• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VERTICAL GARDEN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN DAN LINGKUNGAN BIOFISIK DI GEDUNG REKTORAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR KUNCARA DANU WICAKSONO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH VERTICAL GARDEN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN DAN LINGKUNGAN BIOFISIK DI GEDUNG REKTORAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR KUNCARA DANU WICAKSONO"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH VERTICAL GARDEN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN

DAN LINGKUNGAN BIOFISIK DI GEDUNG REKTORAT

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KUNCARA DANU WICAKSONO

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Vertical garden Terhadap Tingkat Kebisingan dan Lingkungan Biofisik di Gedung Rektorat Institut Pertanian Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Kuncara Danu Wicaksono F44120057

(3)

ABSTRAK

KUNCARA DANU WICAKSONO. Pengaruh Vertical Garden Terhadap Tingkat Kebisingan dan Lingkungan Biofisik di Gedung Rektorat Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh YUDI CHAIDIRIN dan ERIZAL

Meningkatnya pembangunan gedung di Indonesia mengakibatkan berkurangnya jumlah ruang terbuka hijau sehingga memberikan dampak buruk terhadap lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dampak vertical garden terhadap tingkat kebisingan dan lingkungan biofisik (suhu dan kelembaban) serta kenyamanan termal. Analisis kebisingan didasarkan pada KEP – 48/ MENLH/ 11/ 1996 dan pengukuran lingkungan biofisik dilakukan pada saat cuaca optimum. Dari hasil simulasi kebisingan vertical garden dapat mengurangi kebisingan 15%. Pada tanggal 23 Mei, hasil pengukuran tingkat kebisingan dengan menggunakan vertical garden melewati baku mutu pada titik 2, sedangkan dengan tanpa vertical garden melewati baku mutu pada titik 2 dan titik 4. Untuk pengukuran tanggal 4 Juni tingkat kebisingan tidak melewati baku mutu baik dengan menggunakan vertical garden maupun tanpa vertical garden. Semakin jauh jarak pengukuran dari sumber suara, tingkat kebisingan semakin menurun. Luas tanaman pada vertical graden mempengaruhi tingkat kebisingan yang tereduksi. Tidak terjadi penurunan suhu dan kelembaban yang signifikan dengan menggunakan media vertical garden dan tidak ada nilai yang berada pada zona nyaman.

Kata kunci: kebisingan, kenyamanan termal, lingkungan biofisik, vertical garden

ABSTRACT

KUNCARA DANU WICAKSONO. Effect of Vertical Garden to Reduce Noise and Environmental Biophysics at the Rector Building Institut Pertanian Bogor. Supervised by YUDI CHAIDIRIN and ERIZAL.

Increased construction in Indonesia resulted in a reduced number of green open spaces so that it gives a bad impact on the environment. The purpose of this research were to analyze the impact of the vertical garden against noise level as well as biophysical environment (temperature and humidity) and termal comfort. Analysis of noise level based on KEP – 48/MENLH/11/1996 and biophysical environment measurements were conducted at the optimum weather. Result of noise simulation showed that media vertical garden can reduce noise of 15%. On May 23, by using vertical garden the noise level passed the quality standart on point 2, while without vertical garden noise level passed the quality standart at point 2 and point 4. On June 4, measurement result slowed that the noise level didn't pass the quality standart with or without vertical garden. The farther the distance measurements of the sound source, the noise level.declined. Plant surface on vertical garden affect the decreased of noise level. The decreased of temperature and humidity were not significant using vertical garden and there is no value in the comfort zone.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

PENGARUH VERTICAL GARDEN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN

DAN LINGKUNGAN BIOFISIK DI GEDUNG REKTORAT

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KUNCARA DANU WICAKSONO

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini ialah “Pengaruh Vertical Garden Terhadap Tingkat Kebisingan dan Lingkungan Biofisik di Gedung Rektorat Institut Pertanian Bogor” ini dapat diselesaikan.

Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Yudi Chadirin, S.TP.,M.Agr dan Dr. Ir. Erizal, M.Agr selaku dosen pembimbing akademik atas waktu dan kesempatannya untuk membimbing, mengarahkan, dan memotivasi dalam penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, pembuatan makalah, hingga penyusunan skripsi. Diucapkan terima kasih juga kepada Bapak Yanuar Chandra Wirasembada, ST., M.Si selaku dosen penguji. Ucapan terima kasih disampaikan kepada ayahanda Nur Edi Waskita dan ibunda Yuliana Indria Tjendrawati, serta kakak Asqian Satria Anindito dan adik Putra Salisa yang selalu memberikan semangat, dukungan, motivasi, dan doa dalam penelitian dan penyusunan skripsi. Disampaikan ucapan terima kasih kepada Rifka Saskia Nurunnisa atas curahan dukungan moral maupun materil yang telah diberikan. Selanjutnya terimakasih kepada Pak Jaya, dalam proses pengambilan data di ruangan Biro Umum, kepada Ibu Ety Herwaty Dipl. Kim, sebagai pembimbing di Laboratorium Kualitas Udara untuk peminjaman alat dan masukannya dalam mekanisme pengukuran, kepada para sahabat Wanda, Roji dan Annisa yang telah memberikan semangat dan motivasi kedepannya. Juga kepada teman-teman satu bimbingan yaitu Kristianto Rumaga, Wira Praja Lazuardi, Femylia Nur Utama, Raihana Najwa, dan Lina yang memberikan motivasi, dukungan dan masukannya serta kepada seluruh teman-teman SIL 49 atas bantuan dalam pengukuran di lapangan, semangat, motivasi, serta doa.

Karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, tetapi diharapkan karya Ilmiah ini tetap bermanfaat bagi akademisi dan bagi pembaca.

Bogor, Oktober 2016

(7)

DAFTAR ISI

PRAKATA iii DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR v DAFTAR LAMPIRAN v PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 3 Green Building 3 Pengendalian Kebisingan 3 Vertical Garden 4 Lingkungan Biofisik 5 METODE PENELITIAN 6

Waktu dan Tempat 6

Alat dan Bahan 7

Prosedur Penelitian 7

Prosedur Pengukuran Kebisingan 8

Lingkungan Biofisik di Ruangan Biro Umum 11

Korelasi Kebisingan Terhadap Luas Tanaman 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Simulasi Kebisingan 14

Analisis Kebisingan Berbeda Kondisi 16

Kebisingan Berdasarkan Jarak 18

Lingkungan Biofisik di Ruangan Biro Umum 21

Korelasi Kebisingan Terhadap Luas Tanaman 24

SIMPULAN DAN SARAN 26

Simpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 30

(8)

DAFTAR TABEL

1 Nilai Leq 10 menit simulasi kebisingan 15

2 Nilai LS pengukuran berbeda kondisi 18

3 Hasil pengukuran suhu di ruangan Biro Umum 22

4 Hasil pengukuran kelembaban di ruangan Biro Umum 22

5 Hasil pengukuran zona nyaman termal 24

DAFTAR GAMBAR

1 Pengendukan tanah untuk mengurangi kebisingan 4

2 Peta lokasi penelitian 7

3 Diagram alir metode penelitian 8

4 Sketsa mekanisme pengukuran simulasi kebisingan 10

5 Tampilan software Image-J 11

6 Tampilan vertical garden. 12

7 Dialog box untuk kalibrasi gambar 13

8 Hasil objek yang telah dilakukan segmentasi gambar. 13

9 Hasil pengukuran kebisingan 15

10 Perbedaan nilai kebisingan pada hari kerja 16

11 Perbedaan nilai kebisingan pada hari libur 17

12 Nilai kebisingan berdasarkan jarak pada tanggal 29 Mei 2016 18 13 Nilai kebisingan berdasarkan jarak pada tanggal 31 Mei 2016 19 14 Nilai kebisingan berdasarkan jarak pada tanggal 3 Juni 2016 20 15 Nilai kebisingan berdasarkan jarak pada tanggal 4 Juni 2016 21

16 Diagram zona nyaman termal 23

17 Korelasi antara tingkat kebisingan dan luas tanaman 25

DAFTAR LAMPIRAN

1 Denah lantai 1 Gedung Rektorat Institut Pertanian Bogor 29

2 Lokasi pengukuran kebisingan dan suhu 30

3 Lokasi pengukuran kebisingan berdasarkan jarak 31

4 Nilai suhu dan kelembaban 32

5 Desain vertical garden 33

6 Sketsa pengukuran di dalam dan luar ruangan Biro Umum 34

7 Vertical garden 35

8 Contoh perhitungan Leq 1 menit dan Leq 10 menit (4/6/2016) di ruang

Biro Umum 37

9 Contoh perhitungan kebisingan berdasarkan jarak 38

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini, jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat begitu pula dengan pembangunan di kota-kota besar yang ada di Indonesia. Meningkatnya pembangunan gedung di Indonesia mengakibatkan berkurangnya jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Ruang Terbuka Hijau (RTH) sangat dibutuhkan bagi kota besar guna untuk menyejukan kota dan untuk estetika kota. Dengan demikian luas ruang terbuka hijau yang terdapat di kota tersebut akan berkurang, yang akan berimbas kepada berkurangnya lahan untuk resapan air, dan hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya banjir karena air hujan langsung turun ke daratan dan tidak dapat diserap oleh tanah.

