• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPERCAYAAN POLITIK PADA PILAR DEMOKRASI (Suatu Analisis terhadap Independensi JSI Kota Banda Aceh dalam Penyelenggaraan Survey Pra Pilkada 2017)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPERCAYAAN POLITIK PADA PILAR DEMOKRASI (Suatu Analisis terhadap Independensi JSI Kota Banda Aceh dalam Penyelenggaraan Survey Pra Pilkada 2017)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEPERCAYAAN POLITIK PADA PILAR DEMOKRASI

(Suatu Analisis terhadap Independensi JSI Kota Banda Aceh

dalam Penyelenggaraan Survey Pra Pilkada 2017)

Feryda Rinjani, Effendi Hasan

Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsyiah Email: ferydarinjani@gmail.com

ABSTRAK

Survei merupakan pilar terbaru dari demokrasi. Survei dilakukan menjelang pilkada guna mengetahui persepsi publik terhadap popularitas sosok pemimpin calon kepala daerah. Survei penting dilakukan khususnya bagi kepentingan

publik. Lembaga yang menyelenggarakan survei haruslah independen.

Independensi penyelenggaraan survei dimaksud tidak melakukan keberpihakan kepada salah satu calon. Lembaga survei harus bersikap terbuka kepada publik terkait siapa sumber penyandang dananya. Hal ini penting guna menakar kemungkinan adanya bias pada hasil survei. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui independensi lembaga survei JSI Kota Banda Aceh dalam melakukan survei pra Pilkada 2017, serta dampak tidak adanya kepercayaan politik pada lembaga survei JSI Kota Banda Aceh terhadap eksistensi demokrasi di Aceh. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi, wawancara dilakukan secara langsung dengan informan dan dokumentasi didapatkan melalui buku, jurnal, dan dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan survei yang dilakukan JSI Kota Banda Aceh belum begitu teruji integritasnya. Terkait dengan sumber pendanaan survei, JSI Kota Banda Aceh juga tidak menjelaskannya dengan transparan. Dalam hal ini dampaknya apabila lembaga tersebut tidak mampu objektif dalam mensurvei, maka akan mengganggu stabilitas demokrasi dan akan terjadinya defisit demokrasi. Diharapkan kepada lembaga yang menjalankan survei agar kedepan dapat lebih objektif dan jujur demi kemajuan bangsa.

Kata Kunci : Kepercayaan Politik, Independensi, Defisit Demokrasi.

ABSTRACT

A survey is the latest pillar of democracy. The surveyis conducted before the local elections to determine public perceptions on the popularity of the prospective leader figure for the future. The surveyis particularly important to be done for the public interest. An institution that conducts the survey must be independent. The independence of the surveyorganization is not partiality to one of the candidates. The survey organization should be open to the public regarding their funding sources. It is importantto avoid bias in the survey results. The purpose of this study was to determine the independence of the JSIpollsterof Banda Aceh in

(2)

2

conducting surveys pre-local elections 2017, as well as impacts of political trust of JSI survey in Banda Aceh on the existence of democracy in Aceh. The techniques of data collection used in this study were interviews and documentation. The interview was done directly with the source persons and documentation obtained through the book, Journal, and documents. The results showed that the survey conducted by JSI in Banda Aceh is not so tested his integrity. Related to funding sources, JSI alsodid not explain transparently. The negative impact if theJSI is not able to be objective in the survey is that it will disrupt the stability of democracy and the occurrence deficit of democracy. It is expectedthat theorganization running survey could be more objectiveand honest for the sake of the nation’sdevelopment.

Keywords: Political Trust, Independence, Democracy Deficit

PENDAHULUAN

Runtuhnya rezim otoriter Orde Baru pada tahun 1998 telah membawa harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Bergulirnya reformasi yang mengiringi keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase krusial yang kritis, karena dalam fase ini ditentukan kemana arah demokrasi yang akan dibangun (Azra, 2005: 135).

Sukses atau gagalnya suatu transisi demokrasi di Indonesia sangat bergantung pada empat faktor kunci: yakni, (1) komposisi elite politik, (2) desain institusi politik, (3) kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan non elite, dan (4) peran civiel society (masyarakat madani). Keempat faktor itu harus jalan secara sinergis karena merupakan modal untuk mengonsolidasikan demokrasi (Azra, 2005: 135).

Ketika memilih untuk menempuh jalan demokrasi, Indonesia pada akhirnya memerlukan beberapa pilar guna menyanggah demokrasinya, pilar-pilar tersebut salah satunya Polling. Sebenarnya tidak ada literatur yang secara langsung menyebutkan bahwa polling adalah pilar demokrasi. Literatur berbahasa Indonesia yang menyebutkan bahwa polling adalah pilar demokrasi adalah buku

Metodologi Polling: Memberdayakan Suara Rakyat karya Eriyanto (1999). Dalam

bukunya, Eriyanto menyebutkan bahwapolling merupakan salah satu pendukung dari pilar-pilar demokrasi lainnya. Polling dianggap penting karena digunakan sebagai penyanggah demokrasi, sebab dengan adanya polling maka masyarakat dapat mengkritisi kebijakan-kebijakan yang telah diambil pejabat sebelumnya. Di Indonesia, polling adalah pilar kekuatan kelima dari demokrasi (the fifth estate) setelah eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers (Eriyanto, 1999: 30). Dalam hal ini begitu berpengaruhnya polling dalam proses demokrasi.

Polling adalah sebuah kuantifikasi sebagian dari beberapa aspek yang

(3)

3

mereka. Berbagai pernyataan tersebut direkam dan dihitung, mirip dengan voting, dan individu juga dianggap mewakili publik secara keseluruhan (William Albig, 1956: 198). Polling dapat membantu meningkatkan efisiensi demokrasi karena dengan menguraikan opini dari publik. Dalam demokrasi, opini publik itu digali melalui polling opini publik atau lembaga survei.

