• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cryptosporidiosis pada Manusia dan Hewan (Cryptosporidiosis in Humans and Animals)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Cryptosporidiosis pada Manusia dan Hewan (Cryptosporidiosis in Humans and Animals)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KELOMPOK I

SETIAWAN PUTRA SYAH

ENNY SASWIYANTI

IMAS SRI NURHAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

CRYPTOSPORIDIOSIS PADA MANUSIA DAN HEWAN

Setiawan Putra Syah, Enny Saswiyanti, Imas Sri Nurhayati

PS Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

I. PENDAHULUAN

Cryptosporidiosis (kriptosporidiosis) adalah suatu penyakit zoonosis yang tergolong ke dalam kelompok waterbone diseases yang disebabkan oleh protozoa Cryptosporidium sp. Cryptosporidiosis menyebabkan infeksi pada usus halus yang menyebabkan diare akut pada manusia dan hewan. Pertama kali ditemukan pada lambung dan usus halus tikus oleh Tyzzer pada tahun 1907 (Sinambela 2008), sedangkan kasus pada manusia pertama kali ditemukan pada tahun 1976 yang menyerang anak-anak usia 3 tahun dengan keadaan immunocompeten dan yang mengenai orang dewasa dengan immnunocompromise. Pada tahun 1976 sampai dengan 1982 kasus pada manusia jarang dilaporkan. Pada tahun 1982 dilaporkan kenaikan kejadian infeksi secara drastis setelah diketahui Cryptosporidiosis adalah suatu infeksi oportunistik yang dapat terjadi pada penderita AIDS.

Spesies utama yang menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang adalah Cryptosporidium parvum. Cryptosporidosis berhasil diidentifikasi pada 170 spesies binatang, diantaranya ayam, kalkun, anjing, kuda, babi, domba, tikus liar, burung, ikan dan reptile (Chin 2000; Said 2003; Sinambela 2008). Pada umumnya merupakan infe ksi a ku t jan g ka p en d e k ya ng d itu la rka n se ca ra fe ca l -o ra l se rta se rin g ju ga d itu la rka n me la lu i maka n a n a tau su mb e r a ir ya n g te rko n ta min a si o o cyts d a ri sp e sie s Cryptosporidium a ta u me la lu i ko n ta k d e n ga n o ra ng ya n g te rinf e ksi d e ng an pe n ya kit in i se rta p e rmu ka a n lin g ku n g an sep e rti ko la m re n an g ya n g te rko n ta min a si oo cyts . In fe ksi te rja d i a p a b ila te rte la n oo cyts ma tan g yang d ike lu a rka n b e rsa ma f e se s h o sp e s yan g te rinf e ksi. Ge ja la pe n ya ki t ya n g timb u l p a da u mu mn ya d ia re , mu a l, da n mun tah , se rta kra m p eru t. P a da o ran g ya n g siste m

(3)

ke ke b a lan tu bu h n ya b a ik, ge ja la in i tid a k b e rta ha n le b ih la ma dan sembuh dengan sendirinya, namun pada penderita immunocompromise (seperti penderita AIDS) gejala semakin memburuk dan sulit disembuhkan karena sistem pertahanan tubuh yang sudah rusak.

II. AGEN PENYEBAB

Cryptosporidiosis pada umumnya disebabkan o le h Cryp tsp o rid iu m p a rvu m. P ro to zo a in i b e rsifa t in t ra se lu le r, n a mu n e kstra sito p la sma b a n ya k d ite mu ka n d i b a wah me mb ra n te rlu a r ya n g me la p isi p e rmu ka a n se l pa d a la mb un g d a n u sus h a lu s. Oo cyts me rup a kan sta d iu m inf e ktif ya ng b an ya k d ite mu kan p a da f e se s ma n u sia a ta u h e wa n ya n g te rin fe ksi. Protozoa ini memiliki ukuran jauh lebih kecil daripada koksidia dan memiliki kemampuan untuk melekat pada sel lapisan usus halus dan merusak mikrophili, akibatnya akan menghambat proses penyerapan di usus. (Chotiah 2008). O o cyts cryp to sp o rid iu m be rb e n tu k b u la t h a mp ir o va l, b e ru ku ra n 4 -6 µ m dan bisa dikelirukan dengan ragi/khamir jika tidak dilakukan pengecatan dengan benar (Chin 2000). Ke tika ma ta n g , o o cyts te rd iri d a ri e mp a t spo ro sit ya ng tida k se la lu te rlih a t, ref ra ktil, te rd iri d a ri 1 -8 g ra n u le ya n g me no n jo l, d a n d ila p isi o le h d u a d in d ing yan g te ba l (Ro b e rts e t a l. 20 0 5 ).

Gambar 1. Oocyts Cryptosporidium sp.

