• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDUAN PELAYANAN PASIEN KOMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PANDUAN PELAYANAN PASIEN KOMA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN PELAYANAN PASIEN KOMA

1. DEFINISI

i. Kesadaran Menurun adalah kondisi kesadaran seseorang yang tidak dapat beorientasi secara normal terhadap orang, waktu, dan tempat yang disebabkan karena adanya kelainan badaniah.

ii. Kesadaran Berubah adalah kondisi kesadaran seseorang yang terganggu jiwanya sehingga tidak mampu bersosialisasi secara normal.

iii. Koma adalah kondisi seseorang yang mengalami penurunan kesadaran sehingga tubuhnya tidak berespon terhadap rangsangan apapaun yang diberikan.

iv. Stupor adalah kondisi seseorang yang mengalami penurunan kesadaran dan hanya berespon terhadap rangsangan basal berupa nyeri yang adekuat.

v. Alat Bantu Napas (Ventilator) adalah suatu sistem alat bantuan hidup untuk membantu pernapasan guna mempertahankan ventilasi dan pasokan oksigen dalam suatu waktu tertentu sesuai kondisi pasien.

vi. Tindakan Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) adalah tindakan medik pemberian napas buatan dan pijat jantung untuk menstimulasi kembalinya napas dan sirkulasi darah secara spontan.

vii. Tindakan Bantuan Hidup Lanjut (Advanced Life Support) adalah tindakan lanjutan dari Basic Life Support dengan menggunakan obat-obatan dan alat bantu napas. viii. Tindakan Bantuan Hidup Berkepanjangan (Prolonged

Life Support) adalah tindakan medik jangka panjang dengan menggunakan alat bantu napas dan obat-oabatan di ruangan intensive care.

(2)

2.1 PASIEN KOMA

A. Gambaran Umum

Pasien dengan kesadaran menurun harus mendapat perhatian karena memerlukan penanganan khusus.

Koma perlu dibedakan dengan kondisi-kondisi yang mirip dengan pasien koma, yaitu :

1) Locked-in syndrome adalah kondisi dimana pasien sadar baik terhadap diri dan lingkungannya tetapi tidak bisa berkomunikasi maupun beraktivitas (bisu dan tetraplegi), komunikasi biasanya hanya dilakukannya dengan gerakan mata.

2) Persistent Vegetative State (PVS) adalah kondisi dimana pasien hanya bisa membuka mata tetapi tidak peduli dan paham dengan keadaan sekelilingnya. Hal ini disebabkan karena kortex serebri tidak berfungsi tetapi batang otaknya masih berfungsi baik.

B. Etiologi Koma

Secara umum penyebab penurunan kesadaran dibagi dalam 2 kelompok, yaitu :

1) Kelainan Intrakranial adalah semua kelainan anatomis di rongga kepala yang menyebabkan fungsi otak menjadi terganggu sehingga kesadaran menjadi menurun.

Kelainan intrakranial selain dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, diagnosa dapat juga ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang Lumbal Punksi (LP) dan pemeriksaan imajing otak yaitu dengan Computerized Tomography Scanning (CT-scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI).

Beberapa kondisi kelainan intrakranial yang dapat menyebabkan kesadaran menurun adalah perdarahan, thrombus atau emboli, edema, dan tumor.

(3)

2) Kelainan Ekstrakranial adalah kelainan sistemik diseluruh tubuh diluar rongga kepala yang mempengaruhi kesadaran seseorang. Kelainan metabolik dan gangguan elektrolit sering sebagai penyebab kesadaran menurun seseorang. Untuk menegakkan diagnosa dan penyebabnya kelainan ini diperlukan pemeriksaan laboratorium.

C. Aspek Medis 1) Amanesa

Penyebab koma seringkali dapat diketahui melalui anamnesis perjalanan penyakit secara teliti melalui keluarga atau orang terakhir yang kontak dengan pasien dengan menanyakan :

 Mulai kapan koma.

 Gejala atau tanda sebelum mengalami koma.  Riwayat medis/penyakit dahulu.

 Pemakaian obat-obatan sebelum koma. 2) Pemeriksaan Fisik

a) Pemeriksaan Umum/Interna

- Tanda-tanda vital : Tensi, nadi, suhu, respirasi.

- Bau pernapasan (fetor hepaticus, amoniak, alcohol, aseton, dll).

