• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Asupan Berbagai Jenis Biji-Bijian Terhadap Peningkatan Kadar Asam Urat Pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Tugas Akhir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Asupan Berbagai Jenis Biji-Bijian Terhadap Peningkatan Kadar Asam Urat Pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Tugas Akhir"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Asupan Berbagai Jenis Biji-Bijian Terhadap Peningkatan

Kadar Asam Urat Pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus)

Tugas Akhir

Disusun Oleh : Yohana Ikka Maylani

472013017

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Pendahuluan

Asam urat merupakan hasil metabolisme protein di dalam tubuh yang mengalir bersama peredaran darah. Meningkatnya kadar asam urat di dalam darah akan menyebabkan pengendapan di persendian dan membentuk kristal kecil, sehingga menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Pola makan yang salah atau sembarangan, terutama terlalu banyak mengonsumsi makanan yang mengandung purin tinggi merupakan salah satu penyebab seseorang menderita nyeri gout [1]. Penyakit gout adalah penyakit akibat gangguan metabolisme purin yang ditandai dengan hiperurisemia dan serangan sinovitis akut berulang-ulang.

Prevalensi gout/asam urat di Indonesia diperkirakan 1,6 – 13,6/100.000 orang dan meningkat seiring dengan meningkatnya umur [2]. Prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis Nakes di Indonesia 11,9% dan berdasarkan diagnosis atau gejala 24,7%. Prevalensi berdasarkan diagnosis Nakes tertinggi di Bali (19,3%), diikuti Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%), dan Papua (15,4%). Pevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis Nakes atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (33,1%), diikuti Jawa Barat (32,1%), dan Bali (30%) [3].

Faktor yang memengaruhi kadar asam urat digolongkan menjadi tiga, yaitu faktor primer, faktor sekunder, dan faktor predisposisi. Pada faktor primer dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor sekunder dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu produksi asam urat yang berlebihan dan penurunan ekskresi asam urat. Pada faktor predisposisi dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan iklim [4]. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga mekanisme, yaitu:

a. Peningkatan produksi asam urat disebabkan oleh faktor idiopatik primer, makanan yang kaya akan purin, obesitas, alkohol, proses hemolitik, dan psoriasis.

b. Penurunan ekskresi asam urat yang disebabkan oleh idiopatik primer, insufusiensi ginjal, diuretik, diabetes insipidus, hipertensi, asidosis, alkohol, levodopa, ethambutol, dan pirazinamid.

c. Kombinasi antara kedua mekanisme tersebut..

Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin yang mengalir bersama peredaran darah. Purin (adenin dan guanin) merupakan konstituen asam nukleat. Purin selain didapat dari makanan juga berasal dari penghancuran sel-sel tubuh yang

(7)

7

sudah rusak akibat gangguan penyakit atau penggunaan obat kanker (kemoterapi), serta sintesis purin dalam tubuh dari bahan-bahan pangan seperti, CO2, glutamine,

glisin, asam aspartat, dan asam folat [5]. Asam urat disintesis terutama dalam hati, dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat kemudian mengalir melalui darah ke ginjal, tempat zat ini difiltrasi, direabsorpsi sebagian, dan disekskresi sebagian sebelum akhirnya diekskresikan melalui urine. Dalam kondisi tertentu, ginjal tidak lagi mampu mengeluarkan zat asam urat secara seimbang sehingga terjadi kelebihan dalam darah. Kelebihan zat asam urat ini akhirnya menumpuk dan tertimbun pada persendian-persendian di tempat lainnya termasuk di ginjal itu sendiri dalam bentuk kristal-kristal [6]. Asam urat dibentuk dari degenerasi purin baik secara eksogen maupun endogen. Pembentukan purin melalui metabolisme DNA dan RNA merupakan pembentukan secara endogen sedangkan jalur eksogen melalui intake diet tinggi purin [7]. Di dalam tubuh, perputaran purin terjadi secara terus menerus seiring dengan sintesis dan penguraian RNA dan DNA, sehingga walaupun tidak ada asupan purin, tetap terbentuk asam urat dalam jumlah yang substansial.

Penyakit asam urat dapat dialami oleh manusia maupun binatang. Namun pada binatang, misalnya tikus tidak dapat dilihat bagaimana respon dari keadaan asam urat yang tinggi. Pada binatang hanya dapat diketahui dengan tes asam urat melalui darahnya. Kadar rata-rata asam urat di dalam darah atau serum tergantung pada usia dan jenis kelamin. Nilai normal asam urat pada laki-laki adalah 5,1 ± 1,0 mg/dL, sedangkan pada perempuan adalah 4,0 ± 1,0 mg/dL. Nilai ini dapat mengalami peningkatan sampai 9 – 10 mg/dL pada seseorang dengan keadaan gout [8]. Kadar asam urat normal pada tikus jantan strain winstar adalah 4,37±1,11 mg/dl [9].

