih lama
pada nulipara (rata-rata adalah 8 ½ jam) atau 14 jam pada nulipara
f. Keamanan
1) Dapat mengalami versi eksternal setelah gestai 34 minggu dalam
upaya untuk mengubah presentasi bokong menjadi presentasi
bokong menjadi presentasi kepala.
2) Penurunan janin mungkin kurang dari dari 1 cm/jam, pad nulipara
kurang dari 2 cm/jam pada multipar (penurunan dengan _eknik
yang lebih lama). Tidak ada kemajuan yang terjadi dalam 1
jam/lebih untuk nulipara atau dalam 30 menit pada multipara
(penghentian penurunan).
3) Pemeriksaan vagina dapat menunjukkan janin dalam mal posisi.
4) Servik mungkin kaku atau tidak siap.
g. Makanan atau cairan
Nyeri epigastrik, gangguan penglihatan, edema (tanda-tanda
hipertensi) karena kehamilan.
h. Seksualitas
1) Dapat primigravida atau grand multipara.
2) Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidromnion, janin
besar atau gestasi multiple, janin besar atau gran multiparitas.
i. Pemeriksaan penunjang
Urinalisa yaitu protein, total protein serum dan albumin biasanya
normal atau menurun, hematokrit meningkat, BUN dan kreatinin
meningkat pada pre eklamsia berat, bilirubin meningkat pada pre
eklamsia berat, different menurun pada pre eklamsia berat (Melson,
2. Data fokus
Data subjektif :
Klien mengatakan nyeri pada abdomen luka post caesaria, nyeri
menngkata ketika bergerak,frekuensi nyeri terus menerus seperti tersayat,
skala nyeri 7, nyeri berlangsung terus menerus. Klien mengatakan lemas
dan tidak dapat beraktifitas. Klien mengatakan nyeri daerah operasi.
Data objektif :
Klien meringis kesakitan saat klien bergerak dank lien takut untuk
melakukan aktifitas Klien lemah dan aktifitas klien dibantu oleh keluarga
dan perawat, klien bedrest. Adanya luka post operasi section caesaria, luka
tertutup kassa kering panjang 15 cm, lebar 6 cm, 16.45 ribu/mmk
P. Fokus Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan efek post operasi
sectio caesaria.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
nyeri berkurang.
Kriteria hasil :
a. Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri.
b. Klien tampak rileks, ekspresi wajah tenang.
Intervensi :
1) Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan
membedakan nyeri pasca operasi dan terjadinya
komplikasi (misalnya : ileus, retensi kandung kemih atau
infeksi, dehisens luka).
2) Evaluasi tekanan darah dan nadi
Rasional : Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan nadi
meningkat.
3) Anjurkan penggunaan teknik pernafasan dan relaksasi dan distraksi
Rasional : Merilekskan otot dan mengalihkan perhatian dan sensori
nyaman.
4) Anjurkan ambulasi dini.
Rasional : Menurunkan pembekuan gas dan meningkatkan
peristaltik untuk menghilangkan ketidaknyamanan
5) Kolaborasi pemberian analgesic sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan kenyamanan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan metabolik sekunder
akibat operasi sectio caesaria
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam klien dapat
meningkatkan dan melakukan aktivitas sesuai kemampuan
tanpa disertai nyeri.
Kriteria hasil : Klien dapat mengidentifikasikan faktor-faktor yang
Intervensi :
a) Kaji respon klien terhadap aktivitas.
Rasional : Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien dalam
keluhan kelemahan, kelatihan yang berkenaan dengan
aktivitas.
b) Catat tipe anastesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu
klien sadar.
Rasional : Pengaruh anestesi yang diberikan .
c) Anjurkan klien untuk istirahat
Rasional : Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan tenaga
untuk beraktifitas, klien dapat rileks.
d) Bantu dalam pemenuhan aktifitas sehari- hari sesuai kebutuhan.
Rasional : Dapat memberikan rasa aman dan tenang pada klien klien
karena kebutuhan aktifitas sehari-hari dapat terpenuhi
dengan bantuan keluarga dan perawat.
e) Tingkatkan aktifitas secara bertahap
Rasional : Aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh para
klien sesuai yang diinginkan, meningkatkan proses
penyembuhan dan kemampuan koping emosional.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentangan tubuh
terhadap bakteri skunder pembedahan.
Kriteria hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, color, dolor, tumor dan
fungsiolaesa)
b) Tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-37° C)
Intervensi:
a) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya
infeksi (color)
b) Kaji luka pada abdomen dan balutan.
Rasional : Mengidentifikasi apakah ada tada-tanda infeksi adanya pus.
c) Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan kien, rawat luka
dengan tekhnik anitseptik
Rasional : Mencegah kontaminasi silang / penyebaran organisme
infeksius.
d) Cata / pantau kadar Hb dan Ht
Rasional : Resiko infeksi post partum dan penyembuhan buruk
meningkat bila kadar kadar Hb rendah dan kehilangan
darah berlebihan.
e) Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi
4. Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan devisit volume
cairan dapat diminimalkan.