Pelaksanaan survei atau jajak pendapat di Indonesia mulai bebas dilakukan sejak bergulirnya era reformasi. Hal ini ditandai dengan munculnya beberapa lembaga survei jajak pendapat, antara lain LP3ES, LSI (Lingkaran Survei Indonesia), maupun Lembaga Survei Indonesia. Ketiga lembaga tersebut pernah melakukan survei atau jajak pendapat menjelang pemilu presiden dan wakil presiden 2004 dengan hasil yang sangat akurat (Cangara, 2011: 153).

Ballian Siregar (2010), sebelumnya pernah meneliti fenomena

profesionalisme lembaga survei opini publik pada pemilu presiden 2009. Penelitian tersebut menekankan bagaimana prinsip-prinsip profesionalisme lembaga survei. Ballian Siregar meneliti dua lembaga survei berpengaruh di Indonesia, yakni Lembaga Survei Indonesia dan Lingkaran Survei Indonesia (Siregar, 2010: 120).

Penelitian Siregar mengungkapkan bahwa kedua lembaga survei tersebut sama-sama membuat mekanisme survei, hanya saja belum seutuhnya mengindahkan kode etik lembaga survei, khususnya pada aspek pendanaan survei. Penelitian Siregar cenderung lebih mengapresiasi Lembaga Survei Indonesia karena dalam laporan hasil surveinya menyebutkan sumber pendanaan yang jelas. Lembaga Survei Indonesia lebih transparan dibandingkan Lingkaran Survei Indonesia. Padahal menurut Siregar, semangat transparansi merupakan syarat berdemokrasi (Siregar, 2010: 123-124).

Posisi lembaga survei dalam transisi demokrasi menjadi komponen yang penting, karena prinsip keterwakilan (representativeness) dan keilmiahannya (scientificness) adalah unsur utama dalam merumuskan suatu keputusan dan kebijakan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Suatu proses politik akan lebih terukur dan objektif dengan keterlibatan lembaga survei di dalamnya. Lembaga survei juga harus berada pada jalur yang terkontrol agar keberadaannya bukan justru merusak tatanan demokrasi (Abdi, 2014: 18).

Seperti halnya di Provinsi Aceh, menjelang pilkada 2017 banyak dari lembaga-lembaga survei yang sudah melakukan survei terkait kemenangan dari bakal calon. Survei dari beberapa lembaga tersebut menimbulkan pro dan kontra di antara masyarakat.Banyak masyarakat yang mempertanyakan hasil dan dana survei yang diduga tidak transparan. Salah satu lembaga survei tersebut adalah lembaga Jaringan Survey Inisiatif (JSI) Kota Banda Aceh.

Lembaga survei JSI Kota Banda Aceh merupakan lembaga yang paling sering melakukan survei. Setelah melakukan survei, banyak pihak yang mempertanyakan hasil survei yang dilakukan oleh lembaga survei JSI kota Banda

(4)

4

Aceh tersebut, dikarenakan lembaga survei JSI Kota Banda Aceh menempatkan salah satu calon yaitu Irwandi Yusuf pada urutan pertama dengan polling 67,66%, kemudian disusul Muzakkir Manaf di posisi kedua dengan polling 8,3%, Ahmad Farhan Hamid dengan 4%, Tgk. Nasruddin Bin Ahmad dengan 3,5%, Sulaiman Abda dengan 3,33%, kemudian Zaini Abdullah dengan 1,5% dan disusul Zakaria Saman mendapat 1,33% (www.lintasnasional.com, diakses pada 6 Mei 2015).

Selain itu, masih banyaknya prinsip-prinsip metodologi dari lembaga survei JSI Kota Banda Aceh tersebut yang belum dilaksanakan sesuai dengan prinsip metodologi lembaga survei, yang mana mereka tidak menjelaskan kepada publik siapa penyandang dana survei dan juga terkait metode apa yang mereka gunakan dalam proses pelaksanaan survei.

Pimpinan majalah Modus Aceh juga menyebutkan momentum dari lembaga survei JSI Kota Banda Aceh tersebut masih relatif dinidilakukan jika melihat dari perkembangan politik Aceh saat ini, masyarakat masih dililit berbagai persoalan ekonomi yang hingga kini belum bergerak ke arah lebih baik. Selain daripada itu, menurut pimpinan redaksi Modus Aceh, banyak pihak menggugat metode serta transparansi soal anggaran pelaksanaan survei JSI Kota Banda Aceh. Pihak-pihak tersebut salah satunya dari pembaca setia Modus Aceh. Menurut pembaca setia Modus Aceh, ada calon-calon yang disurvei berani membayar Rp 35 juta, ada juga Rp 5 juta dan sebagiannya kepada pihak JSI (www.modusaceh.com, diakses 28 Mei 2015).

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-VII/2009 tentang Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Mahkamah Konstitusional Republik Indonesia menekankan bahwa:

“Survei dan penghitungan cepat yang penyebarannya dijamin oleh UUD 1945 adalah survei dan penghitungan cepat yang didasarkan pada keilmuan dan tidak berdasarkan keinginan atau latar belakang untuk mempengaruhi pemilih, oleh karenanya netralitas survei dan penghitungan menjadi sangatlah penting. Hal demikian tidaklah berarti bahwa survei dan penghitungan cepat tidak boleh dilakukan untuk kepentingan pasangan calon Presiden/Wakil Presiden. Apabila hal demikian terjadi maka menjadi hak publik untuk mengetahui bahwa kegiatan tersebut dilakukan atas pesanan atau dibiayai oleh pasangan calon Presiden/Wakil Presiden tertentu serta menjadi kewajiban pelaksana kegiatan survei dan penghitungan cepat untuk mengungkapkannya kepada publik secara jujur dan transparan”.