(4)

Oo cyts b e rtah a n p ad a lin g kun g an yan g lemb a b da n d ing in . Oocyts dapat hidup di lingkungan yang jelek dalam waktu yang lama. Oocyts sangat resisten terhadap desinfektan kimia yang digunakan untuk menjernihkan dan disinfeksi air minum. K lo r a ta u mo n o klo ra min d ipe rlu ka n ko n sen tra si 8 0 mg/l u n tu k in a ktiva si 9 0 % d e ng a n wa ktu ko n ta k 9 0 me n it. P a ra sit in i tid a k me n g a la mi in a ktiva si se ca ra se mp u rn a d e ng a n la ru ta n 3 % so d iu m h ip o klo rit d a n Oo cyts d a pa t be rta h an h ing g a 3 sa mpa i 4 bu la n d a la m la ru ta n 2 ,5 % po ta ssiu m b icro ma t (S a id 200 7 ).

Cryp tsp o rid iu m sp . me milik i siste m kla sif i ka si se b a ga i b e riku t:

Gambar 2. Taksonomi Cryptosporidium: skema sederhana, menunjukkan hubungan dengan spesies medis penting lainnya (Casemore et al. 1985).

III. TRANSMISI PENYAKIT

Transmisi penyakit melalui rute fekal-oral, yaitu penularan dari orang ke orang, dari binatang ke orang, melalui air dan penularan melalui makanan akibat tindakan yang kurang higienis sehingga terkontaminasi feses yang mengandung Oocyts cryptosporidium. Oocyts merupakan stadium infektif yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Parasit menginfeksi sel epitel

(5)

saluran pencernaan dan sekali waktu dalam siklus hidupnya dapat menyebabkan autoinfeksi pada manusia (Chin 2000; NSW Health Department 2001; Sinambela 2008; CDC 2011).

Dalam proses transmisi penyakit Cryptosporidium sp memiliki siklus hidup sebagai berikut, Oocyts yang telah mengalami sporulasi mengandung empat sporosit dikeluarkan bersama feses individu yang terinfeksi dan mungkin melalui rute yang lain seperti sekresi saluran pernafasan. Transmisi Cryptosporidium parvum dan Cryptosporidium hominis terjadi melalui kontak dengan air yang sudah terkontaminasi. Wabah di AS banyak terjadi di taman air, kolam renang umum dan pusat pelayanan umum yang telah terkontaminasi feses manusia atau hewan yang terinfeksi. Setelah tertelan atau terhidup oleh hospes, terjadi eksitasi, ( , ) empat sporosit dikeluarkan dari setiap Oocyts menembus sel epitel, usus dan jaringan yang lain seperti saluran pernafasan. ( , ) Sporosit dapat berkembang menjadi tropozoit, kemudian mengalami multiplikasi aseksual (Schizogoni atau merogoni yang menghasilkan meron tipe I. Merozoit yang dihasilkan dari meron tipe I dapat mereinfeksi sel dan mengulang kembali siklus aseksual atau menginfeksi sel dan berkembang menjadi meron tipe II. Tiap meron tipe II akan membebaskan 4 buat merozoit diyakini bahwa hanya merozoit tipe II yang akan berkembang mengalami multiplikasi seksual (gametogoni) mikrogamont dan menghasilkan makrogamont . Mikrogamet yang keluar dari mikrogamont akan membuahi makrogamont yang matang dan menghasilkan zygot , yang akan berkembang menjadi Oocyts berdinding tebal , dan Oocyts berdinding tipis . Oocyts akan bersporulasi berkembang menjadi sporosit yang infektif. Keluarnya sporosit dari Oocyts berdinding tipis akan menyebabkan autoinfeksi. Sementara Oocyts yang berdinding tebal akan dikeluarkan melalui feses dan apabila tertelan segera akan menginfeksi hospes lainnya (Chen et al. 2002; Robert et al. 2005; Sinambela 2008; CDC 2011; DPDx 2011).

(6)

Gambar 3. Siklus hidup Cryptosporidium sp.

IV. EPIDEMIOLOGI

Cryptosporidiosis merupakan penyakit endemik yang hampir terjadi di seluruh dunia terutama di negara – negara berkembang. Oocyts Cryptosporidium sp

(7)

mudah ditemukan di lingkungan sekitar terutama air permukaan seperti : sungai, danau, selokan dan air tergenang. Hal ini disebabkan Cryptosporidium sp memiliki bermacam – macam reservoar seperti unggas dan burung, ikan, reptil, mamalia kecil (tikus, kucing, anjing) dan mamalia besar (terutama sapi dan domba, kuda, kambing, babi) (Chin 2000; Said 2003; Fayer 2004; Sinambela 2008).

Wabah Cryptosporodiosis yang paling terkenal terjadi di Milwaukee (Wisconsin) pada tahun 1993 yang menginfeksi lebih dari 400.000 orang (Meinhardt et al. 1996; Sinambela 2008). Sebanyak 3-7% penyebab diare di negara berkembang adalah disebabkan oleh Cryptosporidium sp. Dalam suatu penelitian, dilaporkan bahwa angka prevalensi Cryptosporidiosis di Asia dan Afrika masing -masing adalah 4,9% dan 10,4 %. Selain itu, Cryptosporidiosis juga dikenali sebagai “traveler’s diarrhoea”. Di negara dengan tingkat sanitasi yang tidak optimal, penyediaan sumber air yang terkontaminasi, dan kontak dengan hewan, mempunyai risiko yang tinggi terinfeksi dengan parasit ini (Meinhardt et al).

