• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR ANALISIS COST AND BENEFIT ASEAN HONG KONG FREE TRADE AREA BAGI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR ANALISIS COST AND BENEFIT ASEAN HONG KONG FREE TRADE AREA BAGI INDONESIA"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

ANALISIS COST AND BENEFIT ASEAN – HONG KONG FREE

TRADE AREA BAGI INDONESIA

PUSAT KEBIJAKAN KERJASAMA PERDAGANGAN

INTERNASIONAL

BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN

PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional, BPPKP telah menyelesaikan analisis yang berjudul “Analisis Cost and Benefit ASEAN – Hong Kong FTA Bagi Indonesia”. Analisis ini menjawab permintaan Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional yang menginginkan adanya study kelayakan dan perdagangan barang dalam perundingan perdagangan Indonesia – Hong Kong dalam kerangka ASEAN – Hong Kong.

Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional, BPPKP menyampaikan terima kasih kepada tenaga ahli dalam analisis ini, narasumber dan berbagai pihak yang telah memberikan informasi, data dan pendapatnya dalam penyusunan analisis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan di daerah survei dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Hong Kong yang telah membantu dan memfasilitasi pelaksanaan survei dan pertemuan dengan instansi terkait di Hong Kong.

Akhir kata semoga analisis ini dapat menjadi bahan rekomendasi kebijakan bagi stakeholder, terutama Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional dan instansi pembina sektor, serta dapat menjadi refernsi bagi penelitian dan pengkajian selanjutnya.

(3)

iii ABSTRAK

Analisis Cost and Benefit ASEAN – Hong Kong FTA bagi Indonesia

Pembentukan ASEAN - Hong Kong FTA (AHKFTA) memerlukan analisis dari negara anggota ASEAN untuk melihat bagaimana dampak dari AHKFTA terhadap indikator ekonomi makro maupun sektoral masing-masing negara. Metodologi yang digunakan untuk menganalisis benefit dan cost adanya FTA ASEAN Hong Kong dilihat dari sisi ekonomi makro dan ekonomi sektoral dengan model CGE multi region dan sektor, sedangkan penentuan produk potensial Indonesia di pasar Hong Kong digunakan analisis pembobotan terhadap berbagai indeks perdagangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa dampak penurunan tarif

50% bagi Indonesia adalah turunnya kesejahteraan dan GDP riil, trade balance negatif, walau secara sektoral terjadi peningkatan ekspor di hampir seluruh sektor, tidak mampu mengimbangi peningkatan impor. Jika terjadi full liberalisasi, maka dampaknya bagi Indonesia akan terjadi peningkatan kesejahteraan, peningkatan GDP Rill, trade balance positif walaupun peningkatan output hanya terjadi pada beberapa sektor seperti vegetable oil, oil seeds, textile, wearing

appareal dan electronic equipment. Adapun produk yang layak dikerjasamakan

adalah cpo, karet, tekstil, komponen mesin, kopi, namun perlu ditingkatkan daya saingnya. Liberalisasi perdagangan ke Hong Kong perlu dipandang sebagai salah satu upaya peningkatan akses pasar, yang perlu didukung dengan daya saing yang tinggi dan memiliki keterkaitan dengan industri nasional, yang harus diikuti dengan reformasi kebijakan (appropriate regulation), penurunan non tarif

barrier di Hong Kong, perbaikan infrastruktur fisik maupun infrastruktur mutu di

Indonesia sehingga akan memberikan benefit berupa pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kerjasama ini sebaiknya lebih ditekankan pada investasi dan perdagangan jasa khususnya jasa keuangan dan logistik dimana penurunan biaya logistik akan meningkatkan volume perdagangan dan meningkatkan daya saing produk Indonesia.

(4)

iv

ABSTRACT

Cost and Benefit Analysis of ASEAN Hong Kong FTA for Indonesia

The Idea beyond ASEAN - Hong Kong FTA (AHKFTA) requires analysis from ASEAN member countries to see how macro and micro economic will be affected in each countries. The methodology used to analyze the cost and benefits of ASEAN-Hong Kong FTA is CGE model with multi-region and sector, while weighted analysis of various trade indices are used to identify and determine the products that can be used as an Indonesian request and offer. The analysis result showed that 50% tariff reduction will result in welfare declining and real GDP, negative trade balance even though there was an incresing of exports in almost all sectors but not be able to counterbalance import rising. If full liberalization is applied, national welfare and GDP will be increased as well as a positive trade balance altough few sectors such as vegetable oil, oil seeds, textile, wearing appareal and electronic equipment will not be increasing that much. Some product that can be traded are cpo, rubber, textiles, machine parts, coffee, but these products need to be improved on competitiveness.

Trade liberalization in Hong Kong market should be seen as an effort to increase market access, which needs to be supported by the increasing of products competitiveness and national industry linkage, to be followed by policy reforms (appropriate regulation), elimination of non-tariff barriers in Hong Kong, improvement of physical infrastructure and the quality of infrastructure in Indonesia that will provide benefits in the form of high economic growth. Cooperation between Indonesia and Hong Kong should be more emphasis on investment and trade in services, especially financial services and logistics where the reduction in logistics costs will increase the volume of trade and increase the competitiveness of Indonesian products

(5)
(6)

v DAFTAR ISI BAB 1: PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan ... 4

1.4 Ruang Lingkup Analisis ... 5

1.5 Metodologi Analisis ... 5

1.6 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI ANALISIS ... 7

2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Teori Perdagangan Internasional dan Integrasi Ekonomi .. 7

2.1.2 Teori Keseimbangan Umum ... 21

2.1.2.1 Tarif Impor Pada Kasus Negara Kecil... 25

2.1.2.2 Tarif Impor Pada Kasus Negara Besar ... 27

2.1.3 Latar Belakang Pembentukan ASEAN Hong Kong FTA ... 31

2.2 Metodologi Penelitian ... 34

2.2.1 Jenis dan Sumber Data ... 34

2.2.2 Metode Analisis ... ... 38

2.2.2.1 Model Multi Region General Equilibrium ... 38

(7)

vi

2.2.2.3 Model Ekonomi Terbuka tanpa Pajak ... 45

2.2.2.4 Model Ekonomi Tertutup dengan Pajak ... 46

2.2.2.5 Pajak ... 47

2.2.2.6 Struktur Model Standar GTAP ... 49

2.2.2.7 Simulasi ... 52

2.2.2.8 Indeks Perdagangan ... 52

2.2.2.9 Pemilihan Produk Potensial ... 56

BAB III: Analisis Cost and Benefit ASEAN - Hong Kong FTA bagi Indonesia ... 59

3.1 Kinerja Perdagangan Indonesia ... 59

3.1.1 Kinerja Perdagangan Indonesia-Dunia ... 59

3.1.2 Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-ASEAN ... 64

3.1.3 Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-Hong Kong ... 68

3.2 Analisis CGE ... 70

3.2.1 Data Benchmark Ekuilibrium Berdasarkan Berdasarkan Database GTAP` ... 70

3.2.1.1 Data Dasar Makroekonomi ... 70

3.2.1.2 Dekomposisi Ekspor, Impor dan Per Sektor ... 98

3.2.2 Analisis Benefit and Cost FTA ASEAN Hong Kong Ditinjau dari Makro dan Sektoral Ekonomi ... 104

3.2.2.1 Analisis Benefit dan Cost Ditinjau dari Makro Ekonomi ... 104

(8)

vii

3.2.2.2 Analisis Benefit dan Cost Ditinjau dari

Sektoral Ekonomi ... 111

3.2.3 Identifikasi dan Penentuan Produk Sebagai Request dan Offer Indonesia dalam Kerangka Kerjasama ASEAN-Hong Kong FTA ... 115

3.2.4 Hasil Turun Lapang ... 131

BAB IV: PENUTUP ... 134

4.1 Kesimpulan ... 134

(9)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Agregasi Negara FTA ASEAN-Hongkong ... 34

Tabel 2.2. Agregasi Sektor FTA ASEAN-Hongkong ... 36

Table 3.1. Produk Ekspor Non Migas Indonesia Tahun 2009-2013 (US$Juta) ... 60

Tabel 3.2.Ekspor Produk Non Oil dan Gas Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan Tahun 2009 dan 2013 (US$ Miliar) ... 61

