HUBUNGAN KONVERGENSI IFRS DENGAN
MANAJEMEN LABA DAN RELEVANSI NILAI
INFORMASI AKUNTANSI
(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Indonesia dan Malaysia Tahun
2009-2014)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Valentina Pebrianti
NIM: 122114150
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
HUBUNGAN KONVERGENSI IFRS DENGAN
MANAJEMEN LABA DAN RELEVANSI NILAI
INFORMASI AKUNTANSI
(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Indonesia dan Malaysia Tahun
2009-2014)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Valentina Pebrianti
NIM: 122114150
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
“
Dream, Believe, and Make It Happen”
-Skripsi ini kupersembahkan untuk Tuhan Yesus Kristus
-Kedua orang terhebat, almarhum bapak dan mamah yang
aku sayang
-Adikku: Karel, Nael, Jerry
-Keluarga besar Sagala dan Sinaga
-Sahabat-sahabatku yang turut membantu dan memberikan
semangat kepada penulis.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA TULIS ... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN DAFTAR ISI ... viii
HALAMAN DAFTAR TABEL ... x
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xii
ABSTRAK ... xiii
BAB I
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Sistematika Penulisan ... 6
BAB II
LANDASAN TEORI ... 8
A. International Financial Reporting Standard (IFRS)... 8
B. Manajemen Laba ... 11
C. Relevansi Nilai Informasi Akuntansi ... 13
D. Konvergensi IFRS dan Manajemen Laba ... 14
E. Konvergensi IFRS dan Relevansi Nilai Informasi Akuntansi ... 17
F. Penelitian Terdahulu ... 19
G. Model Penelitian ... 21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN ... 22
A. Jenis Penelitian ... 22
B. Objek Penelitian ... 22
C. Populasi Sasaran ... 22
D. Jenis dan Sumber Data ... 23
E. Pengukuran Variabel Penelitian ... 24
ix
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 31
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 31
B. Deskripsi Populasi Sasaran ... 31
BAB V
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 35
A. Deskripsi Data ... 35
1. Pengklasifikasian Variabel ... 35
2. Menganalisis Hubungan Variabel Penelitian ... 44
a. Hubungan IFRS dan Manajemen Laba di Perusahaan
Manufaktur Indonesia ... 45
b. Hubungan IFRS dan Manajemen Laba di Perusahaan
Manufaktur Indonesia ... 46
c. Hubungan IFRS dan Relevansi Nilai Informasi
Akuntansi di Perusahaan Manufaktur Indonesia ... 48
d. Hubungan IFRS dan Relevansi Nilai Informasi
Akuntansi di Perusahaan Manufaktur Malaysia ... 51
3. Pembahasan ... 53
a. Hubungan Konvergensi IFRS dan Tingkat Manajemen
Laba ... 53
b. Hubungan Konvergensi IFRS dan Relevansi Nilai
Informasi Akuntansi ... 55
BAB VI
PENUTUP ... 59
A. Kesimpulan ... 59
B. Keterbatasan Penelitian ... 60
C. Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
LAMPIRAN ... 63
LAMPIRAN I
Data Perusahaan Indonesia ... 64
LAMPIRAN II
Data Perusahaan Malaysia ... 68
LAMPIRAN III
Data Manajemen Laba Indonesia ... 72
LAMPIRAN IV
Perhitungan Manajemen Laba Indonesia... 84
LAMPIRAN V
Data Relevansi Nilai Informasi Akuntansi Indonesia ... 90
LAMPIRAN VI
Klasifikasi Data Indonesia ... 96
LAMPIRAN VII
Data Manajemen Laba Malaysia ... 104
LAMPIRAN VIII
Perhitungan Manajemen Laba Malaysia ... 116
LAMPIRAN IX
Data Relevansi Nilai Informasi Akuntansi Malaysia ... 128
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Kriteria Pemilihan Populasi Sasaran Pada Perusahaan
Manufaktur Indonesia ... 31
Tabel 4.2 Kriteria Pemilihan Populasi Sasaran Pada Perusahaan
Manufaktur Indonesia ... 32
Tabel 5.1 Statistik Deskriptif Variabel Manajemen Laba Perusahaan
Manufaktur Indonesia dan Malaysia ... 34
Tabel 5.2 Statistik Deskriptif Variabel Manajemen Laba Perusahaan
Manufaktur Indonesia ... 35
Tabel 5.3 Statistik Deskriptif Variabel Manajemen Laba Perusahaan
Manufaktur Indonesia Sebelum dan Sesudah IFRS ... 36
Tabel 5.4 Statistik Deskriptif Variabel Manajemen Laba Perusahaan
Manufaktur Malaysia ... 36
Tabel 5.5 Statistik Deskriptif Variabel Manajemen Laba Perusahaan
Manufaktur Malaysia Sebelum dan Sesudah IFRS ... 37
Tabel 5.6 Statistik Deskriptif Variabel Relevansi Nilai Informasi
Akuntansi Perusahaan Manufaktur Indonesia ... 38
Tabel 5.7 Statistik Deskriptif Variabel Relevansi Nilai Informasi
Akuntansi Perusahaan Manufaktur Malaysia ... 39
Tabel 5.8 Hasil Tabulasi Silang IFRS dan Manajemen Laba di Indonesia ... 45
Tabel 5.9 Hubungan IFRS dan Manajemen Laba di Indonesia ... 46
Tabel 5.10 Hasil Tabulasi Silang IFRS dan Manajemen Laba di Malaysia... 47
Tabel 5.11 Hubungan IFRS dan Manajemen Laba di Malaysia ... 48
Tabel 5.12 Hasil Regresi Relevansi Nilai Informasi Akuntansi Perusahaan
Manufaktur Indonesia ... 48
Tabel 5.13 Hubungan Harga Saham dengan Laba Bersih dan Nilai Buku
Perusahaan Manufaktur Indonesia ... 50
xi
Tabel 5.14 Hasil Regresi Relevansi Nilai Informasi Akuntansi Perusahaan
Manufaktur Malaysia ... 51
Tabel 5.15 Hubungan Harga Saham dengan Laba Bersih dan Nilai Buku
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Model Penelitian ... 21
Gambar 5.1 Gambar Histogram Distribusi Frekuensi Statistik Deskriptif
Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Indonesia ... 41
Gambar 5.2 Gambar Histogram Distribusi Frekuensi Statistik Deskriptif
xiii
ABSTRAK
HUBUNGAN KONVERGENSI IFRS DENGAN
MANAJEMEN LABA DAN RELEVANSI NILAI
INFORMASI AKUNTANSI
(Studi Empiris Pada 50 Perusahaan Manufaktur Indonesia dan Malaysia Tahun
2009-2014)
Valentina Pebrianti
NIM: 122114150
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konvergensi
IFRS, dengan manajemen laba, dan relevansi nilai informasi akuntansi. Jenis
penelitian ini adalah studi korelasional. Penelitian ini penting untuk investor agar
dapat melihat apakah penerapan IFRS menjadikan laporan keuangan lebih
relevan.