Berdasarkan rujukan peraturan diatas, maka lembaga survei seharusnya lebih bersikap independen dalam proses pelaksanaan survei. Lembaga surveiharusbersikap terbuka kepada publik terkait siapa penyandang dananya, karena publik berhak tahu darimana dana itu berasal untuk pembiayaan survei.Hal ini sangat penting guna menakar kemungkinan adanya bias pada hasil survei. Apabila survei yang dilakukan oleh lembaga survei dilakukan untuk pihak-pihak

(5)

5

terkait, maka ada baiknya bila hasil survei tersebut diumumkan oleh pihak-pihak tersebut, bukan oleh lembaga yang melakukan survei.

Begitu pula dengan metode pengambilan pendapat. Teknik bertanya dan pertanyaan yang diajukan oleh penyelenggaraan survei kepada responden harus tepat karena ini bisa mempengaruhi jawaban responden. Sering kali lembaga- lembaga survei tidak menjelaskan dengan terbuka kepada publik terkait metode apa yang mereka gunakan dalam proses survei berlangsung. Karena jika metode yang dipakai oleh penyelenggaraan survei tidak sesuai dengan prinsip-prinsip metodologi survei maka akan menampilkan hasil yang berbeda dalam survei.

Dari permasalahan tersebut diatas, penulis ingin mengupas terkait bagaimana independensi lembaga survei JSI Kota Banda Aceh dalam melakukan survei pra Pilkada 2017 dan bagaimana dampak tidak adanya kepercayaan politik pada lembaga survei JSI Kota Banda Aceh terhadap eksistensi demokrasi di Aceh.

TINJAUAN PUSTAKA

Kepercayaan (trust) menjadi topik bahasan banyak pakar. Salah satu pakar yang mengangkat topik ini sebagai bahan diskusi yang hangat adalah Francis Fukuyama, seorang guru besar filsafat dari James Mason University, USA. Dalam buku yang berjudul Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity (Fukuyama, 1995) mendefinisikan trust sebagai berikut:

“The expectation that arises within a community of regular, honest, and

cooperative behaviour, based on commonly shared norms, on the part of other members of that community” (Fukuyama, 1995: 26).

Menurut Fukuyama (1995), kepercayaan diartikan sebagai harapan yang timbul dalam masyarakat biasa, jujur, perilaku kooperatif, berdasarkan norma- norma komunal bersama pada bagian dari anggota masyarakat lainnya. Sikap percaya (trust) tersebut mengacu pada keyakinan bahwa individu, kelompok atau lembaga/institusi dapat dipercaya yang didasari harapan bahwa individu, kelompok, lembaga/institusi yang dipercaya tersebut akan bertindak seperti yang diidealkan atau diharapkan memberi kebaikan di masyarakat.

Kemudian Al Golin dalam bukunya Trust or Cosequences (2004) juga menyatakan bahwa “trust is the key element of strong relationship that ensure

organizational success in the long run” (Wilson, 2004: 2). Kepercayaan diartikan

sebagai elemen kunci yang berkaitan erat dengan kesuksesan organisasi. Kepercayaan atau ketidakpercayaan publik sering digunakan untuk menjelaskan fenomena yang berbeda-beda, memiliki cakupan yang luas, dan merujuk pada berbagai bentuk ketidakpuasan atau kekecewaan publik terhadap pemerintah yang dinilai gagal memenuhi harapan publik.

Teori kepercayaan politik digunakan untuk menjadi solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh negara-negara demokrasi. Dan digunakan sebagai langkah untuk melihat sejauh mana tingkat kepercayaan politik pada

(6)

6

sebuah pilar demokrasi yang ada dinegara demokrasi. Dengan teori ini peneliti dapat menganalisis seberapa besar pilar demokrasi tersebut khususnya lembaga survei dapat memberikan kepercayaan politik kepada masyarakat bahwa hadirnya lembaga survei yang diharapkan mampu memberikan pendidikan politik untuk masyarakat tidak akan merusak tatanan demokrasi di Indonesia.

Kemudian dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan konsep independensi. Independen dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris yaitu “Independent” artinya bebas, merdeka atau mandiri (Partanto, 1994: 250). Dari kata ini kemudian muncul istilah Independensi. Independensi sendiri bisa diartikan dengan kebebasan, kemandirian atau kemerdekaan dari pengaruh kekuatan yang berada diluar sesuatu. Independen berarti “tidak tergantung dari”, maka kata independen dapat digunakan untuk mengatakan, bahwa seseorang sudah tidak lagi tergantung pada orang lain atau kelompok lain. Konteksnya dengan prosesi survei sebagaimana yang telah dilakukan di beberapa daerah, independensi bisa diartikan sebagai suatu sifat yang melekat pada suatu lembaga penyelenggara. Dengan demikian, secara kelembagaan, lembaga yang ditunjuk sebagai penyelenggara itu tidak boleh diintervensi oleh kekuatan apapun dari luar terkait penemuan kualitas kinerjanya (Marbun, 2002: 76).

Netralitas lembaga survei telah disinggung dalam UU No 10 tahun 2008 tentang pemilu legislatif yang kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan KPU No 40 tahun 2008. UU No 10 tahun 2008 tentang pemilu legislatif pasal 244 ayat 2 berbunyi :

“Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi pemilu, pendidikan politik bagi pemilih, survei atau jejak pendapat tentang pemilu dan penghitungan cepat hasil pemilu dengan ketentuan tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu”.

Kemudian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-VII/2009 tentang Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Mahkamah Konstitusional Republik Indonesia juga menekankan bahwa:

“Survei dan penghitungan cepat yang penyebarannya dijamin oleh UUD 1945 adalah survei dan penghitungan cepat yang didasarkan pada keilmuan dan tidak berdasarkan keinginan atau latar belakang untuk mempengaruhi pemilih, oleh karenanya netralitas survei dan penghitungan menjadi sangatlah penting. Hal demikian tidaklah berarti bahwa survei dan penghitungan cepat tidak boleh dilakukan untuk kepentingan pasangan calon Presiden/Wakil Presiden. Apabila hal demikian terjadi maka menjadi hak publik untuk mengetahui bahwa kegiatan tersebut dilakukan atas pesanan atau dibiayai oleh pasangan calon Presiden/Wakil Presiden tertentu serta menjadi kewajiban pelaksana kegiatan survei dan penghitungan cepat untuk mengungkapkannya kepada publik secara jujur dan transparan”.

