• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KONVERGENSI IFRS DENGAN

MANAJEMEN LABA DAN RELEVANSI NILAI

INFORMASI AKUNTANSI

(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Indonesia dan Malaysia Tahun

2009-2014)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Valentina Pebrianti

NIM: 122114150

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

HUBUNGAN KONVERGENSI IFRS DENGAN

MANAJEMEN LABA DAN RELEVANSI NILAI

INFORMASI AKUNTANSI

(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Indonesia dan Malaysia Tahun

2009-2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Valentina Pebrianti

NIM: 122114150

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

Dream, Believe, and Make It Happen”

-Skripsi ini kupersembahkan untuk Tuhan Yesus Kristus

-Kedua orang terhebat, almarhum bapak dan mamah yang

aku sayang

-Adikku: Karel, Nael, Jerry

-Keluarga besar Sagala dan Sinaga

-Sahabat-sahabatku yang turut membantu dan memberikan

semangat kepada penulis.

(6)
(7)
(8)
(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA TULIS ... vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN DAFTAR ISI ... viii

HALAMAN DAFTAR TABEL ... x

HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xii

ABSTRAK ... xiii

BAB I

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II

LANDASAN TEORI ... 8

A. International Financial Reporting Standard (IFRS)... 8

B. Manajemen Laba ... 11

C. Relevansi Nilai Informasi Akuntansi ... 13

D. Konvergensi IFRS dan Manajemen Laba ... 14

E. Konvergensi IFRS dan Relevansi Nilai Informasi Akuntansi ... 17

F. Penelitian Terdahulu ... 19

G. Model Penelitian ... 21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. Jenis Penelitian ... 22

B. Objek Penelitian ... 22

C. Populasi Sasaran ... 22

D. Jenis dan Sumber Data ... 23

E. Pengukuran Variabel Penelitian ... 24

(10)

ix

BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 31

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 31

B. Deskripsi Populasi Sasaran ... 31

BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 35

A. Deskripsi Data ... 35

1. Pengklasifikasian Variabel ... 35

2. Menganalisis Hubungan Variabel Penelitian ... 44

a. Hubungan IFRS dan Manajemen Laba di Perusahaan

Manufaktur Indonesia ... 45

b. Hubungan IFRS dan Manajemen Laba di Perusahaan

Manufaktur Indonesia ... 46

c. Hubungan IFRS dan Relevansi Nilai Informasi

Akuntansi di Perusahaan Manufaktur Indonesia ... 48

d. Hubungan IFRS dan Relevansi Nilai Informasi

Akuntansi di Perusahaan Manufaktur Malaysia ... 51

3. Pembahasan ... 53

a. Hubungan Konvergensi IFRS dan Tingkat Manajemen

Laba ... 53

b. Hubungan Konvergensi IFRS dan Relevansi Nilai

Informasi Akuntansi ... 55

BAB VI

PENUTUP ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Keterbatasan Penelitian ... 60

C. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN ... 63

LAMPIRAN I

Data Perusahaan Indonesia ... 64

LAMPIRAN II

Data Perusahaan Malaysia ... 68

LAMPIRAN III

Data Manajemen Laba Indonesia ... 72

LAMPIRAN IV

Perhitungan Manajemen Laba Indonesia... 84

LAMPIRAN V

Data Relevansi Nilai Informasi Akuntansi Indonesia ... 90

LAMPIRAN VI

Klasifikasi Data Indonesia ... 96

LAMPIRAN VII

Data Manajemen Laba Malaysia ... 104

LAMPIRAN VIII

Perhitungan Manajemen Laba Malaysia ... 116

LAMPIRAN IX

Data Relevansi Nilai Informasi Akuntansi Malaysia ... 128

(11)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Kriteria Pemilihan Populasi Sasaran Pada Perusahaan

Manufaktur Indonesia ... 31

Tabel 4.2 Kriteria Pemilihan Populasi Sasaran Pada Perusahaan

Manufaktur Indonesia ... 32

Tabel 5.1 Statistik Deskriptif Variabel Manajemen Laba Perusahaan

Manufaktur Indonesia dan Malaysia ... 34

Tabel 5.2 Statistik Deskriptif Variabel Manajemen Laba Perusahaan

Manufaktur Indonesia ... 35

Tabel 5.3 Statistik Deskriptif Variabel Manajemen Laba Perusahaan

Manufaktur Indonesia Sebelum dan Sesudah IFRS ... 36

Tabel 5.4 Statistik Deskriptif Variabel Manajemen Laba Perusahaan

Manufaktur Malaysia ... 36

Tabel 5.5 Statistik Deskriptif Variabel Manajemen Laba Perusahaan

Manufaktur Malaysia Sebelum dan Sesudah IFRS ... 37

Tabel 5.6 Statistik Deskriptif Variabel Relevansi Nilai Informasi

Akuntansi Perusahaan Manufaktur Indonesia ... 38

Tabel 5.7 Statistik Deskriptif Variabel Relevansi Nilai Informasi

Akuntansi Perusahaan Manufaktur Malaysia ... 39

Tabel 5.8 Hasil Tabulasi Silang IFRS dan Manajemen Laba di Indonesia ... 45

Tabel 5.9 Hubungan IFRS dan Manajemen Laba di Indonesia ... 46

Tabel 5.10 Hasil Tabulasi Silang IFRS dan Manajemen Laba di Malaysia... 47

Tabel 5.11 Hubungan IFRS dan Manajemen Laba di Malaysia ... 48

Tabel 5.12 Hasil Regresi Relevansi Nilai Informasi Akuntansi Perusahaan

Manufaktur Indonesia ... 48

Tabel 5.13 Hubungan Harga Saham dengan Laba Bersih dan Nilai Buku

Perusahaan Manufaktur Indonesia ... 50

(12)

xi

Tabel 5.14 Hasil Regresi Relevansi Nilai Informasi Akuntansi Perusahaan

Manufaktur Malaysia ... 51

Tabel 5.15 Hubungan Harga Saham dengan Laba Bersih dan Nilai Buku

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Model Penelitian ... 21

Gambar 5.1 Gambar Histogram Distribusi Frekuensi Statistik Deskriptif

Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Indonesia ... 41

Gambar 5.2 Gambar Histogram Distribusi Frekuensi Statistik Deskriptif

(14)

xiii

ABSTRAK

HUBUNGAN KONVERGENSI IFRS DENGAN

MANAJEMEN LABA DAN RELEVANSI NILAI

INFORMASI AKUNTANSI

(Studi Empiris Pada 50 Perusahaan Manufaktur Indonesia dan Malaysia Tahun

2009-2014)

Valentina Pebrianti

NIM: 122114150

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konvergensi

IFRS, dengan manajemen laba, dan relevansi nilai informasi akuntansi. Jenis

penelitian ini adalah studi korelasional. Penelitian ini penting untuk investor agar

dapat melihat apakah penerapan IFRS menjadikan laporan keuangan lebih

relevan.

Jumlah populasi sasaran sebanyak 50 perusahaan manufaktur Indonesia

dan Malaysia pada tahun 2009-2014. Teknik analisa data yang digunakan adalah

analisis statistik deskriptif.

Penelitian ini menunjukkan bahwa konvergensi IFRS mempunyai

hubungan sangat lemah dan positif dengan manajemen laba. Konvergensi IFRS

mempunyai hubungan lemah terhadap relevansi di Indonesia dan hubungan yang

cukup kuat terhadap relevansi nilai informasi akuntansi di Malaysia.

Kata Kunci: Konvergensi IFRS, Manajemen Laba, Relevansi Nilai Informasi

Akuntansi.