Jumlah populasi sasaran sebanyak 50 perusahaan manufaktur Indonesia
dan Malaysia pada tahun 2009-2014. Teknik analisa data yang digunakan adalah
analisis statistik deskriptif.
Penelitian ini menunjukkan bahwa konvergensi IFRS mempunyai
hubungan sangat lemah dan positif dengan manajemen laba. Konvergensi IFRS
mempunyai hubungan lemah terhadap relevansi di Indonesia dan hubungan yang
cukup kuat terhadap relevansi nilai informasi akuntansi di Malaysia.
Kata Kunci: Konvergensi IFRS, Manajemen Laba, Relevansi Nilai Informasi
Akuntansi.
xiv
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP OF IFRS CONVERGENCE WITH PROFIT
MANAGEMENT AND VALUE RELEVANCE ACCOUNTING
INFORMATION VALUES
(Empirical Study oF 50 Manufacturig Companies Listed At Indonesia and
Malaysia in the year 2009-2014)
Valentina Pebrianti
Student Number: 122114150
Sanata Dharma University
Yogyakarta
2016
This research aimed to review the relationship between IFRS convergence
with earnings management and value relevance of accounting information. This
research is important for investors to be able to see whether the implementation of
IFRS will enhance the relevance of financial statements.
The targeted population of this research is 50 top manufacturing
companies in Indonesia and Malaysia in the year 2009-2014. Data analysis
technique used are descriptive statistic analysis and correlation.
The results showed that IFRS convergence had a very weak and positive
relationship with earnings management. The IFRS convergence had a weak
relationship with the value relevance of accounting information for 50 top
manufacturing companies in Indonesia and had a strong enough relationship to the
value relevance of accounting information for 50 top manufacturing companies in
Malaysia.
Keywords: IFRS convergence, Profit Management, Relevance of Accounting
Information Values
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi ini banyak terjadi perubahan di berbagai aspek, mulai
dari aspek ekonomi, aspek hukum dan aspek budaya. Di dalam aspek ekonomi
salah satu perubahan yang terjadi yaitu standar akuntansi internasional, di era
globalisasi ini sangat membutuhkan standarisasi dan keseragaman dalam
penyediaan laporan keuangan. Susanto (2006) dalam Yudianti (2008)
mengemukakan ada tiga alasan utama yang mendorong perlunya konvergensi
(harmonisasi) standar akuntansi internasional yaitu: efisiensi, investasi, dan
perdagangan sekuritas pada lebih dari satu negara atau cross border listing. IASC
dan IASB telah menerbitkan principles-based standards yang disebut sebagai
International Financial Reporting Standards
(IFRS) dan sebelumnya
International Accounting Standards (IAS) Terciptanya seperangkat standar
akuntansi
internasional
akan
mempermudah
perusahaan
yang
akan
memperdagangkan sekuritas mereka pada pasar modal di berbagai negara serta
bermanfaat bagi para analis keuangan dalam melakukan perbandingan laporan
keuangan antar negara untuk bisnis sejenis (Yudianti, 2008).
Meskipun disebut sebagai standar berkualitas tinggi namun hal tersebut
tidak menjamin kemudahan dalam penerapan IFRS di setiap negara, karena
nyatanya setiap negara memiliki kendala yang berbeda-beda. Contohnya, di
Indonesia kendala dalam penerapan IFRS yaitu kecenderungan pembiayaan
perusahaan-perusahaan di Indonesia masih kepada sektor perbankan sehingga
peran investor belum terlalu mempengaruhi perusahaan di Indonesia dan secara
otomatis perusahaan belum merasa butuh untuk menerapkan IFRS di dalam
pembuatan laporan keuangan (Cahyonowati dan Ratmono, 2012).
Beberapa penelitian sebelumnya telah meneliti tentang pengaruh IFRS
terhadap nilai relevansi informasi akuntansi dan manajemen laba. Dalam
penelitian Dwiyanti (2015) di perusahaan Malaysia menunjukkan bahwa
konvergensi IFRS secara statistik tidak mempengaruhi tingkat manajemen laba.
Sedangkan hasil penelitian Cahyonowati dan Ratmono (2012) menunjukkan
bahwa konvergensi IFRS di Indonesia tidak mempunyai pengaruh pada relevansi
nilai informasi akuntansi yaitu laba bersih dan nilai buku ekuitas. Bukti empiris
tersebut juga menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan relevansi nilai
informasi akuntansi perusahaan-perusaahaan publik di Indonesia sebelum dan
sesudah konvergensi IFRS.
Dari hasil penelitian yang ada, negara yang mengkonvergensi IFRS secara
bertahap tidak menunjukkan pengaruh yang begitu signifikan terhadap
manajemen laba. Periode konvergensi yang digunakan dalam penelitian Dwiyanti
(2010) adalah 1 Januari 2012 yaitu ketika Malaysia telah melakukan konvergensi
secara penuh. Pada 1 Januari 2006 Malaysia telah melakukan pengadopsian IFRS
secara parsial. Dalam penelitian Dwiyanti (2010) juga menjelaskan pernyataan
Leuz dan Verrecchia (2000); Ashbaugh dan Pincus (2001); Leuz (2003); Barth
dkk. (2008) bahwa IFRS memiliki kualitas yang lebih baik dari standar domestik,
tetapi belum banyak penelitian yang menunjukkan adanya peningkatan kualitas
sesudah konvergensi IFRS secara penuh pada negara-negara yang melakukan
konvergensi IFRS secara bertahap. Hasil penelitian tersebut sekaligus mampu
menunjukkan bahwa IFRS tidak meningkatkan manajemen laba setelah adanya
konvergensi IFRS secara penuh di Malaysia.
Hasil penelitian Cahyonowati dan Ratmono (2012) membuktikan bahwa
tidak terdapat peningkatan relevansi nilai informasi akuntansi secara keseluruhan
setelah periode konvergensi IFRS disebabkan karena faktor institusional di negara
Indonesia, termasuk didalamnya perlindungan investor yang lemah. Burgstahler
dkk. (2006) dalam Wulandari dan Ayu (2010) menjelaskan bahwa sistem hukum
yang berbeda memiliki kekuatan yang berbeda untuk mengatur dan memberikan
tekanan pada perusahaan untuk menyajikan secara wajar pelaporan keuangan
yang dibuatnya. Besar-kecilnya tekanan tersebut bergantung pada pasar dan
kuat-lemahnya institusi yang ada dalam suatu negara berdasar sistem hukum yang
dianutnya.
