• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi Implementasi Alat Permainan Edukatif Berbasis Kearifan Tradisi Loka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Optimalisasi Implementasi Alat Permainan Edukatif Berbasis Kearifan Tradisi Loka"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI IMPLEMENTASI ALAT PERMAINAN EDUKATIF

BERBASIS KEARIFAN TRADISI LOKAL

Yunus Abidin1 Hj. Setyaningsih2

Hana Yunansah3 ABSTRAK

Bermain pada dasarnya adalah aktivitas yang sangat menyenangkan dan mengasyikkan bagi anak-anak tanpa harus ada paksaan. Bermain dapat dinikmati dan membantu anak dalam mencapai perkembangan dan pertumbuhan, baik secara fisik, psikologis, intelektual, sosial, moral, dan emosional anak. Di sisi lain, bermain adalah aktivitas pengasah kreativitas sekaligus sarana untuk mengembangkan berbagai dimensi perkembangan pada anak. Agar kegiatan bermain lebih bermakna bagi perkembangan anak, kegiatan bermain memerlukan berbagai alat permainan edukatif. Salah satu alat permainan tersebut adalah alat permainan tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tidak alat permainan tradisional sehingga diperoleh bentuk yang paling tepat dalam rangka mengembangkan tugas-tugas perkembangan anak. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa alat-alat permainan tradisional yang dikembangkan mampu mengembangkan standar perkembangan anak.

Kata Kunci: Alat Permainan Edukatif, Kearifan Tradisi Lokal, Perkembangan Anak Usia Dini

A. PENDAHULUAN

Para pengikut teori Piaget dan Vygotsky melalui berbagai penelitian yang dilakukannya menemukan hubungan antara sejumlah aspek perkembangan kognitif anak dengan partisipasi anak dalam kegiatan bermain imajinatif. Bermain memberikan anak kesempatan untuk mempraktikkan cara berpikir divergen, meningkatkan kemampuan untuk berpikir fleksibel, dan berdaya cipta ketika anak memecahkan masalahnya dalam bermain. Sama halnya dengan orang dewasa dalam menghadapi masalah, anak pun bermain dengan alternatif-alternatif yang dia ciptakan selama proses bermain berlangsung. Sejalan dengan hal ini, bagi anak bermain adalah upaya yang dilakukannya untuk mengembangkan kreativitas dan imajinasinya.

Wasserman (2000) menyatakan bermain merupakan sumber utama kreativitas bagi seorang anak. Lebih jauh ia menegaskan bahwa permainan yang bersifat fantasi mampu memperkuat memori (ingatan) anak atas sejumlah informasi baik yang bersifat naratif maupun deskriptif.

1 Dosen UPI Kampus Cibiru alamat surel: [email protected]

2 Dosen UPI Kampus Cibiru 3 Dosen UPI Kampus Cibiru

(2)

Selain berpengaruh secara langsung bagi perkembangan kognitif anak, bermain juga mampu meningkatkan kemampuan siswa berbahasa. Tidak ada satu permainan pun yang dilakukan tanpa bahasa. Dalam permainan sosiodrama peningkatan kemampuan berbahasa anak akan semakin jelas terlihat. Saat bermain, anak akan menyimak tuturan temannya sehingga secara tidak ia dasari ia telah menambah kosakata yang dimilikinya. Ketika anak saling bantah dan bernegosiasi dengan temannya, anak membangun keterampilan linguistik dan kemampuan pertuturannya. Hal inilah yang menyebabkan bahwa melalui bermain anak sedang membentuk dan memodifikasi sebuah konsep penting bagi dirinya. Bermain juga dipercaya membantu anak membedakan antara penampakan dan realita. Sekait dengan hal tersebut Gestwicki (2007) meyakini bahwa kemampuan kognitif dan bahasa ditingkatkan oleh partisipasi anak dalam permainan yang imajinatif.

Fakta lain yang meluluhlantakkan anggapan orang tua yang memandang bermain menyebabkan anak malas dan bodoh adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Bodrova dan Leong. Berdasarkan hasil penelitiannya Bodrova dan Leong (2004) menyatakan bahwa bermain tidak mengurangi kualitas belajar akademik, tetapi justru menyiapkan siswa untuk belajar. Bermain tidak mengurangi pemerolehan anak atas dasar-dasar keterampilan tetapi sebaliknya bermain mendewasakan anak untuk belajar memperoleh berbagai keterampilan-keterampilan dasar tersebut dan sekaligus menyiapkan mereka menghadapi tantangan akademis di masa yang akan datang.

