• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dibiayai oleh : DIPA PNBP Universitas Udayana Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Penelitian Nomor : 1141/UN /PL/2015, tanggal 22 Mei 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dibiayai oleh : DIPA PNBP Universitas Udayana Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Penelitian Nomor : 1141/UN /PL/2015, tanggal 22 Mei 2015"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BIDANG UNGGULAN: SUMBER DAYA ALAM 156 / PEMULIAAN TANAMAN

LAPORAN AKHIR

HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

KARAKTERISASI TANAMAN PEWARNA TENUN PEGRINGSINGAN DI DESA TENGANAN KECAMATAN MANGGIS, KARANGASEM

TAHUN PERTAMA

TIM PENELITI

1. I. A. Putri Darmawati, S.P., MSi. (0015097110) 2. Dr. I Gede Wijana, M.S. (0007076105)

3. Ir. A. A. Made Astiningsih, M.P. (0008095902) 4. Ir. I. A. Mayun, M.P ( 0026065902

)

Dibiayai oleh :

DIPA PNBP Universitas Udayana

Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Penelitian Nomor : 1141/UN14.1.23/PL/2015, tanggal 22 Mei 2015

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA AGUSTUS 2015

(2)
(3)

iii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL i HALAMAN PENGESAHAN ii DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR iii RINGKASAN PRAKATA DAFTAR LAMPIRAN v vi BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1.Latar Belakang 1

1.2.Tujuan Khusus Penelitian 2

1.3. Urgensi Penelitian 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2

BAB III. METODE PENELITIAN 4

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 5

BAB V. RENCANA TAHAP BERIKUTNYA BAB VI. KESIMPULAN

12 12

DAFTAR PUSTAKA 12

(4)

iv

DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Hal

1. Alur penelitian………. 4

2. Bahan baku pewarna tenun pegringsingan……… 6

3. Penentuan warna benang sesuai motif. ………. 6

4. Karakter morfologi tanaman taum………. 7

5. Karakter morfologi tanaman kemiri……….. 9

6. Karakter morfologi tanaman kepundung……….. 11

(5)

v

RINGKASAN

Kain tenun gringsing adalah kain tenun dobel ikat, satu-satunya di Indonesia serta salah satu dari tiga lokasi di dunia selain di Jepang dan India. Kain gringsing diketahui sebagai ciri khas Desa Tenganan, Karangasem Bali. Kain gringsing biasa digunakan sebagai pakaian adat saat upacara-upacara keagamaan berlangsung.

Keunikan dari kain tenun pegringsingan ini terletak pada motif kainnya yang hanya menggunakan tiga warna (merah, kuning dan hitam) yang disebut tridatu. Warna tridatu terbuat dari warna alam yang berasal dari beberapa tanaman yang tumbuh di Hutan Tenganan dan Nusa Penida. Uniknya lagi semakin tua umur kain maka, warna-warnanya semakin terpancar dan bagus. Kekhasan dari kain inilah yang menjadi incaran para kolektor kain di seluruh dunia, walaupun harganya sampai puluhan juta rupiah.

Pewarna alami yang digunakan dalam pembuatan motif kain gringsing adalah ‘babakan’ (kelopak pohon) Kepundung putih, kulit akar pohon sunti sejenis mengkudu sebagai warna merah, minyak buah kemiri berusia tua (± 1 tahun) dicampur dengan air serbuk/abu kayu sebagai warna kuning, dan daun pohon Taum warna hitam. Penggunaan pewarna alam ini merupakan warisan dari nenek moyang yang secara turun temurun dilakukan. Tanaman tersebut tumbuh secara alami di hutan-hutan Desa Tenganan. Pemanfaatan tanaman secara terus menerus, tanpa dibarengi dengan penanaman kembali tentu akan berdampak buruk bagi keberadaan tanaman itu sendiri (mengalami kepunahan). Melihat fenomena tersebut maka perlu dilakukan pelestarian/konservasi. Langkah pertama yang dilakukan dalam konservasi tanaman melalui penelitian ini adalah mengkarakterisasi dan mengidentifikasi tanaman. Hasil penelitian yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengkaji teknik budidayanya yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan pewarna alam umumnya dan pewarna alam tenun pegringsingan khususnya.

Luaran dari penelitian ini adalah dihasilkan informasi lengkap dan ilmiah mengenai porfil tanaman secara utuh, mampu mengidentifikasi tanaman sesuai kaidah keilmuan yang ada. Hasil Penelitian sudah diseminarkan pada seminar nasional (SENASTEK), dan akan dimuat dalam jurnal nasional.

