• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL MELALUI PERMAINAN EGRANG BATOK PADA ANAK KELOMPOK B DI TK NEGERI PEMBINA STABAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL MELALUI PERMAINAN EGRANG BATOK PADA ANAK KELOMPOK B DI TK NEGERI PEMBINA STABAT"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL MELALUI PERMAINAN EGRANG BATOK PADA ANAK KELOMPOK B

DI TK NEGERI PEMBINA STABAT

Sari Suhrainia Haris1) dan Umar Darwis2)

1)Mahasiswa UMN Al Washliyah dan 2)Dosen FKIP UMN Alwashliyah

Abstrak

Permasalahan yang terjadi di TK Negeri Pembina Stabat adalah belum berkembangnya kemampuan sosial emosional anak. Anak kurang dalam bersosialisasi, menolong, disiplin, menghargai, berani, perasaan emosi, antusias, dan kepedulian. Selain itu kurangnya media dan ide guru dalam meningkatkan kemampuan sosial emosional anak.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan sosial emosional anak dapat meningkat melalui permainan egrang batok?

Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan sosial emosional melalui permainan egrang batok pada anak kelompok B TK Negeri Pembina Stabat tahun ajaran 2014/2015.

Metode penelitian adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah anak kelompok B TK Negeri Pembina Stabat yang berjumlah 15 anak, 8 anak laki-laki dan 7 anak perempuan. Objek penelitian adalah kemampuan sosial emosional anak. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan dokumentasi.

Hasil observasi pada siklus I menunjukkan persentase kemampuan sosial emosional anak masih tergolong rendah dengan nilai rata-rata kemampuan sosial mencapai 50% dan kemampuan emosi 46,2%. Hasil observasi pada siklus II tingkat persentase kemampuan sosial emosional anak sudah berkembang sesuai harapan (BSH) dan berkembang sangat baik (BSB), dengan rata-rata kemampuan sosial 80,4% dan kemampuan emosional 81,6%.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui permainan egrang batok dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak usia dini kelompok B TK Negeri Pembina Stabat.

Kata Kunci: Kemampuan Sosial Emosional, Permainan Egrang Batok

Pendahuluan

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diberikan untuk mengembangkan semua aspek perkembangan baik moral agama, kognitif, bahasa, sosial emosional, seni maupun fisik motorik secara menyeluruh dimana semua aspek perkembangan, kemampuan dan potensi dalam diri anak usia dini sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Masa usia dini merupakan masa pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Dalam masa-masa ini anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensinya, sehingga segala potensi dan kemampuan yang dimiliki anak dapat dikembangkan secara optimal, tentunya dengan bantuan dari orang-orang yang berada di lingkungan anak, baik orang tua maupun para pendidik.

(2)

Ada beberapa aspek perkembangan anak usia dini yang harus dikembangkan oleh guru untuk kematangan diri anak seperti, perkembangan nilai agama dan moral, kognitif, perkembngan fisik motorik, bahasa, dan sosial emosional,karena beberapa aspek perkembangan tersebut sangat penting bagi kehidupan anak usia dini.

Salah satu perkembangan yang sangat penting pada anak usia dini adalah perkembangan sosial emosional, dimana anak harus mengontrol emosi yang ada didalam dirinya dan rasa saling tolong menolong dimanapun mereka berada. Pola prilaku sosial yang terlihat pada masa kanak-kanak awal, seperti kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empati, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru, prilaku kelekatan. Perkembangan sosial emosional anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, dimana anak menggunakan keterampilan-keterampilan perseptual, motorik, kognitif, dan bahasa mereka untuk melakukan sesuatu.

