• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJUAUAN HISTORIS LAHIRNYA LEMBAGA PENDIDIKAN MADRASAH Oleh: Hendriadi Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJUAUAN HISTORIS LAHIRNYA LEMBAGA PENDIDIKAN MADRASAH Oleh: Hendriadi Abstrak"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

TINJUAUAN HISTORIS LAHIRNYA LEMBAGA PENDIDIKAN MADRASAH

Oleh: Hendriadi

Email: hendri_adi74@gmail.com

Abstrak

Madrasah were established because of various motives, tends, and importances whether it is based on religion, scientific, economics, or politics. But, these various factors have developed the madrasah educational systems directly or indirectly which bring new tyes of educational systems in Islamic world. Through this development, the madrasah existence as Islamic College, during the middle-age, influenced not only the Islamic world but also the high contribution for the development of the Western educational system. Furthermore, educational system of the Islamic world (Madrasah System) is admitted as one of the foundations of the modern education, mainly, in the Scientific knowledge development and eduactional institution management. Unfortunately, many western experts do not admit it because of religious sentimentalilty.

Key Words: Lembaga, Pendidikan, Madrasah

A. Pendahuluan

Islam pada awal perkembangannya sudah mempunyai lembaga pendidikan dan pengajaran. Lembaga pendidikan dan pengajaran pada saat itu dinamakan “kuttab”, disamping masjid, rumah, istana, dan perpustakaan. Kuttab adalah suatu lembaga pengajaran yang khusus sebagai tempat belajar membaca dan menulis. Pada mulanya guru-guru kuttab tersebut adalah orang-orang nonmuslim, terutama orang-orang-orang-orang Kristen dan Yahudi. Oleh karenanya pada awal Islam kuttab dijadikan tempat belajar membaca dan menulis saja, sedangkan pengajaran al-Qur’an dan dasar-dasar agama diberikan di masjid oleh guru-guru khusus. Kemudian untuk kepentingan pengajaran menulis dan membaca bagi anak-anak, yang sekaligus juga memberikan pelajaran al-Qur’an dan dasar-dasar agama, diselenggarakan kuttab-kuttab yang terpisah dari masjid.

Dalam perkembangan selanjutnya, kuttab tersebut dijadikan sebagai pendidikan tingkat dasar, sedang Masjid dalam bentuk halaqah yang memberikan pendidikan dan pengajaran tentang berbagai ilmu pengetahuan, merupakan pendidikan tingkat lanjutan. Pendidikan di Masjid ini, biasanya hanya untuk orang-orang dewasa dengan sistem halaqah (lingkaran). Dari situlah muncul ulama-ulama besar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan agama Islam, dan dari situ pula muncul mazhab-mazhab dalam berbagai bidang disiplin ilmu yang pada masa itu disebut madrasah. Dalam arti etimologis yaitu aliran atau jalan pemikiran. Untuk menampung kegiatan

(2)

2

halaqah yang semakin marak sejalan dengan meningkatnya jumlah pelajar dan berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang maka dibangun ruang-ruang khusus untuk kegiatan halaqah tersebut di sekitar masjid dan dibangun pula tempat-tampat khusus untuk para guru dan pelajar sebagai tempat tinggal dan tempat kegiatan belajar mengajar yang disebut dengan nama “Zawiyah” atau “Ribath”. Pada dasarnya timbulnya madarasah di dunia Islam merupakan usaha pengembangan dan penyempurnaan zawiyah-zawiyah tersebut guna menampung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan jumlah pelajar secara kuantitas semakin membengkak.

B. Pertumbuhan Madrasah dan karakteristik di Timur Tengah

Kata “Madrasah” berasal dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat (dzaraf), dari akar kata : “Darasa, Yadrusu, Darsan, dan Madrasatan”. Yang mempunyai arti “Tempat belajar para pelajar” atau diartikan “jalan” (Thariq), misalnya : diartikan : “ini jalan kenikmatan”. Sedangkan kata “Midras” diartikan “buku yang dipelajari” atau “tempat belajar” dan kata “Midras” diartikan “rumah untuk mempelajari kitab Taurat”. 1

Disamping kata “Madrasah” berasal dari kata “Darasa” yang artinya “membaca dan belajar”. Baik dari bahasa Arab atau Aramy mempunyai konotasi arti yang sama yakni “Tempat Belajar”. 2

Padanan madrasah dalam bahasa Indonesia adalah “sekolah”. Padaumumnya, pemakaian kata “Madrasah” dalam arti sekolah tersebut,mempunyai konotasi khusus yaitu sekolah-sekolah agama Islam. Yangberjenjang dari madrasah ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Namun, kata “Madrasah” pada awal perkembangannya mempunyai beberapa pengertian, diantaranya : berarti aliran atau mazhab, kelompok atau golongan filosuf, dan ahli pikir atau penyelidik tertentu yang berpegang padametode atau pemikiran yang sama.

