• Tidak ada hasil yang ditemukan

SAMBUTAN Yoseph Tugio Taher

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SAMBUTAN Yoseph Tugio Taher"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

SAMBUTAN

Yoseph Tugio Taher

PEMBUBARAN dan pengusiran paksa para jompo korban Peristiwa 1965 yang berkumpul dan bertemu untuk bersilaturahim dan menceritakan nasib masing‐masing serta untuk mendengarkan wejangan‐wejangan dari utusan pusat mengenai rencana pemerintah untuk para jompo korban Peristiwa 1965, dilakukan oleh para preman dan dibantu aparat pemerintah yaitu kepolisian setempat pada bulan Februari 2015 di Bukittinggi.

Ini adalah suatu contoh dan bukti yang gamblang bahwa jenderal fasis Soeharto yang sempat menguasai Indonesia selama 32 tahun bukan saja telah membawa Indonesia mundur jauh ke belakang, namun juga telah merusak hati nurani dan pikiran bangsa Indonesia sehingga menjadi bodoh dan bertindak semaunya laksana zombie tanpa menggunakan akal dan pikiran. Sangat disayangkan, hal ini justru terjadi di tanah Minang, di mana adat turun‐temurun menjadi landasan pokok pola berpikir manusia. Kejadian serupa juga pernah terjadi di beberapa tempat lain di Indonesia.

Di Minangkabau, semenjak dini, kaum muda telah dibekali dengan cara dan pola berpikir yang mengutamakan pemikiran, kenyataan, dan kebersamaan. Orang‐orang tua menurunkan segala nasihat dan petunjuk untuk kaum muda supaya bisa mengarungi lautan hidup dengan penuh akal pikiran yang baik, bukannya mengumbar segala kejahatan dan kebatilan yang akan menghancurkan dan memporak‐porandakan kehidupan manusia di bumi ini. Banyak contoh dan teladan yang telah diberikan oleh para tetua. Seharusnya kaum muda generasi bangsa bisa belajar darinya.

(2)

2 Namun, semenjak Soeharto yang dengan penuh kelicikan dan kebusukan dapat merebut kekuasaan di negeri ini pada tahun 1965, mulailah secara sistematis dilakukan penghancuran nilai‐nilai luhur atas kehidupan bangsa Indonesia demi melanggengkan kekuasaannya.

Kendatipun kekuatan rakyat telah berhasil mencampakkan fasis Soeharto dari tampuk kekuasaan, namun sistem yang dilahirkannya sudah menjadi warisan turun‐temurun dan alat ampuh bagi elite politik dalam mempertahankan kekuasaan sampai hari ini. Mereka tidak segansegan untuk membiayai preman‐preman bahkan alat negara untuk mempertahankan kedudukan.

Manusia tidak lagi melihat sesuatu berdasarkan fakta dan kenyataan, namun mengikuti arahan, ambisi, dan nafsu yang menjurus pada penghancuran total. Tanpa mengikuti dan mempertimbangkan pemikiran yang jernih. Rezim orba Soeharto menyembunyikan segala kebiadabannya dengan segala macam cara, seperti kebohongankebohongan dalam buku‐buku sejarah, pembuatan film Pengkhianatan G30S PKI, pembangunan Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, dan Buku Putih Kopkamtib 1978 yang mengumbar fitnah bahwa PKI tidak punya andil dalam Revolusi 1945. Padahal kalau kita mau membuka dan belajar dari kebenaran sejarah, Perdana Menteri Republik Indonesia, Amir Sjarifoeddin, tahun 1948 telah menunjukkan bahwa tokoh komunis ini ikut memimpin Republik Indonesia sebagai perdana menteri. Jelas sekali apa yang dikatakan dan ditulis dalam Buku Putih Kopkamtib 1978 adalah satu kebohongan besar dan merupakan pembodohan bangsa.

Setengah abad segala pembohongan dan pembodohan itu merajalela di bumi kita. Para pembohong serta pelaku pembiadaban itu masih terlindung sampai sekarang, sedang para korban didera siksa batin yang tak berkesudahan. Mereka yang tak berdosa sepertinya dipaksa untuk melupakan segala azab dan derita yang dilakukan oknum‐oknum biadab dan aparat pemerintah, hingga mereka mati satu per satu, tanpa adanya niat dan keberanian dari pemerintah untuk meminta maaf dan mengadili yang berdosa dan melakukan pengadilan in absentia bagi yang sudah tiada.