Nilai sosial dan emosional anak saling berkaitan satu sama lain dimana anak harus dapat beradaptasi dengan teman-temannya dan mengatur emosi disaat mereka bermain. Ketika anak bermain nilai sosial emosional yang ada didalam diri anak akan muncul sesuai dengan karakter-karakter anak tersebut. Akan tetapi, anak Kelompok B di TK Negeri Pembina Stabat masih banyak yang tidak dapat bersosilisai, bekerjasama, menunggu giliran, mentaati peraturan permainan, mengendalikan emosi, marah, cemburu, takut dan malu dalam melakukan sebuah permainan. Contohnya, ketika mereka bermain masih banyak anak yang memilih-milih teman, marah jika diganggu temannya dan tidak percaya diri apabila dari teman mereka mengejek anak yang sedang melakukan permainan.

Permasalahan ini dapat diatasi melalui model pembelajaran yang tepat dan penggunaan media yang menarik. Pembelajaran pada anak usia dini haruslah menggunakan konsep belajar sambil bermain, belajar sambil berbuat dan belajar melalui stimulus. Bermain adalah dunia anak karena bermain dan permainan merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan bagi anak. Dengan bermain dapat dilihat perkembangan sosial emosionalnya, bagaimana anak meningkatkan kemampuan fisiknya, bagaimana perasaannya saat menang atau kalah dalam permainan, bagaimana kemampuan intelektualnya dalam memanfaatkan benda-benda sebagai mainan, bagaimana pula kematangan sosial emosionalnya dalam bermain bersama.

Terdapat beberapa kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional seperti menggunakan permainan egrang batok yang bervarisi dan menarik. Permainan egrang batok mudah dilakukan dan disenangi oleh anak khususnya anak laki-laki, karena anak laki-laki lebih menyukai permainan yang dapat mengembangkan rasa ingin tahu yang ada dalam diri anak, lebih percaya diri dalam melakukan sesuatu dan permainan yang menurut mereka menarik untuk dicoba. Didalam permainan egrang batok, anak harus membutuhkan kesabaran, keseimbangan, konsentrasi dan kerjasama dalam bermain. Seperti, kerjasama dalam memberi dukungan kepada teman sekelompok, mengatur emosi ketika melakukan gerakan langkah ke depan, ke belakang, ke kiri, ke kanan, dan sabar menunggu antrian.

(3)

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan permainan egrang batok dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak kelompok B di TK Negeri Pembina Stabat?

Kajian Pustaka Sosial Emosional

Perkembangan sosial anak usia dini sangat penting bagi kehidupan mereka, karena anak dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Hurlock dalam Nugraha (2004:1.18) mengatakan perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntunan sosial. Perilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial seperti, bersosialisasi dengan orang lain, saling bekerjasama dengan lingkungan sekitar, saling menghargai pendapat orang lain, agar mereka lebih memahami situasi dan kondisi dimanapun mereka berada. Beberapa aspek penghambat perkembangan sosial menurut Deliana dalam Nugraha (2010:4.22) yaitu: tingkah laku agresif, daya usia kurang, pemalu, anak manja, perilaku berkuasa, perilaku merusak.

Menurut Santoso (2009:7.4) ada beberapa lingkungan sosial yang diperlukan oleh anak usia dini agar perkembangan sosial mereka berkembangan dengan baik yaitu: Keluarga, lingkungan, kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan, solidaritas kelompok, kemampuan penyesuaiaan diri.

Nugraha (2004:1.18) menyatakan bahwa ada tiga proses perkembangan sosial, yakni: 1) Belajar bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat; 2) Belajar memainkan peran sosial yang ada dimasyarakat; dan 3) Mengembangkan sikap sosial terhadap individu lain dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.

Ada beberapa keterampilan sosial menurut Rich (2008:08) yaitu: 1) Belajar duduk sendiri; 2) Belajar menunggu giliran; 3) Belajar mendengar pendapat orang lain, dan 4) Belajar memperhatikan orang lain.

Moeslichatoen (2004:21) menyatakan bahwa perkembangan sosial adalah membina hubungan dengan orang dewasa, yakni anak mendapat kesempatan tinggal di sekolah bersama anak lain untuk belajar, menikmati dan menanggapi hubungan antar pribadi dengan anak lain secara memuaskan: tidak suka bertengkar, tidak ingin menang sendiri, berbagi kue atau mainan, dan saling membantu.