Beberapa pengertian di atas, terjadi karena aliran-aliran yang timbul sebagai akibat perkembangan ajaran agama Islam dan ilmu pengetahuan keberbagai bidang saling berebutan pengaruh di kalangan umat Islam dan berusaha untuk mengembangkan aliran atau mazhabnya masing-masing. Maka terbentuklah madrasah-madrasah dalam pengertian kelompok pemikiran, mazhab atau aliran tersebut. Itulah sebabnya mengapa sebagaian besar madrasah yang didirikan pada masa itu dihubungkan dengan nama nama mazhab yang mashur, misalnya madrasah Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabila.3

Jadi kata “madrasah” pada awal perkembangannya, diartikan jalanpemikiran seorang pemikir atau kelompok pemikir dalam suatu bidang ilmu,kemudian diartikan tempat belajar atau lembaga pendidikan dan pengajaranseperti sekolah yang berkonotasi khusus yaitu yang banyak mengajarkan agama Islam atau ilmu-ilmu ke Islaman. Kedua arti tersebut masih terasa dilakukan mayoritas umat Islam sampai sekarang, karena madrasah merupakan tempat penyebaran paham aliran atau mazhab yang dianut untuk di sosialisasikan ke seluruh umat. Misalnya madrasah NU yang disebut dengan “Al-Ma’arif” menyebarkan misi Syafi’iyahnya, dan madrasah

(3)

3

Muhammadiyah yang membawa paham kemuhammadiyahannya, dan seterusnya.

Pertama kali timbul istilah “Madrasah” adalah berkenaan dengan upayakhalifah Abbasiyah Harun al-Rasyid guna menyediakan fasilitas belajar ilmukedokteran dan ilmu-ilmu penopang lainnya dilingkungan klinik (Bimari stain) yang dibangunya di Baghdad. Komplek ini dikenal dengansebutan “Madrasah Baghdad”. Namun kelihatannya pemakaian istilah tersebut cenderun dengan tema, terutama kalau diperhatikan tidak adanya kelanjutan dari madrasah Baghdad, kecuali munculnya Bait al-Hikmah dimasa Makmun.

Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang munculnya madrasahsebagai lembaga pendidikan Islam yang kita kenal seperti sekarang ini.Hasan Ibrahim Hasan berpendapat bahwa, madrasah belum muncul sebelum abad IV Hijriyah (sebelum 10 Masehi), menurutnya madrasah pertama adalah Madrasah al-Baihaqiyah di Naisabur.

Al-Baihaqiyah yang didirikan di Naisapur oleh Abu Hasan ali al-Baihaqi (w. 414 H).Hasil penelitian seseorang peneliti Richard Bulliet pada tahun 1972, mengungkapkan bahwa selama dua abad sebelum madrasahNidhamiyah di Baghdad sudah berdiri madrasah di Naisapur sebanyak 39 madrasah dengan madrasahnya yang tertua yaitu “Miyan Dahiya” yang mengajarkan fiqh Maliki. Demikian juga Naji Ma’ruf mengatakan, bahwa 165 tahun sebelum madrasah Nidhamiyah sudah ada madrasah di Maa waraa al-Nahri dan khurrasan. Sebagai bukti ia mengungkapkan data dari Tarikh al-Bukhari yang menjelaskan bahwa Ismail bin Ahmad (w. 295 H) mempunyai madarasah yang dikunjungi oleh para pelajar untuk melanjutkan pelajaran mereka. Madrasah Naisapur pada masa awal ini didirikan oleh seorang ulama fiqh dengan tujuan utama untuk mengembangkan ajaran mazhabnya.

Pada umumnya madrasah tersebut mengajarkan satu mazhab fiqh saja dan sebagian besar bermazhab Syafi’i. Dari 39 madrasah yang dikemukakan oleh Bulliet, hanya satu madrasah yang mengajarkan fiqh Maliki, empat madrasah yang mengajarkan fiqh mazhab Hanafi, dan yang lainnya mengajarkan fiqh mazhab Syafi’i.Pendapat lain mengatakan bahwa madrasah muncul pertama kali di dunia Islam adalah madrasah al-Nizhamiyah, yang didirikan oleh Nizham al-Mulk, seorang penguasa dari Bani Saljuk (w. 485 H.) Ibnu Atsir menyebutkan bahwa Nizham al-Mulk seorang wazir sultan Maliksyah Bani Saljuk (465-485) mendirikan dua madrasah yang terkenal dengan nama madrasah al-Nizhamiyah di Baghdad dan di Naisapur, kemudian diberbagai wilayah yang dikuasainya.

Dari berbagai keterangan di atas kiranya jelas bahwa istilah madrasah pernah muncul pada masa Khalifah Abbasiyah Harun al-Rasyid yang disebut dengan “Madrasah Baghdad”, akan tetapi belum populer dan mengalami stagnasi. Madrasah di kawasan Naisapur pada abad ketiga.

Para peneliti kebanyakan menyebutkan wilayah yang sama yaitu di Naisapur, namun, berbeda madrasah mana yang dimaksud. Sebagian peneliti menyebutkan madrasah “al-Baihaqiyah”, tetapi ternyata jika dilihat dari masa hidup pendirinya yaitu Abu Hasan Ali al-Baihaqi yang wafat 414 H, pendapat

(4)

4

ini kurang tepat. Sebagian lagi berpendapat madrasah “Miyan Dahiya”, mungkin pendapat inilah yang lebih kuat. Sedang madrasah Nizhamiyah di Baghdad adalah madrasah terbesar pertama di dunia Islam yaitu pada abad kelima Hijriyah.