Selain berkurangnya luasan ruang terbuka hijau, permasalahan yang dihadapi oleh perkotaan adalah tercemarnya udara akibat polusi yang diakibatkan oleh transportasi, industri, pembuangan limbah dan pembakaran. Dampak buruk yang dihasilkan dari pembangunan adalah penebangan pohon yang berada di lahan terbuka, sehingga berakibat meningkatnya tingkat kebisingan karena berkurangnya noise barrier. Idealnya sebuah bangunan dibangun dengan memperhatikan faktor aman dan faktor kenyamanan untuk mendukung aktivitas yang terjadi di gedung tersebut. Setiap gedung diharapkan dapat memberikan kenyamanan termal, visual, dan audial.

Faktor lingkungan sekitar merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kenyamanan gedung. Salah satu faktor lingkungan tersebut yaitu polusi suara atau kebisingan. Banyak sekali gedung yang berada di kota maju mengalami gangguan polusi suara berlebih. Peningkatan volume kendaraan bermotor tidak hanya berimplikasi terhadap penurunan kualitas udara ambien, melainkan juga berpengaruh terhadap kebisingan lingkungan yang bersumber dari mesin kendaraan dan bunyi klakson.

Berdasarkan KEP-48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Kebisingan di dalam sebuah ruangan disebabkan banyak hal yaitu, terlalu tingginya intensitas pengujuk di dalam ruangan kantor dan intensitas lalu lintas yang cukup tinggi. Selain parameter lalu lintas, ada pula parameter dari jalan yang dilalui oleh kendaraan misalnya bentuk jalan, kemiringan jalan, kelengkungan jalan atau tikungan jalan, permukaan jalan yang berbeda-beda, dan lebar dari jalan yang dilewati banyaknya kendaraan bermotor (Suroto 2010).

Pengaruh kebisingan terhadap manusia seperti, tidur terganggu, beberapa ketegangan mental akan menyebabkan bertambah cepatnya denyut nadi serta hipertensi. Apabila secara terus-menerus berada ditengah-tengah kebisingan dapat berakibat hilangnya kepekaan mendengar yang mengarah kepada ketulian (Buchari 2007). Kenyamanan pada gedung tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kebisingan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan biofisik seperti suhu dan kelembaban.

(10)

Kondisi iklim tropis Indonesia yang memiliki kelembaban dan suhu relatif tinggi akan menggangu aktivitas yang terjadi di gedung tersebut, sementara setiap gedung dituntut untuk memenuhi kenyamanan yang dibutuhkan oleh tubuh agar aktivitas yang terjadi dapat berjalan dengan baik. Faktor yang berperan dalam menciptakan kenyamanan manusia di dalam ruang juga dipengaruhi oleh faktor subjektif seperti pakaian, metabolisme tubuh akibat aktivitas dan juga pengaruh kondisi fisik seperti usia, jenis kelamin, tingkat kegemukan, dan tingkat kesehatan. Menurut Lippsmeier (1997), dinding sebagai selubung bangunan akan mempengaruhi kondisi termal ruangan di dalamnya.

Oleh sebab itu, diperlukan berbagai upaya pengendalian kebisingan dan pengendalian lingkungan biofisik. Tujuan pengendalian yaitu agar efek bising dan faktor lingkungan biofisik seperti suhu dan kelembaban dapat berkurang sehingga tidak mengganggu aktivitas yang terjadi. Bangunan peredam bising merupakan elemen antar jaringan jalan untuk mereduksi tingkat bising (Mohan et al. 2002). Banyak media peredam kebisingan seperti, pagar tanaman, pagar beton, dan vertical garden.

Pembuatan vertical garden menjadi salah satu upaya peredaman kebisingan dan kenyamanan ruang. Material vertical garden dapat berupa vegetasi tanaman yang dapat berfungsi sebagai filter debu, suara, bau dan penurunan suhu dan kelembaban. Vertical garden juga menggunakan karpet yang dapat menyerap kebisingan. Vertical garden merupakan salah satu cara untuk mengurangi dampak meningkatnya suhu dan kebisingan karena pohon melakukan respirasi yang akan meningkatkan jumlah uap air di udara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana vertical garden dapat mengurangi tingkat kebisingan dan memperkecil ketidak nyamanan ruangan akibat lingkungan biofisik.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas adalah:

1. Seberapa besar tingkat kebisingan yang dapat dikurangi oleh media vertical garden.

2. Faktor biofisik apa saja yang mempengaruhi pola penyiraman vertical garden. 3. Faktor biofisik apa saja yang dapat mempengaruhi kenyamanan ruangan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis dampak vertical garden terhadap tingkat kebisingan.

2. Menganalisis dampak vertical garden terhadap lingkungan biofisik dan kenyamanan termal.

Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi mengenai potensi penurunan kebisingan dengan menggunakan vertical garden.

(11)

2. Sebagai dasar rekomendasi bagi rekayasa peredaman kebisingan dalam pengendalian dampak kebisingan.

3. Dapat dijadikan acuan pemanfaatan material yang baik dan ramah lingkungan sebagai peredam bising dan kenyamanan ruangan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini dideskripsikan secara singkat sebagai berikut: 1. Penggunaan vertical garden terletak di ruangan Biro Umum yang terdapat di

Gedung Andi Hakim Nasution IPB.

2. Pengukuran kebisingan dan lingkungan biofisik hanya dilakukan pada jam 08.00 – 16.00.

3. Pada pengukuran lingkungan biofisik hanya dilakukan pengukuran kelembaban dan suhu.

TINJAUAN PUSTAKA

Green Building

Green building adalah konsep untuk ‘bangunan berkelanjutan’ dan mempunyai syarat tertentu, yaitu lokasi, sistem perencanaan dan perancangan, renovasi dan pengoperasian, yang menganut prinsip hemat energi serta harus berdampak positif bagi lingkungan, ekonomi dan sosial (Sudarwani 2012). Bangunan juga mempunyai pengaruh pada budaya dan lingkungan. Green building tidaklah bisa hanya diartikan sebagai bangunan atau gedung hijau.Perancangan bangunan hijau (green building) mengacu kepada beberapa aspek, seperti aspek kualitas dan kenyamanan udara. Berkaitan dengan kualitas udara, green building harus menggunakan material dan produk-produk non-toxic yang akan meningkatkan kualitas udara dalam ruangan dan mengurangi tingkat asma, alergi, dan sick building syndrome. Green building menggunakan material yang bebas emisi dan tahan untuk mencegah kelembaban yang menghasilkan spora dan mikroba lainnya. Kualitas udara dalam ruangan juga harus didukung dengan menggunakan sistem ventilasi yang efektif dan bahan-bahan pengontrol kelembaban yang memungkinkan bangunan untuk dapat mensirkulasikan udara. Memaksimalkan dan meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan adalah prinsip green building yang tak kalah penting untuk diwujudkan, terutama untuk bangunan di mana banyak aktivitas di dalamnya, seperti rumah maupun kantor. Arsitektur hijau muncul sebagai pendekatan perencanaan arsitektur yang mencoba untuk meminimalkan berbagai efek yang merugikan pada kesehatan manusia dan lingkungan. Konsep arsitektur hijau memberikan kontribusi terhadap masalah lingkungan terutama pemanasan global(Aulia et al 2015).

Pengendalian Kebisingan

Pengendalian kebisingan merupakan cara untuk mencegah pengaruh kebisingan terhadap kesehatan psikologis maupun fisiologis manusia, beberapa

(12)

pengendalian kebisingan diantaranya adalah pengendalian kebisingan aktif (active noise control) dan pengendalian kebisingan pasif (passive noise control). Pengendalian kebisingan aktif dapat dilakukan dengan mengenali sumber dari kebisingan. Pengontrolan dilakukan dengan mengurangi kebisingan yang ditimbulkan dengan memperbaiki sumber bising atau mengganti komponen sumber kebisingan sehingga suara yang dihasilkan akan menjadi lebih kecil, dapat juga dilakukan dengan cara pemasangan peredam akustik. Pengendalian kebisingan pasif (passive noise control) dilakukan dengan mengurangi kebisingan yang ditimbulkan dengan pengendalian medium perambatanya. Hal ini dilakukan untuk menghalangi suara mencapai telinga manusia dengan ditempatkannya sound barrier antara sumber suara dan telinga, dengan memanfaatkan material yang mampu menyerap suara dan tidak beresonansi dengan sumber suara. Jenis bahan peredam suara yang sudah ada yaitu bahan berpori, resonator, dan panel (Lee dan Joo 2003). Dari ketiga jenis bahan tersebut, bahan berporilah yang sering digunakan. Khususnya untuk mengurangi kebisingan pada ruang-ruang yang sempit seperti perumahan dan perkantoran. Usaha untuk mengendalikan kebisingan dapat dilakukan dengan cara usaha proteksi secara personal. Proteksi personal yang bisa diterapkan adalah penggunaan earplugs dan earmuffs. Pemilihan antara kedua proteksi tersebut disesuaikan dengan kondisi. Secara umum, penggunaan earmuffs dapat mengurangi besarnya kebisingan yang masuk ke telinga lebih besar dari earplugs (Barron 2001). Pengendukan tanah dapat dilakukan untuk mengurangi kebisingan yang bersumber dari jalan raya dan diterima oleh daerah pemukiman. Pengendukan tanah harus diletakkan sepanjang tepi jalan dan ditempatkan sejauh mungkin dari jalan yang berpenduduk, seperti terlihat pada gambar 1. Pengendukan sepanjang sisi yang menghadap jalan harus dibuat semiring mungkin.

