• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi peternak perah skala kecil terhadap karakteristik teknologi pakan komplit di Kabupaten Enrekang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Persepsi peternak perah skala kecil terhadap karakteristik teknologi pakan komplit di Kabupaten Enrekang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI PETERNAK SAPI PERAH SKALA KECIL TERHADAP KARAKTERISTIK TEKNOLOGI PAKAN KOMPLIT DI KABUPATEN

ENREKANG

Syahdar Babaa., Anis Muktianib, Ambo Akoa, Muhammad Ihsan Andi Dagonga a

Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

Jln. Perintis Kemerdekaan km. 10 Tamalanrea Makassar, Telp (0411-587217) syahdar_baba@yahoo.com

bFakultas Peternakan Universitas Diponegoro Jln. Prof. A. Soedarto, SH. Tembalang, Semarang

ABSTRAK

Pakan merupakan komponen sangat penting dalam keberlanjutan usaha sapi perah di kabupaten Enrekang. Bagi peternak skala kecil, adopsi teknologi sangat tergantung pada persepsinya terhadap teknologi pakan komplit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat persepsi peternak terhadap teknologi pakan komplit yang didiseminasikan secara partisipatif. Metode yang digunakan adalah metode penelitian tindakan kelas dimana dipilih masing-masing 10 orang peternak skala kecil di daerah sentra dan non sentra baik yang berpartisipasi maupun yang tidak berpartisipasi dalam penyuluhan. Setiap peserta penyuluhan, baik yang berpartisipasi maupun yang tidak berpartisipasi diberikan seperangkat kuisioner berupa pernyataan sangat setuju sampai sangat setuju dengan menggunakan skala likert 5 tingkatan. Variabel yang diukur adalah persepsi peternak terhadap karakteristik teknologi yang meliputi keuntungan relatif, kompleksitas, kompatibilitas dan proses pengkomunikasian teknologi pakan komplit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peternak yang berpartisipasi memiliki persepsi yang lebih tinggi dibanding dengan peternak yang belum berpartisipasi. Peternak yang berpartisipasi mempersepsikan pakan komplit mampu memberikan keuntungan relatif yang tinggi, kompatibilitas yang sesuai, kompleksitas yang mudah dan proses pengkomunikasian yang lebih sederhana. Namun, peternak yang tidak berpartisipasi menganggap pakan komplit tidak terlalu menguntungkan, kompatibilitas yang sedang, kompleksitas yang tinggi namun mudah dikomunikasikan dan dimengerti. Kata kunci: Pakan komplit, penyuluhan partisipatif, sapi perah, Enrekang

PENDAHULUAN

Usaha sapi perah di kabupaten Enrekang telah dilaksanakan sejak tahun 1998. Produksi susu dimanfaatkan untuk memproduksi dangke yaitu makanan tradisional masyarakat Enrekang yang pada awalnya diproduksi dari susu kerbau. Peranan dangke bagi peternak merupakan salah satu sumber pendapatan utama dan mampu memberikan kontribusi 58,8 – 86,8% terhadap pendapatan total peternak (Baba, 2007). Suplai dangke hanya memenuhi 30% dari total permintaan dan mampu mendorong peningkatan populasi sapi perah di kabupaten Enrekang dari 432 ekor pada tahun 2002 menjadi 1.465 ekor pada tahun 2010 (Syahrir, 2011). Namun produktivitas susu masih rendah rata-rata 5 liter/ekor/hr dibawah dari produktivitas nasional yang mencapai 9,25 liter/hr/ekor sehingga pendapatan yang diterima masih rendah utamanya peternak

(2)

dengan skala usaha kecil. Masalah utama yang dihadapi peternak adalah fluktuasi kuantitas dan kualitas pakan yang sangat tinggi pada musim kemarau sehingga mempengaruhi penurunan produksi dangke.

