• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia Di Kelas X SMA Negeri 1 Sausu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia Di Kelas X SMA Negeri 1 Sausu"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

*Putu W. Dewijayanti, Daud K. Walanda dan Solfarina Pendidikan Kimia/FKIP - Universitas Tadulako, Palu - Indonesia 94118

Abstract

Keywords: Cooperative learning, Two Stay Two Stray, learning outcomes, chemical bonding

Pendahuluan

Proses pendidikan secara keseluruhan adalah proses belajar mengajar dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Peran dan fungsi guru berkembang seiring dengan bergesernya paradigma baru dalam bidang pendidikan. Sebagai pengajar dan pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Setiap adanya inovasi pendidikan khususnya dalam kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya pendidikan, selalu bermuara pada faktor guru (Hamalik, 2005).

Menurut Kurniawan (2012), kualitas pembelajaran di kelas sangat menentukan mutu pendidikan. Tingkat kualitas pembelajaran

dapat ditunjukkan oleh tingginya keterlibatan peserta didik dalam proses belajar mengajar di kelas. Kesempatan belajar siswa dapat ditingkatkan dengan cara melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. Siswa yang terlibat aktif dalam belajar, akan mempertinggi kemungkinan pencapaian prestasi belajar (Hamalik, 2005). Sesuai dengan pendapat Rahma dan Lutfi (2013) denganketertarikan siswa dapat meningkatkan hasil belajar.Hasil belajar diperoleh melalui keterlibatan siswa secara langsung dalam serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan dan interaksi dengan materi pelajaran, teman, narasumber dan sumber belajar lainnya (Suci, 2008).

Kualitas seseorang sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya. Dalam upaya meningkatkan kualitas seseorang guna mengatasi ketertinggalan di segala aspek diperlukan motivasi. Motivasi dapat didorong dari model pembelajaran yang diberikan dalam

Generally in the learning process students tend to be passive in finding out the concept. Students just rewrite the existing conceptss, so that their learning outcomes are less. To obtainthe improvement of students’ learning outcome it required a learning model, one of them is cooperative learning model TSTS. This study aims to apply student-centered in the learning process of SMA Negeri 1 Sausu, and to investigate the students’ learning outcomes with the application of the learning model TSTS type and the conventional on chemistry subject at the tenth grade students of SMA Negeri 1 Sausu. This research is experimental research with quasi experiment design. The population is the whole tenth grade students numbered 124 students with the sample taken purposively where class B as for the control class numbered 31 students and class D as for the experimental class numbered 31 students. The results of the data analysis obtained the average score of the experimental class is 7.04 with deviation standard is 2.85 and control class is 5.43 with deviation standard is 3.11. from the results of testing hypothesis obtained tcounted = 2.26 and ttable = 2.00 at α = 0.05, so that H1 is accepted and H0 is rejected. These data

showed that students’ learning outcomes with the implementation of cooperative learning model TSTS were higher than conventional learning model on the subject of chemistry at the tenth grade students of SMA Negeri 1 Sausu.

STAY TWO STRAY (TSTS) PADA POKOK BAHASAN IKATAN KIMIA

DI KELAS X SMA NEGERI 1 SAUSU

The Application of Cooperative Learning Model Two Stay Two Stray (TSTS)

Type on Chemical Bonding at Tenth Grade Students of SMA Negeri 1 Sausu

Received 13 January 2014, Revised 19 February 2014, Accepted 21 February 2014

*Correspondence: P. W. Dewijayanti

Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako

email: snoowgoose@gmail.com Published by Universitas Tadulako 2014

(2)

proses pembelajaran di kelas (Arum, dkk, 2012).

Secara umum partisipasi siswa dalam pembelajaran relatif rendah. Sebagian besar siswa cenderung hanya mampu meniru apa yang dikerjakan guru. Siswa tidak mampu menggunakan buku teks secara efektif, mereka cenderung mencatat kembali konsep-konsep yang sudah ada dalam buku teks, sehingga menghabiskan banyak waktu dan pembelajaran menjadi tidak efisien (Setiawan, 2008).

