• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tantangan Dan Optimalisasi Peran Lembaga Pelayanan-Keperawatan Penduduk Lanjut Usia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tantangan Dan Optimalisasi Peran Lembaga Pelayanan-Keperawatan Penduduk Lanjut Usia"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Tantangan Dan Optimalisasi Peran Lembaga Pelayanan-Keperawatan

Penduduk Lanjut Usia

(Laporan Praktikum Pengalaman Lapangan Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Di Panti Wreda Siti Khadijah Kota Cirebon)

Suryadi

IAIN Syekh Nurjati Cirebon,

e-mail: suryadie.aj@gmail.com

ABSTRAK

Fenomena peningkatan jumlah penduduk lanjut usia memiliki implikasi terhadap pembangunan, meliputi : dampak terhadap anggaran, situasi sosial dan psikologis individu penduduk lanjut usia dan struktur sosial masyarakat, pemenuhan hak dasar dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan. Salah satu kebutuhan mendasar lanjut usia adalah bidang keperawatan, hal ini dikarenakan proporsi yang dalam situasi kesakitan cukup tinggi. Karena itu penyediaan layanan perawatan yang profesional dan humanis merupakan kebutuhan yang sekaligus menjadi peluang bagi lembaga dan organisasi yang bergerak pada bidang sosial dan kesejahteraan masyarakat. Dengan menerapkan manajemen kesejahteraan sosial yang profesional dan akuntabel, akan menjadi solusi yang penting dalam memenuhi kebutuhan keperawatan dengan berbagai macam modelnya.

Kata kunci: Lanjut Usia, Keperawatan Lansia

ABSTRACT

The phenomenon of increasing the number of elderly population has implications for development, including: the impact on the budget, the social and psychological situation of the individual elderly population and the social structure of society, fulfillment of basic rights in the health and welfare sector. One of the basic needs of the elderly is the caring fields, because of the proportion eldely population with morbidity is quitely still high. Therefore, the provision of professional and humane care services is a necessity which is at the same time an opportunity for institutions and organizations engaged in the social and community welfare sector. By implementing professional and accountable social welfare management, it will be an important solution in meeting nursing needs with its various models.

(2)

PENDAHULUAN

Fenomena demografi abad milenial ditandai dengan peningkatan usia harapan hidup penduduk di muka bumi dan sebagai konsekuensinya semakin bertambah jumlah penduduk lanjut usia (usia). Keadaan ini merupakan dampak dari modernisasi dan kemajuan teknologi dalam bidang medis serta kedokteran. Selain itu program keluarga berencana (KB) yang diluncurkan Pemerintahan Orde Baru dengan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang mempromosikan pola hidup sehat ikut andil membentuk kerangka berpikir masyarakat dengan hidup anti mortalitas dan natalitas.

Diperkirakan jumlah penduduk lanjut usia (60+) Indonesia telah berjumlah 23,66 juta jiwa pada tahun 2017 atau telah mencapai proporsi sekitar 9,3% dari total penduduk Indonesia. Diprediksikan jumlah tersebut akan meningkat pada tahun 2020 menjadi 27,08 juta jiwa, dan pada tahun 2030 sudah menjadi 40,94 juta jiwa. Proporsi tersebut merupakan tantangan Pemerintah dan semua pihak yang terkait untuk tetap menjadikan mereka tetap eksis dan berperan dalam kehidupan di dalam keluarga dan masyarakat, bangsa dan negara.

Selayaknya negara dan pemerintah sedapat mungkin harus sudah mempersiapkan antisipasti dengan terjadinya pergeseran struktur penduduk di Indonesia, yang semakin menua. Keadaan ini diperumit dengan dengan model struktur keluarga yang juga semakin mengecil menjadi keluarga inti. Di kota-kota besar permasalahan keperawatan lansia menjadi semakin serius karena bersamaan dengan tekanan ekonomi yang menyebabkan para perempuan, sebagai pemberi keperawatan harus ikut keluar ke sektor publik. Padahal dalam nilai tradisi Indonesia anak sebagai penanggung jawab bagi orang tua, khususnya yang telah renta dan dengan pesakitan.

Perubahan keperawatan lansia dalam struktur keluarga Indonesia sekaligus mendorong ketiadaan pemberi keperawatan (care giver) yang secara turun temurun menjadi tanggung jawab anak perempuan. Permasalahan ketiadaan pemberi keperawatan sekaligus menjadi tantangan untuk keluarga, masyarakat dan Pemerintah mencari solusinya. Jepang sebagai salah satu contoh negara yang sudah menjalani fase penduduk yang menua terus mencari solusi mengatasi semakin berkurang perawat lansia dalam keluarga karena arus modernisasi. Pengaturan tempat tinggal (living arrangement) menjadi salah satu langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang mengatasi permasalahan tersebut.

Pengaturan tempat tinggal lansia yang berdekatan dengan sanak famili, khususnya anak-anak mereka sekaligus merupakan penerapan konsep ekologi sosial yang menjadi alternatif dalam permasalahan keperawatan lansia. Sehingga meskipun anak-anak tidak dapat merawat secara langsung orang tua mereka yang sudah menua, mereka tetap dapat melihat, mengontrol dan

(3)

bercengkerama setiap saat. Aktivitas karir dan ekonomi tetap dapat dilaksanakan dengan tidak menghilangkan kewajiban dan menjunjung nilai lokal yang masih dipegang oleh keluarga Jepang.

Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah, IAIN Syekh Nurjati Cirebon memanfaatkan kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan sebagai media untuk membekali mahasiswa memiliki keterampilan dalam menganalisis permasalahan sosial

kemasyarakatan dan sekaligus dapat mengkorelasikannya dengan lembaga-lembaga

penyelenggara kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial-kemasyarakatan yang diselenggarakan, nya baik oleh pemerintah, swasta ataupun masyarakat. Adapun tujuan dari dilakukannya kegiatan pengabdian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang riset dan pengembangan serta pemberdayaan masyarakat yang di laksanakan di Panti Wreda (PW) Siti Khodijah Kota Cirebon.

BAHAN DAN METODE

Keperawatan Penduduk Lanjut Usia

Menurut Anna Keliat (1999), lanjut usia adalah suatu proses akhir dalam perkembangan daur hidup manusia, yang mana dijelaskan pula pada Undang-Undang tentang Kesehatan, yaitu pasal 1 ayat 2, 3, 4 UU No.13 tahun 1998 bahwa lanjut usia merupakan seseorang yang dalam hidupnya berusia diatas 60 tahun. Dalam usia tersebut, banyak kemunduran yang dihadapi oleh para lanjut usia baik itu dari segi fisik, psikis, maupun sosial. Pada hakikatnya proses penurunan fungsi anatomi pada lansia adalah proses alamiah yang akan dialami setiap individu. Proses degeneratif akan menjadi semakin komplikatif ketika masa muda individu yang bersangkutan. Gaya hidup yang sehat pada masa muda akan menjadikan lansia berpotensi tetap produktif menjalani masa tuanya. Karena dengan tetap produktif mereka tetap dapat melakukan aktivitas yang tentu saja baik bagi lansia

Akan tetapi sebaliknya, masa muda yang dijalani dengan melakukan gaya hidup tidak sehat akan berengaruh pada masa tuanya. Semakin individu melakukan banyak aktivitas akan semakin besar terhindar dari penyakit hipokinetik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Neugarten, Havighurst, dan Tobin (Novak, 1997: 118) dalam teori aktivitas bahwa lansia alam tetap dalam kebahagiaan jika mereka tetap memelihara aktivitas meskipun mereka masuk pada masa pensiun. Karena dengan tetap melakukan aktivitas mereka akan sehat, baik secara fisik dan mental, juga secara sosial mereka tetap melakukan menjalin relasi dan itu sangat baik buat lansia.

Panti atau home care servive dengan pelayanan keperawatan yang baik semakin

(4)

lansia dengan angka kesakitan tinggi, keperawatan sangat diperlukan bagi mereka. Kondisi yang rentan pada lansia dengan kesakitan merupakan fenomena pada umumnya lanjut usia Indonesia. Penduduk kita baru mencapai derajat peningkatan usia harapan hidup, tetapi masih diiringi dengan sakit yang mengakibatkan mereka tidak produktif dan potensial menjadi beban. Pemerintah Indonesia sendiri telah mengupayakan kesejahteraan lansia, hal itu dibuktikan dengan adanya amandemen UU No 13/1998 tentang Kesejahteraan Lansia yang menjelaskan peran keluarga dan masyarakat masih dianggap hal utama. Berdasarkan kondisi hasil kerja di lapangan pada Panti Wreda (PW) Siti Khadijah di Kota Cirebon yang memberikan pelayanan-keperawatan pada lansia, dapat dikatakan bahwa kebutuhan institusi yang menangani lansia di sebagian besar perkotaan Indonesia dinilai cukup tinggi.

Seperti yang disebutkan pada bagian terdahulu, terkhusus lansia dengan disabilitas dan gangguan mental, memerlukan lembaga keperawatan yang memiliki tenaga ahli atau minimal tenaga terampil lintas disiplin, pada bidang; konseling, keperawatan, fisioterapi dan pekerja sosial. PW yang memahami perubahan kebutuhan lansia khususnya perawatan medis juga akan memberikan layanan medis geriatrik. Di samping keberadaan para ahli tersebut PW juga harus dapat memelihara jalinan relasi lansia dan sanak keluarganya. PW juga harus terjalin secara inklusif dengan masyarakat di sekitar panti. Sehingga keberadaan panti dan para penghuni merupakan bagian yang tidak terpisahkan, menjadi satu keluarga dalam masyarakat yang memiliki ikatan emosional yang hangat dan mutualisme.

Sehingga peran serta keluarga, masyarakat dan pihak swasta, di samping dukungan pemerintah, harus ada inisiatif untuk memulai. Memungkinkan pula dilakukan pengelolaan berorientasi bisnis dengan tetap dipadukan atau dikolaborasikan dengan aspek sosial. Menjawab kebutuhan akan lembaga keperawatan penduduk lanjut usia, terlebih dahulu akan dipaparkan beberapa model keperawatan lansia, idealnya model yang representatif dan holistik yaitu bukan hanya pelayanan kesehatan tetapi juga mencakup aspek program sosial kemasyarakatan lainnya.