Dalam penelitian diperlukan hewan uji yang memiliki kemiripan dengan manusia dalam hal faal, anatomi, nutrisi, patologi atau metabolisme dengan manusia [10]. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan hewan uji berupa tikus putih (Rattus norvegicus) dengan berat 150 – 200 gr. Beberapa alasan lain yang membuat peneliti memilih tikus putih sebagai hewan uji adalah sebagai berikut: 1) tikus dapat berkembang biak dengan cepat dan berumur pendek, sehingga pengamatan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, 2) tikus relatif murah dan dapat dibeli dalam jumlah besar, 3) sebagian besar tikus sama secara genetis kecuali jenis

(8)

8

kelamin, sehingga mudah untuk menyeragamkan hasil percobaan medis, 4) secara genetis tikus mirip dengan manusia, sehingga karakteristik biologi dan perilakunya mirip, 5) tikus kecil mudah dalam pemeliharaan serta cepat beradaptasi dengan lingkungan sekitar, dan 6) tikus mudah untuk dideteksi.

Asupan makanan yang mengandung purin secara berlebihan dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Berbagai jenis biji-bijian seperti biji melinjo, kacang kedelai sering disebut masyarakat sebagai bahan makanan yang dapat menyebabkan asam urat. Beras putih juga termasuk bahan makanan yang mengandung protein. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian asupan bebijian terhadap peningkatan kadar asam urat pada tikus putih jantan (Rattus

Norvegicus) strain winstar. Dengan diketahuinya pengaruh asupan bebijian pada

peningkatan kadar asam urat bisa menjadi rujukan masyarakat yang mengalami hiperurisemia/penyakit asam urat dalam mengonsumsi bebijian.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan eksperimental in vivo. Tempat penelitian adalah di Laboratorium Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah berbagai macam jenis biji-bijian, yaitu biji melinjo, kacang kedelai, beras putih, kacang tanah, kacang merah, kacang hijau, dan BR1 (kontrol). Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar asam urat. Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan (Rattus

norvegicus) strain winstar yang berumur 2 – 3 bulan dengan berat badan 150 – 200

gr. Hewan uji dipelihara dalam kondisi kandang, pakan minum dan pencahayaan yang sama. Hewan uji dibagi menjadi 7 kelompok. Terdapat 6 kelompok tikus yang diberi makan biji-bijian, yaitu biji melinjo, kacang kedelai, beras putih, kacang tanah, kacang merah, kacang hijau dan satu kelompok kontrol yang diberi BR 1. Masing-masing kelompok terdiri atas 3 ekor tikus. Sebelum pemberian bahan uji, yaitu pada hari ke-0 semua tikus diambil darahnya pada bagian ekor untuk pemeriksaan kadar asam urat awal. Setiap hari seekor tikus dewasa makan antara 12 gram sampai 20 gram makanan [11]. Biji-bijian diberikan secara oral setiap hari sebanyak 45 gram untuk 3 ekor pada setiap kelompok pemberian selama 15 hari. Hewan uji diberi perlakuan sesuai kelompoknya selama 15 hari. Pada hari ke-5, ke-10, dan ke-15,

(9)

9

dilakukan pengukuran kadar asam urat. Sebelum pengambilan darah bagian ekor disterilkan dengan kapas alkohol 70% kemudian darah diperoleh dari vena lateralis ekor menggunakan jarum lancet. Darah yang didapatkan ± 1 ml yang selanjutnya digunakan untuk penentuan uji asam urat menggunakan alat pengukur kadar asam urat (NESCO). Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode analitik

Saphiro-Wilk dan didapatkan distribusi data normal.

Hasil dan Pembahasan

Hasil pengukuran asam urat tikus yang diberi perlakuan selama 5, 10, dan 15 hari untuk masing-masing kelompok ditabulasi dan dirata-ratakan. Rata-rata kadar asam urat serum tikus pada setiap kelompok seperti terlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Kadar Rerata Asam Urat Tikus dengan Perlakuan Asupan Berbagai Jenis Bebijian

Perlakuan Pengambilan Darah (mg/dl)

Hari ke-0 Hari ke-5 Hari ke-10 Hari ke-15 Kedelai 2,5 3,7 4,3 7,9 Melinjo 2,5 7,1 7,7 20 Beras 2,5 5,9 8,6 17,4 Kacang Tanah 2,5 4,1 6,8 7,2 Kacang Merah 3,1 5,4 6,9 7,5 Kacang Hijau 2,5 5,1 5,9 9 Kontrol : 4,2 mg/dl.