Karakteristik perilaku sosial pada anak usia dini menurut Nugraha (2004:2.18) ada, di antaranya adalah:

1. Pada umumnya anak pada usia ini memiliki satu atau dua sahabat. Akan tetapi sahabat itu akan cepat berganti. Mereka pada umumnya dapat cepat menyesuaikan diri secara sosial. Sahabat yang di pilih biasanya dari jenis kelamin yang sama, kemudian berkembang menjadi bersahabat dengan anak dengan jenis kelamin yang berbeda.

2. Kelompok bermainnya cenderung kelompok kecil, tidak terlalu terorganisasi secara baku sehingga kelompok tersebut cepat berganti-ganti.

(4)

4. Pola bermain anak prasekolah lebih bervariasi fungsinya sesuai dengan kelas sosial dan gender. Anak dari kelas menengah lebih banyak bermain soliter, kooperatif, dan konstruktif, sedangkan anak perempuan lebih banyak bermain soliter, konstruktif, paralel dan dramatik. Anak laki-laki, lebih banyak bermain fungsional solitaire dan asosiatif dramatis.

5. Perselisihan sering terjadi. Akan tetapi, sebentar kemudian mereka berbaikan kembali. Anak laki-laki banyak melakukan tindakan agresif dan menantang.

6. Setelah masuk TK, pada umumnya kesadaran mereka terhadap peran jenis kelamin telah berkembangan. Anak laki-laki lebih senang bermain di luar, bermain kasar dan bertingkah laku agresif, sedangkan anak perempuan lebih suka bermain yang bersifat kesenian, bermain boneka atau menari.

Emosi dirasakan oleh semua orang, dimana seseorang akan merasakannya sebagai sebuah persepsi yang dilalui oleh sistem-sistem saraf mereka sesuai dengan perkembangan emosinya. Nugraha (2010:1.14) mengatakan bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu perilaku. Suyadi (2010:109 ) mengatakan emosi adalah kondisi kejiwaan manusia. Karena sifatnya psikis atau kejiwaan, maka emosi hanya dapat dikaji melalui letupan-letupan emosional atau gejala-gejala dan fenomena-fenomena, seperti kondisi sedih, gembira, gelisah, benci, dan lain sebagainya.

Secara umum pola perkembangan emosi anak Bmenurut Suyadi (2010:110) meliputi 9 aspek, yaitu rasa takut, malu, khawatir, cemas, marah, cemburu, duka cita, rasa ingin tahu, dan gembira. Sedangkan dalam Permendiknas nomor 58 tahun 2009 dikemukakan beberapa indikator rasa emosional yaitu : 1) Mengungkapkan rasa ingin tahu, 2) Menerima pendapat dari orang lain, 3) Mau memberi dan menerima maaf.\

Lebih lanjut Yusuf dalam Khadijah (2012: 80) memaparkan aspek-aspek emosi pada anak: 1. Kesadaran diri; mengenal dan merasakan emosi sendiri.

2. Mengelola emosi; bersikap toleran terhadap frustasi dan mampu mengelola amarah secara lebih baik.

3. Memanfaatkan emosi secara produktif; memiliki rasa tanggung jawab, mampu memusatkan perhatian pada tugas yang di kerjakan.

4. Empati; mampu menerima sudut pandang orang lain, kepekaan terhadap perasaan orang lain, mampu mendengarkan orang lain.

5. Membina hubungan; memiliki sikap bersahabat atau mudah bergaul dengan teman sebaya, senang menolong orang lain, senang berbagi rasa, dan bekerja sama, dapat berkomunikasi dengan orang lain.