Tabel3.3. Produk Impor Indonesia Tahun

2009-2013 (US$ Juta) ... 62

Tabel 3.4. Impor Produk Non Oil dan Gas Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan Tahun 2009-2013 (US$ Miliar) ... 63

Tabel 3.5. GDP by Source (FACT INC+TAX+DEPR) ... 71

Tabel 3.6. GDP by Expenditure (C+I+G+X-M) ... 72

Tabel 3.7. Current Account (X-M=S+I) ... 74

Tabel 3.8. Capital Account ... 75

Tabel 3.9. Capital Stock ... 75

Tabel 3.10. Bilateral Export at Market Price ... 77

Tabel 3.11 Ordinary Import Duty ... 81

Tabel 3.12 Ordinary Export Subsidy ... 82

Tabel 3.13. Export for International Transportation ... 84

(10)

viii

Tabel 3.15. Struktur Biaya Perusahaan Berdasarkan Negara ... 89

Tabel 3.16. Cost Structure of Private Consumption ... 92

Tabel 3.17 Cost Structure of Government Consumption ... 95

Tabel 3.18. Decomposition of Export at World Prices ... 99

Tabel 3.19.Dampak FTA ASEAN Hongkong terhadap Output, Ekspor Impor, dan Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia (dalam persen ... 114

Tabel 3.20. Indikator Kinerja Perdagangan dari Produk Potensial Indonesia ke Hong Kong ... 121

Tabel 3.21. Indikator Kinerja Perdagangan dari Produk Potensial Indonesia ke Hong Kong ... 126

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kurva perdagangan internasional ... 9

Gambar 2.2. Keseimbangan Perdagangan Bebas Pada Model H-O .. 13

Gambar 2.3. Trade Creation ... 18

Gambar 2.4. Trade Diversion ... 21

Gambar 2.5. Diagram Kotak Edgeworth pada Kasus Dua Komoditi dan Dua Faktor Produksi ... 23

Gambar 2.6. Keseimbangan Sektor Produksi dan Konsumsi ... 24

Gambar 2.7.Model Keseimbangan Umum Dampak Tarif untuk Kasus Negara Kecil ... 27

Gambar 2.8. Model Keseimbangan Umum Dampak Tarif untuk Kasus Negara Besar ... 28

Gambar 2.9. Model Kasus Satu Wilayah, Perekonomian Tertutup tanpa Pajak ... 43

Gambar 2.10. Perekonomian Terbuka tanpa Intervensi Pemerintah: Model Multi Wilayah ... 46

Gambar 2.11. Perekonomian Tertutup dengan Pajak: Model Satu Wilayah ... 47

Gambar2.12. Dampak Pajak Terhadap Output ... 49

Gambar 2.13. Dampak Subsidi terhadap Output ... 49

(12)

x

Gambar 3.1. Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 2009-2013 ... 59

Gambar 3.2. Produk Ekspor Non Migas Indonesia Tahun 2009-201364

Gambar 3.3. Ekspor Produk Non Oil dan Gas Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan Tahun 2009 dan 2013 ... 65

Gambar 3.4. Impor Produk Non Oil dan Gas Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan ... 65

Gambar 3.5. Kinerja Neraca Perdagangan Sektor Migas-Non Migas Indonesia- ASEAN Tahun 2009-2013 ... 66

Gambar 3.6. Kinerja Neraca Perdagangan Sektor Migas Indonesia- ASEAN Tahun 2009-2013 ... 67

Gambar 3.7. Kinerja Neraca Perdagangan Sektor Non Migas Indonesia- ASEAN Tahun 2009-2013 ... 67

Gambar 3.8. Ekspor Komoditi Utama Indonesia ke ASEAN ... 68

Gambar 3.9. Impor Komoditi Utama Indonesia dari ASEAN Tahun 2013 ... 69

Gambar 3.10. Negara Tujuan Ekspor Indonesia ... 70

Gambar 3.11. Analisa Impor Indonesia per Negara dan Regional ... 70

Gambar 3.12. Kinerja Neraca Perdagangan Migas - Non Migas Indonesia- Hong Kong Tahun 2009-2013 ... 107

Gambar 3.13 Komoditas Ekspor Utama Indonesia ke Hong Kong Tahun 2013 ... 108

Gambar 3.14. Komoditas Impor Utama Indonesia dari Hong Kong ... 108

(13)
(14)
(15)
(16)
(17)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. ASEAN diharapkan sebagai basis produksi dunia dan sekaligus pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs for

ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk

mewujudkan AFTA melalui penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menurunkan bea masuk impor barang yang masuk dalam incusion list (IL) pada tahun 2010, bagi Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.

Visi ASEAN 2020 menegaskan ASEAN yang berwawasan ke depan akan memainkan peran penting dalam masyarakat internasional dan memajukan kepentingan bersama ASEAN. ASEAN terus mengembangkan hubungan kerjasama dengan Mitra Dialog, yaitu, Australia, Kanada, Cina, Uni Eropa, India, Jepang, Korsel, Selandia Baru, Federasi Rusia, Amerika Serikat, dan United Nations Development Programme. ASEAN juga meningkatkan kerjasama dengan Pakistan di beberapa daerah kepentingan bersama.

Konsisten dengan tekad untuk meningkatkan kerjasama dengan negara-negara berkembang lainnya, ASEAN mempertahankan kontak

(18)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 2 dengan organisasi-organisasi antar-pemerintah, yaitu Organisasi Kerjasama Ekonomi, the Gulf Cooperation Council, the Rio Group, the South Asian

Association for Regional Cooperation, the South Pacific Forum, dan juga

melalui Asian-African Sub-Regional Organization Conference. Disamping itu, sebagian besar Negara-negara Anggota ASEAN juga berpartisipasi aktif dalam kegiatan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Asia-Europe

Meeting (ASEM), dan East Asia-Latin America Forum (EALAF).

Hingga saat ini, ASEAN telah mempunyai 11 (sebelas) Mitra Wicara Penuh (Full Dialogue Partner) dan 1 Mitra Wicara Sektoral (Sectoral

Dialogue Partner). Mitra Wicara Penuh ASEAN terdiri dari Amerika Serikat,

Australia, China, India, Jepang, Kanada, Republik Korea, Rusia, Selandia Baru, Uni Eropa dan UNDP. Sementara Mitra Wicara Sektoral ASEAN adalah Pakistan. Selain itu, ASEAN juga mempunyai kerangka kerjasama dengan China, Jepang dan Republik Korea melalui ASEAN Plus Three.

Sementara itu sejak tahun 2005 berkembang pula forum East Asia

Summit (EAS) dengan peserta terdiri dari 16 negara, yaitu 10 negara

ASEAN, Australia, China, India, Jepang, Republik Korea dan Selandia Baru. Selain menjalin kerjasama dengan mitra wicara, ASEAN juga menjalin kerjasama dengan organisasi-organisasi regional seperti : Gulf Cooperation

Council (GCC) dan MERCOSUR, badan-badan PBB, Andean Group, Asian Development Bank (ADB), negara-negara Timur Tengah dan Asia Tengah

yang tergabung dalam Economic Cooperation Organization (ECO),

Southern African Development Community (SADC), Shanghai Cooperation Organization (SCO).

Pada bulan Oktober 2011 , Hong Kong telah menunjukkan minat untuk bergabung dengan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN - China ( ACFTA ) yang disampaikan pada Rapat Persiapan ASEAN - China FTA

Joint Committe (ACFTA JC). Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Sekretariat

ASEAN telah melakukan sebuah studi independen yang komprehensif bekerja sama dengan NUS (Prof Shandre M. Thangavelu) untuk menganalisis dampak, implikasi dan tantangan Hong Kong dalam aksesi ke

(19)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 3 ACFTA. Pada pertemuan ke-11 Konsultasi AEM - MOFCOM yang diadakan pada tanggal 29 Agustus 2012 di Siem Reap , Kamboja , AEMs menyatakan respon positif atas proposal Hong Kong bergabung dengan ACFTA. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut dan konsultasi di dalam negeri masing-masimg anggota ASEAN untuk memastikan pemahaman yang lebih jelas tentang implikasi dari Hong Kong bergabung dengan ACFTA.