Dalam Cahyonowati dan Ratmono (2012) juga menjelaskan pernyataan La
Porta dkk. (2003) bahwa Indonesia merupakan negara yang termasuk kluster
negara-negara code-law. Sistem hukum code-law yaitu sistem hukum yang
memiliki mekanisme monitoring dan perlindungan investor yang lemah sehingga
memiliki praktek manajemen yang lebih tinggi dibanding negara-negara
common-law seperti Inggris dan Amerika Serikat. Cahyonowati & Ratmono (2012) juga
menjelaskan bahwa negara – negara code-law pada umumnya mempunyai model
sistem keuangan yang lebih berorientasi pada pemangku kepentingan (stakeholder
oriented model). Sedangkan negara-negara common-law memiliki sistem hukum
standar dan kebijakan akuntansi yang lebih ketat dan perlindungan hak investor
dan kreditor dengan pelaksanaan berbagai sistem kontrak yang lebih kuat
dibandingkan dengan negara code-law (Graff, 2008; dan La Porta, dkk. 1998
dalam Wulandari dan Ayu, 2010).
Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya, dalam hal pemilihan
populasi baik jenis industri maupun periode penelitian dan dalam penelitian ini
mencoba melihat perbedaan penerapan IFRS di Indonesia dan Malaysia
berdasarkan tingkat manajemen laba dan relevansi nilai informasinya. Kedua
negara tersebut merupakan negara berkembang tetapi memiliki sistem hukum
yang berbeda, Indonesia termasuk negara code-law sedangkan Malaysia termasuk
negara common-law. Oleh karena itu penelitian ini akan menguji hubungan
konvergensi IFRS terhadap manajemen laba dan relevansi nilai informasi
akuntansi dari masing-masing negara serta menguji perbedaan hasil dari kedua
negara tersebut. Penelitian ini menggunakan 50 sampel perusahaan manufaktur
terbesar di Indonesia dan di Malaysia berdasarkan total aset pada tahun 2014.
Berdasarkan perbedaan dari jangka waktu konvergensi di Indonesia dan
Malaysia serta perbedaan sistem hukum yang digunakan yaitu common law dan
code law, penulis mengasumsikan bahwa jangka waktu penerapan IFRS yang
lebih lama akan menghasilkan hubungan yang lebih positif terhadap manajemen
laba dan relevansi nilai informasi akuntansi, serta mengasumsikan bahwa negara
yang menggunakan sistem hukum common-law akan memberikan hasil yang baik
dibandingkan negara yang menggunakan sistem hukum code-law. Sistem hukum
lebih memberikan perlindungan kepada investor
(Graff, 2008; dan La Porta, dkk.
1998 dalam Wulandari dan Ayu, 2010 )
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan latar belakang masalah yang telah dijelaskan
sebelumnya, pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana hubungan antara konvergensi IFRS dan manajemen laba pada
perusahaan manufaktur di Indonesia dan Malaysia?
2. Bagaimana hubungan antara konvergensi IFRS dan relevansi nilai
informasi akuntansi pada perusahaan manufaktur di Indonesia dan
Malaysia?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Mengetahui bagaimana hubungan antara konvergensi IFRS dan
manajemen laba di Indonesia dan Malaysia.
2. Mengetahui bagaimana hubungan antara konvergensi IFRS dan relevansi
nilai informasi akuntansi di Indonesia dan Malaysia.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Akademisi akuntansi
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan bukti baru
mengenai hubungan konvergensi IFRS dengan manajemen laba dan
relevansi nilai informasi akuntansi. Penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan kontribusi terhadap penelitian-penelitian di bidang keuangan
dan dapat dijadikan bahan referensi untuk mata kuliah akuntansi
internasional.
2. Regulator
Hasil dari penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi regulator di
negara dengan tradisi code-law seperti Indonesia yang masih jadi
perdebatan karena IFRS cenderung berorientasi common-law.
E. Sistematika Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan teori-teori pendukung dan hasil penelitian
terdahulu sebagai yang digunakan sebagai acuan penelitian ini
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan jenis penelitian, objek penelitian, teknik
pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik
analisis data yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang
terdapat pada rumusan masalah.
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Bab ini menguraikan gambaran mengenai data yang digunakan
dalam penelitian, cara menentukan populasi sasaran, serta
pengukuran variable penelitian.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang proses data yang dilakukan, analisis
terhadap data, dan temuan empiris yang diperoleh.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian dan analisis data yang
dilakukan pada bab sebelumnya, dan keterbatasan pada saat proses
penelitian. Dari kesimpulan dan keterbatasan pnelitian, penulis
memberikan saran-saran bagi pihak yang berkepentingan dengan
penelitian ini.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. International Financial Reporting Standard (IFRS)
International Financial Reporting Standards (IFRS) merupakan standar
penyusunan pelaporan keuangan yang didorong untuk dilaksanakan oleh banyak
negara di dunia dalam rangka konvergensi menuju terwujudnya penggunaan satu
standar yang sama. IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang disusun
oleh International Accounting Standards Board (IASB). Choi (2003) dalam
Dwiyanti (2015) menjelaskan beberapa tujuan utama IASB, yaitu (1)
mengembangkan satu set standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat
dipahami dan dapat dipaksakan untuk menghasilkan pelaporan keuangan yang
berkualitas, transparan dan dapat diperbandingkan untuk membantu pengguna
dalam membuat keputusan ekonomi, (2) mempromosikan penggunaan dan
pengadopsian standar tersebut secara tepat, (3) mewujudkan konvergensi standar
akuntansi nasional dan standar akuntansi internasional dan standar pelaporan
keuangan internasional. IFRS merupakan kelanjutan dari International Accounting
Standards (IAS) yang sudah ada sejak tahun 1973 dan digunakan secara luas oleh
negara-negara di Eropa, Inggris dan negara-negara persemakmuran Inggris.
Sejak tahun 2005, hampir semua perusahaan publik di negara-negara
Eropa dan beberapa negara lain diwajibkan menyusun laporan keuangan berdasar
IFRS. Regulator berharap bahwa penggunaan IFRS dapat meningkatkan
komparabilitas laporan keuangan, meningkatkan transparansi perusahaan dan
kualitas pelaporan keuangan sehingga menguntungkan investor (Cahyonowati dan
Ratmono, 2012).
Nobes (2010) dalam Qomariah (2013) menjelaskan bahwa penting untuk
membedakan antara adopsi IFRS atau konvergensi IFRS. Pada level negara,
adopsi berarti standar akuntansi nasional secara langsung digantikan dengan
IFRS. Posisi ini diambil oleh negara-negara anggota European Union (EU) yang
sejak tahun 2005 memberlakukan IFRS secara penuh. Sedangkan konvergensi
adalah mekanisme bertahap yang dilakukan suatu negara untuk mengganti standar
akuntansi nasionalnya dengan IFRS. Konvergensi banyak ditemukan dinegara
berkembang, contohnya seperti Indonesia dan Malaysia.