Di samping itu harus ada karakter lembaga pelayanan-keperawatan lansia yang memiliki karakter dapat memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar dasar bagi kelompok penduduk lansia dibagi ke dalam 3 (tiga) model, yaitu:

a. Model rehabilitasi dengan pendekatan medis. Fokus pendekatan ini pada para ahli,

ketersediaan sarana dan prasarana medis serta penanganan secara medis. Model ini juga memberikan rujukan untuk penanganan lebih lanjut kepada lansia yang memerlukan rehabilitasi secara medis.

b. Model Sosial dengan karakter wholistic approach. Fokus pendekatan sosial adalah melalui

(5)

yang harus didukung, dimotivasi, dan diyakinkan bahwa mereka masih memiliki peran yang diperlukan oleh keluarga dan masyarakat. Pendekatan konsep tempat tinggal aging-in-place merupakan pilihan dalam model sosial, lansia diupayakan harus tetap berada di dalam rumahnya bersama sanak famili dan masyarakatnya. Dukungan psiko-sosial seperti ini yang dibutuhkan oleh lansia, alih-alih dititipkan pada Panti. Karenanya model ini harus menjadi rujukan bagi PW yang memiliki distingsi untuk memenuhi kebutuhan kelayan.

c. Model Promosi/Dukungan Kesehatan dengan bercirikan pencegahan dan penanganan

dengan banyak alternatif di samping medis. Pendekatan kepada gaya hidup individu yang lebih sehat dapat mencegah potensi terkena serangan penyakit. Kesehatan mental sangat diperhatikan dalam pendekatan ini, di samping pola konsumsi yang juga harus sehat. Jenis makanan yang cepat saji, rokok, alkohol dan makanan serta minuman yang tidak layak konsumsi karena kandungannya yang tidak sehat juga secara agama tidak diperkenankan. Kesehatan mental adalah berpikir positif menjalani kehidupan dan menjalani keyakinan agama secara optimal. Semua hal tersebut diterapkan dalam kehidupan individu lansia agar mencapai derajat sehat yang menjadikan mereka mampu melakukan aktivitas sehari-hari.

Semua stakeholders permasalahan lansia harus sudah merenungkan betapa nilai lokal yang sarat

akan muatan kebijaksanaan harus ditataulang dimulai dari tiap keluarga untuk memperbaiki relasi dalaam keluarga. Lansia dalam tata nilai budaya Indonesia memiliki posisi yang tinggi dan harus dihormati. Seagai contoh banyak sekali dalam konsep budaya Sunda, lansia atau orang tua adalah jimat bagi anak-anak untuk mendapatkan nasihat dan wejangan dalam menjalani kehidupan. Penanaman kembali penghormatan, nilai-nilai resiprokal dalam keperawatan lansia sedini mungkin pada anak-anak akan dapat mengurangi potensi munculkan masalah ketiadaan pemberi keperawatan di masa lanjut usia.

Dalam Suku Sunda, anak, cucu serta kerabat dinilai sebagai aset untuk memberi dukungan kepada orang tua ketika diperlukan. Sebagaimana dijelaskan dalam salah satu pedoman hidup orang Sunda terdahulu, yaitu: “Ari munjung ulah-ka gunung, muja ulah ka nu bala; ari munjung kudu ka indung, muja mah kudu ka bapa” (yang harus dan perlu disembah bukanlah gunung ataupun tempat-tempat angker, melainkan ibu dan ayah sendiri). Di situ tergambar bahwa penghargaan kepada orang tua dalam segala bentuknya merupakan nilai yang tinggi sebagai kewajiban kepada kelompok generasi yang lebih muda. Kita juga dalam iklim modern dan demokratis tidak boleh lagi terjebak dalam pembagian tugas dan kerja yang bias gender. Tugas keperawatan dalam keluarga seyogyanya menjadi tanggungjawab semua anak-anak, baik perempuan maupun anak laki-laki.

(6)

Bangsa Indonesia harus dapaat mengambil pelajaran dari negara-negara maju di mana keperawatan lansia hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, dengan sistem jaminan sosialnya (social security system). Pemerintah harus mengoptimalkan peran keluarga dalam turut serta perihal keperawatan lansia. Pemerintah bisa melakukan intervensi kebijakan bagi keluarga yang bertanggungjawab pada keperawatan lansia. Model potongan pajak, dan kemudahan serta pemotongan harga bagi keluarga yang membeli produk-produk alat bantu kesehatan dan obat-obatan bagi lansia telah dilakukan oleh Pemerintah; Singapura, Malaysia dan negara ASEAN lainnya.

Beberapa prinsip dasar model keperawatan harus diberikan oleh lembaga panti, meliputi: pelayanan yang aksesibel, menyeluruh, koordinatif, berkelanjutan dan akuntabel. Panti harus memperlakukan lansia sebagai kelayan yang juga memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan secara optimal. Meskipun sebagian kelayan lansia merupakan lansia yang mendapatkan skema bantuan dari Pemerintah. Karena beberapa panti menerapkan sistem subsidi silang dalam pengelolaan keuangan karena keterbatasan dana yang diterima oleh pengurus atau pengelola panti.