Terdapat banyak potensi pakan lokal yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan stabilitas ketersediaan pakan bagi usaha ternak sapi perah di kabupaten Enrekang. Penelitian Baba dkk., (2011) menunjukkan bahwa ketersediaan bahan pakan baik sumber hijauan maupun sumber konsentrat di kabupaten Enrekang melimpah. Terdapat 9 bahan pakan sumber hijauan dan tiga bahan pakan sumber konsentrat di daerah sentra serta 13 pakan sumber hijauan dan 5 bahan pakan sumber konsentrat di daerah non sentra, namun adopsi pakan masih rendah. Hasil penelitian Baba, (2008) menunjukkan bahwa adopsi teknologi pakan pada daerah sentra (telah > 5 tahun mengembangkan sapi perah) rendah sementara untuk daerah yang baru (< 5 thn mengembangkan sapi perah) pada tahapan sedang.

Pengembangan teknologi secara top down sering bermasalah dalam hal adopsi apalagi jika metode difusi teknologi dilakukan dengan memanfaatkan peternak maju sebagai media difusi (Rogers, 2003). Metode ini dikritik karena pola top down mengeliminir partisipasi peternak dalam mengembangkan teknologi terutama peternak skala usaha kecil (Biggs and Smith, 1998; Chambers, 2007; Mardikanto, 2009; Hagman et al., 2000). Permasalahan dan potensi sumber daya peternak kecil sangat berbeda dengan peternak maju ataupun peneliti sehingga apa yang baik menurut peneliti dan peternak maju belum tentu baik menurut peternak kecil. Padahal, tipe peternak kecil (skala 1-2 ekor) mendominasi usaha sapi perah di kabupaten Enrekang dengan proporsi 87% (Dinas Pertanian Enrekang, 2010).

Untuk meningkatkan adopsi teknologi pakan di kabupaten Enrekang, maka dilakukan penelitian pengembangan teknologi secara partisipatif. Peternak terlibat sejak awal pada saat mengevaluasi potensi yang dimiliki, permasalahan yang dihadapi dan kebutuhan teknologi yang diharapkan (Rhoades and Booth, 1982). Pada tahap berikutnya, peternak memutuskan teknologi yang akan dikembangkan serta melakukan uji coba pada sapi perahnya sendiri untuk kemudian dievaluasi berdasarkan indikator yang dibangun oleh peternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi peternak terhadap karakteristik teknologi utamanya setelah teknologi ini diujicobakan pada level usahatani peternak.

METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan teknologi secara partisipatif sebagaimana yang diungkapkan oleh Rhoades and Boath (1982) yang membaginya menjadi 4 bagian utama yaitu diagnosis masalah dan kebutuhan, penelitian di laboratorium atau skala terbatas, menguji dan mengadaptasi di level usahatani dan evaluasi oleh petani. Penelitian ini berada pada tahap keempat yaitu tahap evaluasi oleh petani akan karakteristik teknologi.

Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten Enrekang yaitu di daerah sentra dan daerah non sentra pada bulan September – November 2011. Daerah sentra terpusat di kecamatan Cendana dengan jumlah peternak 199 orang sedangkan daerah baru yang mengembangkan sapi perah berada di kecamatan Cendana, Baraka dan Malua dengan jumlah peternak mencapai 162 orang. Penentuan responden dilakukan secara purposive dengan kriteria jumlah ternak sapi 1-2 ekor, mampu berkomunikasi dengan baik dan mampu baca tulis. Dipilih masing-masing 10 orang peternak di daerah sentra dan non

(3)

sentra yang berpartisipasi dan masing-masing 10 orang peternak di daerah sentra dan non sentra yang tidak berpartisipasi dalam pengembangan teknologi pakan komplit. Peternak yang berpartisipasi dilibatkan sejak awal pengembangan teknologi yaitu sejak penentuan potensi, permasalahan dan kebutuhan pakan di daerahnya masing-masing sampai pada tahap menguji dan mengadaptasi teknologi pakan di level usahatani sapi perahnya. Peternak yang tidak berpartisipasi hanya dilibatkan pada saat diseminasi teknologi dimana mereka diundang untuk menghadiri penyuluhan yang dilakukan oleh peternak kooperatif (yang melakukan uji dan adaptasi di level usahataninya).