(6)

vi PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya penelitian ini terlaksana sesuai dengan waktu yang direncanakan. Laporan ini hanya sebagian kecil dari penelitian seluruhnya yang akan dilaksanakan. Penelitian ini dibiayai dari Dana Hibah Unggulan Program Studi Tahun 2015, dengan judul " Karakterisasi Tanaman Pewarna Tenun Pegringsingan Di Desa Tenganan Kecamatan Manggis, Karangasem. Adapun tujuan dari Penelitian ini adalah mengidentifikasi tanaman melalui karakterisasi baik secara morfologi maupun agronomi tanaman pewarna alam tenun pegringsingan.

Kami menyadari bahwa penelitian dan laporan kemajuan ini dapat terlaksana berkat bantuan dari berbagai pihak, melalui kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada ;

1. Rektor Universitas Udayana, atas kemudahan yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan lancar.

2. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Udayana beserta staf yang telah memotivasi, memberikan arahan, dan membantu kelancaran administrasi dalam penelitian ini.

3. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana dan Ketua Program Studi Agroekoteknologi yang telah membantu dan memberi kemudahan sehingga penelitian ini bisa terlaksana.

4. Semua pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan karunia-Nya sesuai dengan amal yang telah dibuatnya. Akhirnya kami berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat luas.

Denpasar, 23 November 2015

(7)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Catatan Harian (Log Book) Penelitian Karakterisasi Tanaman Pewarna Tenun Pegringsingan Di Desa Tenganan Karangasem

(8)

1 BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tenun pegringsingan adalah kain tenun tradisional Desa Tenganan Pegringsingan, Kabupaten Karangasem, Bali . Menurut hasil penelitian, V.E Korn, De Dorpsrepubliek (1933), kata pegringsingan mengandung makna penolak mara bahaya. Kain gringsing biasa digunakan sebagai pakaian adat saat upacara-upacara keagamaan berlangsung. Namun kini kain gringsing mengalami komodifikasi menjadi kebutuhan fashion ( Sukmadewi, 2013)

Keunikan dari kain tenun pegringsingan ini adalah terletak pada motif kain gringsing yang hanya menggunakan tiga warna (merah, kuning dan hitam) yang disebut tridatu. Pewarnaan kain tenun pegringsingan tersebut menggunakan pewarna alami beberapa tanaman. Ketiga warna pada kain Gringsing yaitu merah melambangkan api, putih atau kuning berarti angin, dan hitam berarti air. Semua elemen itu adalah elemen penyeimbang yang diperlukan tubuh agar tidak sakit. Keunikan lainnya, semakin tua kain tersebut, warna-warnanya semakin keluar dan bagus.. Kekhasan dari kain inilah yang menjadi incaran para kolektor kain di seluruh dunia.

Pewarna alami yang digunakan dalam pembuatan motif kain gringsing adalah ‘babakan’ (kelopak pohon) Kepundung putih yang dicampur dengan kulit akar pohon sunti sejenis mengkudu sebagai warna merah, minyak buah kemiri berusia tua (± 1 tahun) yang dicampur dengan air serbuk/abu kayu sebagai warna kuning, dan pohon Taum warna hitam. Identifikasi dan karakter dari tanaman tersebut nampaknya belum diketahui secara jelas sehingga menyulitkan dalam pembudidayaannya. Menurut salah satu warga masyarakat Desa Tenganan (komunikasi pribadi, 2015), bahwa tanaman tersebut tumbuh alami di hutan Desa Tenganan dan beberapa di datangkan dari desa tetangga (Desa Nusa Penida), tanaman tersebut tidak dibudidayakan, artinya tanaman tersebut tumbuh secara alami tanpa campur tangan manusia. Kebutuhan akan bahan baku menjadi semakin tinggi seiring dengan tingginya permintaan akan kain tenun tersebut. Disisi lain, keberadaannya akan semakin langka dan terancam punah, karena tidak dilakukan peremajaan.

Berdasarkan fenomena tersebut dipandang perlu melakukan penelitian ini, tahap pertama penelitian adalah karakterisasi dan identifikasi tanaman sehingga diperoleh informasi lengkap mengenai profil tanaman. Identifikasi dan karakterisasi harus dilakukan secara ilmiah sehingga hasilnya dapat dijadikan sumber referensi ilmiah yang kredibel. Hasil penelitian ini dapat

(9)

2

dipergunakan untuk mengkaji teknik budidayanya sesuai dengan kebutuhan akan bahan baku pewarna tenun Pegringsingan. Semua tim peneliti yang terlibat dalam penelitian ini sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni selama ini, sehingga hasil penelitian diharapkan berhasil sesuai tujuan yang ditargetkan.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah karakter morfologi dari tanaman pewarna alam Tenun Pegringsingan ? 2. Bagaimanakah system klasifikasi dari tanaman tersebut?