- Kulit : turgor, warna (kuning, cherry redness / keracunan gas CO), bekas injeksi, tanda eksternal dari trauma (luka, memar, dll).

- Selaput mukosa mulut (darah, bekas minum racun, dll).

- Kepala : kedudukan kepala (opistotonus →

meningitis, miring kekanan/kiri → tumor fosa posterior), tanda fraktur, hematoma dan laserasi. - Leher : pastikan ada tidaknya fraktur vertebra

(4)

→ periksa Kaku kuduk (ada kekakuan disebabkan oleh meningitis atau perdarahan subarakhnoid). - THT : otorea/rinorea CSF, hemotimpanum terjadi

karena robeknya duramater pada fraktur tengkorak, lidah tergigit menandakan serangan kejang.

- Toraks : periksa jantung dan paru secara teliti. - Ekstremitas : sianosis pada ujung jari, edema

tungkai, clubbing finger, dll. b) Pemeriksaan Neurologi

- Tingkat Kesadaran ditentukan secara kuantitatif dengan GCS, dan secara kualitatif didiskripsikan dengan somnolen, letargi, sopor dan koma.

- Pola Pernapasan :

 Cheyne-stokes (periodic breathing).

 Pernapasan berupa siklus yang amplitudonya mula-mula naik kemudian turun dan berhenti, lalu dimulai lagi siklus yang baru dan seterusnya.

 Proses masih terletak di hemisfer atau batang otak bagian atas.

 Central Neurogenic Hyperventilation (CNH)/Kussmaul, Biot.

 Pernapasan yang cepat dan dangkal.

 Proses terletak diantara mesensefalon dan pons.

 Prognosa lebih buruk.

 Pernapasan Apneustik (apneustic breathing)  Pernapasan dengan inspirasi yang memanjang

dan dalam tapi tidak diikuti dengan ekspirasi (penghentian ekspirasi).

 Proses sudah terjadi di pons.

(5)

 Pernapasan yang dangkal, cepat dan tidak teratur.

 Proses terjadi di medulla oblongata (pasien dalam kondisi menjelang ajal).

- Saraf-saraf Kranial  Pupil

Pastikan bentuk, ukuran, dan reaksi pupil terhadap cahaya:

 Pupil simetris dan reaktif terhadap rangsang cahaya → midbrain masih intak.

 Pupil yang reaktif tanpa disertai respon kornea dan okulosefalik → koma karena kelainan metabolik.

 Pupil midposition (2 – 5 mm), terfiksir atau ireguler → lesi fokal di midbrain.

 Pupil pinpoint yang reaktif → kerusakan di pons atau intoksikasi obat opiat / kolinergik.  Pupil anisokor dan terfiksir karena adanya

kompresi saraf kranial Oculomotorius akibat herniasi unkus.

 Pupil dilatasi dan terfiksir → herniasi sentral, iskemik hipoksia global, keracunan (barbiturate, scopolamine, gluthethimide).  Pergerakan bola mata (gaze)

Perhatikan posisi bola mata saat istirahat

 Deviasi gaze menjauhi sisi yang hemiparese →

lesi di hemisfer sisi kontralateral.

 Deviasi gaze kesisi yang hemiparese, menunjukkan lesi di pons/thalamus kontralateral hemiparese.

(6)

 Deviasi mata kearah bawah→lesi di tectum midbrain. Bila disertai dengan gangguan raktif pupil dan nistagmus refrakter dikenal sebagai sindroma Parinaud.

Occular bobbing adalah reaksi cepat bola mata kearah bawah dan akan kembali keposisi semula dengan lambat → kerusakan di pons.  Saccadic eye movement menunjukkan

keadaan psikogenik unresponsive.

Doll’s eye adalah gerakan bola mata berlawanan dari arah pemutaran kepala, bila tidak terjadi → lesi pada hemisfer bilateral dan batang otak, sering pada koma metabolik.  Refleks Oculovestibuler (tes Kalori)

Dengan pemberian air dingin pada salah satu telinga respon normalnya terjadi nistagmus kearah kontralateral. Bila nistagmus negatif →

fungsi batang otak terganggu.

 Refleks kornea yang positif menunjukkan batang otak masih baik.

Refleks muntah dapat dilakukan dengan memanipulasi endotrakheal tube, bila refleks muntah negatif → lesi di batang otak.