Sumber: Ayuningtyas 2010

Gambar 1 Pengendukan tanah untuk mengurangi kebisingan Vertical Garden

Meningkatnya rancangan hunian bertingkat perlu mempertimbangkan prinsip sustainability melalui konservasi energi dalam pencapaian kenyamanan termal khususnya di daerah tropis lembab. Penataan vegetasi jenis pepohonan dan

(13)

semak-semak dapat menurunkan suhu permukaan (13.4ºC – 15.5 ºC), sementara tanaman merambat dapat menurunkan suhu permukaan sebesar (10ºC - 12 ºC) (Givoni 1994). Penerapan vegetasi yang sesuai dapat mengurangi penggunaan pendingin ruangan sebagai upaya untuk menciptakan iklim mikro yang memberikan kenyamanan termal bagi penghuni. Hunian bertingkat banyak memiliki luas fasad yang lebih besar dari luas tapak sehingga sangat potensial untuk dijadikan sebagai perluasan area hijau yang tidak mampu lagi didukung oleh ketersediaan lahan secara horizontal. Salah satu caranya ialah dengan menggunakan konsep vertical garden.

Vertical garden adalah tanaman dan elemen taman lainnya yang disusun sedemikian rupa dalam bidang yang tegak lurus atau mendekati tegak lurus sebagai taman dalam waktu yang relatif lama (Budiarto 2013). Dengan konsep ini, ruang tanam bisa jauh lebih besar dibanding dengan taman konvensional, bahkan jumlah tanaman yang dapat ditanam bisa beberapa kali lipat, sehingga dapat menambah ruang hijau secara signifikan. Menurut Stec et al. (2005), tanaman yang menutup permukaan fasad bangunan dapat memberikan kontribusi terhadap kenyamanan ruang indoor dan penghematan energi. Pendinginan dengan memanfaatkan vertical garden pada selubung bangunan dapat mengurangi biaya operasional untuk aspek pendinginan ruangan. Menurut Bass B. (2003), pengaruh pembayangan dari sistem penghijauan secara vertical dapat menurunkan penggunaan energi pendinginan sampai 23%, energi untuk operasional kipas angin 20% dan penurunan konsumsi energi tahunan sebesar 8%.

Lingkungan Biofisik

Biofisik adalah studi interdisipliner tentang fenomena dan masalah biologis dengan menggunakan prinsip-prinsip dan teknik-teknik fisika. Biofisik bergantung pada teknik-teknik yang berasal dari ilmu fisika tetapi difokuskan pada masalah biologis. Lingkungan biofisik terdiri dari komponen-komponen lingkungan hidup alamiah, yaitu biotik dan abiotik yang saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam hal ini Campbell (1977) menyebut kajian fisika dalam konteks ini sebagai biofisik lingkungan. Pada masa sekarang perkembangan dalam bidang biofisik lingkungan semakin pesat. Salah satunya yaitu dengan menggunakan model matematis untuk mengkuantifikasi laju transfer panas dan massa. Oleh karena itu dapat dikemukakan bahwa dalam biofisik lingkungan dipelajari mengenai bagaimana penerapan konsep-konsep fisika pada interaksi antara mahluk hidup dengan lingkungan fisiknya, sehingga dalam konteks ini dipelajari mengenai aplikasi konsep-konsep fisika pada interaksi antara pekerja dan lingkungan fisik ketika melakukan akvitas di alam terbuka. Dalam suatu sistem kerja (Corlett and Clark 1995), interaksi yang penting bukan hanya antara manusia dengan lingkungan fisiknya, tetapi juga dengan peralatan dan perlengkapan yang digunakan pada waktu bekerja.

Dampak biofisik berkaitan erat dengan pelepasan asap, pelepasan CO2, suhu tinggi, dan perusakan habitat flora dan fauna. Asap dari kayu dan bahan organik lain ini dapat menurunkan mutu udara karena mengganggu pernapasan dan penglihatan, bahkan dapat merusak organ pernapasan dan penglihatan. Akibat menghalangi dan memencarkan energi pancar matahari, asap juga menurunkan fotosintesis yang pada gilirannya menurunkan potensi produksi nabati.

(14)

Kenyamanan Termal

Menurut Boutet (1987), kenyamanan termal adalah keseimbangan termal yang dicapai dari pertukaran panas antara tubuh manusia dengan lingkungan termal pada tingkatan yang sesuai. Manusia merasa nyaman di dalam ruangan apabila suhu yang dirasakan berada pada kondisi nyaman termal. Kondisi nyaman termal tercapai apabila kondisi badan dalam keadaan mampu menyeimbangkan suhu tubuh dari proses metabolisme seimbang.

Suhu ruang yang terlalu rendah akan mengakibatkan kedinginan atau menggigil, sehingga kemampuan beraktivitas menurun. Sementara itu, suhu ruang yang tinggi akan mengakibatkan kepanasan dan tubuh berkeringat, sehingga mengganggu aktivitas. Pada situasi dimana suhu udara lebih rendah dari yang diperlukan tubuh, peredaran darah ke permukaan tubuh atau anggota badan dikurangi. Hal ini merupakan usaha tubuh untuk mengurangi pelepasan panas ke udara disekitarnya (Karyono 2001).

Menurut Olgay (1963), tingkat produktivitas dan kesehatan manusia sangat dipengrauhi oleh kondisi iklim setempat. Apabila kondisi iklim berkaitan dengan suhu udara, kelembaban, radiasi matahari, angin, hujan, sesuai dengan kebutuhan fisik manusia, maka tingkat produktivitas dapat mencapai titik maksimum. Demikian pula halnya dengan tingkat kesehatan akan mencapai optimal apabila kondisi iklim juga mendukung pencapaian tersebut.

Suhu udara merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kondisi nyaman (termal) manusia. Hoppe (1988) memperlihatkan bahwa suhu manusia naik ketika suhu ruang dinaikkan sekitar 21ºC. Kenaikan lebih lanjut pada suhu ruang tidak menyebabkan suhu kulit naik, namun menyebabkan kulit berkeringat. Pada suhu ruang sekitar 20ºC suhu nyaman untuk kulit tercapai. Menurut Talarosha (2005), kenyamanan tergantung pada variabel iklim (matahari atau radiasi, temperatur udara, kelembaban udara, kecapatan angin) beberapa faktor individual seperti pakaian, aklitimasi, usia, tingkat kegemukan, dan tingkat kesehatan.

Penempatan bangunan yang tepat terhadap matahari dan angin, bentuk konstruksi serta pemilihan bahan yang sesuai, dan penempatan vegetasi berdampak pada penurunan temperatur ruangan yang dapat diturunkan beberapa derajat tanpa peralatan mekanis (Alahudin 2012). Pada bangunan terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pola aliran udara dan kecepatan angin seperti, konfigurasi, orientasi, bentuk atap, tinggi bangunan dan bentuk bentuk arsitektur lainnya.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Kampus Institut Pertanian Bogor, Dramaga dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan Juli 2016. Lokasi penelitian yang

(15)

diambil adalah lantai 1 Gedung Rektorat IPB, Bogor, Jawa Barat (Lampiran 1). Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sound level meter, stopwatch, pita ukur, termometer bola basah dan bola kering, pipa pvc, pipa PE, nozzle, disk filter dan pompa celup. Bahan yang digunakan lili paris (Chlorophytum comosum), pakis pedang (Nephrolepis biserrata), sekam bakar, tripleks, karpet glass wool.

Prosedur Penelitian

Pengukuran penelitian pengaruh vertical garden terhadap tingkat kebisingan merupakan salah satu cara untuk mereduksi bising menggunakan vertical garden. Vegetasi yang digunakan dalam penelitian meliputi lili paris (Chlorophytum comosom), pakis pedang (Nephrolepis biserrata). Vertical garden dibuat dengan model tidak direkatkan ke dinding melainkan dibuat peyangga seperti pagar. Pengukuran pada Gedung Rektorat terdiri dari 7 titik yang terdiri dari 5 titik berada di dalam ruangan Biro Umum dan 2 titik berada di luar ruangan Biro Umum (Lampiran 2). Penelitian tingkat kebisingan menggunakan baku mutu dari SNI 03-6386-2000 mengenai spesifikasi tingkat bunyi dan waktu dengung dalam bangunan gedung dan perumahan. Diagram alir metode penelitian disajikan pada Gambar 3.

Pengukuran lingkungan biofisik dilakukan di dalam ruangan Biro Umum yang terdiri dari 2 titik (Lampiran 2). Nilai kelembaban didapatkan dari nilai

(16)

temperatur bola basah dan bola kering lalu nilai tersebut diplot menggunakan diagram psikometrik. Nilai kelembaban dan nilai suhu dibandingkan dengan baku mutu SNI 6390:2011 (BSN 2011) tentang konservasi energi sistem tata udara bangunan gedung.

Persiapan bahan: karpet, glasswool, tanaman dan tripleks

Pengukuran dimensi vertical garden

Studi literatur Mulai

Pengambilan data

Pengukuran kebisingan KEP – 48/ MENLH/ 11/ 1996

Pengolahan data Membandingkan data dengan baku mutu SNI 03-6386-2000

Pengolahan data Kebisingan ruangan

Biro Umum, kebisingan jarak, korelasi

kebisingan dan tanaman.

Lingkungan biofisik menggunakan

termometer bola basah dan bola kering.