Berdasarkan Tabel 1, kadar asam urat tikus dari masing-masing kelompok mengalami peningkatan selama 4 kali pengambilan, yaitu setelah 15 hari pemberian perlakuan. Kadar rerata asam urat tikus setelah 15 hari paling tinggi terdapat pada perlakuan asupan biji melinjo yaitu sebesar 20 mg/dl, sedangkan yang terendah pada perlakuan asupan kacang tanah yaitu 7,2 mg/dl. Kadar asam urat pada tikus menjadi representasi dari profil makanan terutaman protein yang dikonsumsi oleh tikus

(10)

10

seperti yang ditunjukan pada tabel 2 yakni tentang kandungan protein pada berbagai jenis biji-bijian.

Tabel 2. Besaran Kandungan Protein pada Berbabagi Jenis Bebijian

Jenis Bebijian Kandungan Protein per 100gr (gr) Sumber Melinjo 5 [12] Kedelai 36 [13] Kacang Tanah 25,3 [14] Kacang Merah 25,3 [15] Kacang Hijau 22 [16] Beras 6,18 [17]

Secara umum, kandungan protein kacang-kacangan berkisar antara 20 – 40%. Pada kelompok bahan pangan nabati, kacang-kacangan memilki kandungan protein tinggi: misalnya kedelai (35 %), kacang tanah (25 %), kacang merah (23 %) dan kacang hijau (22 %)[18].

Tabel 3. Hasil Uji Normalitas dengan Metode Uji Shapiro Wilk

Kelompok Signifikansi Kedelai 0,388 Melinjo 0,435 Beras 0,488 Kacang Tanah 0,858 Kacang Merah 0,097 Kacang Hijau 0,082 Kontrol 0,297

(11)

11

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa data berdistribusi normal karena nilai probabilitas di setiap kelompok lebih besar dari 0,05.

Gambar 1. Grafik pola peningkatan kadar asam urat tikus putih jantan pada berbagai jenis asupan bebijian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian berbagai bebijian, seperti kacang kedelai, melinjo, beras, kacang tanah, kacang merah, dan kacang hijau dapat menaikkan kadar asam urat tikus seperti pada gambar 1. Dalam 15 hari pemberian berbagai bebijian dapat membuat kondisi tikus hiperurisemia dibuktikan dengan kadar rerata asam urat tikus pada masing-masing kelompok adalah biji melinjo (20 mg/dl), lalu beras putih (17,4 mg/dl), kacang hijau (9 mg/dl), kacang kedelai (7,9 mg/dl), kacang merah (7,5 mg/dl), dan kacang tanah (7,2 mg/dl). Kadar asam urat normal pada tikus jantan strain winstar adalah 4,37±1,11 mg/dl [9].

Pemberian perasan biji melinjo tidak dapat membuat kondisi tikus hiperurisemia [19]. Hasil yang diperoleh dalam penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini. Pada penelitian ini pemberian biji melinjo justru sangat memengaruhi terhadap kenaikan kadar asam urat tikus yang dibuktikan dengan kadar asam urat tikus saat pengambilan darah terakhir selama 15 hari pemberian sebesar 20 mg/dl. Hal ini dapat terjadi karena dipengaruhi oleh pengolahan biji melinjo dengan cara direbus terlebih dahulu. Proses pembuatan perasan daging biji melinjo adalah dengan perebusan terlebih dahulu selama 10 menit sebelum diparut, dihaluskan, kemudian disaring dan diperas, sedangkan penelitian ini tidak melalui proses pengolahan apapun. Pengolahan pangan, terutama perebusan, dapat menurunkan kandungan purin karena purin lepas ke dalam air rebusan [19]. Pemasakan seperti perebusan dan pengukusan

(12)