Sejarah akan mencatat, bahwa siapa pun yang menjadi penguasa dan memegang pemerintahan Indonesia, selagi masalah Peristiwa 1965, yaitu pemusnahan 3 juta manusia Indonesia dari satu golongan politik yang dikomuniskan, tidak diselesaikan secara tuntas, selama itu pula pemerintah akan senantiasa dihantui oleh sejarah kelam masa lalu. Dalam situasi demikian, dalam situasi di mana bangsa dan rakyat Indonesia sekarang telah meninggalkan dan melupakan cara pemikiran yang jernih berdasarkan

(3)

3 fakta serta kenyataan, telah melupakan asas kebersamaan dan kegotong‐royongan dan menghancurkan nilai‐nilai luhur warisan nenek moyang, di saat kebiadaban merajalela tanpa menggunakan nalar dan pikiran, tak bisa lagi membedakan antara benar dan salah, pikiran siapakah yang tak akan tergugah oleh siksa derita kebiadaban yang melanda bangsa ini?

Di saat inilah seorang putra bangsa, Suar Suroso, menggugah dan mengajak kita semua untuk menggunakan akal pikiran guna melihat segala sesuatu melalui fakta, kenyataan, dan kebenaran, dengan mempersembahkan kepada kita tulisan barunya dalam sebuah buku berjudul Pikir Itu Pelita Hati.

Suar Suroso adalah seorang pemuda Indonesia yang lahir di kota Padang, Indonesia. Semenjak kecil, menerima didikan dan mengeluti ajaran‐ajaran Minangkabau dari ninik‐mamak dan para tetua. Ia dibekali dengan segala ilmu dan petunjuk, pepatah dan petitih yang diterima dan diolahnya dengan akal pikiran berdasarkan fakta, kenyataan, dan kebenaran. Pada masa remaja, Suar Suroso ikut berkiprah dalam Revolusi Bersenjata 1945 di Padang dan mendapat tanda penghargaan dari Gubernur Militer RI, Mr. Mohamad Nasroen.

Suar Suroso juga aktif dalam gerakan Pemuda Indonesia dan mewakili bangsa Indonesia dalam forum Internasional. Sebagai aktivis organisasi pemuda, ia dipercaya mewakili Indonesia dalam berbagai pertemuan pemuda internasional, seperti antara lain di Beijing, Wina, Kairo, Santiago‐Chili, dan mewakili Pemuda Rakyat dalam Gabungan Pemuda Demokratik Sedunia (GPDS) dalam kapasitas sebagai wakil presiden yang berkantor pusat di Budapest. Dalam kapasitas itu ia menghadiri berbagai kegiatan pemuda di Korea, India, Nepal, Sri Langka, Mesir, Maroko, Guinea, Mali, Senegal, Ghana, Jerman, Rumania, Denmark, Finlandia, Polandia, Albania, dan lain‐lain.

Mulai Septembar 1961, ia melanjutkan studi di Fakultas Fisika Universitas Lomonosov, Moskow. Setelah Peristiwa 30 September 1965, pada bulan Agustus 1966 paspornya dicabut oleh KBRI Moskow. Tahun 1967 dinyatakan personanon‐grata oleh pemerintah Sovyet karena memprotes kerja sama antar pemerintah Uni Sovyet dan pemerintah Indonesia di bawah rezim Soeharto. Sejak Februari 1967 meninggalkan Uni Sovyet dan bersama istri dan dua anaknya bermukim di Tiongkok. Sejumlah sajaknya dimuat dalam Di Negeri Orang, kumpulan sajak para penyair eksil di Eropa Barat. Karya‐karya yang sudah dibukukan: Asal‐Usul Teori Sosialisme; Marxisme sampai Komune Paris; Bung Karno, Marxisme, dan Pancasila; ‘Peristiwa Madiun’ PKI Korban Perdana Perang Dingin (Pustaka Pena); PKI Korban Perang Dingin (Era Publisher); Bung Karno Korban Perang

(4)

4 Dingin (Hasta Mitra); Kumpulan Puisi Jilid I Jelita Senandung Hidup dan Jilid II Pelita Keajaiban Dunia (Ultimus); Marxisme Sebuah Kajian, Dinyatakan Punah Ternyata Kiprah; Peristiwa Madiun, Realisasi Doktrin Truman di Asia (Hasta Mitra); dan Akar dan Dalang Pembantaian Manusia Tak Berdosa dan Penggulingan Bung Karno (Ultimus). Marxisme Sebuah Kajian, Dinyatakan Punah Ternyata Kiprah diterjemahkan dan terbit dalam bahasa Tionghoa dengan judul Makesi Zhuyi De Shijian Yu Fazhan oleh Penerbit Contemporary World Publisher, Beijing.