Dalam proses belajar mengajar pemilihan dan penggunaan metode yang tepat dalam menyajikan suatu materi dapat membantu siswa dalam mengetahui serta memahami segala sesuatu yang disajikan guru, sehingga melalui tes hasil belajar dapat diketahui peningkatan prestasi belajar siswa (Fajri, dkk, 2012). Menurut Subratha (2007), model pembelajaran yang berfokus pada pengembangan pemahaman konsep, pengembangan intraksi kelompok dan kerjasama, dan latihan memecahkan masalah merupakan pilihan yang terbaik. Model pembelajaran yang memenuhi kriteria ini adalah model pengajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu strategi yang memberikan kesempatan individu untuk bekerja sama dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif bermanfaat bagi peserta didik baik dibidang akademis maupun sosial (Saraswati,dkk, 2012). Menurut Wardhani, dkk (2012) model pembelajaran kooperatif ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, siswa dapat berinteraksi secara positif dengan temannya, sehingga dapat meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran dan juga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Alasan yang mendukung penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pencapaiaan prestasi para siswa dan juga akibat-akibat positif lain yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok-kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam akademik, dan meningkatkan rasa harga diri. Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan dan

pengetahuan mereka (Slavin, 2005).

Two Stay Two Stray (TSTS) adalah salah satu tehnik belajar kooperatif yang memberikan kesempatan pada siswa untuk saling berbagi informasi materi yang mereka ketahui. Tehnik ini juga membagi siswa dalam kelompok sehingga dapat membantu siswa agar lebih aktif dalam berdiskusi, bertanya dan menyampaikan pendapat. Dengan kata lain, belajar dengan kelompok ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa (Lucia, 2012).

Pembelajaran TSTS merupakan model pembelajaran yang dapat melatih siswa berfikir kritis, kreatif dan efektif serta saling membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk saling berprestasi dalam kelompoknya dan kelompok lain. Dengan adanya tehnik TSTS, siswa tesebut memeiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan kelompok lain dan membandingkan hasil kerja mereka sehingga proses pembelajaran dapat berjalan efektif (Zulirfan, 2009).

Belajar yang menempatkan siswa untuk bertanggung jawab terhadap proses belajarnya dapat menjadikan siswa lebih menyadari tentang konsep yang dipelajari selama proses belajar. Siswa mengkonstruksi sendiri konsep belajar dan solusi terhadap permasalahanyang mereka hadapi sendiri. Oleh karena itu siswa tidakseharusnya bergantung pada guru untuk belajar, namunsiswa seharusnya mandiri dalam belajar sepanjanghidupnya (Arjanggi, dkk, 2010).

Langkah pembelajaran TSTS meliputi kerja sama dalam kelompok berempat, berbagi informasi antar kelompok, mendiskusikan ulang hasil temuan dari kelompok lain bersama kelompok masing-masing, selanjutnya mempresentasikan hasil diskusi. Tiap kelompok pada pembelajaran TSTS terdapat dua siswa sebagai tamu dan dua siswa sebagai tuan rumah. Tamu bertugas mencari informasi dari kelompok lain, sedangkan tuan rumah bertugas menyampaikan informasi kepada kelompok lain (Nurkhasanah, dkk, 2013).

Model pembelajaran ini bisa dijadikan sebagai alternatif pembelajaran kimia di sekolah. Terutama untuk bahasan yang terdiri dari beberapa sub pokok bahasan. Sehingga tujuan pembelajaran cepat tercapai, siswa menjadi lebih mengerti dan membuat suasana menyenangkan dalam pembelajaran kimia yang biasanya dianggap membosankan oleh siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS cocok untuk meningkatkan komunikasi dan hubungan antar siswa di kelas. Menurut

(3)

Qomariyah dan Badriyah (2010), metode TSTS ini mengkondisikan siswa untuk menemukan, mencari, mendiskusikan dan berbagi informasi yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Novita (2012) mendapatkan hasil penelitian SMKN 1 Lintau Buo pada mata pelajaran menggunakan hasil pengukuran bahwa setelah mengikuti pembelajaran, hasil belajar siswa kelas eksperimen (kelas yang menggunakan metode TSTS) lebih baik daripada kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional.

Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi hasil belajar penerapan model pembelajaran tipe TSTS dan pembelajaran konvensional terhadap siswa pada pokok bahasan ikatan kimia pada mata pelajaran kimia kelas X SMA Negeri 1 Sausu; dan untuk menerapkan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa di SMA Negeri 1 Sausu.

Metode

Penelitian ini yaitu penelitian eksperimen dengan rancangan penelitian quasi experiment design. Gambaran rancangan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

dimana: X adalah Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, O1

adalahPretest, dan O2 adalah Postest.