(7)

7

Berdasarkan landasan hukum tersebut diatas, maka dapat diambil beberapa indikator independensi lembaga survei antara lain :

1. Lembaga survei dalam mengumumkan hasil survei dan perhitungan cepat haruslah dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip metodologi ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan.

2. Metodologi yang digunakan dalam survei atau jajak pendapat dan hitung cepat harus memperhatikan berapa jumlah responden, tanggal pelaksanaan survei, dan cakupan pelaksanaan survei tersebut.

3. Objektivitas lembaga yang melakukan survei haruslah independen dan tidak dimaksudkan untuk menguntungkan atau memihak salah satu peserta Pilkada.

4. Sumber pendanaan dari lembaga survei harus jelas. Lembaga survei wajib melaporkan kepada publik secara transparan mengenai laporan hasil survei dan hitung cepat yang dilaksanakan serta mau melaksanakan audit keuangan atas sumber pendanaan kegiatan survei atau jajak pendapat dan hitung cepat yang dilaksanakan.

5. Lembaga survei haruslah mendapatkan akreditasi dan terdaftar di lembaga terkait, seperti KIP .

6. Adanya pengalaman melakukan survei atau hitung cepat suara di beberapa pemilihan umum dan pilkada.

(Sumber : Hasil dari beberapa landasan peraturan).

Konsep independensi lembaga survei dalam penelitian ini digunakan sebagai pendukung dari teori kepercayaan politik, yaitu untuk melihat independensi yang dilakukan oleh lembaga survei khususnya JSI Kota Banda Aceh sebagai salah satu wujud dari kepercayaan politik dalam memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa pilar-pilar demokrasi tidak akan mengganggu stabilitas demokrasi dan menghindari terjadinya defisit demokrasi.

Berbicara tentang defisit demokrasi adalah berbicara tentang tidak tercapainya dan semakin jauhnya pelaksanaan demokrasi dari tujuan-tujuan awalnya. Tujuan demokrasi sendiri pada dasarnya adalah terpenuhinya hak-hak setiap individu yang berada dalam negara yang menganut sistem demokrasi. Terpenuhi semua hak dan tujuan demokrasi tersebut sangat bergantung dari kapasitas negara dalam pemenuhan hak-hak warganya. Mengutip Noam Chomsky dalam “Failed States: The Abuse of Power and the Assault of Power and the

Assault on Democracy” (2006: 1-2) menyebutkan bahwa ada 2 karakter negara

gagal, pertama; ketidakbecusan pemerintah melindungi segenap warga negaranya dari berbagai macam tindak kekerasan atau bahkan penghancuran. Kedua; negara tidak mampu mempertahankan hak-hak warganya baik di tanah air maupun diluar negeri.

Konsep defisit demokrasi dalam penelitian ini digunakan sebagai pendukung dari teori kepercayaan politik dan konsep independensi lembaga survei. Dalam hal ini, konsep defisit demokrasi dipakai untuk melihat sejauh mana kepercayaan politik terhadap pilar-pilar demokrasi. Defisit demokrasi disini

(8)

8

menjadi efek dari tidak adanya independensi lembaga survei. Apabila lembaga survei tidak bisa memberikan kepercayaan kepada masyarakat akan hadirnya sebagai lembaga survei yang independen, maka akan terjadinya defisit demokrasi. Jika terjadi defisit demokrasi, maka negara tersebut dianggap telah gagal dalam menjadi sebuah negara yang demokrasi.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Taylor dan Bogdan (Bagong Suryanto dan Sutinah, 2010 : 166), penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif karena data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.

Adapun informan dalam penelitian ini adalah orang yang paham dan mengerti tentang permasalahan penelitian ini. Menurut Burhan Bungin (2011: 78), informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian. Informan ditentukan secara purposive, yaitu informan yang akan diwawancarai adalah informan yang sesuai dengan kriteria terpilih dan benar-benar mengerti serta paham tentang masalah penelitian, sehingga informasi yang diperoleh jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan kriteria tersebut maka informan dalam penelitian ini berjumlah 9 orang, yang terdiri dari:

1. Ratnalia Indriasari (Direktur Lembaga JSI Kota Banda Aceh). 2. Aryos Nivada (Manager Riset & Survey JSI Kota Banda Aceh). 3. Teuku Ardiansyah (Pengamat Politik).

4. Irwandi Yusuf (Kandidat Hasil Survei JSI Kota Banda Aceh).

5. Ahmad Farhan Hamid (Kandidat Hasil Survei JSI Kota Banda Aceh). 6. Sulaiman Abda (Kandidat Hasil Survei JSI Kota Banda Aceh). 7. Sayed Mustafa Usab (Calon Wakil Gubernur Aceh).

8. Muhammad Saleh (Pimpinan Redaksi Majalah Modus Aceh). 9. Tgk. Adi Laweung (Juru Bicara Partai Aceh Pusat).

Kemudian dalam penelitian ini peneliti mengambi 2 sumber data diantaranya:

(9)

9

1. Sumber data primer, yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara dengan responden dan informan. Wawancara berguna untuk mendapatkan data dari tangan pertama (primer), pelengkap teknik pengumpulan lainnya, menguji hasil pengumpulan lainnya (Sugiono (2008: 193).

2. Sumber data sekunder, yaitu data yang dapat mendukung keterangan sumber data primer. Sumbernya berupa dari dokumen tertulis, studi keperpustakaan, buku, majalah, koran, dan lain-lain.

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui beberapa metode pengumpulan data antara lain. Pertama; wawancara yang digunakan dalam penelitian ini merupakan wawancara semiterstruktur, dimana pelaksanaan wawancara ini lebih bebas, peneliti tidak merasa kaku pada saat wawancara dan bias menggunakan pedoman disaat wawancara berlangsung. Dan pada saat wawancara berlangsung apabila penulis ingin menanyakan yang tidak berhubungan dengan pedoman maka penulis bias langsung menanyainya.