- Respon Motorik

Merupakan indikator yang akurat dalam menentukan dalam dan beratnya keadaan koma, yang perlu diperhatikan adalah :

 Gerakan spontan : lihat adanya asimetri.

 Tonus otot : peningkatan tonus otot bilateral →

terjadi herniasi serebri.  Posisi tubuh

(7)

Pasien koma akan menunjukkan respon motorik spesifik sesuai letak proses, misal :

 Gerakan abduksi : berarti fungsi hemisfer masih baik.

Decorticate : terdiri atas adduksi lengan atas, fleksi pada lengan bawah, pergelangan tangan dan jari.

Decerebrate : terdiri atas adduksi lengan atas, ekstensi dan pronasi lengan bawah, ekstensi ekstremitas inferior.

- Refleks Sefalik

Pemeriksaan refleks-refleks sefalik dapat mengetahui letak proses dibatang otak, yaitu :  Refleks Pupil : bila terjadi gangguan pada refleks

pupil maka lesi pada mesensefalon.

Doll’s eye phenomen (Oculo cephalic) : bila kepala digerakkan kesamping maka bola mata akan bergerak berlawanan. Refleks ini akan hilang bila letak proses di pons.

Refleks Oculo Auditorik (Blink Reflex) : bila dirangsang dengan suara keras maka pasien akan menutup matanya. Refleks ini akan hilang bila pons terganggu.

Refleks Oculovestibuler (calori test) : refleks ini akan hilang bila pons terganggu.

 Refleks Kornea : rangsangan pada kornea akan terjadi penutupan kelopak mata. Refleks ini akan hilang bila pons terganggu.

 Refleks Muntah : refleks ini akan hilang bila medula oblongata terganggu.

(8)

Setelah dilakukan pemeriksaan klinis yang seksama, maka untuk membantu menegakkan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang spesifik sesuai kebutuhan, diantaranya :

a) Opthalmoskop

Pada semua pasien koma pemeriksaan fundus oculi harus dilakukan dengan menggunakan opthalmoskop untuk melihat adanya papil edema, tanda-tanda arteriosclerosis pembuluh darah retina, tuberkel di coroidea.

b) Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG digunakan untuk mengetahui adanya kelainan fokal atau difus pada otak. Adanya perlambatan gelombang EEG secara fokal didapatkan pada pasien dengan tumor, trauma atau radang. Adanya perlambatan gelombang EEG secara difus biasanya dijumpai pada pasien dengan koma metabolik.

c) Punksi Lumbal (LP)

Pemeriksaan ini dilakukan dengan pertimbangan yang tepat, dan dilakukan untuk memastikan adanya meningitis, ensefalitis, perdarahan subarakhnoid.

d) CT scan

Pemeriksaan ini paling sering dilakukan karena merupakan pemeriksaan yang non invasif, dapat dilakukan secara ambulatoar dan dapat mendeteksi adanya perdarahan/infark, tumor, edema serebri, kelainan ventrikel maupun atrofi otak.

(9)

Dibandingkan dengan CT scan MRI mempunyai beberapa keuntungan seperti :

o Lebih sensitif mendeteksi perubahan awal edema iskemik atau lesi iskemik yang kecil. o Kelainan dibatang otak lebih jelas terlihat. f) Magnetic Resonance Angiografi (MRA)

Pemeriksaan ini mirip dengan MRI hanya lebih fokus pada kelainan di pembuluh darah otak.

(10)

Tanda Neurologi Fokal Kesadaran Menurun Tanda-tanda Trauma Kepala (+)

Tanda-tanda Trauma Kepala (-) Berikut algoritma penanganan kesadaran menurun :

(11)

a. Aspek Keperawatan

a. Asesmen Keperawatan 1. Riwayat Kesehatan

o Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya (Diabetes, Hipertensi, sakit Ginjal, sakit Hepar, Epilepsi, Penyakit darah, dll)

o Keluhan yang ada sebelum jatuh koma (nyeri kepala, muntah, kejang, dll)

o Proses terjadinya koma mendadak atau perlahan (progresif)

2. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum

b. Pemeriksaan Per sistem

o Sistem persepsi dan sensori : pemeriksaan panca indera

o Sistem persarafan : pemeriksaan neurologi koma yang bertujuan menentukan letak proses patologinya, meliputi :

 Status kesadaran dengan G-C-S

 Pemeriksaan Umum, yaitu :  Perhatikan

automatisasi

(menelan, membasahi bibir, menguap, dll), bila masih ada berarti fungsi batang otak masih baik.