Buku Pikir Itu Pelita Hati ini merupakan buku kesepuluh Suar Suroso. Membaca dan mempelajari tulisan ini memberi kita pengetahuan yang akan membawa pada pemblejetan atas kebohongan kebohongan yang mengarah pada kebiadaban yang diakukan oleh fasis Soeharto serta semua pengikut dan antek‐anteknya.

Bab pertama Pikir Itu Pelita Hati bertemakan “Dari Pembodohan ke Pembiadaban Bangsa”. Kita dibawa untuk mengerti akan segala kebohongan yang telah dilakukan dan dilancarkan demi melakukan pembodohan bangsa, seperti misalnya fitnah dan pembohongan orba tentang “Mao menghasut Aidit”, pembodohan yang mengeramatkan Pancasila menjadi berhala, kebohongan tokoh‐tokoh orba seperti Nugroho Notosusanto, Arifin C. Noer, bahkan Kopkamtib dan penulispenulis seperti M. Fic, Jung Chang, dan lain‐lain yang semuanya mengarah pada pembodohan dan budaya main kuasa sebagai akar pembiadaban bangsa untuk mempertahankan dan melanggengkan kekuasaan fasisnya. Begitu banyak jenis pembodohan yang berlangsung di zaman orba. Pembodohan merusak seperti jamur di musim hujan karena rakyat tidak dibekali cara berpikir ilmiah. Rakyat tidak dididik untuk berpikir secara fakta, kebenaran, dan kenyataan. Rakyat hanya dibekali dengan keharusan untuk percaya dan harus mengikut apa yang diperintahkan. Masa itu, bangsa tidak diajarkan untuk menggunakan otak, menggunakan pikiran, dan itu diwarisi sampai sekarang. Padahal dalam kehidupan sehari‐hari, sampai perubahan dalam masyarakat, manusia dibimbing oleh pikirannya. Pikiran ini lahir dari kerja otak. Kalau cara berpikir ngawur, maka hasilnya juga akan ngawur, tidak ada arti sama sekali.

Inilah kunci yang diberikan Suar Suroso dalam buku Pikir Itu Pelita Hati, bahwa: “Betapapun bersimaharajalelanya pembodohan sampai sekarang, pencerahan akan terus berlangsung. Kebebasan berpikir dan bersuara akan berkembang. Pembohongan‐ pembohongan dan segala macam fitnah akan kian tertelanjangi. Untuk itu, satusatunya jalan ialah mendorong maju rakyat berpikir ilmiah. Berpikir ilmiah berarti mencari kebenaran dari kenyataan. Segala‐galanya bertolak dari kenyataan. Inilah pandangan materialisme.”

(5)

5 Namun sayang, orang‐orang yang pikirannya telah terkontaminasi pembodohan yang mengarah pada pembiadaban, memandang setiap yang disebut materialisme adalah komunis.

Yang menarik dalam tulisan ini, pada Bab II, Suar Suroso membicarakan secara terperinci masalah agama dan kepercayaan: “Cara Berpikir dan Berbagai Pandangan Hidup di Nusantara, dari Animisme sampai Kebatinan Jawa”. Tidak ketinggalan tentang Hindu, Buddha, Islam, Kejawen, bahkan Bhinneka Tunggal Ika, Walisongo, dan lain sebagainya. Tampak di sini bahwa penulis paham sekali seluk‐beluk tentang segala bentuk kepercayaan di Nusantara. Akan tetapi seperti apa yang dikatakan oleh Geoffrey Parrinder dalam buku World Relegions‐from Ancient History to the Present, bahwa “mempelajari agama yang berbeda tidak perlu berarti tidak setia pada kepercayaan sendiri, tetapi sebaliknya, kepercayaannya dapat diperluas dengan melihat bagaimana orang‐orang lain mencari kenyataan dan memperkaya pencarian mereka.”