Variabel yang diukur adalah persepsi peternak terhadap karakteristik teknologi dalam hal keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas dan proses pengkomunikasian teknologi (Rogers, 2003; Mardikanto 2009; Reimer, et al., 2012). Berikut adalah variabel yang diukur dalam penelitian ini:

Tabel 1. Variabel, sub varaibel dan indikator penelitian

Variabel Sub Variabel Indikator

Persepsi terhadap karakteristik teknologi Keuntungan relatif - Biaya - Kemudahan dipakai - Kemudahan memperoleh bahan pakan - Murah dibuat - Kepuasan pada hasil - Keuntungan yang

diperoleh Kompatibilitas

- Dibutuhkan peternak - Penting bagi peternak - Dibutuhkan sapi

Kompleksitas

- Kompleksitas pada saat formulasi pakan

- Kompleksitas pada waktu membuat pakan

- Kompleksitas pada saat pemberian

- Kompleksitas pada saat penyimpanan

Proses pengkomunikasian

- Mudah diketahui - Mudah ditiru - Bisa dicoba

- Pertambahan hasil mudah diketahui

Indikator diukur menggunakan skala liker dari nilai 5 (sangat setuju), 4 (setuju), 3 (ragu-ragu), 2 (tidak setuju) dan 1 (sangat tidak setuju). Untuk menentukan tingkat persepsi digunakan skala kontinum untuk menentukan derajat persepsi peternak terhadap karakteristik teknologi yang diukur. Analisis data menggunakan statistik deskriptif dalam bentuk grafik kontinum.

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak

Karakteristik peternak yang menjadi responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Karakteristik peternak sapi perah di kabupaten Enrekang

Parameter

Sentra Non Sentra

Partisipatif Non partisipatif Partisipatif Non partisipatif Umur: < 25 tahun 25–50 tahun >50 tahun 0 10 0 1 8 1 0 9 1 1 7 2 Pendidikan: SD – SMP SMA PT 2 7 1 1 9 0 4 5 1 5 4 1 Jumlah Anggota Keluarga: 2– 4 orang 5– 6 orang > 6 orang 2 7 1 3 6 1 4 4 2 5 5 0 Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa umur peternak berada pada kisaran usia produktif sehingga peternak mempunyai peluang untuk meningkatkan produktivitas usaha sapi perahnya. Dalam hal pendidikan, peternak pada umumnya telah mengenyam pendidikan formal. Bahkan di daerah sentra, cenderung telah berpendidikan menengah keatas yaitu 80% peternak partisipatif dan 90% peternak non-partisipatif. Jumlah anggotakeluarga pada umumnya berada pada level 5-6 orang yang berarti bahwa terdapat peluang untuk memanfaatkan tenaga kerja dalam usahatani sapi perah yang dimiliki peternak.

Persepsi Peternak terhadap Karakteristik Teknologi Pakan Komplit

Hasil penelitian tentang keuntungan relatif yang diterima peternak akibat penerapan teknologi formulasi pakan berbasis bahan baku lokal dapat dilihat pada gambar berikut ini:

(5)

Gambar 1. Keuntungan Relatif menurut Persepsi Peternak

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa peternak di daerah sentra yang terlibat secara partisipatif dalam penentuan potensi, permasalahan dan kebutuhan pakan baik di daerah sentra maupun di daerah non sentra berada pada kuadran IV. Ini berarti bahwa peternak mempersepsikan teknologi tersebut memberikan keuntungan relative. Lain halnya bagi peternak yang tidak terlibat secara partisipatif, mempersepsikan teknologi ini sebagai teknologi yang tidak memberikan keuntungan relative (di daerah sentra) dan netral (di daerah non sentra).