Populasi penelitian adalah seluruh siswa

kelas X SMA Negeri 1 Sausu dengan total 124 siswa dan pemilihan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Kelas XB sebagai kelas kontrol dan kelas XD sebagai kelas eksperimen, dengan jumlah siswa masing-masing kelas yaitu 31 orang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes soal ikatan kimia yang valid sebanyak 12 soal dengan 5 pilihan. Data hasil penelitian dikumpulkan dari nilai tes akhir siswa setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Kemudian data dianalisis menggunakan analisis statistik, yaitu uji-t satu pihak. Sebelumnya dilakukan pengujian normalitas menggunakan rumus chi-kuadrat dan pengujian homogenitas menggunakan rumus uji-F sebagai syarat dalam uji hipotesis (Sudjana, 2005).

Hasil dan Pembahasan

Langkah awal dalam penelitian ini adalah

memberi pretest kepada siswa dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan berdasarkan hasil yang diperoleh siswa serta melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Pada akhir pembelajaran dilakukan tes hasil belajar siswa dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh hasil belajar siswa pada kelas eksperimen yang diberi perlakuan dan kelas kontrol yang tidak diberi perlakuan. Tes disusun dalam bentuk pilihan ganda sebanyak 12 item soal. Soal-soal yang digunakan dalam tes akhir ini, telah dilakukan uji validitas sebelumnya. Tes akhir yang digunakan dalam penelitian ini, digunakan dengan alasan bahwa tes tersebut dibuat oleh peneliti dan dalam pembuatannya telah dilakukan uji-uji validitas, dengan tingkat kesukaran sedang dan daya pembeda cukup baik serta reliabilitasnya sangat tinggi (0,979).

Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata yang diperolehmelaluipenerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS maupun pembelajaran konvensionalmasing-masing 7,04 dan 5,43. Untuk mengetahui hipotesis yang ada diterima atau ditolak, maka hipotesis harus diuji kebenarannya dengan uji statistik, yaitu uji-t satu pihak. Dari hasil pengujian hipotesis diperoleh thitung = 2,26 dan ttabel =

2,00 pada α = 0,05, sehingga H1 diterima

dan H0 ditolak. Hipotesis yang dibuat

dalam penelitian ini untuk menganalisis data hasil belajar kognitif siswa. Sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik dari pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Sausu pada pokok bahasan ikatan kimia. Karena perolehan nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih besar daripada nilai rata-rata hasil belajar kelas kontrol, yaitu 7,04 dan 5,43.

Hasil belajar kelas eksperimen memperoleh nilai tertinggi 91,67dannilai terendah 16,67. Pada kelas kontrol nilai tertinggi 91,67, nilai terendah 8,33 dan nilai rata-rata kelas 5,43. Nilai afektif siswa kelas eksperimen terdapat 2 orang siswa yang sangat baik dan 29 orang baik. Pada kelas kontrol terdapat 27 orang yang baik dan 4 orang cukup. Hasil belajar psikomotor siswa dalam proses pembelajaran pada kelas eksperimen terdapat lima kelompok yang baik dan satu kelompok yang cukup. Pada kelas kontrol terdapat empat kelompok yang baik dan dua kelompok yang cukup. Hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotor siswa dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Quasi experiment design

Kelas Pretest Perlakuan Postest

Kelas

eksperimen O1 X O2

(4)

Berdasarkan Tabel 1 dapat terlihat bahwa hasil belajar kelas eksperimen (dengan penerapan TSTS) lebih tinggi dari kelas kontrol (tanpa penerapan TSTS). Sesuai dengan hasil penelitian Nurkhasanah, dkk (2013) menyatakan dengan adanya pembagian peran pada kelas yang menerapkan pembelajaran TSTS ternyata menyebabkan prestasi belajar afektif siswa lebih tinggi. Hal ini dikarenakan siswa akan belajar lebih baik dan lebih banyak jika mereka memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan informasi kepada yang lainnya. Siswa juga akan lebih tertarik untuk belajar karena siswa bebas berbagi informasi dengan kelompok lain.Perbedaan hasil belajar ini juga dapat dilihat pada hasil analisa data. Berdasarkan data hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t uji pihak kanan, dimana diperoleh nilai thitung lebih besar dari

pada ttabel atau dengan kata lain berada di daerah

penolakan H0, dengan taraf signifikan (α) =

0,05 dan dk = 60. Sehingga berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa H0

ditolak dan H1 diterima.