3. Berapakah populasi dari tanaman tersebut ?

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Kain tenun gringsing adalah kain tenun dobel ikat, dan merupakan satu-satunya di Indonesia serta salah satu dari tiga lokasi di dunia selain di Jepang dan India. Kain gringsing diketahui sebagai ciri khas Desa Tenganan. Menurut hasil penelitian, V.E Korn, De Dorpsrepubliek Tenganan Pegeringsingan (1933), kata pegringsingan diambil dari kata gringsing yang terdiri dari gring dan sing. Gring berarti sakit dan sing berarti tidak. Jadi gringsing berarti tidak sakit, bahkan orang yang memakai kain gringsing dipercaya dapat terhindar dari penyakit dan lebih kompleks lagi gringsing adalah sebagai penolak mara bahaya. Kain gringsing ini unik, otentik dan kini amat langka. Kain gringsing biasa digunakan sebagai pakaian adat saat upacara-upacara keagamaan berlangsung. Kain tenun gringsing selain digunakan untuk kegiatan upacara-upacara, juga banyak diminati oleh wisatawan asing mancanegara sebagai barang cindera mata maupun sebagai barang koleksi.

Proses pembuatan kain gringsing dari awal hingga akhir dikerjakan dengan tangan. Benang tersebut diperoleh dari kapuk berbiji satu yang didatangkan dari Nusa Penida karena hanya di tempat tersebut bisa didapatkan kapuk berbiji satu. Setelah selesai dipintal, benang akan mengalami proses perendaman dalam minyak kemiri sebelum dilanjutkan ke proses ikat dan pewarnaan. Perendaman tersebut bisa berlangsung lebih dari 40 hari hingga maksimum satu tahun dengan penggantian air rendaman setiap 25-49 hari. Pencelupan benang dilakukan di Desa Bugbug, selanjutnya benangnya dikembalikan ke Desa Tenganan (Anon, 2012).

Motif kain gringsing hanya menggunakan tiga warna yang disebut tridatu. Pewarna alami yang digunakan dalam pembuatan motif kain gringsing adalah 'babakan' (kelopak pohon)

(10)

3

Kepundung putih yang dicampur dengan kulit akar mengkudu sebagai warna merah, minyak buah kemiri berusia tua (± 1 tahun) yang dicampur dengan air serbuk/abu kayu sebagai warna kuning, dan pohon Taum untuk warna hitam ( Shinobu.1977, 2004).

Setiap tanaman dapat merupakan sumber zat pewarna alami karena mengandung pigmen alam. Potensi sumber zat pewarna alami ditentukan oleh intensitas warna yang dihasilkan serta bergantung pada jenis zat warna yang ada dalam tanaman tersebut (Setiawan, 2003). Zat warna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Tanaman pewarna tenun pegringsingan hanya memanfaatkan beberapa bagian tanaman dan dilakukan secara turun temurun sebagai warisan nenek moyang, sehingga perlu digali potensinya. Profil tanaman pewarna alam tenun pegringsingan secara lengkap dan ilmiah menyangkut karakter morfologi dan agronomis juga belum ada.

Karakter morfologi maupun agronomi yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi tanaman. Melakukan identifikasi tanaman berarti mengungkapkan atau menetapkan identitas suatu tanaman. Diantaranya menentukan nama dan tempat yang tepat dalam system klasifikasi. Karakterisasi tanaman juga bertujuan mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh tanaman tersebut. Adapun alur penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Alur Penelitian

Data Sekunder : pengerajin tenun pegringsingan, pemintal dan pewarna benang, penyedia bahan baku, buku kunci determinasi Karakterisasi Tanaman

pewarna alam tenun pegringsingan

Luaran dari penelitan ini adalah: Referensi ilmiah bagi penelitian selanjutnya, bahan pengajaran bagi mata kuliah botani dan

pemuliaan, publikasi pada jurnal nasional Data primer: survey lapang, karakterisasi morfologi dan agronomi, foto tanaman

Profil ilmiah tanaman pewarna alam tenun pegringsingan Analisis data secara deskriptif

(11)

4 BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITAN

3.1.Tujuan

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan penelitian :

1. Mengkarakterisasi atau membuat profil tanaman tersebut, menyangkut karakter morfologi dan agronomis dan dokumentasi

2. Mengidentifikasi semua tanaman pewarna alam kain tenun pegringsingan. 3. Mengetahui populasi tanaman di lapangan.

3.2. Manfaat Penelitian.

Ketergantungan pengrajin kain tenun pegringingsingan akan bahan pewarna alami sangat tinggi sejalan dengan pesatnya perkembangan dan permintaan kain tersebut. Sementara keberadaan tanaman sebagai penghasil warna khususnya untuk tenun pegringsingan semakin langka karena eksploitasi tanpa dibarengi dengan penanaman kembali. Tidak dilakukan peremajaan kembali disebabkan kurangnya informasi mengenai profil dan teknik budidaya dari tanaman tersebut. Penelitian ini menjadi sangat penting untuk memberikan solusi terhadap permasalahan ini.

