• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL. Gambaran Umum Lokasi Penelitian"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. Luas wilayahnya adalah 157,9 Ha. Batas wilayah Kelurahan Bubulak adalah sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Semplak, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Margajaya, sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Situ Gede, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sindang Barang. Kelurahan Bubulak berada pada ketinggian 160 m di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 2500 mm per tahun. Jarak Kelurahan Bubulak ke pusat pemerintahan (orbitas) tidak begitu jauh, yaitu 6 km ke pusat pemerintahan kecamatan, 9 km ke pemerintahan kota, 129 km ke ibukota provinsi, dan 70 km ke ibukota negara. Pertanahan di Kelurahan Bubulak sebagian besar diperuntukan sebagai ladang yaitu sebanyak 68,3 Ha, pemukiman 47,2 Ha, jalan 16,1 Ha, sawah 8 Ha, dan sisanya diperuntukan sebagai perkuburan, bangunan umum, empang, dan lain-lain. Kelurahan Bubulak memiliki 13 RW dan 49 RT yang dihuni oleh 3.574 kepala keluarga. Jumlah penduduknya adalah sebanyak 13.177 jiwa yang terdiri atas laki-laki sebanyak 6.576 jiwa dan perempuan sebanyak 6.601 jiwa. 2

Karakteristik Contoh Besar keluarga

Besar keluarga menunjukkan jumlah individu atau anggota keluarga yang terikat melalui perkawinan, ada hubungan darah, serta tinggal di bawah satu atap. Besar keluarga contoh dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan kategori besar keluarga menurut Hurlock (1980), yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang). Hampir seluruh (98,9%) keluarga contoh berada pada ketegori keluarga kecil dan hanya ada satu keluarga yang termasuk ke dalam kategori keluarga sedang (Tabel 2).

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar Keluarga Jumlah (n=90) Persentase

Keluarga kecil (≤ 4 orang) 89 98,9

Keluarga sedang (5-7 orang) 1 1,1

Rata-rata ± std 3,21 ± 0,44

Min - Max 3 - 5

2

(2)

Usia

Usia adalah lamanya waktu hidup yang dijalani oleh seseorang yang dinyatakan dalam tahun. Pada penelitian ini, pembagian rentang usia menggunakan pendapat Hurlock (1980), yaitu dewasa muda (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir (≥ 60 tahun). Hasil uji deskriptif menunjukkan bahwa usia suami dan istri berkisar antara 22 sampai 47 tahun. Pada Tabel 3 disajikan sebaran contoh berdasarkan usia.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan usia

Usia Suami (n=90) Istri (n=90) Total (n=180)

n % n % n %

Dewasa muda (18-40 tahun) 85 94,4 89 98,9 174 96,7

Dewasa madya (41-60 tahun) 5 5,6 1 1,1 6 3,3

Rata-rata ± std 32,94 ± 4,40 28,08 ± 3,91 30,51 ± 4,82

Min - Max 24 - 47 22 - 41 22 - 47

P-value 0,000***

Ket: *** nyata pada p<0,01

Sebagian besar usia suami (94,4%) dan usia istri (98,9%) berada pada kategori usia dewasa muda. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara usia suami dengan usia istri. Rataan usia suami lebih tinggi daripada rataan usia istri. Rataan usia pada suami sebesar 32,93 tahun, sedangkan rataan usia pada istri sebesar 28,08 tahun.

Usia Menikah

Usia menikah merupakan usia seseorang ketika menikah dimana batas usia yang diperbolehkan untuk menikah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku disuatu negara. Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 Pasal 6 dan 7, batas usia seseorang yang diperbolehkan untuk menikah adalah untuk laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun, namun jika usia keduanya masih dibawah 21 tahun, maka disyaratkan harus mendapatkan izin dari kedua orangtua. Pada Tabel 4 disajikan sebaran contoh berdasarkan usia menikah.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia menikah Usia Menikah

(tahun)

Suami (n=90) Istri (n=90) Total (n=180)

n % n % n % < 21 tahun 2 2,2 21 23,3 23 12,8 ≥ 21 tahun 88 97,8 69 76,7 157 87,2 Rata-rata ± std 27,81 ± 4,20 22,94 ± 3,70 25,38 ± 4,64 Min - Max 20 - 39 16 - 36 16 - 39 P-value 0,000***

(3)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rataan usia menikah suami sebesar 27,81 tahun, sedangkan rataan usia menikah istri sebesar 22,96 tahun. Terdapat perbedaan yang nyata dimana usia menikah suami lebih tinggi daripada istri. Hampir seluruh (97,8%) suami dan dua pertiga (76,7%) istri usia menikahnya diatas 21 tahun. Hal tersebut menjelaskan bahwa usia menikah suami dan istri telah sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan.

Tingkat Pendidikan

Memperoleh ilmu pengetahuan dapat melalui jalur pendidikan, baik secara formal maupun informal. Tingkat pendidikan yang ditamatkan contoh beragam yaitu mulai dari tamat SD hingga lulus Sarjana. Menurut Sumarwan (2002), pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan seseorang dan akan mempengaruhi besar pendapatan yang akan diterimanya. Pada Tabel 5 disajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat

Pendidikan

Suami (n=90) Istri (n=90) Total (n=180)

n % n % n %

Tidak sekolah 0 0,0 2 2,2 2 1,1

Tamat SD 27 30,0 34 37,8 61 33,9

Tidak tamat SMP 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Tamat SMP 21 23,3 23 25,6 44 24,4

Tidak tamat SMA 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Tamat SMA 36 40,0 26 28,9 62 34,4

Diploma (D1/D3) 2 2,2 3 3,3 5 2,8

Sarjana (S1) 4 4,4 2 2,2 6 3,3

Berdasarkan Tabel 5, persentase terbesar suami menamatkan pendidikannya hingga tingkat SMA yaitu sebesar 40 persen, sedangkan persentase terbesar istri tingkat pendidikan yang ditamatkan hanya sampai tingkat SD, yaitu sebesar 37,8 persen. Namun masih terdapat istri yang tidak tamat SD (2,2%). Kesulitan dalam hal biaya sekolah merupakan salah satu penyebab putus sekolah sehingga tidak dapat melanjutkan pendidikan ketingkat berikutnya.

Lama pendidikan yang dianjurkan oleh pemerintah adalah kewajiban belajar 9 tahun. Berdasarkan peraturan tersebut pembagian lama pendidikan dibagi ke dalam dua kategori, yaitu kurang dari dan sama dengan 9 tahun dan lebih dari 9 tahun. Pada Tabel 6 disajikan sebaran contoh berdasarkan kategori lama pendidikan.

(4)

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan kategori lama pendidikan Lama Pendidikan

(tahun)

Suami (n=90) Istri (n=90) Total (n=180)

n % n % n % ≤ 9 tahun 48 53,3 59 65,6 107 59,4 > 9 tahun 42 46,7 31 34,4 73 40,6 Rata-rata ± std 9,74 ± 2,97 8,84 ± 3,12 9,29 ± 3,07 Min - Max 6 - 16 0 - 16 0 - 16 P-value 0,049**

Ket: ** nyata pada p<0,05

Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa lebih dari setengah (53,3%) suami dan istri (65,6%) menempuh pendidikan selama kurang dari dan sama dengan 9 tahun. Berdasarkan hasil uji beda rataan t-test, terdapat perbedaan dimana pendidikan suami lebih tinggi dibandingkan istri. Menurut Rachmawati (2009), semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin baik keadaan sosial ekonomi dan kemandirian keluarga. Semakin tinggi pendidikan, maka semakin besar peluang kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dengan pendapatan yang lebih tinggi.