(15)

xiv

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP OF IFRS CONVERGENCE WITH PROFIT

MANAGEMENT AND VALUE RELEVANCE ACCOUNTING

INFORMATION VALUES

(Empirical Study oF 50 Manufacturig Companies Listed At Indonesia and

Malaysia in the year 2009-2014)

Valentina Pebrianti

Student Number: 122114150

Sanata Dharma University

Yogyakarta

2016

This research aimed to review the relationship between IFRS convergence

with earnings management and value relevance of accounting information. This

research is important for investors to be able to see whether the implementation of

IFRS will enhance the relevance of financial statements.

The targeted population of this research is 50 top manufacturing

companies in Indonesia and Malaysia in the year 2009-2014. Data analysis

technique used are descriptive statistic analysis and correlation.

The results showed that IFRS convergence had a very weak and positive

relationship with earnings management. The IFRS convergence had a weak

relationship with the value relevance of accounting information for 50 top

manufacturing companies in Indonesia and had a strong enough relationship to the

value relevance of accounting information for 50 top manufacturing companies in

Malaysia.

Keywords: IFRS convergence, Profit Management, Relevance of Accounting

Information Values

(16)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era globalisasi ini banyak terjadi perubahan di berbagai aspek, mulai

dari aspek ekonomi, aspek hukum dan aspek budaya. Di dalam aspek ekonomi

salah satu perubahan yang terjadi yaitu standar akuntansi internasional, di era

globalisasi ini sangat membutuhkan standarisasi dan keseragaman dalam

penyediaan laporan keuangan. Susanto (2006) dalam Yudianti (2008)

mengemukakan ada tiga alasan utama yang mendorong perlunya konvergensi

(harmonisasi) standar akuntansi internasional yaitu: efisiensi, investasi, dan

perdagangan sekuritas pada lebih dari satu negara atau cross border listing. IASC

dan IASB telah menerbitkan principles-based standards yang disebut sebagai

International Financial Reporting Standards

(IFRS) dan sebelumnya

International Accounting Standards (IAS) Terciptanya seperangkat standar

akuntansi

internasional

akan

mempermudah

perusahaan

yang

akan

memperdagangkan sekuritas mereka pada pasar modal di berbagai negara serta

bermanfaat bagi para analis keuangan dalam melakukan perbandingan laporan

keuangan antar negara untuk bisnis sejenis (Yudianti, 2008).

Meskipun disebut sebagai standar berkualitas tinggi namun hal tersebut

tidak menjamin kemudahan dalam penerapan IFRS di setiap negara, karena

nyatanya setiap negara memiliki kendala yang berbeda-beda. Contohnya, di

Indonesia kendala dalam penerapan IFRS yaitu kecenderungan pembiayaan

perusahaan-perusahaan di Indonesia masih kepada sektor perbankan sehingga

(17)

peran investor belum terlalu mempengaruhi perusahaan di Indonesia dan secara

otomatis perusahaan belum merasa butuh untuk menerapkan IFRS di dalam

pembuatan laporan keuangan (Cahyonowati dan Ratmono, 2012).

Beberapa penelitian sebelumnya telah meneliti tentang pengaruh IFRS

terhadap nilai relevansi informasi akuntansi dan manajemen laba. Dalam

penelitian Dwiyanti (2015) di perusahaan Malaysia menunjukkan bahwa

konvergensi IFRS secara statistik tidak mempengaruhi tingkat manajemen laba.

Sedangkan hasil penelitian Cahyonowati dan Ratmono (2012) menunjukkan

bahwa konvergensi IFRS di Indonesia tidak mempunyai pengaruh pada relevansi

nilai informasi akuntansi yaitu laba bersih dan nilai buku ekuitas. Bukti empiris

tersebut juga menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan relevansi nilai

informasi akuntansi perusahaan-perusaahaan publik di Indonesia sebelum dan

sesudah konvergensi IFRS.

Dari hasil penelitian yang ada, negara yang mengkonvergensi IFRS secara

bertahap tidak menunjukkan pengaruh yang begitu signifikan terhadap

manajemen laba. Periode konvergensi yang digunakan dalam penelitian Dwiyanti

(2010) adalah 1 Januari 2012 yaitu ketika Malaysia telah melakukan konvergensi

secara penuh. Pada 1 Januari 2006 Malaysia telah melakukan pengadopsian IFRS

secara parsial. Dalam penelitian Dwiyanti (2010) juga menjelaskan pernyataan

Leuz dan Verrecchia (2000); Ashbaugh dan Pincus (2001); Leuz (2003); Barth

dkk. (2008) bahwa IFRS memiliki kualitas yang lebih baik dari standar domestik,

tetapi belum banyak penelitian yang menunjukkan adanya peningkatan kualitas

sesudah konvergensi IFRS secara penuh pada negara-negara yang melakukan

(18)

konvergensi IFRS secara bertahap. Hasil penelitian tersebut sekaligus mampu

menunjukkan bahwa IFRS tidak meningkatkan manajemen laba setelah adanya

konvergensi IFRS secara penuh di Malaysia.

Hasil penelitian Cahyonowati dan Ratmono (2012) membuktikan bahwa

tidak terdapat peningkatan relevansi nilai informasi akuntansi secara keseluruhan

setelah periode konvergensi IFRS disebabkan karena faktor institusional di negara

Indonesia, termasuk didalamnya perlindungan investor yang lemah. Burgstahler

dkk. (2006) dalam Wulandari dan Ayu (2010) menjelaskan bahwa sistem hukum

yang berbeda memiliki kekuatan yang berbeda untuk mengatur dan memberikan

tekanan pada perusahaan untuk menyajikan secara wajar pelaporan keuangan

yang dibuatnya. Besar-kecilnya tekanan tersebut bergantung pada pasar dan

kuat-lemahnya institusi yang ada dalam suatu negara berdasar sistem hukum yang

dianutnya.

Dalam Cahyonowati dan Ratmono (2012) juga menjelaskan pernyataan La

Porta dkk. (2003) bahwa Indonesia merupakan negara yang termasuk kluster

negara-negara code-law. Sistem hukum code-law yaitu sistem hukum yang

memiliki mekanisme monitoring dan perlindungan investor yang lemah sehingga

memiliki praktek manajemen yang lebih tinggi dibanding negara-negara

common-law seperti Inggris dan Amerika Serikat. Cahyonowati & Ratmono (2012) juga

menjelaskan bahwa negara – negara code-law pada umumnya mempunyai model

sistem keuangan yang lebih berorientasi pada pemangku kepentingan (stakeholder

oriented model). Sedangkan negara-negara common-law memiliki sistem hukum

(19)

standar dan kebijakan akuntansi yang lebih ketat dan perlindungan hak investor

dan kreditor dengan pelaksanaan berbagai sistem kontrak yang lebih kuat

dibandingkan dengan negara code-law (Graff, 2008; dan La Porta, dkk. 1998

dalam Wulandari dan Ayu, 2010).

Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya, dalam hal pemilihan

populasi baik jenis industri maupun periode penelitian dan dalam penelitian ini

mencoba melihat perbedaan penerapan IFRS di Indonesia dan Malaysia

berdasarkan tingkat manajemen laba dan relevansi nilai informasinya. Kedua

negara tersebut merupakan negara berkembang tetapi memiliki sistem hukum

yang berbeda, Indonesia termasuk negara code-law sedangkan Malaysia termasuk

negara common-law. Oleh karena itu penelitian ini akan menguji hubungan

konvergensi IFRS terhadap manajemen laba dan relevansi nilai informasi

akuntansi dari masing-masing negara serta menguji perbedaan hasil dari kedua

negara tersebut. Penelitian ini menggunakan 50 sampel perusahaan manufaktur

terbesar di Indonesia dan di Malaysia berdasarkan total aset pada tahun 2014.

Berdasarkan perbedaan dari jangka waktu konvergensi di Indonesia dan

Malaysia serta perbedaan sistem hukum yang digunakan yaitu common law dan

code law, penulis mengasumsikan bahwa jangka waktu penerapan IFRS yang

lebih lama akan menghasilkan hubungan yang lebih positif terhadap manajemen

laba dan relevansi nilai informasi akuntansi, serta mengasumsikan bahwa negara

yang menggunakan sistem hukum common-law akan memberikan hasil yang baik

dibandingkan negara yang menggunakan sistem hukum code-law. Sistem hukum

(20)

lebih memberikan perlindungan kepada investor

(

Graff, 2008; dan La Porta, dkk.