1. Proses Konvergensi IFRS di Indonesia
Indonesia melakukan konvergensi IFRS secara bertahap sejak tahun 2008
hingga 2011 dengan target tahap pertama penerapan IFRS dapat diselesaikan pada
tahun 2012. Tahap-tahap tersebut terdiri dari tahap konvergensi pada tahun 2008
sampai dengan tahun 2010, tahap persiapan akhir yang dilaksanakan selama tahun
2011 dan tahap pengimplementasian PSAK berbasis IFRS serta dilakukan
evaluasi secara komprehensif mulai tahun 2012 (Husin, 2008). Perusahaan go
public dan multinasional di Indonesia diwajibkan untuk menerapkan standar
akuntansi secara konvergen atau secara bertahap terhadap IFRS untuk penyusunan
laporan keuangan pada atau setelah 1 Januari 2012 (Prawinandi, 2012).
2. Proses Konvergensi IFRS di Malaysia
Malaysia melakukan konvergensi IFRS sejak 1 Januari 2006, pengenalan
IFRS di Malaysia dipandang sebagai suatu standar yang dapat menguntungkan
karena reputasi, kualitas dan kredibilitas yang baik dari IFRS tersebut. Malaysian
Accounting Standart Board (MASB) adalah badan independen yang dibentuk
untuk mengatur standar akuntansi di Malaysia. Pada tahun 2008 Financial
Reporting Foundation (FRF) dan Malaysian Accounting Standards Board
(MASB) telah mengumumkan pernyataan tentang rencana mereka untuk
membawa Malaysia untuk konvergensi penuh dengan International Financial
Reporting Standard (IFRS) pada 1 Januari 2012. Menurut MASB dalam Dwiyanti
(2015) misi MASB adalah untuk mengembangkan dan mempromosikan standar
akuntansi dan pelaporan keuangan yang berkualitas tinggi dan konsisten dengan
praktik terbaik internasional untuk kepentingan pengguna, auditor dan masyarakat
di Malaysia. Dalam konteks yang lebih luas, MASB berusaha untuk berpartisipasi
dan berkontribusi dalam pengembangan standar pelaporan keuangan untuk
digunakan secara internasional.
Perusahaan yang terdaftar di Malaysia diwajibkan untuk menyiapkan
laporan keuangan wajib sesuai dengan standar akuntansi yang disetujui dan
diterbitkan oleh Malaysian Accounting Standard Board (MASB). MASB
merupakan sebuah badan independen yang dibentuk untuk mengembangkan dan
menerbitkan standar-standar akuntansi di Malaysia. Rerangka baru ini
menciptakan sebuah proses penetapan standar yang independen yang relevan dan
mewakili semua pihak, termasuk penyusun, pengguna, regulator, dan akuntan.
B. Manajemen Laba
Manajemen laba bukanlah istilah asing dalam dalam bidang akuntansi,
dapat dikatakan bahwa manajemen laba merupakan masalah yang banyak atau
sering dilakukan oleh manajer diperusahaan-perusahaan Indonesia maupun
perusahaan asing. Healy & Wahlen (1999) dalam Dwiyanti (2015)
mendefinisikan manajemen laba sebagai kemampuan manajer menggunakan
pertimbangan dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi yang dapat
mengubah laporan keuangan, sehingga menyesatkan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan atau mengubah hasil kontrak yang bergantung
pada angka akuntansi yang dilaporkan. Sedangkan menurut Cahyati (2011),
manajemen laba merupakan intervensi dari pihak manajemen untuk mengatur laba
yaitu dengan menaikkan atau menurunkan laba akuntansi dengan memanfaatkan
atau kelonggaran penggunaan metode dan prosedur akuntansi karena standar
akuntansi memperbolehkan perusahaan untuk memilih metode akuntansi.
Watts & Zimmerman (1986) dalam Dwiyanti (2015) menjelaskan bahwa
ada tiga hipotesis perusahaan melakukan manajemen laba, tiga hipotesis tersebut
antara lain: 1) Bonus plan hypothesis dimana laba juga sebagai dasar dalam
pemberian bonus kepada karyawan misalnya pada saat keuntungan dijadikan
patokan dalam pemberian bonus, maka akan menciptakan dorongan kepada para
manajer untuk mengatur data keuangan agar dapat menerima bonus seperti yang
diinginkan; 2) Debt (equity) hypothesis menyatakan bahwa perusahaan dengan
rasio debt to equity ratio lebih besar, cenderung untuk memilih prosedur
(menaikkan laba yang dilaporkan sekarang); 3) Political cost hypothesis,
perusahaan cenderung memilih metode akuntansi yang dapat menurunkan laba
bersih yang dilaporkan karena perusahaan besar yang memiliki tingkat laba yang
tinggi dinilai akan mendapat perhatian yang luas dari pemerintah dan regulator
sehingga menyebabkan terjadinya biaya politik, diantaranya muncul intervensi
pemerintah, pengenaan pajak yang lebih tinggi, dan berbagai macam tuntutan lain
yang dapat meningkatkan biaya politik.
Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000)
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi; manajemen
dapat mempengaruhi laba melalui perkiraan terhadap estimasi akuntansi
antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu
depresiasi aset tetap atau amortisasi aset tidak berwujud dan estimasi
biaya garansi.
2. Mengubah metode akuntansi; manajemen laba dapat dilakukan dengan
mengubah metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu
transaksi. Contoh mengubah depresiasi aset tetap dari metode jumlah
angka tahun ke metode garis lurus.
3. Menggeser periode biaya atau pendapatan; manajemen laba dapat
dilakukan dengan menggeser periode atau pendapatan. Contohnya
dengan mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian
sampai pada periode akuntansi periode.
C. Relevansi Nilai Informasi Akuntansi
Francis dan Schipper (1999) dalam Cahyonowati dan Ratmono (2012)
mendefinisikan relevansi nilai informasi akuntansi sebagai kemampuan
angka-angka akuntansi untuk merangkum informasi yang mendasari harga saham,
sehingga relevansi nilai diindikasikan dengan sebuah hubungan statistikal antara
informasi keuangan dan harga atau return saham.
Francis dan Schipper dalam Puspitaningtyas (2012) juga mengungkapkan
bahwa terdapat empat pendekatan dalam memahami relevansi nilai informasi
akuntansi, yaitu: (1) pendekatan analisis fundamental, bahwa informasi akuntansi
menyebabkan perubahan harga pasar dan mendeteksi terjadinya penyimpangan
harga saham; (2) pendekatan prediksi, bahwa informasi akuntansi dikatakan
relevan apabila bermanfaat untuk memprediksi prospek kinerja perusahaan di
masa akan datang; (3) pendekatan perwujudan informasi nilai relevansi, bahwa
informasi akuntansi dikatakan relevan apabila digunakan investor untuk
menetapkan harga saham. Pendekatan ini menyiratkan bahwa relevansi nilai
diukur berdasarkan reaksi pasar terhadap informasi baru dan (4) pendekatan
pengukuran relevansi nilai, bahwa relevansi nilai informasi akuntansi yang
terkandung dalam laporan keuangan diukur oleh kemampuannya untuk
menangkap atau meringkas informasi bisnis dan aktivitas lainnya.