Elkind (181) menyatakan bahwa bermain mempengaruhi kemampuan kognitif dan bahasa anak melalui empat cara sebagai berikut.

a. Bermain mempengaruhi motivasi anak.

b. Bermain memfasilitasi desentralisasi kognitif anak.

c. Bermain mendorong perkembangan gambaran mental anak. d. Bermain memupuk perkembangan perilaku yang disengaja.

Berdasarkan konsep bermain di atas, salah satu aspek terpenting dalam pelaksanaan kegiatan bermain di lingkungan PAUD adalah keberadaan alat permainan edukatif. Alat Permainan Edukatif (APE) adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai sarana atau alat permainan yang mengandung nilai pendidikan dan dapat mengembangkan seluruh aspek kemampuan anak, baik yang berasal dari lingkungan sekitar (alam) maupun yang sudah dibuat (dibeli).

Abidin (2009) menyatakan bahwa APE dapat pula didefinisikan sebagai seperangkat instrumen yang digunakan seseorang dalam rangka mendidik anak dengan menekankan konsep bermain seraya belajar. Definisi lain adalah bahwa APE merupakan alat yang digunakan anak, orang tua maupun guru untuk mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak.

Alat atau bahan APE tidak harus berupa peralatan yang mahal dan sulit dicari. APE bisa saja dibuat dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan sekitar anak berada / bermain, baik yang berupa bahan atau benda yang sudah siap pakai,dimodifikasi atau dibuat baru untuk digunakan menjadi APE. Oleh karena itu, penyediaan APE sebenarnya bukanlah sesuatu yang sulit. Pelepah daun pisang saja bisa menjadi kuda bagi anak, sapu bisa diimajinasikan sebagai gitar, dan

(3)

Bertemali dengan konsep di atas, berbagai alat permainan tradisional bermuatan kebajikan lokal dapat dikembangkan untuk melengkapi keberadaan alat permainan modern yang sudah ada. Alat permainan tradisional yang antara lain eggrang/ engrang, congklak, supit (alat tembak dari bamboo kecil), gapyak, gasing, layangan, kelereng, dll. dapat digunakan untuk menstimulus anak agar lebih berkembang. Sayangnya upaya pengembangan dan optimalisasi penggunaan alat permainan tradisional ini belum banyak dilakukan.

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan mengotimalisasikan penggunaan beberapa alat permainan tradisional dalam rangka mengembangkan kemampuan berbahasa anak usia dini. Beberapa alat permainan edukatif tersebut enggrang batok, gapyak, dan suung ngelentrung. adalah Selain itu penelitian ini juga dilakukan untuk menguji keefektifan alat permainan tradisional tersebut bagi perkembangan bahasa anak usia dini.

B. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan. Desain penelitiannya adalah penelitian kaji tindak, artinya alat permainan edukatif yang digunakan dievaluasi penggunaannya, dikembangkan, dan dioptimalisasikan agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Penelitian ini dilaksanakan di Taman Kanak-kanak Laboratorium UPI Kampus Cibiru dengan subjek penelitian adalah anak kelompok A dan kelompok B.

Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan beberapa instrumen penelitian yakni lembar observasi, penilaian perkembangan bahasa anak, catatan lapangan, dokumentasi, dan lembar wawancara bagi guru. Seluruh data tersebut diolah baik secara naratif kualitatif maupun secara kuantitatif dengan menggunakan uji statistik deskriptif.

C. HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian dikemukakan bahwa alat permainan yang digunakan yang merupakan produk dari Laboratorium Bengkel Kerja Media Pembelajaran PAUD UPI Kampus Cibiru tidak secara langsung optimal untuk digunakan dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Secara terperinci dapat dikemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan pengujian tersebut dilakukan dalam tiga kali uji tidak. Masing-masing uji tindak tersebut disajikan sebagai berikut.

Berdasarkan hasil kaji tidak pertama dapat dikemukakan bahwa beberapa model alat permainan edukatif yang digunakan telah dapat digunakan siswa selama melaksanakan kegiatan bermain. Permainan yang menggunakan enggrang batok, gapyak, dan suung ngelentrung dapat berlangsung. Anak-anak terlibat aktif dalam kegiatan permainan. Namun demikian, penggunaan ketiga alat permainan tersebut masih dinilai kurang optimal.