Pekerjaan

Pekerjaan pada suami dan istri sangat beragam. Pada dasarnya pekerjaan merupakan kegiatan yang bernilai ekonomi sehingga dapat menghasilkan uang sebagai upah dari pekerjaan tersebut. Jenis pekerjaan dapat menentukan besarnya pendapatan yang diterima. Secara umum pekerjaan contoh meliputi PNS, karyawan, wiraswasta, buruh, pembantu rumah tangga (PRT), serta guru ngaji (ustad). Pada Tabel 7 disajikan sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan Jenis

Pekerjaan

Suami (n=90) Istri (n=90) Total (n=180)

n % n % n %

PNS 1 1,1 2 2,2 3 1,7

Karyawan 28 31,1 3 3,3 31 17,2

Wiraswasta 23 25,6 3 3,3 26 14,4

Buruh 37 41,1 0 0,0 37 20,6

Pembantu rumah tangga 0 0,0 2 2,2 2 1,1

Kyai/ustad/guru ngaji 1 1,1 1 1,1 2 1,1

Tidak bekerja (IRT) 0 0,0 79 87,8 79 43.9

Jenis pekerjaan suami yang memiliki persentase terbesar adalah bekerja sebagai buruh, yaitu sebesar 41,1 persen, diikuti dengan karyawan (31,1%), dan wiraswasta (25,6%). Umumnya suami bekerja sebagai buruh bangunan yang mendapatkan upah harian atau upah bulanan. Kemudian untuk istri, sebagian besar (87,8%) istri adalah ibu rumah tangga (IRT) yang lebih memilih

(5)

mengalokasikan waktunya untuk keluarga dan berada di rumah. Namun ada sebagian kecil istri yang bekerja sebagai PNS (2,2%), karyawan (3,3%), dan wiraswasta (3,3%), tetapi istri yang bekerja tersebut tetap dapat menjalankan tugasnya sebagai ibu di dalam keluarganya.

Pendapatan Keluarga

Pendapatan adalah imbalan yang diterima oleh seseorang sebagai upah dari pekerjaan yang telah dilakukannya. Pendapatan keluarga merupakan penjumlahan dari pendapatan setiap anggota keluarga yang bekerja, kemudian dikelompokan berdasarkan interval kelas dari sebaran data. Tabel 8 menunjukkan bahwa lebih dari setengah (52,2%) keluarga contoh memiliki pendapatan ≤ Rp 1.224.000. Rataan pendapatan yang dimiliki oleh keluarga contoh adalah sebesar Rp 1.540.000. Menurut Nurulfirdausi (2010), pendapatan keluarga bergantung pada kualitas dan kuantitas sumberdaya yang dimiliki. Hal tersebut berarti semakin tinggi kualitas dan semakin banyak anggota keluarga yang bekerja maka semakin besar pendapatan yang diperoleh.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga Pendapatan Keluarga

(rupiah) Jumlah (n=90) Persentase

≤ Rp 1.224.000 47 52,2 Rp 1.224.001 – Rp 2.168.000 27 30,0 Rp 2.168.001 – Rp 3.112.000 6 6,7 Rp 3.112.001 – Rp 4.056.000 3 3,3 ≥ Rp 4.056.001 7 7,8 Rata-rata ± std 1.540.000 ± 1.186.064 Min - Max 280.000 - 5.000.000

Pendapatan Per kapita

Pendapatan per kapita keluarga dihitung dengan cara membagi total pendapatan keluarga dengan jumlah anggota keluarga. Garis Kemiskinan Jawa Barat tahun 2010 (BPS 2010) berada pada angka Rp 212.210. Dengan mengacu pada Garis Kemiskinan Jawa Barat 2010, keluarga contoh dibagi ke dalam dua kategori, yaitu keluarga dengan pendapatan per kapita kurang dari dan sama dengan Rp 212.210 digolongkan ke dalam keluarga miskin, sedangkan untuk keluarga dengan pendapatan per kapita lebih besar dari Rp 212.210 digolongkan ke dalam kategori keluarga tidak miskin. Pada Tabel 9 disajikan sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita keluarga.

(6)

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita keluarga

Pendapatan (Rp/kpt/bln) Jumlah (n=90) Persentase

Miskin (≤ 212 210) 12 13,3

Tidak miskin (> 212 210) 78 86,7

Rata-rata ± std 482.000 ± 357.654

Min - Max 70.000 – 1.666.667

Ket: GK Jawa Barat (2010)

Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa sebesar 86,7 persen keluarga contoh tergolong ke dalam kategori tidak miskin dengan pendapatan per kapita lebih dari Rp 212.210. Sedangkan sebesar 13,3 persen keluarga contoh tergolong kategori miskin. Besarnya pendapatan per kapita keluarga tergantung pada besarnya pendapatan keluarga dan jumlah anggota keluarga, semakin besar pendapatan keluarga namun jumlah anggota keluarga sedikit maka pendapatan per kapita keluarga akan tinggi.

Karakteristik Anak

Menurut Duvall (1971) tahapan keluarga dengan anak usia anak prasekolah adalah ketika di dalam sebuah keluarga terdapat anak pertama yang berusia antara 2,5 tahun sampai dengan 5 tahun. Adapun kisaran usia anak contoh dalam penelitian ini adalah antara 36 sampai 60 bulan atau usia 3 sampai 5 tahun. Lebih dari setengah (56,7%) anak contoh berusia antara 49 sampai 60 bulan dan sisanya sebesar 43,3 persen anak contoh berusia antara 36 sampai 48 bulan. Anak contoh yang diikutsertakan dalam penelitian ini lebih dari setengahnya berjenis kelamin perempuan (55,6%) dan sisanya sebesar 44,4 persen anak contoh berjenis kelamin laki-laki (Tabel 10). Semua anak contoh merupakan urutan anak pertama di dalam keluarga, karena contoh dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anak pertama usia prasekolah.

Tabel 10 Sebaran usia dan jenis kelamin anak contoh

Kategori Jumlah (n=90) Persentase

Usia (bulan)

36-48 39 43,3

49-60 51 56,7

Rata-rata ± std 48,24 ± 7,70

Min – Max 36 - 60

Jenis Kelamin Jumlah (n=90) Persentase

Laki-laki 40 44,4

(7)

Kesiapan Menikah

Pernikahan atau perkawinan dapat dikatakan sebagai jalan untuk menyatukan dua individu yang berbeda. Aspek kesiapan menikah dilihat berdasarkan dimensi perkembangan manusia. Dalam penelitian ini, kesiapan menikah dari setiap pasangan suami dan istri diukur dari ketujuh aspek kesiapan, yaitu kesiapan intelektual, emosi, sosial, moral, individu, finansial, dan mental. Kesiapan Intelektual

Intelektual lazim disebut dengan inteligensi. Menurut Wechsler (1958) dalam Trihandini (2005), inteligensi adalah keseluruhan kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk dapat bertindak secara terarah dan berfikir secara bermakna. Terdapat enam item pernyataan untuk mengukur kesiapan intelektual suami dan istri. Hampir setengah dari suami (44,4%) dan istri (32,2%) sebelum menikah mereka kurang tertarik mengikuti perkumpulan budaya sebagai upaya untuk melestarikan budaya. Selain itu, hanya sebesar 54,4 persen suami dan 41,1 persen istri menyukai perkembangan dunia politik dan sisanya menyatakan tidak memiliki ketertarikan mengenai dunia politik (Tabel 11). Alasan yang paling banyak diungkapkan oleh contoh mengenai hal tersebut adalah baik sebelum atau sesudah menikah mereka tidak begitu paham akan dunia politik. Namun untuk hal yang lainnya, lebih dari tiga perempat baik suami maupun istri memiliki rasa keingintahuan yang tinggi akan sesuatu hal baru, suka mencari berita melalui media, membaca buku, dan mengikuti kejadian suatu peristiwa hingga selesai, sehingga hanya sebagian kecil contoh saja yang tidak memiliki ketertarikan tentang hal-hal tersebut.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan kesiapan intelektual

No Item Pernyataan Suami

(n=90)

Istri (n=90) 1 Memiliki rasa keingintahuan yang tinggi untuk mendalami

hal yang baru 91,1 81,1

2 Mengikuti perkumpulan budaya sebagai upaya untuk

melestarikan budaya 44,4 32,2

3 Mencari berita untuk mendapatkan berita terbaru 94,4 85,6 4 Suka membaca buku mengenai ilmu pengetahuan 80,0 71,1 5 Akan mengikuti peristiwa yang menggemparkan dunia

hingga selesai 84,4 94,4

6 Menyukai perkembangan dunia politik 54,4 41,1

Lebih dari setengah (55,6%) suami kesiapan intelektualnya tergolong ke dalam kategori tinggi, sedangkan untuk istri lebih dari setengahnya (52,2%) termasuk kategori sedang (Tabel 12). Berdasarkan rataan pencapaian, secara

