• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFERAT KOASS FORENSIK PERIODE 22 DESEMBER JANUARI 2015 TENGGELAM DI AIR LAUT/ASIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REFERAT KOASS FORENSIK PERIODE 22 DESEMBER JANUARI 2015 TENGGELAM DI AIR LAUT/ASIN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT KOASS FORENSIK

PERIODE 22 DESEMBER 2014 – 10 JANUARI 2015 “TENGGELAM DI AIR LAUT/ASIN”

Oleh: Irnayati Rahman

10711060

Dokter Pembimbing: Dr. Hari Wujoso, dr, MM., Sp.F

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis daoat menyelesaikan referat dengan judul Choking sebagai rangkaian kegiatan Kepaniteraan Klinik di Bagian/SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Moewardi.

Dengan ketulusan hati penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Dr. Hari Wujoso,dr, MM., SpF, selaku pembimbing penyusunan referat ini. 2. Segenap staf Instalasi Kedokteran Forensik di RSUD Dr. Moewardi. 3. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini tentu tidak terlepas dari kekurangan karena keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Surakarta, Desember 2014

Penulis BAB I

(3)

PENDAHULUAN

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinyai suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam dan seterusnya. Terhentinya suplai oksigen bisa juga menjadi penyebab kematian. Hal ini disebabkan karena adanya hambatan masuknya oksigen ke dalam sistem respirasi. Hambatan ini juga akan berakibat terganggunya pengeluaran karbon dioksida dari tubuh sehingga kadarnya dalam darah meningkat. Keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang tidak normal disebut dengan asfiksia.

Asfiksia dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab termasuk salah satunya adalah tenggelam di air laut/asin. Tenggelam adalah penyebab signifikan kecacatan dan kematian. Tenggelam telah didefenisikan sebagai kematian sebelumnya sekunder untuk sesak napas sementara terbenam dalam suatu cairan, biasanya air, atau dalam waktu 24 jam perendaman. Pada Kongres Dunia 2002 yang diadakan di Amsterdam, sekelompok ahli menyarankan sebuah definisi konsensus baru untuk tenggelam dalam rangka mengurangi kebingungan atas jumlah istilah dan definisi (> 20) merujuk kepada proses ini yang telah muncul dalam literatur. (Shepherd, 2009).

Dalam ilmu kedokteran forensik, disebutkan bahwa pemeriksaan makroskopis, data-data klinis, dan pemeriksaan secara mikroskopis merupakan cara identifikasi yang lebih baik untuk meminimalisasi kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat terjadi. Pada pemeriksaan otopsi, ada beberapa hal penting yang dapat kita lakukan, yaitu : mencari penyebab kematian dan menemukan tanda-tanda asfiksia.

(4)

2.1. Definisi Tenggelam

Secara definisi tenggelam diartikan sebagai suatu keadaan tercekik dan mati yang disebabkan oleh terisinya paru dengan air atau bahan lain atau cairan sehingga pertukaran gas menjadi tidak mungkin. Sederhananya, tenggelam adalah merupakan akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan (Idries, 1997).

2.2. Jenis Tenggelam

Tenggelam dibagi menjadi beberapa jenis antara lain:

1. Wet drowning adalah kematian tenggelam akibat terlalu banyaknya air yang terinhalasi. Pada kasus wet drowning ada tiga penyebab kematian yang terjadi, yaitu akibat asfiksia, fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam di air tawar, dan edema paru pada kasus tenggelam di air asin.

2. Dry drowning adalah suatu kematian tenggelam dimana air yang terinhalasi sedikit. Penyebab kematian pada kasus ini sendiri dikarenakan terjadinya spasme laring yang menimbulkan asfiksia dan terjadinya refleks vagal, cardiac arrest, atau kolaps sirkulasi (Modi, 1988).

3. Secondary drowning adalah suatu keadaan dimana terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam air) dan korban meninggal akibat komplikasi.

4. Immersion drowning adalah suatu keadaan dimana korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal. Pada umumnya alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus pada kejadian ini (Modi, 1988).