Sumber : Galmes et al. 2003

(8)
(9)

Tabel 1. Laporan outbreak Cryptosporidiosis di Spanyol 1995 - 2003

Tahun Tempat Jumlah yang

terekspos Kasus Waktu

Sumber

penularan Keterangan

1997 Sekolah 200 66 Oktober Sumber

air Failure/alterations

1998 Sekolah 519 62 April Kontaminasi

instalasi

1998* Hotel 2500 3 Juli Turis

1999 Sekolah 138 36 Oktober 2000 Tempat Umum 750 Januari Sumber air Kontaminasi air pertanian 2000 Tempat Umum 100 Mei Sumber air Pengolahan air yang tidak terkontrol

2000* Hotel 25 Mei kolam

renang Turis

2000 Sekolah 45 13 Oktober

2001 Picnic 80 5 Juli Sumur

Tidak dilakukan pengolahan

pada air

2003* Hotel 2000 391 Juli Sumber

air Turis

2003* Hotel 4 Juli Turis

Sumber : Galmes et al. 2003

* Laporan outbreaks oleh European surveillance services.

Catatan : Tidak ada outbreaks Cryptosporidiosis yang dilaporkan The Centro Nacional de Epidemiología in Madrid during 1995, 1996 or 2002.

V. GEJALA KLINIS PADA MANUSIA DAN HEWAN

A. Cryptosporidiosis Pada Hewan

Pada Hewan Cryptosporidium sp. dapat menyebakan kerugian diantaranya, diare, anoreksia, dan penurunan berat badan pada hewan secara ekonomi yang terutama pada fase neonatus (Mahdi & Ali 2002). Sejumlah 1 – 10 oocyst dari

(10)

Cryptosporidium sp. dapat menimbulkan infeksi pada hewan (Said 2003). Criptosporidiosis ditemukan hampir pada semua kelompok sapi bahkan pada letupan neonatal enteritis dengan gejala diare di Scotlandia pada tahun 2003 paling tinggi disebabkan oleh cryptospiridia (35%) sedangkan koksidia hanya 3% (Mason & Caldov 2005), di peternakan sapi perah di Bohemia Republik Ceko ditemukan prevalensi yang tinggi (18,2%) pada sapi dengan umur 12 – 18 bulan (Ondrackova et al. 2009). Baru-baru ini dilaporkan pada pedet sapi perah pra-disapih di China dengan sampel 801 feses dari tujuh daerah di Provinsi Henan yang diperiksa oocyst Cryptosporidium diperoleh tingkat infeksi keseluruhan adalah 21,5%, dengan peternakan di Xinxiang memiliki prevalensi tertinggi (40%) (Wang et al. 2011). Begitupula di ruminansia pada sampel kotoran diare dari 258 pedet pra-disapih (1-30 hari) dari 9 peternakan yang terletak di kawasan Banat, Rumania, yang diperiksa secara mikroskopis terhadap keberadan ookista Cryptosporidium, secara keseluruhan 65 (25%) sampel ditemukan positif. Persentase infeksi lebih tinggi tercatat pada pedet berusia antara 8 dan 14 hari dibandingkan dengan kategori usia lainnya (1-7, 8-14, 15-21 dan 22-30 hari; p <0,05) (Imre et al. 2011).

Infeksi Cryptosporidium sp. pada anak sapi umumnya terjadi dengan patogen enterik lainnya (Tzipori 1983). Gambaran klinis yang muncul dari laporan lapangan adalah salah satu dari diare ringan sampai berat terjadi pada pedet berusia antara 1 sampai 4 minggu (Chotiah 2008; Trotz et al. 2005), dengan morbiditas yang tinggi dan mortalitas yang rendah. Anak sapi yang lebih muda dilaporkan akan terpengaruh dengan penyakit tersebut setelah 4 hari dan yang lebih yang lebih tua adalah 26 hari. Penyakit dapat berlangsung antara 2 dan 14 hari, rata-rata adalah 7 hari; kemudian dapat muncul lagi setelah pemulihan. Tingkat kematian pada pedet tercatat sebesar 16%, tanda-tanda klinis mencakup diare persisten, dehidrasi, dan kelemahan. Cryptosporidiosis juga dilaporkan telah memberi kontribusi pada etiologi sindrom, "Cachexia pada anak Lembu" di Belanda (Tzipori 1983).

Pada anak domba, Wabah pertama terjadi pada 40 dari 48 anak domba yang dipelihara secara artifisial dalam waktu 5 sampai 12 hari kelahiran, diamana kemudian 16 diantaranya meninggal. Cryptosporidium sp. terdeteksi pada 10 dari 16

(11)

sampel tinja yang telah diperiksa, dan bagian histologis yang diambil dari ileum domba mati mengkonfirmasikan diagnosis. Pada wabah lain, 200 ekor domba menyusui dari total 532 mengalami diare dan 58 kemudian meninggal. Anak Domba antara 8 dan 12 hari usia perkembangan mengalami diare yang mengakibatkan kematian, baik dalam 2 sampai 3 hari kemudian atau selama pemulihan setelah sakit hingga 7 hari (Tzipori 1983). Penelitian di UK menunjukkan Crystosporidium parvum sangat penting pada diare neonatal domba dan kawanan domba luas di Inggris, meskipun spesies lain dari Cryptosporidium sp juga ditemukan pada domba. Domba, dan anak domba pada khususnya, tetap harus dianggap sebagai sumber infeksi C. parvum bagi manusia (Mueller-Doblies et al. 2008).