Pada AEM Retreat pada bulan Maret 2013 di Hanoi Vietnam, AEM memutuskan untuk bernegosiasi secara bilateral dengan Hong Kong dalam bentuk FTA ASEAN - Hong Kong ( AHKFTA ) dibandingkan dengan aksesi Hong Kong ke ACFTA. Keputusan yang dibuat oleh AEMs disambut oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN yang diselenggarakan pada bulan April 2013. Selama Konsultasi SEOM – Hong Kong yang diselenggarakan pada Juni 2013, ASEAN menjelaskan proses ASEAN dalam memulai sebuah FTA yang meliputi melakukan studi kelayakan, mengembangkan Terms of Reference (TOR ) untuk Perdagangan Komite Negosiasi ( TNC ), mengesahkan TOR untuk menetapkan TNC dan mengembangkan program kerja. ASEAN dan Hong Kong sepakat untuk memulai negosiasi pada awal 2014. Hong Kong menggarisbawahi pentingnya FTA ini untuk bisnis dan mendesak ASEAN untuk menargetkan kesimpulan dari negosiasi ini secepatnya.

Sebagai gambaran, neraca perdagangan Indonesia dengan Hong Kong dalam periode 2009-2013 selalu menunjukkan surplus. Surplus perdagangan ini disumbangkan oleh ekspor non migas. Ekspor emas dalam bentuk gumpalan, ingot atau batang pada tahun 2013 menyumbang 18 persen dari total ekspor non migas. Sementara itu untuk neraca migas Indonesia-Hong Kong mengalami defisit sebesar USD -116.4 juta.

Berdasarkan latar belakang tersebut, Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan melakukan kajian yang berjudul “Analisis Cost and Benefit ASEAN – Hong Kong FTA bagi Indonesia”.

(20)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 4 1.2 Perumusan Masalah

FTA adalah salah satu bentuk reaksi adanya globalisasi dan liberalisasi yang berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan berbagai hambatan dalam kegiatan perdagangan baik hambatan tarif (tarrief-barrier) maupun hambatan non tarif (non-tarrif barier=NTB).

Secara teori, sejalan dengan analisis statik mengenai manfaat perdagangan, adanya FTA mendorong berkurangnya hambatan tarif

(tarrief-barrier) maupun hambatan non tarif sehingga biaya transaksi dalam

perdagangan akan turun. Kondisi ini akan mempengaruhi variabel-variabel mikro selanjutnya berdampak pada variabel-variabel makro ekonomi. Negara akan berspesialisasi sesuai dengan keunggulan komparatif sehingga kinerja ekspor akan meningkat. Proses ini menuju ke efisiensi alokasi sumberdaya dan peningkatan GDP.

Terkait dengan hal tersebut diatas, analisis kuantitatif untuk mengkalkulasi seberapa besar dampak berlakunya perjanjian perdagangan barang ASEAN-Hong Kong FTA terhadap pendapatan nasional dan kinerja perdagangan Indonesia dan Hong Kong sangat diperlukan. Maka perumusan masalah dalam kajian ini adalah :

1. Bagaimana cost and benefit ASEAN Hong Kong FTA bagi Indonesia,

ASEAN dan Hong Kong?

2. Produk-produk apa saja yang dapat dijadikan sebagai request dan offer

Indonesia dalam kerangka kerjasama ASEAN Hong Kong FTA

1.3 Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah, kajian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Menganalisis dampak perdagangan barang (cost and benefit) dalam ASEAN Hong Kong FTA bagi Indonesia, ASEAN dan Hong Kong.

2. Identifikasi produk-produk yang dapat dijadikan sebagai request dan

(21)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 5 1.4 Ruang Lingkup Analisis

Analisis ini hanya dibatasi pada analisis perdagangan barang dalam ASEAN Hong Kong FTA terhadap kinerja perdagangan dan perekonomian Indonesia, ASEAN dan Hong Kong. Cost and benefit dianalisis berdasarkan perspektif makroekonomi ( indikator kesejahteraan, GDP riil, dan neraca perdagangan) serta sektoral ekonomi (indikator output, ekspor dan penyerapan tenaga kerja) dengan menggunakan model CGE. Sedangkan penentuan produk-produk yang dapat dijadikan sebagai request dan offer Indonesia dalam kerangka kerjasama ASEAN Hong Kong FTA digunakan adalah metode pembobotan terhadap kinerja perdagangan (ekspor Indonesia ke HongKong, ekspor Indonesia ke dunia, pertumbuhan Ekspor ke HongKong dan pertumbuhan Ekspor ke dunia) dan tarif MFN HongKong.

Disamping itu, akan dilihat pula hambatan perdagangan Indonesia Hongkong yang akan diuraikan secara kualitatif berdasarkan hasil kunjungan tim peneliti ke Hongkong dan studi literatur serta pengalaman empiris kerjasama Hongkong dengan Negara lainnya.

1.5 Metodologi Analisis

Jenis data yang digunakan dalam analisis ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui diskusi dengan pemangku kepentingan terkait, sedangkan data sekunder bersumber dari BPS, CEIC, COMTRADE, WITS, GTAP Database. Metode analisis yang digunakan adalah Model CGE, berbagai indeks perdagangan seperti RCA, TCI, TSI dan TII, dan analisis deskriptif berbagai hambatan kerjasama antara Indonesia dengan Hongkong.

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun laporan analisis ini terbagi menjadi beberapa bab yaitu :

(22)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 6 Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang, permasalahan, tujuan analisis, ruang lingkup analisis, metodologi analisis dan sistematika laporan.

 Bab II: Tinjauan Pustaka dan Metodologi Analisis

Bab ini berisikan teori perdagangan internasional dan metode analisis

 Bab III: Analisis Cost and Benefit ASEAN Hong Kong FTA bagi Indonesia

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Cost and benefit ASEAN Hong Kong FTA bagi Indonesia berdasarkan perspektif makroekonomi serta sektoral ekonomi serta penentuan produk-produk yang dapat dijadikan sebagai request dan offer Indonesia dalam kerangka kerjasama ASEAN Hong Kong FTA. Hambatan perdagangan akan diuraikan secara deskriptif kualitatif.

(23)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI ANALISIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Perdagangan Internasional dan Integrasi Ekonomi Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai transaksi dagang barang dan jasa antara subjek ekonomi satu negara dengan subjek ekonomi negara lain. Subjek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri ataupun perusahaan negara. Perdagangan internasional terjadi akibat adanya perbedaan potensi sumber daya alam, sumber daya modal, sumber daya manusia dan kemajuan teknologi antar negara (Halwani 2005). Sedangkan menurut Dumairy (1997) perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang dilakukan atas dasar suka sama suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan. Dalam masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam satu negara saja. Bahkan dunia sudah memasuki perdagangan bebas. Hampir tidak ada satu negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain.

Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman (1991) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional:

1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.

(24)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 8 2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale)

Secara umum, perdagangan internasional terdiri dari kegiatan ekspor dan impor. Ekspor merupakan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara ke negara lain, sebaliknya impor merupakan barang dan jasa yang masuk ke suatu negara. Negara yang memproduksi lebih dari kebutuhan dalam negerinya dapat mengekspor kelebihan produksi tersebut ke negara lain. Akan tetapi, negara yang tidak mampu memproduksi sendiri dapat mengimpor dari negara lain. Menurut Tambunan (2001), faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan. Dari teori penawaran dan permintaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya kelebihan produksi suatu negara dengan kelebihan permintaan negara lain.

Secara teoritis, suatu negara misal negara 1 akan mengekspor komoditi X ke negara lain, misal negara 2 apabila harga domestik negara 1 sebelum terjadinya perdagangan internasional relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik negara 2 (Gambar 2.1). Struktur harga yang terjadi di negara 1 lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar dibandingkan dengan konsumsi domestiknya sehingga terjadi

excess supply di negara 1. Di sisi lain, di negara 2 terjadi excess demand karena konsumsi domestiknya lebih besar

dibandingkan dengan produksi domestiknya sehingga harga di negara 2 lebih tinggi. Dengan demikian, negara 1 memiliki kesempatan untuk menjual kelebihan produksinya ke negara lain, sementara negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditi X dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika terjadi komunikasi antara negara 1 dan negara 2, maka akan terjadi

(25)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 9 perdagangan antar keduanya dengan harga yang sama di kedua negara.

Gambar 2.1 Kurva perdagangan internasional Sumber: Salvatore (1997)

Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa sebelum terjadi perdagangan internasional harga di negara 1 adalah sebesar P1, sedangkan harga di negara 2 adalah sebesar P3.