1998 dalam Wulandari dan Ayu, 2010 )

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan latar belakang masalah yang telah dijelaskan

sebelumnya, pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana hubungan antara konvergensi IFRS dan manajemen laba pada

perusahaan manufaktur di Indonesia dan Malaysia?

2. Bagaimana hubungan antara konvergensi IFRS dan relevansi nilai

informasi akuntansi pada perusahaan manufaktur di Indonesia dan

Malaysia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Mengetahui bagaimana hubungan antara konvergensi IFRS dan

manajemen laba di Indonesia dan Malaysia.

2. Mengetahui bagaimana hubungan antara konvergensi IFRS dan relevansi

nilai informasi akuntansi di Indonesia dan Malaysia.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Akademisi akuntansi

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan bukti baru

mengenai hubungan konvergensi IFRS dengan manajemen laba dan

(21)

relevansi nilai informasi akuntansi. Penelitian ini juga diharapkan dapat

memberikan kontribusi terhadap penelitian-penelitian di bidang keuangan

dan dapat dijadikan bahan referensi untuk mata kuliah akuntansi

internasional.

2. Regulator

Hasil dari penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi regulator di

negara dengan tradisi code-law seperti Indonesia yang masih jadi

perdebatan karena IFRS cenderung berorientasi common-law.

E. Sistematika Penelitian

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan teori-teori pendukung dan hasil penelitian

terdahulu sebagai yang digunakan sebagai acuan penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan jenis penelitian, objek penelitian, teknik

pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik

analisis data yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang

terdapat pada rumusan masalah.

(22)

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

Bab ini menguraikan gambaran mengenai data yang digunakan

dalam penelitian, cara menentukan populasi sasaran, serta

pengukuran variable penelitian.

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang proses data yang dilakukan, analisis

terhadap data, dan temuan empiris yang diperoleh.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian dan analisis data yang

dilakukan pada bab sebelumnya, dan keterbatasan pada saat proses

penelitian. Dari kesimpulan dan keterbatasan pnelitian, penulis

memberikan saran-saran bagi pihak yang berkepentingan dengan

penelitian ini.

(23)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. International Financial Reporting Standard (IFRS)

International Financial Reporting Standards (IFRS) merupakan standar

penyusunan pelaporan keuangan yang didorong untuk dilaksanakan oleh banyak

negara di dunia dalam rangka konvergensi menuju terwujudnya penggunaan satu

standar yang sama. IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang disusun

oleh International Accounting Standards Board (IASB). Choi (2003) dalam

Dwiyanti (2015) menjelaskan beberapa tujuan utama IASB, yaitu (1)

mengembangkan satu set standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat

dipahami dan dapat dipaksakan untuk menghasilkan pelaporan keuangan yang

berkualitas, transparan dan dapat diperbandingkan untuk membantu pengguna

dalam membuat keputusan ekonomi, (2) mempromosikan penggunaan dan

pengadopsian standar tersebut secara tepat, (3) mewujudkan konvergensi standar

akuntansi nasional dan standar akuntansi internasional dan standar pelaporan

keuangan internasional. IFRS merupakan kelanjutan dari International Accounting

Standards (IAS) yang sudah ada sejak tahun 1973 dan digunakan secara luas oleh

negara-negara di Eropa, Inggris dan negara-negara persemakmuran Inggris.

Sejak tahun 2005, hampir semua perusahaan publik di negara-negara

Eropa dan beberapa negara lain diwajibkan menyusun laporan keuangan berdasar

IFRS. Regulator berharap bahwa penggunaan IFRS dapat meningkatkan

komparabilitas laporan keuangan, meningkatkan transparansi perusahaan dan

(24)

kualitas pelaporan keuangan sehingga menguntungkan investor (Cahyonowati dan

Ratmono, 2012).

Nobes (2010) dalam Qomariah (2013) menjelaskan bahwa penting untuk

membedakan antara adopsi IFRS atau konvergensi IFRS. Pada level negara,

adopsi berarti standar akuntansi nasional secara langsung digantikan dengan

IFRS. Posisi ini diambil oleh negara-negara anggota European Union (EU) yang

sejak tahun 2005 memberlakukan IFRS secara penuh. Sedangkan konvergensi

adalah mekanisme bertahap yang dilakukan suatu negara untuk mengganti standar

akuntansi nasionalnya dengan IFRS. Konvergensi banyak ditemukan dinegara

berkembang, contohnya seperti Indonesia dan Malaysia.

1. Proses Konvergensi IFRS di Indonesia

Indonesia melakukan konvergensi IFRS secara bertahap sejak tahun 2008

hingga 2011 dengan target tahap pertama penerapan IFRS dapat diselesaikan pada

tahun 2012. Tahap-tahap tersebut terdiri dari tahap konvergensi pada tahun 2008

sampai dengan tahun 2010, tahap persiapan akhir yang dilaksanakan selama tahun

2011 dan tahap pengimplementasian PSAK berbasis IFRS serta dilakukan

evaluasi secara komprehensif mulai tahun 2012 (Husin, 2008). Perusahaan go

public dan multinasional di Indonesia diwajibkan untuk menerapkan standar

akuntansi secara konvergen atau secara bertahap terhadap IFRS untuk penyusunan

laporan keuangan pada atau setelah 1 Januari 2012 (Prawinandi, 2012).

(25)

2. Proses Konvergensi IFRS di Malaysia

Malaysia melakukan konvergensi IFRS sejak 1 Januari 2006, pengenalan

IFRS di Malaysia dipandang sebagai suatu standar yang dapat menguntungkan

karena reputasi, kualitas dan kredibilitas yang baik dari IFRS tersebut. Malaysian

Accounting Standart Board (MASB) adalah badan independen yang dibentuk

untuk mengatur standar akuntansi di Malaysia. Pada tahun 2008 Financial

Reporting Foundation (FRF) dan Malaysian Accounting Standards Board

(MASB) telah mengumumkan pernyataan tentang rencana mereka untuk

membawa Malaysia untuk konvergensi penuh dengan International Financial

Reporting Standard (IFRS) pada 1 Januari 2012. Menurut MASB dalam Dwiyanti

(2015) misi MASB adalah untuk mengembangkan dan mempromosikan standar

akuntansi dan pelaporan keuangan yang berkualitas tinggi dan konsisten dengan

praktik terbaik internasional untuk kepentingan pengguna, auditor dan masyarakat

di Malaysia. Dalam konteks yang lebih luas, MASB berusaha untuk berpartisipasi

dan berkontribusi dalam pengembangan standar pelaporan keuangan untuk

digunakan secara internasional.

Perusahaan yang terdaftar di Malaysia diwajibkan untuk menyiapkan

laporan keuangan wajib sesuai dengan standar akuntansi yang disetujui dan

diterbitkan oleh Malaysian Accounting Standard Board (MASB). MASB

merupakan sebuah badan independen yang dibentuk untuk mengembangkan dan

menerbitkan standar-standar akuntansi di Malaysia. Rerangka baru ini

menciptakan sebuah proses penetapan standar yang independen yang relevan dan

mewakili semua pihak, termasuk penyusun, pengguna, regulator, dan akuntan.