Pengurus atau pengelola panti harus individu yang memiliki kepedulian dan perhatian yang tinggi dalam permasalahan sosial. Pengelolaan keuangan yang akuntabel akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan kelayan panti. Para pelaksana dan ahli yang diperlakukan secara profesional dengan tidak menghilangkan rasa kemanusiaan yang tinggi akan menjadikan pelayanan berjalan dengan baik. Sehingga pada akhirnya output yang dihasilkan berupa kerja profesional dan bertanggungjawab akan dirasakan juga oleh kelayan panti.

Perlu diingat keseriusan Pemerintah dalam membuat peraturan perundangan juga harus melihat berbagai potensi keluarga dan masyarakat Indonesia serta ditindaklanjuti dengan keseriusan dalam implementasinya. Pemerintah harus mau dan selalu membuka diri terhadap

kritikan, masukan dan siap bekerja sama dengan seluruh stakeholder dalam mengimplementasikan

kebijakan tersebut.

Kita tidak boleh mengesampingkan keberadaan lansia dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Peran lansia dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan masih diperlukan. Bahkan lansia dengan profesionalisme yang spesifik masih diperlukan untuk mengisi pembangunan dalam skala lokal maupun nasional bahkan di tingkat internasional. Ada tiga aspek permasalahan mendasar yang menjadi pertimbangan dalam merancang kebijakan untuk lansia agar tetap produktif dan bermakna.

Pertama, aspek kesehatan merupakan konsekuensi dari peningkatan usia kronologis yang

berdampak langsung pada penurunan derajat kesehatan seseorang. Program-program seperti: pemenuhan kesehatan dasar berupa pengobatan gratis dan bantuan alat-alat kesehatan yang

(7)

diperlukan lansia, khususnya bagi mereka yang tidak miskin. Usaha-usaha promotif untuk mendukung gaya hidup sehat, anti narkoba, tanpa rokok dan konsumsi kembali ke alami (back to nature) harus semakin digiatkan. Semua kebijakan tersebut dilaksanakan dalam rangka mendukung lansia agar tetap sehat dan dapat beraktivitas.

Kedua, aspek kesejahteraan. Banyak penelitian menunjukkan semakin tua usia seseorang

akan berdampak kepada kesejahteraan yang semakin menurun. Sedikit sekali lansia kita yang memiliki jaminan pensiun untuk masa tua mereka. Berbeda dengan negara maju yang memiliki jaminan sosial (social security) untuk lansia, di Indonesia hanya pekerja PNS/BUMN atau perusahaan yang bonafid dan peserta asuransi individu yang memiliki skema pensiun. Selebihnya, keluarga merupakan institusi yang dibebankan untuk menanggung kehidupan lansia. Kesejahteraan lansia merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah yang tidak mudah untuk dipecahkan. Sistem asuransi merupakan solusi yang paling rasional untuk memenuhi jaminan sosial bagi lansia.

Ketiga, aspek nilai dan budaya. Semakin memudarnya penghargaan kepada lansia

merupakan indikasi nilai dan budaya yang semakin bergeser. Reposisi kultur dan kehidupan sosial yang mendukung lansia untuk tetap diberikan ruang dalam mengekspresikan segala potensi yang dimiliki adalah hal yang mendesak.

Kekerasan dan penelantaran terhadap lansia merupakan realita pada masyarakat urban dewasa ini. Nilai penghargaan pada lansia (orang tua) harus ditanamkan sedini mungkin pada sistem pendidikan kita. Fenomena lansia yang dititipkan di panti werdha bisa dimaklumi ketika ia sebatang kara. Sedapat mungkin lansia tetap tinggal dalam kehangatan keluarga. Karena pada hakikatnya setiap orang tidak akan bisa menghindar akan menjadi lansia.

Kegiatan Praktikum Pengalaman Lapangan (PPL) ini dilakukan selama 40 hari tercatat pada tanggal 27 Agustus – 27Septeember 2019 dengan sasaran kegiatan adalah Lembaga dan Para Emak-Emak Lansia penghuni Panti Wreda Siti Khodijah Kota Cirebon. Waktu kegiatan PPL di Panti Wreda Siti Khodijah Kota Cirebon yakni dimulai dari Hari Senin sampai Hari Jum’at dan waktunya pada pukul 08.00 -13.00 WIB.

HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Panti Wreda Siti Khodijah

Profil Panti Wreda Siti Khodijah Kota Cirebon merupakan sebuah panti yang di dirikan pada tanggal 1 juni sampai 1 Oktober 1979, dan di bawah naungan Yayasan Aisiyah Cirebon yang di dukung penuh oleh STICHTING RC MAAGDENHUIS De Klencke 11

(8)

Amsterdam-Buitenveldert tepatnya di Jl. Karang Jalak RT.02 RW.09 Sunyaragi Kesambi Cirebon, 45132. PW Siti Khadijah merupakan Panti yang dibangun atas bantuan PEMDA Kota Cirebon yang memberikan hibah tanah dan selanjutnya arsitektur bangunan panti merupakan bantuan dari Arsitek dari Belanda yang sedang bertugas pada Perum Perumnas di Cirebon. Pada awal pengelolaan panti menggunakan dana swadaya Pengurus Daerah Aisyiyah Kota Cirebon dan dibantu oleh donatur yang tidak mengikat dari masyarakat. Pemerintah juga turut membantu secara proporsional kepada panti sesuai dengan peraturan dan regulasi yang berlaku. Pengelola panti sangat menghargai dan berterimakasih kepada masyarakat yang memiliki kepedulian terus membantu panti dalam berbagai bentuk, baik bantuan finansial, logistik, pemikiran dan tenaga.