Cryptosporidium sp. dilaporkan telah terdeteksi pada anak kambing mati yang mengalami diare (Mason et al. 1981) dan dalam kawanan 29 anak-anak menyusui yang menderita diare berat 21, dan 3 kemudian meninggal (Tzipori et al. 1982). Anak-anak kambing yang terkena berusia antara 5 dan 21 hari dan diare berlangsung selama 3 sampai 7 hari. Terdapat tujuh kasus kambuh sesaat setelah pemulihan. Anak kambing yang lebih kecil dapat menderita untuk waktu yang lebih lama dan lebih rentan untuk kembali terinfeksi dibandingkan kambing yang lebih tua. Bagian usus yang diperiksa dari dua anak kambing yang mati menunjukkan organisme yang melekat pada brush border enterosit dan dari lesi mukosa sama dengan Cryptosporidium sp. yang ditemukan pada pedet dan anak domba (Tzipori 1983).

Criptosporidium sp. juga telah dilaporkan terdeteksi pada unggas penangkaran di Brasil. Sample Sebanyak 966 dari 18 keluarga burung dikumpulkan dan diperoleh 47 (4,86%) sampel positif (Nakamura et al. 2009). Pada kalkun dan burung merak dilaporkan terjadi infeksi saluran pernapasan atas, Infeksi dikaitkan dengan tanda-tanda klinis pernapasan dari berbagai tingkat keparahan. Dalam beberapa kasus, organisme terlihat melekat pada mukosa rongga hidung dan saluran pernapasan. Infeksi terlihat dalam enam kawanan yang berbeda dalam 2 bulan. Morbiditas dan mortalitas dalam satu kasus naik ke 30 dan 20% (Tzipori 1983). Salah satu dari 30 anak ayam merak yang meninggal di sekitar usia 2 minggu

(12)

akibat penyakit pernapasan telah diuji. Organisme ditemukan melekat pada permukaan konjungtiva, hidung, sinus, dan epitel trakea (Mason et al. 1981). Pada penelitian lain dilaporkan pada burung ditemukan penyakit diare dengan tingkat kematian yang rendah pada kalkun umur 10 sampai 14 hari akibat infeksi Cryptosporidium pada usus halus. Infeksi asimtomatik dari kloaka pada dua beo merah, bursa fabricius pada tiga ayam dan usus besar dari salah satu angsa domestic (Tzipori 1983).

Infeksi umum Cryptosporidium sp. diamati pada lima anak kuda Arab immunodefisiensi dengan diare yang diperkirakan telah meninggal karena infeksi adenoviral. Pada anak kuda Cryptosporidium melekat pada dinding perut maupun pada seluruh usus halus dan usus besar, pada saluran empedu, kantung empedu, dan saluran pangkreas utama. Diperkirakan bahwa keadaan imunodefisiensi dalam anak kuda meningkatkan kerentanan terhadap infeksi (Tzipori 1983). Cryptosporidium parvum juga diketahui ditemukan pada anak kuda di New York, Amerika serikat, mereka beranggapan bahwa cryptosporidiosis kuda harus dipertimbangkan sebagai sumber zoonosis (Burton et al. 2010). C. parvum telah diidentifikasi sebagai agen infeksi utama wabah diare di AS diantaranya pada sapi, kambing, domba dan babi (Chotiah 2008).Cryptosporidiosis juga dilaporkan dalam dua rhesus monyet remaja, salah satu yang mati mendadak dengan enterokolitis berat dan yang kedua menderita diare persisten. Penyakit yang berhubungan dengan infeksi Cryptosporidium sp juga dijelaskan dalam ular, dalam satu kasus menyebabkan gastritis hipertrofi kronis di 14 reptil dewasa (Tzipori 1983). Cryptosporodium juga ditemukan pada feses kelinci yang diternakkan di Provinsi Henan, China dengan tingkat prevalensi Cryptosporidiosis rata-rata adalah 3,4% dan yang tertinggi pada kelinci usia 1-3 bulan (10,9%) (Shi et al. 2010).

B. Cryptosporidiosis Pada Manusia

Cryptosporidium sp paling umum penyebab diare di antara anak-anak yang tinggal di daerah berkembang dimana sanitasinya buruk. Hal ini juga kadangkala terjadi diantara wisatawan yang berkunjung ke beberapa daerah. Orang dengan

(13)

sistem kekebalan tubuh lemah, terutama mereka yang mengidap AIDS, mudah terkena cryptosporidiosis dan seringkali penyakitnya parah, berlangsung lama Infeksi cryptosporidiosis biasanya bersifat infeksi akut jangka pendek, namun dapat menjadi parah dan sulit disembuhkan pada anak-anak dan individu dengan immunocompromised (seperti pasien AIDS) (Casemore et al. 1985). Pada manusia, ia akan tetap berada di usus terbawah dan dapat bertahan disana sampai lima bulan. Pada manusia, jenis Cryptosporidium utama penyebab penyakit adalah C. parvum dan C. hominis (sebelumnya C. parvum genotip 1). C. canis, C. felis, C. meleagridis, dan C. muris juga dapat menyebabkan penyakit pada manusia (Chin 2000).

