• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Mahasiswa Pada Perilaku Meminta-Minta Di Lingkungan Universitas Muhammadiyah Surakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Persepsi Mahasiswa Pada Perilaku Meminta-Minta Di Lingkungan Universitas Muhammadiyah Surakarta"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI MAHASISWA PADA PERILAKU

MEMINTA-MINTA DI LINGKUNGAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata I Pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Oleh :

ANUGRAH PINTAMARA F100130071

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020

(2)
(3)
(4)
(5)

PERSEPSI MAHASISWA PADA PERILAKU MEMINTA-MINTA DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Abstrak

Lingkungan kampus merupakan salah satu satu area mengemis yang dipilih oleh para pengemis dan paling sering dikunjungi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi mahasiswa pada perilaku meminta-minta di lingkungan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara yang dilakukan kepada informan. Sampel pada penelitian ini diperoleh dengan purposive sampel dengan kriteria adalah pengemis yang rutin beroperasi di lingkungan Universitas Muhammadiyah Surakarta dan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jumlah informan utama adalah 5 orang dan 2 informan pendukung. Dampak-dampak yang ditimbulkan tersebut secara umum ialah merusak pemandangan dan keindahan lingkungan di sekitar kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta, masalah kebersihan dan menganggu stabilitas keamanan dan kenyamanan mahasiswa. Strategi yang pengemis miliki seperti menggunakan pakaian tidak layak, membawa ember kecil, membawa anak, cacat, pura-pura sakit. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta beranggapan atau mempunyai persepsi bahwa pengemis atau peminta-minta yang ada di lingkungan sekitar kampus mereka tidak mengganggu, hanya membuat tidak nyaman apabila mereka meminta-minta di warung-warung ketika mereka sedang makan. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa perilaku meminta-minta secara umum di dasari oleh faktor kemiskinan dan perilaku ini berdampak pada rusaknya pemandangan dan keindahan lingkungan. Mahasiswa beranggapan bahwa perilaku meminta-minta adalah adalah lazim akan tetapi membuat tidak nyaman.

Kata Kunci: perilaku, meminta-minta, persepsi, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract

The campus environment is one of the begging areas chosen by beggars and is the most visited. This study aims to determine student perceptions of begging behavior in the Muhammadiyah University of Surakarta. This research is a descriptive study with a qualitative approach. Data collection in this study was carried out by the method of interviews conducted to informants. The sample in this study was obtained by purposive sampling with the criteria being beggars who routinely operate within the University of Muhammadiyah Surakarta and students of the University of Muhammadiyah Surakarta. The number of key informants is 5 people and 2 supporting informants. These impacts are generally damaging to the view and the beauty of the environment around the campus of the University of Muhammadiyah Surakarta, the problem of cleanliness and disturbing the stability of the security and comfort of students. The strategies that

(6)

beggars have are like using improper clothing, carrying a small bucket, carrying a child, disability, pretending to be sick. Students of the Muhammadiyah University of Surakarta assume or have the perception that beggars or beggars in the environment around their campus are not disturbing, only making them uncomfortable when they beg at stalls when they are eating. From the results of this study, it can be concluded that the behavior of begging in general is based on poverty and this behavior has an impact on the destruction of the landscape and the beauty of the environment. Students assume that begging behavior is common but makes it uncomfortable.

Keywords: behavior, begging, perception, students of Muhammadiyah University, Surakarta

1. PENDAHULUAN

Mengamati secara mendalam tentang kemiskinan dan penyebabnya akan muncul berbagai hal yang mempengaruhi kemiskinan tersebut. Kemiskinan ini yang terus menjadikan sebuah dorongan pengemis ini terus melakukan kegiatan ini terus menerus dan tidak ada upaya untuk dapat maju. Pengemis merupakan masalah yang serius, sehingga banyak menimbulkan protes yang keras serta mengganggu kenyamanan masyarakat. Pemerintah kota terus menggalakan pemberdayaan manusia khususnya adalah gelandangan dan pengemis. Gelandangan dan pengemis termasuk dalam anggota masyarakat berumur dewasa yang masih potensial. Akibat keadaan kurang siap dalam bersaing dengan masayarakat lain, maka mereka kehilangan “kepercayaan diri” yaitu penguat pribadi percaya pada diri sendiri untuk mengatur dirinya (Ramdlon, 2007).