Penawaran di pasar internasional terjadi jika harga internasional lebih tinggi dibandingkan dengan P1, sedangkan

permintaan di pasar internasional terjadi jika harga internasional lebih rendah dibandingkan dengan P3. Dengan

adanya perdagangan internasional, maka negara 1 akan mengekspor komoditi X sebesar BE, sedangkan negara 2 akan mengimpor komoditi X sebesar B’E’ pada tingkat harga internasional (P2).

Konsep perdagangan bebas untuk pertama kali diperkenalkan oleh Adam Smith pada awal abad ke-19 dengan teori keunggulan absolut (absolute comparative). Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David Ricardo (1817) dengan model keunggulan komparatif (The Theory of

Comparative Advantage). Berbeda dengan konsep keunggulan

absolut yang menekankan pada biaya riil yang lebih rendah,

0 X Px 0 X Px Negara 2 0 X Px Negara 1 P1 P2 P3 A Ekspor Impor B E E S D A’ B’ E’ Sx Dx Dx Sx

(26)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 10 keunggulan komparatif lebih melihat pada perbedaan harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya perdagangan.

Menurut David Ricardo (Hady, 2001), perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum Keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage). Keunggulan komparatif dibedakan atas cost comparative

advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage (labor productivity). Asumsi yang digunakan

(Salvator, 1997) :

a. Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi b. Perdagangan bersifat bebas

c. Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara.

d. Biaya produksi konstan

e. Tidak terdapat biaya transportasi f. Tidak ada perubahan teknologi

Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien.

Berdasarkan analisis production comparative advatage

(labor productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan

memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduski lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi realtif

(27)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 11 kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost

comparative advantage dan production advantage. Atau

dengan mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya rendah.

Teori klasik Ricardo tersebut selanjutnya dikembangkan oleh Heckscher-Ohlin (H-O) dengan The Theory of Factor

Proportions (1949 – 1977). Model H-O mengatakan bahwa

walaupun tingkat teknologi yang dimiliki sama, perdagangan internasional akan tetap terjadi bila ada perbedaan kepemilikan faktor produksi (factor endowment) diantara masing-masing negara. Satu negara dengan kepemilikan kapital berlebih akan berspesialisasi dan mengekspor komoditi padat kapital

(capital-intensive goods), dan sebaliknya negara dengan kepemilikan

tenaga kerja berlebih akan memproduksi dan mengekspor komoditi padat tenaga kerja (labor-intensive goods). Menurut teori H-O, suatu negara akan memproduksi dan mengekspor barang dengan menggunakan faktor produksi yang dimiliki secara melimpah, dan mengimpor barang yang untuk memproduksinya diperlukan faktor produksi yang kurang tersedia (langka) di dalam negeri.

(28)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 12 Dalam model H-O kepemilikan faktor (kapital dan tenaga kerja) akan menentukan jenis komoditi yang diproduksi dan diekspor serta komoditi yang harus diimpor oleh satu negara. Perbedaan kepemilikan faktor adalah dasar dari keunggulan komparatif yang dimiliki dua negara untuk melakukan perdagangan yang saling menguntungkan. Perbedaan kepemilikan faktor produksi tersebut dihitung berdasarkan rasio antara kapital dengan tenaga kerja di masing-masing negara. Sebagai contoh: negara H dan F masing-masing memiliki 2 faktor produksi: K (kapital) dan L (tenaga kerja), dan setiap negara memproduksi komoditi X dan Y. Negara H dikatakan memiliki kapital melimpah apabila kapital per unit tenaga kerja di H lebih besar dibandingkan di F, atau

H H L K > F F L K .

Sebaliknya, F dikatakan memiliki tenaga kerja melimpah apabila tenaga kerja per unit kapitalnya lebih besar di bandingkan di H, atau F F K L > H H K L

. Dengan demikian, dapat

dikatakan kapital relatif lebih murah di H sedangkan tenaga kerja relatif lebih murah di F. Selanjutnya apabila untuk menghasilkan komoditi Y diperlukan kapital yang lebih banyak (padat kapital), sedangkan untuk komoditi X diperlukan tenaga kerja yang lebih banyak (padat karya) maka dapat dikatakan H memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi Y, dan F memiliki keunggulan komparatif komoditi X. Menurut model H-O, dengan perbedaan intensitas penggunaan faktor dan perbedaan kepemilikan faktor maka apabila kedua negara melakukan perdagangan, H akan berspesialisasi dalam produksi komoditi Y dan F berspesialisasi dalam produksi komoditi X. Keseimbangan perdagangan bebas pada model H-O dijelaskan dengan Gambar 2.2.

(29)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 13 IM Y F EXXF Y PPFH PPFF P CH PF CF IMxH EX Y H

Gambar 2.2. Keseimbangan Perdagangan Bebas Pada Model H-O

Sumber: Krugman dan Obstfeld (2000)

Pada Gambar 2.2. di atas, H memiliki kapital berlebih yang ditunjukkan dengan kurva PPFH yang lebih mengarah ke

produksi barang padat modal (Y). Sedangkan F memiliki tenaga kerja berlebih dengan kurva PPFF yang lebih mengarah ke

produksi barang padat tenaga kerja (X). Dalam keseimbangan perdagangan bebas, kedua negara menghadapi rasio harga dunia yang sama, yaitu: W

Y W X P P .

Pada kesimbangan perdagangan bebas, tingkat produksi di negara H berada di titik PH yang merupakan titik singgung antara garis pendapatan nasional (NI) dengan kurva PPFH.

Pendapatan nasional dinyatakan dengan persamaan: NI = PX .

X + PY . Y. Slope garis pendapatan nasional tersebut adalah sama dengan rasio harga perdagangan bebas kedua komoditi:

W Y W X P P

. Jumlah konsumsi H adalah di titik CH dimana kurva

indiferen agregat IHFT bersinggungan dengan garis pendapatan

X H FT I F FT I NI

(30)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 14 nasional. Untuk mencapai tingkat konsumsi CH tersebut, H harus mengekspor komoditi Y sebesar H

Y

EX dan mengimpor komoditi X sebesar H

X

IM .

Keseimbangan produsksi F berada di titik PF yang merupakan titik singgung antara garis pendapatan nasional dengan kurva PPFF. Slope dari garis pendapatan nasional juga

merupakan rasio antara harga perdagangan bebas kedua barang: W Y W X P P

. Sedangkan konsumsi terletak di titik CF yang

merupakan titik singgung antara kurva agregat indifference F FT

I

dengan garis pendapatan nasional. Oleh karena diasumsikan bahwa kedua negara memiliki preferensi agregat yang

homothetic dan rasio harga perdagangan bebas yang sama,

maka konsumsi H dan F selalu terletak di sepanjang garis yang berawal dari titik 0 ke C. Untuk mencapai tingkat konsumsi di titik CF, F harus mengekspor komoditi X sebesar F

X

EX dan

mengimpor komoditi Y sebesar F Y

IM . Pada keseimbangan perdagangan bebas, jumlah ekspor H harus sama dengan jumlah impor F ( H

Y

EX = F

Y

IM ), dan jumlah ekspor F harus sama dengan jumlah impor H ( F

X

EX = H

X

IM ).

Mengingat bahwa tingkat konsumsi kedua negara berada di kurva indiferen yang berada di luar (di atas) kurva PPF maka menurut model H-O perdagangan bebas akan memberikan keuntungan agregat bagi kedua negara.

Perdagangan bebas diharapkan secara bertahap akan mengurangi hambatan perdagangan sehingga dapat memacu pertumbuhan volume perdagangan internasional. Salah satu upaya yang dilakukan adalah kerjasama yang dilakukan antara satu negara dengan negara lainnya atau antara satu negara dengan negara yang membentuk kelompok sehingga terciptanya integrasi ekonomi. Negara-negara di seluruh dunia

(31)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 15 saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan mereka. Sebagian negara-negara yang berada di seluruh dunia telah melakukan integrasi ekonomi dengan negara lain. Secara umum integrasi yang dilakukan oleh setiap negara bertujuan agar posisi ekonominya di pasar internasional dapat diperkuat, sehingga setiap negara dapat bersaing dengan negara-negara yang telah maju dan sudah besar. Selain itu, integrasi ekonomi dapat memperluas akses pasar dan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara ke tingkat yang lebih tinggi. Studi Meir (1995) menjelaskan integrasi ekonomi yang terdapat dalam suatu kawasan memiliki beberapa manfaat untuk negara-negara yang tergabung dalam integrasi tersebut, seperti terdorongnya efisiensi ekonomi di suatu kawasan ekonomi, mendorong industri lokal agar berkembang, serta manfaat perdagangan yang meningkat akibat adanya perbaikan terms of trade.