(26)

B. Manajemen Laba

Manajemen laba bukanlah istilah asing dalam dalam bidang akuntansi,

dapat dikatakan bahwa manajemen laba merupakan masalah yang banyak atau

sering dilakukan oleh manajer diperusahaan-perusahaan Indonesia maupun

perusahaan asing. Healy & Wahlen (1999) dalam Dwiyanti (2015)

mendefinisikan manajemen laba sebagai kemampuan manajer menggunakan

pertimbangan dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi yang dapat

mengubah laporan keuangan, sehingga menyesatkan pihak-pihak yang

berkepentingan dengan perusahaan atau mengubah hasil kontrak yang bergantung

pada angka akuntansi yang dilaporkan. Sedangkan menurut Cahyati (2011),

manajemen laba merupakan intervensi dari pihak manajemen untuk mengatur laba

yaitu dengan menaikkan atau menurunkan laba akuntansi dengan memanfaatkan

atau kelonggaran penggunaan metode dan prosedur akuntansi karena standar

akuntansi memperbolehkan perusahaan untuk memilih metode akuntansi.

Watts & Zimmerman (1986) dalam Dwiyanti (2015) menjelaskan bahwa

ada tiga hipotesis perusahaan melakukan manajemen laba, tiga hipotesis tersebut

antara lain: 1) Bonus plan hypothesis dimana laba juga sebagai dasar dalam

pemberian bonus kepada karyawan misalnya pada saat keuntungan dijadikan

patokan dalam pemberian bonus, maka akan menciptakan dorongan kepada para

manajer untuk mengatur data keuangan agar dapat menerima bonus seperti yang

diinginkan; 2) Debt (equity) hypothesis menyatakan bahwa perusahaan dengan

rasio debt to equity ratio lebih besar, cenderung untuk memilih prosedur

(27)

(menaikkan laba yang dilaporkan sekarang); 3) Political cost hypothesis,

perusahaan cenderung memilih metode akuntansi yang dapat menurunkan laba

bersih yang dilaporkan karena perusahaan besar yang memiliki tingkat laba yang

tinggi dinilai akan mendapat perhatian yang luas dari pemerintah dan regulator

sehingga menyebabkan terjadinya biaya politik, diantaranya muncul intervensi

pemerintah, pengenaan pajak yang lebih tinggi, dan berbagai macam tuntutan lain

yang dapat meningkatkan biaya politik.

Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000)

dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi; manajemen

dapat mempengaruhi laba melalui perkiraan terhadap estimasi akuntansi

antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu

depresiasi aset tetap atau amortisasi aset tidak berwujud dan estimasi

biaya garansi.

2. Mengubah metode akuntansi; manajemen laba dapat dilakukan dengan

mengubah metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu

transaksi. Contoh mengubah depresiasi aset tetap dari metode jumlah

angka tahun ke metode garis lurus.

3. Menggeser periode biaya atau pendapatan; manajemen laba dapat

dilakukan dengan menggeser periode atau pendapatan. Contohnya

dengan mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian

sampai pada periode akuntansi periode.

(28)

C. Relevansi Nilai Informasi Akuntansi

Francis dan Schipper (1999) dalam Cahyonowati dan Ratmono (2012)

mendefinisikan relevansi nilai informasi akuntansi sebagai kemampuan

angka-angka akuntansi untuk merangkum informasi yang mendasari harga saham,

sehingga relevansi nilai diindikasikan dengan sebuah hubungan statistikal antara

informasi keuangan dan harga atau return saham.

Francis dan Schipper dalam Puspitaningtyas (2012) juga mengungkapkan

bahwa terdapat empat pendekatan dalam memahami relevansi nilai informasi

akuntansi, yaitu: (1) pendekatan analisis fundamental, bahwa informasi akuntansi

menyebabkan perubahan harga pasar dan mendeteksi terjadinya penyimpangan

harga saham; (2) pendekatan prediksi, bahwa informasi akuntansi dikatakan

relevan apabila bermanfaat untuk memprediksi prospek kinerja perusahaan di

masa akan datang; (3) pendekatan perwujudan informasi nilai relevansi, bahwa

informasi akuntansi dikatakan relevan apabila digunakan investor untuk

menetapkan harga saham. Pendekatan ini menyiratkan bahwa relevansi nilai

diukur berdasarkan reaksi pasar terhadap informasi baru dan (4) pendekatan

pengukuran relevansi nilai, bahwa relevansi nilai informasi akuntansi yang

terkandung dalam laporan keuangan diukur oleh kemampuannya untuk

menangkap atau meringkas informasi bisnis dan aktivitas lainnya.

Kualitas informasi akuntansi yang tinggi diindikasikan dengan adanya

hubungan yang kuat antara harga/return saham dan laba serta nilai buku ekuitas

karena kedua informasi akuntansi tersebut mencerminkan kondisi ekonomik

perusahaan (Barth dkk., 2008).

(29)

D. Konvergensi IFRS dan Manajemen laba

Peningkatan kualitas laporan keuangan perusahaan melalui penerapan

IFRS dapat mempengaruhi manajemen laba yang dilaporkan. Dengan adanya

IFRS diharapkan setiap unsur dalam laporan keuangan bisa semakin baik. IFRS

berdasarkan principal based yang membatasi perilaku oportunistik manajer dalam

menyajikan angka akuntansi sehingga meningkatkan kualitas informasi untuk

pengambilan keputusan yang tepat oleh investor (Barth dkk., 2008). Dengan

dibatasinya perilaku oportunistik manajer dalam menyajikan angka dalam laporan

keuangan akan meminimalisir manajemen laba.

Dalam Cahyati (2011) menjelaskan ada 3 perbedaan IFRS dengan standar

akuntansi US GAAP yaitu :

1. Nilai wajar, yaitu sebelum digunakan IFRS akuntansi menggunakan historical

cost untuk pengukuran transaksinya. Historical cost merupakan jumlah kas atau

setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diserahkan untuk

memperoleh aset pada saat perolehan atau konstruksi, atau jika dapat diterapkan

jumlah yang dapat diatribusikan langsung ke aset pada saat pertama kali diakui

sesuai dengan persyaratan tertentu di dalam PSAK lain (PSAK 19, revisi 2009).

Kelemahan dari historical cost adalah kurang mencerminkan kondisi yang

sebenarnya. Sedangkan Keunggulan dari historical cost adalah bahwa historical

cost lebih objektif dan lebih verifiable karena didasarkan pada transaksi, namun

demikian pihak manajemen bisa memanfaatkan kelemahan historical cost untuk

melakukan manajemen laba, misalnya pada saat kinerja perusahaan sedang buruk

apabila nilai wajar aset pada tanggal pelaporan lebih besar dari nilai tercatatnya

(30)

maka pihak manajemen akan menjual aset tersebut sehingga ada keuntungan yang

terjadi diakui di dalam laporan laba rugi.

Standar IFRS lebih condong pada penggunaan nilai wajar, terutama

property investasi, beberapa aset tak berwujud, aset keuangan, dan aset biologis.

Dengan demikian maka diperlukan sumber daya yang kompeten untuk

menghitung nilai wajar atau bahkan perlu menyewa jasa konsultan penilai

terutama untuk asset-aset yang tidak memiliki nilai pasar aktif. Nilai wajar (fair

value) adalah suatu jumlah yang dapat digunakan sebagai dasar pertukaran asset

atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang paham (knowledgeable) dan

berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm's length transaction).

(IAI,2009). Keuntungan menggunakan nilai wajar adalah bahwa pos-pos aset dan

liabilitas yang dimiliki lebih mencerminkan nilai yang sebenarnya pada saat

tanggal laporan keuangan. Namun terdapat argument yang menolak penggunaan

nilai wajar yang menyatakan bahwa penggunaan nilai wajar menyebabkan

volatilitas dalam laporan keuangan dan mengurangi prediksi dari laba. Namun

jika penggunaan nilai wajar menyebabkan volatilitas yang tinggi hal tersebut

sebenarnya hanya mengungkapkan realitas ekonomi yang sebenarnya (Siregar,

2010). Dengan demikian peralihan dari biaya historis ke nilai wajar diharapkan

akan mengurangi manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan

2.