Menurut Cornelius (2017), pengemis adalah perilaku yang dijalankan oleh seseorang untuk mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-minta di muka umum dengan memanfaatkan kondisinya agar mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta dimuka umum dengan berbagai cara baik berupa mengamen dan alasan lainnya untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain

(7)

Gelandangan dan pengemis disebut sebagai salah satu penyakit sosial atau penyakit masyarakat (patologi sosial). Segala bentuk tingkah laku dan gejalagejala sosial yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum dikategorikan sebagai penyakit sosial atau penyakit masyarakat Kartono (2003). Menurut Irawan (2013), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan orangorang melakukan kegiatan menggelandang dan mengemis tersebut yaitu merantau dengan modal nekad, malas berusaha, disabilitas fisik/cacat fisik, tidak adanya lapangan kerja, tradisi yang turun temurun, mengemis daripada menganggu, harga kebutuhan pokok yang mahal, kemiskinan dan terlilit masalah ekonomi yang akut, ikut-ikutan saja, disuruh orang tua, dan menjadi korban penipuan.

Menurut Saltar (2019), pengemis yang memiliki kecacatan fisik seperti tidak memiliki mata, tangan, kaki atau cacat lainnya yang menghalangi mereka untuk mendapatkan pekerjaan sehingga mereka terpaksa mengemis. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor sosial, kultural, ekonomi, pendidikan, agama, lingkungan dan letak geografis.

Menurut Baltazar (2014), salah satu faktor yang menjadi latar belakang perilaku mengemis adalah daerah asal yang berasal dari wilayah-wilayah ini terpencil yang kurang produktif seperti curah hujan yang rendah dan tidak menentu dengan tanah yang buruk dan lingkungan yang rusak. Faktor lainya adalah adanya ketidakseimbangan antara tenaga kerja dengan jumlah lapangan kerja yang ada.

Permasalahan meminta-minta atau pengemis saat ini semakin memprihatinkan kebanyakan dapat dijumpai di kota-kota, begitu pula yang terjadi di wilayah kota Surakarta. Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar dan kota budaya terlebih lagi sebagai pusat perekonomian masyarakat, sehingga membuat masyarakat sekitar dan masyarakat dari luar kota berdatangan untuk mencari nafkah dengan keahlian yang dimilikinya, misal berdagang, kerja kantoran dan tukang becak.

Setelah datang ke kota, penduduk pendatang harus berkompetisi dalam mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam konteks ini,

(8)

terdapat penduduk yang mampu memperoleh pekerjaan yang layak karena sebelum datang ke kota mereka sudah mempersiapkan diri dengan bekal keterampilan, namun tidak sedikit mereka yang tidak dapat memperoleh pekerjaan Pendatang yang tidak memiliki bekal keahlian dan kemampuan untuk bertahan hidup di kota akan kalah bersaing dengan mereka yang memiliki keahlian. Untuk memenuhi kebutuhan hidup akan terasa sulit sehingga mereka akan tergolong sebagai masyarakat miskin di perkotaan. Masyarakat miskin di perkotaan cenderung bekerja di sektor informal, seperti pedagang asongan, tukang parkir, pemulung, penjaja koran dan mengemis.

Pengemis, dalam menentukan atau memilih lokasi mengemis, memilih tempat yang sudah pasti strategis dekat dengan jangkauan sirkulasi orang yang memilki cukup uang tentunya dan pasti mereka setidaknya dapat mengenali orang orang yang darmawan agar mau menyumbangkan sedikit uangnya. Lokasinya seperti depan tempat ATM, warung, SPBU, Komplek perumahan, depan mall, dan tak terkecuali lingkungan kampus.