Kedua; dokumentasi bertujuan agar penulis dapat lebih mudah dalam mengumpulkan data dengan baik dan adanya referensi yang mendukung penelitian penulis sesuai dengan tema yang diteliti. Metode dokumentasi ini tidak hanya memudahkan penulis dalam mencari data dilapangan, akan tetapi untuk menjadi arsip bagi penulis dan beberapa kelompok tertentu yang membutuhkan.

Pada penelitian ini tahap-tahap teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Pertama, penelitian memperoleh data-data dari hasil wawancara dengan informan, kemudian dikumpulkan secara menyeluruh. Analisis data dimulai dengan melakukan wawancara semiterstruktur dengan informan. 2. Kedua, peneliti melakukan proses penggabungan data dalam bentuk teks

yang akan dianalisis. Hasil wawancara dan hasil studi dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian ini diubah menjadi bentuk tulisan sesuai dengan formatnya masing-masing.

3. Ketiga, peneliti melakukan analisis data dan kemudian dikaitkan dengan teori-teori yang berkaitan dengan masalah penelitian.

4. Terakhir adalah tahap penarikan kesimpulan dari hasil penelitian.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hadirnya lembaga survei ditengah-tengah masyarakat diharapkan mampu menjadi lembaga yang dapat dipercaya dan tentunya terjaga integritasnya dari pihak-pihak luar yang mencoba mengintervensi kinerja lembaga survei tersebut. Adapun lembaga survei juga sangat diharapkan menjadi lembaga yang independen dalam pelaksanaan surveinya dan tidak dimaksudkan untuk menguntungkan ataupun merugikan pihak-pihak peserta pemilihan.

(10)

10

Melihat independensi JSI Kota Banda Aceh dalam melaksanakan survei pra pilkada tahun 2017, peneliti dapat menganalisisnya dengan menggunakan konsep independensi. Menurut Marbun dalam Kamus Politik (2002: 76) independensi itu sendiri artinya kebebasan, kemandirian atau kemerdekaan dari pengaruh kekuatan yang berada diluar sesuatu. Independen tersebut berarti tidak tergantung dari, maka kata independen dapat digunakan untuk mengatakan bahwa seseorang sudah tidak lagi tergantung pada orang lain atau kelompok lain.

Berdasarkan penelitian, penulis menemukan bahwa lembaga JSI kota Banda Aceh dalam hal pelaksanaan survenyai belum begitu teruji integritasnya. Hal ini penulis dapati dari beberapa hasil wawancara dengan informan dan penulis juga merujuk ke beberapa landasan hukum seperti putusan Mahkamah Konstitusional Nomor 98/PUU-VII/2009 tentang Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Mahkamah Konstitusional Republik Indonesia dan merujuk kepada peraturan Komisi Pemilihan Umum Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota paragraf 5 tentang Lembaga Survei atau Jajak Pendapat dan Perhitungan Cepat.

Kedua putusan tersebut diatas, menjelaskan bahwa survei yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga penyelenggaraan survei harus menyebutkan sumber pendanaan survei, tanggal pelaksanaan survei, jumlah responden, dan tidak dimaksud untuk menguntungkan maupun merugikan pihak kandidat lainnya. Jika survei tersebut dilakukan atas pesanan, maka menjadi kewajiban lembaga survei tersebut untuk menyampaikannya kepada publik dengan jujur dan transparan.

Berdasarkan kedua putusan tersebut diatas, penulis menemukan beberapa indikator yang seharusnya ada dalam sebuah lembaga JSI Kota Banda Aceh. Pertama, lembaga survei JSI Kota Banda Aceh dalam mengumumkan hasil survei dan perhitungan cepat masih ragu-ragu terkait metodologi apa yang digunakan. Dalam hal ini, penulis dapatkan dari beberapa hasil wawancara dengan informan bahwasannya JSI hanya mengumumkan metode umumnya saja, dan tidak menjelaskan metode secara detil kepada publik bagaimana dilakukannya survei, metode lengkapnya apa, dan bagaimana mengambil responden serta cakupan survei lainnya. Kemudian JSI Kota Banda Aceh juga tidak memiliki SOP, yang mana SOP itu penting yang harus dimiliki oleh sebuah lembaga agar prosedur pelaksanaannya terstruktur.

Kedua, metodologi yang digunakan dalam survei, atau jajak pendapat dan hitung cepat harus memperhatikan berapa jumlah responden, dan tanggal pelaksanaan survei. Dalam hal ini, menurut hasil wawancara dengan pendiri JSI dan direktur JSI Kota Banda Aceh bahwa lembaga JSI sudah menjelaskan jumlah responden, dan tanggal pelaksanaan survei kepada publik pada saat mengumumkan hasil surveinya.

Ketiga, objektivitas lembaga yang melakukan survei haruslah independen dan tidak dimaksudkan untuk menguntungkan atau memihak salah satu peserta

(11)

11

Pilkada. Dalam hal ini, menurut hasil analisis penulis maka didapatkan bahwa JSI kurang independen dalam penentuan tempat survei, yang mana JSI hanya mengambil studi kasus di 3 wilayah utara dan timur saja yang basisnya dikuasai oleh salah satu kandidat calon. JSI tidak mengambil beberapa sampel di barat- selatan. Hal ini otomatis bisa mewakili Aceh secara keseluruhan.