Permainan Egrang Batok

Bermain dan permainan adalah satu kesatuan yang utuh yang dilakukan oleh anak usia dini. Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak dikenali sampai pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Menurut Piaget dalam Khadijah (2012:135) permainan ialah alat media yang meningkatkan perkembangan sosial emosional anak. Misalnya, anak-anak yang baru saja belajar menjumlahkan

(5)

atau mengalihkan mulai bermain dengan angka melalui cara yang berbeda dan bila mereka berhasil menyelesaikan dengan baik mereka akan tertawa dan merasa bangga.

Dewey dalam Montolalu dkk (2009:1.7) percaya bahwa anak belajar tentang dirinya sendiri serta dunianya melalui bermain. Melalui pengalaman-pengalaman awal bermain yang bermakna menggunakan benda-benda konkret, anak mengembangkan kemampuan dan pengertian dalam memecahkan masalah, sedangkan perkembangan sosialnya meningkat melalui interaksi dengan teman sebaya dalam bermain.

Montolalu, (2009:1.14) melihat bermain sebagai sesuatu pelepasan atau pembebasan dari tekanan-tekanan yang dihadapi anak. Melalui permainan anak dapat memahami menciptakan dan memanipulasi simbol-simbol dan melakukan percobaan dengan peran-peran sosial.

Permainan egrang bathok merupakan salah satu permainan tradisional dari daerah jawa, yang sudah lama tidak di mainkan oleh anak-anak. Dalam permainan egrang batok terdapat beberapa aspek perkembangan anak usia dini seperti, perkembangan fisik, kognitif, bahasa, dan sosial emosional. Menurut Montolalu (2009:8.22) Egrang adalah permainan yang dapat melatih keseimbangan anak, cara memainkannya anak menaiki egrang yang terbuat dari batok/tempurung kelapa atau bisa juga dibuat dengan menggunakan kaleng bekas yang diberi lubang ditengahnya dan diberi tali yang panjang.

Menurut Sujiartiningsih (2011:14) Permainan egrang dapat digunakan untuk meningkatkan konsentrasi dan kreativitas pada anak yang memainkannya yaitu ketika harus berkonsentrasi untuk tetap berjalan dengan baik diatas tempat pijakan kaki agar tetap seimbang. http://ejournal/2014/hlm.2

Menurut Hamid (2010:21) terdapat beberapa aspek yang dikembangkan dalam permainan egrang batok yaitu :

1. Fisik, kegiatan ini banyak melibatkan motorik halus dan motorik kasar anak. Motorik halus; melatih otot-otot tangan dalam mngetuk-ngetukkan balok sebagai musik. Motorik kasar; melatih gerakan-gerakan tubuh dengan jalan atau lari dengan menggunakan terompah tempurung, melatih keseimbangan tubuh agar tidak jatuh dalam bermain.

2. Bahasa, permainan ini melibatkan komunikasi antar anak, guru dan anak. Pendidik harus selalu memberikan dukungan agar komunikasi yang terjasi adalah positif dan cendekia. 3. Kognitif, anak menghitung langkah demi langkah dengan menggunakan terompah tempurung

sampai anak terjatuh.

4. Sosial Emosional, anak bermain bersama-sama dan saling menghargai. Anak mentaati peraturan, bermain jujur dan sportif.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yaitu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Tahapan penelitian digambarkan pada bagan berikut

(6)

Gambar I Desain Penelitian Tindakan Kelas Menurut Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto 2008:16)

Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan di TK Negeri Pembina Stabat, Jalan Tengku Amir Hamzah Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilakukan pada semester genap Tahun Ajaran 2014/2015.

Subjek penelitian ini adalah anak kelompok B di TK Negeri Pembina Stabat tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 13 anak, terdiri atas 6 anak laki-laki dan 7 anak perempuan. Objek penelitian ini adalah kemampuan sosial emosional anak kelompok B di TK Negeri Pembina Stabat yang berusia 5-6 tahun.

Adapun indikator kemampuan sosial anak yakni:1) dapat bersosialisasi; 2) saling menolong sesama teman; 3) disiplin dalam melakukan permainan; dan 4) saling menghargai sesama teman. Sedangkan indikator emosional anak adalah: 1) rasa takut dan malu dalam bermain; 2) perasaan emosi dalam bermain; 3) rasa ingin tahu dalam permainan; dan 4) menghargai pendapat orang lain.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan statistik deskriptif.