C. Perkembangan Madrasah dan Eksistensinya

Keberadaan madrasah, tentunya tidak bisa dipisahkan dari sejarah keberadaan madrasah di dunia Islam pada umumnya. Maka dalam tulisan ini akan diuraikan terlebih dahulu tentang sejarah madrasah di dunia Islam secara sekilas. Para ahli sejarah pendidikan Islam hingga saat ini belum menemukan kata sepakat tentang kapan dan di mana madrasah pertama kali didirikan.

Pertama, sejarawan pendidikan Islam ternama, Ahmad Syalabi berpendapat bahwa madrasah yang pertama kali didirikan di dunia Islam adalah Madrasah Nizamiyah di Baghdad, madrasah ini didirikan oleh Nizam al-Mulk (w. 485 H/1092 M), menteri pendidikan dari Sultan Alp Arslan dan Malik Syah (era kekuasaan Bani Saljuk), dengan tujuan untuk mengajarkan agama, khususnya Islam Sunni, sebagai upaya untuk mengikis ajaran Syiah yang berkembang di tengah-tengah masyarakat muslim pada waktu itu.4

Pendapat tersebut didukung oleh al-Maqrizi, sebagaimana dikutip oleh Maksum, menjelaskan bahwa madrasah merupakan prestasi abad kelima Hijriah. Menurutnya, madrasah belum dikenal pada masa sahabat dan tabi’in, melainkan sesuatu yang baru dikenal setelah abad keempat Hijriah.5 Senada dengan Syalabi adalah Mehdi Nakosteen dan Michael Stanton, menurutnya madrasah yang didirikan oleh Nizam al-Mulk merupakan institusi pendidikan dalam bentuk baru (a new type of school) yang pada era sebelumnya belum ada.6 Madrasah juga merupakan institusi pendidikan par excellent di dunia Islam.

Demikian halnya George Maqdisi, dan Hisam Nasambe, serta sejarawan Philip K Hitti, menegaskan bahwa madrasah merupakan evolusi dari lembaga pendidikan Islam sebelumnya yaitu Kuttab atau Maktab, masjid dan masjid Khan, yang pada umumnya diasosiasikan kepada perdana mentri Nizam al-Mulk, ini disebabkan keberhasilannya dalam mendirikan madrasah Nizamiyah di Baghdad pada tahun antara 457 dan 459 H. (1065dan 1067 M), dan selanjutnya mempopulerkan madrasah dengan cara mendirikan banyak madrasah lain yang serupa di Iraq.7

Madrasah Nizamiyah merupakan prototipe madrasah dalam peradaban Islam, merupakan lembaga pendidikan resmi dan pemerintah terlibat dalam menetapkan tujuan pendidikannya, menentukan kuriku-lumnya, memilih guru, dan memberikan subsidi finansial kepada madrasah. Bahkan madrasah Nizamiyah merupakan lembaga yang menghasilkan pegawai-pegawai pemerintah.Ketenaran madrasah Nizamiyah, dibandingkan dengan madra-sah-madrasah lainnya, menurut Michael Stanton disebabkan karena madrasah ini menjadi salah satu lembaga pendidikan yang sangat dikenal pada abad kesebelas, dan menjadi cetak biru (blue print) bagi pengembangan madrasah-madrasah serupa di dunia Islam. Selain itu, para

(5)

5

ilmuwan hingga saat ini dapat lebih memahami keberadaannya, karena ketersediaan dokumen tentang pendirian dan perkembangannya.

Joseph S. Szyliowicz, juga menegaskan bahwa meskipun madrasah telah berdiri pada awal abad ke-9 M, namun madrasah yang menjadi model sistem pendidikan madrasah keseluruhan, adalah madrasah Nizamiyah yang dibangun oleh Nizam al-Mulk di Baghdad pada tahun 1057 M. Kemashuran madrasah ini telah melu-as dan merangsang pertumbuhan madrasah yang sama juga dapat diterima oleh masyarakat luas (universal accepted) di dunia Islam.8 Setelah madrasah dikembangkan oleh Nizam al-Mulk, madrasah menyebar di Iraq, Khurasan, al-Jazira dan kota-kota lain di dunia Islam.9 Szyliowicz juga menuturkan bahwa pembangunan madra-sah Nizamiyah sangat mendorong berdirinya madrasah-madrasah lainnya, di Kairo berdiri lebih dari 75 madrasah, dan 86 madrasahdi Damaskus, dan 51 madrasah di Aleppo.

Sistem madrasah mencapai puncaknya pada zaman kekhalifahan Turki Ustmani. Berbeda dengan pendapat pertama tersebut, Richard W Bulliet menjelaskan bahwa dua abad sebelum madrasah Nizamiyah didirikan oleh wazir Nizam al-Mulk, di Nishapur telah berdiri madrasah Miyan Dahiya dengan tokoh kunci mudarris dan jurist Abu Ishaq Ibrahim bin Mahmud bin Hamzah (w. 270 atau 314 H), yang merupakan pengajar hukum mazhab Maliki. 10 Selain madrasah Miyan Dahiya, Bulliet menegaskan secara kronologis telah berdiri 37 madrasah lainnya di Nishapur, di antaranya madrasah Abu Hasan ’Ali as-Sibgi (w. 305 H), madrasah Abū Walīd al-Qurasī (w. 349 H), madrasah Abū Is}āq al-Bastāmī (w. 314 H), madrasah Ibn Fūrak (372 H), dan lain sebagainya. Senada dengan Bulliet, Hasan Abd al-Al berpendapat bahwa madrasah telah berdiri sejak abad keempat Hijriah. Untuk mem-perkuat pendapatnya Abd al-A’la mengutip beberapa kitab yang ditulis oleh para ulama abad keempat, di antaranya Ahsan Taqāsim fi Ma’rifat al-Aqālim karya al-Maqdisi (w. 378 H), Ţabaqāt al-Syafi’iyyah al-Kubrā karya al-Subkhi (w. 388 H), dan al-Rasāil karya Badi’ al-Zaman al-Hamadani (w. 389 H).11