(12)

 Mioklonik jerk multifokal yang berulang menandakan adanya gangguan metabolic.  Perhatikan letak lengan dan tungkai; bila flexi berarti fungsi hemisfer masih baik, bila extensi berarti proses sudah dibatang otak.

 Pemeriksaan Khusus, yaitu :  Pengamatan pola pernapasan dapat menunjukkan letak proses kelainanya :  Cheyne-stokes proses di hemisfer atau batang otak bagian atas.  Kussmaul proses terjadi di antara mesensefalon dan pons.  Apneustic breathing proses tejadi di pons.  Atacsic breathing proses

(13)

sudah di medulla oblongata

 Pengamatan pupil dan bola mata : perlu diperhatikan

kedudukan bola mata, diameter pupil, perbandingan pupil kanan dan kiri, bentuk pupil, respon pupil terhadap cahaya

karena dapat

menunjukkan letak proses atau penyebab kesadaran menurun. o Sistem pernapasan : nilai frekuensi

napas, kualitas napas, suara, baud an kepatenan jalan napas.

o Sistem kardiovaskuler : nilai tekanan darah, nadi dan irama, kualitas dan frekuensi.

o Sistem gastrointestinal : nilai kemampuan menelan, peristaltik usus, adakah stress ulcer, dan eliminasi.

o Sistem integumen : nilai warna kulit, turgor, tekstur kulit, adakah lesi / luka.

o Sistem reproduksi

o Sistem perkemihan : nilai frekuensi BAK, volume BAK, adakah retensio / inkontinensia urin.

(14)

3. Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, termasuk adakah kebiasaan merokok, minum minuman keras dan penggunaan obat-obatan sebelum terjadi koma.

b. Pola aktivitas dan latihan : adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan atau kelemahan otot sebelum koma.

c. Pola nutrisi dan metabolisme : adakah keluhan mual atau muntah

d. Pola eliminasi : BAK dan BAB e. Pola tidur dan istirahat

f. Pola kognitif dan persepsidiri serta konsep diri

g. Pola toleransi dan koping stress h. Pola seksual dan reproduksi i. Pola hubungan dan peran j. Pola nilai dan keyakinan

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien koma adalah :

o Kebersihan jalan napas tidak efektif yang mungkin berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler.

o Kurang perawatan diri : makan, mandi, toileting yang berhubungan dengan penurunan kesadaran.

(15)

o Perfusi jaringan otak tidak efektif berhubungan dengan adanya hipoksia otak. o Pola napas tidak efektif berhubungan

dengan disfungsi neuromuskuler dan hipoventilasi.

o Risiko aspirasi, karena adanya faktor risiko : penurunan kesadaran dan penurunan fungsi otot-otot pernapasan.

o Risiko konstipasi, karena adanya faktor risiko : penurunan motilitas traktus gastrointestinal dan perubahan pola makan serta jenis asupan makanan.

o Risiko terjadi kerusakan integritas kulit karena immobilisasi fisik dan perubahan sirkulasi.

o Risiko ketidakseimbangan volume cairan karena penurunan fungsi ginjal akibat kesadaran menurun.

o Risiko ketidakseimbangan nutrisi karena kebutuhan dan asupan nutrisi yang kurang, penurunan kemampuan mencerna asupan makanan, penurunan absorbsi makanan karena factor biologi (kesadaran menurun). o Risiko infeksi karena adanya prosedur

invasif. D. Alat Bantu Hidup Dasar

a. Pasien dengan kesadaran menurun baik yang ringan sampai koma berisiko tinggi untuk terjadi aspirasi. Hal ini disebabkan karena hilangnya refleks batuk dan muntah yang dapat menyebabkan hipoksia sebagai akibat lanjut dari hilangnya kemampuan bernapas. Karena itu pemasangan endotracheal tube

(16)

(ETT) atau intubasi merupakan cara untuk menghindarkan terjadinya aspirasi ataupun hipoksia. Pada pasien dengan kesadaran menurun tapi pernapasan masih normal, tambahan oksigen dapat diberikan dengan menggunakan face mask atau nasal canula untuk menghindari terjadinya hipoksemia.

Bila pemberian tambahan oksigen tidak memperbaiki keadaan, maka dibutuhkan upaya lebih lanjut sampai penggunaan ventilator.

b. Pemasangan ventilator bertujuan untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara optimal untuk memperbaiki hipoksemia agar kebutuhan oksigen pasien tercukupi.

