PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGAN KESENIAN REOG SEBAGAI IDENTITAS
ADAT DAN RITUAL AGAMA PONOROGO
KELOMPOK 6: Budi Santoso Bunga Lailatul S. Mega P. Chalida Nadya G. Zaviera Rizka Ayu R. MATA KULIAH: Antropologi Tari
Jurusan Seni Tari
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Jakarta
A. JUDUL
“Peran Pemerintah Daerah dalam Pengembangan Kesenian Reog sebagai Identitas Adat dan Ritual Agama di Ponorogo”
B. LATAR BELAKANG
Pemerintah Indonesia menetapkan tahun 1998 adalah Tahun Seni dan Budaya sebagai sebuah identitas bangsa dan mengembangkan pariwisata Indonesia. Legitimasi penetapan itu diwujudkan pula dengan dibentuknya Departemen Pariwisata, Seni, dan Budaya. Realitas itu menjadikan kebudayaan berada dalam dua label yang berbeda, yakni lebel “Pendidikan” dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sedang yang lain berlebel “Kepribadian Nasional” dan “Pariwisata” yang diwadahi oleh Departemen Pariwisata. Hubungan tarik-menarik antara kepentingan ideologi tersebut dialami oleh kesenian tradisional, salah satunya adalah Reog Ponorogo1.
Setidaknya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog2. Beberapa yang terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15 dan kisah Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun di tengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri3. Meski terdapat berbagai sejarah munculnya Reog di Ponorogo, tetapi telah terbukti bahwa Reog merupakan identitas dari Ponorogo. Berdasarkan SK Bupati nomor 425/1995 tentang penetapan semboyan daerah Kabupaten Tk. II Ponorogo maka Reog ditetapkan sebagai semboyan kota, sebagai
1
Zamzam Fauzanafi, Esti Anantasari, Ani Himawati. “Reog Ponorogo: Antara IdentitasKomoditas, dan Resistensi” ( http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=1306 ).
2 Reog di Jawa Timur, Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1978-9 3
identitas supra lokal. Reog dimaknai sebagai Resik, Endah, Omber, Girang-Gumirang
(bersih, indah, lapang, dan menyenangkan).
Berdasarkan konteks dan bentuk pementasannya, terdapat dua klasifikasi pementasan Reog yang diselenggarakan oleh Pemda Ponorogo, yakni Reog desa yang diadakan bersamaan dengan hajat seperti selametan, bersih desa, sunatan, dan lain sebagainya; serta Reog Kabupaten yang telah menggunakan panggung, pola lantai, dan kelengkapan unsur tarian sebagai upaya Pemda mengikuti peraturan pemerintah pusat untuk kepentingan pariwisata. Upaya yang dilakukan Pemda ini, tidak hanya mendapat dukungan namun juga kritikan terutama dari praktisi Reog. Dalam jurnal yang bertajuk Reog Ponorogo: Antara Identitas, Komoditas, dan Resistensi, menuliskan bahwa para praktisi Reog mengatakan Reog Kabupaten sudah tidak murni.
Secara politis, Reog Kabupaten berada dalam tataran supra lokal mampu mengingkari identitas „yang lain‟ (Reog desa). Sedangkan di tingkat lokal, eksistensi para praktisi Reog diwakili oleh penampilan pementasan Reog desa sehingga kebijakan pariwisata Pemda Ponorogo yang melahirkan bentuk Reog Kabupaten dianggap beroposisi dengan Reog desa yang merupakan identitas dan komoditas lokal para praktisi Reog. Konstruksi identitas dan pengemasan seni dan kebudayaan tradisional oleh pemerintah lewat labelisasi „keaslian‟ seringkali menjauhkan posisi seni dan kebudayaan tradisional itu dari masyarakat pendukungnya.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka pokok permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana upaya Pemerintah Daerah dalam mengembangkan kesenian Reog pada saat ini, baik dalam ranah upacara tradisi, ikon pariwisata, maupun sebagai identitas Ponorogo?
2. Bagaimana Pemerintah Daerah menjembatani perbedaan kesenian Reog sebagai kemasan pariwisata dengan Reog di pedesaan? Bagaimana Perda menanggapi beberapa perubahan tradisi di dalam pertunjukkan Reog? 3. Bagaimana upaya Pemda mensosialisasikan Reog sebagai identitas
Ponorogo ke berbagai lapisan masyarakat Ponorogo terutama cendikia agama?
D. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah,
1. Mengetahui upaya yang dilakukan Perda dalam mengembangkan Reog baik pada upacara tradisi, ikon pariwisata, maupun sebagai identitas Kota Ponorogo.
2. Mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai permasalahan Reog sebagai kemasan pariwisata dan Reog desa, serta tindakan Perda dalam mengatasi permasalahan tersebut.
3. Mengetahui proses sosialisasi yang dilakukan Pemda atas Reog sebagai identitas Ponorogo ke berbagai lapisan masyarakat.
E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat melalui penelitian ini dapat berupa informasi atas aplikasi dari Peraturan Pemerintah dalam hal pengembangan pariwisata tradisional sejak 1998, bagaimana permasalahan yang mengikuti peraturan tersebut pada seni-seni tradisi, dan upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk menyatukan misi pemerintah
dengan idealis seniman daerah – khususnya Kesenian Reog di Ponorogo pada penelitian ini.