Hasil Penelitian

Kondisi awal anak dalam kemampuan bersosialisasi dan mengendalikan rasa emosional masih kurang optimal, hal ini diamati ketika PBM (proses belajar mengajar) berlangsung dari awal sampai akhir pembelajaran. Permasalahan tersebut disebabkan karena dalam pembelajaran guru hanya menggunakan instruksi tanpa memberikan contoh secara langsung (konkrit) kepada anak seperti, melalui permainan atau buku cerita yang menggambarkan rasa sosial emosional antar teman dan lingkungan sekitar sehingga kemampuan sosial emosional anak tidak berkembang sesuai harapan.

(7)

Siklus I

Hasil pengamatan kemampuan sosial anak pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1 Rekap Perkembangan Kemampuan Sosial Anak pada Siklus I

No. Indikator Deskriptor BB

(1) MB (2) BSH (3) BSB (4) Persentase (%) 1. Bersosialisasi Bermain dan bersosialisasi

dengan teman 3,3 20 35 - 58,3%

2. Saling Menolong

Mau berbagi dengan teman dan saling tolong menolong

10 30 - - 40%

3. Disiplin

Mentaati peraturan permainan dan menunggu giliran 6,7 13,3 35 - 55% 4. Saling Menghargai Menghargai keunggulan teman 8,3 23,3 15 - 46,6% Rata-Rata 50%

Dari data di atas dapat dilihat bahwa persentase kemampuan sosial anak pada siklus I untuk setiap indikator masih jauh dari hasil yang diharapkan. Pada kemampuan bersosialisasi (bermain dan bersosialisasi dengan teman) hanya mencapai 58,3%, hal ini menunjukkan anak masih kurang dalam bersosialisasi dengan orang lain. Pada kemampuan saling menolong (mau berbagi dan saling tolong menolong) hanya mencapai 40%, hal ini menunjukkan bahwa kurangnya anak dalam memiliki sikap saling menolong sesama orang lain. Pada kemampuan disiplin (mentaati peraturan dan menunggu giliran) hanya mencapai 55%, hal ini menunujukkan bahwa masih kurangnya anak dalam mentaati peraturan permainan. Pada kemampuan saling menghargai (menghargai keunggulan orang lain) hanya mencapai 46,6% hal ini menunjukkan bahwa anak belum dapat menerima keunggulan orang lain. Nilai rata-rata kemampuan sosial pada siklus I mencapai 50 %.

(8)

Tabel 2 Rekap Perkembangan Emosional Anak pada Siklus I

No. Indikator Deskriptor BB

(1) MB (2) BSH (3) BSB (4) Persentase (%) 1. Keberanian Mengendalikan rasa takut

dan malu 6,7 16,7 30 - 53,4%

2. Perasaan emosi

Mengendalikan rasa beni,

cemburu dan malu 10 30 - - 40%

3. Antusiasme Kemampuan rasa ingin

tahu 6,7 20 25 - 51,7%

4. Kepedulian

Kemampuan dalam mendengarkan pendapat orang lain dan menerima pendapat teman

10 30 - - 40%

Rata-Rata 46,2%

Dari data di atas dapat dilihat bahwa emosional anak pada setiap indikator masih jauh dari hasil yang diharapkan. Keberanian anak (rasa takut dan malu) hanya mencapai 53,4%, hal ini menunjukkan anak masih kurang dalam memperlihatkan sikap keberaniannya kepada orang lain. Pada perasaan emosi (rasa benci, marah dan cemburu) hanya mencapai 40%, hal ini menunjukkan bahwa anak masih kurang mengendalikan rasa benci, marah dan cemburu terhadap orang lain. Pada kemampuan antusiasme (rasa ingin tahu) indikator hanya mencapai 51,7%, hal ini menunujukkan bahwa masih kurangnya rasa ingin tahu anak terhadap sesuatu yang baru. Pada kemampuan rasa kepedulian (menghargai pendapat orang) hanya mencapai 40% hal ini menunjukkan bahwa anak masih kurang dalam mendengarkan pendapat orang lain. Nilai rata-rata kemampuan emosional siklus ke I ini adalah 42,5%.