Perbedaan hasil belajar ini disebabkan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memiliki kelebihan tertentu jika dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional. Materi yang disajikan guru dalam pelaksanaan pembelajaran bukan begitu saja disampaikan dan diterima oleh siswa, tetapi siswa mampumemecahkanmasalahyang diberikan sehingga siswa memperoleh berbagai pengalaman untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang disajikan oleh guru (Kristina, 2012).

Berdasarkan uraian di atas, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini dapat menciptakan suasana pembelajaran yang baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Kristina (2012), suasana pembelajaran yang

baikdisebabkan siswacenderung tidak hanya mengharapkan informasi dari gurunya. Agar dapat berperan aktif dalam penemuan, dan menyampaikan apa yang diperoleh kepada kelompok lainnya atau penyelesaian tugas yang diberikan siswa termotivasi untuk mengembangkan daya pikir serta kreatif dalam proses pembelajaran kimia. Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini dapat memudahkan siswa untuk memahami suatu konsep pembelajaran dalam pokok bahasan ikatan kimia. Hal ini disebabkan setiap individu atau kelompok siswa menemukan sendiri suatu konsep pembelajaran dengan permasalahan yang telah diberikan oleh guru. Guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator dalam pembelajaran. Dengan demikian penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini dapat memberikan hasil yang baik.

Hasil observasi pada proses pembelajaran sedang berlangsung motivasi belajar siswa meningkat. Hal ini tampak pada diskusi antara siswa yang satu dengan yang lain dalam masing-masing kelompok. Saat melakukan kerja sama dalam kelompok dengan menggunakan LKS dan bertamu kekelompok lain untuk saling bertukar informasi dan kembali ke kelompoknya untuk menyampaikan hasil yang diperoleh tentang materi yang sedang dipelajari mereka sangat antusias melakukannya. Hasil penelitian Lucia (2012) menyatakansiswa pada kelas yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih bersemangat dalam belajar. Hal ini disebabkan karena siswa lebih termotivasi dalam mengerjakan tugas meringkas yang diberikan oleh guru, siswa lebih termotivasi karena menganggap pembelajaran yang dilakukan menyenangkan. Selain itu, siswa juga lebih bersemangat dalam pembelajaran, dengan bertamu ke kelompok lain. Dengan demikian, saat diberikan beberapa masalah siswa dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan mudah dan semua anggota aktif dalam kerjasama kelompok.

Kesimpulan

Hasil belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi daripadahasil belajar siswa dengan model pembelajaran konvensional pada pokok bahasan ikatan kimia di kelas X SMA Negeri 1 Sausu.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ni Nyoman Arini yang telah memberi

Tabel 1. Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar Kelas

eksperimen Kelas kontrol

Kognitif

-

Nilai tertinggi

-

Nilai terendah 91,6716,67 91,678,33 Afektif

-

Sangat baik

-

Baik

-

Cukup 2 orang 29 orang -27 orang 4 orang Psikomotor

-

Baik

(5)

kesempatan dan membantu dalam penelitian.

Referensi

Arjanggi, R., & Suprihatin, T. (2010). Metode pembelajaran tutor teman sebaya meningkatkan hasil belajar berdasarkan regulasi-diri. Makara, Sosial Humaniora, 14(2), 91-97.

Arum, R. N. K., & Lutfi, A. (2012). Memotivasi siswa belajar materi asam basa melalui media permainan rangking one chemistry quiz. Unesa Journal of Chemical Education,

1(1), 174-179.

Fajri, L., Martini, K. S., & Nugroho, A. (2012). Upaya peningkatan proses dan hasil elajar kimia materi koloid melalui pembelajaran kooperatif tipe tgt (Teams games tournament) dilengkapi dengan teka-teki silang bagi siswa kelas XI IPA 4 SMA Negeri 2 Boyolali pada semester genap tahun ajaran 2011/2012.Jurnal Pendidikan Kimia (JPK),1(1), 89-96.

Hamalik, O. (2005). Perencanaan pengajaran berdasarkan pendekatan sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

Kristina, E. (2012). Pengaruh penggunaan media komputasi dengan pendekatan pembelajaran kontruktivisme terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Banawa pada materi larutan penyangga (Skripsi S1). Universitas Tadulako, Palu. Kurniawan, W. D. (2012). Pengembangan

perangkat pembelajaran mekatronika berbasis komputer pokok bahasan programmable logic controller Berorientasi Pada Pembelajaran Langsung. Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Program Pascasarjana Unesa, 1(1), 1-10.