F. TEORI & KONSEP 1. Teori
Teori merupakan alat yang terpenting dari suatu pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat,1973:10). Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.
Teori identitas dapat dijabarkan menjadi beberapa bagian yaitu: teori identitas sosial, identitas kelompok, dan identitas budaya. Identitas social merupakan suatu proses, bukan tindakan atau perilaku. Teori identitas kelompok lebih banyak didasari untuk menentukan cirri-ciri etnik pada kelompok masyarakat. Identitas dikatakan sebagai sebuah proses dan sesuatu yang dibentuk, dengan kata lain identitas tidak bersifat inheren tetapi timbul sebagai sebuah proses pemberian lebel. Memberikan suatu identitas kepada suatu budaya dapat mempermudah mengenasli seseorang atau asal dari sebuah budaya.
2. Konsep
Konsep adalah rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian konkret, gambaran mental dari objek atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1990:456).
Dalam konsepnya, identitas menurut Kathryn Woodward, dibentuk lewat „penandaan perbedaan‟. Penandaan perbedaan ini terjadi baik lewat sistem
simbolis bernama representasi, maupun lewat bentuk-bentuk tertentu dari „pengecualian sosial‟
G. METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan desain Etnografi. Kata etnografi berasal dari Yunani yaitu ethnos yang berarti rakyat dan graphia yang berarti tulisan. Jadi, etnografi adalah strategi penelitian ilmiah yang mempelajari masyarakat, kelompok etnis dan formasi etnis lainnya, etnogenesis, komposisi, perpindahan tempat tinggal, karakteristik kesejahteraan sosial, juga budaya material dan spiritual mereka4. Peneliti mengumpulkan informasi melalui pengamatan partisipan dan wawancara.
2. Setting Penelitian
i. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah Ponorogo, Jawa Timur. Tepatnya di Kabupaten Ponorogo dan Desa Ngebel, Kecamatan Ngebel.
ii. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 26 – 28 November 2011. iii. Unit Analisis
Studi kasus terhadap kebijakan Pemda Ponorogo yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
Pelaksanaan Ziarah Makam Bataro Katong.
Penyelenggaraan Kirab Pusaka dan Tumpeng Purak.
Penyelenggaraan Festival Reog tingkat Nasional yang dihubungkan dengan acara grebek suro.
4
Penyelenggaraan upacara Larungan dan pertunjuukkan Reog desa yang dihubungkan dengan acara grebek suro.
3. Sumber Data
i. Narasumber dan Informan
Guna mendapatkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan namun juga mewakili semua lapisan masyarakat, maka Bupati Ponorogo dan Dinas Menteri Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Ponorogo merupakan narasumber pada penelitian ini. Sedangkan pimpinan RT, RW, Lurah, Camat, dan panitia Larungan merupakan informan bagi penelitian ini. ii. Obyek Penelitian
Materi pada penelitian ini adalah peran Pemerintah Daerah dalam ritual agama dan adat melalui seni.
iii. Pustaka
Referensi dan bahan-bahan tertulis yang akan dikaji untuk memperoleh data penelitian ini berupa peraturan-peraturan yang dibuat Pemerintah Daerah dalam mengelola Kesenian Reog.
iv. Dokumen
Benda-benda fisik yang dikaji untuk memperoleh data penelitian ini berupa surat keputusan Pemerintah Pusat prihal mempariwisatakan kesenian daerah maupun situs-situs yang terkait dengan eksistensi kesenian Reog. 4. Teknik Pengumpulan Data
i. Wawancara
Kegiatan wawancara yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode indepth interview yakni wawancara terbuka secara mendalam
dengan pedoman wawancara (interview guide). Wawancara juga dilaksanakan secara tim/panel dengan Focus Group Discussion (FGD). ii. Pengamatan
Kegiatan pengamatan dilakukan dengan observasi partisipasi di wilayah Ngebel dimana peneliti mengikuti aktifitas upacara Ngebel pada tanggal 27 November 2011.
iii. Studi Pustaka
Referensi kepustakaan yang digunakan berupa Buku Pedoman Dasar Kesenian Reog Ponorogo dalam Pentas Budaya Bangsa – yang wajib diikuti oleh seluruh kelompok Reog di Ponorogo.
iv. Studi Dokumen
Dokumen yang digunakan pada penelitian ini adalah surat Keputusan Pemerintah Pusat yang merujuk agar tiap kesenian tradisi dikemas untuk dijadikan pariwisata nasional.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yang disajikan melalui analisis deskriptif yang menekankan bahwa perilaku manusia merupakan perilaku simbolik yang memiliki makna.
6. Teknik Kaliberasi dan Keabsahan Data
Untuk keabsahan data yang diperoleh, pada penelitian ini menggunakan trianggulasi data, yakni menggunakan berbagai sumber yang berbeda, metode-metode, dan teori-teori untuk menyediakan informasi yang benar. Dilakukan pula pengecekan sejawat, yakni menanyakan pertanyaan-pertanyaan tentang makna dan intepretasi penelitian kepada rekan peneliti lainnya.