(5)

Reaksi awal: usaha bernafas, yang berlangsung hingga batas kemampuan dicapai, dimana seseorang harus bernafas, batas kemampuan ditentukan oleh kombinasi antara kadar CO2 yang tinggi dan konsentrasi O2 yang rendah. Menurut Pearn, batas kemampuan terjadi pada tingkat PCO2 dibawah 55 mmHg saat terdapat hipoxia dan tingkat PAO2 dibawah 100 mmHg saat PCO2 tinggi. melewati batas kemampuan, seseorang menarik nafas secara involuntary, pada saat ini air mencapai larinks & trakea, menyebabkan spasme laring yang diakibatkan tenggelam (pada air tawar), terdapat penghirupan sejumlah besar air, tertelan dan akan dijumpai dalam perut. selama bernafas di air, penderita mungkin muntah dan terjadi aspirasi isi lambung. usaha pernafasan involuntar di bawah air akan berlangsung selama beberapa menit, hingga pernafasan terhenti. hipoksia serebral akan berlanjut hingga irreversibel dan terjadi kematian.

Pada kasus tenggelam di air laut, cairan yang memasuki paru-paru memiliki kelarutan sekitar 3% dan bersifat hipertonis. Walaupun terjadi perpindahan garam-garam, khususnya natrium dan magnesium melalui membran pulmonum, tetapi tidak terjadi perpindahan cairan yang masif Kematian timbul umumnya lebih lambat, faktor asfiksia memegang peranan lebih penting, dengan waktu survival yang lebih panjang.

2.4. Pemeriksaan pada Kasus Tenggelam 1. Pemeriksaan luar

Penurunan suhu mayat, berlangsung cepat, rata-rata 50F per menit. Suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau 6 jam.

Lebam mayat, akan tampak jelas pada dada bagian depan, leher dan kepala. Lebam mayat berwarna merah terang yang perlu dibedakan dengan lebam mayat yang terjadi pada keracunan CO.

Pembusukan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap. Pada pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan, terutama bagian atas tubuh, dan skrotum serta penis pada

(6)

pria dan labia mayora pada wanita, kulit telapak tangan dan kaki mengelupas.

Gambaran kulit angsa (goose-flesh, cutis anserina), sering dijumpai; keadaan ini terjadi selama interval antara kematian somatik dan seluler, atau merupakan perubahan post mortal karena terjadinya rigor mortis. Cutis anserina tidak mempunyai nilai sebagai kriteria diagnostik.

Busa halus putih yang berbentuk jamur (mushroom-like mass) tampak pada mulut atau hidung atau keduanya. Terbentuknya busa halus tersebut adalah masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan merangsang terbentuknya mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-paru dan terkocok oleh karena adanya upaya pernapasan yang hebat. Pembusukan akan merusak busa tersebut dan terbentuknya pseudofoam yang berwarna kemerahan yang berasal dari darah dan gas pembusukan.

Perdarahan berbintik (petechial haemmorrhages), dapat ditemukan pada kedua kelopak mata, terutama kelopak mata bagian bawah.

Pada pria genitalianya dapat membesar, ereksi atau semi-ereksi. Namun yang paling sering dijumpai adalah semi-ereksi.

Pada lidah dapat ditemukan memar atau bekas gigitan, yang merupakan tanda bahwa korban berusaha untuk hidup, atau tanda sedang terjadi epilepsi, sebagai akibat dari masuknya korban ke dalam air.

Cadaveric spasme, biasanya jarang dijumpai, dan dapat diartikan bahwa berusaha untuk tidak tenggelam, sebagaimana sering didapatkannya dahan, batu atau rumput yang tergenggam, adanya cadaveric spasme menunjukkan bahwa korban masih dalam keadaan hidup pada saat terbenam.

Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai, atau terkena benda-benda di sekitarnya; luka-luka tersebut seringkali mengeluarkan

(7)

“darah”, sehingga tidak jarang memberi kesan korban dianiaya sebelum ditenggelamkan.

Pada kasus bunuh diri dimana korban dari tempat yang tinggi terjun ke sungai, kematian dapat terjadi akibat benturan yang keras sehingga menyebabkan kerusakan pada kepala atau patahnya tulang leher. Bila korban yang tenggelam adalah bayi, maka dapat dipastikan bahwa kasusnya merupakan kasus pembunuhan. Bila seorang dewasa ditemukan mati dalam empang yang dangkal, maka harus dipikirkan

kemungkinan adanya unsur tindak pidana, misalnya setelah diberi racun korban dilempar ke tempat tersebut dengan maksud mengacaukan penyidikan (Idries, 1997).