Suatu organisasi terdiri dari berbagai bentuk, tergantung tingkat kerjasamanya yang mengarah ke tingkat integrasi berbeda antara negara peserta. Ada lima tingkat kerja sama formal antar negara anggota kelompok regional, yaitu Free

Trade Area (FTA), Custom Union, Common Market, Monetary Union, dan Political Union (Kotabe dan Helsen, 2001).

Free Trade Are (FTA) adalah kerjasama formal antara dua

atau lebih negara untuk mengurangi hambatan tarif dan non tarif diantara negara anggota. Akan tetapi masing-masing negara anggota bebas menentukan tingkat tarif individu dengan negara yang bukan anggota.

FTA adalah salah satu bentuk reaksi adanya globalisasi dan liberalisasi yang berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan berbagai hambatan dalam kegiatan perdagangan baik hambatan tarif (tarrief-barrier) maupun hambatan non tarif (non-tarrif barier=NTB). FTA atau Free Trade Area adalah

(32)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 16 suatu bentuk kerjasama ekonomi regional yang memperdagangkan produk-produk orisinal negara-negara anggotanya tidak dipungut bea masuk atau bebas bea masuk. Dengan kata lain, ”internal tariff” antara negara anggota menjadi 0 persen, sedangkan masing-masing negara memiliki

“external tariff” sendiri-sendiri. Contohnya AFTA (Asean Free Trade Area) yang diawali dengan CEPT (Common Effective Preferential Tariff) yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1

Januari 1993.

Dampak dibukanya perdagangan bebas tidak hanya akan dirasakan oleh ekonomi negara-negara yang berdagang, namun juga akan dirasakan oleh perekonomian dunia secara keseluruhan. Dampak diliberalisasikannya perdagangan tersebut secara keseluruhan mengakibatkan kesejahteraan dunia menurun. Berdasarkan teori perdagangan internasional, perdagangan internasional seharusnya akan meningkatkan kesejahteraan negara-negara yang melakukan perdagangan bebas, karena melalui perdagangan bebas akan terjadi peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya domestik dan akses pasar ke negara lain (Stephenson, 1994).

Namun demikian, secara umum terdapat beberapa variabel ekonomi dunia yang meningkat seperti investasi global barang-barang kapital, volume perdagangan dunia, dan indeks harga perdagangan dunia. Peningkatan arus perdagangan sebagai akibat dibukanya tarif seluas-luasnya mengakibatkan peningkatan aliran barang-barang kapital untuk investasi volume perdagangan dunia. Peningkatan investasi global ternyata diikuti dengan tingkat pengembalian kapital yang negatif sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan dunia.

Custom Union. Anggota Custom Union tidak hanya

(33)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 17 tapi juga mereka mempunyai tarif eksternal bersama terhadap negara yang bukan anggota Custom Union. Hal ini mencegah negara yang bukan anggota mengekspor ke negara anggota yang mempunyai tarif eksternal rendah.

Common Market. Jika kerja sama meningkat di antara

negara Custom Union, maka dapat terbentuk Common Market. Common Market menghilangkan semua tarif dan hambatan lain dalam perdagangan antara anggota, mengadopsi seperangkat tarif eksternal bersama pada negara bukan anggota, dan menghilangkan batasan-batasan pada aliran modal dan tenaga kerja antar negara anggota.

Monetary Union. Monetary Union berada pada level

integrasi keempat dengan satu mata uang bersama antar negara. Contohnya Negara anggota European Union menggunakan mata uang bersama, Euro. Menurut Wild dan Wild (2000), tingkat integrasi ini juga disebut Economic Union karena juga melakukan harmonisasi kebijakan ekonomi negara anggota, seperti pajak, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.

Political Union. Political Union merupakan puncak dari

proses integrasi. Political Union dapat menjadi nama lain dari sebuah negara ketika union secara sungguh-sungguh mencapai tingkat integrasi. Terkadang, negara-negara yang berkumpul dalam Political Union antara lain adalah karena alasan sejarah, seperti British Commonwealth yang terdiri dari negara-negara yang pernah menjadi bagian oleh British

Empire. Namun ketika British bergabung dengan European Union, perlakuan istimewa ini hilang. Sekarang kelompok ini

hanya sebagai forum untuk diskusi dan ikatan sejarah yang sama.

Integrasi ekonomi regional (termasuk FTA) akan memberikan dampak positif dan negatif terhadap perdagangan

(34)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 18 barang dan jasa dinegara-negara anggota FTA. Dampak positif dari integrasi ekonomi adalah (Wild dan Wild, 2000):

1. Trade Creation

Dengan analisis partial equilibrium, trade creation adalah penggantian dimana produk domestik suatu negara yang melakukan integrasi ekonomi regional melalui pembentukan FTA dengan produk impor yang lebih murah dari anggota lain. Jika seluruh sumber daya digunakan secara full employment dan dengan melakukan spesialisasi berdasarkan comparative

advantage, masing-masing negara akan memperoleh dampak

positif berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat karena memperoleh barang dengan harga yang relatif lebih murah.

Gambar 2.3 Trade Creation Sumber: Salvatore, 2000

Efek positif dari trade creation ini bukan hanya berlaku untuk negara anggota, tetapi juga untuk negara lain yang bukan anggota karena adanya peningkatan spesialisasi produksi yang mendorong peningkatan impor dari negara lain (rest of the

world). Terjadinya trade creation dapat diilustrasikan pada

Gambar 2.3. (Salvatore, 2000). Dx dan Sx masing-masing merupakan kurva permintaan dan penawaran domestik untuk barang X dari negara II, sedangkan kurva S1 merupakan kurva

(35)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 19 penawaran yang elastis sempurna dalam keadaan free trade untuk barang X dari negara I ($1). Dengan mengenakan tarif bea masuk 100 persen, negara II mengimpor 30 unit barang X atau JH dari negara I, sehingga harga impornya menjadi $2 atau kurva S1 + T. Produksi domestik negara II sebanyak 20 unit barang X atau AM, sedangkan total konsumsi dalam negara II sebanyak 50 unit barang X atau GH. Kemudian negara I dan negara II membentuk integrasi ekonomi regional dalam bentuk FTA. Setelah membentuk FTA, negara II mengimpor 60 unit barang X atau CB dari negara tanpa bea masuk pada harga $1 (kurva S1). Produk domestik negara I turun menjadi 10 unit barang X atau CM dan total konsumsi naik menjadi 70 unit barang X atau AB. Dengan pembentukan FTA, maka : Penerimaan bea masuk untuk negara II akan hilang, Konsumen domestik akan memperoleh transfer dari produsen domestik sebesar area AGJC yang merupakan kenaikan konsumen surplus, Manfaat lain yang diperoleh negara II setara dengan area CJM + area BHN, atau setara dengan $15.

Konsensus yang lebih besar. Keuntungan untuk

mengelimainasi hambatan perdagangan lebih mudah dilakukan pada kelompok negara-negara yang lebih kecil, seperti ASEAN dibandingkan dengan kelompok yang lebih besar seperti WTO.

Kerjasama Politik. Secara politik terdapat keuntungan dari

negara-negaa yang berintegrasi terutama dalam memperjuangkan kepentingan bersama di forum perundingan yang lebih besar seperti WTO.

Integrasi ekonomi juga memberikan dampak negatif terhadap anggotanya. Wild dan Wild (2000) mengidentifikasi terdapat tiga dampak negatif yaitu trade diversion, pergeseran tenaga kerja, hilangnya kedaulatan nasional.