PW Siti Khadijah mengelola atau menerima kelayan dalam dua kategori, kelayan yang berbayar karena mereka secara ekonomi memiliki kemampuan. Kelayan berbayarpun dalam jumlah yang tidak mahal dan disesuaikan dengan kemampuan kelayan dan keluarganya. Kelayan yang lainnya adalah kelayan yang tidak berbayar atau menerima subsidi/bantuan dari donatur dan masyarakat serta sebagian bantuan dari Pemerintah. Kepada kedua jenis kelayan ini pengelola tetap memberikan pelayanan yang terbaik.

PW Siti Khadijah pada awal operasionalnya hanya memiliki delapan kamar kelayan, beberapa tahun berikutnya dengan banyaknya pihak yang peduli tanah dan bangunan panti dikembangkan. Pengurus Daerah Aisyiyah Kota Cirebon membeli tanah dan menambah bangunan panti sampai saat ini berjumlah 17 kamar kelayan, dengan erincian 8 kamar untuk kelayan yang sehat 1 kamar terisi untuk 1 orang, 3 kamar untuk kelayan lansia sosial, dengan komposisi setiap 1 kamar di isi oleh 2 orang, dan 6 kamar sebagai panti baru atau panti titipan dari keluarga yang setiap kamar di isi oleh satu orang.

PW Siti Khadijah bekerjasama dengan Puskesmas terdekat untuk pemeriksaan kesehatan kelayan. Di samping itu untuk kesehatan dan dukungan keperawatan panti memiliki kerjasama dengan Klinik Muhammadiyah. Para kelayan memiliki jadwal pemeriksaan kesehatan satu bulan sekali, baik ke Puskesmas atau ke Klinik. Program ini sesuai dengan visi panti yang menjadikan kelayan lansia menjalani hidup yang produktif dan mengimplementasikan misi lembaga selaras dengan tujuan Pemerintah untuk meminimalisir lansia yang hidup terlantar di jalanan. PW Siti Khadijah berkomitmen terus memberikan pelayanan, kepedulian, dan kasih sayang kepada kelayan lansia se-optimal mungkin.

Selama menjalankan proses PPL, para praktikan mengikuti prosedur yang ada di PW Siti Khodijah, yang memerankan keterampilan pekerja sosial sebagai pendamping kelayan, meliputi hal-hal : mempersiapkan bantuan pertolongan, perlindungan, bimbingan, santunan dan perawatan

(9)

yang dilakukan secara sistimatis, terarah, dan terencana, atas dasar pendekatan psikologis individual, mikro dan kelompok yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial lansia. Proses pelayanan dimulai dengan kegiatan persiapan, meliputi :

a. Sosialisasi panti yang bertujuan memperkenalkan dan menginformasikan eksistensi panti

dengan berbagai macam program yang ada di dalamnya kepada; kelayan lansia, keluarga, organisasi, instansi dan masyarakat umum, misalnya dengan cara penyuluhan, kampanye sosial, pameran, penyebaran buku, leaflet, brosur dan lain-lain. Sedapat mungkin sosialisasi dilakukan secara langsung, berupa pertemuan antara pihak panti dan emak-emak lanjut usia dan keluarga.

b. Prosedur berikutnya adalah mengidentifikasi sekaligus mendata para calon kelayan

berdasarkan latar belakang; sosial, ekonomi, psikologis, keluarga dan potensi serta permasalahan yang dihadapi sebelum mendapatkan pelayanan di Panti.

c. Berikutnya adalah pelaksanaan kontrak, yaitu kesepakatan penerimaan pelayanan secara

tertulis antara kelayan dengan pihak panti. Tujuan kontrak adalah untuk melindungi kelayan dan keluarganya dari tindakan malapraktek serta melindungi pihak panti/pekerja sosial dari konsekuensi hukum akibat pelayanan yang diberikan kepada kelayan. Dalam kontrak dijelaskan tentang: Kenyataan dan lingkup pelayanan, tentang langkah-langkah bersama yang akan dilakukan. Selain itu dijelaskan pula tentang hak-hak dan harapan serta persetujuan dari pekerja sosial untuk melaksanakan pelayanan sosial.