Membandingkan data dengan bakumutu SNI

6390:2011

Hasil:

Evaluasi kebisingan berbedakondisi, kebisingan berdasarkan jarak pengukuran, analisis tingkat kebisingan terhadap luas tanaman dan analisis suhu ruangan Biro Umum

Selesai

(17)

Prosedur Pengukuran Kebisingan

Penelitian pengukuran tingkat kebisingan menggunakan vertical garden merupakan simulasi dalam penurunan efektivitas reduksi kebisingan. Material yang digunakan dalam penelitian ini meliputi karpet glasswool, sekam bakar, tripleks, dan tumbuhan Lili paris (Chlorophytum comocum) serta Pakis pedang (Nephrolepis biserrata). Sound level meter untuk pengukuran kebisingan harus dilakukan pada jarak 1.2 m di atas permukaan tanah. Sebelum melakukan pengukuran di Gedung Rektorat, terlebih dahulu dilakukan simulasi reduksi kebisingan dengan sumber bunyi yang digunakan yaitu motor. Sumber buatan pada simulasi reduksi kebisingan diletakkan pada jarak 1 m di depan media vertical garden. Pada area sumber bunyi juga diletakkan alat sound level meter agar dapat diketahui selisihnya. Untuk pengukuran di belakang vertical garden, sound level meter diletakkan pada jarak 1 m. Setelah dilakukan simulasi reduksi kebisingan, lalu dilakukan pengukuran di Gedung Rektorat IPB. Pengukuran dilakukan secara acak pada 7 titik yaitu yang terletak di luar ruangan di depan vertical garden sebanyak satu titik, di belakang vertical garden sebanyak satu titik dan di dalam ruangan sebanyak lima titik (Lampiran 2). Pengukuran dilakukan selama jam kerja berlangsung dan pada hari libur. Pembacaan alat disetiap titik dilakukan per 5 detik selama 10 menit untuk setiap rentang waktu pengukuran yang telah ditetapkan sesuai KEP-48/MENLH/11/1996 (Kemen LH 1996). Data hasil pengukuran diolah dengan menggunakan persamaan (1), (2) dan (3).

Leq (1 menit) = 10 Log (10 0,1L1+ 10 0,1 L2 + ....+ 10 0,1 L12).5 dBa (1) Leq ( 10 menit) = 10 Log (10 0,1 LI + 10 0,1 LII + ... + 10 0,1 LX). 1 dBa (2) Ls = 10 Log (Ta100,1 La + Tb100,1 LB +Tc100,1 LC) dBa (3)

Keterangan :

Leq : Tingkat kebisingan fluktuatif selama waktu tertentu dan setara dengan tingkat kebisingan selang waktu yang sama dB(A)

L1 : Perhiutngan tingkat kebisingan detik ke-5 pada menit ke-1 LI : Perhitungan tingkat kebisingan Leq pada menit ke-1 LS : Tingkat kebisingan siang hari (dBA)

Ta, Tb, Tc : Rentang waktu pengukuran (Ta = 3, Tb = 2, dan Tc = 6) (jam)

La : Tingkat kebisingan pada pukul 06.00 – 09.00 (dBA) Lb : Tingkat kebisingan pada pukul 09.00 – 11.00 (dBA) Lc : Tingkat kebisingan pada pukul 11.00 – 17.00 (dBA) Data hasil pengukuran tingkat kebisingan yang diperoleh, lalu dibandingkan dengan baku mutu dari SNI 03-6386-2000. Mekanisme pengukuran dalam simulasi kebisingan dapat dilihat pada Gambar 4.

(18)

Gambar 4 Sketsa mekanisme pengukuran simulasi kebisingan

Kebisingan Terhadap Jarak

Penelitian ini dilakukan untuk melakukan pengambilan dan pembacaan data tingkat kebisingan pada jarak tertentu, mengetahui tingkat kebisingan yang diakibatkan oleh sumber bergerak dan mendapatkan grafik penurunan tingkat kebisingan pada suatu lokasi. Penelitian dilakukan selama tiga waktu yaitu, pada jam 08.00, jam 10.30 dan jam 14.00. Setiap waktu pengukuran kebisingan dilakukan selama 1 jam. Dalam pengukuran kebisingan terhadap jarak diperlukan kecepatan kendaraan. Perkiraan kecepatan kendaraan diperoleh dari batas maksimum kecepatan yang diperbolehkan di sekitar kampus Institut Pertanian Bogor. Jumlah setiap kendaraan (sepeda motor, sedan, mikrobus, bus, truk) pada lokasi pengukuran selama pengukuran berlangsung dicatat. Jarak sumber suara terhadap penerima (R1) adalah 10 meter dan jarak sebagai sumber perbandingan intensitas kebisingan (R2) adalah 15 meter dan 20 meter (Lampiran 3). Tingkat kebisingan tiap jenis kendaraan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

( ) [ ] ( )

Tingkat kebisingan total dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

( ) [ ( )

( )

] ( )

Intensitas kebisingan sebagai fungsi jarak dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

( ) ( ) ( )

Keterangan:

Leq : Intensitas kebisingan di lokasi yang ditinjau atau penerima (dB(A))

Loe : Emisi kebisingan I : Jenis kendaraan N : Jumlah kendaraan T : Lamanya dampak (jam)

SLM 2 SLM 1 1 m 1 m MOTOR V E R G T A I R C D A E L N

(19)

V : Kecepatan kendaraan rata-rata (km/jam) D : Jarak sumber suara terhadap penerima (m) Leq(tot)1 : Intensitas kebisingan pada jarak R1

Leq(tot)2 : Intensitas kebisingan pada jarak R2

Lingkungan Biofisik di Ruangan Biro Umum

Faktor yang diteliti di gedung rektorat Institut Pertanian Bogor juga meliputi pengukuran lingkungan biofisik seperti suhu dan kelembaban. Hal ini berkaitan dengan kenyamanan ruangan kerja yang digunakan di Gedung Rektorat Institut Pertanian Bogor. Pengukuran lingkungan biofisik seperti suhu dan kelembaban diukur dengan menggunakan termometer bola basah dan termometer bola kering. Titik pengukuran dilakukan sebanyak dua titik di dalam ruangan Biro Umum. Waktu pengukuran penggunaan termometer bola basah dan termometer bola kering selama 5 menit. Nilai yang didapat dari termometer bola basah dan bola kering lalu diplot ke dalam diagram psikometrik untuk mendapatkan nilai kelembaban. Setelah mendapatkan nilai suhu bola kering dan kelembaban lalu di plot ke dalam grafik kenyamanan termal.

Korelasi Kebisingan Terhadap Luas Tanaman

Pengukuran luas tanaman berfungsi untuk melihat pengaruh luas tanaman yang ada pada vertical garden terhadap penurunan kebisingan. Pengukuran luas tanaman diolah dengan bantuan software Image-J dengan bahasa pemrograman java.

Gambar 5 Tampilan software Image-J

Pada Gambar 5 menampilkan software Image-J Tool secara keseluruhan. Gambar 6 menunjukkan vertical garden yang akan dihitung luas tanamannya dari minggu pertama hingga minggu kelima.

Tahap awal pengukuran luas tanaman dengan binerisasi yaitu pengubahan fungsi filter dan kontras citra. Selanjutnya dilakukan kalibrasi untuk dipresentasikan pada gambar. Garis lurus sepanjang ukuran acuan digambar, kemudian pilih Icon straight pada Tool Bar.

Selanjutnya, kemudian set skala yang dipilih dengan klik analyze kemudian klik set scale lalu akan muncul dialog box seperti Gambar 7. Gambar 7 menunjukkan proses pengkalibrasian objek yang akan diproses menggunakan Image-J. Nilai distance in pixels didapatkan dengan cara menarik garis straight sepanjang objek yang akan diproses, sehingga nilai tersebut akan muncul secara otomatis.

(20)

(minggu ke 1)

(minggu ke 2)

(minggu ke 3)

(minggu ke 4)

(minggu ke 5)

Gambar 6 Tampilan vertical garden.

Nilai known distance merupakan ukuran sebenarnya dari objek sepanjang garis straight yang telah dibuat. Unit of length merupakan satuan yang digunakan pada known distance. Pilih cek list global untuk menggunakan pengaturan kalibrasi yang dibuat sampai Image-J ditutup.

(21)

Gambar 7 Dialog box untuk kalibrasi gambar (minggu ke 1) (minggu ke 2) (minggu ke 3) (minggu ke 4) (minggu ke 5)

(22)

Pada ukuran yang sesungguhnya, suatu objek direpresentasikan dengan menggunakan dimensi jarak dengan unit standar m, sedangkan dalam suatu citra dimensi yang digunakan adalah dalam satuan piksel. Maka dari itu, perlu mensinkronkan unit-unit untuk mengukur luas area objek sesungguhnya pada sebuah gambar. Sesuaikan keterangan yang diperlukan dengan mengisi kolom-kolom sesuai ukuran yang acuan yang diinginkan.

Penggunaan Image-J untuk analisis benda membutuhkan definisi bagian gambar yang didefinisikan sebagai benda dan bagian gambar yang didefinisikan sebagai background yang disebut sebagai segmentasi gambar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara klik Image kemudian memilih Adjust lalu memilih Threshold.

Pengaturan level threshold dapat digunakan untuk memisahkan bagian benda dan bagian latar belakang dengan mengatur tingkat kecerahan gambar. Setelah dilakukan penyesuaian threshold lalu akan dipilih yang merupakan bagian gambar yang akan dihitung seperti pada Gambar 8. Analisis partikel dalam image-J dapat dilakukan dengan cara klik analyze lalu memilih set measurements. Pada gambar 8 dapat terlihat nilai area yang akan berpengaruh terhadap tingkat kebisingan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Simulasi Kebisingan

Pengukuran ini merupakan simulasi untuk mengetahui besarnya nilai kebisingan yang dapat direduksi bila menggunakan vertical garden sebagai barrier. Dalam penelitian pemanfaatan vertical garden memerlukan berbagai jenis material yaitu karpet glass wool yang mempunyai ketebalan 5 mm dan vegetasi.Vegetasi dapat meredam suara dengan cara penyerapan gelombang suara oleh daun, cabang, dan ranting. Menurut Werdiningsih (2007), sebagai filter suara, pagar hidup yang cukup rimbun dan tinggi dapat meredam kebisingan dari lalu lalang kendaraan bermotor.