Gejala utama pada manusia adalah diare cair dimana pada anak-anak terjadi berulang kali, jarang disertai darah dan leukosit, dan pada umumnya didahului dengan anoreksia dan muntah. Diare diikuti dengan sakit dan kram pada perut, serta jika berlangsung lama akan berlanjut dengan penurunan berat badan akibat kegagalan absorbsi dan peningkatan sekresi usus halus (Chin 2000; Said 2003; NSW Health Department 2001; Sinambela 2008). Sedangkan gejala yang jarang terjadi adalah malaise umum, demam, tidak nafsu makan, muntah. Gejala berkurang dan akan hilang dalam waktu kurang dari 30 hari pada orang yang secara imunologis sehat (Chin 2000). Orang yang imunitasnya rendah (immunocompromised), terutama pasien AIDS, penderita imunokompromais kongenital, penderita kanker, pasien yang mendapat transplantasi organ serta obat imunosupresif, tubuh mereka tidak mampu membersihkan parasit, dan penyakit cenderung akan berlangsung lebih lama menjurus ke keadaan klinis fulminan yang berakhir dengan kematian (Chin 2000; Said 2003; CDC 2011). Gejala kolesistitis bisa terjadi pada infeksi saluran empedu, hubungan antara infeksi saluran pernafasan dan gejala klinis yang ditimbulkan tidak jelas (Chin 2000).

Masa inkubasi tidak diketahui dengan pasti; kira-kira antara 1 – 12 hari (Chin 2000; Sinambela 2008), dengan rata-rata sekitar 7 hari. Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang baik mungkin tidak menunjukkan gejala, atau infeksi ini akan sembuh dengan sendirinya (Said 2003), tidak diketahui dengan jelas apakah dapat

(14)

imunitas kekebalannya segera dapat pulih kembali pada saat penyebab imunosupresi (seperti malnutrisi atau infeksi oleh virus yang berulang terjadi seperti campak) telah disembuhkan (Chin 2000). Pada penderita AIDS dengan gambaran klinis yang bervariasi dan dapat terjadi masa tanpa gejala; infeksi cryptosporidium parvum biasanya bertahan seumur hidup; kira-kira 2% dari penderita AIDS yang dilaporkan CDC – Atlanta mengalami infeksi dengan Cryptosporidiosis pada saat didiagnosa AIDS; pengalaman dari rumah sakit yang merawat penderita AIDS menunjukkan bahwa 10 – 20% dari penderita AIDS mendapatkan infeksi Cryptosporidiosis beberapa saat setelah menderita AIDS (Chin 2000).

Selain pada Traktus intestinal yang merupakan tempat utama, Cryptosporidium sp. juga terdapat pada tempat lain yaitu paru, telinga bagian tengah, saluran empedu, pankreas, dan lambung, sehingga cryptosporidiosis juga dapat terjadi secara ekstraintestinal yaitu pada saluran empedu, pancreas, dan saluran pernafasan dan sendi. Billiary cryptosporidiosis adalah manifestasi yang tersering dari cryptosporidiosis ekstarintestinal yang terjadi pada penderita AIDS. Infeksi Cryptosporidium sp. yang dijumpai pada usus halus dan saluran empedu dinamakan dengan “AIDS-associated cholangiopathy”. Cryptosporidiosis pada saluran empedu biasanya terdapat pada penderita dengan jumlah CD4 kurang dari 50 sel/mm3 dan berhubungan dengan meningkatnya angka kematian. Tanda dan gejala Billiary cryptosporidiosisdapat berupa acalculous cholecystitis, sclerosing cholangitis dan hepatitis yang menimbulkan keluhan nyeri perut kanan atas, mual, muntah, dan demam. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai level alkalin phosphatase (ALP) yang biasanya meningkat, demikian juga dengan level serum bilirubin dan level transaminase (Sinambela 2008).

Pada saluran pernafasan, gejala dapat berupa sesak nafas, wheezing, batuk, dan serak. Pulmonary cryptosporidiosis ini dapat atau tidak disertai dengan diare. F. Palmi et al. dalam Sinambela 2008, melaporkan bahwa kasus pada seseorang penderita AIDS dengan Pulmonary cryptosporidiosis tanpa adanya gejala-gejala yang melibatkan saluran pencernaan. Bahkan pada penmeriksaan feses tidak dijumpai ookista. Cryptosporidiosis pada senditelah dilaporkan oleh Sing et al. (2003) dalam Sinambela (2008), melaporkan sebuah kasus pada seorang anak

(15)

laki-laki yang immunocompetent berumur 8 tahun, dengan gejala-gejala intestinal cryptosporidiosis selama 13 bulan. Investasi protozoa diiringi dengan gejala arthritis yang melibtkan beberapa persendian di waktu-waktu yang berbeda (migratory arthritis). Gejala-gejala menghilang secara spontan setelah 20 bulan bersama dengan hasil pemeriksaan feses yang negatif terhadap Cryptosporidium (Sinambela 2008).