Berikut merupakan Program dan Kegiatan di Panti Wreda Siti Khodijah;

a. Keagamaan

b. Kemandirian

c. Kesehatan

d. Kebersihan

Adapun sarana dan prasarana yang difasilitasi oleh Panti Wreda Siti Khodijah, adalah berupa;

a. Kamar tidur b. Mushollah c. Kamar mandi d. Televisi e. Kursi f. Sound

Kemampuan mendengarkan kisah dari Emak-Emak yang tentunya mendidik dan berarti bagi kehidupan kami di masa yang akan datang. Pengalaman PPL memberikan pembelajaran

(10)

bahwa tantangan tentang hubungan kekerabatan yang semakin menipis pada era modernitas dan kemajuan teknologi menjadi sesuatu yang bisa terjadi pada masa-masa yang akan datang. Kelangkaan pemberi keperawatan adalah masalah lain yang akan dihadapi gerenasi mendatang

pasca generasi baby boomer. Kesepian dan kebutuhan perhatian, khusus dari anak dan sanak famili

adalah masalah psikologis berkaitan dengan ikatan kekerabatan yang semakin pudar di dalam masyarakat kita. Hal ini harus menjadi perhatian semua pihak untuk lebih mawas diri dan mempersiapkan generasi yang akan datang dengan tetap mengenali dan mencintai budaya lokal yang bernilai positif dalam kehidupan bermasyarakat.

Berbakti kepada orang tua adalah salah satu terminologi yang harus kembali dikuatkan merupakan nilai agama yang diakomodir oleh budaya lokal. Berbakti kepada orang tua merupakan aplikasi konsep resiprokal atau aliran pemberian keperawatan atau perhatian secara dua arah. Dahulu anak yang dipelihara dan diperhatikan oleh orang tua dan setelah mereka menjadi lanjut usia, anaklah yang harus memelihara dan memperhatikan orang tua. Kasus yang sering terjadi di Panti Wreda Siti Khadijah menurut Ibu Nani 67 Tahun, mengenai keagaamaan yg minim karena tidak semua lansia dapat membaca surat-surat pendek dengan baik dan tidak semua lansia bisa sholat. Banyak juga lansia yang sudah halusinasi.

Sehubungan dengan Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, kami mengangkat yang bertemakan pendekatan keislaman, konsep kami pun tidak jauh dari agama. Disini kami ingin menunjukkan dan Panti Wreda yang kami kunjungi merupakan Panti Wreda yang berada di naungan keislaman, justru dengan adanya kegiatan ini, kami juga dapat belajar kebiasaan Emak-Emak maupun kehidupan sehari-harinya. Dampak dilaksanakannya kegiatan PPL, di samping untuk mengimplementasikan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh di kampus juga untuk menganalisis keadaan di lapangan. Seberapa besar kesenjangan antara teori dan konsep pada tataran aplikasi di lapangan. Kesenjangan yang ada di lapangan bisa dijadikan bahan diskusi dan evaluasi di kampus. Di samping itu temuan di lapangan secara empirik bisa menjadi pelajaran bagi individu untuk bisa mengantisipasi kehidupan pada masa yang akan datang. Individu juga harus memiliki rasa empati dan kepedulian kepada sesama yang membutuhkan.

Persyaratan Calon Penghuni Panti Wreda Siti Khadijah, diantaranya meliputi:

a. Beragama Islam

b. Dapat merawat diri sendiri

c. Tidak berpenyakit menular (surat keterangan dari dokter)

d. Membawa kartu sehat (BPJS Kesehatan) yang masih berlaku

e. Surat keterangan tidak mampu dari kelurahan setempat

(11)

g. Membawa pas foto terbaru ukuran 3x4 sebanyak 3 lembar

h. Besedia mentaati peraturan yang berlaku di Panti Wreda Siti Khadijah.

Tata tertib yang diterapkan kepada para penghuni Panti Wreda Siti Khadijah, antara lain:

a. Melaksanakan ibadah sesuai dengan ketentuan ajaran islam

b. Menjaga kebersihan diri dan kamar masing-masing

c. Menjalani pemeriksaan kesehatan pada jadwal yang telah di tentukan

d. Mengikuti kegiatan keagamaan atau pengajian pada jadwal yang telah ditentuka

e. Mengikuti acara yang di jadwalkan untuk kegiatan kunjungan atau observasi

f. Meminta ijin kepada petugas jika akan bepergian keluar panti

g. Keluarga yang berkunjung tidak menginap di panti

h. Tidak merokok

i. Menjaga ketertiban, menunjukkan rasa kebersamaan dan berlaku sopan.

Masalah Yang Sering Dihadapi Lansia di Panti Wreda Siti Khodijah

Masalah yang sering dihadapi oleh para lansia yang tinggal di Pantai Wreda, sebagaimana yang dijelaskan Wreksoatmodjo (2013), yaitu: Lansia yang tinggal di panti umumnya kurang merasa hidup bahagia, banyak ditemukan para lansia yang merasa kesepian tinggal di panti meskipun disekeliling mereka adalah penghuni panti tersebut. Lansia yang tinggal di panti merasa sedih karena keterbatasan ekonomi, meskipun kebutuhan mereka sehari-hari terpenuhi.

PW Siti Khadijah bertanggung secara penuh terhadap pemenuhan kebutuhan fisik mereka, meliputi; pangan dan sandang. Meskipun tidak mewah tetapi tidak mengesampingkan kebutuhan asupan bagi kelayan lansia. Permasalahan yang umumnya dihadapi kelayan lansia adalah kesepian dan butuh perhatian. Kesepian merupakan hal yang lumrah terjadi pada kelayan lansia karena situasi yang jauh dari sanak famili. Menurut teori dan konsep ageing in place lansia sebaiknya tinggal di rumah tempat anak dan sanak familinya berada. Masa lansia adalah fase di mana kelayan membutuhkan perhatian karena kehilangan pasangan atau sebab psikologis lainnya. Keadaan harus menjadi perhatian pengelola panti agar kebutuhan psikologis kelayan juga dapat ditanggulangi.