Lingkungan kampus merupakan salah satu satu area mengemis yang dipilih oleh para pengemis dan paling sering dikunjungi. Kegiatan mengemis yang dilakukan di lingkungan kampus dilakukan oleh para pengemis dengan tingkat usia yang berbeda-beda, mulai dari anak-anak, orang dewasa hingga lansia. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan April sampai dengan Juli 2019, di area lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta, terdapat banyak pengemis yang berlalu lalang dan berkeliaran di sekitaran area lingkungan kampus ini. Tingkat usia para pengemis yang ada di lingkungan kampus mulai dari anak-anak, dewasa, hingga lansia. Jumlah pengemis orang dewasa lebih besar dari pada pengemis lansia dan anak-anak.

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Agustus sampai dengan November 2019, pengemis yang meminta-minta di sekitar area lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta terdiri dari kaum laki-laki maupun perempuan yang terdiri dari anak-anak, orang dewasa sampai lansia (lanjut usia). Hasil pengamatan peneliti selama beberapa bulan di area sekitar

(9)

kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta tersebut, pengemis yang beroperasi di sekitar area lingkungan kampus berjumlah sekitar 12 orang yang terdiri dari 8 laki-laki dan 4 perempuan. Sedangkan jika di kategorikan dalam usia maka orang dewasa (umur 26-45 tahun) lebih dominan dari pada anak-anak (umur 0-11 tahun) dan lansia (umur 46-56 tahun), dan tidak ditemukan dari kalangan remaja (umur 12-25 tahun), dari 12 pengemis terdapat 4 orang dewasa, 2 anak-anak dan 6 lansia.

Keberadaan pengemis yang berkeliaran di sekitar Gedung-gedung kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta dapat mengganggu kenyamanan warga kampus (mahasiswa, karyawan, dan dosen) dalam melaksanakan kegiatan perkuliahan dan mengganggu keamanan barang bawaan warga kampus maupun fasilitas yang ada di kampus.

Kehadiran pengemis di lingkungan kampus menjadi suatu keresahan tersendiri bagi civitas akademika. Hal ini dikarenakan pengemis dengan bebas masuk di pinggiran kampus tanpa hambatan dan menghampiri mahasiswa-mahasiswa yang sedang duduk untuk beristirahat.

Hal ini seperti pernyataan yang di ungkapkan oleh salah satu informan pendukung dalam penelitian pada wawancara pendahuluan yang peneliti lakukan pada bulan November 2019, yaitu: “Menurut saya, kalau pengemis mau lewat-lewat sini sich tidak masalah, tapi kalau sampai masuk-masuk kelas pas kita lagi mau kuliah, trus pas kita lagi duduk-duduk di taman belajar atau makan di kantin trus nyamperin ya bikin jadi ga nyaman. Kadang-kandang aku jadi kaget gitu”.

Pernyataan dari informan tersebut menunjukkan bahwa terdapat mahasiswa yang merasa terganggu akan kegiatan mengemis di lingkungan sekitar kampus. Selain menjadi gangguan, hal ini menjadi suatu pemandangan yang menunjukkan kurangnya keamanan di sekitar lingkungan kampus. Pengemis yang berkeliaran di lingkungan kampus UMS tampaknya tidak menjadi perhatian bagi petinggi-petinggi yang ada di Universitas maupun Fakultas. Bahkan satpam atau petugas keamanan hanya berjaga di tempat-tempat tertentu, seperti tempat parker, gedung Walidah, dan rektorat. Peneliti sendiri yang berkuliah di Fakultas

(10)

Psikologi UMS tidak pernah melihat penjaga keamanan atau satpam berjaga di sekitar kampus dan menertibkan pengemis.

Menurut pengamatan peneliti, para pengemis sering berkeliaran di sekitar fakultas-fakultas di Gedung Kampus I, Gedung Kampus II, Masjid-masjid Kampus, di sekitara taman, dan di tempat-tempat makan di sekitaran kampus. Tempat-tempat tersebut merupakan tempat-tempat yang startegis bagi para pengemis karena merupakan tempat yang ramai dan berhadapan langsung dengan jalan utama di kampus UMS.

Pengemis sebagai masalah sosial yang cukup signifikan, sudah menjadi permasalahan di dalam masyarakat dan orang-orang di lingkungan sekitarnya yang memunculkan perbedaan pendapat tentang bagaimana cara menanggulanginya, siapa yang bertanggung jawab atas mereka dan bagaimana menurut pandangan orang-orang di sekitar lingkungan tempat pengemis berada.