Namun Abd al-A’la tidak menyebut nama madrasah apa yang sudah berdiri sebelum madrasah Nizamiyah. Para ahli sejarah pendidikan Islam mencatat bahwa, abad kelima Hijriah (11 M) dilihat sebagai saat yang menentukan (turning point) sejarah perkembangan madrasah di dunia Islam.

Berikut madrasah yang pernah tumbuh dan berkembang di masa klasik Islam antara lain:12

a. Madrasah-madrasah di Naisapur (abad ke-4 dibawah dinasti Samaniyah (204-395 H . 819-1005M)

b. Madrasah Nizhamiyah (485 H / 1092 M) pada masa dinasti Saljuk (Nizham al-Mulk)

c. Madrasah Imam Abu Hanifah Baghdad, (abad ke-5 H/ 11 M)

d. Madrasah al-Musthansiriyah Baghdad, ( Pendirinya Khalifah Abbassyiyah ke 36, Al-mustansyir (623-640 /1226-1242)

e. Madrasah Al-Mansyuriyah Kairo, Pendirinya Dinasti Mamalik, Al Mansur Qalawun (678-689H / 1280-1290 M)

(6)

6

f. Madrasah Granada (al-Nashriyah) di Andalusia, Zaman Abu Abdillah Muhammad ibn Muhammad ibn Yusuf tahun 750 H / 1349, di Andalusia g. Madrasash Malaga, cordova, didirikan oleh Muhammad bin Muhammad

al-Thanjali (733 H / 332 M) h. Madrasah Khusus.

Madrasah yang sebelumnya merupakan lembaga swasta, yang sangat personal dan mandiri, berubah menjadi lembaga pendidikan resmi peme-rintah dan bersifat sangat politisi. Madrasah yang pada awalnya tidak memiliki misi khusus untuk menyerang paham atau aliran lainnya, sejak berdirinya madrasah Nizamiyah berubah menjadi sebaliknya. Hal ini bisa dipahami karena madrasah Nizamiyah didirikan dengan tujuan untuk mengajarkan paham Sunni dan membendung berkembangnya paham Syi‟ah di dunia Islam.

Adapun tentang tempat di mana pertama kali madrasah tumbuh, Ira M. Lapidus menulis bahwa, madrasah sebagai sebuah perguruan yang diorganisir secara formal diduga berasal dari Khurasan, karena di sinilah hukum Islam (Syari‟ah) diajarkan di rumah-rumah pribadi, yang kemudian disediakan tempat menginap bagi para guru dan pelajar yang datang dari jauh. Madrasah di Baghdad, kemudian diorganisir menjadi sebuah lembaga pendidikan resmi pemerintah. Baik pendapat Bulliet maupun Abd al-A’la ini tidak banyak mendapat dukungan dari para sejarawan pendidikan Islam saat ini. Hal ini mungkin disebabkan karena madrasah yang muncul sebelum berdirinya madrasah Nizamiyah, bersifat eksklusif karena untuk kalangan para bangsawan (patrician), dan belum terorganisir secara rapi dan tertib, serta masih menjadi satu dengan rumah pendirinya, masjid atau masjid Khan.

Terlepas dari masalah kapan dan di mana pertama kali madrasah muncul di dunia Islam, hal lain yang juga sangat penting untuk diungkap adalah motif apa yang sebenarnya melatar belakangi para penguasa muslim atau para tokoh lainnya mendirikan institusi madrasah. Berikut ini akan dijelaskan motif-motif pendirian madrasah di dunia Islam. Pertama, motif politisi. Karena keberadaan madrasah tidak terlepas dari kekuasaan, yakni madrasah dijadikan sebagai instrumen untuk melanggengkan kekuasaan, dan tidak semata-mata didorong oleh kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan bagi masyarakat muslim. Hal ini, diakui oleh Syalabi, Nakosteen, Szy-liowicz dan juga Maqdisi bahwa madrasah-madarash yang dibangun oleh Nizam al-Mulk, memiliki tujuan politik dan agama, untuk membentuk opini publik Islam Sunni ortodoks terhadap Islam Syi’ah, selain juga memiliki spirit ilmu pengetahuan yang tinggi. Hal ini dapat dipahami karena musuh yang dihadapi oleh Dinasti Saljuk yang Sunni ini adalah Dinasti Fatimiyah di Mesir yang beraliran Syi’ah, dan salah satu upaya perlawanan yang efektif untuk melawan ideologi Syi’ah adalah dengan mendirikan lembaga pendidikan, dalam hal ini madrasah Nizamiyah. Pertimbangan ini perlu dilakukan karena Syi’ah sangat aktif dan sistematik dalam melakukan indoktrinisasi melalui pendidikan atau aktivitas pemikiran yang lain.13