Hasil identifikasi dan karakterisasi tanaman penghasil warna tenun pegringsingan, informasi yang diperoleh nantinya dapat digunakan sebagai referensi ilmiah yang kredibel. Selanjutnya data atau informasi tersebut dapat digunakan untuk pengembangan tanaman baik di Desa Tenganan sebagai sentra pengrajin tenun maupun Desa Nusa Penida sebagai penyedia bahan baku sebelumnya.

Sampai saat ini belum ada peneliti yang melakukan penelitian tentang karakteristik dari tanaman pewarna tenun pegringsingan, sehingga hasil penelitian ini juga bersifat inovatif dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya untuk ilmu pemuliaan tanaman ( terutama pelestarian plasma nutfah) di Indonesia.

BAB 4. METODE PENELITIAN

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu (1) pengumpulan data sekunder, (2) survei macam-macam tanaman penghasil warna yang digunakan untuk tenun pegringsingan dan sebarannya, (3) identifikasi karakter morfologi dan agronomis. Lokasi penelitian di Desa

(12)

5

Tenganan Pegringsingan, Desa Bugbug (kedua desa ini terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali, disebelah timur Pulau Bali), dan Nusa Penida.

Populasi dan sampel penelitian dibatasi pada obyek yang dapat diwakili serta ditetapkan sendiri berdasarkan populasi pengrajin di Desa tersebut. Langkah berikutnya dipilih sampel dari keseluruhan populasi pengrajin tenun dan celup di Desa Tenganan dan Desa Bugbug. Untuk karakter agronomi mengkudu yang sedianya akan dilaksanakan di Desa Nusa Penida, tidak dapat dilaksanakan karena mengkudu sudah tidak ditemukan lagi.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil survey ( pengamatan, tanya jawab dengan responden), proses pembuatan tenun pegringsingan diawali dengan pewarnaan benang. Urut – urutannya adalah sebagai berikut:

1. Persiapan warna kuning.

Buah kemiri yang sudah masak fisiologis (buah – buah yang secara alami jatuh dari pohon), atau kemiri yang dijual bebas dipasar juga bisa digunakan, dicincang dan digoreng. Proses selanjutnya cincangan kemiri diperas sampai keluar minyak kemudian ditambahkan air abu. Campuran tersebut digunakan untuk merendam benang selama 37 hari. Selanjutnya benang diangkat dan diangin – anginkan. Proses berikut adalah ngayin atau pembuatan motif, dilanjutkan dengan mebed (proses mengikat dan menandai benang dengan tali raffia warna – warni sesuai dengan warna yang dikehendaki. Gambar 3.

2. Pembuatan warna merah

Warna merah diperoleh melalui pembuatan larutan dari babakan akar pohon sunti yang dihaluskan ( serbuk ) ditambah dengan serbuk babakan batang kepundung putih/merah ( 3 : 1). Perendaman dilakukan 1 – 3 kali, masing – masing selama 3 bulan. Frekuensi perendaman tergantung kualitas babakan akar pohon sunti. Semakin tua umur tanaman semakin tinggi kepekatan warna yang dihasilkan.

3. Pembuatan warna hitam

Warna hitam yang dikehendaki pada tenun pegringsingan berasal dari pencelupan benang warna merah dengan warna biru. Langkah pembuatan warna biru sebagai berikut : Siapkan gentong tanah kemudian masukkan air sebanyak 25 liter selanjutnya masukan

(13)

6

cabang – cabang muda beserta daun dari tumbuhan taum. Banyaknya tumbuhan taum yang digunakan adalah 75 kg, dimasukkan secara bertahap sebanyak 5 kali. Setiap tahap diperam selama 2 hari. Setelah 5 kali campuran tadi disaring, endapannya (seperti lumpur) diambil kemudian ditambah tape Ketan Bali dan 2 sisir pisang kayu yang dihaluskan. Pewarna alam biru siap digunakan. Untuk mendapat warna hitam benang merah dicelupkan pada larutan pewarna biru, kemudian direndam selama 3 hari. Setelah itu diangkat dan diangin – anginkan. Benang tridatu sesuai motif siap ditenun dan dijadikan tenun pegringsingan.