Berbagai solusi dan kebijakan sudah dikemukakan, namun seolah-olah solusi dan kebijakan itu tidak terlalu memberikan dampak yang optimal karena pada kenyataan jumlah pengemis terus saja meningkat. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk mengkaji permasalahan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku meminta-minta di lingkungan Universitas Muhammadiyah Surakarta dan mendeskripsikan persepsi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta pada perilaku meminta-minta di lingkungan sekitar kampusnya.

2. METODE

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini mengambil tempat di area sekitar lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta. Waktu yang digunakan penulis dalam melaksanakan penelitian tentang perilaku meminta-minta di lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta berdasarkan persepsi mahasiswa ini selama 4 bulan di mulai dari observasi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Agustus 2019 hingga pelaksanaan penelitian pada bulan November 2019.

(11)

Obyek dari penelitian ini adalah perilaku meminta-minta di lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta dan partisipasi mahasiswa dalam kaitannya dengan persepsi mereka pada perilaku meminta-minta para pengemis di sekitar area lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam hal menentukan subjek penelitian, penulis menggunakan teknik purposive sampling,

yaitu penulis mengambil subjek penelitian di masyarakat untuk dijadikan key informan dalam pengambilan data yang ada di lapangan Qadir (2007). Penulis menentukan informan penelitian dalam penelitian ini berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria informan dalam penelitian ini dapat di lihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Kriteria Informan Penelitian

Informan Pelaku Meminta-minta/ Pengemis (Informan Utama) 1. Orang yang melakukan kegiatan minta-minta/ mengemis di sekitar

lingkungan kampus UMS

2. Sering/ secara rutin meminta-minta di lingkungan sekitar kampus UMS 3. Berusia antara 12 tahun hingga 70 tahun

4. Bersedia untuk dijadikan informan penelitian

Informan Mahasiswa (Informan Pendukung) 1. Laki-laki atau perempuan

2. Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Surakarta 3. Memiliki KTM (Kartu Tanda Mahasiswa)

4. Masih aktif mengikuti perkuliahan atau datang ke kampus

5. Bersedia untuk dijadikan informan penelitian dan memberikan pendapatnya tentang pelaku peminta-minta di lingkungan sekitar kampus UMS

Peneliti untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur atau terpimpin, dalam wawancara ini peneliti menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan Moleong (2004).

Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode oleh Burhan Bungin (2003) meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

(12)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Subjek dalam penelitian ini adalah pengemis atau pelaku meminta-minta yang biasanya beroperasi di lingkungan sekitar Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pengemis tersebut dapat berupa laki-laki ataupun perempuan yang memanfaatkan rasa kasihan atau iba dari masyarakat yang bertemu dengan mereka atau melihat kondisi mereka.

Untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku meminta-minta di lingkungan sekitar Universitas Muhammadiyah Surakarta. Maka, di dapat 5 (lima) orang yang menjadi subjek penelitian dan 2 (dua) orang mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai informan. Subyek dalam penelitian ini di ambil secara acak menyesuaikan dengan kriteria yang sudah ditetapkan.

Penelitian ini dilakukan di lingkungan sekitar Universitas Muhammadiyah Surakarta selama 2 bulan mulai dari Oktober 2019 hingga November 2019, dan penelitian dilaksanakan setelah dikeluarkannya surat izin riset dari fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam penelitian ini terdapat 4 rumusan masalah dan terdapat beberapa pertanyaan yang peneliti kemukakan terkait dengan perilaku meminta-minta di lingkungan sekitar Universitas Muhammadiyah Surakarta. Berikut adalah pemaparan data dari hasil wawncara yang peneliti lakukan terhadap 5 Subjek yang berprofesi sebagai pengemis.