Keempat, sumber pendanaan dari lembaga survei harus jelas. Dalam hal ini, menurut beberapa hasil wawancara dengan informan maka didapatkan bahwa lembaga survei JSI tidak melaporkan kepada publik secara transparan mengenai laporan pendanaan survei serta tidak melaksanakan audit keuangan atas sumber pendanaan kegiatan survei yang dilaksanakannya. Padahal yang kita ketahui adalah syarat integritas dari sebuah lembaga survei tersebut adalah dengan memberitahukan dengan terbuka terkait darimana sumber pendanaan survei. Akan tetapi hal ini tidak didapatkan di lembaga JSI Kota Banda Aceh. Bahkan menurut manager JSI sendiri, dana survei adalah hak dari pada lembaga survei. Yang mana lembaga survei mempunyai hak dalam memberitahu atau tidaknya sumber dana survei itu berasal. Hal ini berbanding terbalik dengan yang disampaikan oleh beberapa informan, yang mana syarat integritas sebuah lembaga survei adalah dengan transparansi sumber dana survei. Hal ini penting agar publik mengetahui hasil surveinya tersebut tidak direkayasa.

Kelima, lembaga survei haruslah mendapatkan akreditasi dan terdaftar di lembaga terkait, seperti KIP. Dalam hal ini, menurut hasil wawancara dengan pihak JSI Kota Banda Aceh, JSI sendiri belum mendaftar ke KIP sebagai lembaga yang melakukan survei. JSI baru mempersiapkan dan akan mendaftar ke KIP dalam waktu dekat sebelum pilkada dilangsungkan. Hal ini dikarenakan, masih ada yang harus dimusyawarahkan dengan sesama kepengurusan lembaga JSI.

Keenam, adanya pengalaman melakukan survei politik atau hitung cepat suara di beberapa pemilihan umum dan pilkada. Dalam hal ini, lembaga JSI Kota Banda Aceh sudah sangat sering melakukan survei dalam berbagai bentuk survei. Khususnya untuk survei politik, JSI Kota Banda Aceh pernah melakukan beberapa kali survei dan hanya mengumumkan hasil surveinya tersebut pada tahun 2015 saja.

Berdasarkan indikator-indikator independensi lembaga survei diatas maka dapat penulis simpulkan bahwa lembaga JSI Kota Banda Aceh dalam melakukan surveinya belum begitu teruji integrasinya, hal ini dikarenakan dari metodologi yang digunakan, jumlah sampel yang dipakai, dan dana survei, JSI Kota Banda Aceh tidak menjelaskannya dengan detil ke publik. Hal ini sangat penting untuk menghindari adanya pihak yang merasa dirugikan maupun diuntungkan dalam hasil survei tersebut yang bisa mempengaruhi hasil survei.

Hal yang paling mendasar yang harus ada dalam sebuah lembaga survei adalah faktor kejujuran. Suatu survei harus dilakukan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai survei berdasarkan survei ilmiah. Selain metodologinya yang harus benar, ukuran keilmiahan survei tergantung pada tingkat kejujuran lembaga survei. Hal ini sangat penting agar publik percaya bahwa lembaga survei dapat memenuhi harapan publik yang bisa menjadi sebuah jembatan publik untuk

(12)

12

mengetahui tingkat popularitas calon pilkada dan tidak dimanfaatkan oleh pihak- pihak yang mencoba memenangkan pilkada.

Seperti yang dikemukakan oleh Francis Fukuyama, kepercayaan adalah harapan yang timbul dalam masyarakat biasa, jujur, perilaku kooperatif, berdasarkan norma-norma komunal bersama pada bagian dari anggota masyarakat lainnya. Sikap percaya (trust) tersebut mengacu pada keyakinan bahwa individu, kelompok atau lembaga/institusi dapat dipercaya yang didasari harapan bahwa individu, kelompok, lembaga/institusi yang dipercaya tersebut akan bertindak seperti yang diidealkan atau diharapkan memberi kebaikan di masyarakat (Fukuyama, 1995: 26).

Apa yang disebutkan Francis Fukuyama menjadi terbukti pada kasus independensi lembaga survei dimana hasil yang dikeluarkan oleh lembaga JSI Kota Banda Aceh tidak memberikan kepercayaan kepada masyarakat yang mana pihak JSI tidak memberitahukan dengan transparan dari mana sumber pendanaan yang mereka terima pada saat survei tahun 2015.

Fenomena lain yang ditampilkan oleh sejumlah lembaga survei pada umumnya selalu pada segi hasil survei. Yang mana hasil survei elektabilitas yang dikeluarkan oleh lembaga survei tersebut sering kali menunjukkan hasil yang berbeda dengan hasil pemenangan akhir. Hal ini juga sangat berpengaruh terhadap kepercayaan dan kesuksesan lembaga survei dalam hal mensurvei.

Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Al Golin dalam Wilson, 2004: 2 menyatakan bahwa “trust is the key element of strong relationship that ensure

organizational success in the long run” (Wilson, 2004: 2). Kepercayaan diartikan

sebagai elemen kunci yang berkaitan erat dengan kesuksesan organisasi. Kepercayaan atau ketidakpercayaan publik sering digunakan untuk menjelaskan fenomena yang berbeda-beda, memiliki cakupan yang luas, dan merujuk pada berbagai bentuk ketidakpuasan atau kekecewaan publik terhadap organisasi yang dinilai gagal memenuhi harapan publik.

Tentu publik ingin agar lembaga-lembaga survei yang melakukan survei sebelum pilkada seperti survei tentang perilaku pemilih, dan survei tentang pasangan calon untuk mengukur elektabilitas dan kepopularitasnya di kalangan masyarakat haruslah tetap menjunjung tinggi prinsip keterbukaan. Dimana keterbukaan informasi yang jujur, keterbukaan sumber pendanaan survei haruslah tetap ada dalam sebuah lembaga survei, hal ini penting agar hasil yang dikeluarkan dapat memberi kepercayaan kepada masyarakat bahwa survei tersebut tidak dimaksud untuk menguntungkan salah satu kandidat survei.

Jika dalam hal memberikan informasi tersebut lembaga survei tidak menjalankannya dengan semestinya, maka akan berdampak negatif kepada lembaga survei, dan hal ini juga berdampak kepada ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggaraan survei tersebut.