(8)

umum suami dan istri telah memenuhi lebih dari 65 persen item kesiapan intelektual. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara kesiapan intelektual suami dan istri (p=0,020), dimana kesiapan intelektual suami lebih tinggi dibandingkan dengan istri. Hal ini juga didukung dengan tingkat pendidikan yang ditamatkan suami dengan persentase terbanyak adalah tamatan SMA, sedangkan tingkat pendidikan yang ditamatkan istri persentase terbanyak hanya sampai tamat SD. Memiliki kesiapan intelektual yang baik dapat membantu seseorang dalam mendapatkan pekerjaan. Menurut Papalia, Old, dan Fieldman (2008), bersamaan dengan meningkatnya pertumbuhan kognitif, pendidikan mengembangkan peluang pekerjaan dan kemungkinan mendapatkan uang.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kesiapan intelektual Kategori Tingkat Kesiapan Intelektual Suami (n=90) Istri (n=90) n % n % Rendah (0-33,3%) 6 6,7 8 8,9 Sedang (33,4-66,7%) 34 37,8 47 52,2 Tinggi (66,8-100%) 50 55,6 35 38,9 Rata-rata ± std 74,82 ± 21,09 67,59 ± 20,20 Min - Max 16,7 - 100 0 – 100 P-Value 0,020**

Ket: ** nyata pada p<0,05

Kesiapan Emosi

Kematangan emosi merupakan aspek yang penting dalam kesiapan menikah (Blood 1978). Terdapat sepuluh item pernyataan untuk mengukur kesiapan emosi suami dan istri. Sebagian besar (81,1%) suami dan lebih dari separuh (57,8%) istri akan merasa kecewa jika dikhianati oleh pasangannya, kemudian lebih dari dua pertiga (75,6%) istri akan menggerutu ketika marah dan hanya 66,7 persen suami yang melakukan hal tersebut. Dalam keadaan stres, sebesar 71,1 persen suami akan merokok, sedangkan hanya 1,1 persen istri akan merokok jika dalam keadaan stres. Kurang dari 60 persen suami dan istri akan menghampiri orang yang telah mengganggu pasangannya, menyuruh pergi seseorang yang mengganggu pekerjaannya, melempar barang dan berteriak jika mereka merasa kesal dengan beban pekerjaan, dan akan segera menyamakan persepsi jika terdapat perbedaan persepsi dengan temannya dengan alasan untuk menghindari perselisihan. Selain itu, hampir seluruh suami dan istri selalu mendapatkan dukungan dari keluarga disegala aktivitasnya dan juga mampu untuk menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu (Tabel 13).

(9)

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan kesiapan emosi

No Item Pernyataan Suami

(n=90)

Istri (n=90) 1 Merasa kecewa saat dikhianati oleh pasangan 81,1 57,8

2 Akan menggerutu ketika marah 66,7 75,6

3 Jika pasangan diganggu oleh orang lain, maka akan

langsung menghampiri orang yang mengganggu tersebut 55,6 10,0

4 Akan merokok jika stres 71,1 1,1

5 Mendapat dukungan dari keluarga disegala aktivitas 93,3 93,3 6 Dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu 98,9 95,6 7 Jika ada teman yang mengganggu pekerjaan, maka akan

langsung menyuruhnya pergi 42,2 47,8

8 Akan melempar barang dan berteriak jika merasa kesal

dengan beban pekerjaan 31,1 23,3

9 Ketika berbeda persepsi dengan teman, maka akan segera

menyamakan persepsi tersebut 58,9 42,2

10 Ikut sedih ketika mendengarkan cerita sedih teman 73,3 81,1 Tabel 14 menunjukkan bahwa lebih dari separuh (54,4%) suami memiliki tingkat kesiapan emosi yang tergolong sedang, sedangkan tiga perempat (75,6%) istri memiliki tingkat kesiapan emosi yang tinggi. Berdasarkan rataan pencapaian, secara umum suami dan istri telah memenuhi lebih dari 60 persen item kesiapan emosi. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kesiapan emosi antara suami dan istri, dimana kesiapan emosi istri lebih tinggi dibandingkan suami. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Katyal dan Awasthi (2005) dimana kecerdasan emosi perempuan lebih baik daripada laki-laki. Perempuan lebih menjaga emosi dan hubungan personalnya daripada laki-laki. Pada umumnya perempuan jauh lebih ekspresif secara emosi, namun dalam sejumlah situasi, perempuan dapat menyeimbangkan ekspresivitas dengan pembatasan dalam mempresentasikan diri (Goleman 2007).

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kesiapan emosi Kategori Tingkat Kesiapan Emosi Suami (n=90) Istri (n=90) n % n % Rendah (0-33,3%) 0 0,0 1 1,1 Sedang (33,4-66,7%) 49 54,4 21 23,3 Tinggi (66,8-100%) 41 45,6 68 75,6 Rata-rata ± std 63,89 ± 12,87 71,22 ± 11,30 Min - Max 40 - 90 30 – 90 P-Value 0,000***

Ket: *** nyata pada p<0,01

Kesiapan Sosial

Psikolog Edward Thorndike (1920) dalam Goleman (2007) merumuskan kecerdasan sosial sebagai kemampuan memahami dan mengelola orang lain. Terdapat tujuh item pernyataan untuk mengukur kesiapan sosial suami dan istri.

(10)

Berdasarkan Tabel 15, lebih dari 60 persen suami dan istri ketika memutuskan untuk menikah mereka sudah merasa cukup umur, lebih suka menarik diri dari lingkungan baru, akan menyapa duluan saat ada tetangga baru, akan mengenyampingkan kepentingan pribadi untuk kepentingan bersama. Selain itu, kurang dari 61 persen suami dan istri kurang cepat dalam menyelesaikan masalah dengan pasangannya dan dapat menilai seseorang dari kesan pertama yang tercermin dari penampilannya. Kesan tersebut terlihat seperti tidak menghormati terhadap orang baru, dimana penilaian hanya dilihat dari penampilan saja. Hanya sebagian kecil suami (11,1%) dan istri (20%) yang melarang temannya untuk bergaul atau berteman dengan orang lain, sehingga sebagian besar suami dan istri membebaskan temannya untuk menjalin hubungan pertemanan dengan yang lain.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasakan item pernyataan kesiapan sosial

No Item Pernyataan Suami

(n=90)

Istri (n=90)

1 Sudah cukup umur untuk menikah 90,0 85,6

2 Kurang cepat dalam menyelesaikan masalah dengan

pasangannya 60,0 52,2

3 Lebih suka menarik diri dari lingkungan baru 60,0 78,9 4 Akan menyapa duluan saat ada tetangga baru 86,7 88,9 5 Akan mengenyampingkan kepentingan pribadi untuk

kepentingan bersama 84,4 67,8

6 Melarang teman dekat untuk bergaul dengan orang lain 11,1 20,0 7 Melihat kesan pertama terhadap orang lain tercermin dari

penampilan 61,1 58,9

Lebih dari separuh (60%) suami memiliki kesiapan sosial yang tinggi, sedangkan 54,4 persen istri memiliki kesiapan sosial yang sedang (Tabel 16). Berdasarkan rataan pencapaian, secara umum suami dan istri telah memenuhi lebih dari 60 persen item kesiapan sosial, dengan rataan kesiapan sosial suami sebesar 66,98 persen, sedangkan rataan kesiapan istri sebesar 61,75 persen. Hasil uji beda rataan t-test, terdapat perbedaan tingkat kesiapan sosial antara suami dan istri, dimana kesiapan sosial pada suami lebih tinggi dibandingkan istri. Ketepatan empati merupakan kecakapan paling esensial dari kecerdasan sosial. Perempuan cenderung lebih baik dalam dimensi empati daripada laki-laki (Goleman 2007). Namun hal tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian ini dimana kesiapan sosial suami lebih tinggi daripada istri. Usia dan tipe pertanyaan merupakan faktor yang lebih signifikan dibandingkan perbedaan jenis kelamin (Jaffee & Hyde 2000 dalam Papalia, Olds, & Fieldman 2008).