3.1 Persepsi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta pada perilaku meminta-minta di lingkungan sekitar kampusnya

Leavitt (Sobur, 2003:445) persepsi (perception) dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan ynag merupakan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, dapat diketahui bahwa mereka beranggapan atau mempunyai persepsi bahwa pengemis atau peminta-minta yang ada di lingkungan sekitar kampus mereka tidak mengganggu, hanya membuat tidak nyaman apabila mereka meminta-minta di warung-warung ketika mereka sedang makan. Para informan selaku mahasiswa Universitas Muhammadiyah

(13)

Surakarta merasa tidak keberatan dengan adanya keberadaan pengemis di lingkungan sekitar kampus mereka selama para pengemis tersebut tidak mengganggu dan tidak melakukan unsur memaksa.

3.2 Faktor yang melatarbelakangi perilaku meminta-minta di lingkungan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Seperti yang telah diuraikan pada penjelasan hasil penelitian menurut penueliti faktor yang melatar belakangi munculnya meminta-minta di lingkungan sekitar Universitas Muhammadiyah yaitu:

3.2.1 Faktor Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan orang-orang yang mengalami kesulitan untuk memenuhi keluarga sehari-hari karena mereka memang tidak mempunyai gaji tetap. Sementara mereka sendiri tidak memiliki keterampilan atau keahlian khusus yang dapat mereka manfaatkan untuk menghasilkan uang. Ini sebagaimana yang dialami oleh JKS, WNS, KRT dan PJT mereka mengakui mengemis karena tidak mempunyai keahlian. Terlihat jelas bahwa alasan mereka tidak melakukan pekerjaan lain selain mengemis adalah karena tidak adanya keterampilan yang mereka miliki. Tidak memiliki keterampilan apa-apa menurut mereka layak saja jika mereka melakukan pekerjaan menjadi seorang pengemis dan hidup bergantung terhadap pemberian sedekah dari orang yang mencari pahala dan ridho dari Allah SWT. Terlebih lagi mengemis tidak memerlukan keterampilan khusus seperti melakukan pekerjaan lain.

3.2.2 Faktor Kesulitan Ekonomi

Faktor-faktor kesulitan ekonomi yang muncul akibat tidak seimbang antara penghasilan sehari-hari yang didapat dengan besarnya nafkah yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dalam anggota keluarga yang berjumlah banyak. Hal ini sebagaimana yang dialami oleh JKS dan WNS yang mempunyai anak banyak dan menghidupi anggota keluarganya seorang diri. Ekonomi dikalangan menengah bawah menjadi faktor yang cukup memprihatinkan. Kurangnya kebutuhan dalam suatu keluarga yang menghambat proses dalam keberlangsungan hidup. Maka, hal itu menjadi dampak bagi

(14)

seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan yaitu salah satunya berprofesi menjadi pengemis.

Menurut JKS, WNS, KRT, KTN, dan PJT karena kesulitan ekonomi yang yang terjadi dikehidupan keluarganya, mereka memutuskan untuk melakukan pekerjaan dengan cara mengemis. Karena dengan pekerjaan mengemis ini yang sangat mudah dilakukan dan mendapatkan uang dengan cara yang cepat. Dan juga didorong dengan kebutuhan ekonomi yang semakin bertambah untuk dipenuhi oleh keluarga. Namun, dengan penghasilan yang didapat hanya cukup untuk sebatas kebutuhan sehari-hari sedangkan kebutuhan yang lainnya masih belum tercukupi secara maksimal.

3.2.3 Faktor Ajakan Teman

Hubungan pengemis satu dengan yang lainnya terkadang masih ada ikatan keluarga sehingga dorongan untuk menjadi pengemis terkadang timbul karena ajakan teman. Hal ini sebagaimana yang di alami KRT dan KTN mereka mengemis di lingkungan sekitar kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta karena ajakan dari temannya. Teman akan memberi tahukan jika bekerja menjadi pengemis sangat menggiurkan dan sangat mudah untuk mendapatkan uang, karena adanya omongan dari teman itu, membuat para pengemis ini ikut serta dan melakukan hal yang sama.

3.3 Praktik perilaku meminta-minta di lingkungan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Budaya mengemis yang tumbuh dalam masyarakat Indonesia, bukan hanya dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar menghadapi kesulitan hidup, namun dimanfaatkan pula oleh segelintir orang sebagai profesi untuk meraup kekayaan. Banyak cara yang dilakukan para pengemis dalam menjalankan profesinya, baik oleh pengemis yang benar-benar menghadapi kehidupan yang sulit sehingga ia terpaksa mengemis dan pengemis palsu yang hanya berpura-pura miskin.