Hasil penelitian peneliti menemukan bahwa dampak negatif lainnya yang ditimbulkan dari tidak adanya kepercayaan politik pada lembaga survei terhadap eksistensi demokrasi adalah berdampak kepada penurunan kualitas demokrasi. Apabila lembaga survei tersebut tidak mampu objektif dalam mensurvei, maka akan mengganggu stabilitas demokrasi dan akan terjadinya defisit demokrasi.

(13)

13

Defisit demokrasi berarti bahwa tidak tercapainya atau semakin jauhnya pelaksanaan demokrasi itu dari tujuan-tujuan awalnya. Adapun tujuan demokrasi itu sendiri adalah terpenuhinya hak-hak setiap individu yang bernaung dalam sistem demokrasi. Hak-hak tersebut menyangkut kehidupan, kebebasan dalam menetapkan satu pilihan dan kesejahteraan yang adil .

Terpenuhinya segala tujuan demokrasi tersebut sangat bergantung dari kapasitas negara dalam pemenuhan hak-hak warganya. Mengutip Noam Chomsky dalam “Failed States: The Abuse of Power and the Assault of Power

and the Assault on Democracy” (2006: 1-2) mengatakan ada dua karakter negara

gagal yakni Pertama; ketidakbecusan pemerintah melindungi segenap warga negaranya dari berbagai macam tindak kekerasan atau bahkan penghancuran. Kedua; negara tidak mampu mempertahankan hak-hak warganya baik di tanah air maupun diluar negeri.

Sebuah negara yang menganut sistem demokrasi dan didalamnya dijalankan menurut aturan demokrasi, maka pemenuhan hak-hak warga negara dilakukan melalui serangkaian kebijakan. Dimana kebijakan tersebut diputuskan oleh sekelompok orang saja. Karena di negara demokrasi sangat sulit untuk menerapkan demokrasi langsung, maka hadirlah sistem perwakilan yang menjadi penentu kebijakan tersebut. Dalam hal ini lembaga survei sangat berperan dalam penentu kebijakan itu. Akan tetapi, hadirnya lembaga survei tersebut harus relevan dengan kebutuhan masyarakat bukan malah dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk kepentingannya. Jika hal itu terjadi, maka masyarakat sudah tidak lagi mempercayai akan hadirnya lembaga survei sebagai salah satu bentuk pilar demokrasi. Karena publik melihat lembaga survei tidak dapat memenuhi harapan dari publik maka dalam hal ini merupakan salah satu perwujudan dari defisit demokrasi atau gejala menuju kegagalan demokrasi.

Seperti yang dikemukakan oleh pakar yang juga seorang guru besar filsafat dari James Mason University, USA yaitu Francis Fukuyama. Dalam buku yang berjudul Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity (Fukuyama, 1995: 26) beliau mendefinisikan kepercayaan sebagai harapan yang timbul dalam masyarakat biasa, jujur, perilaku kooperatif, berdasarkan norma- norma komunal bersama pada bagian dari anggota masyarakat lainnya. Sikap percaya (trust) tersebut mengacu pada keyakinan bahwa individu, kelompok atau lembaga/institusi dapat dipercaya yang didasari harapan bahwa individu, kelompok, lembaga/institusi yang dipercaya tersebut akan bertindak seperti yang diidealkan atau diharapkan memberi kebaikan di masyarakat.

Apa yang disebutkan oleh Francis Fukuyama (1995: 26) menjadi terbukti bahwa lembaga survei tersebut telah berlaku tidak jujur dalam hal mensurvei dan ini tidak memenuhi harapan dari publik. Ketidakjujuran ini didasarkan pada kurangnya keterbukaan sumber pendanaan survei yang didapatkan oleh lembaga survei JSI Kota Banda Aceh untuk mensurvei. Meskipun dana survei yang didapatkannya dari pendonor atau pihak pemesan, maka seharusnya menjadi kewajiban publik untuk mengetahuinya darimana sumber pendanaan itu berasal, karena pada dasarnya lembaga survei tersebut telah mempublikasikan hasilnya

(14)

14

kepada publik. Apabila lembaga tersebut tidak ingin memberitahukan sumber pendanaannya ke publik, maka ada baiknya hasil survei tersebut hanya diumumkan ke pihak pemesan saja bukan ke publik.

Ketika tindakan dan personalitas dari pelaku penyelenggaraan survei dinilai tidak baik, tidak memerdulikan rasa keingintahuan masyarakat dan kebutuhan informasi masyarakat kepada pemimpin mereka, dan lebih mementingkan diri sendiri dan kelompoknya, maka masyarakat cenderung kehilangan kepercayaan bukan hanya terhadap pelaku penyelenggaraan survei akan tetapi juga terhadap institusi penyelenggaraan survei secara keseluruhan. Masyarakat cenderung tidak akan mempercayai lagi lembaga penyelenggaraan survei tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan dan analisis data dalam penelititian tentang independensi lembaga JSI Kota Banda Aceh dalam pelaksanaan survei pra pilkada 2017 yang diperoleh dari hasil wawancara dengan beberapa informan yang juga mengikuti pertarungan pemilihan kepala daerah, ada jurnalis, dan pengamat politik maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Independensi lembaga survei JSI Kota Banda Aceh dalam melakukan survei pra pilkada 2017 yaitu lembaga survei JSI Kota Banda Aceh belum begitu teruji integritasnya, karena dalam hal pelaksanaan survei pra pilkada 2017 lembaga survei JSI Kota Banda Aceh hanya mengumumkan jumlah responden, jumlah sample dan tanggal pelaksanaan surveinya saja, akan tetapi terkait dengan sumber pendanaan survei, lembaga survei JSI Kota Banda Aceh tidak bersikap terbuka darimana sumber pendanaan surveinya berasal. Hal ini penting agar hasil survei tersebut dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa surveinya tidak dimaksudkan untuk menguntungkan salah satu calon. Jika lembaga survei tidak ingin memberitahukan sumber pendanaan surveinya, maka hasil surveinya juga tidak bisa dirilis ke publik, dan hanya bisa di umumkan kepihak pemesannya saja.