Beberapa temuan yang dapat dikemukakan berdasarkan uji tidak pertama adalah bahwa alat permainan gapyak masih terlalu berat. Hal ini menyebabkan anak kurang mampu bergerak. Walaupun bahasa anak selama memainkan alat ini terlihat semakin berkembang ketidaksesuaian bentuk dan berat alat menyebabkan

(4)

permainan menjadi tidak tuntas. Atas dasar temuan ini alat tersebut selanjutnya diubah bahan dan ukurannya.

Pada alat permainan tradisional berupa enggrang batok dan suung ngelentrung pun permainannya belum terlaksana dengan optimal. Penyesuaian besar batok dan panjang tali memerlukan penyesuaian dengan perkembangan fisik anak. Di pihak lain suung ngelentrung yang digunakan belum mampu menarik perhatian anak. Bertemali dengan temuan ini kedua alat yang digunakan diperbaiki baik dalam hal ukuran, warna, maupun bentuknya.

Berdasarkan aspek perkembangan bahasa anak dapat dikemukakan bahwa kemampuan berkomunikasi anak belum terlihat optimal. Kemampuan anak dalam mengikuti perintah, kemampuan berinteraksi, dan kemampuan mengungkapkan pengalaman masih belum memenuhi standar yang ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa permainan yang dilakukan anak tidak tuntas karena permasalahan teknis alat permainan tradisional yang digunakan.

Berdasarkan hasil kaji tidak pertama dilakukan serangkaian perbaikan baik perbaikan alat maupun permainan yang digunakan anak selama menggunakan alat tersebut. Pada kaji tidak kedua dapat dikemukakan bahwa beberapa model alat permainan edukatif yang digunakan telah dapat digunakan siswa selama melaksanakan kegiatan bermain dengan lebih baik. Permainan yang menggunakan enggrang batok, gapyak, dan suung ngelentrung dapat berlangsung secara tuntas. Anak-anak terlibat aktif dalam kegiatan permainan. Dengan demikian, penggunaan ketiga alat permainan tersebut masih dinilai cukup optimal.

Beberapa temuan yang dapat dikemukakan berdasarkan uji tidak kedua adalah bahwa alat permainan gapyak sudah memiliki bentuk dan berat yang ideal dengan ukuran anak. Hal ini terlihat dengan kemampuan anak menggunakan alat-alat tersebut. Selama bermain dengan pola lomba, masing-masing kelompok telah terlihat kompak dan mampu mengoptimalkan kemampuan berbahasa mereka terutama untuk membentuk aba-aba bergerak. Atas dasar temuan ini alat tersebut selanjutnya ditetapkan bahan dan ukurannya.

Pada alat permainan tradisional berupa enggrang batok dan suung ngelentrung pun permainannya telah terlaksana dengan optimal. Penyesuaian besar batok dan panjang tali dengan perkembangan fisik anak yang telah dilakukan terbukti efektif meningkatkan daya vitalitas anak dalam menggunakan alat permainan tersebut. Suung ngelentrung yang digunakan pun telah mampu menarik perhatian anak untuk memainkannya dan sekaligus memperbincangkannya. Bertemali dengan temuan ini kedua alat yang digunakan ditetapkan baik dalam hal ukuran, warna, maupun bentuknya.

Berdasarkan aspek perkembangan bahasa anak dapat dikemukakan bahwa kemampuan berkomunikasi anak sudah mulai terlihat berkembang. Kemampuan anak dalam mengikuti perintah, kemampuan berinteraksi, dan kemampuan mengungkapkan pengalaman telah memenuhi standar yang ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa permainan yang dilakukan anak telah tuntas karena permasalahan teknis alat permainan tradisional yang digunakan tidak terjadi lagi.

(5)

Uji tidak yang ketiga dilakukan sebagai bentuk optimalisasi penggunaan alat permainan yang digunakan. Pada saat uji tidak ketiga ini hampir tidak ditemui permasalahan. Jenis permainan yang dikembangkan yang berbeda dengan pelaksanaan uji tidak pertama dan kedua terbukti efektif meningkatkan motivasi anak bermain walaupun masih menggunakan alat permainan yang sama. Kondisi ini menyebabkan kemampuan berbahasa anak pada ketiga indikator yang diukur mengalami peningkatan. Secara umum gambaran peningkatan kemampuan berbahasa anak dalam ketiga indikator yang ditetapkan tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Gambar 1