Tinjauan tentang kompatibilitas teknologi terkait dengan kemudahan teknologi tersebut untuk diterapkan dalam usahataninya dibanding dengan teknologi sebelumnya. Selain itu, kompatibilitas juga menyangkut tingkat kepentingan peternak dan ternak terhadap teknologi pakan yang akan diterapkan. Berdasarkan hasil penelitian, gambaran kompatibilitas teknologi yang diintroduksikan dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2. Kompatibilitas Teknologi Menurut Persepsi Peternak

Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa peternak yang berpartisipasi baik di daerah sentra maupun daerah non sentra berada pada nilai Kuadran V. Hal ini berarti bahwa mereka mempersepsikan kompatibilitas teknologi tersebut sangat tinggi bagi peternak dan ternak serta dibutuhkan pada saat sekarang ini. Demikian pula dengan peternak yang tidak berpartisipasi dari awal baik di daerah sentra maupun di daerah non sentra mempersepsikan kompatibilitas teknologi tinggi dan dibutuhkan saat ini. Seluruh peternak menyadari bahwa pakan khususnya pakan lengkap sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan. Kendala yang dihadapi saat ini adalah kontiniutas suplai konsentrat yang tidak menentu serta harga yang mahal menyebabkan mereka tidak dapat menerapkan teknologi pakan dengan baik. Menurut Ramli dkk., (2009) bahwa keuntungan dari pemanfaatan pakan komplit utamanya dari limbah adalah memberi kemudahan pada peternak dalam pemberian pakan dan peternak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ternaknya dengan mudah karena komposisi nutrisi dari pakan komplit sudah terukur.

STS TS RG

(6)

Guna lebih mempercepat proses adopsi teknologi pakan, dibutuhkan analisis lebih lanjut mengenai kompleksitas teknologi. Kompleksitas teknologi adalah persepsi peternak dalam penyusunan, pembuatan, pemberian serta penyimpanan pakan. Rangkaian kegiatan ini merupakan penentu keberhasilan penyediaan pakan yang dapat memenuhi kebutuhan ternak untuk produksi optimal. Kesulitan peternak dalam menangani rangkaian penyediaan pakan bagi ternaknya dapat menghambat percepatan adopsi teknologi pakan. Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh persepsi peternak terhadap kompleksitas teknologi sebagai berikut:

Gambar 3. Kompleksitas Teknologi Menurut Persepsi Peternak

Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa peternak yang berpartisipasi di daerah sentra berada di kuadran IV yang berarti bahwa mereka mudah dalam menyediakan, menyusun, memberikan dan menyimpan pakan untuk ternak mereka melalui penerapan teknologi pakan berbasis bahan baku lokal. Tidak ada kesulitan berarti yang dipersepsikan dalam menangani rangkaian aktivitas tersebut sehingga mereka dapat mengadopsi teknologi ini dengan cepat. Kemudahan ini disebabkan karena peternak yang berpartisipasi di daerah sentra mengetahui dengan baik menyusun dan membuat ransum sesuai petunjuk yang telah disusun bersama peneliti, serta mampu memberikan kepada ternak sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, mereka juga dapat menyimpan pakan utamanya konsentrat untuk jangka waktu yang lama tanpa mengurangi kualitasnya.

Lain halnya peternak yang berpartisipasi dari awal di daerah non sentra, persepsi mereka berada di kuadran ketiga yang berarti bahwa kompleksitas teknologi cukup sulit bagi mereka. Kendala utama yang dihadapi oleh peternak yang berpartisipasi di daerah sentra adalah penyimpanan pakan. Bahan baku lokal yang digunakan untuk sumber konsentrat adalah ampas tahu dan ubi jalar. Kedua bahan pakan ini tidak dapat di simpan lama sehingga menyulitkan peternak untuk menyimpannya. Kendala gudang yang tidak dimiliki oleh peternak yang berpartisipasi juga menjadi penyebab utama sulitnya mereka menyimpan pakan yang telah disusun.

Proses komunikasi menentukan kecepatan adopsi teknologi. Sebuah teknologi yang mudah diketahui dan mudah ditiru membuat peternak tertarik untuk melakukannya. Peternak dapat dengan segera mencoba teknologi tersebut pada usahataninya minimal pada sebagian ternaknya. Dari hasil percobaan itu, peternak akan mengamati hasil yang diperoleh dari penerapan teknologi. Jika hasilnya menguntungkan, mereka dapat mengadopsinya untuk diterapkan pada seluruh usaha

(7)

tani ternak yang mereka lakukan. Ini membuktikan bahwa proses komunikasi yang baik akan mempercepat proses adopsi suatu teknologi.