Kualitas informasi akuntansi yang tinggi diindikasikan dengan adanya
hubungan yang kuat antara harga/return saham dan laba serta nilai buku ekuitas
karena kedua informasi akuntansi tersebut mencerminkan kondisi ekonomik
perusahaan (Barth dkk., 2008).
D. Konvergensi IFRS dan Manajemen laba
Peningkatan kualitas laporan keuangan perusahaan melalui penerapan
IFRS dapat mempengaruhi manajemen laba yang dilaporkan. Dengan adanya
IFRS diharapkan setiap unsur dalam laporan keuangan bisa semakin baik. IFRS
berdasarkan principal based yang membatasi perilaku oportunistik manajer dalam
menyajikan angka akuntansi sehingga meningkatkan kualitas informasi untuk
pengambilan keputusan yang tepat oleh investor (Barth dkk., 2008). Dengan
dibatasinya perilaku oportunistik manajer dalam menyajikan angka dalam laporan
keuangan akan meminimalisir manajemen laba.
Dalam Cahyati (2011) menjelaskan ada 3 perbedaan IFRS dengan standar
akuntansi US GAAP yaitu :
1. Nilai wajar, yaitu sebelum digunakan IFRS akuntansi menggunakan historical
cost untuk pengukuran transaksinya. Historical cost merupakan jumlah kas atau
setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diserahkan untuk
memperoleh aset pada saat perolehan atau konstruksi, atau jika dapat diterapkan
jumlah yang dapat diatribusikan langsung ke aset pada saat pertama kali diakui
sesuai dengan persyaratan tertentu di dalam PSAK lain (PSAK 19, revisi 2009).
Kelemahan dari historical cost adalah kurang mencerminkan kondisi yang
sebenarnya. Sedangkan Keunggulan dari historical cost adalah bahwa historical
cost lebih objektif dan lebih verifiable karena didasarkan pada transaksi, namun
demikian pihak manajemen bisa memanfaatkan kelemahan historical cost untuk
melakukan manajemen laba, misalnya pada saat kinerja perusahaan sedang buruk
apabila nilai wajar aset pada tanggal pelaporan lebih besar dari nilai tercatatnya
maka pihak manajemen akan menjual aset tersebut sehingga ada keuntungan yang
terjadi diakui di dalam laporan laba rugi.
Standar IFRS lebih condong pada penggunaan nilai wajar, terutama
property investasi, beberapa aset tak berwujud, aset keuangan, dan aset biologis.
Dengan demikian maka diperlukan sumber daya yang kompeten untuk
menghitung nilai wajar atau bahkan perlu menyewa jasa konsultan penilai
terutama untuk asset-aset yang tidak memiliki nilai pasar aktif. Nilai wajar (fair
value) adalah suatu jumlah yang dapat digunakan sebagai dasar pertukaran asset
atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang paham (knowledgeable) dan
berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm's length transaction).
(IAI,2009). Keuntungan menggunakan nilai wajar adalah bahwa pos-pos aset dan
liabilitas yang dimiliki lebih mencerminkan nilai yang sebenarnya pada saat
tanggal laporan keuangan. Namun terdapat argument yang menolak penggunaan
nilai wajar yang menyatakan bahwa penggunaan nilai wajar menyebabkan
volatilitas dalam laporan keuangan dan mengurangi prediksi dari laba. Namun
jika penggunaan nilai wajar menyebabkan volatilitas yang tinggi hal tersebut
sebenarnya hanya mengungkapkan realitas ekonomi yang sebenarnya (Siregar,
2010). Dengan demikian peralihan dari biaya historis ke nilai wajar diharapkan
akan mengurangi manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan
2.
Principal based, sebelum konvergensi ke IFRS, standar akuntansi di Indonesia
menggunakan US GAAP yang dirumuskan oleh FASB. US GAAP merupakan
standar yang rules based (berbasis aturan). Standar yang berbasis aturan akan
meningkatkan konsistensi dan keterbandingan antar perusahaan dan antar waktu,
namun di sisi lain mungkin kurang relevan karena ketidakmampuan standar
merefleksi kejadian ekonomi entitas yang berbeda antar perusahaan dan antar
waktu. Semakin banyak aturan, maka aturan tersebut akan semakin memiliki
banyak celah untuk dilanggar. Hal ini mengakibatkan aturan akan semakin banyak
untuk menutup celah-celah yang lain. Standar yang detail juga menyediakan
insentif bagi manajemen untuk mengatur transaksi sesuai hasil yang diharapkan
berdasarkan aturan dalam standar. Berbeda dengan US GAAP yang berbasis
aturan standar akuntansi IFRS berbasis prinsip. Pengaturan pada tingkat prinsip
akan meliputi segala hal dibawahnya. Namun kelemahannya, akan dibutuhkan
penalaran, judgement, dan pemahaman yang cukup mendalam dari pembaca
aturan dalam menerapkannya. Standar semacam ini konsisten dengan tujuan
pelaporan keuangan untuk dapat menggambarkan kejadian yang sesungguhnya di
perusahaan. Standar berbasis prinsip memberi keunggulan dalam hal
memungkinkan manajer memilih perlakuan akuntansi yang merefleksikan
transaksi atau kejadian ekonomi yang mendasarinya, meskipun hal sebaliknya
dapat terjadi. Standar berbasis prinsip memungkinkan manajer, anggota komite
audit, dan auditor menerapkan judgment profesionalnya untuk lebih fokus pada
merefleksi kejadian atau transaksi ekonomi secara substansial, tidak sekedar
melaporkan transaksi atau kejadian ekonomi sesuai dengan standar.
3. Persyaratan pengungkapan yang lebih banyak dan lebih rinci, IFRS
mensyaratkan pengungkapan berbagai informasi tentang risiko baik kualitatif
maupun kuantitatif. Pengungkapan dalam laporan keuangan harus sejalan dengan
data atau informasi yang dipakai untuk pengambilan keputusan yang diambil oleh
manajemen. Tingkat pengungkapan yang makin mendekati pengungkapan penuh
(full disclosure) akan mengurangi tingkat asimetri informasi (ketidakseimbangan
informasi) antara manajer dengan pihak pengguna laporan keuangan. Asimetri
informasi adalah kondisi dimana manajer mempunyai informasi superior
dibandingkan dengan pihak lain. Oleh karena itu manajer akan melakukan
dysfunctional behavior dengan melakukan manajemen laba terutama jika
informasi tersabut terkait dengan pengukuran kinerja manajer. Jadi dapat
disimpulkan kondisi informasi asimteri inilah yang merupakan kondisi yang
dibutuhkan untuk dilakukannya manajemen laba.