VI. TEKNIK DIAGNOSA

Diagnosa Cryptosporidiosis dilakukan dengan pemeriksaan sampel feses penderita selama beberapa hari dengan beberapa teknik, diantaranya melalui pewarnaan acid-fast staining, Direct Fluorescent Antibody [DFA] dan Enzyme Immunoassays untuk mendeteksi keberadaan antigen Cryptosporidium sp. Penggunaan metode molekuler seperti PCR dilakukan untuk mendeteksi Cryptosporidium sampai ke level spesies (CDC 2011).

Gambar 3. kiri: Oocyts Cryptosporidium sp dengan pewarnaan Ziehl-Neelson modifikasi acid-fast. kanan: Oocyts Cryptosporidium spdengan safranin (www.cdc.gov)

VII. PENGOBATAN

Cryptosporidiosis bersifat self-limited pada orang yang imunokompeten dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Pengobatan spesifik untuk Cryptosoridiosis tidak ada, rehidrasi telah terbukti efektif, pemberian antibodi pasif dan antibiotik saat ini sedang dalam penelitian. Mereka yang dalam pengobatan

(16)

dengan obat imunosupresif, sebaiknya menghentikan pengobatan itu untuk sementara atau mengurangi dosisnya jika memungkinkan (Chin 2000; Sinambela 2008).

Diare dapat diatasi dengan pemberian cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi. Obat anti-diare, yaitu Nitazoxanide (FDA-aprroved) diberikan untuk mengurangi gejala diare. Pada penderita AIDS, terapi anti-retroviral harus diberikan untuk meningkatkan status imun dan mengurangi gejala-gejala Cryptosporidiosis (CDC 2011).

VIII. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

Peningkatan hygiene personal merupakan cara yang efektif dalam pencegahan penyakit Cryptosporidiosis. Untuk mencegah infeksi penyakit ini, dapat dilakukan beberapa langkah pencegahan harus diantaranya:

a. Hygiene personal yang optimal.

b. Mencegah penggunaan air yang terkontaminasi dengan Oocyts Cryptosporidium.

c. Pemanasan air sampai mendidih dan difilitrasi jika penggunaan air yang terkontaminasi tidak dapat dicegah.

d. Mencegah konsumsi makanan yang terkontaminasi dengan Oocyts. e. Extra care saat melakukan perjalanan.

f. Mencegah terpapar dengan fesessaat aktivitas seksual (CDC 2009).

Pengendalian penyakit dapat dilakukan melalui pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar, sebagai berikut :

a. Laporan kepada instansi kesehatan setempat; kasus dilaporkan ke instansi kesehatan setempat dengan cara yang paling praktis, kelas 3B (lihat tentang pelaporan penyakit menular).

b. Isolasi bagi penderita yang dirawat di Rumah Sakit, dilakukan tindakan kewaspadaan enterik dalam menangani feses, begitu juga terhadap

(17)

muntahan dan sprei serta sarung bantal dan baju yang terkontaminasi; orang yang terinfeksi tidak diijinkan menangani makanan dan merawat pasien yang dirawat di Rumah Sakit dan tidak diperkenankan merawat pasien yang dirawat di tempat spesifik; penderita asimptomatik yang bekerja pada bidang pekerjaan yang sensitif tidak diijinkan lagi bekerja sampai mereka sembuh. c. Penekanan tentang kebiasaan mencuci tangan dengan benar.

d. Disinfeksi serentak: dilakukan terhadap feses dan barang-barang yang terkontaminasi dengan feses. Pada masyarakat modern dengan sistem jamban saniter, feses dapat dibuang langsung ke saluran pembuangan tanpa perlu didisinfeksi.

e. Disinfeksi dapat dilakukan dengan pemanasan hingga 45 OC selama 5 – 20 menit, 60 OC selama 2 menit atau disinfeksi kimia dengan 10 % cairan formalin atau 5 % ammonia, cara-cara tersebut cukup efektif.

f. Investigasi kontak atau sumber infeksi melalui pemeriksaan mikroskopis terhadap feses anggota rumah tangga dan kontak lain yang dicurigai, terutama orang-orang tanpa gejala. Terhadap mereka yang kontak dengan hewan ternak dan binatang peliharaan diharuskan juga untuk dilakukan pemeriksaan. Jika dicurigai penularan terjadi melalui air, penyaringan air dalam jumlah sampel yang besar dapat dilakukan untuk melihat adanya Oocyts pada air.

Penanggulangan wabah yaitu dengan melakukan investigasi epidemiologis terhadap kasus yang berkelompok yang terjadi pada suatu daerah atau institusi tertentu untuk mengetahui sumber infeksi dan cara-cara penularannya; penyelidikan kemungkinan sumber penularan “Common source”, seperti sarana rekreasi air, air minum, susu mentah atau makanan atau minuman yang potensial tercemar dan melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan yang mudah di terapkan. Upaya untuk mencegah penularan dari orang ke orang atau dari binatang ke manusia menekankan pada upaya kebersihan perorangan dan pembuangan feses yang saniter.