(36)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 20

2. Trade Diversion.

Terjadinya pengalihan perdagangan dari negara yang tidak ikut serta dalam perjanjian perdagangan tapi lebih efisien ke negara yang ikut serta dalam perjanjian walaupun kurang efisien. Gambar 2.4 menunjukkan terjadinya trade diversion pada negara yang melakukan integrasi ekonomi. Sebagai contoh, Dx dan Sx merupakan kurva permintaan dan penawaran domestik untuk barang X dari negara II, sedangkan kurva S1 dan S3 merupakan kurva penawaran yang elastis sempurna dalam keadaan free trade untuk barang X dari negara I ($1) dan negara III ($1,5). Dengan mengenakan tarif bea masuk 100 persen, negara II mengimpor 30 unit barang X atau JH dari negara I sehingga harga impornya menjadi $2 atau kurva S1+T. emudian negara II membentuk integrasi ekonomi regional dalam bentuk FTA dengan negara III.

Setelah pembentukan FTA, negara II mengimpor 45 unit barang X atau C’B’ dari negara III yang bebas bea masuk pada harga $ 1,5 (kurva S3).Dengan pembentukan FTA maka : kesejahteraan / manfaat yang diperoleh negara II adalah sebesar segitiga C’JJ’ + segitiga H’HB’, atau senilai $1,25 + $2,5 = $3,75 ; kesejahteraan / manfaat yang hilang dari negara II sebesar segiempat MNH’J’ atau senilai $15 ; kesejahteraan / manfaat neto yang hilang adalah sebesar $15 - $3,75 = $11,25 (Lihat Gambar 2.4.).

(37)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21 Gambar 2.4 Trade Diversion

Sumber: Salvatore, 2000

Pergeseran tenaga kerja. Karena adanya kerjasama perdagangan, produsen akan berproduksi ke negara yang lebih efisien. Sebagai contoh, untuk industri yang memerlukan tenaga kerja dengan tingakt ketrampilan yang rendah akan mengalihkan tempat produksinya ke negara anggota yang memiliki tingkat upah yang rendah.

Hilangnya kedaulatan politik. Jika integrasi ekonomi sudah mencapai political union, maka suatu negara akan kehilangan kebebasan dalam menentukan politik luar negerinya sendiri. Sejauh ini, bentuk integrasi pada tingkat yang paling tinggi (political union) sulit untuk dicapai.

2.1.2 Teori Keseimbangan Umum

Teori keseimbangan umum pertama kali dikembangkan oleh Leon Walras pada abad ke-19. Berdasarkan teori, model keseimbangan dalam ekonomi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu (1) model keseimbangan parsial (partial

equilibrium), dan (2) model keseimbangan umum (general ekuilibrium theory). Model keseimbangan umum (CGE)

(38)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 22 merupakan model makroekonomi yang mengintegrasi mikroekonomi dan makroekonomi.

Model CGE berbeda dengan model parsial dimana model ini dapat menganalisis pasar secara lengkap dan saling berinteraksi satu sama lain. Variabel-variabel makroekonomi dan sektoral pada tingkat mikro maupun sektoral akan dianalisis secara bersama-sama. Model CGE menganalisis sensitivitas dari alokasi sumberdaya, karena adanya perubahan eksternal. Selain itu data yang digunakan dalam model CGE meliputi parameter elastisitas dan input-output data yang menunjukkan keterkaitan antar sektor sehingga model CGE digunakan sebagai alat analisis terhadap perubahan sektoral (Oktaviani, 2008).

Keseimbangan umum tercapai jika perekonomian berada pada kondisi bersaing sempurna (Arrow dan Debreu (1954)

dalam Oktaviani, R (2008)). Dalam model CGE, pasar berada

dalam kondisi persaingan sempurna dimana tercapai kondisi efisiensi produksi dan alokasi sumberdaya dalam perekonomian. Dalam teori mokroekonomi, efisiensi dalam perekonomian tersebut dikenal dengan konsep pareto optimum pada setiap agen ekonomi yang mencakup tiga (3) jenis efisiensi yaitu, efisiensi alokasi sumberdaya (keseimbangan produksi), efisiensi distribusi komoditi (keseimbangan konsumsi) dan efisiensi kombinasi produk (keseimbangan sektor produksi dan konsumsi).

Teori produksi menyatakan bahwa produsen berada dalam keseimbangan apabila 2 1 1 w w

MRTSk dimana w1 adalah harga

faktor L (tenaga kerja) dan w2 adalah harga faktor K (modal). Pada kasus dua perusahaan yang menghasilkan komoditi yang berbeda, yaitu x1 dan x2, keseimbangan simultan yang terjadi bisa dijelaskan melalui kotak Edgeworth pada Gambar 2.5.

(39)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 23 Keseimbangan simultan antar dua produk x1 dan x2 tercapai pada saat isokuan x1 bersinggungan dengan isokuan x2. Titik-titik singgung tersebut membentuk kurva yang disebut Kurva Kontrak atau Contract Curve (CC).

Dalam ekonomi pertukaran, alokasi yang efisien terletak sepanjang kurva kontrak. Titik yang terletak di luar kurva kontrak tidak efisien sebab individu dapat memperoleh kesejahteraan yang lebih tinggi jika pindah dari titik tersebut ke arah kurva kontrak. Di sepanjang kurva kontrak, preferensi individu bersaing satu sama lain karena kesejahteraan yang diperoleh seseorang hanya mungkin tercapai atas pengorbanan orang lain.

Gambar 2.5. Diagram Kotak Edgeworth pada Kasus Dua Komoditi dan Dua Faktor Produksi

Sumber : Nicholson, 1994

Keseimbangan produksi terjadi pada saat

2 1 1 1 w w MRTS

MRTS kk  dimana MRTS adalah slope dari

isokuan. Kondisi pareto optimum pada konsumen didekati dengan konsep Tingkat Pertukaran Marginal atau Marginal

Rate of Substitution (MRS). MRS menunjukkan kesediaan

seorang konsumen untuk menukarkan satu unit terakhir dari suatu barang untuk mendapatkan beberapa unit barang

OX2

OX1

L K

(40)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 24 lainnya. Setiap konsumen akan selalu menyamakan MRS dengan harga relatif kedua barang (1 dan 2) yang akan dikonsumsinya. Keseimbangan dalam konsumsi terjadi pada saat 2 1 12 P P MRS

Keseimbangan dalam produksi dan konsumsi tercapai ketika 2 1 12 12 P P MRS MRPT   . MRPT menunjukkan bagaimana

suatu produk ditransformasikan menjadi produk lain. MRS menunjukkan sejauh mana konsumen mau mempertukarkan suatu komoditi dengan komoditi lainnya. Keseimbangan terjadi jika rencana produksi sesuai dengan rencana konsumsi atau

MRPT = MRS. Pengertian ekonomi dari keseimbangan total ini

adalah bahwa kombinasi output x1 dan x2 harus optimal baik dari sudut produsen maupun konsumen. Keseimbangan ini ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Keseimbangan Sektor Produksi dan Konsumsi

Sumber : Nicholson, 1994

Secara teoritis, sebagaimana pemikiran kaum klasik maupun neo-klasik, sistem perdagangan bebas antar negara akan dapat menciptakan manfaat yang maksimal. Namun

X1 X2 x11 x 1 * x 1 2 O x21 x2* x22 U3 U2 U1 P P C* C C C* P* Slope * 2 * 1 * 1 * 2 X X P P X X   Slope 2 1 1 2 X X P P X X    

(41)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 25 mekanisme pasar tidak selalu berjalan secara sempurna. Hal ini sebagai argumentasi campur tangan pemerintah yang menyebabkan distorsi pasar. Salah satu bentuk intervensi adalah tarif.

Tarif adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap suatu produk yang masuk atau keluar dari suatu negara. Secara teoritis, pajak yang berasal dari tarif memberikan pemasukan bagi pemerintah. Dampak pemberlakuan tarif bisa berbeda antara negara.

2.1.2.1 Tarif Impor Pada Kasus Negara Kecil

Definisi negara kecil adalah negara yang tidak mampu mempengaruhi harga dunia sehingga TOT dunia tidak mengalami perubahan sekalipun negara kecil tersebut melakukan perubahan kebijakan perdagangannya. Diasumsikan dalam keseimbangan perdagangan bebas hanya ada dua produk misalkan

makanan dan minuman, negara A akan

memaksimumkan kesejahteraannya dengan

berproduksi pada titik dimana rasio dari marginal cost (MC) domestiknya sama dengan rasio nilai tukar dunia. Negara tersebut akan melakukan perdagangan untuk mencapai kemungkinan kurva indiferen yang paling tinggi. Keseimbangan perdagangan bebas seperti itu ditunjukkan oleh Gambar 2.7, dengan rasio harga dunia ditunjukkan oleh slope TT, produksi berada pada titik P1, dan konsumsi pada titik C1. TT bersinggungan dengan kurva indiferen i2, negara A mengekspor makanan dan mengimpor minuman.