(11)

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kesiapan sosial Kategori Tingkat Kesiapan Sosial Suami (n=90) Istri (n=90) n % n % Rendah (0-33,3%) 1 1,1 4 4,4 Sedang (33,4-66,7%) 35 38,9 49 54,4 Tinggi (66,8-100%) 54 60,0 37 41,1 Rata-rata ± std 66,98 ± 16,68 61,75 ± 14,96 Min - Max 28,6 - 100 28,6 – 100 P-Value 0,038**

Ket: ** nyata pada p<0,05

Kesiapan Moral

Nilai moral adalah standar moral, sebuah konsep individu tentang relasi ideal yang digunakan untuk menilai benar atau salah dari sebuah relasi aktual yang dialami atau dihayati (Scott 1965). Terdapat 11 item pernyataan untuk mengukur kesiapan moral suami dan istri. Berdasarkan Tabel 17, hampir seluruh suami dan istri akan selalu menolong orang lain meskipun orang tersebut tidak disukainya dan selalu berkata jujur kepada semua orang. Kemudian lebih dari setengah suami (58,9%) dan istri (62,2%) tergolong egois, karena tidak pernah memikirkan perasaan orang lain. Kurang dari 55 persen suami istri pernah mengambil barang orang lain, menggunakan barang orang lain tanpa izin, pernah melakukan bullying terhadap junior, pernah tidak sengaja membeberkan rahasia teman, dan menceritakan kembali masalah temannya pada orang lain. Selain itu lebih dari 60 persen suami dan istri ketika ada seseorang yang dicela maka mereka akan ikut mencelanya, pernah nyontek saat ujian, dan tidak dapat menyembunyikan perasaannya ketika senang maupun sedih.

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan kesiapan moral

No Item Pernyataan Suami

(n=90)

Istri (n=90) 1 Selalu menolong orang lain meskipun orang tersebut tidak

disukainya 96,7 94,4

2 Saat ada orang yang dicela, maka akan ikut mencelanya

walaupun hanya bercanda 62,2 94,4

3 Tidak pernah memikirkan perasaan orang lain 58,9 62,2

4 Pernah menyontek saat ujian 65,6 60,0

5 Selalu berkata jujur kepada semua orang 93,3 93,3

6 Tidak dapat menyembunyikan perasaan ketika senang

maupun sedih 67,8 63,3

7 Saat teman terlibat dalam suatu masalah, dimana masalah tersebut diketahuinya dan jika ada seseorang yang bertanya maka akan menceritakan masalah tersebut sejauh pengetahuannya

53,3 46,7

8 Pernah mengambil barang orang 34,4 31,1

9 Suka menggunakan barang orang tanpa izin 37,8 34,4 10 Pernah melakukan bullying terhadap junior 44,4 24,4

(12)

Lebih dari setengah (64,4%) suami tingkat kesiapan moralnya tergolong sedang. Begitu pula dengan istri, dua pertiganya (76,7%) memiliki kesiapan moral yang sedang (Tabel 18). Berdasarkan rataan pencapaian, secara umum suami dan istri telah memenuhi lebih dari 55 persen item kesiapan moral. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat kesiapan moral antara suami dan istri. Hal tersebut sejalan dengan hasil riset yang dilakukan oleh Carl Gilligan bahwa hasil risetnya tidak mendukung pembedaan pandangan moral antara perempuan dan laki-laki (Papalia, Olds, & Feldman 2008).

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kesiapan moral Kategori Tingkat Kesiapan Moral Suami (n=90) Istri (n=90) n % n % Rendah (0-33,3%) 4 4,4 1 1,1 Sedang (33,4-66,7%) 58 64,4 69 76,7 Tinggi (66,8-100%) 28 31,1 20 22,2 Rata-rata ± std 59,39 ± 15,25 57,88 ± 12,30 Min - Max 18,2 - 100 27,3 – 81,8 P-Value 0,464 Kesiapan Individu

Kesiapan individu merupakan hal-hal yang dipersiapkan oleh individu secara pribadi sebelum menikah. Terdapat 12 item pernyataan untuk mengukur kesiapan individu suami dan istri. Berdasarkan Tabel 19, sepertiga (33,3%) suami sebelum menikah merupakan satu-satunya pencari nafkah di dalam keluarga besarnya dan hanya sebagian kecil (5,6%) istri yang kondisinya sama seperti itu. Lebih dari 60 persen suami istri mengungkapkan bahwa pasangan yang dipilihnya telah sesuai dengan yang diharapkan, sudah merasa cukup mengenal pasangannya selama masa pacaran, telah memiliki pengetahuan tentang berkeluarga, memiliki pengetahuan mengenai cara menstimulasi anak yang benar, memiliki pengetahuan tentang perkembangan anak, akan mengurangi kesenangan pribadi setelah menikah, dan telah membiasakan diri melakukan pekerjaan rumah tangga. Selain itu, kurang dari 55 persen suami istri sebelum menikah telah membicarakan jumlah anak yang diinginkan, telah hidup mandiri terpisah dari orangtua, dan memeriksakan kesehatan reproduksi ke bidan atau rumah sakit serta memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, kehamilan, dan kelahiran. Memiliki keyakinan untuk mendapatkan pekerjaan dengan keterampilan yang dimiliki hanya diyakini oleh lebih dari

(13)

separuh (63,3%) suami, sedangkan hanya 30 persen istri memiliki keyakinan mengenai hal tersebut.

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan kesiapan individu

No Item Pernyataan Suami

(n=90)

Istri (n=90) 1 Sebagai satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga besar 33,3 5,6 2 Pasangan yang sudah dipilih merupakan pasangan yang

seperti diharapkan 72,2 61,1

3 Sudah memiliki waktu yang cukup untuk mengenal

pasangan 83,3 63,3

4 Memiliki pengetahuan tentang berkeluarga (peran, fungsi,

dan tugas setiap anggota keluarga dalam keluarga) 87,8 85,6 5 Memiliki pengetahuan mengenai cara menstimulasi anak

dengan benar 64,4 67,8

6 Memiliki pengetahuan tentang perkembangan anak 68,9 61,1 7 Akan mengurangi kesenangan pribadi setelah menikah 78,9 71,1 8 Membiasakan diri untuk melakukan pekerjaan rumah

tangga 75,6 95,6

9 Memeriksakan kesehatan reproduksi sebelum menikah dan memiliki pengetahuan tentang kesehatan kehamilan, dan kelahiran

38,9 17,8 10 Sebelum menikah, pasangan telah membicarakan

mengenai jumlah anak yang diinginkan 52,2 52,2

11 Sebelum menikah telah hidup mandiri (terpisah dari

orangtua) 54,4 23,3

12 Memiliki keyakinan akan mendapatkan pekerjaan yang

layak dengan keterampilan yang dimiliki 63,3 30,0

Sebanyak 44,4 persen suami termasuk pada tingkat kesiapan individu yang tergolong sedang dan tinggi karena pada tingkat tersebut memiliki persentase yang sama. Sedangkan dua pertiga (72,2%) istri memiliki kesiapan individu yang tergolong sedang (Tabel 20). Berdasarkan rataan pencapaian, secara umum suami dan istri telah memenuhi lebih dari 50 persen item kesiapan individu dengan rataan kesiapan individu suami sebesar 64,44 persen dan rataan kesiapan individu istri sebesar 52,87 persen. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan terdapat perbedaan tingkat kesiapan individu antara suami dan istri, dimana kesiapan individu suami lebih tinggi dibandingkan istri. Salah satu syarat bagi calon pasangan yang akan menikah menurut Burgess dan Locke (1960) adalah memiliki kematangan kepribadian untuk menjalankan fungsi, peran, dan tugas keluarga. Menurut Blood (1978), seseorang belajar menjadi suami atau istri yang baik dengan melihat dari figur ayah dan ibu mereka. Suami yang belajar dari figur ayah yang baik akan mempengaruhi kesiapan menikahnya.