(18)

IX. KESIMPULAN

 Cryptosporidiosis merupakan zoonosis yang tergolong ke dalam kelompok waterbone disease.

 Penyakit ini menyebabkan diare akut baik pada hewan maupun manusia.

 Penyakit ini dapat sembuh sendiri tetapi dapat menjadi kronis terutama pada penderitaimmunocompromised seperti penderita AIDS.

 Pengobatan secara spesifik tidak ada dan berupa terapi suportif saja.

 Pengendalian dan pencegahan lebih diutamakan dengan peningkatan sanitasi dan higiene personal.

X. DISKUSI

Apa peredaan infeksi Cryptosporidium sp. dan Eimeria sp. Mengapa yang termasuk food borne dan emerging disease adalah Cryptosporidium sp. bukan Eimeria sp.?

Jawab :

Cryptosporidium sp. memiliki macam – macam reservoar seperti unggas, burung, ikan,reptil, tikus, anjing, kucing, sapi, kambing, domba, kuda dan manusia Sedangkan Eimeria sp. memiliki inang yang spesifik biasanya berbeda tiap spesies dan kebanyakan patogen pada hewan peliharaan seperti ayam (Eimeriatenella), kelinci (Eimeria perforans), ikan sardin (Eimeria sardinae), domba, kambing, sapi dan babi. Pada manusia biasanya Eimeria sp. hanya lewat saja disaluran pencernaan yang disebut passant.

Ookista pada Eimeria sp. terdiri dari empat sporokista dan tiap sporokista berisi dua sporozoit. Apabila ookista tertelan maka di usus halus dilepaskan sporokista. Apabila kondisi tidak memungkinkan (bukan inang spesifiknya) maka Eimeria sp. akan lewat saja dan tidak menginfeksi. Sedangkan pada Cryptosporidium sp. dimana ookistanya tidak memiliki sporokista tetapi langsung sporozoit. Apabila ookista tertelan maka, di usus halus sporozoit yang berada dalam ookista bisa langsung keluar dan masuk ke epitel usus kecil membentuk trofozoit dan seterusnya akan berlangsung sesuai siklus hidupnya.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Burton AJ, DV Nidam, TK dearen, K Mitchell, DD Bowman, L Xiao. 2010. The prevalence of Cryptosporidium, and identification of the Cryptosporidium horse genotype in foals in New York State. Vet Parasitol 174:139–144. Casemore DP, RL Sands, A Curry. 1985. Cryptosporidium species a "new" human

pathogen. J Clin Pathol 38:1321-1336.

[CDC] Ce n te r f o r Dise a se Con tro l a n d P re ve ntio n . 2 0 11 . Cryp to sp o rid iu m. [te rh u b u ng b e rka la ]. h ttp ://www.cd c.g o v/ p a ra site s/cryp to / [2 4 Okto b e r 20 1 1 ].

Chin J, editor. 2000. Manual pemberantasan penyakit menular. [terhubung berkala] http://nyomankandun.tripod.com/sitebuildercontent/sitebuilderfiles/manual_p2 m.pdf [25 Oktober 2011].

Chotiah S. 2008. Diare Pada Anak Sapi: Agen Penyebab, Diagnosa, dan Penaggulangan. Di dalam: Diwyanto K, E Wina, A Priyanti, L Natalia, T Herawati, B Purwandaya, editor. Prosiding Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebasa 2020; Jakarta, 21 April 2008. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 336-343.

Co o k, G Ma n so n . 1 99 6 . Tro p ica l d ise a se . 1 9 9 6 .E d ke -20 . L on d on : W B S a u nd e rs, 1 2:8 3 -2 8.

[DP Dx] L a b o ra to ri Id e n tif ica tin P a ra siteso f P u b lic He a lth Co n ce rn . 2 0 1 1 . Crip to sp irid io sis. [te rh u bu ng b e rka la ]. h ttp://www.d p d .cd c. g o v/d pd x/h tml/Cryp to sp o rid io sis.h tm [2 5 Okto b e r 20 1 1 ].

Galmes A, Nicolau A, Arbona A, Gomis E, Guma M, Smith-Palmer A. 2003. Cryptosporidiosis outbreak in British tourists who stayed at a hotel in Majorca, Spain. Eurosurveillance Weekly 2003; 7(33):14/08/2003. http://www.eurosurveillance.org/ew/2003/030814.asp

Hojlyng, N., and B.N. Jensen. 1988. Respiratory cryptosporidiosis in HIV positive patients. Lancet ii. 590-591.

Imre K, LM Lobo, O Matos, C Popescu, C Genchi, G Darabus. 2011. Molecular characterisation of Cryptosporidium isolates from pre-weaned calves in Romania: Is there an actual risk of zoonotic infections? Vet Parasitol 181:321–324.

(20)

Kocoshis, S. A., M. L. Cibuli, T. E. Davis, J. T. Hinton, M.Seip, and J. G. Banwell. 1984. Intestinal and pulmonary cryptosporidiosis in an nfant with severe combined immune deficiency. J Pediat Gastroenterol Nutr 3:149-15.