Gambar 2. Bahan baku pewarna tenun pegringsingan. A; Kemiri, B; Babakan Kepundung; C; Kulit akar dan bubuk Sunti; D; Warna biru dari Taum. (koleksi pribadi)

Gambar 3. Penentuan warna benang. A dan B; Proses nganyin dan mebed, C. Salah satu motif kain tenun pegringsingan ( koleksi pribadi)

A

B

C

D

C

B

(14)

7

Karakter morfologi dan agronomi tanaman pewarna alam tenun pegringsingan tersaji dibawah ini.

1. Taum

Merupakan tanaman semusim, habitat dikaki bukit tanah berpasir. Perdu tegak, bercabang banyak. Berakar tunggang. Tinggi tanaman sampel rata- rata 81 cm. Daun mejemuk gasal ( 9, 11), bentuk daun bulat telur terbalik dengan lebar daun 0,5 cm panjang 2 cm. Panjang tangkai daun rata – rata 5,85 cm. Tandan bunga duduk di ketiak (aksilar), tegak hampir duduk. Bunga berbentuk kupu – kupu dan buah berpolong. Panjang buah rata – rata 3 cm dengan jumlah biji 3 - 12. Biji mempunyai kulit biji ( testa ) ada tilum (bekas biji melekat pada penikulus. Jarak antar tanaman rata – rata 24,7 cm, dengan percabangan rata – rata 11 buah (Gambar 4).

Klasifikasi menggunakan buku determinasi ( Steenis, 1988) Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Famili : Fabanceae

Spesies : Indigofera tinctoria

Gambar 4. Karakter morfologi tanaman taum. A; Perdu tegak,bercabang banyak. B; Akar tunggang. C; Daun majemuk gasal, buah berpolong. D; Bunga kupu-kupu. (koleksi pribadi)

A

D

C

B

(15)

8

Taum tumbuh liar di kaki bukit Desa Bugbug Karangasem, populasi semakin sedikit karena terdesak oleh rumah – rumah penduduk. Keberadaan taum tidak hanya dimanfaatkan oleh pembuat warna dari desa setempat tetapi dimanfaatkan pula oleh pengerajin dari Desa Sraya (kain rangrang). Serta digunakan sebagai pakan ternak (kambing). Melihat fenomena tersebut, domestifikasi sangat perlu dilaksanakan untuk keberlangsungan dan kelestarian tanaman taum serta budaya tenun pegringsingan maupun kain rangrang. Oleh karena cabang dan daun muda yang dimanfaatkan sebagai penghasil warna, maka perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan biji maupun stek (Gambar 5) dan dalam pemeliharaan dapat dilakukan pemangkasan, sehingga akan tumbuh cabang – cabang baru.

Gambar 5. Kecambah Biji Taum umur 4 hst (A) ; Pertumbuhan Tunas pada Stek Taum umur 14 hst (B)

2. Kemiri

Merupakan tanaman tahunan, sampel yang diamati berumur 60 tahun dengan tinggi ± 20 meter (Gambar 5). Kemiri mempunyai akar tunggang dan berwarna coklat. Kemiri mempunyai daun yang mudah dikenali dari bentuknya yang khas, umumnya terdiri dari 3-5 helai daun dari pangkal, berselang-seling dan pinggir daun bergelombang. Panjang satu helai daun sekitar 10-20 cm dengan dua kelenjar di bagian perpotongan antara pangkal dan tangkai yang mengeluarkan getah manis. Daun yang muda biasanya sederhana dan berbentuk seperti delta atau oval. Bagian atas permukaan daun yang masih muda berwarna putih mengkilap seperti perak, yang kemudian akan berubah warna menjadi hijau seiring dengan bertambahnya umur pohon. Permukaan daun bagian bawah berbulu halus dan mengkilap seperti karat. Bentuk daun meruncing, tulang daun menyirip. Lingkar batang 100 cm, kulit batangnya berwarna abu-abu coklat dan bertekstur agak

(16)

9

halus dengan garis-garis vertikal yang indah. Bunga kemiri memiliki bunga kelamin ganda, dimana bunga jantan dan betina berada pada pohon yang sama. Bunga kemiri berwarna putih kehijauan, harum dan tersusun dalam sejumlah gugusan sepanjang 10-15cm, dimana terdapat banyak bunga jantan kecil mengelilingi bunga betina. Mahkota bunga berwarna putih dengan lima kelopak bunga berwarna putih kusam (krem), berbentuk lonjong dengan panjang 1,3 cm. Buah dan biji kemiri memiliki buah berwarna hijau sampai kecoklatan, berbentuk oval sampai bulat dengan panjang 5-6 cm dan lebar 5-7 cm. Satu buah kemiri pada umumnya berisi 2-3 biji, tetapi pada buah jantan kemungknan hanya ditemukan satu biji. Biji kemiri dapat dimakan jika dipanggang terlebih dahulu. Kulit biji kemiri umumnya kasar, hitam, keras, dan berbentuk bulat panjang sekitar 2,5-3,5 cm (Gambar 6).