Cara-cara yang biasa dilakukan dan dipakai pengemis dalam menjalankan pekerjaannya praktiknya dilapangan. Menggunakan trik-trik yang dapat meyakinkan orang lain untuk mencari belas kasihan dan memberikan uang. Setelah peneliti melakukan wawancara dan observasi langsung di lapangan,

(15)

praktik meminta-minta di lingkungan sekitar kampus Universitas Muuhammadiyah Surakarta sebagai berikut:

3.3.1 Menjual Kemiskinan

Para pengemis ini JKS, WNS, KRT, KTN dan PJT berpenampilan kotor, kumuh, berpakaian robek-robek atau compang-camping. Selain itu KRT dan KTN mereka menggunakan bedak dingin di wajahnya. Tampilan seperti itu memberi kesan pada setiap orang yang melihatnya seakan-akan mereka sedang memikul beban berat yang perlu dibantu dan mendorong orang lain untuk memberi.

3.3.2 Menampilkan Wajah Kesedihan

Di beberapa tempat, JKS, WNS, KRT, KTN dan PJT selalu menampilakan wajah memelas sedih dengan mengucapkan Assalamualaikum kesetiap orang yang ditemuinya sambil mengadahkan tangan. Mereka melakukan itu agar orang yang melihatnya membuka hati dermawan untuk memberi mereka uang.

3.3.3 Membawa Anak

Membawa anak kecil di bawah umur dengan cara digendong salah satu trik yang dilakukan oleh KRT dan KTN. Dengan cara seperti itu orang akan banyak memberi karena masyarakat melihat anak kecil tersebut merasa sangat kasihan dan mereka memberi uang lebih.

3.4 Dampak yang ditimbulkan dari perilaku meminta-minta di Universitas Muhammadiyah Surakarta

Berdasarkan temuan, dapat diketahui bahwa keberadaan pengemis atau pelaku meminta-minta di lingkungan sekitar kampus, yaitu di sekitar lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta dapat menimbulkan beberapa dampak seperti masalah lingkungan dan tata ruang, masalah keamanan dan ketertiban. Adapun dampak-dampak yang ditimbulkan tersebut secara umum ialah merusak pemandangan dan keindahan lingkungan di sekitar kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta, masalah kebersihan dan menganggu stabilitas keamanan dan kenyamanan mahasiswa.

Pengemis adalah seorang yang mendapat penghasilan dengan meminta minta di tempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mendapatkan belas kasihan dari orang lain.

(16)

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta beranggapan atau mempunyai persepsi bahwa pengemis atau peminta-minta yang ada di lingkungan sekitar kampus mereka tidak mengganggu, hanya membuat tidak nyaman apabila mereka meminta-minta di warung-warung ketika mereka sedang makan. Para informan selaku mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta merasa tidak keberatan dengan adanya keberadaan pengemis di lingkungan sekitar kampus mereka selama para pengemis tersebut tidak mengganggu dan tidak melakukan unsur memaksa

2) Faktor yang melatarbelakangi meminta-minta di lingkungan sekitar kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta yaitu ada tiga faktor. Pertama, faktor ketidakberdayaan, Kedua adalah factor kesulitan ekonomi, Ketiga dalah faktor ajakan teman.

3) Praktik perilaku meminta-minta di lingkungan Universitas Muhammadiyah Surakarta berdasarkan hasil penelitian adalah menjual kemiskinan, menampilkan wajah kesedihan, membawa anak kecil di bawah umur, menjual Koran.

4) Dampak-dampak yang ditimbulkan tersebut secara umum ialah merusak pemandangan dan keindahan lingkungan di sekitar kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta, masalah kebersihan dan menganggu stabilitas keamanan dan kenyamanan mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, (1997) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997.

(17)

Bungin, Burhan, (2012) Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pres, 2012.