Pengukuran rekayasa kebisingan dilakukan dengan menggunakan motor yang diatur rotasi per menit (rpm) agar tetap konstan. Besaran rotasi per menit (rpm) yang dilakukan yaitu sebesar 3000 rpm. Hasil pengukuran simulasi kebisingan di depan dan di belakang vertical garden dapat dilihat pada Gambar 9. Pengukuran kebisingan dilakukan sebanyak tiga kali. pengulangan untuk mendapatkan nilai rata-rata.

Nilai Leq 1 menit terbesar terjadi pada pengukuran kebisingan di depan vertical garden 76.80 dB(A). Hal ini terjadi karena pada saat pengukuran, masih sulit untuk mengontrol torsi motor agar tetap konstan sehingga torsi motor tinggi dan mempengaruhi besarnya nilai kebisingan yang didapat.

(23)

Gambar 9 Hasil pengukuran kebisingan

Untuk nilai Leq 1 menit terendah di depan vertical garden yaitu sebesar 76.50 dB(A). Pada pengukuran di belakang vertical garden, nilai tertinggi yaitu sebesar 65.70 dB(A) dan nilai kebisingan yang terendah sebesar 65.20 dB(A). Hal ini terjadi disebabkan meningkatnya intensitas warga yang melewati tempat pengukuran kebisingan. dapat dilihat bahwa error yang terjadi pada pengukuran simulasi kebisingan tidak terlalu signifikan.

Tabel 1 Nilai Leq 10 menit simulasi kebisingan Ulangan Nilai Leq 10 menit didepan

vertical garden dB(A)

Nilai Leq 10 menit dibelakang vertical garden dB(A)

Pengulangan1 77.31 65.44

Pengulangan 2 76.05 65.74

Pengulangan 3 76.9 65.52

Rata-rata 76.8 65.6

Pada Tabel 1 terdapat perbedaan nilai Leq 10 menit pada pengukuran kebisingan di depan vertical garden dan di belakang vertical garden. Dari hasil pengukuran kebisingan, didapat nilai rata-rata yaitu sebesar 76.8 dB(A) untuk pengukuran di depan vertical garden dan 65.6 dB(A) untuk pengukuran di belakang vertical garden. Berdasarkan hasil pengukuran dapat dilihat penurunan nilai kebisingan sebesar 11.2 dB(A) atau sebesar 15 %. Penurunan nilai kebisingan terjadi karena pada vertical garden terdapat karpet glass wool dan vegetasi, kedua material ini menjadi faktor utama dalam penurunan nilai kebisingan pada media vertical garden. Hasil reduksi kebisingan merupakan selisih tingkat pengukuran kebisingan antara di depan dan di belakang barrier. Variasi jarak juga mempengaruhi penuruan kebisingan terhadap material peredam kebisingan. Semakin jauh jarak terhadap sumber kebisingan, maka tingkat kebisingan akan semakin kecil. Pengurangan intensitas kebisingan dapat dilakukan dengan cara menjauhkan jarak pengukuran terhadap sumber (Firman 2004). 65.9 65.8 65.6 65.6 65.7 65.2 65.3 65.4 65.4 65.5 76.7 76.8 76.8 76.5 76.6 76.8 76.8 76.8 76.8 76.8 64.0 69.0 74.0 79.0 0 2 4 6 8 10 Nilai Keb is in gan d B (A ) Leq (1 menit) Menit ke- pengukuran dibelakang vertical garden pengukuran didepan vertical garden

(24)

Analisis Kebisingan Berbeda Kondisi Kebisingan Tanggal 23 Mei

Pada Gambar 10 dapat dilihat hasil pengukuran yang dilakukan pada hari kerja. Pada pengukuran ini dilakukan pengukuran selama 1 hari, dengan membandingkan nilai kebisingan yang memakai media vertical garden dan nilai kebisingan yang tidak menggunakan media vertical garden.

Pada Gambar 10 terdapat perbandingan nilai hasil pengukuran kebisingan pada hari kerja yang dilakukan pada tanggal 23 Mei 2016. Nilai hasil pengukuran di depan vertical garden dan di belakang vertical garden mengalami penurunan sebesar 2.3 dB(A) atau mengalami penurunan sebesar 4%. Nilai kebisingan yang tereduksi pada percobaan di Biro Umum berbeda jauh dengan nilai kebisingan yang tereduksi pada pengukuran simulasi kebisingan, hal ini terjadi karena pada saat pengukuran di Biro Umum terjadi gangguan kebisingan yang dihasilkan oleh compressor AC.

Pada pengukuran kebisingan di ruangan Biro Umum pada tanggal 23 Mei nilai terbesar terjadi pada titik 2 dengan kebisingan sebesar 48 dB(A) dengan penggunaan media vertical garden dan nilai terkecil sebesar 41 dB(A) terjadi pada titik 5 tanpa menggunakan vertical garden. Pada Gambar 10 nilai yang berada diatas baku mutu menurut SNI 03-6386-2000 berada pada titik 2 penggunaan vertical garden, titik 2 tanpa penggunaan vertical garden dan titik 4 tanpa penggunaan vertical garden. Nilai kebisingan di titik 2 dengan menggunakan vertical garden lebih tinggi daripada tidak menggunakan vertical garden dikarenakan adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi, menurut Setyorini (2015) faktor lingkungan yang mempengaruhi dalam pengukuran yaitu aktivitas manusia di sekitar lokasi pengukuran, peningkatan suhu dan angin, serta perubahan arah angin.

Penurunan kebisingan di dalam ruangan Biro Umum tidak hanya dipengaruhi oleh media vertical garden tetapi juga dipengaruhi oleh bantuan bata plester dua sisi yang membatasi antar jalan dengan ruangan Biro Umum. Menurut

0 10 20 30 40 50 60 70 Didepan vertical garden Dibelakang vertical garden 1 2 3 4 5 Nilai Ke bisin ga n dB(A ) Leq (10 menit) Titik ke- Tidak ada vertical garden Ada vertical garden Baku mutu

(25)

Mediastika (2005) bahwa bata plester dua sisebi dapat mengurangi kebisingan sebesar 45 dB(A). Hal ini yang memungkinkan nilai kisingan yang berada di dalam ruangan Biro Umum lebih rendah dari pada di luar ruangan Biro Umum dan tidak terlepas oleh pemakaian vertical garden.

Kebisingan Tanggal 4 Juni

Pada Gambar 12 dapat dilihat hasil pengukuran yang dilakukan pada hari libur. Pengukuran ini dilakukan selama 1 hari, dengan membandingkan kondisi yang memakai media vertical garden dan yang tidak menggunakan media vertical garden.

Pada Gambar 12 menunjukkan tingkat kebisingan mengalami penurunan dengan adanya vertical garden. Nilai hasil pengukuran di depan vertical garden dan di belakang vertical garden mengalami penurunan sebesar 4.8 dB(A), nilai yang tereduksi hanya sekitar 8 % pada pengukuran di hari libur. Pada pengukuran tanggal 4 Juni menggunakan vertical garden, nilai kebisingan tertinggi di ruangan Biro Umum yaitu sebesar 38.2 dB(A) pada titik 4 dan nilai terendah yaitu sebesar 34.4 dB(A) pada titik 5. Pada pengukuran yang tidak menggunakan vertical garden nilai tertinggi sebesar 43.7 dB(A) pada titik 1 dan nilai terendah sebesar 42.1 dB(A) pada titik 2. Dengan mengacu pada SNI 03-6386-2000 nilai kebisingan di ruangan kantor (umum) yaitu sebesar 45 dB(A), maka nilai kebisingan tidak ada nilai kebisingan yang melewati baku mutu.

Hasil pengukuran tingkar kebisingan selama siang hari pada Table 2 menunjukkan bahwa tidak ada nilai yang berada dibawah baku mutu yang telah ditetapkan. Nilai tertinggi terjadi pada pengukuran tanggal 23 Mei menggunakan vertical garden sebesar 54.7 dB(A), sedangkan untuk nilai terkecil terjadi pada tanggal 4 Juni menggunakan vertical garden sebesar 47.1 dB(A). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan di ruang Biro Umum diantaranya adalah letak ruangan tersebut yang bersebelahan dengan jalan dan tempat parkir, serta insensitas lalu lalang pengunjung/tamu yang cukup tinggi.