2. Adapun dampak tidak adanya kepercayaan politik pada lembaga survei terhadap eksistensi demokrasi adalah kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga survei sebagai institusi demokrasi, yang mana lembaga survei tersebut tidak mampu mengkonsolidasi demokrasi dengan meyakinkan masyarakat bahwa demokrasi adalah sistem terbaik. Apabila survei yang dijalankan tidak independen, dan lembaga yang menjalankan survei tersebut gagal berfungsi dengan baik, yaitu kurangnya transparansi dan akuntabilitas, maka hal ini akan berdampak kepada menurunnya stabilitas demokrasi.

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

(15)

15

1. Lembaga survei diharapkan agar dapat lebih independen dalam pelaksanaan surveinya, agar tidak dimaksud untuk menguntungkan maupun merugikan peserta pilkada yang dapat mempengaruhi hasil survei. 2. Diharapkan kepada lembaga yang menjalankan survei agar kedepannya

dapat meningkatkan kualitas dari sebelumnya dan lebih terbuka agar dampak yang ditimbulkan bisa dapat diantisipasi. Disamping itu, peran pemerintah dalam memperhatikan dan mengawasi pilar terbaru demokrasi ini haruslah lebih baik lagi, lembaga-lembaga yang melakukan survei kedepan harus mengikuti aturan-aturan yang berlaku agar demokrasi lebih berwarna demi kemajuaan bangsa.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku Teks

Agus Dwiyanto. 2011. Mengembalikan Kepercayaan Publik melalui Reformasi

Birokrasi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama

Albig, William. 1956. Modern Public Opinion. New York: McGraw-Hill

Azyumardi Azra. 2005. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta:

Bagong Suryanto & Sutinah. 2010. Metode Penelitian Sosial: Berbagi Alternatif

Pendekatan. Jakarta: Kencana

Burhan Bungin. 2011. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik, Dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana

Burhan Bungin. 2013. Metodelogi Penelitian Sosial Dan Ekonomi: Format-

format Kuantitatif Dan Kualitatif Untuk Studi Sosiologi, Kebijakan Publik, Komunikasi, Manajemen, Dan Pemasaran. Jakarta: Kencana

Chomsky, Noam. 2007. Failed States: The Abuse of Power and the Assault on

Democracy. New York: Holt Paperbacks.

Eriyanto. 1999. Metodologi Polling: Memberdayakan Suara Rakyat. Bandung: Remaja Rosdakarya

(16)

16

Prosperity. London: Hamish Hamilton

Hadari Nawawi. 2005. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Hafied Cangara. 2011. Komunikasi Politik Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta: Rajawali Pers.

Haris Herdiansyah. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu

Sosial. Jakarta: Salemba Humanika

Husaini Usman & Purnomo Setiady Akbar. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara

Irawan Soehartono. 2004. Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian

Bidang Kesejahteraa Sosial Dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Marbun, BN. 2002. Kamus Politik. Jakarta: Sinar Harapan

Partanto. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola Prenada Media

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Wilson, Chris. 2008. Ethno-religious Violence in Indonesia: From Soil to God. London: Routledge

B. Jurnal

Andi Ahmad Yani. 2015. Dinamika kepercayaan politik Indonesia di paruh awal orde reformasi. Jurnal. Universitas Hasanuddin

C. Skripsi & Tesis

Andi Muhammad Abdi. 2014. pendapat politisi terhadap kredibilitas lembaga survei tentang elektabilitasnya dalam pemilihan legislatif DPRD Sulsel 2014.

Tesis. Pascasarjana Universitas Hasanuddin

(17)

17

Langsung. Skripsi. Universitas Syiah Kuala

Ballian Siregar. 2009. Fenomena Profesionalisme Lembaga Survei Pendapat Publik Pada Pemilu Presiden 2009. Tesis. Pascasarjana Universitas Indonesia: Jakarta

D. Website

http://www.lintasnasional.com/2015/05/06/jsi-lakukan-survey-kandidat-gubernur- dan-wakil-gubernur-aceh-2017-2022/,diakses pada 6 Mei 2015

http://www.modusaceh.com/duh-hasil-survei/, diakses 28 Mei 2015

E. Peraturan Perundang-Undangan

Putusan MK Nomor 98/PUU-VII/2009 tentang Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa Mahkamah Konstitusional Republik Indonesia

Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2015 paragraf 5 tentang Sosialisasi dan

Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota tentang Lembaga Survei atau Jajak Pendapat dan Perhitungan Cepat.

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dalam kenyataan terbatasnya lahan Parkir di Kawasan Pariwisata Tepian Mahakam Kota Samarinda yang daerah intensitas lalu lintasnya padat dan sentral dari Kota Samarinda,

dari IPGRI, IITA dan BAMNET (2000) Tekstur polong Meraba polong kemudian mencocokkan dengan panduan dari IPGRI, IITA dan BAMNET (2000) Little groove, Much groove,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan berbagai bahan penstabil dan lama penyimpanan mayonnaise pada sifat fisik menunjukkan hasil nyata (P<0,05) pada penyimpanan

Sonneratia caseolaris pada stasiun 1 memiliki Indeks Nilai Penting 200, karena pada stasiun 1 hanya ditemukan satu jenis mangrove pada tingkat pancang.. Pada

Penelitian ini bertuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja pada hotel berbintang di Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat, adapun

Keterampilan remaja dalam mengatur emosi sangat penting untuk keberhasilan menjalin hubungan dengan orang lain, dengan menjalin hubungan dengan orang lain maka

Hal ini sebagai akibat dari ketentuan yang terkandung dalam Pasal huruf a yang menyatakan, bahwa dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria den- gan seorang

Pada proses ini minyak direaksikan dengan metanol pada perbandingan mol minyak dan metanol 1:6 pada perbandingan ini diharapkan metanol mampu untuk