Sesungguhnya, dalam mempelajari agama‐agama yang berbeda itu Suar Suroso tidak terjebak dengan sumber kepercayaan‐kepercayaan itu, namun percaya dan berdiri di atas kepercayaan sendiri.

Bahwa “Semenjak lahir dari kandungan ibu, manusia mulai menyusu, mengenal dan meraba untuk menghisap buah dada ibu, mulai melihat, mengenal keadaan sekitar menurut apa adanya, menurut kenyataan. Manusia mulai menggunakan otak, membedakan benda-benda yang ditemui, manusia berpikir secara materialis. Hidup dalam alam terbuka, manusia berkenalan dengan suasana sekelilingnya. Dari melawan haus dan lapar, melawan kedinginan dan kepanasan, manusia jadi berbuat, bertindak menggunakan tangan, melakukan kerja. Kerja syaraf menimbulkan perasaan. Pusat syarat, otak pun berfungsi, bekerja melahirkan pikiran. Jadi, kerja otot diiringi oleh kerja syaraf sampai kerja otak. Kerja otak adalah berpikir, maka kerja badan atau kerja fisik menyebabkan manusia berpikir. Dengan berpikir, lahirlah pikiran. Berpikir itu adalah kerja, hasilnya adalah pikiran. Pikiran adalah hasil pencerminan kenyataan. Pikiran yang bersumber atau bertolak dari kenyataan adalah materialis. Cara memandang hal ihwal dengan bertolak dari kenyataan adalah materialisme.” Semenjak manusia mulai berpikir sudah menggunakan pandangan materialis. Inilah kunci dari tulisan Suar Suroso dalam buku Pikir Itu Pelita Hati.

Dalam bab‐bab selanjutnya kita akan melihat pembelajaran terhadap teori‐teori tentang fakta, kenyataan, dan kebenaran yang dihasilkan dari kerja otak, pikiran, dan disebut materialisme, yang oleh orang‐orang dengan pikiran cupet dianggap sebagai tabu. Dimulai

(6)

6 dari perkenalan tentang Marxisme dengan Bung Karno dalam karya Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme (1926) sampai hal‐hal yang merupakan fakta, kenyataan, dan kebenaran dalam ajaran Marxisme. Semua itu bisa kita hayati dengan menggunakan kerja otak, yaitu pikiran. Karenanya, Pikir Itu Pelita Hati adalah suatu karya tulisan yang sangat baik dan berguna sekali untuk bangsa yang masih terbelenggu dengan pembodohan dan kebiadaban yang diwariskan orba Soeharto.

Buku Pikir Itu Pelita Hati adalah seumpama cambuk buat orang-orang yang menjadi korban pembodohan yang menjurus pada pembiadaban. Generasi muda yang menggunakan nalar dan pikiran, yang menilai sesuatu dengan fakta, kenyataan, dan kebenaran, pasti akan menyambut gembira atas hadirnya buku Pikir Itu Pelita Hati ini.

Inilah pedang, inilah senjata, dan inilah dian yang akan membantu memberi penerangan dalam kegelapan masa kini.

Kepada penulis disampaikan salam dan terima kasih karena telah berhasil menyusun dan menulis buku yang berharga ini.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis tersebut ternyata tingkat kebugaran jasmani posttest tidak lebih baik dari pretest, hal ini berarti bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan ada

1) Cadangan Devisa, Produk Domestik Bruto, dan Kurs dollar Amerika Serikat secara simultan berpengaruh signifikan terhadap impor bahan baku industri di Indonesia pada

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing yang efektif dalam meningkatkan keterampilan memberikan penjelasan

Eklektisme tersebut tampak pada digunakannya beberapa gaya arsitektur dalam bangunan Gereja Paulus, yaitu gaya Arsitektur Gotik, Arts and crafts dan Art deco serta

Maka dari itu, seiring dengan sulitnya mempertahankan loyalitas pelanggan, peneliti tertarik melakukan suatu penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh citra

Respons imun adalah respons tubuh berupa urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen (Ag), untuk mengeliminasi antigen tersebut. Dikenal dua macam pertahanan tubuh yaitu 1)

Kebugaran jasmani memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan manusia. Dengan kebugaran jasmani seseorang dapat melakukan semua kegiatan dengan baik. Melalui pendidikan

Filter yang akan digunakan berjenis filter pasif dengan beberapa topologi yaitu: filter harmonisa parallel, filter harmonisa seri dan Low Pass Filter.. Filter