0 10 20 30 40 50 60 70 Didepan vertical garden Dibelakang vertical garden 1 2 3 4 5 Nilai Keb is in gan d B (A ) Leq (10 menit ) Titik ke- Tidak ada vertical garden ada vertical garden Baku mutu

(26)

Tabel 2 Nilai LS pengukuran berbeda kondisi

Tanggal Leq 10 menit dB(A) LS dB(A) jam 08.00 jam 10.30 jam 14.00

23 Mei (vertical garden) 43.3 45.5 41.8 52.2

23 Mei 42.1 45.9 45.5 54.7

4 Juni (vertical garden) 35 34.5 38.7 47.1

4 Juni 43.7 42.9 42.3 51.7

Kebisingan Berdasarkan Jarak Kebisingan Tanggal 29 Mei 2016 (hari libur)

Intensitas laju kendaraan yang melewati jalan disekitar ruangan Biro Umum menjadi salah satu sumber kebisingan. Semakin bertambahnya jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi, akan semakin menambah beban lalu lintas dan menimbulkan berbagai permasalahan. Pengukuran kebisingan berdasarkan jarak cenderung memiliki penurunan nilai kebisingan apabila jarak dari sumber kebisingan semakin jauh. Kebisingan lalu lintas ini termasuk dalam kebisingan sumber bergerak. Pengukuran kebisingan dilakukan pada jarak 10 meter, 15 meter, dan 20 meter. Hasil pengukuran kebisingan berdasarkan jarak pada tanggal 29 Mei dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Nilai kebisingan berdasarkan jarak pada tanggal 29 Mei 2016 Gambar 12 menunjukkan pola kebisingan yang menurun di setiap jarak pada jam tertentu. Pada jam 08.00 nilai kebisingan tertinggi yaitu sebesar 59.6 dB(A) pada jarak 10 meter, lalu pada jarak 15 meter nilai kebisingan sebesar 53.6 dB(A) dan menurun hingga titik 20 meter dengan nilai kebisingan sebesar 50.5 dB(A). Nilai kebisingan tertinggi pada jam 10.30 yaitu sebesar 55.3 dB(A), sedangkan nilai kebisingan tertinggi pada jam 14.00 yaitu sebesar 56.2 dB(A). Selisih nilai kebisingan maksimal pada jam 10.30 dan jam 14.00 yaitu sebesar 0.9

(27)

dB(A). Nilai ini dipengaruhi oleh intesitas kendaraan bermotor yang melewati jalan disekitar Biro Umum meningkat, sehingga mempengaruhi nilai kebisingan yang didapat.

Kebisingan Tanggal 31 Mei 2016 (hari kerja)

Pengukuran pada tanggal 30 mei adalah pengukuran yang dilakukan pada hari kerja. Pengukuran sumber suara terhadap penerima berada pada jarak 10 meter, 15 meter dan 20 meter. Pengukuran kebisingan berdasarkan jarak cenderung memiliki penurunan nilai kebisingan apabila jarak semangkin jauh. Hasil pengukuran kebisingan berdasarkan jarak pada tanggal 31 Mei dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 menunjukkan pola kebisingan yang menurun terjadi pada jam 08.00, 10.30 dan 14.00. Nilai kebisingan tertinggi sebesar 54.8 dB(A) berada pada jam 14.00 yang terjadi pada jarak 10 m, sedangkan nilai kebisingan terendah sebesar 48.1 dB(A) terjadi pada jam 10.30 berada pada jarak 20 meter dari sumber suara.

Gambar 13 Nilai kebisingan berdasarkan jarak pada tanggal 31 Mei 2016 Nilai tertinggi pada jam 14.00 dipengaruhi oleh intensitas kendaraan bermotor yang meningkat sehingga dapat mempengaruhi nilai kebisingan. Pengukuran kebisingan berdasarkan jarak cenderung memiliki penurunan kebisingan apabila jarak semakin jauh.

Kebisingan Tanggal 3 Juni 2016 (Hari Kerja)

Pengukuran pada tanggal 3 Juni masih berada pada jarak 10 m, 15 m, dan 20 m. Pengukuran terhadap jarak yang dimaksud adalah jarak pengukuran dari sumber suara yang berada di jalan sekitar ruangan Biro Umum.

Gambar 14 menunjukkan bahwa kebisingan pada jam 10.30 merupakan kebisingan terendah dengan nilai kebisingan 54.1 dB(A) pada jarak pengukuran 10 m, lalu mengalami penurunan dijarak 15 meter sebesar 50.6 dB(A), dan pada

(28)

jarak 20 m mengalami penurunan sebesar 48.1 dB(A). Nilai kebisingan tertinggi terjadi pada jam 08.00 dengan nilai kebisingan 54.4 dB(A) pada jarak 10 m, lalu terjadi penurunan pada jarak 15 m dengan nilai kebisingan sebesar 50.9 dB(A) dan pada jarak 20 m nilai kebisingan menurun hingga 48.4 dB(A).

Mengecilnya nilai kebisingan yang diperoleh dikarenakan jarak pengukuran yang semakin jauh dengan sumber suara akan menghasilkan nilai kebisingan yang semakin kecil dan apabila jarak pengukuran semakin dekat dengan sumber suara maka nilai kebisingan akan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan, sumber suara yang diukur dengan jarak yang jauh telah melewati beberapa penghalang seperti pepohonan dan tembok, sehingga nilai kebisingan yang diterima akan semakin kecil.

Pengukuran kebisingan berdasarkan jarak cenderung memiliki penurunan nilai kebisingan apabila jarak semakin jauh. Hal ini dapat menjadi acuan bila akan membangun gedung yang berdekatan dengan jalan lalu lintas yang intesitas kendaraan bermotornya tinggi.

Gambar 14 Nilai kebisingan berdasarkan jarak pada tanggal 3 Juni 2016

Kebisingan Tanggal 4 Juni 2016 (Hari Libur)

Pengukuran kebisingan berdasarkan jarak memerlukan berbagai jarak sebagai sumber perbandingan intensitas kebisingan agar mengetahui penurunan ataupun kenaikan kebisingan bilamana pendengar berada pada jarak yang telah ditentukan. Pengukuran kebisingan berdasarkan jarak cenderung memiliki penurunan nilai kebisingan apabila jarak semakin jauh. Pengukuran kebisingan berada pada jarak 10 m, 15 m, dan 20 m. Hasil pengukuran kebisingan berdasarkan jarak pada tanggal 3 Juni dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 menujukkan bahwa kebisingan pada jam 08.00 memiliki nilai kebisingan yang terendah dibandingkan dengan nilai kebisingan pada jam 10.30 dan 14.00. Nilai kebisingan pada pukul 08.00 sebesar 49.7 dB(A) pada jarak 10 m dan terus menurun hingga sebesar 43.7 dB(A) pada jarak 20 m. Nilai kebisingan pada pukul 14.00 sebesar 52.6 dB(A) pada jarak 10 m, sedangkan untuk jarak 15

(29)

m nilai kebisingan sebesar 49.1 dB(A) dan pada jarak 20 m nilai kebisingan sebesar 46.6 dB(A). Nilai kebisingan pada pukul 10.30 sebesar 51.5 dB(A) pada jarak 10 m, untuk jarak 15 m nilai kebisingan sebesar 48.0 dB(A) dan pada jarak 20 m nilai kebisingan sebesar 45.5 dB(A). Dapat dilihat bahwa nilai kebisingan tertinggi terjadi pada jam 14.00 dengan jarak pengukuran 10 m dan untuk nilai kebisingan terendah terjadi pada jam 08.00 pada jarak pengukuran 20 m. Nilai terendah terjadi pada jam 08.00, karena pada jam 10.30 dan jam 14.00 intensitas kendaraan truk pengangkat barang meningkat karena adanya pekerjaan bangunan disekitar ruangan Biro Umum. Menurut Suroto (2010) kebisingan lalu lintas ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu kecepatan dan kepadatan kendaraan, komposisi kendaraan, dan kelakuan pengendara. Nilai kebisingan yang terus meningkat dapat mempengaruhi kinerja pegawai, maka diperlukan pengendalian kebisingan. Pengendalian kebisingan dapat dilakukan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas kebisingan di jalan raya. Berdasarkan teknik pelaksanaannya, pengendalian bising dibedakan dalam tiga cara yaitu pengendalian pada sumber, media dan penerima kebisingan.

Gambar 15 Nilai kebisingan berdasarkan jarak pada tanggal 4 Juni 2016

Lingkungan Biofisik di Ruangan Biro Umum

Pada penelitian ini lingkungan biofisik yang diteliti adalah suhu dan kelembaban. Berdasarkan Tabel 3, bahwa pengukuran suhu dilakukan 3 kali yaitu pagi, siang dan sore hari. Pengukuran suhu di ruangan Biro Umum dilakukan sebanyak 2 titik. Hasil pengukuran suhu di ruangan Biro Umum dapat dilihat pada Tabel 3. Pengukuran pagi hari dilakukan pada jam 08.00, siang hari pada pukul 11.00 dan sore hari pada pukul 15.00. Nilai pengukuran suhu di pagi hari pada tanggal 23 Mei yang menggunakan vertical garden dan tidak menggunakan vertical garden, serta pada tanggal 4 Juni yang menggunakan vertical garden

(30)

lebih tinggi dibandingkan suhu pada siang dan sore hari pada hari tersebut. Kondisi tersebut terjadi karena belum hidupnya pendingin udara sebelum para pekerja masuk kantor dan jumlah pendingin udara yang tidak memadai dengan luasan ruangan Biro Umum. Faktor tidak adanya ventilasi juga menjadi pengaruh meningkatnya suhu pada ruangan Biro Umum. Tingginya nilai suhu tersebut masih berada pada batas normal menurut SNI 6390 : 2011.

Pada kasus ini sebaiknya diatur kembali pemakaian AC agar ruangan tersebut nyaman. Ketidaknyamanan suatu ruangan pekerjaan akan mempengaruhi kinerja para pekerja. Sebaiknya pendingin udara dinyalakan setengah jam sebelum para pekerja memasuki ruangan agar udara yang keluar dari AC dapat menyebar ke seluruh ruangan Biro Umum.