(7)

7

Diakui oleh para sejarawan, bahwa madrasah dalam hal ini dijadikan sebagai media artikulasi politik bagi penguasa. Kedua, motif profesional atau administratif dan ekonomi serta motif sosial. Pada awal keberadaannya, institusi madrasah didirikan sebagai kelanjutan dari masjid dan masjid Khan.14 Hal ini disebabkan karena, pembelajaran yang diberikan di tempat-tempat tersebut memiliki beberapa keterbatasan. Kurikulumnya terbatas dan tidak selalu memiliki guru-guru yang baik, fasilitas fisik bukan lagi untuk lingkungan pendidikan yang memadai. Selain itu pertentangan antara tujuan pendidikan dan tujuan agama di dalam masjid hampir tidak dapat diperoleh titik temunya. Tujuan pendidikan, di satu sisi, menghendaki adanya bermacam-macam aktivitas sehingga menimbulkan keramaian, dan hiruk pikuk. Sedangkan di sisi lain yakni beribadah di masjid, menghendaki ketenangan dan kekhusyukan.

Berikutnya, faktor eksternal yang juga mendukung dikembangkannya madrasah adalah adanya kenyataan, bahwa kemajuan dan penyebaran ilmu pengetahuan yang menyebabkan adanya sekelompok orang yang menemui hambatan untuk menciptakan kehidupan yang layak, melalui ilmu pengetahuan yang mereka miliki. Oleh karena itu, perlu untuk mendirikan lembaga pendidikan yang dikelola secara profesional.15 Sebagai contoh, pengelola madrasah Nizamiyah sudah menerapkan sistem penggajian kepada pakar yang terlibat aktif dalam kegiatan keilmuan, walau pun hal ini masih kontroversial di kalangan para pakar dalam madrasah Nizamiyah sendiri.16 Selain itu, madrasah juga didirikan sebagai sarana untuk mencetak para pekerja Sunni profesional yang akan berpartisipasi dalam menjalankan birokrasi pemerintahan, khususnya dalam bidang peradilan dan manajemen.

Sebagai lembaga ilmu pengetahuan, harus diakui bahwa madrasah didirikan tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek seperti di atas, tetapi untuk merekonsiliasi wahyu dengan capaian ilmiah dan intelektual pada saat itu. Hal ini, bisa dimengerti karena pada dasarnya madrasah dibangun sebagai akibat dari kesadaran umat Islam akan pentingnya ilmu pengetahuan, sebagai kelanjutan dari adanya hubungan yang intensif antara dunia Islam dengan budaya intelektual yang berasal dari Yunani.

Menurut Gary Leiser, paling tidak terdapat tiga alasan utama pendirian dan pengembangan madrasah di dunia Sunni: 1) madra-sah dibangun untuk mengokohkan paham Sunni dan membendung meluasnya paham Syi’ah. 2) madrasah didirikan untuk menyedia-kan kader-kader yang loyal terhadap pemerintah yang berkuasa, dan 3) keinginan penguasa untuk tetap bisa mengontrol dan menda-patkan dukungan para elit agama.17 Terkait dengan alasan pertama tersebut, Fazlur Rahman nampaknya sangat tidak sependapat, menurutnya madrasah sebagai kontra propaganda terhadap Syi’is-me tampaknya secara mendasar tidaklah benar, karena madrasah-madrasah Sunni sudah ada sebelum propaganda Syi’ah, tetapi adalah benar bahwa apa yang dilakukan Syi’ah selama kekuasaan politik mereka, yakni menggunakan lembaga-lembaga akademis mereka sebagai alat propaganda, selanjutnya menyebabkan penguasa-penguasa Sunni (Bani Saljuk dan Bani Ayyub) setelah runtuhnya kekuasaan Syi’ah, memberikan dukungan kepada

(8)

8

lembaga-lembaga pendidikan Sunni.18 Madrasah itu berfungsi tidak hanya sebagai institusi transmisi ilmu, tetapi juga sebagai locus utama reproduksi ulama. Hingga akhir abad ke-13, madrasah menjadi wahana utama bagi kebangkitan doktrin Sunni.19

Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa madrasah didirikan karena berbagai motif, kecenderungan dan kepentingan, baik agama, keilmuan, ekonomi maupun politik. Akan tetapi, ber-bagai faktor tersebut secara langsung maupun tidak, telah menye-babkan berkembangnya sistem pendidikan madrasah, yang merupa-kan tipe baru dari sistem pendidikan di dunia muslim. Pada perkembangannya, keberadaan madrasah sebagai lemba-ga pendidikan tinggi (Islamic college), pada abad pertenlemba-gahan tidak saja berpengaruh terhadap dunia Islam, tetapi juga memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan sistem pendidikan di dunia Barat. Bahkan oleh Elmer Harrison Wilds, seorang profesor pendidikan dari Michigan University menjelaskan bahwa, sistem pendidikan di dunia muslim (sistem madrasah) diakui menjadi salah satu fondasi pendidikan modern (the foundations of modern education), terutama dalam pengembangan pengetahuan ilmiah, dan sistem pengelolaan lembaga pendidikan.20 Walau pun kenyataan ini tidak banyak mendapat pengakuan dari para ahli sejarah di dunia Barat, yang disebabkan karena adanya sentimen keagamaan.