(14)

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kesiapan individu Kategori Tingkat Kesiapan Individu Suami (n=90) Istri (n=90) n % n % Rendah (0-33,3%) 10 11,1 18 20,0 Sedang (33,4-66,7%) 40 44,4 65 72,2 Tinggi (66,8-100%) 40 44,4 7 7,8 Rata-rata ± std 64,44 ± 19,18 52,87 ± 15,41 Min - Max 25 – 100 16,7 – 83,3 P-Value 0,000***

Ket: *** nyata pada p<0,01

Kesiapan Finansial

Kesiapan finansial merupakan kesiapan individu dari segi materi untuk dapat membiayai kehidupan keluarganya nanti. Terdapat delapan item pernyataan untuk mengukur kesiapan finansial suami dan istri. Berdasarkan Tabel 21, lebih dari 50 persen suami dan istri telah memiliki pekerjaan sebelum menikah, memiliki pengetahuan cara mengelola keuangan, dan memiliki jejaring yang banyak. Hanya sebagian kecil suami (7,8%) dan istri (1,1%) sebelum menikah telah memiliki rumah sendiri. Kepemilikan tabungan sebelum menikah hanya dimiliki oleh 72,2 persen suami dan 42,2 persen istri. Lebih dari separuh (64,4%) istri dan hanya 20 persen suami ketika sebelum menikah memiliki investasi dalam bentuk emas atau perhiasan. Memiliki kendaran sebelum menikah hanya dimiliki oleh sebagian kecil istri (8,9%), namun sepertiga (35,6%) suami sudah memiliki kendaraan sendiri ketika sebelum menikah. Separuh suami (50%) dan sebagian kecil istri (16,7%) sebelum menikah memiliki pendapatan sampingan sehingga mendapatkan uang tambahan selain dari upah pokok yang didapatnya.

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan kesiapan finansial

No Item Pernyataan Suami

(n=90)

Istri (n=90) 1 Sebelum menikah sudah memiliki pekerjaan 84,4 76,7 2 Sebelum menikah sudah memiliki rumah sendiri 7,8 1,1

3 Sebelum menikah memiliki tabungan 72,2 42,2

4 Sebelum menikah memiliki investasi emas atau perhiasan 20,0 64,4 5 Sebelum menikah sudah memiliki kendaraan sendiri 35,6 8,9 6 Memiliki pengetahuan cara mengelola keuangan (dari

buku, internet, televisi) 55,6 70,0

7 Memiliki jejaring yang banyak 52,2 74,4

8 Memiliki pendapatan sampingan 50,0 16,7

Tingkat kesiapan finansial suami, lebih dari separuhnya (57,8%) berada pada kategori sedang begitu pula dengan istri. Sebesar 60 persen istri tingkat kesiapan finansial tergolong sedang (Tabel 22). Berdasarkan rataan pencapaian,

(15)

secara umum suami istri telah memenuhi lebih dari 40 persen item kesiapan finansial, dengan rataan kesiapan finansial suami sebesar 47,22 persen dan istri sebesar 44,31 persen. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat kesiapan finansial antara suami dan istri. Menurut Blood (1978), seseorang menunjukkan kesiapan untuk menikah yang cenderung mengukur sumberdaya mereka dari potensi penghasilannya. Seseorang yang siap secara finansial kemungkinan akan semakin siap juga untuk menikah.

Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kesiapan finansial Kategori Tingkat Kesiapan Finansial Suami (n=90) Istri (n=90) n % n % Rendah (0-33,3%) 24 26,7 28 31,1 Sedang (33,4-66,7%) 52 57,8 54 60,0 Tinggi (66,8-100%) 14 15,6 8 8,9 Rata-rata ± std 47,22 ± 22,78 44,31 ± 22,03 Min - Max 0 – 100 0 – 100 P-Value 0,384 Kesiapan Mental

Terdapat lima item pernyataan untuk mengukur kesiapan mental suami dan istri. Sebagian besar suami dan istri sebelum menikah telah memikirkan bagaimana cara membagi penghasilan yang didapat untuk dirinya, keluarganya, juga untuk keluarga besarnya. Selain itu, lebih dari 50 persen suami dan istri telah menyiapkan diri untuk tinggal bersama mertua, telah menyiapkan diri jika pasangan berprilaku yang diluar dugaan, dan telah menyiapkan diri jika anak yang diasuh berprilaku yang tidak diharapkan. Sebesar 82,2 persen suami dan 67,8 persen istri telah menyiapkan diri untuk kemungkinan hidup dalam keterbatasan setelah menikah (Tabel 23).

Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan kesiapan mental

No Item Pernyataan Suami

(n=90)

Istri (n=90) 1 Sebelum menikah, telah menyiapkan diri untuk hidup dalam

keterbatasan setelah menikah 82,2 67,8

2 Sebelum menikah, telah memikirkan bagaimana cara membagi penghasilan yang didapatkannya untuk dirinya, keluarganya, juga untuk keluarga besar

94,4 90,0 3 Sebelum menikah, telah menyiapkan diri untuk tinggal

bersama mertua dan kemungkinan memiliki hubungan yang kurang nyaman saat tinggal bersama mertua

61,1 60,0 4 Sebelum menikah, telah menyiapkan diri jika pasangan

berperilaku diluar dugaan yang bersifat negatif atau yang tidak diharapkan

67,8 53,3 5 Sebelum menikah, telah menyiapkan diri jika anak yang

(16)

Menikah bukan saja harus siap secara fisik, namun juga harus siap secara mental. Banyak harapan-harapan yang ingin dicapai oleh setiap pasangan suami istri ketika berkeluarga, namun tidak semua harapan itu terwujudkan sesuai dengan keinginan. Lebih dari separuh suami (58,9%) dan istri (51,1%) tingkat kesiapan mentalnya berada pada kategori tinggi (Tabel 24). Berdasarkan rataan pencapaian, secara umum suami dan istri telah memenuhi lebih dari 65 persen item kesiapan mental. Kedewasaan merupakan ciri dari kesiapan menikah. Menurut Blood (1978) kedewasaan yang ideal adalah mereka yang memiliki fisik dan mental yang kuat lebih diutamakan dibandingkan dengan kedewasaan sosial. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat kesiapan mental antara suami dan istri.

Tebel 24 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kesiapan mental Kategori Tingkat Kesiapan Mental Suami (n=90) Istri (n=90) n % n % Rendah (0-33,3%) 3 3,3 9 10,0 Sedang (33,4-66,7%) 34 37,8 35 38,9 Tinggi (66,8-100%) 53 58,9 46 51,1 Rata-rata ± std 73,56 ± 24,87 67,78 ± 28,55 Min – Max 0 – 100 0 – 100 P-Value 0,150

Secara keseluruhan, kesiapan menikah yang diukur dari ketujuh aspek kesiapan diketahui bahwa lebih dari separuh (67,8%) suami dan dua pertiga (87,8%) istri tingkat kesiapan menikahnya tergolong sedang (Tabel 25). Berdasarkan rataan pencapaian kesiapan dari ketujuh aspek tersebut, secara umum suami dan istri telah memenuhi lebih dari 55 persen item kesiapan menikah dengan rataan pencapaian kesiapan menikah suami adalah sebesar 62,15 persen dan istri sebesar 58,54 persen. Hasil uji beda rataan t-test menunjukkan terdapat perbedaan tingkat kesiapan menikah antara suami dan istri, dimana kesiapan menikah suami lebih tinggi dibandingkan istri. Ross (1995) dalam Papalia, Olds, dan Feldman (2008), berpendapat bahwa manfaat yang didapatkan dari keterikatan perkawinan adalah wanita mendapat dukungan dari segi ekonomi sedangkan pria mendapat dukungan dari segi emosional. Berdasarkan pernyataan tersebut, tersirat bahwa laki-laki harus lebih mempersiapkan diri baik dari segi umur maupun pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang lebih baik karena laki-laki merupakan pencari nafkah utama dalam keluarga, sehingga manfaat yang didapat oleh wanita dari seorang laki-laki adalah dukungan dari segi ekonomi.