Lucia, M. (2012). Penerapan tehnik dua tinggal dua tamu diawali tugas meringkas dalam proses pembelajaran matematika pada siswa kelas VII SMPN 1 Lengayang tahun pelajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan. STKIP PGRI SUMBAR.

Novita, W. (2012). Perbedaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe dua tinggal dua tamu dan konvensional mata pelajaran menggunakan hasil pengukuran

di SMKN 1 Lintau Buo. FT Universitas Negeri Padang. 1-13.

Nurkhasanah. L., Mulyani. B., & Utomo, S. B. (2013). Efektifitas pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray (tsts) dan think pair square (tpsq) melalui pemanfaatan peta konsep terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan sistem koloid kelas XI SMA N 4 Magelang tahun ajaran 2011/2012.

Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), 2(2), 24-30. Qomariyah, I., & Badriyah, L. (2010). Upaya

peningkatan ketrampilan berargumentasi pendidikan agama islam dengan metode two stay two stray pada siswa kelas XI di SMA Al-Muniroh Ujung Pangkal Gresik.

Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Agama Islam, 1(1), 37-52.

Rahma, R. A., & Lutfi, A. (2013). Pemanfaatan media permaianan tradisional sebulir sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar struktur atom. UNESA Journal of Chemical Education, 2(1), 59-63.

Saraswati, D., Soedjoko. E., & Susilo, B. E. (2012). Penerapan pembelajaran two stay two stray terhadap kemampuan pemahaman konsep dan minat. UJME, 1(1), 31-36. Setiawan, I. G. A. N. (2008). Penerapan

pengajaran kontekstual berbasis masalah untuk meningkatkan hasil belajar biologi siswa kelas X2 SMA Laboratorium Singaraja.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, 2(1), 42-59.

Slavin, R. E. (2005). Cooperative learning. Bandung: Penerbit Nusa Media.

Subratha, N. (2007). Pengembangan model pembelajaran dan strategi pemecahan masalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Sukasada.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, 1(2), 135-147.

Suci, N. M. (2008). Penerapan model problem based learning untuk meningkatkan partisipasi belajar dan hasil belajar teori akutansi mahasiswa jurusan ekonomi

Undiksha. Jurnal Penelitian dan

Pengembangan Pendidikan, 2(1), 74-86. Sudjana. (2005). Metoda statistika. Bandung:

(6)

Wardhani, I. Y, Sajidan., & Maridi. (2012). Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray disertai media audio-visual untuk meningkatkan kualitas belajar biologi siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 7 Surakarta tahun ajaran 2011/2012.

Pendidikan Biologi, 4(1), 40-55.

Zulirfan. (2009). Hasil belajar ketrampilan psikomotor fisika melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tps dan tstspada siswa kelas X MA Dar El Hikmah Pekanbaru. Jurnal Geliga Sains, 3(1), 43-47

Gambar

Tabel 1.  Quasi experiment design
Tabel 1.  Hasil Belajar Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Judul : perubahan perilaku seksual beresiko di kalangan pengguna NAP2A melalui model pemberdayaan pendidik komunitas (studi eksperimen penanggulangan penyalahgunaan NAP2A

The objective of this research is to find out if there is any significant difference of English speaking ability between boarding and non-boarding school of the

kata menjadi kata “pisang goreng” dengan bantuan guru Anak mampu melihat video proses pertumbuhan pisang dan menyusun kartu. kata menjadi kata “pisang goreng” tanpa

Dari mayoritas responden yaitu sebanyak 61.18% yang memberikan penilaian baik terhadap pelayanan yang dirasakan pelanggan tersebut artinya bahwa, pelanggan menilai

Perihal : Undangan Pembuktian Kualifikasi Untuk Pekerjaan Pengadaan Penyediaan Jasa Perencanaan Teknis Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Muara Enim Tahun

pipa di dalamnya, fluida tersebut mengalir melalui cincin yang berbentuk silinder pipa, maupun silinder dalam dan silinder luar.Karena kedua aliran fluida melintas

Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kegiatan melipat kertas dengan kreativitas anak terbukti adanya peningkatan dari minggu pertama sampai minggu keenam dalam semua aspek

Dalam penelitian ini, metode WebQual yang digunakan adalah WebQual versi 4.0 yang telah dimodifikasi dengan menambahkan dimensi kualitas antarmuka pengguna (user