Klasifikasi (Tjitrosoepomo, 2000) Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisio : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Aleurites

Spesies : Aleurites moluccana (L.) Willd

Gambar 6. A; Pohon kemiri (tanda panah), B dan C; Buah kemiri yang muda dan tua (koleksi pribadi)

A B

(17)

10

Kemiri, yang dimanfaatkan adalah bijinya. Keberadaan kemiri cukup tersedia di Dusun Bukit, Desa Bungaya. Umumnya pemilik kebun memanfaatkan buah – buah jatuh dari pohon (sudah masak fisiologis). Perbanyakan tanaman sebaiknya dari biji, untuk mendapatkan tanaman yang kokoh dan tetap ada sepanjang tahun. Selama ini penduduk tidak ada yang secara sengaja menanam pohon kemiri begitu pula terhadap pemeliharaanya. Pohon kemiri tumbuh subur di areal perbukitan, perbanyakannyapun secara alami dari buah – buah yang jatuh dari pohon. 3. Kepundung

Tanaman sampel berumur ± 60 tahun. Berperawakan pohon, tinggi pohon 20 meter, Diameter batang 150 cm cm, kedalaman kulit batang ± 1 – 2 cm dengan warna batang coklat keputihan. Tajuk padat dan tak beraturan. Daun tunggal berselang-seling, berbentuk bundar telur lonjong sampai bundar telur sungsang, berukuran panjang 15 cm x 7 cm, berkelenjar, panjang tangkai daun 4 cm, berpenumpa segitiga. Buah bertipe buah kapsul, berdiameter 2,5 cm, berwarna hijau kekuning- kuningan atau hijau kemerah-merahan pada saat matang, biji dalam daging buah berwarna putih, kuning atau merah, hijau kekuningan sampai kemerahan, daging buah yang menutupi biji rasanya manis sampai asam (Gambar 7).

Klasifikasi( Tjitrosoepomo, 2000)

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisio : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales Famili : Phyllanthaceae

Genus :BaccaureaLour.

Spesies : Bccaurea racemosa Var. Putih Baccaurea racemosa Var. Merah

(18)

11

Gambar 7. Karakter morfologi tanaman kepundung. A; Pohon kepundung berumur 60 th. B; Kelopak batang (babakan) yang dimanfaatkan sebagai pewarna. C Daun tunggal berbentuk bundar telur lonjong. D dan E; Buah kepundung putih dan merah.

Kepundung putih atau merah yang dimanfaatkan sebagai pewarna adalah babakan (kulit batang/ kelopak batang), populasinya cukup tersedia. Jika memperbanyak maka sebaiknya perbanyakan dilakukan dengan biji. Melalui biji akan dihasilkan tanaman yang kuat dan kokoh sehingga mampu bertahan hidup bertahun – tahun. Hal ini sangat penting karena kulit batang akan terbentuk setiap tahun ( lingkaran tahun ) (Gambar 8 ) Semakin tua umur tanaman kualitas warna yang dihasilkan oleh kulit batang akan semakin kuat.

Gambar 8. Lingkar tahun tanaman tahunan

A

B

(19)

12 4. Mengkudu

Tanaman penghasil warna merah pada tenun Pegringsingan adalah babakan akar mengkudu, informasi awal bahan baku ini dipasok dari Desa Nusa Penida. Beberapa tahun belakangan ini menurut beberapa pengrajin tenun di Desa Bugbug dan Tenganan tidak lagi di datangkan dari desa tersebut, melainkan dipasok dari pemasok yang berasal dari Lombok. Berdasarkan keterangan dari pengrajin serta informasi dari Kepala BPP Nusa Penida, bahwa mengkudu sudah tidak ditemukan lagi di Desa Nusa Penida. Selama ini pemasok hanya mengambil dari tanaman yang tumbuh liar tanpa dibarengi dengan penanaman kembali. Bila hal yang sama juga dilakukan di daerah Lombok, maka akan kesulitan dalam memperoleh bahan baku. Maka untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan budidaya mengkudu di Desa Tenganan dan sekitarnya, sehingga pengajin dengan mudah mendapatkan bahan baku pewarna merah untuk Tenun Pegringsingan.