(17)

Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan kompositkesiapan menikah

Kesiapan Menikah Suami (n=90) Istri (n=90)

n % n % Rendah (0-33,3%) 0 0,0 0 0,0 Sedang (33,4-66,7%) 53 58,9 71 78,9 Tinggi (66,8-100%) 37 41,1 19 21,1 Rata-rata ± std 63,20 ± 9,96 59,58 ± 8,12 Min - Max 37,3 – 83,1 39 – 74,6 P-Value 0,008***

Ket: *** nyata pada p<0,01

Tugas Perkembangan Keluarga

Tugas perkembangan merupakan tugas-tugas yang akan selalu muncul pada setiap tahapan perkembangan seorang individu (Duvall 1971). Keluarga memiliki siklus perkembangan sebagaimana layaknya individu. Siklus kehidupan keluarga mempunyai tahapan-tahapan yang berurutan. Setiap tahapan keluarga memiliki tugas perkembangan keluarga yang akan selalu muncul selama rentang kehidupan keluarga, termasuk pada tahapan keluarga dengan anak usia prasekolah. Dalam penelitian ini tugas perkembangan keluarga terdiri dari dua dimensi, yaitu tugas perkembangan keluarga dimensi anak dan tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua.

Tugas Perkembangan Keluarga Dimensi Anak

Terdapat 13 item pernyataan mengenai tugas perkembangan keluarga dimensi anak. Lebih dari 75 persen contoh membiasakan anaknya untuk tidur siang setiap hari, makan secara mandiri tanpa dibantu, berinteraksi dengan anak dengan cara memancing anak untuk menceritakan kegiatan yang telah dilakukannya, mengajarkan tata cara buang air yang benar, mengajarkan anak untuk berbagi dan bergantian mainan dengan temannya, mengajarkan bagaimana mengekspresikan emosi yang baik, mengenalkan kepada anak berbagai benda atau situasi yang berbahaya, mengajak anak secara rutin ke taman bermain, dan selalu mendampingi ketika anak sedang mewarnai. Namun, kurang dari 75 persen contoh memberikan tanggung jawab kepada anak untuk membereskan mainannya sendiri, membiasakan anak untuk dapat menutup resleting dan mengancingkan baju, membiasakan anak untuk memakai bajunya sendiri, dan mengajarkan anak mengenai ciri-ciri perbedaan laki-laki dan perempuan secara sederhana (Tabel 26).

(18)

Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan item tugas perkembangan keluarga dimensi anak

No Item Pernyataan Jumlah

(n=90) Persentase

1 Menyuruh anak untuk tidur siang setiap hari 88 97,8 2 Membiasakan anak untuk makan sendiri tanpa dibantu

(disuapin) 80 88,9

3 Memberikan tanggungjawab kepada anak untuk

membereskan mainannya sendiri 61 67,8

4 Memancing anak untuk menceritakan kegiatan

sehari-hari yang telah dilakukannya 84 93,3

5 Mengajarkan pada anak tata cara buang air yang benar 83 92,2 6 Membiasakan anak untuk dapat menutup resleting dan

mengancingkan bajunya sendiri 66 73,3

7 Mengajarkan pada anak untuk belajar berbagi dan

bergantian mainan dengan temannya 80 88,9

8 Mengajarkan kepada anak bagaimana cara

mengekspresikan emosi yang baik, misal; jika sedang marah tidak boleh merusak mainan

75 83,3

9 Mengenalkan kepada anak berbagai benda/situasi yang membahayakan (api, tempat yang tinggi, binatang, dll) dan menjelaskan bagaimana cara menghindari situasi tersebut

87 96,7

10 Membiasakan anak untuk memakai bajunya sendiri

tanpa harus dibantu 59 65,6

11 Mengajarkan kepada anak mengenai ciri-ciri perbedaan

antara laki-laki dan perempuan secara sederhana 56 62,2 12 Mengajak anak ke taman bermain (lapangan) secara

rutin untuk sekedar bermain-main disana misal setiap seminggu sekali

78 86,7

13 Selalu mendampingi anak ketika anak sedang mewarnai

buku bergambarnya 69 76,7

Sebagian besar (85,6%) contoh tingkat pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dimensi anak tergolong ke dalam kategori tinggi, namun masih terdapat 1,1 persen contoh yang masih tergolong rendah (Tabel 27). Berdasarkan rataan pencapaian, secara umum pelaksanaan tugas perkembangan keluarga contoh telah memenuhi lebih dari 80 persen item tugas perkembangan keluarga dimensi anak. Rataan pencapaian tugas perkembangan keluarga dimensi anak contoh adalah sebesar 82,56 persen.

Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dimensi anak

Kategori Tugas Perkembangan

Keluarga Dimensi Anak Jumlah (n=90) Persentase

Rendah (0-33,3%) 1 1,1

Sedang (33,4-66,7%) 12 13,3

Tinggi (66,8-100%) 77 85,6

Rata-rata ± std 82,56 ± 15,63

(19)

Tugas Perkembangan Keluarga Dimensi Orangtua

Terdapat 15 item pernyataan mengenai tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua. Berdasarkan Tabel 28, lebih dari 75 persen contoh telah melaksanakan tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua seperti menyediakan APE untuk anak, dengan sengaja menyisihkan uang untuk biaya anak masuk sekolah, berbagi peran dan tanggung jawab dalam mengasuh anak, menciptakan komunikasi yang lancar, jelas, dan mudah dipahami oleh anggota keluarga lain, mengajak anak berkunjung ke rumah nenek kakek atau saudara lain secara rutin, memanggil anggota keluarga dengan sapaan sayang, menciptakan suasana penuh maaf, menjalin komunikasi baik dengan tetangga, dan membaca seluruh isi buku panduan stimulasi anak seperti buku posyandu. Namun, kurang dari 25 persen contoh, memiliki waktu khusus untuk pergi berdua saja tanpa anak, mendekatkan diri kepada Tuhan ketika menghadapi masalah, dan memiliki buku panduan stimulasi untuk anak. Lebih dari separuh contoh membacakan buku cerita atau dongeng yang edukatif kepada anak dan memiliki waktu khusus untuk menyalurkan hobi disela-sela pengasuhan. Hanya sepertiga contoh yang memiliki chart atau daftar stimulasi untuk anak.

Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan item tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua

No Item Pernyataan Jumlah

(n=90) Persentase

1 Menyediakan Alat Permainan Edukatif (APE) untuk anak 74 82,2 2 Dengan sengaja menyisihkan uang dari total

pendapatan untuk biaya anak masuk sekolah 69 76,7 3 Membacakan buku cerita/dongeng yang edukatif untuk

anak 50 55,6

4 Berbagi peran dan tanggung jawab dalam mengasuh

anak 81 90,0

5 Bapak dan Ibu meluangkan waktu khusus untuk pergi

berdua saja tanpa anak 22 24,4

6 Bapak dan Ibu menciptakan komunikasi yang lancar,

jelas, dan mudah dipahami oleh anggota keluarga 89 98,9 7 Bapak dan Ibu mengajak anak berkunjung ke rumah

orangtua/saudara lain setiap seminggu sekali 89 98,9 8 Memanggil anggota keluarga dengan sapaan “sayang”

atau dengan kata-kata manis lainnya 69 76,7

9 Menciptakan suasana penuh maaf dengan

membiasakan mengucapkan maaf kepada anggota keluarga lain ketika melakukan kesalahan

77 85,6

10 Memiliki waktu khusus untuk menyalurkan hobi

disela-sela waktu pengasuhan 45 50,0

11 Menjalin komunikasi yang baik dengan tetangga 90 100 12 Ketika menghadapi masalah berat salah satu jalan yang

dilakukan untuk menenangkan diri adalah dengan mendekatkan diri (beribadah) kepada Tuhan YME

20 22,2

(20)

No Item Pernyataan Jumlah

(n=90) Persentase

14 Memiliki chart/daftar stimulasi yang harus distimulan

kepada anak 33 36,7

15 Membaca seluruh isi buku panduan Posyandu 74 82,2 Tingkat pencapaian tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua lebih dari separuh (56,7%) contoh termasuk ke dalam kategori sedang, namun masih terdapat satu keluarga contoh yang tingkat pencapaiannya masih tergolong rendah (Tabel 29). Berdasarkan rataan pencapaian, secara umum contoh telah memenuhi lebih dari 60 persen item tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua, dengan rataan pencapaian sebesar 66,89 persen.

Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua

Kategori Tugas Perkembangan

Keluarga Dimensi Orangtua Jumlah (n=90) Persentase

Rendah (0-33,3%) 1 1,1

Sedang (33,4-66,7%) 51 56,7

Tinggi (66,8-100%) 38 42,2

Rata-rata ± std 66,89 ± 13,90

Min - Max 33,3 – 93,3

Secara keseluruhan, dengan menggabungkan dari ke dua bagian tugas perkembangan yang telah dibahas sebelumnya, maka diketahui tingkat pencapaian tugas perkembangan keluarga contoh. Sebagian besar (82,2%) keluarga contoh pencapaian tugas perkembangan keluarganya tergolong tinggi (Tabel 30). Berdasarkan rataan pencapaian, secara umum contoh telah memenuhi lebih dari 70 persen item tugas perkembangan keluarga dengan rataan pencapaian sebesar 74,17 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa keluarga contoh telah berhasil memenuhi segala tugas perkembangan keluarga dengan baik yang sesuai dengan tahap perkembangan keluarganya.

Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat pelaksanaan tugas perkembangan keluarga

Tugas Perkembangan Jumlah (n=90) Persentase

Rendah (0-33,3%) 0 0,0

Sedang (33,4-66,7%) 16 17,8

Tinggi (66,8-100%) 74 82,2

Rata-rata ± std 74,17 ± 12,99

(21)

Perkembangan Anak

Perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat multidimensi, integral, berkelanjutan, interaksi, dan terpola (Sunarti 2004). Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perkembangan anak usia 3-5 tahun adalah dengan menggunakan instrumen Bina Keluarga Balita (BKB). Dimensi perkembangan yang diukur dalam instrumen tersebut adalah perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa pasif, bahasa aktif, kognitif, kemandirian, dan kemampuan sosial. Dimensi perkembangan ini menunjukkan kompetensi khusus yang menekankan pada fungsi tertentu (Sunarti 2004). Pada Tabel 31 disajikan sebaran rataan skor pencapaian perkembangan anak contoh berdasarkan dimensi perkembangan untuk anak usia 36-48 bulan.

Tabel 31 Sebaran rataan skor pencapaian perkembangan anak contoh berdasarkan dimensi perkembangan untuk anak usia 36-48 bulan (n=39)

Dimensi Perkembangan

(jumlah pernyataan) Rataan Skor Persentase Skor

Motorik kasar (9) 6,03 67,0 Motorik halus (7) 3,64 52,0 Bahasa pasif (5) 3,97 79,4 Bahasa aktif (5) 3,62 72,4 Kognitif (11) 7,72 70,2 Kemandirian (4) 2,51 62,8 Kemampuan bergaul (3) 2,74 91,3

Perkembangan anak total (44) 30,23 68,7

Berdasarkan Tabel 31 terlihat bahwa anak contoh usia 36-48 bulan telah memenuhi lebih dari 50 persen item perkembangan dari seluruh dimensi. Berdasarkan rataan pencapaian perkembangan anak usia 36-48 bulan, secara umum rataan perkembangannya sebesar 68,7 persen. Hal ini berarti anak contoh telah memenuhi 68,7 persen item perkembangan anak atau sama halnya dengan telah memenuhi rata-rata 30 item pernyataan perkembangan dari 44 total pernyataan yang ada. Jumlah item pernyataan perkembangan anak dalam instrumen BKB untuk setiap rentang usia berbeda, namun dimensi perkembangan yang diukur tetap sama yaitu terdiri dari tujuh dimensi perkembangan. Anak keluarga contoh selain yang berusia 36-48 bulan, terdapat juga anak keluarga contoh yang berusia 48-60 bulan. Pada Tabel 32 disajikan sebaran rataan skor pencapaian perkembangan anak contoh berdasarkan dimensi perkembangan untuk anak usia 48-60 bulan.

(22)

Tabel 32 Sebaran rataan skor pencapaian perkembangan anak contoh berdasarkan dimensi perkembangan untuk anak usia 48-60 bulan (n=51)

Dimensi Perkembangan

(jumlah pernyataan) Rataan Skor Persentase Skor

Motorik kasar (3) 2,82 94,0 Motorik halus (3) 2,12 70,7 Bahasa pasif (5) 4,31 86,2 Bahasa aktif (5) 4,02 80,4 Kognitif (7) 5,71 81,6 Kemandirian (2) 1,00 50,0 Kemampuan bergaul (3) 2,82 94,0

Perkembangan anak total (28) 22,57 80,6

Pencapaian perkembangan anak contoh usia 48-60 bulan telah memenuhi lebih dari 50 persen item perkembangan dari seluruh dimensi. Berdasarkan rataan pencapaian perkembangan anak usia 48-60 bulan, secara umum rataan perkembangannya sebesar 80,6 persen. Hal ini berarti anak contoh telah memenuhi 80,6 persen item perkembangan anak atau sama halnya dengan telah memenuhi rata-rata 23 item pernyataan perkembangan dari 28 total pernyataan yang ada (Tabel 32).

Tingkat perkembangan anak dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu rendah (<60%), sedang (60-80%), dan tinggi (>80%). Secara umum, persentase terbesar tingkat perkembangan anak contoh usia 36-48 bulan berada pada kategori sedang, sedangkan untuk anak usia 48-60 bulan berada pada kategori tinggi. Namun secara keseluruhan rataan pencapaian perkembangan anak contoh adalah sebesar 75,45 persen, yang artinya bahwa anak contoh telah memenuhi 75,45 persen item perkembangan anak. Hal ini juga menunjukkan bahwa perkembangan anak contoh sudah cukup baik meskipun masih terdapat 15,6 persen anak contoh yang perkembangannya masih tergolong rendah. Berdasarkan hasil uji beda rataan t-test, terdapat perbedaan yang nyata dimana perkembangan anak usia 48-60 bulan lebih tinggi dibandingkan anak usia 36-48 bulan dengan nilai p-value 0,000 (Tabel 33).

Tabel 33 Sebaran anak contoh berdasarkan kategori tingkat perkembangan anak Kategori Tingkat Perkembangan Anak Usia 36-48 bulan (n=39) Usia 48-60 bulan (n=51) Total (n=90) n % n % n % Rendah (<60%) 8 20,5 6 11,8 14 15,6 Sedang (60-80%) 25 64,1 13 25,5 38 42,2 Tinggi (>80%) 6 15,4 32 62,7 38 42,2 Rata-rata ± std 68,71 ± 12,49 80,61 ± 13,28 75,45 ± 14,17 Min - Max 40,9 – 90,9 42,9 – 96,4 40,9 – 96,4 P-Value 0,000***

(23)

Hubungan antara Usia Menikah dan Lama Pendidikan dengan Kesiapan Menikah

Karakteristik pasangan yang dianalisis hubungan dengan tingkat kesiapan menikah adalah usia menikah dan lama pendidikan. Berdasarkan hasil uji korelasi ditemukan bahwa variabel usia menikah suami dan lama pendidikian suami berhubungan nyata dan positif dengan kesiapan menikah suami. Hal ini berarti, semakin tinggi usia menikah dan pendidikan suami, maka kesiapan menikah suami akan tinggi pula. Sedangkan untuk kesiapan menikah istri, variabel lama pendidikan istri memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan kesiapan menikah istri. Semakin tinggi pendidikan istri maka kesiapan menikah istri akan semakin baik. (Tabel 34).

Tabel 34 Sebaran koefisien korelasi antara usia menikah dan lama pendidikan dengan kesiapan menikah

Variabel Kesiapan Menikah Suami

Usia menikah suami (tahun) 0,286***

Lama pendidikan suami (tahun) 0,295***

Variabel Kesiapan Menikah Istri

Usia menikah istri (tahun) 0,094

Lama pendidikan istri (tahun) 0,266**

Ket: ** nyata pada p<0,05, *** nyata pada p<0,01

Hubungan antara Karakteristik Keluarga dengan Tugas Perkembangan Keluarga

Karakteristik keluarga seperti besar keluarga, lama nikah, usia ketika menikah, usia responden, lama pendidikan, serta besar pendapatan keluarga dilakukan uji hubungan dengan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga. Berdasarkan hasil uji korelasi diketahui bahwa lama pendidikan suami dan istri memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga (Tabel 35). Hal tersebut berarti semakin tinggi pendidikan suami dan istri, maka tingkat pelaksanaan tugas perkembangan keluarga akan semakin baik.