IFRS menjanjikan laporan keuangan yang lebih akurat, komprehensif, dan
tepat waktu. Salah satu penekanan dalam IFRS adalah penggunaan ekstensif nilai
wajar dalam penggabungan usaha, aset tetap dan investasi properti. Penggunaan
ekstensif nilai wajar diharapkan dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih
relevan, tepat waktu, dapat dipercaya dan transparan. Dwiyanti (2015) dalam
penelitiannya menemukan bahwa IFRS tidak meningkatkan kualitas laba setelah
adanya pengadopsian IFRS secara penuh di Malaysia.
E. Konvergensi IFRS dan Relevansi Nilai Informasi Akuntansi
Tujuan dari analisis laporan keuangan adalah untuk menaksir nilai
perusahaan. Relevansi nilai informasi akuntansi merupakan konsep yang
membahas tentang berbagai makna dan ukuran yang berkenaan dengan akuntansi.
Scott (2006:137) dalam Adhani (2012) mengatakan bahwa konsep relevansi nilai
informasi akuntansi menjelaskan tentang bagaimana reaksi investor saat
pengumuman informasi akuntansi yang terdapat pada laporan keuangan. Reaksi
dari investor akan membuktikan bahwa kandungan informasi akuntansi
merupakan isu yang sangat penting dalam proses pertimbangan pengambilan
keputusan investasi.
Dalam Puspitaningtyas (2012), Beaver (2002) memberikan definisi
relevansi nilai informasi akuntansi sebagai kemampuan informasi akuntansi dalam
menjelaskan (explanatory power) nilai suatu perusahaan. Relevansi nilai
bermanfaat untuk menginvestigasi hubungan empiris antara nilai-nilai pasar
saham (stock market values) dengan informasi akuntansi yang dimaksudkan untuk
menilai pengaruh angka-angka akuntansi tersebut dalam penilaian fundamental
perusahaan. Kualitas informasi akuntansi yang tinggi diindikasikan dengan
adanya hubungan yang kuat antara harga/return saham dan laba serta nilai buku
ekuitas karena kedua informasi akuntansi tersebut mencerminkan kondisi
ekonomik perusahaan (Barth dkk., 2008).
Barth dkk., (2008) berargumen bahwa IFRS sebagai principles based
standards lebih dapat meningkatkan relevansi nilai informasi akuntansi.
Hal ini
karena pengukuran dengan fair value lebih dapat menggambarkan posisi dan
kinerja ekonomik perusahaan. Hal ini lebih dapat membantu investor dalam
mengambil keputusan investasi Di sisi lain penelitian dari Cahyonowati dan
Ratmono (2012) menyatakan bahwa IFRS tidak dapat meningkatkan kualitas
informasi akuntansi setelah mengadopsi IFRS. Van der Meleun dkk., (2007)
dalam Cahyonowati dan Ratmono (2012) menyatakan standar akuntansi yang
disusun IASB tersebut bersifat umum dan kurang detail berbeda dengan rule
tersebut menunjukkan hasil penelitian yang bertentangan yang menunjukkan
bahwa hasil pengadopsian IFRS terhadap relevansi informasi akuntansi masih
belum jelas.
F. Penelitian Terdahulu
1. Penelitian Mengenai Hubungan Antara IFRS dan Manajemen Laba
Penelitian Dwiyanti (2015) membuktikan bahwa pengadopsian
IFRS diperusahaan Malaysia secara statistik tidak mempengaruhi tingkat
manajemen laba. Penelitian Adibah, Ismail dan Anwar (2013)
membuktikan bahwa setelah pengadopsian IFRS tingkat manajemen laba di
perusahaan Malaysia lebih rendah dan relevansi nilai yang lebih tinggi.
Penelitian Claudya (2011) menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan
manajemen laba sebelum dan sesudah konvergensi IFRS. Penelitian
Handayani (2014) menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan manajemen
laba akrual yang signifikan sebelum dan sesudah penerapan Standar
Akuntansi Keuangan (Konvergensi IFRS).
2. Penelitian Mengenai Hubungan IFRS dan Relevansi Nilai Informasi
Akuntansi.
Penelitian Cahyonowati dan Ratmono (2012) membuktikan bahwa
aplikasi standar berbasis IFRS di Indonesia belum dapat meningkatkan
kualitas informasi akuntansi. Penelitian Adhani (2012) membuktikan bahwa
informasi akuntansi (laba dan nilai buku) memiliki relevansi nilai, namun
tidak demikian untuk arus kas pada perusahaan property dan real estate.
Hasil penelitian juga membuktikan bahwa informasi earnings lebih relevan
dibandingkan informasi akuntansi lainnya. Penelitian Puspitaningtyas
(2012) mengindikasikan bahwa informasi akuntansi memberikan makna
manfaat bagi investor. Oleh karena itu, temuan studi ini menambahkan
kekuatan konsep relevansi nilai informasi akuntansi serta kebermanfaatan
informasi akuntansi bagi pelaku pasar (investor).
F. Model Penelitian
Penelitian ini akan menganalisis dan menguji secara empiris hubungan
konvergensi IFRS dengan manajemen laba dan relevansi nilai informasi
akuntansi. Penelitian ini meneliti hubungan antara variabel, sehingga tidak ada
perumusan hipotesis karena kesimpulan dari hasil penelitian ini hanya terbatas
pada populasi sasaran. Model teoritis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:
Gambar 2.1 Model Penelitian
Dari gambar 2.1 dapat dilihat bawah penelitia ini akan melihat hubungan
antara konvergensi IFRS dengan manajemen laba dan hubungan IFRS dengan
relevansi nilai informasi akuntansi diperusahaan manufaktur Indonesia dan
Malaysia
Relevansi Nilai
Informasi
Konvergensi
IFRS
Manajemen laba
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian studi korelasional yang menggunakan
data sekunder. Studi korelasional yaitu penelitian untuk mengetahui hubungan
dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa ada upaya untuk
mempengaruhi variabel tersebut.
B. Objek Penelitian
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa
Efek Malaysia tahun 2008-2014.
C. Populasi Sasaran
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia tahun 2008-2014,
yang memenuhi kriteria di bawah ini.
1. 50 Perusahaan Indonesia dan 50 Perusahaan Malaysia yang memiliki total
aset terbesar pada tahun 2014
2. Perusahaan manufaktur yang konsisten terdaftar dalam Bursa Efek
Indonesia dan Bursa Efek Malaysia periode tahun 2008-2014.
3. Perusahaan manufaktur yang konsisten mempublikasikan laporan
keuangan pada Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia periode
tahun 2008-2014.
4. Menyusun laporan keuangan berbasis IFRS dan tanggal tutup buku 31
Desember.