Dalam kegiatan pembelajaran di siklus I ini dalam kegiatan permainan egrang batok, guru terlebih dahulu memilih anak yang sering bermain bersama menjadi satu kelompok. Lalu kelompok tersebut dibagi menjadi 2 bagian dimana disebelah kiri 3 kelompok dan disebelah kanan 3 kelompok, sehingga jumlah keseluruhan menjadi 6 kelompok. Guru mengenalkan dan menjelaskan tentang permainan egrang batok yang dijadikan alat media dan guru juga memperlihatkan terlebih dahulu bentuk egrang batok, setelah itu guru menjelaskan cara melakukan permainan egrang batok kepada anak, dan kemudian guru memberikan contoh bagaimana cara memainkan egrang batok dengan baik dan benar. Setelah guru menjelaskan bagaimana cara melakukan permainan egrang batok guru meminta 3 orang anak dibarisan depan untuk melakukan permainan egrang batok secara bergantian.

Siklus II

(9)

Tabel 3 Rekap Perkembangan Kemampuan Sosial Anak pada Siklus II

No. Indikator Deskriptor BB

(1) MB (2) BSH (3) BSB (4) Persentase (%) 1. Bersosialisasi Bermain dan bersosialisasi

dengan teman

- 6,7 30 46,7 83,4%

2. Saling Menolong

Mau berbagi dengan teman dan saling tolong menolong

6,7 45 26,7 78,4%

3. Disiplin

Mentaati peraturan permainan dan menunggu giliran 6,7 30 46,7 83,4% 4. Saling Menghargai Menghargai keunggulan teman 10 40 26,7 76,7% Rata-Rata 80,4%

Sedangkan hasil pengamatan emosional anak pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4 Rekap Perkembangan Emosional Anak pada Siklus II

No. Indikator Deskriptor BB

(1) MB (2) BSH (3) BSB (4) Persentase (%) 1. Keberanian Mengendalikan rasa takut

dan malu - 10 30 40 80%

2. Perasaan emosi

Mengendalikan rasa beni,

cemburu dan malu - 6,7 45 26,7 78,4%

3. Antusiasme Kemampuan rasa ingin

tahu - - 45 40 85%

4. Kepedulian

Kemampuan dalam mendengarkan pendapat orang lain dan menerima pendapat teman

- - 50 33,3 83,3%

Rata-Rata 81,6%

Dari data di atas dapat dilihat bahwa persentase kemampuan sosial dan emosional anak pada siklus II sudah mengalami peningkatan untuk setiap indikatornya. Rata-rata kemampuan sosial dan emosional anak sudah mencapai kriteria yang ditetapkan.

Data peningkatan kemampuan sosial anak dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5. Peningkatan Kemampuan Sosial Anak

No Indikator Siklus I Siklus II Peningkatan

1. 2. 3. 4. Bersosialisasi Saling Menolong Disiplin Saling Menghargai 58,3% 40% 55% 46,6% 83,4% 78,4% 83,4% 76,7% 25,1% 38,4% 28,4% 30,1% Rata-rata ketercapaian 50% 80,4% 30,4%

(10)

Sedangkan data peningkatan emosional anak dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 6. Peningkatan Emosional Anak

No Indikator Siklus I Siklus II Peningkatan

1. 2. 3. 4. Keberanian Perasaan Emosi Antusiasme Kepedulian 53,4% 40% 51,7% 40% 80% 78,4% 85% 83,3% 26,6% 38,4% 33,3% 43,3% Rata-rata ketercapaian 46,2% 81,6% 35,4%

Gambaran terhadap peningkatan kemampuan sosial emosional anak dapat dlihat pada grafik berikut.