12

(boiling dan steaming pada suhu 1000C), broiling (pemanggangan daging), baking (pemanggangan roti), roasting (pengsangraian) dan frying (penggorengan dengan minyak) dengan suhu antara 150– 3000C sangat berpengaruh pada nilai gizi bahan pangan [20]. Penurunan kadar protein dapat terjadi pada tahu, ikan kembung, ayam potong, dan tempe setelah mengalami proses pemasakan. Penurunan kadar protein pada bahan pangan yang direbus tertinggi terjadi pada tahu (3,73%), diikuti oleh ikan kembung (3,12%), ayam potong (1,65%), dan terendah pada tempe (1,37%) [21]. Pengolahan bahan pangan sangat memengaruhi kerusakan yang terjadi pada protein. Semakin tingi suhu dan semakin lama waktu pengolahan semakin tinggi kerusakan protein yang terjadi pada bahan pangan tersebut [22]. Perebusan dapat menurunkan kadar protein dalam bahan pangan. Penurunan kadar protein ini terjadi karena pengolahan dengan menggunakan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi protein protein sehingga terjadi koagulasi dan menurunkan solubilitas atau daya kemampuan larutnya.

Kandungan protein pada melinjo per 100 gram tidak lebih besar dari kandungan protein pada biji-bijian yang lainnya, namun kadar asam urat tikus paling tinggi justru didapat pada kelompok melinjo. Perbedaan besaran kadar asam urat ini dapat disebabkan oleh tingkatan palabilitas tikus terhadap melinjo dibanding biji-bijian yang lainnya. Tingkatan palabilitas tikus terhadap bebijian dibuktikan saat uji palabilitas dengan menggunakan 6 tikus yang sebelumnya dipuasakan selama 24 jam. Masing-masing tikus diberi makan biji-bijian yang berbeda, yaitu melinjo, beras, kacang merah, kacang kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau. Biji-bijian yang lebih cepat habis dimakan adalah melinjo, selanjutnya kacang merah, beras, kacang kedelai, kacang tanah, dan terakhir kacang hijau.

Bebijian merupakan salah satu sumber protein yang terdapat kandungan purin di dalamnya. Berkaitan dengan penyakit asam urat, melinjo adalah salah satu jenis makanan yang sangat dihindari oleh penderita penyakit asam urat. Bahan makanan sumber purin tinggi adalah bahan makanan yang mengandung 150 – 1000 mg purin dalam 100 gram bahan makanan [23]. Kadar purin pada biji melinjo, kedelai, kacang tanah, kacang merah, kacang hijau, dan beras termasuk dalam kriteria bahan makanan dengan sumber purin tinggi. Beberapa jenis makanan diketahui mengandung banyak purin, antara lain daging, kacang-kacangan termasuk kacang

(13)

13

kedelai, bayam, jamur, dan kembang kol. Berbagai jenis bebijian, seperti kacang kedelai, biji melinjo, beras, kacang tanah, kacang merah, dan kacang hijau mampu meningkatkan kadar asam urat pada tikus. Peningkatan kadar asam urat tikus setelah diberi asupan bebijian menjadi bukti adanya hubungan kadar asa urat dan bebijian. Dari hasil penelitian ini bisa menjadi pertimbangan bagi penderita hiperurisemia membatasi konsumsi biji-bijian, baik segi jumlah atau frekuensinya.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, asupan berbagai jenis biji-bijian yang diberikan selama 15 hari mampu meningkatkan kadar asam urat tikus. Kelompok tikus yang memilki kadar rerata asam urat tertinggi setelah diberikan biji-bijian selama 15 hari adalah tikus yang diberi asupan biji melinjo, yaitu sebesar 20 mg/dl dan terendah pada tikus yang diberi asupan kacang tanah, yaitu sebesar 7,2 mg/dl. Besarnya kandungan asam urat juga dipengaruhi dengan tingkatan palabilitas tikus jantan terhadap konsumsi bebijian dan yang paling disukai adalah melinjo, selanjutnya kacang merah, beras, kacang kedelai, kacang tanah, dan terakhir kacang hijau.

Saran

Perlu dilakukan penelitian pengaruh pemberian biji-bijian terhadap kadar asam urat tikus putih jantan dengan bii-bijian serupa namun dengan tekstur yang mudah dicerna.

Daftar Pustaka

[1] Sudewo, B. Tanaman Obat Populer Penggempur Aneka Penyakit. Jakarta: Agromedia Pustaka, 2007.

[2] Tjokroprawiro, Askandar. Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press, 2007.

[3] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan. 2013.

[4] Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC, 2008.

[5] Indriawan,2009.

Penyakit.asamurat/gout.unikom.ac.id/repo/sector/kampus/view/blog/key/.../Peny akit (diakses 7 Februari 2017)

[6] Sandjaya, H. Buku Sakti Pencegah dan Penangkal Asam Urat. Yogyakarta: Mantra Books. 2014

(14)

14

[7] Sarawek, S. Xanthine Oxidase Inhibition and Antioxidant Activity of An Artichoke Leaf Extract (Cynara Scolymus L.) and Its Compounds. Disertasi strata tiga, University of Florida.