Principal based, sebelum konvergensi ke IFRS, standar akuntansi di Indonesia

menggunakan US GAAP yang dirumuskan oleh FASB. US GAAP merupakan

standar yang rules based (berbasis aturan). Standar yang berbasis aturan akan

meningkatkan konsistensi dan keterbandingan antar perusahaan dan antar waktu,

(31)

namun di sisi lain mungkin kurang relevan karena ketidakmampuan standar

merefleksi kejadian ekonomi entitas yang berbeda antar perusahaan dan antar

waktu. Semakin banyak aturan, maka aturan tersebut akan semakin memiliki

banyak celah untuk dilanggar. Hal ini mengakibatkan aturan akan semakin banyak

untuk menutup celah-celah yang lain. Standar yang detail juga menyediakan

insentif bagi manajemen untuk mengatur transaksi sesuai hasil yang diharapkan

berdasarkan aturan dalam standar. Berbeda dengan US GAAP yang berbasis

aturan standar akuntansi IFRS berbasis prinsip. Pengaturan pada tingkat prinsip

akan meliputi segala hal dibawahnya. Namun kelemahannya, akan dibutuhkan

penalaran, judgement, dan pemahaman yang cukup mendalam dari pembaca

aturan dalam menerapkannya. Standar semacam ini konsisten dengan tujuan

pelaporan keuangan untuk dapat menggambarkan kejadian yang sesungguhnya di

perusahaan. Standar berbasis prinsip memberi keunggulan dalam hal

memungkinkan manajer memilih perlakuan akuntansi yang merefleksikan

transaksi atau kejadian ekonomi yang mendasarinya, meskipun hal sebaliknya

dapat terjadi. Standar berbasis prinsip memungkinkan manajer, anggota komite

audit, dan auditor menerapkan judgment profesionalnya untuk lebih fokus pada

merefleksi kejadian atau transaksi ekonomi secara substansial, tidak sekedar

melaporkan transaksi atau kejadian ekonomi sesuai dengan standar.

3. Persyaratan pengungkapan yang lebih banyak dan lebih rinci, IFRS

mensyaratkan pengungkapan berbagai informasi tentang risiko baik kualitatif

maupun kuantitatif. Pengungkapan dalam laporan keuangan harus sejalan dengan

data atau informasi yang dipakai untuk pengambilan keputusan yang diambil oleh

(32)

manajemen. Tingkat pengungkapan yang makin mendekati pengungkapan penuh

(full disclosure) akan mengurangi tingkat asimetri informasi (ketidakseimbangan

informasi) antara manajer dengan pihak pengguna laporan keuangan. Asimetri

informasi adalah kondisi dimana manajer mempunyai informasi superior

dibandingkan dengan pihak lain. Oleh karena itu manajer akan melakukan

dysfunctional behavior dengan melakukan manajemen laba terutama jika

informasi tersabut terkait dengan pengukuran kinerja manajer. Jadi dapat

disimpulkan kondisi informasi asimteri inilah yang merupakan kondisi yang

dibutuhkan untuk dilakukannya manajemen laba.

IFRS menjanjikan laporan keuangan yang lebih akurat, komprehensif, dan

tepat waktu. Salah satu penekanan dalam IFRS adalah penggunaan ekstensif nilai

wajar dalam penggabungan usaha, aset tetap dan investasi properti. Penggunaan

ekstensif nilai wajar diharapkan dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih

relevan, tepat waktu, dapat dipercaya dan transparan. Dwiyanti (2015) dalam

penelitiannya menemukan bahwa IFRS tidak meningkatkan kualitas laba setelah

adanya pengadopsian IFRS secara penuh di Malaysia.

E. Konvergensi IFRS dan Relevansi Nilai Informasi Akuntansi

Tujuan dari analisis laporan keuangan adalah untuk menaksir nilai

perusahaan. Relevansi nilai informasi akuntansi merupakan konsep yang

membahas tentang berbagai makna dan ukuran yang berkenaan dengan akuntansi.

Scott (2006:137) dalam Adhani (2012) mengatakan bahwa konsep relevansi nilai

informasi akuntansi menjelaskan tentang bagaimana reaksi investor saat

pengumuman informasi akuntansi yang terdapat pada laporan keuangan. Reaksi

(33)

dari investor akan membuktikan bahwa kandungan informasi akuntansi

merupakan isu yang sangat penting dalam proses pertimbangan pengambilan

keputusan investasi.

Dalam Puspitaningtyas (2012), Beaver (2002) memberikan definisi

relevansi nilai informasi akuntansi sebagai kemampuan informasi akuntansi dalam

menjelaskan (explanatory power) nilai suatu perusahaan. Relevansi nilai

bermanfaat untuk menginvestigasi hubungan empiris antara nilai-nilai pasar

saham (stock market values) dengan informasi akuntansi yang dimaksudkan untuk

menilai pengaruh angka-angka akuntansi tersebut dalam penilaian fundamental

perusahaan. Kualitas informasi akuntansi yang tinggi diindikasikan dengan

adanya hubungan yang kuat antara harga/return saham dan laba serta nilai buku

ekuitas karena kedua informasi akuntansi tersebut mencerminkan kondisi

ekonomik perusahaan (Barth dkk., 2008).

Barth dkk., (2008) berargumen bahwa IFRS sebagai principles based

standards lebih dapat meningkatkan relevansi nilai informasi akuntansi.

Hal ini

karena pengukuran dengan fair value lebih dapat menggambarkan posisi dan

kinerja ekonomik perusahaan. Hal ini lebih dapat membantu investor dalam

mengambil keputusan investasi Di sisi lain penelitian dari Cahyonowati dan

Ratmono (2012) menyatakan bahwa IFRS tidak dapat meningkatkan kualitas

informasi akuntansi setelah mengadopsi IFRS. Van der Meleun dkk., (2007)

dalam Cahyonowati dan Ratmono (2012) menyatakan standar akuntansi yang

disusun IASB tersebut bersifat umum dan kurang detail berbeda dengan rule

(34)

tersebut menunjukkan hasil penelitian yang bertentangan yang menunjukkan

bahwa hasil pengadopsian IFRS terhadap relevansi informasi akuntansi masih

belum jelas.

F. Penelitian Terdahulu

1. Penelitian Mengenai Hubungan Antara IFRS dan Manajemen Laba

Penelitian Dwiyanti (2015) membuktikan bahwa pengadopsian

IFRS diperusahaan Malaysia secara statistik tidak mempengaruhi tingkat

manajemen laba. Penelitian Adibah, Ismail dan Anwar (2013)

membuktikan bahwa setelah pengadopsian IFRS tingkat manajemen laba di

perusahaan Malaysia lebih rendah dan relevansi nilai yang lebih tinggi.

Penelitian Claudya (2011) menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan

manajemen laba sebelum dan sesudah konvergensi IFRS. Penelitian

Handayani (2014) menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan manajemen

laba akrual yang signifikan sebelum dan sesudah penerapan Standar

Akuntansi Keuangan (Konvergensi IFRS).

2. Penelitian Mengenai Hubungan IFRS dan Relevansi Nilai Informasi

Akuntansi.

Penelitian Cahyonowati dan Ratmono (2012) membuktikan bahwa

aplikasi standar berbasis IFRS di Indonesia belum dapat meningkatkan

kualitas informasi akuntansi. Penelitian Adhani (2012) membuktikan bahwa

informasi akuntansi (laba dan nilai buku) memiliki relevansi nilai, namun

(35)

tidak demikian untuk arus kas pada perusahaan property dan real estate.

Hasil penelitian juga membuktikan bahwa informasi earnings lebih relevan

dibandingkan informasi akuntansi lainnya. Penelitian Puspitaningtyas

(2012) mengindikasikan bahwa informasi akuntansi memberikan makna

manfaat bagi investor. Oleh karena itu, temuan studi ini menambahkan

kekuatan konsep relevansi nilai informasi akuntansi serta kebermanfaatan

informasi akuntansi bagi pelaku pasar (investor).