Tabel 3 Hasil pengukuran suhu di ruangan Biro Umum

Tanggal Titik Suhu

Pagi Siang Sore

23 Mei (vertical garden) 1 2 26.0 26.0 25.0 24.0 25.0 24.0 23 Mei 1 27.0 24.0 25.0 2 26.0 25.0 24.0 4 Juni 1 24.0 25.5 26.0 2 25.0 25.5 25.0 4 Juni (vertical garden) 1 2 26.0 26.0 25.0 26.0 25.0 25.0

Pada Tabel 4 dapat dilihat nilai kelembaban relatif yang diukur pada tiga waktu tertentu yaitu pada pagi, siang dan sore. Menurut Stocker et al. (1986) kelembaban relatif merupakan perbandingan antara fraksi molekul uap air di dalam udara basah terhadap fraksi molekul uap air jenuh pada suhu dan tekanan yang sama atau perbandingan antar tekanan persial uap air yang ada di dalam udara dengan tekanan jenuh air yang ada pada temperatur yang sama.

Tabel 4 Hasil pengukuran kelembaban di ruangan Biro Umum

Tanggal Titik BK [°C] BB [°C] RH [%] Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore 23 Mei (vertical garden) 1 26.0 25.0 25.0 24.0 23.0 22.0 85.0 84.5 77.0 2 26.0 24.0 24.0 24.0 22.0 22.0 85.0 84.0 80.4 23 Mei 1 2 27.0 26.0 24.0 25.0 25.0 24.0 24.0 25.0 22.0 23.0 22.0 22.0 85.0 85.0 84.5 84.0 77.0 84.0 4 Juni 1 2 24.0 25.0 25.5 25.5 26.0 25.0 24.5 23.5 24.0 23.0 24.0 23.0 96.0 96.0 81.0 88.0 85.0 84.5 4 Juni (vertical garden) 1 26.0 25.0 25.0 24.0 23.0 23.0 85.0 84.5 84.5 2 26.0 26.0 25.0 24.0 24.0 23.0 85.0 85.0 84.5

Dari hasil pengukuran, kelembaban relatif di ruangan Biro Umum pada pagi, siang dan sore hari berada diatas batas yang dianjurkan yaitu 55%-65% sesuai

(31)

SNI 6390:2011 tentang konservasi energi sistem tata udara bangunan gedung. Hal ini terjadi karena dalam ruangan tersebut tertutup sehingga terjadi sedikit penguapan dan tidak terjadinya pergerakan angin mengakibatkan udara relatif tetap sehingga dalam udara terkandung banyak air.

Tabel 4 menunjukan bahwa semakin besar nilai RH maka nilai suhu yang didapat dari termometer bola kering mendekati nilai suhu dari termometer bola basah atau mempunyai nilai yang sama dan nilai suhu berbanding terbalik dengan RH, semakin tinggi suhu maka semakin rendah RH. Suhu yang semakin tinggi akan menaikkan kelembaban udara, karena titik jenuh uap air juga semakin meningkat. Dengan kata lain, semakin tinggi suhu udara maka daya serapnya terhadap uap air juga semakin meningkat (Rilatupa 2008).

Sumber: Ashrae 1992

Gambar 16 Diagram zona nyaman termal

Berdasarkan Gambar 16 dapat dilihat titik plot zona nyaman pada diagram zona nyaman. Nilai yang akan diplot ke dalam grafik kenyamanan termal yaitu nilai suhu bola kering dan nilai kelembaban. Menurut Ashrae (1992) bahwa zona nyaman untuk musim panas suhu udara anatar 23ºC-26ºC dan kelembaban relatif antara 20%-60%. Nilai yang diplot ke dalam Gambar 14 tidak ada yang berada di zona nyaman. Menurut Nugroho (2011) sulitnya mencapai suhu netral yang sesuai zona kenyamanan termal dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya karena desain yang menyebabkan radiasi sinar matahari cukup tinggi dan tingginya kelembaban udara karena faktor iklim.

Berdasarkan Tabel 5 terdapat nilai bola basah dan kelembaban relatif. Dari hasil yang diperoleh, tidak terdapat nilai suhu dan kelembaban yang berada di daerah nyaman. Hal ini dikarenakan pada ruangan Biro Umum suhu dan kelembaban mempunyai nilai yang tinggi sehingga pada saat diplotkan ke dalam grafik ASHRAE nilai berada diatas zona nyaman. Menurut SNI 03-6572-2001 hal

(32)

ini terjadi dikarenakan jumlah bukaan ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luasan lantai ruangan yang membutuhkan ventilasi.

Tabel 5 Hasil pengukuran zona nyaman termal

Tanggal Titik BK [°C] RH [%] Keterangan

Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore 23 Mei

(vertical garden)

1 26.0 25.0 25.0 85.0 84.5 77.0 Tidak

nyaman Tidak nyaman Tidak nyaman 2 26.0 24.0 24.0 85.0 84.0 80.4 Tidak nyaman Tidak nyaman Tidak nyaman 23 Mei 1 27.0 24.0 25.0 85.0 84.0 77.0 Tidak

nyaman Tidak nyaman Tidak nyaman 2 26.0 25.0 24.0 85.0 84.5 84.0 Tidak nyaman Tidak nyaman Tidak nyaman 4 Juni 1 24.0 25.5 26.0 96.0 88.0 85.0 Tidak

nyaman Tidak nyaman Tidak nyaman 2 25.0 25.5 25.0 96.0 81.0 84.5 Tidak nyaman Tidak nyaman Tidak nyaman 4 Juni (vertical garden) 1 26.0 25.0 25.0 85.0 84.5 84.5 Tidak

nyaman Tidak nyaman Tidak nyaman 2 26.0 26.0 25.0 85.0 85.0 84.5 Tidak nyaman Tidak nyaman Tidak nyaman

Ventilasi dibutuhkan agar udara di dalam ruangan tetap sehat dan nyaman. Untuk menghemat biaya operasional maka perlu dilakukan pembuatan ventilasi alami. Ventilasi alami menawarkan ventilasi yang sehat, nyaman, dan tanpa energi tambahan. Ventilasi alami yang disediakan harus terdiri dari bukaan permanen, jendela, pintu atau sarana lain yang dapat dibuka. Pengaturan pendingin udara juga dapat mempengaruhi suhu dan kelembaban. Sebaiknya pendingin udara dinyalakan terlebih dahulu sebelum para pekerja memasuki ruang kerja sehingga pendingin udara dapat mempengaruhi suhu dan kelembaban yang berada di dalma ruangan kerja Biro Umum.

Korelasi Kebisingan Terhadap Luas Tanaman

Pengendalian bunyi dipengaruhi oleh sumber bunyi, penerima, dan peredam. Barrier atau penghalang dapat mengurangi tingkat bising yang ditimbulkan oleh sumber. Keadaan demikian terjadi karena adanya pembelokkan yang lebih panjang akibat pantulan oleh barrier. Vegetasi merupakan alternatif yang dapat dijadikan barrier alami dengan material ekonomis dan ramah lingkungan. Intensitas kebisingan dipengaruhi oleh jarak, serapan udara, arah angin, jenis vegetasi, dan kerapatan tanaman (Subramani et al. 2012).

Selain menyerap debu, vegetasi yang terdiri dari akar, batang, dan daun dapat berpengaruh terhadap reduksi bising dengan kelebatan, volume daun, dan ketebalan tajuk tertentu (Karlinasari et al. 2011). Vegetasi dapat mereduksi kebisingan, memodifikasi iklim mikro, menyerap partikel debu dari udara, dan meningkatkan nilai estetika (Joshi dan Chauhan 2008). Tanaman dapat berperan untuk pengendalian kebisingan karena dapat menyerap dan memencarkan energi bunyi. Berdasarkan Pedoman Mitigasi Kebisingan PU (2005), kombinasi tanaman penutup tanah, perdu, dan pohon dapat dijadikan sebagai efek penghalang lebih

(33)

optimum. Korelasi antara tingkat kebisingan dan luas tanaman disajikan pada Gambar 17.

Berdasarkan pengukuran, reduksi kebisingan pada kombinasi Lili paris dan Pakis pedang yaitu 59.7 dB(A) dengan luas tanaman 1.55 m2, 57.8 dB(A) dengan luas tanaman 1.93 m2, 57.3 dB(A) dengan luas tanaman 2.01 m2, 56.3 dB(A) dengan luas tanaman 2.13 m2, dan 55.7 dB(A) dengan luas tanaman 2.2 m2.

Gambar 17 Korelasi antara tingkat kebisingan dan luas tanaman

Interval reduksi kebisingan yang berbeda-beda disebabkan oleh perbedaan tingkat kerapatan material yang berakibat pada fluktuasi intensitas bunyi. Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa semakin luas tanaman maka kemampuan untuk mereduksi kebisingan akan semakin besar. Menurut Liesa (2001), semakin kecil bidang penahan maka semakin besar kemungkinan suara lolos menembus ke belakang vegetasi. Kerimbunan relatif kecil akibat dimensi tanaman yang lebih kecil juga mempengaruhi tingkat reduksi bising yang semakin kecil. Walaupun tanaman Lili paris dan Pakis pedang memiliki kerapatan yang kecil tetapi kemampuan reduksi vegetasi pada percobaan ini juga didukung oleh adanya material glass wool. Menurut Sujatno (2004), penghalang dengan kerapatan tinggi, lebih efektif dalam mereduksi bising dibandingkan penghalang dengan kerapatan rendah. Maka dari itu untuk memaksimalkan pereduksian kebisingan maka digunakan karpet glass wool yang memiliki kerapatan yang tinggi. 55.0 55.5 56.0 56.5 57.0 57.5 58.0 58.5 59.0 59.5 60.0 0 0.5 1 1.5 2 2.5 1 2 3 4 5 Nil ai Keb is in gan d B (A ) L uas T an am an ( m 2) Minggu ke- Luas Tanaman (m2) Nilai Kebisingan dB(A)

(34)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pada simulasi kebisingan media vertical garden dapat mengurangi kebisingan sebesar 15%. Pada tanggal 23 Mei, tingkat kebisingan melewati baku mutu pada titik 2, sedangkan pengukuran dengan tidak menggunakan vertical garden tingkat kebisingan melewati baku mutu pada titik 2 dan titik 4. Untuk pengukuran tanggal 4 Juni tingkat kebisingan tidak melewati baku mutu baik dengan menggunakan vertical garden maupun tidak menggunakan vertical garden. Semakin jauh jarak pengukuran dari sumber suara, tingkat kebisingan semakin menurun. Luas tanaman pada vertical graden mempengaruhi tingkat kebisingan yang tereduksi.