Gambar 2. Perkembangan Kemampuan Sosial Emosional

Pelaksanaan pada siklus II sudah mengalami peningkatan dalam proses pembelajaran dan kelemahan pada aspek kemampuan sosial emosional tentang rasa saling menghargai dan perasaan emosi (benci, marah dan emosi) dapat diatasi dengan baik. Hal ini dapat berhasil dengan dengan baik karena dilakukan variasi yang lebih menarik dengan cara guru mengganti teman satu kelompok dalam melakukan permainan egrang batok, sehingga rasa saling menghargai dan disiplin antar teman dalam bermain dapat meningkat. Pada siklus II ini guru juga memberikan reward kepada anak dengan memberikan hadiah berupa sebuah permen dan stiker gambar bintang bagi setiap anak yang ikut bermain, sehingga semua anak termotivasi berperan aktif. Anak sudah mampu dan sangat antusias dalam melakukan permainan egrang batok. Anak juga tidak

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 5 6 7 8

Perkembangan Kemampuan Sosial Emosional

Siklus I Siklus II

(11)

berebutan dalam bermain, bergiliran satu per satu, saling membantu, saling menghargai dan mentaati peraturan permainan yang di buat.

Gambaran hasil pengamatan terhadap aktifitas anak di atas menunjukkan bahwa anak mempunyai rasa sosial emosional yang lebih baik melalui kegiatan yang menyenangkan. Guru juga secara kreatif dan inovatif mengembangkan sendiri berbagai bentuk kegiatan pembelajaran dan media yang lebih menarik dan menyenangkan.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan analisis data yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kegiatan permainan egrang batok dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak kelompok B TK Negeri Pembina Stabat tahun ajaran 2014/2015.

Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan kepada guru untuk menggunakan permainan egrang batok sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan sosial emosional anak.

Daftar Pustaka

Arikunto. 2012, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara.

Khadijah. 2012. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah. Bandung: Citapustaka Media Perintis. Mantolalu. BFF. 2009. Bermain dan Permainan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Nugraha, Ali. 2010. Metode Pengembangan Sosial Emosional. Jakarta: Universitas Terbuka. Suyadi, Ulfa Maulidya. 2013. Konsep Dasar Paud. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Suyanto, Slamet. 2002. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.

Gambar

Gambar I Desain Penelitian Tindakan Kelas   Menurut Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto 2008:16)
Tabel 1 Rekap Perkembangan Kemampuan Sosial Anak pada Siklus I  No.   Indikator  Deskriptor   BB
Tabel 2 Rekap Perkembangan Emosional Anak pada Siklus I  No.   Indikator  Deskriptor   BB
Tabel 3 Rekap Perkembangan Kemampuan Sosial Anak pada Siklus II  No.   Indikator  Deskriptor   BB
+2

Referensi

Dokumen terkait

> Assumsi yang digunakan harus realistis, misalnya apabila diramalkan terjadi penambahan aktiva tetap, maka harus dikaitkan dengan pendanaannya, atau apabila terjadi

Mekanisme Pelestarian Nilai-nilai Kearifan Lokal yang terdapat pada Upacara Adat Ngalaksa untuk Pengembangan Karakter Bangsa di Kecamatan Rancakalong ... Solusi yang Tepat

Dalam rangka usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik di atas 200 kVA yang fasilitas

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dua model identifikasi daerah bekas kebakaran hutan dan lahan dengan penginderaan jauh dan menganalisis model

yang tertangkap dengan metode bare leg collection , resting kandang dan dari habitat perkembangbiakan larva di Desa Tunggulo Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo

Sunarni, A310080161, Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012. Tujuan

Pembentukan anakan, tinggi tanaman, lebar daun, dan jumlah gabah dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara nitrogen (Ismunadji dan Dijkshoorn 1971), pada saat ini sangat jarang

[r]