(36)

F. Model Penelitian

Penelitian ini akan menganalisis dan menguji secara empiris hubungan

konvergensi IFRS dengan manajemen laba dan relevansi nilai informasi

akuntansi. Penelitian ini meneliti hubungan antara variabel, sehingga tidak ada

perumusan hipotesis karena kesimpulan dari hasil penelitian ini hanya terbatas

pada populasi sasaran. Model teoritis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:

Gambar 2.1 Model Penelitian

Dari gambar 2.1 dapat dilihat bawah penelitia ini akan melihat hubungan

antara konvergensi IFRS dengan manajemen laba dan hubungan IFRS dengan

relevansi nilai informasi akuntansi diperusahaan manufaktur Indonesia dan

Malaysia

Relevansi Nilai

Informasi

Konvergensi

IFRS

Manajemen laba

(37)

22

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian studi korelasional yang menggunakan

data sekunder. Studi korelasional yaitu penelitian untuk mengetahui hubungan

dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa ada upaya untuk

mempengaruhi variabel tersebut.

B. Objek Penelitian

Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa

Efek Malaysia tahun 2008-2014.

C. Populasi Sasaran

Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia tahun 2008-2014,

yang memenuhi kriteria di bawah ini.

1. 50 Perusahaan Indonesia dan 50 Perusahaan Malaysia yang memiliki total

aset terbesar pada tahun 2014

2. Perusahaan manufaktur yang konsisten terdaftar dalam Bursa Efek

Indonesia dan Bursa Efek Malaysia periode tahun 2008-2014.

(38)

3. Perusahaan manufaktur yang konsisten mempublikasikan laporan

keuangan pada Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia periode

tahun 2008-2014.

4. Menyusun laporan keuangan berbasis IFRS dan tanggal tutup buku 31

Desember.

5. Tersedia data lengkap untuk keseluruhan variabel.

D. Jenis dan Sumber Data

Populasi sasaran penelitian adalah top 50 perusahaan manufaktur yang

terdaftar di BEI dan Bursa Malaysia pada tahun 2014. Alasan pemilihan top

50 perusahaan karena penulis beranggapan bahwa top 50 perusahaan tersebut

memiliki aset yang paling liquid (lancar). Penggunaan sampel spesifik

perusahaan manufaktur disebabkan karena jenis industri yang berbeda

memiliki struktur aset yang berbeda. Data keuangan diperoleh dari Laporan

Keuangan Tahunan, Bursa Efek Indonesia dan Bursa Malaysia.

Periode pengamatan pada penelitian ini yaitu antara tahun 2008-2014.

Hal ini dikarenakan Malaysia dan Indonesia mengadopsi IFRS secara penuh

pada tahun 2012, sehingga periode pengamatan dibatasi yaitu tiga tahun

sebelum pengadopsian IFRS dan tiga tahun saat dimulainya dan setelah

pengadopsian IFRS. Tahun 2009, 2010 dan 2011 merupakan periode sebelum

pengadopsian IFRS dan tahun 2012, 2013 dan 2014 merupakan periode

dimulainya dan setelah pengadopsian IFRS.

(39)

E. Pengukuran Variabel Penelitian

1. International Financial Reporting Standards (IFRS)

Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh konvergensi IFRS terhadap

manajemen laba dan relevansi nilai informasi akuntansi. Pengukuran IFRS

dilakukan dengan menggunakan variabel dummy. Dalam penelitian ini,

kelompok yang di beri nilai dummy 1 (satu) untuk periode setelah konvergensi

IFRS dan dummy 0 (nol) untuk periode sebelum konvergensi IFRS.

2. Manajemen laba

Givoly dkk., (2010) mengukur manajemen laba dengan menggunakan

persistensi akrual, estimasi kesalahan dalam proses akrual, ketiadaan

manajemen laba dan konservatisme. Givoly dkk., (2010) mengukur ketiadaan

manajemen laba dengan non discretionary accruals menggunakan modified

Jones Model. Angka akrual diskresioner diperoleh dengan melakukan

perhitungan sebagai berikut:

a) Menentukan nilai total akrual (TA) dengan rumus di bawah ini:

TA

it

= EBXI

it

-CFO

it

………...(1)

b) Menentukan nilai parameter k

1,

k

2,

dan k

3

dengan Jones Model

TA

it

= k

1

+ k

2

∆REV

i,t

+ k

3

PPE

it

+

it

………..(2)

Sebelum dilakukan regresi OLS, semua variable di skalakan dengan total asset

tahun sebelumnya( A

i,t-1

) seperti di bawah ini:

TA

it

/A

i,t-1

=k

1

(1/A

i,t-1

) +k

2

(∆REV

i,t

/ A

i,t-1

] + k

3

(PPE

it

/A

i

,

t-1

) +

it

……….(3)

c) Nilai parameter k

1,

k

2,

dank

3

yang diperoleh dari regresi di atas digunakan

untuk menghitung nilai non discretionary accrual (NDA) dengan rumus

sebagai berikut:

(40)

NDA

it

= k

1

[1/A

i,t-1

] + k

2

[(∆REV

i,t

- ∆AR

i,t

)/ A

i,t-1

] + k

3

(PPE

it

/A

i,t-1

)……(4)

d) Selanjutnya, discretionary accrual (DA) dapat dihitung dengan rumus di

bawah ini:

DA

it

= (TA

it

/A

i,t-1

) – NDA

it

………...………(5)

Keterangan:

TA

it

= Total accrual perusahaan i pada periode ke -t

EBXI

it

= Laba bersih sebelum extraordinary item perusahaan i pada

periode ke -t

CFO

it

= Aliran kas dari aktivitas operasi perusahan i pada periode ke-t

NDA

it

= Non- discretionary accrual perusahaan i pada periode ke -t.

A

i,t-1

= Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1

∆REV

i,t

= Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke -t

∆AR

i,t

= Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke -t

PPE

it

= Aktiva tetap perusahaan i pada periode ke -t.

DA

it

= Discretionary Accrual perusahaan i pada periode ke -t.

it

= Error

Discretionary accrual dapat bernilai positif, nol ataupun negatif. Penelitian

ini menguji manajemen laba secara umum, oleh karena itu nilai discretionary

accrual (DA) diabsolutekan karena penelitian ini berfokus pada perbedaan

tingkat praktik manajemen laba akrual tanpa melihat peningkatan dan

penurunan laba yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Nilai│DA│ yang

(41)

terendah adalah nol, semakin tinggi nilai │DA│maka hal ini menunjukkan

semakin besar manajemen laba yang dilakukan perusahaan.

3.Relevansi Nilai Informasi Akuntansi

Relevansi nilai Informasi akuntansi diukur dengan menggunakan model

harga (price model) yang dikembangkan oleh Ohlson (1995), sebagai berikut:

Keterangan:

= Harga saham perusahaan manufaktur pada tanggal 31 Maret pada t+1

= Laba bersih per lembar saham

= Nilai buku ekuitas per lembar saham

Model tersebut diestimasi dengan regresi OLS untuk data periode sebelum

IFRS dan periode dimulainya dan setelah konvergensi IFRS. Pengujian

relevansi nilai menggunakan nilai adjusted R

2

yang didapat dari hasil regresi.

R

2

mengukur proporsi varian harga saham yang dijelaskan oleh laba bersih

dan nilai buku secara bersama-sama. R

2

terletak antara 0 dan 1, kecocokan

model dikatakan “lebih baik” jika R

2

semakin dekat dengan 1. Jika nilai

adjusted R

2

pada saat periode dimulai dan setelah konvergesi IFRS lebih

besar dibandingkan dengan periode sebelum IFRS maka menunjukkan

peningkatan relevansi nilai informasi akuntansi. Sebaliknya jika nilai

adjusted R

2

pada saat periode dimulai dan setelah konvergensi IFRS lebih

kecil dibandingkan dengan periode sebelum IFRS maka menunjukkan bahwa

konvergensi IFRS tidak berpengaruh pada relevansi nilai informasi akuntansi.