Beberapa kelayan lansia merasa kurang bebas dengan tinggal di panti. Hal ini memungkinkan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam proses adaptasi dengan lingkungan baru. Namun tidak menutup kemungkinkan juga variasi program yang ada di panti perlu dievaluasi mengingat kondisi latar belakang lansia yang sangat bervariasi. Program yang baik bisa menggerakkan kelayan agar ikut berpartisipasi dalam program. Sehingga mereka dapat mengisi kehidupan dengan aktivitas yang bermakna bagi diri mereka dan lingkungan panti.

(12)

Program-program panti sedapatnya mampu mengaktifkan kognisi, afeksi dan psikomotorik kelayan lansia. Kelayan lansia juga tidak sedikit mengalami masalah penurunan berat badan, hal ini terjadi karena pada dasarnya dimulai dari permasalahan psikologis yang memengaruhi kondisi anatomi tubuh lainnya. Nafsu makan yang menurun juga bisa disebabkan oleh rendahnya aktivitas mereka. Sehingga kondisi tersebut potensial menderita penyakit hipokynetic yang berakibat pada gangguan kognitif.

Faktor Penyebab Masalah Yang Dihadapi Lansia di Panti Wreda Siti Khodijah

Secara umum penyebab timbulnya masalah pada lansia yaitu disebabkan oleh kondisi penurunan fisik yang memang muncul dari proses penuaan yang terjadi (Potter & Perry, 2005). Beberapa masalah psikologis lain yang sering terjadi pada kelayan lansia, seperti; kesepian, stress, depresi, penarikan diri, dan acuh tak acuh terhadap diri dan lingkungannya. (Rosita, 2012). Masalah Umum yang Unik Bagi Lanjut Usia menurut Maryam (2008) adalah: Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus tergantung pada orang lain. Pada galibnya fenomena tersebut di atas adalah hal yang umum potensial terjadi. Pada kondisi ini peran program dan pengelola panti sangat diperlukan. Program yang baik dan pengelola yang profesional dapat memungkinkan potensi permasalahan tersebut bisa muncul. Status ekonomi lansia sangat ditentukan oleh perjalanan mereka sewaktu muda. Kelayan lansia sebagai pegawai negeri sipil memiliki skema pensiun. Hal ini menjadi jaminan sosial mereka menjalani masa tua. Sebagian lain memiliki investasi atau aset yang disimpan sejak muda, bisa berupa; tanah, kendaraan, tabungan, deposito dan lain-lain.

Oleh karenanya, program dan kegiatan yang dirancang dan dijalankan oleh panti harus dinamis dan fleksibel. Mengandung makna bahwa program dan kegiatan yang dirancang dibuat se-adaptif mungkin, ini untuk mengantisipasi terjadinya perubahan yang terjadi di panti. Program dan kegiatan juga harus dirancang inklusif di dalam kehidupan masyarakat di sekitar panti. Ini dimaksudkan untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan dan kehidupan panti.

Pada kasus tertentu, para lansia kerap kali menjadi korban atau dimanfaatkan oleh para penjual obat dan kriminalitas dikarenakan ketidaksanggupan mereka dalam mempertahankan kehidupan diri. Akibatnya, tak jarang para lansia tersebut merasa mudah menyerah terhadap kehidupannya di panti jompo. Hal tersebut dapat terjadi akibat kurangnya stimulasi mental pada lansia yang menyebabkan munculnya sikap apatis atau tidak peduli terhadap kehidupan sehari-harinya.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 713 panti jompo diketahui adanya peningkatan risiko kematian hingga 62% dalam kurun waktu empat bulan akibat adanya sikap apatis. Meskipun

(13)

belum diketahui apa penyebabnya, namun berdasarkan penelitian yang dilakukan ilmuwan dari Universitas Radbound Belanda tersebut dapat diketahui bahwa sikap apatis dapat menyebabkan kematian. Perhatian dan perawatan yang lebih harus diberikan kepada lansia yang menunjukkan ciri minor tersebut. Ilmuwan lain dari Inggris menambahkan, lansia yang hidup dengan depresi di panti jompo jumlahnya mencapai 40%. Langkah penyaringan terhadap para lansia sebaiknya dilakukan sebelum masuk panti jompo. Langkah penyaringan dilakukan untuk mengidentifikasi ada/tidaknya sikap apatis, depresi, atau gangguan kejiwaan lain, sehingga bantuan yang proporsional sesuai kebutuhan dapat terpenuhi untuk setiap lansia.

Namun yang sering terjadi, pihak panti tidak mengetahui atau menyadari gejala yang berbeda-beda yang merupakan manifestasi sikap apatis atau depresi dari tiap-tiap individu. Keuntungan Dan Kerugian Tinggal di Panti Wreda Menurut Hurlock (1996) Ada beberapa keuntungan yang akan didapat para lansia bila tinggal di Panti Jompo adalah sebagai berikut: Perawatan dan perbaikan wisma dan perlengkapannya dikerjakan oleh lembaga. Semua makanan mudah didapat dengan biaya yang memadai.