D. Pembelajaran Pada Madrasah

Dilihat dari perkembangan lembaga-lembaga pendidikan dalam Islam, dapat disimpulkan bahwa madrasah adalah hasil evolusi dari masjid sebagai lembaga pendidikan, sebelum berpindahnya lembaga pendidikan Islam dari masjid ke Madrasah, sebenarnya masjid sendiri secara fisik telah mengalami evolusi. Lamanya pendidikan di dalam masjid menuntut tersedianya tempat permanent bagi siswa yang datang dari jauh, kebutuhan ini dijawab dengan pengenalan khan (asrama) disamping masjid yang dipelopori oleh Badr bin Hasanawyh. Maka dalam hal ini madrasah merupakan perkembangan berikutnya dari masjid dan masjid berasrama (masjid khan). George Makdisi menekankan bahwa masjid khan yang kemudian tumbuh menjadi madrasah adalah masjid khan tempat dimana fiqih merupakan bidang studi utamanya, ini sesuai dengan pandangan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan hukum (college of law).

Sebagaimana dijelaskan Hasan Asari, Nakosteen menulis: "Pendidikan yang tersedia di maktab, sekolah istana, dan masjid mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang sangat jelas berdasarkan tujuan pendidikan, kurikulum sangat terbatas, lembaga-lembaga ini tidak berhasil memikat guru-guru terbaik, fasilitas-fasilitasnya tidak menawarkan lingkungan pendidikan yang kondusif, konflik antara tujuan kependidikan dengan tujuan-tujuan keagamaan di masjid hampir tidak bisa didamaikan lagi. Pendidikan menuntut keaktifan (dan menimbulkan kebisingan) yang mengganggu kehidmatan peribadatan, karena itu menjadi penting untuk mengurangi sebanyak mungkin tanggungjawab masjid yang berkaitan dengan pendidikan. Pendirian sebuah tipe lembaga pendidikan yang baru yakni madrasah, adalah

(9)

9

alamiyah dan perlu. Sebuah faktor ekternal yang juga berperan dalam pengembangan konsep baru ini adalah kenyataan bahwa kemajuan dan penyebaran pengetahuan melahirkan kelompok orang yang kesulitan membangun kehidupan yang layak dengan pengetahuan abstrak mereka, memajukan pendidikan dan menyediakan penghasilan kelompok ini adalah bagian dari alasan didirikannya madrasah-madrasah."

Dari kutipan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya istilah pengajaran di madrasah yaitu:21 Pertama Halaqoh-halaqoh (lingkaran belajar) untuk mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, yang didalamnya terjadi berbagai diskusi dan perdebatan, sering mengganggu orang-orang yang beribadah di masjid. Karena itu ada upaya untuk segera memindahkan halaqoh-halaqoh tersebut keluar masjid. Didirikanlah ruangan-ruangan dan kelas-kelas sehingga tidak mengganggu kegiatan ibadah. Lama kemudian muncul keinginan untuk benar-benar memisahkan lembaga pendidikan islam itu dari msjid kebangunan tersendiri yang lebih permanen, dari situlah muncul madrasah.

Kedua dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan, baik agama maupun pengetahuan umum (waktu itu dikenal dengan sebutan ulum al-aqliyah, ilmu-ilmu rasional), maka makin banyak diperlukan ruangan dan kelas untuk mengajarkan dan menampung para murid yang kian hari kian bertambah. Masjid tidak bias mengakomodasikan kebutuhan tersebut. Apalagi mulai berkembangnya pendapat bahwa pengetahuan umum sebaiknya tidak diajarkan di dalam msjid. Karena itu madrasah menjadi pilihan yang dianggap cukup memadai untuk menampung kebutuhan tersebut.

Ketiga pada abad ke-4 H. syiah telah tumbuh menjadi faham dan gerakan keagamaan yang kuat yang berkembang di hamper seluruh dunia Islam. Syiah tidak hanya menjadi gerakan politik tetapi juga gerakan ilmu pengetahuan yang secara aktif dan sistematis menyebarkan ide-idenya melalui lembaga-lembaga pendidikan, keadaan ini sangat menantang kaum muslimin dari kalangan sunni, karena itu mereka mendirikan madrasah-madrasah sebagai lembaga pendidikan yang oleh para ulama fiqih kemudian digunakan untuk mengembangkan sekaligus mempertahankan faham ahlusunnah.

Keempat pada masa bangsa Turki Seljuk melulai berpengaruh dalam pemerintahan bani abbasyiah (1055-1194) dan mempertahankan kedudukan mereka dalam pemerintahan, mereka berusaha untuk menarik hati kaum muslimin. Dengan jalan memperhatikan pendidikan dan pengajaran bagi rakyat umum, mereka juga berusaha mendirikan madrasah-madrasah ini di berbagai tempat dan dengan dilengkapi sarana dan fasilitas yang diperlukan. Guru-guru digaji secara khusus untuk mengajar dimadrasah-madrasah yang mereka dirikan.

Kelima mereka mendirikan madrasah-madrasah dengan harapan mendapatkan simpati rakyat umum disamping ampunan dan pahala dari Allah SWT.