2. Pemeriksaan dalam

Untuk sebagian kasus asfiksia merupakan penyebab umum terjadinya kematian ini. Hal tersebut dikarenakan air yang masuk ke paru-paru akan bercampur dengan udara dan lendir sehingga menghasilkan buih-buih halus yang memblok udara di vesikula. Dalam beberapa kasus, kematian dapat terjadi dari asfiksia obstruktif yang juga dikenal sebagai tenggelam kering yang disebabkan oleh kejang laring yang dibentuk oleh sejumlah kecil air yang memasuki laring. Pada beberapa kasus lainnya air tidak masuk ke paru-paru sehingga tanda-tanda klasik tenggelam tidak dapat kita temukan (Modi, 1988)

Sebelum kita melakukan pemeriksaan dalam pada korban tenggelam, kita harus memperhatikan apakah mayat korban tersebut sudah dalam keadaan pembusukan lanjut atau belum. Apabila keadaan mayat telah mengalami pembusukan lanjut, maka pemeriksaan dan pengambilan kesimpulan akan menjadi lebih sulit.

Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan, busa halus putih dapat mengisi trakhea dan cabang-cabangnya, air juga dapat

(8)

ditemukan, demikian pula halnya dengan benda-benda asing yang ikut terinhalasi bersama air.

Benda asing dalam trakhea dapat tampak secara makroskopik misalnya pasir, lumpur, binatang air, tumbuhan air dan sebagainya. Sedangkan yang tampak secara mikroskopik diantaranya telur cacing dan diatome (Idries, 1997).

Diatome adalah sejenis ganggang yang mempunyai dinding dari silikat. Silikat ini tahan terhadap pemanasan dan asam keras. Diatome dijumpai di air tawar, air laut, sungai, sumur, dan lain-lain.

Pada korban mati tenggelam diatome akan masuk ke dalam saluran pernafasan dan saluran pencernaan, karena ukurannya yang sangat kecil, ia di absorpsi dan mengikuti aliran darah. Diatome ini dapat sampai ke hati, paru, otak, ginjal, dan sumsum tulang. Bila diatome positif berarti korban masih hidup sewaktu tenggelam.

Oleh karena banyak terdapat di alam dan tergantung musim, maka tidak ditemukannya diatome tidak dapat menyingkirkan bahwa korban bukan mati tenggelam. Relevansi diatome terbatas pada tenggelam dengan mekanisme asfiksia.

Cara pemeriksaan diatome adalah :

1. Ambil jaringan paru sebanyak 150-200 gram, bersihkan lalu masukkan ke dalam tabung Erlenmeyer, masukkan H2SO4 pekat sampai menutup seluruh jaringan paru dan biarkan selama 24 jam sehingga seluruh jaringan paru hancur dan seperti bubur hitam. 2. Panaskan dengan api yang kecil sampai mendidih sehingga

semuanya benar-benar hancur.

3. Tuangkan ke dalamnya beberapa tetes HNO3 pekat, sampai warnanya kuning jernih.

4. Cairan disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. 5. Sedimennya dicuci dengan akuades kemudian disentrifuge lagi.

(9)

diatome yang berupa sel-sel yang cerah dengan dinding bergaris-garis bentuk bulat, panjang, dan lain-lain (Modi, 1988).

Pleura juga dapat kita temukan pada pemeriksaan kasus ini. Pleura yang ditemukan dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik perdarahan, perdarahan ini dapat terjadi karena adanya kompresi terhadap septum inter alveoli atau oleh karena terjadinya fase konvulsi akibat kekurangan oksigen.

Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena robeknya partisi interalveolar dan sering terlihat di bawah pleura. Bercak ini disebut bercak “Paltouf” yang ditemukan pada tahun 1882 dan diberi nama sesuai dengan nama yang pertama mencatat kelainan tersebut.

Bercak paltouf berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada bagian bawah paru-paru, yaitu pada permukaan anterior dan permukaan antar bagian paru-paru. (Spitz, 1997).

Kongesti pada laring merupakan kelainan yang berarti, paru-paru biasanya sangat mengembang, seringkali menutupi perikardium dan pada permukaan tampak adanya jejas dari tulang iga, pada perabaan kenyal. Edema dan kongesti paru-paru dapat sangat hebat sehingga beratnya dapat mencapai 700-1000 gram, dimana berat paru-paru normal adalah sekitar 250-300 gram (Williams, 1998).

Paru-paru pucat dengan diselingi bercak-bercak merah di antara daerah yang berwarna kelabu. Pada pengirisan tampak banyak cairan merah kehitaman bercampur buih keluar dari penampang tersebut, yang pada keadaan paru-paru normal, keluarnya cairan bercampur busa tersebut baru tampak setelah dipijat dengan dua jari. Gambaran paru-paru seperti tersebut diatas dikenal dengan nama “emphysema aquosum” atau “emphysema hydroaerique”.