(42)

F. Teknik Analisis Data

1. Medeskripsikan Data Variabel Penelitian

Analisis data awal dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif yakni

analisis mengenai gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai

rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum dan minimum. Analisis statistik

deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai

manajemen laba (diproxy dengan ketiadaan manajemen laba) dan relevansi nilai

informasi akuntansi.

2. Menganalisis Data Variabel Penelitian

Setelah memperoleh nilai dan deskripsi dari masing-masing variabel

tahapan selanjutnya adalah menganalisis data. Berikut ini adalah tahapan untuk

melakukan analisis data :

a) Mengklasifikasikan Data untuk Setiap Variabel

1) Mengklasifikasikan Data Manajemen Laba

Penelitian ini menggunakan Discreationary Accruals (DA yang

diabsolutekan) karena penelitian ini berfokus pada perbedaan tingkat

praktik manajemen laba akrual tanpa melihat peningkatan dan penurunan

laba yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Sehingga klafikasi

manajemen laba dalam penelitian ini dibagi menjadi 2, yaitu:

(43)

1

= Tinggi ( x >

0,2466)

2

= Rendah (0 > x ≥ 0,2466)

2) Mengklasifikasikan Data Relevansi Nilai Informasi Akuntansi

Klasifikasi relevansi nilai informasi akuntansi di bagi menjadi 2

kategori, sebagai berikut:

1 = Relevan

2 = Kurang Relevan

b) Hubungan antara Variabel Penelitian

1) Mendeskripsikan Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini akan dilihat hubungan antara konvergensi

IFRS dengan relevansi nilai informasi akuntansi dan hubungan antara

konvergensi IFRS dengan manajemen laba yang di proxy kan dengan

manajemen laba. Deskripsi data variabel penelitian dianalisis dalam

bentuk tabulasi silang (crosstabs). Analisis tabulasi silang (crosstabs)

menyajikan data dalam bentuk tabulasi yang meliputi baris dan kolom dan

data untuk penyajian crosstabs adalah data berskala nominal atau kategori

(Ghozali, 2011).

Dalam analisis tabulasi silang terdapat beberapa alat statitik yang

dapat digunakan untuk menganalisis hubungan. Untuk menjawab rumusan

masalah dalam penelitian ini penulis akan menggunakan alat statistik eta

(44)

yang menganalisis hubungan berskala nominal dan ordinal (rumusan

masalah yang pertama) dan adjusted R

2

adalah alat untuk menganalisis

hubungan antarvariabel yang ada dirumusan masalah kedua. Untuk

rumusan masalah kedua yaitu hubungan IFRS dan relevansi nilai informasi

akuntansi dapat dilihat dari besarnya adjusted R

2

. Jika besarnya adjusted

R

2

pada sata sebelum IFRS lebih besar dibandingkan sesudah IFRS maka

dapat dikatakan bahwa dengan adanya IFRS tidak membuat relevansi nilai

informasi akuntansi meningkat. Sebaliknya jika besar adjusted R

2

lebih

kecil pada saat sebelum

IFRS dibanding sesudah IFRS bisa dikatakan

dengan adanya IFRS relevansi nilai informasi akuntansi meningkat.

(2) Menentukan Hubungan dan Arah antar Variabel Penelitian

Tingkat hubungan antarvariabel dapat dilihat dari besarnya nilai

korelasi eta. Korelasi eta dihitung dengan bantuan SPSS 21. Koefisien ini

digunakan pada analisis korelasi sederhana untuk variabel nominal dengan

variabel interval/ rasio dan didasarkan kepada asumsi tertentu mengenai

data yang dapat digunakan. Rumus yang dapat digunakan adalah sebagai

berikut:

N=

Pedoman untuk menganalisis nilai korelasi dari suatu variabel yaitu

(Sugiyono, 2004) :

(45)

Setelah menentukan tingkat hubungan antarvariabel, langkah

selanjutnya yaitu menganalisis arah hubungan. Arah hubungan

antarvariabel dapat diketahui dengan melihat nilai korelasi eta. Berikut ini

adalah langkah-langkah untuk menganalisis arah hubungan dari angka

korelasi :

(1) Angka korelasi bernilai positif menunjukkan arah hubungan antar

variabel yang searah, berarti semakin besar nilai satu variabel, maka

semakin besar pula nilai variabel lainnya.

(2) Angka korelasi bernilai negatif menunjukkan bahwa arah

hubungan antar variabel berlawanan, berarti semakin besar nilai satu

variabel, maka semakin kecil nilai variabel lainnya.

Interval Koefisien

Tingkat Hubungan

0,00 - 0,199

Sangat lemah

0,20 - 0,399

Lemah

0,40 - 0,599

Sedang

0,60 - 0,799

Kuat

(46)

31

BAB IV

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah 50 perusahaan manufaktur Indonesia

dan 50 perusahaan manufaktur Malaysia yang memiliki total aset terbesar pada

tahun 2014. Daftar dan profil singkat perusahaan yang menjadi objek dalam

penelitian ini dapat dilihat pada lampiran I dan lampiran II.

B. Deskripsi Populasi Sasaran

1. Populasi Sasaran

Populasi sasaran pada penelitian ini 50 perusahaan manufaktur Indonesia

dan 50 perusahaan manufaktur Malaysia yang memiliki total aset terbesar pada

tahun 2014 dengan periode penelitian 2009-2014. Adapun kriteria penentuan

populasi sasaran dalam penelitian ini akan dijelaskan dan dijabarkan pada tabel

4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1 Kriteria Pemilihan Populasi Sasaran pada Perusahan Manufaktur

Indonesia.

Kriteria Populasi Sasaran

Jumlah

Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2014

132

Perusahaan Manufaktur yang tidak memiliki data lengkap untuk

keseluruhan variabel tahun 2008-2014

(35)

Perusahaan Manufaktur yang tidak termasuk 50 perusahaan yang

memiliki total aset terbesar tahun 2014

(47)

(47)

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa perusahaan manufaktur yang

terdaftar di BEI pada tahun 2014 yaitu sejumlah 132 perusahaan dan terdapat

35 perusahaan yang tidak memiliki data lengkap dari tahun 2008-2014 seperti

total aset tetap, net income, laba bersih per lembar saham, dll. Penelitian ini

menggunakan 50 perusahaan manufaktur terbesar berdasarkan total aset 2014

dan perusahaan yang tidak termasuk 50 perusahaan tersebut sejumlah 47

perusahaan. Daftar perusahaan yang tidak memiliki data lengkap dapat dilihat

pada lampiran 3.

Tabel 4.2 Kriteria Pemilihan Populasi Sasaran pada Perusahaan Malaysia

Kriteria Populasi Sasaran

Jumlah

Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Malaysia pada

tahun 2014

424

Perusahaan Manufaktur yang tidak termasuk 50 perusahaan yang

memiliki total aset terbesar tahun 2014

(378)

Perusahaan Manufaktur yang tidak memiliki data lengkap untuk

keseluruhan variabel tahun 2008-2014

(4)

Populasi sasaran

46

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Malaysia pada tahun 2014 yaitu 424 perusahaan.

Perusahaan sejumlah 378 tidak termasuk perusahaan manufaktur yang

memiliki total aset terbesar pada tahun 2014. Dari 50 perusahaan manufaktur

yang memiliki total aset terbesar 2014 ada sejumlah 4 perusahaan yang tidak

memiliki kelengkapan data yang dibutuhkan dari tahun 2008-2014 seperti

aliran kas dari aktivitas operasi, total aktiva, net income, laba bersih per lembar

saham, dll.

(48)

Jumlah populasi sasaran untuk penelitian ini yaitu 50 perusahaan

manufaktur Malaysia tetapi peneliti telah melakukan pengumpulan data

sebanyak 2 kali dan hasil dari pengumpulan data tersebut hanya terkumpul 46

perusahaan manufaktur Malaysia. Daftar 46 perusahaan manufaktur Malaysia

tersebut dapat dilihat di lampiran II.