Persepsi peternak terhadap proses komunikasi dalam penelitian ini digolongkan atas teknologi tersebut mudah diketahui, mudah ditiru, bisa dicoba pada skala yang lebih kecil serta dapat diketahui hasil percobaannya dengan cepat. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Gambar 4. Kemudahan dalam Pengkomunikasian Teknologi Menurut Persepsi peternak

Berdasarkan gambar 4 diketahui bahwa peternak yang berpartisipasi dalam kegiatan penelitian sejak penentuan potensi, permasalahan dan kebutuhan memiliki persepsi yang sangat baik terhadap kemudahan proses pengkomunikasian teknologi yang diterapkan baik di daerah sentra maupun di daerah non sentra. Demikian halnya peternak yang tidak berpartisipasi memiliki persepsi terhadap proses komunikasi teknologi mudah dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa peternak mempersepsikan bahwa teknologi tersebut dapat dilaksanakan pada skala usaha menurut pengamatan mereka. Norland (1992) dan Wilson (1997) mengemukakan bahwa partisipasi dalam pengembangan teknologi akan meningkatkan interaksi sosial antarpetani sehingga proses komunikasinya lebih mudah.

Proses komunikasi yang mudah mempercepat proses adopsi teknologi. Kemudahan peternak mengamati, meniru dan mencoba serta mengetahui hasil yang diperoleh mempercepat pemahaman mereka terhadap teknologi tersebut. Pemahaman yang cepat akan mempercepat mereka untuk mengadopsinya. Misalnya saja dengan kemudahan mengamati, jika mereka yakin apa yang diamati mampu mereka kerjakan dan terapkan, maka secara otomatis memudahkan mereka mencoba pada skala usaha mereka. Setelah mereka mengadakan percobaan pada skala usaha, kemudahan melihat dan mengetahui hasil yang diperoleh akan semakin mempermudah mereka mengadopsinya. Pengetahuan terhadap hasil terkait dengan kemudahan dalam mengetahui pengaruh teknologi yang diterapkan terhadap peningkatan pendapatan, produksi dan kemudahan-kemudahan serta keuntungan lain yang akan diperoleh peternak. Jika pengaruh ini teramati dengan baik, akan mempercepat tumbuhnya keyakinan peternak akan keunggulan teknologi tersebut.

(8)

Persepsi peternak yang berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan teknologi lebih tinggi dibanding peternak yang tidak berpartisipasi. Peternak yang berpartisipasi merasa bahwa keuntungan relatif dari pakan komplit lebih menguntungkan dibanding dengan metode pemberian pakan yang selama ini mereka lakukan (cut and carry). Hal ini sesuai dengan pendapat Ife dan Tesoriero (2008) yang menyatakan bahwa petani yang berpartisipasi dalam proses pengembangan teknologi mampu meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani serta meningkatkan adopsi teknologi (Ali et al., 2007 dan Kroma, 2003).

KESIMPULAN

Persepsi peternak terhadap pakan komplit antara peternak yang berpartisipasi dengan peternak yang tidak berpartisipasi berbeda. Peternak yang berpartisipasi dalam pengembangan teknologi mempersepsikan teknologi pakan komplit lebih menguntungkan dibanding teknologi yang dikembangkan peternak selama ini. Selain itu, dalam hal kompleksitas, peternak di daerah sentra merasa mudah melakukannya dibanding teknologi yang selama ini digunakan meskipun peternak di daerah nonsentra tetap merasa bahwa teknologi pakan komplit hampir sama kompleksitasnya dengan teknologi yang selama ini digunakan. Dalam hal proses pengkomunikasian, peternak merasa bahwa pakan komplit dapat mereka terapkan pada usahataninya baik bagi peternak yang berpartisipasi dalam pengembangan teknologi maupun yang tidak berpartisipasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, T., M. Ahmad, B. Shahbaz and A. Suleri. Impact of Paricipatory Forest Management on Vulnerability and Livelihood Assets of Forest-Dependent Communities in Northern Pakistan. Int. J Sust. Dev. World 14:211-223. Baba, S. 2007. Kontribusi Usaha Ternak Sapi Perah Terhadap Pendapatan Peternak

sapi Perah di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang. Jurnal Vegeta Vol. 1 No. 1:35-45.