NK & NH Ali. 2002. Cryptosporidiosis among animal handlers and their livestock in basrah, Iraq. E Afr Med J 79(10):550-553.

Mason RW, WJ Hartley, L Tilt. 1981. Intestinal cryptosporidiosis in a kid goat. Aust Vet J 57:386-388

Mason, C & G. Caldow. 2005. The control and management of calf diarrhea in beef herds. Technical Note (TN) 576. Supporting the land-based industries for over a century (SAC) West Mains Road, Edinburgh EH9 3JG. SAC reseives support from the Scottish Executive environment and Rural Affairs Departemen.

Meinhardt PL, DP Casemore, KB Miller. 1996. Epidemiologic Aspects of Human Cryptosporidiosis and the Role of Waterborne Transmission. Epidemiol Rev 18(2):118-136.

Mueller-Doblies D, M Giles, K Elwin, RP Smith, FA Clifton-Headley, RM Chalmers. 2008. Distribution of Cryptosporidium species in sheep in the UK. Vet Parasitol 154:214–219.

Nakamura AA, DC Simoes, RG Antunes, DC da Silva, MV Meireles. 2009. Molecular characterization of Cryptosporidium spp. from fecal samples of birds kept in captivity in Brazil. Vet Parasitol 166:47–51.

NSW Health Department. 2001. Cryptosporidiosis. Multicultural Communication; DOH-7115. http://www.mhcs.health.nsw.gov.au/publication_pdfs/7115/DOH-7115-IND.pdf [25 Oktober 2011].

Ondrackova Z, M Kvac, B Sak, D Kvetonova, M Rost. 2009. Prevalence and molecular characterization of Cryptosporidium spp. in dairy cattle in South Bohemia, the Czech Republic. Vet Parasitol 165:141–144.

Ro b e rt L S, J Ja n o vy Jr, GD S ch mid t. 2 005 . Fo nd a tion of P a ra sito log y. E d ke -7 , Ne w Yo rk: Th e Mc Gra w -H ill Co mp a n ie s.

Said NI. 2003. Pencemaran air minum dan dampaknya terhadap kesehatan. [terhubung berkala] http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuAirMinum/ BAB1PENCEMARAN.pdf [25 Oktober 2011].

(21)

Shi et al. 2010. F jian, C Lv, C Ning, L Zhang, X Ren, TK Dearen, N Li, M Qi, L Xiao. Prevalence, genetic characteristic, and zoonotic potential of Crypotsporodium spesies causing infection in farm rabbits in China. J Clin Microbiol 48(9):3263–3266.

Sinambela AH. 2008. Criptosporidiosis. US e-Respository. Sumatera Utara: Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Trotz-Williams LA, BD Jarvie, SW Martin, KE Leslie, AS Peregrine. 2005. Prevalence

of Cryptosporidiosis parvum infection in south western Ontario and it’s association with diarrhea in neonatal dairy calves. Can Vet J 46:349-351. Tzipori S, J Larsen, M Smith, R Lugfl. 1982. Diarrhoea in goat kids attributed to

Cryptosporidium infection. Vet Rec 111:35-36.

Tzipori S. 1983. Cryptosporidiosis in Animals and Humans. Microbiol Rev 47:84-96 Wang R, H Wang, Y Sun, L Zhang, F Jian, M Qi, C Ning, L Xiao. 2011.

Characteristics of Cryptosporidium Transmission in Preweaned Dairy Cattle in Henan, China. J Clin Microbiol 49(3):1077-1082.

William L. Current and Lynne S. Garcia. 1991. Cryptosporidiosis. Clin Microbiol Rev 325-358.

Gambar

Gambar 1. Oocyts Cryptosporidium sp.
Gambar 2. Taksonomi Cryptosporidium: skema sederhana, menunjukkan hubungan  dengan spesies medis penting lainnya (Casemore et al
Gambar 3. Siklus hidup Cryptosporidium sp.
Gambar 4. Distribusi kasus Cryptosporidiosis di Spanyol 1995 - 2002
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian, secara teknis pemberian legalisasi atas tanda tangan pejabat dilaksanakan oleh Seksi Legalisasi pada Sub Direktorat Hukum Perdata Umum, Direktorat Perdata,

Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu lindi tersebar di beberapa tempat dan kedalaman tertentu

selama 2 menit, hal ini disebabkan karena pada heat treatment 200 o C selama 2 menit lebih mendekati suhu transisi glass polimer PI (Tg = 320 o C), sehingga pemanasan asimetris

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada umumnya. 2) Bagi sekolah dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Komunikasi yang baik antara pimpinan, karyawan, bahkan dengan pelanggan.akan mengurangi hambatan dan

Istilah rasional dalam pengobatan adalah jika pengobatan dilakukan secara tepat (medically appropriate) yang tepat diagnosis, tepat indikasi, tepat jenis obat, tepat

129 Jurnal Pengabdian Mitra Masyarakat (JPMM) Vol. Pemateri pengabdian kepada masyarakat sedang menjelaskan tentang produk – produk wirausaha kepada siswa – siswi SMK Karya

Tabrani (1996:14) “metode pemberian tugas merupakan salah satu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas agar siswa giat belajar. Metode pemberian tugas