(49)

34

BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Deskripsi data dalam penelitian ini memberikan gambaran secara umum

tentang objek penelitian yang dijadikan populasi sasaran. Data yang akan

dideskripsikan terdiri dari IFRS, manajemen laba dan relevansi nilai informasi

akuntansi.

Konvergensi IFRS dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kategori yaitu

sebelum konvergensi IFRS (2009-2011) dan saat dimulainya dan sesudah

konvergensi IFRS (2012-2014).

Variabel yang akan dihubungkan dengan IFRS dalam penelitian ini yaitu

manajemen laba. Hasil dari statistik deskriptif untuk variabel manajemen laba di

perusahaan manufaktur Indonesia dan Malaysia dari tahun 2009-2014 disajikan

dalam tabel sebagai berikut ini:

Tabel 5.1

Statistik Deskriptif Variabel Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Indonesia

da Malaysia.

Variabel

N

Minimum

Maximum

Mean

Standar

Deviasi

Manajemen Laba

(DA)

(50)

Dari Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa rata-rata manajemen laba di Indonesia

dan Malaysia dari tahun 2009-2015 sebesar 0,2466. Angka tersebut akan dijadikn

patokan untuk mengklasifikasikan data manajemen laba di Indonesia maupun

Malaysia.

Tabel 5.2

Statistik Deskriptif Variabel Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Indonesia

Variabel

N

Minimum

Maximum

Mean

Standar

Deviasi

Manajemen Laba

(DA)

300 0,0018

1,3807

0,0919

0,1367

Sumber: data sekunder yang diolah

Tabel 5.2 menunjukkan jumlah observasi data perusahaan manufaktur

Indonesia yang diolah (N) sebanyak 300 observasi. Data tersebut berupa

discretinonary accruals (DA) yang mengukur manajemen laba, semakin tinggi

nilai DA semakin tinggi tingkat manajemen laba. Nilai rata-rata dan standar

deviasi pada variabel manajemen laba adalah 0,0919 dan 0,1367. Nilai minimum

dari manajemen laba adalah 0,0018 pada PT. Primarindo Asia Infrastructure Tbk

tahun 2014 yang memiliki nilai manajemen laba terendah diantara perusahaan

yang menjadi populasi sasaran. Nilai maksimumnya adalah 1,3807 pada PT. Indal

Aluminium Industry Tbk tahun 2009 yang memiliki nilai manajemen laba

tertinggi diantara perusahaan yang menjadi populasi sasaran.

Selanjutnya untuk melihat perbedaan manajemen laba sebelum dan

sesudah konvergensi IFRS diperusahaan manufaktur Indonesia akan dijelaskan di

tabel berikut ini :

(51)

Tabel 5.3

Statistik Deskriptif Variabel Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Indonesia

Sebelum dan Sesudah IFRS

Variabel

N

Minimum

Maximum

Mean

Standar

Deviasi

Sebelum

IFRS

Manajemen

Laba (DA)

150 0,0201

0,8526

0,0822

0,0921

Sesudah

IFRS

Manajemen

Laba (DA)

150 0,0018

1,3807

0,1016

0,1698

Sumber: data sekunder yang diolah

Dari tabel 5.3 dapat dilihat bahwa sesudah IFRS tingkat manajemen laba

yang dilakukan perusahaan tidak menurun. Walaupun nilai minimumnya menurun

dari 0,0201 menjadi 0,0018 tetapi jika dilihat dari rata-rata nilai manajemen laba

meningkat dari 0,0822 menjadi 0,1016. Hal tersebut dapat menjadi salah satu

bukti bahwa dengan adanya konvergensi IFRS di Indonesia tidak menurunkan

tingkat manajemen laba.

Sedangkan hasil dari statistik deskriptif untuk variabel manajemen laba

perusahaan manufaktur Malaysia dari tahun 2009-2014 disajikan dalam tabel

sebagai berikut ini:

Tabel 5.4

Statistik Deskriptif Variabel Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Malaysia

Variabel

N

Minimum Maximum

Mean

Standar

Deviasi

Manajemen Laba

276

0,0026

4,630

0,4148

0,6140

(52)

Tabel 5.4 menunjukkan jumlah observasi data perusahaan manufaktur

Malaysia yang diolah (N) sebanyak 276 observasi. Data tersebut berupa

discretinonary accruals (DA) yang mengukur manajemen laba, semakin tinggi

nilai DA semakin tinggi tingkat manajemen laba. Nilai rata-rata dan standar

deviasi pada variabel manajemen laba adalah 0,4148 dan 0,6140. Nilai minimum

dari manajemen laba adalah 0,0026 pada Oriental Holdings Berhad tahun 2009

yang memiliki nilai manajemen laba terendah diantara perusahaan yang menjadi

populasi sasaran. Nilai maksimumnya adalah 4,630 pada Kossan Rubber

Industries Berhad tahun 2009 yang memiliki nilai manajemen laba tertinggi

diantara perusahaan yang menjadi populasi sasaran.

Selanjutnya untuk melihat perbedaan manajemen laba sebelum dan

sesudah konvergensi IFRS di perusahaan manufaktur Malaysia akan dijelaskan di

tabel berikut ini :

Tabel 5.5

Statistik Deskriptif Variabel Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur Malaysia

Sebelum dan Sesudah IFRS

Variabel

N

Minimum

Maximum

Mean

Standar

Deviasi

Sebelum

IFRS

Manajemen

Laba (DA)

138

0,0026

4,6298

0,5097

0,7562

Sesudah

IFRS

Manajemen

Laba (DA)

138

0,0065

2,4727

0,3198

0,4263

Sumber: Data sekunder yang diolah

Dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa rata-rata manajemen laba di Malaysia

menurun dengan adanya konvergensi IFRS. Nilai rata-rata menurun dari 0,5097

menjadi 0,3198, begitu juga dengan nilai maksimum yang sama sama menurun.

Gambar

Tabel 5.14  Hasil Regresi Relevansi Nilai Informasi Akuntansi Perusahaan
Gambar 2.1 Model Penelitian
Tabel  4.1    Kriteria  Pemilihan  Populasi  Sasaran  pada  Perusahan  Manufaktur  Indonesia
Tabel 4.2 Kriteria Pemilihan Populasi Sasaran pada Perusahaan Malaysia
+6

Referensi

Dokumen terkait

ARMIRANI S OKRUGLIM ČELIČNIM ŽICAMA (XP 44, XP 44-A) Nazivni napon kabela s XLPE izolacijom i PVC plaštem koji su armirani s okruglim čeličnim žicama iznosi 1 kV te ispitni

Mempraktikkan kombinasi gerak dasar lokomotor, non-lokomotor, dan manipulatif sesuai dengan konsep tubuh, ruang, usaha, dan keterhubungan dalam berbagai permainan

moril.. memberikan keahlian sesuai yang dimiliki dalam program dan memberikan sumbangan tenaga dalam teknis kegiatan, dan d) peran dorongan moril berupa peran

Tujuan dari jaringan syaraf tersebut adalah keseimbangan antara kemampuan untuk merespon secara tepat pola input yang digunakan untuk training ( memorization ) dan kemampuan

2b Pasien tanpa kateter urin saat pengumpulan spesimen/ 48 jam sebelumnya atau permulaan tanda/ gejala, dan ditemukannya satu tanda atau gejala yang menyertai : demam > 38ºC

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “ Frame Rate

Menurut definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sistem informasi geografi merupakan sekumpulan komponen yang memiliki kemampuan untuk mengambil, menyimpan, dan mengolah

Seperti pada studi contoh tapak ULA, maka hasil penelitian tapak pada kegiatan tahap evaluasi (tahap ketiga) menghasilkan informasi geologi rinci meliputi susunan