(10)

10

E. Kesimpulan

1. “Madrasah” pada awal perkembangannya, diartikan jalanpemikiran seorang pemikir atau kelompok pemikir dalam suatu bidang ilmu,kemudian diartikan tempat belajar atau lembaga pendidikan dan pengajaran seperti sekolah yang berkonotasi khusus yaitu yang banyak mengajarkan agama Islam atau ilmu-ilmu keIslaman. Kedua arti tersebut masih terasa dilakukan mayoritas umat Islam sampai sekarang, karena madrasah merupakan tempat penyebaran paham aliran atau mazhab yang dianut untuk di sosialisasikan ke seluruh umat

2. Banyak pendapat tentangasal-usul terbentuknya madrasah tetapi yang lebihkuat pendapat adalah Madrasah “Miyan Dahiya”, Hasil penelitian seseorang peneliti Richard Bulliet pada tahun 1972,mengungkapkan bahwa selama dua abad sebelum madrasah Nidhamiyah di Baghdad sudah berdiri madrasah di Naisapur sebanyak 39 madrasah dengan madrasahnya yang tertua yaitu “Miyan Dahiya” yang mengajarkan fiqh Maliki. mungkin pendapat inilah yang lebih kuat. Sedang madrasah Nizhamiyah di Baghdad adalah madrasah terbesar pertama di dunia Islam yaitu pada abad kelima Hijriyah.

1

Abu luwis al-Yasu’I,al-munjid fi al-LughahWa al-Munjid Fi al-A‟lam, Cet.23, Dar al-Masyriq, Beirut, tt,h.221, yang dikutipolehtimPendaisDepag

2

Mehdi Nakossteen, kontribusi Islam atasDuniaintelektual Barat: DeskripsiAnalisis Abad Keemasan Islam, Edisi Indonesia (Surabaya: Risalah Gusti:1996), h. 66

3

Azyumaedi Azra, Pendidikan Islam: Tradisidan ModernisasiMenuju Milenium Baru, Logos, h. 117

4

Ahmad Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam (Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah), terj. Muchtar Jahja, dan Sanusi Latief, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 109-110.

5

Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembanganya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 60.

6

Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins of Western Education AD. 800-1350, With an Introduction to Medieval Muslim Education, (Colorado: University of Colorado Press, 1964), hlm. 38-40.

7

George Maqdisi, The Rise of Colleges; Institrutions of Learning in Islam and The West,

(Edinburgh: Edinburgh University Press, 1981), hlm. 147. Baca pula: Hisham Nashabe, Muslim Educational, hlm. 23., dijelaskan oleh Nashambe bahwa: “al-Madrasah al-Nizamiyah of Bagdad is particularly important in the history of Muslim Education”.

8

Joseph S. Szyliowicz, Education and Modernization in The Midle East, (London: Cornell University Press, 1973), hlm. 63.

9

John L Esposito, The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, (Oxford: Oxford University Press, 1995), hlm. 13.

10

Richard W. Bulliet, The Patricians of Nishapur, a Study in Medieval Islamic Social History, (Harvad: Harrvad University Press, 1972), hlm. 48, 249. Bulliet menulis, The name of Miyān Dahiyā is Persian and means “middle of the village” suggesting a nonurban location. It should be noted that chronologically this madrasah antedates both al-Azhar in Cairo and the flourishing of Karrāmiya sect, both of which have been suggested as models of the Sunni madrasah.

(11)

11

11

Hasan Abd al-A’la, al-Tarbiyah al-Islāmiyah fi Qarn Rabi’ Hijri (Cairo: Dār al-Fikr al-Arabi, 1978), hlm. 210.

12

Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet.9, hlm. 56.

13

Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, hlm. 62-63.

14

Pada era klasik hingga abad pertengahan Islam (abad ke-7 sampai abad ke-14 M), di mana peradaban Islam mencapai puncak kecemerlangannya, masjid tidak sekadar dijadikan sebagai tempat untuk menunaikan ibadat salat, tetapi masjid juga menjadi pusat pencerdasan masyarakat muslim. Masjid-masjid itu kemudian disebut dengan Jami’. Ada tiga Jami’ yang sangat terkenal dengan aktivitas keilmuannya dalam dunia Islam yaitu 1) Jami’ al-Mansur di Bagdad, 2) Jami’ Umawi di Damaskus, dan 3) Jami’ Amr Ibnul Asdi Mesir. Di dalam Jami’ tersebut tidak hanya dipelajari baca tulis al-Quran, Tafsir, Hadis, Fikih, Ilmu Kalam, dll. Tetapi juga dipelajari ilmu pengetahuan Bahasa dan Kesusastraan, Ilmu Kedokteran, dan Matematika (Ilmu Hisab). Masjid jenis ini biasanya dilengkapi dengan asrama (khanqah) bagi para siswa dan para guru. Para pengajar tidak hanya guru-guru biasa tetapi juga para guru besar yang sekaligus menjadi imam masjid. Maqdisi menulis, “The professor, who usually also imam of the masjid. …there were times, however, when professors took liberty of lodging in the mosques in which they taught”. Lebih jauh tentang aktivitas ketiga Jami’ tersebut baca George Makdisi, The Rise of Colleges; Institution of Learning in Islam and The West (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1981), hlm. 9-24; Ahmad Syalaby, “Sedjarah Pendidikan Islam, terj. Muchtar Jahja, dan Sanusi Latief, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 96-105.