[8] Price, S, Wilson, L. Patofisiologi edisi 6. Jakarta : EGC: 1402-1405. 2006. [9] Kusmiyati, A. Kadar Asam Urat Serum dan Urin Tikus Putih Hiperurikemia

Setelah Pemberian Jus Kentang (Solanum tuberosum L.). Universitas Negeri Surakarta, Skripsi, 2008.

[10] Hakim, L. Uji Farmakologi dan Toksikologi Obat Alam pada Hewan Coba. Purwoketo: Prosiding Seminar Herbal Medicine Universitas Muhammadiyah, 2002.

[11] Smith JB, Mangkoewidjojo S. Pemeliharaan, Pembiakan, Dan Penggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. Depok: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). 1988: 44

[12] Asri, Ika, WY. Analisis Usaha Industri Emping Melinjo Skala Rumah Tangga di Kabupaten Magetan. Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Skripsi, 2010.

[13] Winarsi, H. Protein Kedelai dan Kecambah Manfaatnya bagi Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius. 2010.

[14] Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1981.

[15] United State Department of Agliculture. The USDA Food Search for Windows. Human Nutrition. Research Center of Agricultural Research and Service. 2007. [16] Ratnaningsih et. al.Pengaruh Jenis Kavcan Tolo, Proses Pembuatan Dan Jenis

Inokulum Terhadap Perubahan Zat-zat Gizi Pada Fermentasi Tempe Kacang Tolo. Jurnal Penelitian Saintek. Vol.14 (1): 97-128

[18] Sajogyo dkk. Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan di Kota. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 1994.

[19] Taminatun S dan Ningtyas F. Perasan Daun dan Kulit Melinjo (Gnetum

gnemon) sebagai Inducer Asam urat pada Tikus Putih (Rattus norvegicus).

[Laporan Penelitian Kemitraan] [Yogyakarta]: Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, 2016.

[20] Yenrina R, Krisnatuti D. Diet Sehat untuk Penderita Asam Urat. Jakarta: Penebar Swadaya. 2008

[21] Winarno FG. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 2004.

[22] Sundari D, Almasyhuri, Lamid A. Pengaruh Proses Pemasakan terhadap Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein. Media Litbangkes. Vol. 25 (24): 236-241

[23] Setyoningsih R. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hiperurisemia pada Pasien Rawat Jalan RSUP Dr.Kariadi Semarang. Semarang: Artikel Penelitian Universitas Diponegoro, 2009.

Gambar

Tabel 1. Hasil Pengukuran Kadar Rerata Asam Urat Tikus dengan  Perlakuan Asupan Berbagai Jenis Bebijian
Tabel 2. Besaran Kandungan Protein pada Berbabagi Jenis Bebijian  Jenis  Bebijian  Kandungan Protein  per 100gr (gr)  Sumber  Melinjo  5            [12]  Kedelai  36            [13]  Kacang  Tanah  25,3            [14]  Kacang  Merah  25,3            [15]
Gambar 1. Grafik pola peningkatan kadar asam urat tikus putih jantan pada  berbagai jenis asupan bebijian

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan Kondisi Fisik Dan Psikologis (Pengendalian Emosional) Atlet Gulat Pelatda Jawa Barat Dikaitkan Dengan Prestasi Pada Babak Kualifikasi Porda 20141. Universitas

(2007) Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kinerja Mengajar Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa. (2009) Budaya sekolah: Implikasi terhadap proses pembelajaran

Peralatan yang digunakan antara lain timbangan kapasitas 5 kg dengan merk Electronic Kitchen Scale untuk menimbang bahan pakan, 20 unit kandang baterai dengan

Adapun alur penelitian itu mengacu pada model Kemmis dan Mc Taggart yang terdiri atas kegiatan perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi (Depdiknas, 2003:19).

Perbedaan: merancang ulang map berkas rekam medis rawat jalan sebelumnya sudah ada dengan menyesuaikan kebutuhan yang ada di UPT Puskesmas Wonosari II dengan merancang

[r]

Disiplin Kerja Guru Terhadap Efektivitas Manajemen Mutu SMA Swasta.

o Metropolitan Area Network (MAN) : jaringan kecepatan tinggi untuk node yang terdistribusi dalam jarak jauh (biasanya untuk satu kota atau suatu daerah besar).. o Wide Area