Pemakaian ventilator disesuaikan dengan kondisi pasien sebagai upaya bantuan hidup lanjut (Advanced Life Support) atau upaya bantuan hidup berkepanjangan (Prolonged Life Support).

3. TATA LAKSANA

1. Manajemen Pasien dengan Koma

Manajemen pasien dengan kondisi koma harus berfokus untuk menstabilkan kondisi pasien, menegakkan diagnosa, dan tatalaksana yang berdasarkan penyabab komanya. Misal :

o Bila didapatkan peningkatan tekanan intrakranial, maka tahapan penanganannya dengan :

- Elevasi kepala

- Intubasi dan hiperventilasi

- Diuresis osmotik dengan Manitol 20 % 0,25 – 0,5 µg/KgBB intravena

(17)

- Dexametason 10 mg intravena tipa 6 jam pada kasus edema serebri karena tumor atau abses o Pada kasus lesi desak ruang (space occupying

lesions / SOL), penanganan emergensi dekompresi dapat menyelamatkan nyawa pasien o Koma hiper atau hipoglikemia dengan diagnosa

yang cepat dan tepat serta penanganan yang benar dapat mencegah kerusakan otak yang permanen.

o Dan lain-lain 2. Terapi Umum

a. Proteksi jalan napas : oksigenasi dan ventilasi yang adekuat

b. Hidrasi intravena : pada kasus edema serebri atau peningkatan tekanan intrakranial dengan menggunakan cairan normal saline

c. Nutrisi : pemberian asupan nutrisi via enteral dengan nasoduodenal tube, hindari penggunaan naso gastric tube untuk menghindari terjadinya aspirasi dan refluks

d. Kulit : hindari terjadinya dekubitus dengan rehabilitasi pasif setiap 1 – 2 jam, gunakan kasur air atau angin

e. Mata : hindari abrasi kornea dengan menggunakan lubrikan atau mata ditutup dengan plester

f. Perawatan bowel :

- Berikan Ranitidine 50 mg intravena tiap 8 jam untuk menghindari stress ulcer akibat pemberian steroid dan intubasi

- Hindari konstipasi dengan obat-obat pelunak feces

(18)

g. Perawatan blader : bila diperlukan lakukan indwelling cateter atau intermiten kateter tiap 6 jam

h. Mobilitas joint : latihan pasif range of movement (ROM) untuk menghindari kontraktur

3. Terapi Etiologik

Penatalaksanaan etiologik pada pasien koma ditujukan pada penyebab komanya sesuai table berikut :

Struktur Supratentorial ( 18 % dari total kasus) Struktur Infratentorial (14 % dari total kasus) Metabolic

(60 % dari total kasus)

Trauma kepala : kontusio dengan edema otak, perdarahan subdural / epidural / intraserebral

Stroke iskemik atau perdarahan di batang otak /serebelum

Obat-obatan : sedatives, opioid, tranquilizer, salisilat

Tumor otak Tumor batang otak / serebelum

Hipoksia :

cardiac/respiratory arrest anemia berat, toksin karbon monoksida

Masif stroke : stroke

iskemik atau

perdarahan otak

- Abnormalitas glukosa

darah : koma

hipoglikemia karena pemberian insulin, koma hiperglikemia karena diabetes melitus

Ensefalitis - Kelainan kadar serum

elektrolit

Abses otak - Kelainan organ :

Liver (koma hepatikum), Ginjal (koma uremikum) Paru (CO2 narcosis dan respiratory failure)

(19)

Tiroid ( koma mYxedema) Penurunan cerebral blood flow (CBF) pada ensefalopati hipertensi, obstruktif hidrosefalus, penurunan cardiac output (infark miokard, cardiac arrythmya)

Toksin :