Kriteria hasil: Membran mukosa lembab, kulit tidak kering, Hb : gr
Intervensi :
a) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran
Rasional : Dokumentasi yang akurat akan membatu dalam
mengidentifikasikan pengeluaran cairan / kebutuhan
pengganti dan menunjang intervensi.
b) Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan, missal :
privasi, posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air
hangat diatas
Rasional : Meningkatkan, relaksasi, otot parineal dan memudahkan
upaya pengosongan.
c) Catat munculnya mual / muntah
Masa post perasi, semakin lama durasi anestesi semakin besar resiko
untuk muncul. Mual yang lebih dari 3 hari post operasi mungkin
dihubungkan untuk mengontrol rasa sakit atau terapi obat lain.
d) Periksa pembalut, banyaknya pendarahan
Rasional : Pendarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada
hemoragi
5. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyer parineal /
rectal.
Tujuan : Setelah, dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
gangguan eliminasi BAB : Konstipasi
Kriteria hasil: Klien mendapat kembali pola eliminasi biasanya / optimal
dalam 4 hari pasca partum.
Intervensi :
a) Auskultai terhadap adanya bising pada keempat kuadran
Rasional : Menentukan kesiapan terhadap pemberian raakan pe oral.
b) Palpasi abdomen perhatikan distensi atau ketidak nyamanan
Rasional : Menentukan pembentukan gas dan akumulasi atau
kemungkinan ileus paralitik.
c) Anjurkan cairan oral adekuat (6-8 gelas/hari), peningkatan diet
makanan serat.
Rasional : Cairan dan makanan serat (buah-buahan dan sayuran)
dapat merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi.
d) Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdominal, tingkatkan
ambulasi dini.
Rasional : Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdominalis
motilitas abdomen.
e) Kolaborasi pemberian pelunak feses.
Rasional : Melunakkan feses, merangsang peristaltik, dan membantu
6. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan laktasi efektif.
Kriteria hasil :
a) Klien dapat membuat suatu keputusan
b) Klien dapat mengidentifikasi aktipitas yang menentukan atau
meningkatkan menyusui yang berhasil.
Intervensi :
a) Kaji isapan bayi, jika lecet pada putting.
Rasional : Menentukan untuk memberikan perawatan yang tepat.
b) Anjurkan tehnik breas care menyusui yang efektip.
Rasional : Memperlancar laktasi.
c) Anjurkan pada klien untuk memberikan ASI eklusif.
Rasional : ASI dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayi secara
optimal.
d) Berikan informasi untuk rawat gabung.
Rasional : Menjaga, meminimalkan tidak efektipnya laktasi.
e) Anjurkan bagai mana cara memeras, menangani, menyimpan dan
mengirimkan / membarikan ASI yang aman.
Rasional : Menjaga agar ASI tetap bisa di gunakan dan tetap higienis
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan deficit keperawatan
tidak terjadi.
Kriteria hasil :
a) Klien mendemonstresikan tehnik-tehnik untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
b) Klien mengidentifikasi / menggunakan sumber-sumber yang ada.
Intervensi :
a) Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan.
Rasional : Nyeri dapat mempengaruhi respon emosi dan perilaku,
sehimga klien mungkin tidak mampu berfokus pada
perawatan diri sampai kebutuhan fisik.
b) Tentukan tipe-tipe anastesia
Rasional : Klien yang telah menjalani anastesia spinal dapat diarahkan
untuk berbaring datar dan tanpa bantal untuk 6-7 jam
setelah pemberian anesiesia.
c) Ubah posisi klien setiap 1-2 jam.
Rasional : Membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis.
d) Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi, gosokan
punggung dan perawatan perineal).
Rasional : Memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan
kesejahteraan.
Rasional : Mengizinkan beberapa otonomi meskipun tergantung pada
bantuan propesional.
f) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan ketidak nyamanan, yangdapat mempengaruhi
kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri.
8. Kurangi pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis,
periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mengerti
tentang perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan
diri dan kebutuhan perawatan bayi.
Kriteria hasil : Klien mengungkapkan pemahaman tentang perubahan
fisiologis, kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang
diharapkan.
Intervensi :
a) Kaji kesiapan dan motivasi untuk belajar.
Rasional : Penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan
pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi.
b) Kaji keadaan fisik klien.
Rasional : Ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi
dalam menerima penyuluhan.
c) Berikan informasi tentan perubahan fisiologis dan psikologi yang
Rasional : Membantu klien mengenali perubahan normal.
d) Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai kemampuan.
Rasional : Program latihan dapat membantu torus otot-otot,
meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran
keseimbngan tubuh dan meningkatkan perasaan sejahtera.
e) Demontrasikan teknik-tehnik perawatan diri.
Rasional : Membantu orang tua dalam penguasaan tugas-tugas baru.