5. Tersedia data lengkap untuk keseluruhan variabel.
D. Jenis dan Sumber Data
Populasi sasaran penelitian adalah top 50 perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI dan Bursa Malaysia pada tahun 2014. Alasan pemilihan top
50 perusahaan karena penulis beranggapan bahwa top 50 perusahaan tersebut
memiliki aset yang paling liquid (lancar). Penggunaan sampel spesifik
perusahaan manufaktur disebabkan karena jenis industri yang berbeda
memiliki struktur aset yang berbeda. Data keuangan diperoleh dari Laporan
Keuangan Tahunan, Bursa Efek Indonesia dan Bursa Malaysia.
Periode pengamatan pada penelitian ini yaitu antara tahun 2008-2014.
Hal ini dikarenakan Malaysia dan Indonesia mengadopsi IFRS secara penuh
pada tahun 2012, sehingga periode pengamatan dibatasi yaitu tiga tahun
sebelum pengadopsian IFRS dan tiga tahun saat dimulainya dan setelah
pengadopsian IFRS. Tahun 2009, 2010 dan 2011 merupakan periode sebelum
pengadopsian IFRS dan tahun 2012, 2013 dan 2014 merupakan periode
dimulainya dan setelah pengadopsian IFRS.
E. Pengukuran Variabel Penelitian
1. International Financial Reporting Standards (IFRS)
Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh konvergensi IFRS terhadap
manajemen laba dan relevansi nilai informasi akuntansi. Pengukuran IFRS
dilakukan dengan menggunakan variabel dummy. Dalam penelitian ini,
kelompok yang di beri nilai dummy 1 (satu) untuk periode setelah konvergensi
IFRS dan dummy 0 (nol) untuk periode sebelum konvergensi IFRS.
2. Manajemen laba
Givoly dkk., (2010) mengukur manajemen laba dengan menggunakan
persistensi akrual, estimasi kesalahan dalam proses akrual, ketiadaan
manajemen laba dan konservatisme. Givoly dkk., (2010) mengukur ketiadaan
manajemen laba dengan non discretionary accruals menggunakan modified
Jones Model. Angka akrual diskresioner diperoleh dengan melakukan
perhitungan sebagai berikut:
a) Menentukan nilai total akrual (TA) dengan rumus di bawah ini:
TA
it= EBXI
it-CFO
it………...(1)
b) Menentukan nilai parameter k
1,k
2,dan k
3dengan Jones Model
TA
it= k
1+ k
2∆REV
i,t+ k
3PPE
it+
it………..(2)
Sebelum dilakukan regresi OLS, semua variable di skalakan dengan total asset
tahun sebelumnya( A
i,t-1) seperti di bawah ini:
TA
it/A
i,t-1=k
1(1/A
i,t-1) +k
2(∆REV
i,t/ A
i,t-1] + k
3(PPE
it/A
i,
t-1) +
it……….(3)
c) Nilai parameter k
1,k
2,dank
3yang diperoleh dari regresi di atas digunakan
untuk menghitung nilai non discretionary accrual (NDA) dengan rumus
sebagai berikut:
NDA
it= k
1[1/A
i,t-1] + k
2[(∆REV
i,t- ∆AR
i,t)/ A
i,t-1] + k
3(PPE
it/A
i,t-1)……(4)
d) Selanjutnya, discretionary accrual (DA) dapat dihitung dengan rumus di
bawah ini:
DA
it= (TA
it/A
i,t-1) – NDA
it………...………(5)
Keterangan:
TA
it= Total accrual perusahaan i pada periode ke -t
EBXI
it= Laba bersih sebelum extraordinary item perusahaan i pada
periode ke -t
CFO
it= Aliran kas dari aktivitas operasi perusahan i pada periode ke-t
NDA
it= Non- discretionary accrual perusahaan i pada periode ke -t.
A
i,t-1= Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1
∆REV
i,t= Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke -t
∆AR
i,t= Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke -t
PPE
it= Aktiva tetap perusahaan i pada periode ke -t.
DA
it= Discretionary Accrual perusahaan i pada periode ke -t.
it
= Error
Discretionary accrual dapat bernilai positif, nol ataupun negatif. Penelitian
ini menguji manajemen laba secara umum, oleh karena itu nilai discretionary
accrual (DA) diabsolutekan karena penelitian ini berfokus pada perbedaan
tingkat praktik manajemen laba akrual tanpa melihat peningkatan dan
penurunan laba yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Nilai│DA│ yang
terendah adalah nol, semakin tinggi nilai │DA│maka hal ini menunjukkan
semakin besar manajemen laba yang dilakukan perusahaan.
3.Relevansi Nilai Informasi Akuntansi
Relevansi nilai Informasi akuntansi diukur dengan menggunakan model
harga (price model) yang dikembangkan oleh Ohlson (1995), sebagai berikut:
Keterangan:
= Harga saham perusahaan manufaktur pada tanggal 31 Maret pada t+1
= Laba bersih per lembar saham
= Nilai buku ekuitas per lembar saham
Model tersebut diestimasi dengan regresi OLS untuk data periode sebelum
IFRS dan periode dimulainya dan setelah konvergensi IFRS. Pengujian
relevansi nilai menggunakan nilai adjusted R
2yang didapat dari hasil regresi.
R
2mengukur proporsi varian harga saham yang dijelaskan oleh laba bersih
dan nilai buku secara bersama-sama. R
2terletak antara 0 dan 1, kecocokan
model dikatakan “lebih baik” jika R
2semakin dekat dengan 1. Jika nilai
adjusted R
2pada saat periode dimulai dan setelah konvergesi IFRS lebih
besar dibandingkan dengan periode sebelum IFRS maka menunjukkan
peningkatan relevansi nilai informasi akuntansi. Sebaliknya jika nilai
adjusted R
2pada saat periode dimulai dan setelah konvergensi IFRS lebih
kecil dibandingkan dengan periode sebelum IFRS maka menunjukkan bahwa
konvergensi IFRS tidak berpengaruh pada relevansi nilai informasi akuntansi.
F. Teknik Analisis Data
1. Medeskripsikan Data Variabel Penelitian
Analisis data awal dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif yakni
analisis mengenai gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai
rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum dan minimum. Analisis statistik
deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai
manajemen laba (diproxy dengan ketiadaan manajemen laba) dan relevansi nilai
informasi akuntansi.