Ethanol, Methanol dan Ethylene glycol

4. Asuhan Keperawatan Pasien Koma No Diagnosa

Keperawatan /

Masalah Kolaborasi

Intervensi

1 Kebersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan fisiologis (disfungsi neuromuskuler) , tanda karakteristiknya : a. Dyspneu, penurunan suara napas b. Kelainan suara napas (ronchi) c. Perubahan frekuensi dan irama napas

a. Manajemen jalan napas

o Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw trust bila perlu

o Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi o Identifikasi pasien untuk

menentukan perlunya pemasangan alat jalan napas buatan

o Pasang mayo bila perlu o Lakukan fisioterapi dada

bila perlu

o Keluarkan secret yang ada dengan suction melalui

(20)

d. Batuk tidak efektif e. Produksi sputum

banyak

f. Pasien gelisah

mayo

o Auskultasi suara napas, catat bila ada perubahan suara napas

o Beri bronkodilator bila perlu o Berikan pelembab udara o Atur intake cairan untuk

mengoptimalkan keseimbangan cairan

o Monitor respirasi dan status oksigen

b. Suction jalan napas

o Pastikan kebutuhan oral suctioning

o Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suctioning

o Informasikan terlebih dahulu pada pasien dan keluarga tentang suctioning o Berikan oksigen dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction nasotrakheal

o Gunakan alat steril setiap melakukan tindakan

o Hentikan suctioning dan berikan O2 bila pasien menunjukkan bradikardia dan peningkatan saturasi

(21)

O2 2 Risiko aspirasi, factor

risiko : a. Penurunan tingkat kesadaran b. Penurunan fungsi otot-otot pernapasan

a. Suction jalan napas

b. Pencegahan aspirasi dengan : o Monitor tingkat kesadaran,

refleks

menelan dan kemempuan menelan

o Monitor status paru-paru o Pertahankan jalan napas

lancer

o Jaga suction dalam kondisi siap pakai

o Cek posisi NGT sebelum memberikan makanan melalui NGT

o Hindari pemberian makanan bila residu masih banyak

o Posisikan kepala head up / tinggikan bed 30 – 40 menit setelah pemberian makanan

c. Monitoring respirasi

o Monitor rata-rata, irama, kedalaman dan usaha respirasi

o Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot tambahan, retraksi otot supra klavikula dan

(22)

interkostalis

o Monitor suara napas (dengkur / ngorok)

o Monitor pola napas : bradipnea, takipnea, kussmaul, hiperventilasi, cheyne-stokes, ataxic

o Palpasi kesamaan ekspansi paru

o Perkusi dada di anterior dan posterior, dari apex sampai basis bilateral

o Catat lokasi trachea

o Monitor kelelahan otot diafragma (gerakan paradoksi)

o Auskultasi suara napas, catat area penurunan atau tidak adanya ventilasi dan suara tambahan

o Tentukan kebutuhan suction dengan auskultasi adanya cracles dan ronchi pada jalan napas utama o Auskultasi ulang suara paru

setelah tindakan

o Monitor hasil ventilasi mekanik (ventilator) dengan mencatat peningkatan tekanan inspirasi dan penurunan

(23)

tidal volume

o Catat perkembangan SaO2 dan tidal CO2

o Monitor kemampuan pasien untuk batuk efektif

o Monitor sekret respirasi pasien

o Catat onset, karakteristik dan durasi batuk

o Monitor dyspnea dan

kejadian yang

meningkatkan atau memperburuk respirasi o Miringkan posisi pasien

untuk mencegah aspirasi o Lakukan resusitasi bila

diperlukan

o Lakukan tindakan terapi respiratori

d. Posisioning (mengatur posisi) o Atur posisi pasien semi

fowler dan ekstensi kepala o Miringkan kepala bila

muntah 3 Nutrisi :

Risiko nutrisi tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh karena faktor biologis dengan karakteristik : a. Dilaporkan adanya

a. Monitor gizi :

o Monitor masukan kalori dan bahan makanan

o Amati rambut yang kering dan mudah rontok

o Amati tingkat albumin, total protein, Hb, Gula darah,

(24)

intake makanan kurang dari kebutuhan yang dianjurkan b. Conjunctiva dan membran mukosa pucat c. Pembuluh kapiler rapuh

d. Pasien tidak mampu

menelan dan

mengunyah makanan

e. Rontok rambut yang cukup banyak

kolestrerol dan trigliserida b. Monitor muntah :

o Amati jaringan mukosa yang pucat, kemerahan dan kering

o Amati conjunctiva yang pucat

o Amati turgor kulit dan perubahan pigmentasi o Catat adanya edema,

hiperemik papilla lidah dan rongga mulut

c. Manajemen nutrisi :

o Kaji apakah pasien alergi makanan

o Kerjasama dengan gizi untuk asupan nutrisi sesuai kebutuhan pasien

o Monitor catatan makanan yang masuk untuk kandungan gizi dan jumlah kalori

o Pastikan diit mengandung serat tinggi untuk mencegah konstipasi

o Lakukan secara berkala kebersihan mulut (oral hygiene)