15

Bayard Dodge, Muslim Education in Medieval Time, (Washington: The Middle East Institute, 1962), hlm. 19-24. Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins, hlm. 49.

16

Dodge, hlm. 20. Imam al-Ghazali (mengajar di madrasah Nizamiyah selama empat tahun, 1091-1095 M) misalnya sangat menentang pemberian upah bagi orang yang mengajarkan al-Quran atau ilmu agama, karena dipan-dang dapat mengurangi keikhlasan, sedangkan syarat utama menjadi guru adalah harus berjiwa muhlis. Ia mengatakan, siapa yang memberi ilmu untuk mendapatkan harta, maka ia sama dengan orang yang mengusap bagian bawah sandalnya ke mukanya sendiri, ia jadikan orang yang dilayani menjadi pelayan dan pelayan menjadi orang yang dilayani. Baca al-Gazali, Ihyā„ Ulūm al-Din, Juz I, hlm. 5.

17

Gary Leiser, “Notes on Madrasah in Medieval Islamic Society”, The Muslim World, Vol. LXXVI, 1986, hlm. 18-19.

18

Fazlur Rahman, Islam (Islam), terj. Ahsin Mohamad (Bandung: Pustaka, 1994), hlm. 267.

19

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII; Akar Pembaruan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 56.

20

Wilds menjelaskan bahwa the system of education arranged at Basra, was a marvel of completeness. …comprised fifty one treatises arranged under four heads: (1) thirteen treatises on logic, (2) seventeen treatises on natural sciences, (3) ten treatises on metaphysics, and (4) eleven treatises on theology. Elmer H. Wilds, The Foundations of Modern Education, (New York: Rinehart & Company, Inc., 1957), hlm. 206-225; baca pula Nakosteen, History of Islamic Origins, hlm. 179-196.

21 Ainurrafiq Dawam dan Ahmad Ta’arifin,

Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren,

(12)

12

DAFTAR PUSTAKA

al-A’la, Hasan Abd., al-Tarbiyah al-Islāmiyah fial-Qarn al-Rabi‟ al-Hijri, Cairo: Dār al-Fikr al-Arabi, 1978.

Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII; Akar Pembaruan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004

---, Pendidikan Islam: Tradisidan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos, 2002.

Bulliet, Richard W., The Patricians of Nishapur, a Study in Medieval Islamic Social History, Harvad: Harrvad University Press, 1972.

Dawam, Ainurrafiq dan Ahmad Ta’arifin, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren, Jakarta: Listafariska Putra, 2005.

Dodge, Bayard, Muslim Education in Medieval Time, Washington: The Middle East Institute, 1962.

Esposito, John L., The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, Oxford: Oxford University Press, 1995.

Leiser, Gary, “Notes on Madrasah in Medieval Islamic Society”, The Muslim World, Vol. LXXVI, 1986.

Louis, Abu Makhluf al-Yasu’i, al-Munjid fi al-Lughah Wa al-Munjid Fi al-A‟lam, Cet.23, Dar al-Masyriq, Beirut, tt.

Magdisi, George, The Rise of Colleges; Institrutions of Learning in Islam and The West, Edinburgh: Edinburgh University Press, 1981.

Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembanganya, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Nakosteen, Mehdi, kontribusi Islam atas Dunia intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, Edisi Indonesia, Surabaya: Risalah Gusti, 1996

---, History of Islamic Origins of Western Education AD. 800-1350, With an Introduction to Medieval Muslim Education, Colorado: University of Colorado Press, 1964

(13)

13

Syallabi, Ahmad, “Sedjarah Pendidikan Islam, terj. Muchtar Jahja, dan Sanusi

Latief, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

Szyliowicz, Joseph S., Education and Modernization in The Midle East, London: Cornell University Press, 1973.

Wilds, Elmer H., The Foundations of Modern Education, New York: Rinehart & Company, Inc., 1957

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan jenis perangsang tumbuh berbahan alami dengan asal setek batang pada semua

Upaya pengembangan kognitif dalam hal ini pemahaman peserta didik akan berdampak positif tidak hanya terhadap ranah kognitif itu sendiri, namun juga terhadap ranah afektif

Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadian semua kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi yang

Kafein yang diberikan secara oral pada induk mencit bunting selama masa organogenesis dapat menyebabkan kelainan struktur anatomi pada skeleton fetus yaitu tungkai

Skripsi yang berjudul: Perbandingan Hasil Belajar IPA Model Kooperatif Tipe Bamboo Dancing dengan Tipe Inside-Outside Circle pada siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Negeri Pandak

Customer Relationship Management (CRM) adalah merupakan salah satu sarana untuk menjalin hubungan yang berkelanjutan antara perusahaan dengan pelanggan, dengan

Pada misa hari Minggu tanggal 23 Agustus 2015 di St Paschal’s Box Hill dari kedua calon ini kita akan memilih ketua KKI periode 2015 – 2018.. Tentu saja hanya akan satu

Sistem operasi cooling tower berdasarkan pada penguapan dan perubahan panas sensibel, dimana campuran dua fluida pada temperatur yang berbeda (air dan udara) akan