Baba, S., A. Muktiani, A. Ako., M.I. Dagong. 2011. Keragaman dan Kebutuhan Teknologi Peternak Sapi Perah di Kabupaten Enrekang. Med. Pet. Vol. 34 No.2:146-154.

Biggs, S. and G. Smith. 1998. Beyond Methodologies: Coalition-Building for Participatory Technology Development. World Development, Vol. 26 No. 2 pp. 239-248.

Chambers, R. 2007. Participation and Poverty. World Develop. 50(2):P.20-25. Hagman, J., E. Chuma, K. Murwira and M. Connoly. 2000. Learning Together

Through Participatory Extension: A Guide to an Approach Developed in Zimbabwe, Departement of Agricultural Technical & Extension Services (AGRITEX) Zimbabwe, Harare.

(9)

Ife, J. dan F. Tesoriero. 2008. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Terjemahan: S. Manullang, N. Yakin, M. Nursahid. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Kroma, M. 2003. Participation and Social Learning: Supporting Farmer Innovation in Central Ghana. J. Int. Agr. Extens. Edu. 10(1):43-49.

Mardikanto, T. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. UNS Press, Surakarta. Norland, E.V.T. 1992. Why Adult Participate? Journal of Extension March 1992.

www.joe.org/1992fall/a2.html. (Diakses Tanggal 14 Desember 2009).

Ramli, N., N. Ridla, T. Toharmat, dan L. Abdullah. 2009. Produksi dan kualitas susu sapi perah dengan pakan silase ransum komplit berbasis sumber serat sampah sayuran pilihan. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 34(1): 36-41.

Rhoades, R. E. & R. H. Boath. 1982. Farmer-back-to-farmer: a Model for Generating Acceptable Agriculture Technology. Agr. Admin. 11;127-137

Rogers, E.M. 2003. Diffusion of Innovations. Fifth Ed., New York Press, New York. Syahrir, J. 2011. Potensi Pengembangan Sapi Perah di Kabupaten Enrekang. Makalah

di Sajikan pada Workshop Pengembangan Peternakan Sapi Perah di Dinas Provinsi Sulawesi Selatan Tgl 8 Juli 2011, Makassar.

Wilson, G.A. 1997. Factor Influencing Farmer Participation in the Environmentally Sensitive Areas Scheme. Journal of Environ. Manag. 50:67-93.

Gambar

Tabel 1.  Variabel, sub varaibel dan indikator penelitian
Tabel 2.  Karakteristik peternak sapi perah di kabupaten Enrekang
Gambar 1.  Keuntungan Relatif menurut Persepsi Peternak
Gambar 3.  Kompleksitas Teknologi Menurut Persepsi Peternak
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Semarang Jawa Tengah Pekalongan Pekalongan Barat 5 Semarang Jawa Tengah Pekalongan Pekalongan Selatan 5 Semarang Jawa Tengah Pekalongan Pekalongan Timur 5 Semarang Jawa

Sebagai contoh beberapa sarkofagus yang ditemukan di Bali, sarkofagus dibuat dengan memahat bagian dalam batu sebagai wadah tulang si mati dan menutupnya dengan

Perbedaan kekerasan paduan Ti-6Al- 4V yang didapatkan dalam penelitian ini dibandingkan penelitian terdahulu diantaranya dapat diakibatkan perbedaan lama waktu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan Fe, Cu dan Zn di dalam rambut pengguna kosmetika pemerah bibir dan cat kuku serta hubungannya dengan kadar jenis logam yang

Telah dilakukan penelitian di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo pada tanggal 4-7 Juni 2013 untuk menganalisis logam Hg pada

Sebagai penelitian awal dilakukan analisis kuantitatif merkuri dalam sampel dilakukan dengan tiga cara, yaitu sebagai berikut : menggunakan pereaksi KI, NaOH dan kawat

Dari 52 kalus terung kultivar buah ungu yang diregenerasikan dapat menghasilkan 5 tunas dari media penambahan 1 mg/1 zeatin dengan keberhasilan sebesar 33,3% dan 13 tunas dari 2