Rata-rata Perkembangan Kemampuan Berbahasa Anak Tiap Uji Tindak

Berdasarkan gambar di atas dapat dikemukakan bahwa kemampuan berbahasa anak yang diukur melalui tiga indikator yakni kemampuan anak dalam mengikuti perintah, kemampuan berinteraksi, dan kemampuan mengungkapkan pengalaman mengalami peningkatan dari tindakan ke tindakan. Pada tindakan pertama rata-rata skor kemampuan anak hanya 2,5 dari skala 5 sebagai skor maksimalnya. Kemampuan ini meningkat pada tindakan kedua menjadi 3,0 dan semakin meningkat pada tindakan ketiga menjadi 4,0. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dikemukakan bahwa alat permainan tradisional yang digunakan terbukti cukup efektif mengembangkan kemampuan berbahasa anak usia dini.

D. PEMBAHASAN

Berdasarkan temuan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa alat permainan tradisional yang diproduksi oleh Bengkel Media Pembelajaran PAUD UPI Kampus Cibiru tidak secara langsung dapat digunakan secara maksimal untuk mengembangkan kemampuan anak. Berbagai alat permainan tradisional tersebut harus dilakukan penyesuaian dengan perkembangan anak sehingga akhirnya dapat

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

(6)

digunakan secara optimal selama proses bermain. Perubahan utama yang harus dilakukan terutama berkenaan dengan bentuk, warna, bahan, dan berat alat permainan tersebut. Berdasarkan kenyataan ini, alat permainan apapun yang diproduksi harus diuji kelayakan dan keefektifannya melalui hasil penelitian.

Temuan bahwa alat permainan tradisional harus tetap disesuaikan dengan kondisi anak selaras dengan pendapat Abidin (2009) yang menyatakan bahwa alat permainan edukatif harus memenuhi beberapa persyaratan sebelum digunakan anak selama proses bermain. Beberapa persyaratan tersebut antara lain cocok dengan usia dan karakteristik anak; dipusatkan pada aspek – aspek pengembangan anak; dapat mengembangkan belajar aktif anak; dapat memberikan pengalaman, pengetahuan dan keterampilan baru bagi anak; mudah digunakan, dapat merangsang dan menarik bagi anak; dan sesuai dengan potensi dan minat anak.

Selain selaras dengan pendapat Abidin, proses pengembangan alat permainan edukatif tradisional juga sejalan dengan Gestwicki (2007) yang menyatakan bahwa alat permainan edukatif dapat dikreasi guru. Namun demikian diperlukan tahapan khusus dalam merancang bangun alat permainan edukatif tersebut. Tahapan perancangan tersebut meliputi identifikasi kebutuhan, analisis data dan inventarisasi prioritas kebutuhan, menentukan jenis APE yang akan dibuat atau dikembangkan; membuat rancangan pengembangan dan penggunaan APE; membuat APE, uji coba APE; revisi APE dan pembuatan master APE.

Penelitian ini juga membuktikan bahwa penggunaan alat permainan tradisional dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak. Selama penggunaan alat tradisional tersebut anak mampu melakukan serangkaian kegiatan komunikasi efektif dan bahwa mampu mengungkapkan pengalaman menggunakannya. Bertemali dengan kondisi alat permainan yang digunakan terbukti efektif mengembangkan kemampuan berbahasa anak usia dini.

Aktivitas yang dilakukan pada permainan dengan alat permainan tradisional mengandung keterampilan, kecekatan kaki dan tangan, menggunakan kekuatan tubuh, ketajaman mata, kecerdasan pikiran, keluwesan gerak tubuh, menirukan alam lingkungan, memadukan gerak irama, lagu, dan kata-kata yang sesuai dengan arti dan gerakannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Ismail (2006) yang menyatakan bahwa terdapat nilai-nilai budaya yang terkandung dalam permainan tradisional di antaranya melatih sikap mandiri, berani mengambil keputusan, penuh tanggung jawab, jujur, sikap dikontrol lawan, kerja sama, saling membantu dan saling menjaga, membela kepentingan kelompok, berjiwa demokrasi, patuh terhadap peraturan, penuh perhitungan, ketepatan berpikir dan bertindak, tidak cengeng, berani, bertindak sopan dan bertindak luwes. Oleh sebab itu wajarlah jika alat yang dikembangkan mampu meningkatkan kemampuan berbahasa anak.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan pula bahwa kemampuan berkomunikasi antara anak semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan penyataan Gestwicki (2007) bahwa rasa senang yang berkembang pada saat bermain akan membentuk emosi positif pada anak sehingga anak akan memiliki ketangguhan dalam mengatasi masalah, mengambil masalah, berkomunikasi efektif, dan bahkan menciptakan masalah demi kedewasaannya. Bermain lebih lanjut akan membentuk