Tabel 35 Sebaran koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dengan tugas perkembangan keluarga

Karakteristik Keluarga Tugas Perkembangan Keluarga

Besar keluarga 0,067

Lama nikah 0,188

Usia menikah ayah 0,074

Usia ayah 0,119

Usia menikah ibu 0,027

Usia ibu 0,081

Pendidikan ayah 0,420***

Pendidikan ibu 0,443***

Pendapatan 0,033

(24)

Hubungan antara Kesiapan Menikah dengan Tugas Perkembangan Keluarga

Seluruh aspek kesiapan menikah dilakukan uji hubungan dengan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga. Berdasarkan Tabel 36 diketahui bahwa terdapat hubungan yang nyata dan positif antara kesiapan menikah suami dari aspek kesiapan intelektual, emosi, individu, finansial, dan mental suami dengan pencapaian tugas perkembangan keluarga. Hal tersebut bararti, semakin tinggi kesiapan intelektual, emosi, individu, finansial dan mental suami, maka pelaksanaan tugas perkembangan keluarga akan semakin baik. Selain itu, variabel kesiapan menikah istri yang memiliki hubungan nyata dan positif dengan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga adalah variabel kesiapan intelektual, emosi, dan finansial istri. Hal tersebut berarti semakin tinggi kesiapan intelektual, emosi, dan finansial istri maka semakin baik pula pelaksanaan tugas perkembangan keluarganya. Selain itu, hasil uji korelasi juga menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan nyata antara kesiapan menikah suami istri dengan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga. Hal tersebut berarti semakin tinggi kesiapan menikah suami istri maka pelaksanaan tugas perkembangan keluarga akan semakin baik (Tabel 36).

Tabel 36 Sebaran koefisien korelasi antara variabel kesiapan menikah dengan tugas perkembangan keluarga

Variabel

Kesiapan Menikah Tugas Perkembangan Keluarga

Suami/Ayah: Kesiapan Intelektual 0,294*** Kesiapan Emosi 0,221** Kesiapan Sosial 0,163 Kesiapan Moral 0,046 Kesiapan Individu 0,258** Kesiapan Finansial 0,211** Kesiapan Mental 0,239** Istri/Ibu: Kesiapan Intelektual 0,378*** Kesiapan Emosi 0,220** Kesiapan Sosial 0,005 Kesiapan Moral -0,060 Kesiapan Individu 0,077 Kesiapan Finansial 0,314*** Kesiapan Mental 0,199

Kesiapan menikah suami 0,374***

Kesiapan menikah istri 0,336***

(25)

Pengaruh Kesiapan Menikah terhadap Pelaksanaan Tugas Perkembangan Keluarga

Uji regresi linear berganda digunakan untuk melihat variabel yang berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas perkembangan keluarga. Variabel bebas yang diuji pengaruhnya terhadap pelaksanaan tugas perkembangan keluarga yaitu kesiapan menikah suami dan istri. Berdasarkan Tabel 37 diketahui bahwa kesiapan menikah suami dan kesiapan menikah istri berpengaruh signifikan terhadap pelaksanaan tugas perkembangan keluarga (p<0,01). Setiap kenaikan satu satuan standar deviasi kesiapan menikah suami, maka akan menaikkan tugas perkembangan keluarga sebanyak 0,358 satuan standar deviasi. Begitu pula dengan kesiapan menikah istri, dimana setiap kenaikan satu satuan standar deviasi kesiapan menikah istri, maka akan menaikkan 0,318 satuan standar deviasi tugas perkembangan keluarga. Pelaksanaan tugas perkembangan keluarga akan semakin baik jika kesiapan menikah suami dan istri semakin tinggi. Hasil uji regresi diperoleh nilai adj Rsquare sebesar 0,224. Artinya sebesar 22,4 persen faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tugas perkembangan keluarga dapat dijelaskan oleh model dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain.

Tabel 37 Sebaran koefisien regresi kesiapan menikah suami dan istri terhadap tugas perkembangan keluarga

Variabel Bebas

Tugas Perkembangan Keluarga β (tidak terstandarisasi) β (terstandarisasi) Sig Konstanta 4,005 0,219

Kesiapan menikah suami (skor) 0,222 0,358 0,000***

Kesiapan menikah istri (skor) 0,242 0,318 0,001***

F 13,821

R2 0,241

Adj RSquare 0,224

Sig 0,000***

Ket: *** nyata pada p<0,01

Pengaruh Tugas Perkembangan Keluarga terhadap Perkembangan Anak

Pencapaian tingkat perkembangan anak yang baik tidak terlepas dari dukungan keluarga sebagai pihak yang paling dekat dengan anak. Keluarga yang telah melaksanakan tugas perkembangan keluarganya dengan baik, diduga akan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Untuk itu dilakukan uji regresi linear berganda untuk melihat apakah pelaksanaan tugas perkembangan keluarga berpengaruh terhadap perkembangan anak. Variabel bebas tugas

(26)

perkembangan keluarga meliputi tugas perkembangan keluarga dimensi anak dan tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua.

Tabel 38 Sebaran koefisien regresi tugas perkembangan keluarga terhadap perkembangan anak Variabel Koefisien β (tidak terstandarisasi) β (terstandarisasi) Sig Konstanta 29,919 0,000

Tugas Perkembangan Keluarga

Dimensi Anak (skor) 2,952 0,423 0,000***

Tugas Perkembangan Keluarga

Dimensi Orangtua (skor) 1,380 0,203 0,061*

F 20,202

R2 0,317

Adj R2 0,301

Sig 0,000***

Ket: * nyata pada p<0,1, *** nyata pada p<0,01

Hasil uji regresi menunjukkan bahwa tugas perkembangan keluarga dimensi anak berpengaruh signifikan terhadap perkembangan anak (p<0,01), namun selain itu tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua juga berpengaruh terhadap perkembangan anak (p<0,1). Setiap kenaikan satu satuan standar deviasi tugas perkembangan keluarga dimensi anak, maka akan menaikkan 0,423 satuan standar deviasi perkembangan anak. Sedangkan setiap kenaikan satu satuan standar deviasi tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua, maka akan menaikkan 0,203 satuan standar deviasi perkembangan anak. Perkembangan anak akan semakin baik jika keluarga dapat melaksanakan tugas perkembangan keluarga dimensi anak dan dimensi orangtua yang dilakukan dengan baik pula. Nilai adj Rsquareyang didapat dari hasil uji regresi adalah sebesar 0,301. Itu artinya sebesar 30,1 persen variabel tugas perkembangan keluarga berpengaruh terhadap perkembangan anak, dan sisanya yaitu sebesar 69,9 dipengaruhi oleh variabel lain (Tabel 38).

Gambar

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan kategori lama pendidikan  Lama Pendidikan
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan kesiapan emosi
Tabel 15 Sebaran contoh berdasakan item pernyataan kesiapan sosial
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan kesiapan moral
+7

Referensi

Dokumen terkait

KHUSAINI Qur'an Hadits MI NAHDLATUL ULAMA Sidoarjo 433 13050323620008 EDY LUKMAN SYAH Qur'an Hadits MI AL-IKHLAS Kutorejo Kab.. RIFAI Qur'an Hadits MA Swasta BIDAYATUL

Pengembangan desain tokoh merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk menonjolkan keunikan dan karakter dari sebuah tokoh, akan tetapi pengembangan tokoh juga harus

The regression model indicated that among deceased people living with HIV, female, unmarried status and severe anemia were associated with additional 5.6 (p=0.002), 17 (p=0.000) and

Upaya elit untuk mempengaruhi masyarakat agar gagasan politik yang memiliki substansi ideologi, orientasi politik dan pemikiran yang diarahkan untuk mempengaruhi masyarakat

Hasil penelitian pada campuran aspal panas dengan berbagai variasi kadar filler menunjukkan bahwa Hasil penelitian pada campuran aspal panas dengan berbagai variasi kadar

Siswa memiliki kemampuan yang kurang baik untuk menafsirkan trend fashion, dan kemampuan mengekstrapolasi termasuk kedalam kategori cukup dengan frekuensi relatif

Untuk memperoleh pertumbuhan pembibitan yang optimal sebagai sumber pakan, beberapa langkah awal penting yang akan dilaksanakan adalah melakukan uji diameter stek