Bungin, Burhan, (2008) Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana, 2008. Cohen, Morris L (1995) Sipnosis Penelitian Ilmu Hukum Jakarta: PT Grafindo

Persada, 1995.

Djamarah, Syaiful Bahri. (2011), Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2011. Durand, Mark., David Barlow, (2006) Intisari Psikologi Abnormal, (judul asli:

Essential of Abnormal Psychology), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006. Harahap, R., & Sos, S. (2013). Dampak urbanisasi bagi perkembangan kota di

Indonesia. Jurnal Society UBB, 1(1).

Haryono, T. J. S. (1999). Dampak Urbanisasi Terhadap Masyarakat di Daerah Asal. Masyarakat, Kebud. dan Polo, 12(4), 67-78.

Iqbali, S. (2006). Studi Kasus Gelandangan–Pengemis (Gepeng) Di Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem. Piramida.

KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). (2005). Jakarta: PT (Persero) penerbitan dan percetakan.

Mambang, M., & Harry, W. F. (2016). Implementasi kebijakan Gelandangan, Pengemis, Tuna Susial Dan Anak Jalanan Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah. Pencerah Publik, 3(2), 1-8.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, (2012) Undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945, Jakarta: Sekretariat jenderal MPR RI, 2012.

Marzuki, Peter Mahmud, (2011) Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2011. Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1999.

Moleong, Lexy J, (2004) Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.

Nasir, M, (1999) Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999. Notoatmojdo, Soekidjo, (2014) Ilmu Perilaku Kesehatan, cet II, Jakarta: Rineka

Cipta, 2014.

Partanto, Pius A dan M. Dahlan Al Barry, (2005) Kamus Ilmiah Populer,

(18)

Patton, Michael Quinn, (2009) Metode Evaluasi Kualitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Piramida. Muslim, M. (2013). PenanggulanganPengemis dan gelandangan Di Kota Pekanbaru. Jurnal El-Riyazah, 4(1), 24-35.

Pospos, A. F. F. (2017). FenomenaPengemis Di Kota Langsa. Jurnal Investasi Islam, 2(2), 97-112.

Pratama, Y. S. (2017). Perancangan Interior Tempat Edukasi Gelandangan dan Pengemis di Surabaya. Intra, 5(2), 313-321.

Jawas, Yazid bin Abdul Qadir. (2013). Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah. Bogor: At-Taqwa.

Reber, Arthur S., Emily S. Reber, (2010) Kamus Psikologi (judul asli: The Penguin Dictionary Of Psychologi), terj. Yudi Santoso, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Sternberg, Robert J., (2008) Psikologi Kognitif Edisi Keempat, (judul asli: Cognitive Psychology, Fourth Edition), terj. Yudi Santoso, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Al-Qaradhawi Yusuf. (1996). Fatwa-fatwa Kotemporer jilid 3, penerj. Abdul Hayyie al Kattani, dkk, Jakarta: Gema Insani Press.

Suparlan. (2005). Menjadi Guru Efektif. Yogjakarta: Hikayat.

Soedjono. (2005). Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Organisasi dan kepuasan Kerja Karyawan pada Terminal Penumpang Umum di Surabaya. Jurnal Manajemen dan kwirausahaan Vol. 7 No. 1. STIESIA Surabaya. Ramdlon, Naning, (2007). Menggairahkan kesadaran Hukum Masyarakat Dan

Disiplin Penegak Hukum Dalam Lalu Lintas, Bina ilmu, Surabaya.

Al-Qaradhawi, Yusuf. (2007). Fiqih Maqashid Syariah: Moderasi Islam antara Aliran Tekstual dan Aliran Liberal, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Qardawi, Yusuf. (2007). Hukum Zakat, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa.

Trihendradi, Cornelius. (2017). SPSS 12 Statistik Inferen Teori Dasar dan Aplikasinya. Yogyakarta: Andi.

Saltar. (2019). Hasil Kegiatan Layanan ISBN, KDT dan Barcode Perpustakaan Nasional RI. Perpustakaan Nasional RI: September-Oktober 2019

Baltazar, A., Helm, H. W., Mcbride, D., Hopkins, G., & Stevens, J. V. (2014). Internet Pornography use in the Context of External and Internal Religiosity. Journal of Psychology and Theology, Vol. 38 No. 1.