2. Tidak terjadi penurunan suhu dan kelembaban yang signifikan dengan menggunakan media vertical garden dan tidak ada nilai yang berada pada zona nyaman.

Saran

Saran yang dapat disusun guna menyempurnakan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Perlu dilakukan penelitian dengan jarak yang lebih variatif.

2. Perlu dilakukan penelitian dengan vegetasi yang lebih variatif dan perlu dilakukan analisis vegetasi mengenai kerapatan.

3. Perlu dilakukan penambahan luasan vertical garden agar lebih mendukung untuk pengurangan kebisingan dan pengendalian lingkungan biofisik.

DAFTAR PUSTAKA

Alahudin M. 2012. Kenyamanan termal pada bangunan hunian tradisional toraja. Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha. 1(3):168-177.

[ASHRAE] American Society of Heating, Refrigeration and Air Conditioning Engineers. 1992. Thermal Environmental Conditions for Human Occupancy. Standard 55-1992. American Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers. Atlanta (US).

Aulia R, Santosa HP, Defiana I. 2015. The Influence of green house concept on consumer’s buying interest and green concept development in housing estate. Internasional Journal of Education and Research. 3(2): 539-546. Ayuningtyas D. 2010. Pengendalian bising lalu lintas di sekolah menengah.

[skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Barron RF. 2001. Industrial Noise Control and Acoustics. New York (US). Marcel Dekker.

Bass B, Baskaran B. 2003. Evaluating Rooftop and Vertical gardens as an Adaptation Strategy for Urban Areas. Institute for Research and

(35)

Construction. NRCC-46737, Project Number A020. CCAF Report B1046. Ottawa (CA). National Research Council.

Boutet TS .1987. Controlling Air Movement: A Manual for Architects and Builders. New York (US). McGraw-Hill.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2000. Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan. SNI 03-6386-2000. Jakarta (ID). BSN.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional . 2001. Tata Cara Perencanaan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung. SNI 03-6572-2001. Jakarta (ID). BSN.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. Tentang Konservasi Energi Sistem Tata Udara Bangunan Gedung. SNI 6390:2011. Jakarta (ID). BSN.

Buchari. 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program. Medan (ID): Repository USU.

Campbell G S. 1977. An Introduction to Environmental Biophysics. New York (US): Springers-Verlag.

Corlett E N, Clark T S. 1995. The Ergonomics of Workspaces and Machines. A Design Manual. ED ke-2. London (GB) : Taylor and Francis.

Firman E. 2004. Pengaruh pengkondisian udara, pencahayaan, dan pengendalian kebisingan pada perancangan ruang dan bangunan. [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Givoni B. 1994. Passive and Low Energy Cooling of Building. New York (US): Van Nostrand Reinhold.

Hoppe P. 1988. Comfort requirement in indoor climate, energy and buildings. ASHRAE.11(1): 249-267.

Joshi P, Chauhan A. 2008. Performance of locally grown rice plants (Oryza sativa L) exposed to air pollutants in a rapidly growing industrial area of district hardiwar. Uttarakhand. India. Life Science Journal. 5(3):57-61.

Karlinasari L, Hermawan D, Maddu A, Martiandi B. 2011. Sound absorption and sound isolation characteristic of medium high density wood wool boards frome some tropical fast growing species. Journal of Science and Technology of Forest Products. 4(1):8-13.

Karyono TH. 2001. Penelitian kenyamanan termis di Jakarta sebagai acuan suhu nyaman manusia Indonesia. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur. 29(1):24-33.

[KEMENLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 1996. Baku Tingkat Kebisingan. KEP -48/MENLH/11/1996. Jakarta (ID): KEMENLH.

Lee Y, Joo C. 2003. Sound absorption properties of recycled polyester fibrous assembly absorbers. Journal AUTEX Research.3(2).79-84

Liesa A. 2001. Peranan vegetasi dalam mereduksi kebisingan jalan raya. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

Lippsmeier G. 1997. Bangunan Tropis. Jakarta (ID) : Erlangga.

Mediastika CE. 2005. Akustika Bangunan: PrinsipPrinsip dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta (ID): Erlangga.

Mohan S, Dutta N, Sarin SM. 2002. Need for construction of noise barrier in India. Journal Indian Highways. 30 (12):27-40.

Nugroho MA. 2011. A Preliminary study of thermal environment in Malaysia’s terraced houses. Journal of Economic and Engeneering. 2(1): 25-28.

(36)

Olgay V. 1963. Design with Climate,Bioclimatic Approach to Arvhitectural Regionalism. Princenton (US). Princenton University Press.

Rilatupa J. 2008. Aspek kenyamanan termal pada pengkondisian ruang dalam. Jurnal Sains dan Teknologi EMAS. 18(3): 191-198.

Setyorini RP. 2015. Reduksi kebisingan akibat lalu lintas menggunakan pagar dan dinding dari material lokal. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

Stec WJ, Paassen AHC, Maziar A. 2005. Modelling the double skin facade with plants. Journal Energy and Buildings. 37(5):419–427.

Subramani T, Kavitha M, Sivaraj K. 2012. Modelling of traffic noise pollution. International Journal Engineering Research and Application. 2:(3175-3182).

Sudarwani MM. 2012. Penerapan green architecture dan green building sebagai upaya pencapaian sustainable architecture. Jurnal Universitas Pandanaran. 10(24):1-19.

Sujatno R. 2004. Pengaruh vegetasi bamboo (Bambusa sp) dan vegetasi jati (Tectona grandis) pada reduksi kebisingan. [skripsi]. Universitas Indonesia.

Suroto W. 2010. Dampak kebisingan lalu lintas terhadap pemukiman kota (kasus kota Surakarta). Jurnal of Rural and Development. 1(1):55-62.

Talarosha B. 2005. Menciptakan kenyamanan thermal dalam bangunan. Jurnal Sistem Teknik Industri. 6(3):148-158.

Werdiningsih H. 2007. Kajian penggunaan tanaman sebagai alternatif pagar rumah. Jurnal Ilmiah Perancangan dan Pemukiman. Enclosure. 6(1):32-39.

(37)

DENAH LANTAI 1

SKALA 1 : 200

1

KETERANGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SKALA SATUAN

PERENCANA

1. Dr. Yudi Chadirin, S.TP., M.Agr 2. Dr. Ir. Erizal, M.Agr

3. Kuncara Danu W.

JUDUL GAMBAR

DENAH LANTAI 1 GEDUNG REKTORAT INSTITUT PERTANIAN

BOGOR

JUDUL SKRIPSI

PENGARUH VERTICAL GARDEN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN

DAN LINGKUNGAN BIOFISIK DI GEDUNG REKTORAT INSTITUT

PERTANIAN BOGOR 1 : 200 METER 10.00 10.00 6.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 4.50 10.00

DETAIL A

Gambar

Gambar 1  Pengendukan tanah untuk mengurangi kebisingan  Vertical Garden
Gambar 2  Peta lokasi penelitian
Gambar 3    Diagram alir metode penelitian
Gambar 4    Sketsa mekanisme pengukuran simulasi kebisingan  Kebisingan Terhadap Jarak
+7

Referensi

Dokumen terkait

‫التجريد‬ ‫يف هذا البحث حبثت الباحثة يف إحدى أقسام الكلمة يف علم اللغة العربية وهي‬ ‫الفعل‪ .‬موقع الفعل يف اجلملة يؤدي إىل وجود نوع اجلملة‪

Hasil analisis komponen utama (prin- cipal component analysis/PCA) (Gam- bar 6.) terhadap parameter fisika-kimia- biologi penyusun habitat yang mem- pengaruhi kelimpahan polychaeta

Untuk itu biasa dituntut validasi instrumen (yang menyangkut validitas content, concurrent, predictive dan construct, serta menyangkut tingkat reliabilitas) atas

Workshop Therapeutic Exercise Management for Stroke Patients, The 10 th Annual Scientific Meeting of Indonesian Physical Medicine and Rehabilitation Association (PIT

Bahwa berdasarkan fakta fakta keadaan hukum di atas, ternyata KPU Kabupaten Padang Lawas tidak menindaklanjuti Rekomendasi Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten

Untuk pengujian hipotesis secara simultan diperoleh nilai F-hitung sebesar 22,435 > F-tabel 2,69 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif

Saran dari hasil penelitian ini adalah pemberian informasi penanganan demam pada anak kepada orang tua dengan menggunakan media booklet di rumah sakit hendaknya