Karakterisasi morfologi dan agronomi tanaman mengkudu /sunti sebagai penghasil warna merah diperoleh dari tanaman mengkudu yang ditemukan tumbuh liar di pinggir jalan Desa Bugbug. Adapun karakter morfologinya adalah sebagai berikut : Pohonnya tidak terlalu besar, dengan tinggi 3-8 m. Batangnya bengkok-bengkok berdahan kaku, memiliki akar tunggang yang tertancap dalam. Kulit batang coklat kekuningan, beralur dangkal, tidak berbulu, anak cabangnya segi empat. Tajuknya hijau seperti daun. Daunnya besar dan tunggal. Daun kebanyakan bersilang berhadapan, bertangkai, bulat telur lebar hingga bentuk elips, kebanyakan dengan ujung runcing, sisi atas hijau tua mengkilat, sama sekali gundul, 5-17 cm. Perbungaan mengkudu bertipe bongkol dengan tangkai 1-4 cm, rapat, berbunga banyak, tumbuh di ketiak. Bunga berbau harum dan mahkotanya berbentuk tabung, terompet, putih, dalam lehernya berambut wol, panjangnya tabung bisa mencapai 1,5 cm. Benang sari berjumlah 5, tumbuh jadi satu dengan tabung mahkota hingga berukuran cukup tinggi, tangkai sari berambut wol. Kelopak bunga tumbuh menjadi buah yang bulat atau lonjong seperti telur ayam. Permukaan buah terbagi dalam sel-sel poligonal (bersegi banyak) yang berbintik-bintik atau berkutil. Bakal buah pada ujungnya berkelopak dan berwarna hijau kekuningan. Awalnya buah berwarna hijau ketika masih muda, dan menjadi putih kekuningan menjelang buahnya masak dan setelah benar-benar matang menjadi putih transparan dan lunak. Daging buah tersusun atas buah-buah batu yang berbentuk pyramid atau bentuk memanjang segitiga dan berwarna coklat kemerahan (Steenis 1975). Biji mengkudu berwarna hitam, memiliki albumen yang keras dan ruang udara yang tampak jelas (Gambar 9). Bijinya

(20)

13

tetap memiliki daya tumbuh tinggi, walaupun telah disimpan selama 6 bulan. Umur maksimum dari tanaman mengkudu adalah sekitar 25 tahun (Djauhariya et al.2006). Klasifikasi mengkudu (Tjitrosoepomo, 2000) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Rubiales Famili : Rubiaceae Genus : Morinda

Spesies : Morinda citrifoliaL.

Gambar 9. Karakter morfologi mengkudu. A) Tanaman mengkudu habitus pohon (sampel berumur ± 2 tahun). B) Daun mengkudu berbentuk elips, ujung runcing. C) Bunga mengkudu berwarna putih, bentuk terompet (tanda panah). D) Buah mengkudu berwarna putih, biji berwarna hitam (tanda panah) (koleksi pribadi)

A B

C B

D B

(21)

14 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Taum ( Indigofera tinctoria) sebagai pewarna alam biru tenun pegringsingan keberadaanya terancam punah, sehingga perlu domestifikasi. Bagian yang dimanfaatkan sebagai pewarna adalah daun – daun dari cabang muda, maka perbanyakan tanaman bisa dilakukan dengan biji dan stek.

2. Kepundung ( Bccaurea racemosa ), populasinya cukup banyak 150 pohon/Ha, meskipun tanpa pemeliharaan tumbuh dengan baik di Dusun Bukit, Manggis Karangasem. Cukup tersedia untuk 10 tahun kedepan. Semakin tua semakin kuat pewarna yang dihasilkan dari babakan/ kelopak batang.

3. Kemiri ( Aleurites moluccana) populasinya cukup banyak 200 pohon/Ha, meskipun tanpa pemeliharaan tumbuh dengan baik di Dusun Bukit, Manggis Karangasem Cukup tersedia untuk 10 tahun kedepan.

4. Mengkudu (Morinda citrifolia L.), populasi tidak ditemukan lagi di Desa Nusa Penida, sangat perlu dilakukan penanaman kembali, perbanyakan dilakukan melalui biji untuk mendapat perakaran yang kuat. Untuk pembuatan tenun pegringsingan, bahan baku di pasok dari Lombok.

DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, W. G. P. W., 2011, Potensi Pewarna Alam dari Campuran Biji Pinang, Daun Sirih, Gambir dengan Mordan KAlSO4 serta Pemanfaatannya dalam Pewarnaan Kayu Albasia (Paraserianthes falcataria), Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

Bogoriani, N. W. dan Bawa Putra, A. A., 2009, Perbandingan Massa Optimum Campuran Pewarna Alami pada Kayu Jenis Akasia (Acacia leucopholoea), Jurnal Kimia, 3 (1) : 21-26

Bogoriani, N. W. 2010. Ekstraksi zat warna alami campuran biji pinang, daun sirih, gambir dan pengaruh penambahan KmnO4 terhadap pewarna kayu jenis Albasi. Jurnal Kimia. 4 (2). Juli. P. 125-134.

Hasanudin, et al., 2001, Penelitian Penerapan Zat Warna Alam dan Kombinasinya pada produk Batik dan Tekstil Kerajinan Yogyakarta, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik, Yogyakarta

Kartiwa, Suwati. 2007. Tenun Ikat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kim. H., J.Yang. C. H.Han., S. Thongtem., S. W. Lee. 2011. Pigmen Printing of Natural Dye from Red Mangrove Bark on Silk Fabriks materials. Sicience Forum. Vol. 69. P. 279-281.

Koesworo, 2012. Harganya Puluhan Juta, Kain Tenun Pegringsingan Tetap Diantre. Jurnas com. Korn, K.V. 1933. De Dorpsrepubliek Tenganan Pagringsingan Santpoort: Uigeverij C.A. Mees

(22)

15

Kusriniati, D., Setyowati, E., dan Achmad, U., 2008, Pemanfaatan Daun Sengon (Albizia falcataria) sebagai Pewarna Kain Sutera Menggunakan Mordan Tawas dengan Konsentrasi yang Berbeda, TEKNOBUGA, 1 (1)

Lestari. K. W., F. Wijiati., Hartono., Sumardi. (2001). Laporan Penelitian Pemanfaatan Tumbuh-tumbuhan sebagai zat warna alam. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri. Kerjasama dengan Batik Yogyakarta.

Setiawan, A. P., 2003, Potensi Tumbuh-Tumbuhan bagi Penciptaan Ragam Material Finishing untuk Interior, Dimensi Interior, 1 : 46-60

Shigemi, S dan Udiana, N.P., 2012. Eksplorasi Pewarna Alam Indigo Untuk Kain Gringsing. Jurnal Kajian Budaya Unud. Vol. 8, No. 15. 71- 82

Suksmawati, S. 2013. Komodifikasi Gringsing Tenganan dalam Desain Fashion sebagai Upaya Pengembangan Industri Budaya. Skripsi. Program Studi Desain Fashion Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI.

Steenis, C.G. 1988. Flora. Terjemahan. PT. Pradnya Paramita Jakarta. 493 hal

Tjitrosoepomo, G., 1993. Taksonomi Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wardah dan Setyowati, 1999. Keanekaragaman Tumbuhan Penghasil Bahan Pewarna Alami di Beberapa Daerah di Indonesia. Makalah dalam Seminar Dekranas

Gambar

Gambar 1. Alur Penelitian
Gambar  2.  Bahan  baku  pewarna  tenun  pegringsingan.  A;  Kemiri,  B;  Babakan  Kepundung;  C;  Kulit  akar  dan  bubuk  Sunti;  D;  Warna  biru  dari  Taum
Gambar 4.  Karakter morfologi tanaman taum. A; Perdu tegak,bercabang banyak. B; Akar  tunggang
Gambar 5. Kecambah Biji Taum umur 4 hst (A) ; Pertumbuhan Tunas pada Stek Taum umur 14 hst     (B)
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

When an agency/organization makes WIO-COMPAS an integral part of its human resource system, it makes a statement about its commitment to supporting a highly competent staff and

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilai ABI yang abnormal berhubungan secara signifikan dengan jumlah arteri koroner yang mengalami stenosis dan memiliki resiko lebih

Untuk mengetahui hubungan antara nilai ABI yang abnormal dengan jumlah arteri koroner yang mengalami stenosis yang didapat dari hasil angiografi koroner terutama pada

Pengukuran ABI dapat memberikan nilai yang melambangkan kejadian atherosklerosis sistemik dan dikaitkan dengan faktor-faktor resiko aterosklerosis dan prevalensi

However, the inability of iron compounds to restore biofilm formation in the DpvdQ mutant and the parallel swarming complementation (by addition of iron.. sources) suggest that PvdQ

Dari data dan upaya yang telah dilaksanakan tersebut diatas, maka dana bergulir sebesar Rp42.251.461.000,00 dapat dilakukan penyisihan sebesar 100% dengan kualitas

First, it collaborates with SUCCESS on climate change-related activities, where SUCCESS resources are leveraged to support the development of vulnerability assessment and