(10)

Obstruksi pada sirkulasi paru-paru akan menyebabkan distensi jantung kanan dan pembuluh vena besar dan keduanya penuh berisi darah yang berwarna merah gelap dan cair, tidak ada bekuan (Idries, 1997).

2.5. Ciri-ciri Tenggelam di Air Laut a) Paru besar dan berat

b) Basah

c) Bentuk besar dan kadang-kadang overlapping d) Ungu biru/permukaan licin

e) Krepitasi tidak ada

f) Busa sedikit/cairan banyak

g) Dikeluarkan dari thoraks akan mendatar/jika ditekan jadi cekung h) Mati dalam 5-10 menit 20 ml/KgBB

i) Darah: - BJ 1,0595-1,60 - Hipertonik - Hemokonsentrasi - Hipovolemi - Hipokalemi - Hipernatremi - Hiperklorida BAB III SIMPULAN

Tenggelam diartikan sebagai suatu keadaan tercekik dan mati yang disebabkan oleh terisinya paru dengan air atau bahan lain atau cairan sehingga

(11)

pertukaran gas menjadi tidak mungkin. Sederhananya, tenggelam adalah merupakan akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan.

Tenggelam dibagi menjadi beberapa jenis antara lain: Wet drowning, Dry drowning, Secondary drowning, Immersion drowning.

Pada kasus tenggelam di air laut, cairan yang memasuki paru-paru memiliki kelarutan sekitar 3% dan bersifat hipertonis. Walaupun terjadi perpindahan garam-garam, khususnya natrium dan magnesium melalui membran pulmonum, tetapi tidak terjadi perpindahan cairan yang masif Kematian timbul umumnya lebih lambat, faktor asfiksia memegang peranan lebih penting, dengan waktu survival yang lebih panjang. Pemeriksaan pada kasus tenggelam ada pemeriksaan luar dan dalam.

Ciri-ciri tenggelam di air laut bisa dilihat dari paru besar dan berat, basah, bentuk besar dan kadang-kadang overlapping, ungu biru/permukaan licin, krepitasi tidak ada, busa sedikit/cairan banyak, dikeluarkan dari thoraks akan mendatar/jika ditekan jadi cekung, mati dalam 5-10 menit 20 ml/KgBB, dan darah.

DAFTAR PUSTAKA

Idries, A.M., 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara, 210-213.

(12)

Modi, J. P., 1988. Death from Asphyxia. In: Modi, J. P., 21st ed. Medical Jurispudence and Toxicology. Bombay: Tripathi, 188-195.

Spitz, W.U., 1977. Asphyxia. In: Fisher, R. U., ed. Medicolegal Investigation of Death Guidlines for the Aplication of Pathology to Crime Investigation. USA: Charles C. Thomas, 270-277.

William, D. J., Ansford, A. J., Priday, D.S., Forest, A. S.,1998. Forensic Pathology: Churchill Livingstone, 73-75.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa frekuensi pencelupan mempengaruhi hasil jadi pewarnaan alam kulit pohon mahoni terhadap hasil jadi batik pada bahan

Fees, Reeve, Warren, 2005, Pengantar Akuntansi , Edisi 21, Salemba Empat, Jakarta Mulayadi, 2001, Sistem Akuntansi , Edisi ke 3, SalembaEmpat, Jakarta. Soemarso S.R,2002,

Menurut Agus dan Tan (2008), variance of stock return adalah pengukuran besarnya risiko total yang dikaitkan dengan expected return dari suatu investasi saham

Dalam penelitian ini data primer yang dimaksud digunakan untuk mengetahui faktor internal yang mempengaruhi pendapatan PKL di Sekitar Kampus Universitas Pendidikan

Maka secara operasional, mengingat kembali Inggris yang merupakan sebuah negara demokratis pemerintah tentu memberatkan pendapat rakyat terkait dengan hal tersebut, sehingga

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Mu peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI

4.6 Hubungan antara kekuatan tarik, indeks kekerasan serta keuletan hasil pengelasan Pada hasil pengujian spesimen yang dikenai perlakuan panas berupa postheat dan

Laporan dipersiapkan dan dapat di akses publik, mengidentifikasi kan pelanggaran yang terdeteksi Laporan telah dipersiapkan dan mengidentifikasikan hasil aktifitas