(19)

Alkostar Artidjo. (2018). Korupsi Politik Di Negara Modern, cetakan kedua, (FH UII PressYogyakarta.

Kuswarno, Engkus. (2008). Etnografi Komunikasi Suatu Pengantar dan Contoh Penelitiannya. Bandung : Widya Padjadjaran.

Astika, Budi, (2010).Gambaran Konsep Sejahtera Pada Lansia Di Kelurahan Sumbermulyo, (Skripsi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Abdul Syani. (2013). Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial. Jakarta: Fajar Agung.

I Riskawati, A Syani. (2013). Faktor Penyebab Terjadinya Gelandangan Dan Pengemis (Studi Pada Gelandangan Dan Pengemis Di Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung) SOCIOLOGIE 1 (1)

Nugroho, Aditya. (2011). Tujuan Wawancara dalam Pengumpulan Data. Tersedia dalam

http://adityanugroho90.blogspot.com/2011/03/metodepengumpulan-data.html. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2019.

Atkinson, Rita L, dkk. (2000). Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Chaplin, J.P. 2001. Kamus Lengkap Psikologi (Terjemahan Kartini Kartono). Jakarta: Raja Graindo Perkasa.

Atkinson Rita L, Atkinson Richard C. (2015). Pengantar Psikologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga.

Sarwono, Sarlito., (2007). Psikologi Remaja. Widya Media. Jakarta.

Irawan, H. (2013). Gangguan Depresi Pada Lanjut Usia. CDK-210/ vol. 40 No.11,Th.2013.

Suharnan, (2005). Psikologi Kognitif, Surabaya: Srikandi.

Jaya, E.D.G. dan Rahmat I. (2005). Burnout Ditinjau dari Locus of Control Internal dan Eksternal. Majalah Kedokteran Nusantara, 38, (3), 213-218. Febrina Damayanti. (2016). Kondisi Sosial Ekonomi Pengemis Dalam Perspektif

Teori Dramaturgi (Studi Kasus Di Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas). Jurusan Sosiologi Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Indonesia.

Ahmadi, K. & Hossein-abadi, Fateme, H. (2008). Religiosity, Marital Satisfaction and Child Rearing.Pastoral Psychol (2009) 57:211–221. DOI 10.1007/s11089-008-0176-4.

Halim Purnomo. (2017). Spiritualitas dan Perilaku Miskin Pengemis di Kota Cirebon. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

(20)

Creswell W. John. (2013). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan. Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Moleong, Lexy J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Offset, Bandung

Referensi

Dokumen terkait

Tradisi lisan ruang lingkupnya lebih luas daripada sejarah lisan. Dalam hal ini tradisi lisan merupakan pengalaman-pengalaman kolektif suatu masyarakat/ bangsa yang menunjuk

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian laut adalah kumpulan air asin (dalam jumlah yang banyak dan luas) yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau,

Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis, hipotesis penelitian adalah: Faktor-faktor ekonomi diduga akan mempengaruhi penyaluran kredit mikro dan kecil dari BRI Unit

[Perhatikan bahwa teman kecil 4 adalah 1 operasi yang dijalankan adalah (-1) + 5, dibaca “Kurang satu TUTUP tambah lima BUKA]?. [kemudian baca dengan lancar tanpa jeda]:

Kondisi lengas tanah dimana tanaman tidak mampu untuk menyerap air yang ada didalam tanah baik disebabkan oleh ketidaktersediaan air dalam jumlah cukup didalam tanah

Penelitian bertujuan mengetahui kemampuan tumbuhan akuatik Acanthus ilicifolius terhadap paparan logam berat Pb dan Cd, serta konsentrasi yang terdapat pada bagian

Langkah-langkah yang harus dilakukan ketika kita menyusun perencanaan pementasan seni teater kontemporer yang benar adalah.... Membuat konsep tata pentas,menadaptasi naskah,

Selain itu data yang didapatkan harus di pilih yang merupakan data valid dan sudah dapat digunakan sebagai pedoman perancangan media promosi event Putri LBC pada