d. Terapi gizi :

o Monitor masukan cairan dan makanan sesuai

(25)

kebutuhan pasien

o Pastikan diit mengandung gizi serat dan buah-buahan yang cukup

o Evaluasi tanda-tanda kerusakan gizi

4 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler dan hipoventilasi dengan karakteristik : a. Menggunakan otot pernapasan tambahan b. Dyspnea c. Ortopnea d. Perubahan pengembangan dada e. Napas pendek f. Tahan ekspansi berulang sangat lama g. Pernapasan rata-rata 16 – 24 x/menit h. Kedalaman pernapasan : tidal volume 500 ml saat istirahat a. Manajemen airway Sesuai b. Terapi oksigen

o Bersihkan jalan napas dari sekret

o Pertahankan jalan napas tetap efektif

o Berikan oksigen sesuai kebutuhan

o Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan humidifier

o Observasi tanda-tanda hipoventilasi

o Monitor respon pasien terhadap pemberian oksigen

c. Monitor tanda-tanda vital

o Monitor berkala : tensi, nadi, suhu dan respiratory rate

o Auskultasi TD pada kedua lengan dan dibandingkan o Monitor kualitas nadi

(26)

paradoksus

o Monitor bunyi dan irama jantung

o Monitor frekuensi dan irama pernapasan

o Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

o Monitor sianosis perifer o Monitor adanya trias

cushing (tekanan nadi melebar, bradikardia dan peningkatan sistolik)

o Identifikasi penyebab dan perubahan tanda-tanda vital

d. Monitor respirasi

o Monitor rata-rata kedalaman, irama dan usaha respirasi

o Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan dan retraksi otot

o Monitor suara napas (dengkur/ngorok)

o Monitor pola napas : bradipnea, takipnea, kussmaul, hiperventilasi, cheyne-stokes, ataxic

o Palpasi kesamaan ekspansi paru-paru

(27)

o Perkusi dada di anterior dan posterior, dari apex sampai basis bilateral

o Auskultasi suara napas, catat area penurunan atau tidak adanya ventilasi dan suara tambahan

o Tentukan kebutuhan suction dengan auskultasi adanya cracles dan ronchi pada jalan napas utama o Auskultasi ulang suara paru

setelah tindakan

o Monitor hasil ventilasi mekanik (ventilator) dengan mencatat peningkatan tekanan inspirasi dan penurunan tidal volume

o Catat perkembangan SaO2 dan tidal CO2

o Monitor kemampuan pasien untuk batuk efektif

o Monitor sekret respirasi pasien

o Catat onset, karakteristik dan durasi batuk

o Monitor dyspnea dan

kejadian yang

meningkatkan atau memperburuk respirasi

(28)

o Miringkan posisi pasien untuk mencegah aspirasi o Buka jalan napas dengan

chin lift atau jaw trust bila perlu

o Lakukan resusitasi bila perlu

o Posisikan pasien semifowler untuk mencegah aspirasi o Lakukan tindakan terapi

respiratori 5 Risiko

ketidakseimbangan volume cairan, factor risiko : penurunan fungsi ginjal akibat penururnan

kesadaran / koma

a. Monitor cairan

o Tentukan riwayat jenis dan banyaknya intake cairan serta kebiasaan eliminasi o Tentukan faktor penyebab

ketidakseimbangan cairan : hipertermi diuretic, kelainan ginjal, muntah, poliuri, diare, terpapar panas, infeksi, dll

o Monitor tanda-tanda vital o Monitor intake dan output

cairan dan jaga keakuratan pencatatannya

o Periksa serum elektrolit o Pembatasan cairan bila

perlu

o Monitor membrane mukosa, turgor kulit dan rasa haus o Monitor warna dan jumlah

(29)

urine

o Monitor distensi vena leher, cracles, edema perifer dan peningkatan berat badan o Monitor akses intravena o Monitor tanda dan gejala

asites

o Pertahankan aliran infus sesuai petunjuk dokter b. Manajemen cairan

o Pertahankan keakuratan pencatatan intake dan output cairan (pasang kateter)

o Monitor status hidrasi dengan cek kelembaban membran mukosa, denyut nadi dan tekanan darah o Monitor tanda-tanda vital o Monitor tanda-tanda over