Apabila negara A menetapkan tarif impor makanan, dampaknya adalah peningkatan harga domestik makanan, yang menyebabkan divergensi antara rasio

(42)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 26 nilai tukar domestik dan rasio nilai tukar dunia. Hal ini menyebabkan rasio nilai tukar domestik sama dengan slope DD, lebih landai dari TT, yang menunjukkan suatu harga relatif yang lebih tinggi untuk makanan. Tarif tersebut merubah rasio harga domestik dan rasio harga eksternal. Harga makanan yang lebih tinggi memberikan insentif bagi perusahaan untuk meningkatkan makanan dan mengurangi pakaian. Titik produksi akan bergeser ke P2, dimana garis harga domestik (DD) merupakan tangen terhadap kurva kemungkinan produksi.

Dengan asumsi bahwa rasio harga dunia tetap tidak berubah, perdagangan internasional terjadi sepanjang garis P2C2 (pararel terhadap TT).

Keseimbangan baru pada konsumsi dicapai ketika dua kondisi terpenuhi: Pertama, garis harga domestik, EE, yang slopenya sama dengan rasio harga domestik, merupakan tangen terhadap suatu kurva indiferen i1,

Kedua, garis harga dunia, P2C2, memotong kurva

indiferen komuniti pada titik tangennya dengan garis harga domestik, EE. Kedua kondisi ini terpenuhi pada titik C2 pada Gambar 2.7.

Kondisi pertama menjamin MRS pada konsumsi menyamai rasio harga domestik yang dihadapi konsumen; kondisi kedua memenuhi persyaratan rasio harga domestik berbeda dari rasio harga dunia. Pada keseimbangan baru, negara A terus mengekspor pakaian dan mengimpor makanan tetapi dalam jumlah yang lebih kecil dari sebelumnya. Tarif mendorong peningkatan makanan dan mengurangi ketergantungan negara A dari makanan yang berasal impor.

(43)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 27 Gambar 2.7. Model Keseimbangan Umum Dampak

Tarif untuk Kasus Negara Kecil Sumber: Dunn, 2000

Tarif telah mengurangi ekspor dan mengurangi kesejahteraan sebagaimana diindikasikan oleh pergerakan kurva indifferent yang lebih rendah, dari i2 ke i1. Kesimpulannya, baik dengan pendekatan keseimbangan umum maupun keseimbangan parsial, kebijakan tarif pada kasus negara kecil berdampak pada berkurangnya kesejahteraan nasional.

2.1.2.2 Tarif Impor Pada Kasus Negara Besar

Negara besar didefinisikan sebagai negara yang mampu mempengaruhi harga dunia. Hal ini berarti bila negara tersebut menerapkan tarif suatu komoditi impornya, maka kebijakan tersebut berdampak pada

T C1T i2 i1 P2 P1 C2 D D E E F G T Makanan Pakaian 0

(44)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 28 perubahan rasio harga dunia yang ditunjukkan oleh perubahan TOT. Asumsikan negara A mengenakan pajak pada makanan impor. Dampak dikenakannya tarif adalah harga makanan dunia turun secara relatif terhadap harga pakaian. Untuk suatu tingkat tarif ad

valorem tertentu, harga domestik makanan tidak akan

meningkat setinggi sebelumnya. Jadi pergeseran dalam produksi akan menjadikannya lebih kecil. Ilustrasi hasil ini ditunjukkan pada Gambar 2.8. dimana kondisinya sama dengan kasus yang baru dijelaskan kecuali bahwa tarif sekarang menyebabkan rasio harga dunia berubah dari kemiringan garis TT ke kemiringan garis P3C3. Produksi terjadi pada P3.

Gambar 2.8. Model Keseimbangan Umum Dampak Tarif untuk Kasus Negara Besar

Sumber: Dunn, 2000

Garis tersebut memiliki proporsi sama dengan sebelumnya, karena diukur berdasarkan size of the

T C1T i1 P2 P1 C23 F G T Makanan Pakaian 0 i2

Rasio harga dunia setelah tarif

Rasio harga domestik setelah tarif

(45)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 29

wedge. Perdagangan internasional sekarang terjadi

pada rasio harga (sepanjang garis P3C3). Keseimbangan baru konsumsi dicapai pada titik C, yaitu saat tarif-garis yang mendistorsi harga domestik yang merupakan tangen dari suatu kurva indiferen dan garis harga dunia bersinggungan dengan titik singgung ini.

Berdasarkan Gambar 2.8, dengan tarif, negara A mencapai suatu kurva indiferen yang lebih tinggi. Keadaan ini tidak dapat dihindari. Hal ini tergantung pada besarnya perubahan rasio harga dunia. Negara A memperoleh keuntungan dari tarif ketika keuntungannya dari perbaikan TOT melebih kerugiannya dari penggunaan sumberdaya domestik yang kurang efisien. Besaran perbaikan dari TOT, tergantung pada elastisitas permintaan dan penawaran domestik dan luar negeri.

Keuntungan lainnya adalah adanya kerugian yang akan diterima ROW (negara lainnya). Jika negara-negara lain melakukan secara bersama-sama, mereka dapat membalas dengan mengenakan tarif mereka sendiri, sehingga menyebabkan TOT bergeser kembali ke belakang. TOT bergeser ke rasio perdagangan bebas, tetapi perdagangan dunia berkurang dan demikian juga kesejahteraan dunia. Persetujuan perdagangan secara bersama, membalikkan pengurangan tarif timbal balik akan menguntungkan kedua negara.

Model GTAP adalah model keseimbangan umum yang menggunakan CGE sebagai alat analisisnya dan merupakan model standar dengan banyak negara dan banyak komoditas. Model GTAP dikembangkan di

(46)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 30 Purdue University’s yang merupakan model komparatif statik sehingga perubahan persentase yang dihasilkan dalam model menggambarkan perubahan yang terjadi sebelum dan setelah kebijakan.

Pada model GTAP secara eksplisit dilakukan permodelan pada margin transport internasional. Suatu global bank juga dibentuk dalam model sebagai intermediasi dari investasi dan tabungan dunia. Sistem permintaan konsumen diduga dengan menggunakan

Constant Difference of elasticities (CDE) untuk

menangkap kepekaan terhadap perbedaan harga dan pendapatan antar negara (Hertel, et al, 2000). Selain itu, aliran barang dalam perdagangan internasional mengikuti model Armington (1969) dimana setiap produk dibedakan berdasarkan asal negara. Setiap barang diasumsikan substitusi yang tidak sempurna satu sama lainnya untuk komoditas yang diproduksi di dalam negeri. Dengan asumsi ini, model dapat menangkap aliran perdagangan antar dua negara. Kelemahan model ini adalah mengasumsikan sistem pasar persaingan sempurna dan skala usaha yang konstan pada aktivitas produksi. Asumsi ini akan dirubah dengan mengaplikasikan sistem pasar persaingan tidak sempurna dan skala unsaha yang meningkat. Hertel (1994) mengakui bahwa pada konteks negara kecil dan terbuka, asumsi pasar persaingan sempurna mengakibatkan simulasi dampak penurunan tarif menjadi lebih besar dari yang sesungguhnya.

Baik model CGE maupun GTAP sama-sama menggunakan konsep-konsep dasar arus pengeluaran dan pembelian antar pelaku ekonomi. Perbedaan

(47)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 31 utama antara model CGE nasional dengan GTAP adalah pada cakupan wilayahnya. Pada model CGE, interaksi antara agen-agen yang berbeda berlangsung dalam satu negara atau wilayah, sementara dalam model GTAP interaksi antara agan-agen berlangsung antar wilayah. Selain itu, GTAP juga mencakup transportasi global dan mobilitas investasi. Dengan demikian model GTAP mampu menjelaskan dampak kebijakan antar negara.