2. Menganalisis Data Variabel Penelitian
Setelah memperoleh nilai dan deskripsi dari masing-masing variabel
tahapan selanjutnya adalah menganalisis data. Berikut ini adalah tahapan untuk
melakukan analisis data :
a) Mengklasifikasikan Data untuk Setiap Variabel
1) Mengklasifikasikan Data Manajemen Laba
Penelitian ini menggunakan Discreationary Accruals (DA yang
diabsolutekan) karena penelitian ini berfokus pada perbedaan tingkat
praktik manajemen laba akrual tanpa melihat peningkatan dan penurunan
laba yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Sehingga klafikasi
manajemen laba dalam penelitian ini dibagi menjadi 2, yaitu:
1
= Tinggi ( x >
0,2466)
2
= Rendah (0 > x ≥ 0,2466)
2) Mengklasifikasikan Data Relevansi Nilai Informasi Akuntansi
Klasifikasi relevansi nilai informasi akuntansi di bagi menjadi 2
kategori, sebagai berikut:
1 = Relevan
2 = Kurang Relevan
b) Hubungan antara Variabel Penelitian
1) Mendeskripsikan Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini akan dilihat hubungan antara konvergensi
IFRS dengan relevansi nilai informasi akuntansi dan hubungan antara
konvergensi IFRS dengan manajemen laba yang di proxy kan dengan
manajemen laba. Deskripsi data variabel penelitian dianalisis dalam
bentuk tabulasi silang (crosstabs). Analisis tabulasi silang (crosstabs)
menyajikan data dalam bentuk tabulasi yang meliputi baris dan kolom dan
data untuk penyajian crosstabs adalah data berskala nominal atau kategori
(Ghozali, 2011).
Dalam analisis tabulasi silang terdapat beberapa alat statitik yang
dapat digunakan untuk menganalisis hubungan. Untuk menjawab rumusan
masalah dalam penelitian ini penulis akan menggunakan alat statistik eta
yang menganalisis hubungan berskala nominal dan ordinal (rumusan
masalah yang pertama) dan adjusted R
2adalah alat untuk menganalisis
hubungan antarvariabel yang ada dirumusan masalah kedua. Untuk
rumusan masalah kedua yaitu hubungan IFRS dan relevansi nilai informasi
akuntansi dapat dilihat dari besarnya adjusted R
2. Jika besarnya adjusted
R
2pada sata sebelum IFRS lebih besar dibandingkan sesudah IFRS maka
dapat dikatakan bahwa dengan adanya IFRS tidak membuat relevansi nilai
informasi akuntansi meningkat. Sebaliknya jika besar adjusted R
2lebih
kecil pada saat sebelum
IFRS dibanding sesudah IFRS bisa dikatakan
dengan adanya IFRS relevansi nilai informasi akuntansi meningkat.
(2) Menentukan Hubungan dan Arah antar Variabel Penelitian
Tingkat hubungan antarvariabel dapat dilihat dari besarnya nilai
korelasi eta. Korelasi eta dihitung dengan bantuan SPSS 21. Koefisien ini
digunakan pada analisis korelasi sederhana untuk variabel nominal dengan
variabel interval/ rasio dan didasarkan kepada asumsi tertentu mengenai
data yang dapat digunakan. Rumus yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut:
N=
Pedoman untuk menganalisis nilai korelasi dari suatu variabel yaitu
(Sugiyono, 2004) :
Setelah menentukan tingkat hubungan antarvariabel, langkah
selanjutnya yaitu menganalisis arah hubungan. Arah hubungan
antarvariabel dapat diketahui dengan melihat nilai korelasi eta. Berikut ini
adalah langkah-langkah untuk menganalisis arah hubungan dari angka
korelasi :
(1) Angka korelasi bernilai positif menunjukkan arah hubungan antar
variabel yang searah, berarti semakin besar nilai satu variabel, maka
semakin besar pula nilai variabel lainnya.
(2) Angka korelasi bernilai negatif menunjukkan bahwa arah
hubungan antar variabel berlawanan, berarti semakin besar nilai satu
variabel, maka semakin kecil nilai variabel lainnya.
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199
Sangat lemah
0,20 - 0,399
Lemah
0,40 - 0,599
Sedang
0,60 - 0,799
Kuat
31
BAB IV
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah 50 perusahaan manufaktur Indonesia
dan 50 perusahaan manufaktur Malaysia yang memiliki total aset terbesar pada
tahun 2014. Daftar dan profil singkat perusahaan yang menjadi objek dalam
penelitian ini dapat dilihat pada lampiran I dan lampiran II.
B. Deskripsi Populasi Sasaran
1. Populasi Sasaran
Populasi sasaran pada penelitian ini 50 perusahaan manufaktur Indonesia
dan 50 perusahaan manufaktur Malaysia yang memiliki total aset terbesar pada
tahun 2014 dengan periode penelitian 2009-2014. Adapun kriteria penentuan
populasi sasaran dalam penelitian ini akan dijelaskan dan dijabarkan pada tabel
4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1 Kriteria Pemilihan Populasi Sasaran pada Perusahan Manufaktur
Indonesia.
Kriteria Populasi Sasaran
Jumlah
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2014
132
Perusahaan Manufaktur yang tidak memiliki data lengkap untuk
keseluruhan variabel tahun 2008-2014
(35)
Perusahaan Manufaktur yang tidak termasuk 50 perusahaan yang
memiliki total aset terbesar tahun 2014
(47)
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI pada tahun 2014 yaitu sejumlah 132 perusahaan dan terdapat
35 perusahaan yang tidak memiliki data lengkap dari tahun 2008-2014 seperti
total aset tetap, net income, laba bersih per lembar saham, dll. Penelitian ini
menggunakan 50 perusahaan manufaktur terbesar berdasarkan total aset 2014
dan perusahaan yang tidak termasuk 50 perusahaan tersebut sejumlah 47
perusahaan. Daftar perusahaan yang tidak memiliki data lengkap dapat dilihat
pada lampiran 3.
Tabel 4.2 Kriteria Pemilihan Populasi Sasaran pada Perusahaan Malaysia
Kriteria Populasi Sasaran
Jumlah
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Malaysia pada
tahun 2014
424
Perusahaan Manufaktur yang tidak termasuk 50 perusahaan yang
memiliki total aset terbesar tahun 2014
(378)
Perusahaan Manufaktur yang tidak memiliki data lengkap untuk
keseluruhan variabel tahun 2008-2014
(4)
Populasi sasaran
46
Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Malaysia pada tahun 2014 yaitu 424 perusahaan.
Perusahaan sejumlah 378 tidak termasuk perusahaan manufaktur yang
memiliki total aset terbesar pada tahun 2014. Dari 50 perusahaan manufaktur
yang memiliki total aset terbesar 2014 ada sejumlah 4 perusahaan yang tidak
memiliki kelengkapan data yang dibutuhkan dari tahun 2008-2014 seperti
aliran kas dari aktivitas operasi, total aktiva, net income, laba bersih per lembar
saham, dll.
Jumlah populasi sasaran untuk penelitian ini yaitu 50 perusahaan
manufaktur Malaysia tetapi peneliti telah melakukan pengumpulan data
sebanyak 2 kali dan hasil dari pengumpulan data tersebut hanya terkumpul 46
perusahaan manufaktur Malaysia. Daftar 46 perusahaan manufaktur Malaysia
tersebut dapat dilihat di lampiran II.
34