hidrasi (cracles, edema perifer, distensi vena leher, asites, edema paru)

o Berikan cairan intravena sesuai kebutuhan pasien o Monitor status nutrisi

o Berikan intake gizi sesuai kondisi pasien (oral / NGT) o Monitor respon pasien

terhadap terapi elektrolit o Laporkan dokter bila

(30)

didapatkan tanda dan gejala kelebihan cairan c. Monitor elektrolit

o Pertahankan cairan infus yang mengandung elektrolit

o Monitor kehilangan elektrolit melalui suction nasogastrik, diare, atau diaphoresis

o Berikan diiit kaya kalium o Laporkan dokter bila

didapatkan tanda dan gejala ketidakseimbangan elektrolit menetap

o Monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit o Monitor efek samping

pemberian suplemen elektrolit

o Laporkan dokter bila pasien mendapat obat-obatan yang mengandung elektrolit (aldaktone, spironolaktone, KCl, calcium glukonas, dll)

o Berikan suplemen dan nutrisi sesuai advis dokter

(31)

Pasien koma sangat berisiko mengalami infeksi dan dekubitus.

Pasien yang terbaring lama dapat mengalami infeksi paru (ortostatik Pneumonia), maka menjaga kebersihan jalan napas, mengubah posisi tidur , menggerakkan persendian secara berkala, tapping merupakan upaya untuk mencegah terjadinya infeksi paru.

Dekubitus menjadi masalah yang sering dan serius pada pasien koma, untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan mengubah posisi tidur secara berkala, menggunakan kasur angin / air.

4. RUJUKAN / KEPUSTAKAAN

1. Kementrian Kesehatan RI. Standart Akreditasi Rumah Sakit. Tahun 2011

2. Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medik, 2005. Standar Pelayanan Keperawatan di ICU, Jakarta : Dirjen Pelayanan Medik.

3. Linelle N.B. Pierce, 1995, Mechanical Ventilation and Intensive Respiratory Care, Philadelpia : W.B. Saunders. 4. SMF Anestesiologi dan Reanimasi RSUD. Dr. Soetomo,

2007, Materi Pelatihan Intensif Care Unit (ICU), Surabaya : Bidang Diklit RSUD. Dr. Soetomo Surabaya. 5. Indonesia Neurological Association,2010, Advanced

Neuro Critical Care Support, POKDI Neurointensif dan Critical Care PERDOSSI

6. David A. Greenberg, Michael J Aminoff, roger P. Simon, 2004, Neurology Emergencies in Clinical Neurology 5 th edition, McGraw-Hill/Appleton & Lange.

(32)

7. Anonym 2010. Manajemen Pasien Stupor dan Koma. http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/at tachment/0/SGZRtQoKCrsAACSgbA1/MANAJEMEN %20PASIEN%20STUPOR%20DAN%20KOMA.doc.? nmid=92637390. 5. DOKUMEN TERKAIT

1. Prosedur Manajemen pasien koma 2. Asuhan Keperawatan Pasien Koma 3. Prosedur Pemakaian Ventilator

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku tenaga medis menyebar informasi secara sengaja ataupun tidak sengaja melalui media sosial berupa gambar, kondisi pasien, dan data identitas pasien merupakan

Ruang lingkupnya adalah pasien pada fase terminal yaitu pasien dalam kondisi sakit yang menurut ilmu kedokteran pada saat ini memiliki prognosis yang menuju proses

Ruang High Care Unit (HCU) adalah unit pelayanan di rumah sakit bagi pasien dengan kondisi respirasi, hemodinamik dan kesadaran yang stabil yang masih

Ruang High Care Unit (HCU) adalah unit pelayanan di Rumah Sakit bagi pasien dengan kondisi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran yang stabil yang masih memerlukan pengobatan,

Perhatian dititik beratkan pada pasien atau korban dengan kondisi medis yang paling urgent dan paling besar kemungkinannya untuk diselamatkan.. TUJUAN: Pada saat IGD penuh dan

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain: 1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan bebas?.. 2)

Yang dimaksud dengan keadaan "gawat" adalah keadaan atau kondisi pasien memerlukanpenegakan diagnosis dan pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu satu

Cimino adalah membuat anastomosis end to side vena ke arteri pada vena cephalika dan arteri radialis dan memerlukan waktu 2-6 bulan untuk matur sehingga dapat digunakan Jarum