Terdapat tiga (3) komponen utama dalam GTAP, yaitu :

1. Model GTAP diciptakan untuk model sub-regional yang menjelaskan kegiatan ekonomi dan perilaku perusahaan, rumahtangga dan pemerintah

2. Database GTAP memuat perdagangan bilateral, transport dan matrik proteksi untuk semua wilayah.

3. Parameter perilakunya yang terdiri dari empat (4) macam, yaitu : elastisitas substitusi (baik untuk konsumen maupun produsen), elastisitas transformasi yang menentukan tingkat mobilitas faktor-faktor primer antar sektor, fleksibilitas alokasi investasi wilayah, dan elastisitas permintaan konsumen.

2.1.3 Latar Belakang Pembentukan ASEAN Hong Kong FTA

Pada bulan Oktober 2011, pada Rapat Persiapan ASEAN-China FTA Joint Commitee, Hong Kong telah menunjukkan minat untuk bergabung dengan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA).

Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Sekretariat ASEAN bekerja sama dengan NUS menyiapkan sebuah studi independen yang komprehensif untuk menganalisis dampak,

(48)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 32 implikasi dan tantangan Hong Kong aksesi ke ACFTA. Pada Konsultasi ke-11 AEM-MOFCOM yang diadakan pada tanggal 29 Agustus 2012 di Siem Reap, Kamboja, AEMs menyatakan respon positif mereka pada proposal untuk Hong Kong bergabung dengan ACFTA. Namun, penelitian lebih lanjut dan konsultasi dalam negeri tetap diperlukan untuk memastikan pemahaman yang lebih jelas tentang implikasi dari Hong Kong bergabung dengan ACFTA. Selanjutnya pada pertemuan ke-2 ACFTA-JC pada tanggal 22-24 Oktober 2012, di Singapura, Cina diusulkan untuk (a) meluncurkan negosiasi Hong Kong aksesi ke CAFTA pada ASEAN-China Summit dan menetapkan jadwal, dan (b) meluncurkan studi bersama oleh pemerintah, industri dan akademisi Hong Kong dan ASEAN secara paralel dengan negosiasi. Pada Prep-AEM untuk KTT ASEAN ke-21, AEM sepakat untuk mempertahankan keputusan ASEAN bahwa semua negara anggota wajib mempercepat konsultasi domestik mereka untuk keputusan akhir mengenai hal ini pada datang ke-19 AEM Retreat pada Februari 2013.

Pada AEM Retreat pada bulan Maret 2013 di Hanoi, Vietnam, AEM memutuskan untuk bernegosiasi secara bilateral dengan Hong Kong dalam bentuk FTA ASEAN-Hong Kong (AHK FTA) daripada harus aksesi Hong Kong ke ACFTA. Keputusan yang dibuat oleh Menteri disambut oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN yang diselenggarakan pada bulan April 2013. Selama Konsultasi SEOM-HK yang diselenggarakan pada Juni 2013, ASEAN menjelaskan proses ASEAN dalam memulai sebuah FTA yang meliputi melakukan studi kelayakan, mengembangkan Terms of Reference (TOR) untuk Trade Negotiating Committee (TNC), mendukung TOR untuk menetapkan TNC dan mengembangkan program kerja.

ASEAN dan Hong Kong sepakat untuk memulai negosiasi pada awal 2014. Hong Kong menggarisbawahi pentingnya FTA

(49)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 33 ini untuk bisnis dan mendesak ASEAN untuk menargetkan kesimpulan dari negosiasi sedini mungkin. Rapat Persiapan ASEAN-Hong Kong, China FTA Negosiasi yang diselenggarakan pada 23 April 2014 telah menyetujui: (i) lingkup dan pengaturan untuk negosiasi AHKFTA; dan (ii) Kerangka Acuan untuk Komite Negosiasi Perdagangan ASEAN-Hong Kong (AHK TNC). FTA yang akan dilakukan meliputi, antara lain, unsur-unsur perdagangan barang dan isu-isu terkait seperti tarif, ketentuan asal barang, tindakan-tindakan non-tarif, prosedur kepabeanan dan fasilitasi perdagangan, ganti rugi perdagangan, hambatan teknis perdagangan (TBT) dan sanitary dan phytosanitary (SPS); perdagangan jasa; investasi; hak kekayaan intelektual; penyelesaian sengketa; masalah horisontal dan kelembagaan; kerjasama ekonomi dan teknis; dan hal lain yang akan disepakati bersama. Selama persiapan-pertemuan, ada tiga (3) isu-isu yang dibahas dalam rincian: (a) Intelectual Property; (b) Investasi; dan (c) Penyelesaian Sengketa. Pada Intelectual Property, ASEAN dan Hong Kong, China sepakat untuk menegaskan kembali hak dan kewajiban di bawah Perjanjian WTO tentang Trade-Related Aspek Hak Kekayaan Intelektual (TRIPS) dan tidak boleh melampaui TRIPS Plus. Berkaitan dengan Investasi, Hong Kong ingin memasukkan mekanisme penyelesaian sengketa yang sesuai di bawah Perjanjian Investasi. Pada Penyelesaian Sengketa, ASEAN dan Hong Kong, China setuju untuk memiliki mekanisme yang sederhana untuk penyelesaian tepat waktu dari perselisihan antara kedua belah pihak tentang hak dan kewajiban mereka di bawah FTA (selain investasi). The AHK TNC akan memulai negosiasi pada pertengahan 2014 yang ditetapkan akan diselenggarakan pada 10-11 Juli 2014 di Hong Kong, Cina.

(50)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 34 2.2 Metodologi Penelitian

2.2.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam analisis ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui diskusi dengan pemangku kepentingan terkait, sedangkan data sekunder bersumber dari BPS, CEIC, COMTRADE, WITS, GTAP Database versi 8 yang diterbitkan tahun 2012 dengan agregasi 129 negara dan 57 sektor. Untuk keperluan penelitian agregasi negaranya adalah negara-negara ASEAN dan Hongkong. Agregasi Negara untuk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Agregasi Negara FTA ASEAN-Hongkong

No. New Region Comprising

Code Description old regions

1 idn Indonesia idn

2 mys Malaysia mys

3 phl Philipins phl

4 sgp Singapura sgp

5 tha Thailand tha

6 vnm Vietnam vnm

7 khm Kamboja khm

8 lao Laos lao

9 hkg Hongkong hkg

10 SEAsia Southeast

Asia xse

11 ROW Rest of World

aus nzl xoc chn jpn kor mng twn xea bgd ind npl pak lka xsa can usa mex xna arg bol bra chl col ecu pry per ury ven xsm cri gtm hnd nic pan slv xca xcb aut bel cyp cze dnk est fin fra deu grc hun irl ita lva ltu lux mlt nld pol prt svk svn esp swe gbr che nor xef alb bgr blr hrv rou rus ukr xee xer kaz kgz xsu arm aze geo bhr irn isr kwt omn qat sau tur are xws egy mar tun xnf cmr civ gha nga sen xwf xcf xac eth ken mdg mwi mus moz tza uga zmb zwe xec bwa nam zaf xsc xtw

(51)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 35 Sedangkan agregasi sektornya berdasarkan 57 sektor dalam GTAP versi 8. Agregasi 57 sektor dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.2.

(52)

Gambar

Gambar 2.1  Kurva perdagangan internasional
Gambar 2.3 Trade Creation
Gambar 2.6. Keseimbangan  Sektor Produksi dan  Konsumsi
Gambar 2.7. Model Keseimbangan Umum Dampak  Tarif untuk Kasus Negara Kecil
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemahaman Konsep Matematika dalam

4 Karyawan harus berusaha bekerja keras untuk hasil maksimal sesuai kompetensi. 5 Karyawan harus saling bekerja sama untuk menghasilkan sinergi optimal

www.lpse.kemenkeu.go.id telah dilaksanakan acara penjelasan Dokumen Lelang Pengadaan Pemeliharaan Perangkat Pendukung DRC Untuk Fungsi Mekanikal Elektrikal Tahun Anggaran 2017

[r]

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Etnosentrisme dalam Memoderasi Niat Beli Produk Domestik (Studi pada

keinginan masyarakat dan pemerintah daerah untuk mendapatkan kewenangan yang lebih besar dalam pengalian potensi sumber-sumber pendapatan asli daerah dan pengelolahannya

Pendidik kesehatan di FK Unud selalu memperhatikan kesehatannya dengan melakukan pola hidup sehat namun masih ada pendidik kesehatan yang tidak melakukan pemeriksaan