(7)

Bermain dengan menggunakan berbagai alat permainan tradisional ternyata mampu meningkatkan kualitas bermain anak. Peningkatan kualitas bermain ini menjadi sangat penting sebab Brewer (2007) menyatakan bahwa bermain memiliki 3 tujuan yakni untuk mengembangkan intelektual anak; mengembangkan sosial dan emosional anak; dan untuk mengembangkan fisik anak. Berdasarkan manfaat dan tujuan di atas, bermain memiliki fungsi multidimensional bagi anak. Oleh sebab itu, bermain dengan menggunakan alat permainan tradisional harus mulai dibudayakan kembali di lingkungan lembaga PAUD.

E. SIMPULAN

Berdasarkan temuan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa alat permainan tradisional yang diproduksi oleh Bengkel Media Pembelajaran PAUD UPI Kampus Cibiru tidak secara langsung dapat digunakan secara maksimal untuk mengembangkan kemampuan anak. Berbagai alat permainan tradisional tersebut harus dilakukan penyesuaian dengan perkembangan anak sehingga akhirnya dapat digunakan secara optimal selama proses bermain. Perubahan utama yang harus dilakukan terutama berkenaan dengan bentuk, warna, bahan, dan berat alat permainan tersebut. Berdasarkan kenyataan ini, alat permainan apapun yang diproduksi harus diuji kelayakan dan keefektifannya melalui hasil penelitian.

Ditinjau dari aspek perkembangan bahasa anak sebagai aspek utama penelitian dapat dikemukakan bahwa kemampuan berbahasa anak yang diukur melalui tiga indikator yakni kemampuan anak dalam mengikuti perintah, kemampuan berinteraksi, dan kemampuan mengungkapkan pengalaman mengalami peningkatan dari tindakan ke tindakan. Pada tindakan pertama rata-rata skor kemampuan anak hanya 2,5 dari skala 5 sebagai skor maksimalnya. Kemampuan ini meningkat pada tindakan kedua menjadi 3,0 dan semakin meningkat pada tindakan ketiga menjadi 4,0. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dikemukakan bahwa alat permainan tradisional yang digunakan terbukti cukup efektif mengembangkan kemampuan berbahasa anak usia dini.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y. (2009) Bermain. Bandung: Rizqi Press.

Bodrova dan Leong. 2004. Tools of the mind. Englewood Cliffs: Prentice- Hill.

Brewer, J.A. 2007. Intruduction to early childhood education: Preschool through primary

grades. New York: Allyn and Bacon

Elkind. 1981. Curriculum planning for young children. Washington: NAEYC.

Gestwicki, C. 2007. Development appropriate practice: Curriculum and development in

early education. Canada: Thomson.

Ismail, A. 2006. Educational games: Menjadi cerdas dan ceria dengan permainan edukatif. Yogyakarta: Pilar Media.

Referensi

Dokumen terkait

4pabila tubuh membusuk sebelum penguburan proses pembusukan akan tetap terjadi alaupun lambat karena akti;itas en5im dan bakteri sudah terbentuk dari dalam sebelum

Hasil pengujian hipotesis kedua ini dapat menjadi pertimbangan bagi para investor dalam mengambil keputusan investasi atau para kreditur dalam mengambil keputusan kredit,

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka simpulan yang diperoleh sebagai berikut: 1) Fashion involvement memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

Berdasarkan dari pengertian penelitian secara deskriptif tersebut, maka akan diadakan penelitian tentang iklan Tempo Media versi “Badai” dengan meneliti iklan

MI Khadijah didalam mengimplementasikan pendidikan karakter melalui budaya sekolah telah mencapai indikator keberhasilan melalui lima nilai karakter utama yaitu

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mengukur motivasi belajar akuntansi siswa dengan menggunakan media pembelajaran berbasis film dokumenter perusahaan

Berdasarkan teori-teori gerakan sosial dan gerakan dakwah, sedekah yang dilakukan dalam rangka untuk merubah keadaan sosial yang lebih baik, menjadikan sedekah sebagai