Perabotan dibuat untuk rekreasi dan hiburan. Terdapat kemungkinan untuk berhubungan dengan teman seusia yang mempunyai minat dan kemampuan yang sama. Kesempatan yang besar untuk dapat diterima secara temporer oleh teman seusia daripada dengan orang yang lebih muda. Menghilangkan kesepian karena orang-orang di situ dapat dijadikan teman. Perayaan hari libur bagi mereka yang tidak mempunyai keluarga tersedia di sini.

Ada kesempatan untuk berprestasi berdasarkan prestasi di masa lalu kesempatan semacam ini tidak mungkin terjadi dalam kelompok orang-orang muda. Selain mendapat keuntungan juga ada pula kerugian tinggal di Panti Wreda, yaitu sebagai berikut: Biaya hidup yang lebih mahal daripada tinggal di rumah sendiri Seperti halnya makanan di semua lembaga, biasanya kurang menarik ketimbang makan di rumah sendiri. Pilihan makanan terbatas dan seringkali diulang-ulang Berhubungan dekat dan menetap dengan beberapa orang yang mungkin tidak menyenangkan. Letaknya seringkali jauh dari tempat pertokoan, hiburan dan organisasi masyarakat. Tempat tinggalnya cenderung lebih kecil daripada rumah yang dulu.

KESIMPULAN DAN SARAN

Lanjut usia merupakan seorang individu yang sudah melewati masa golden age dan sudah

memasuki usia 60 tahun. Pada usia ini, banyak kemunduran yang dihadapi oleh para lanjut usia baik itu dari segi fisik, psikis, maupun sosial. Kemunduran yang dialami oleh lansia merupakan proses alami yang disebut dengan proses degeneratif. Pada tahap ini lansia mengalami kesulitan untuk melewati masa tuanya, karena sebagian orang beranggapan bahwa lansia tidak dapat berbuat

(14)

apa-apa atau tidak berguna. Semakin bertambahnya usia yang terjadi melalui proses alamiah pada lanjut usia, maka semakin banyak ketergantungan yang dialami oleh lanjut usia. Hal tersebut disebabkan menurunnya kondisi fisik, psikis maupun sosial sehingga penurunan yang dialami oleh para lanjut usia akan memperlambat proses interaksi yang terjadi di dalam lingkungan. Akhirnya, apapun keadaan dan kondisinya lansia sedapat mungkin harus tetap tinggal bersama pasangan, anak dan cucu serta famili di rumah. Bentuk seperti inilah pada prinsipnya yang dikehendaki lansia Indonesia pada umumnya. Jangan sampai ada ungkapan lansia kita sebagaimana yang

diungkapkan lansia dari Kyoto-Jepang, "Bukan uang yang saya pikirkan tapi rasa sayang dan

perhatian yang saya butuhkan...."

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Pimpinan Yayasan Aisiyah Kota Cirebon

2. Ketua dan para Pengurus Panti Wreda Siti Khadijah Kota Cirebon

3. Seluruh Emak-Emak lansia Panti Wreda Siti Khadijah Kota Cirebon

DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, Elizabeth. 1996. Psikologi Perkembangan Suatu Kehidupan sepanjang rentang

kehidupan. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga

Maryam, Sitti. 2008. Mengenal usia lanjut dan perawatan nya. Jakarta: Salemba

Iecovich, Esther. 2014. Aging in place: From theory to practice. Anthropological Notebooks 20 (1): 21–33. ISSN 1408-032X © Slovene Anthropological Society.

IFRC. 2010. Community-based home care for older people. Vivienne Seabright (Ed). Hungary.

Infodatin Kemenkes RI. 2016. Situasi Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia. ISSN: 2442-7659

Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN. 1998. Data dan Informasi Penduduk Lansia

Indonesia.

Novak, Mark. 1997. Aging & Society; A Canadian Perspective. Ontario: ITP Nelson.

Ogawa, Naohiro. 1989. Population Change and Welfare of the Aged. Nupri Reprint Series No.

32/1989, pp. 105-132.

Ogawa, Naohiro, et al. 1994. Health Status of the Elderly and Their Labour Force Participation

in the Developing Countries along the Asia-Pasific Rim. Nupri Reprint Series No. 51/1994,

(15)

Potter dan Perry. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan praktek. Edisi 4 volume 1. Jakarta: EGC

Rosidi, Ajip. 1984. Ciri-ciri Manusia Dan Kebudayaan Sunda; Masyarakat Sunda dan

Kebudayaannya, Edi Suhardi Ekadjati, (ed), hal. 125-161. Jakarta: Girimukti Pasaka.

Rosita. 2012. Stresor sosial biologi lansia panti Wreda usia dan lansia tinggal bersama keluarga.

Jurnal blokultur. Vol. 1. Januari-Juni 2012. Hal 43-52

Setiyaningsih. 1999. Panti Lansia di Surakarta. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta.

Suryadi. 2017. Aktivitas Lansia (Kasus Pada Suku Sunda Di Kelurahan Sekeloa Kecamatan

(16)

LAMPIRAN-LAMPIRAN Foto-foto Kegiatan

(17)

Referensi

Dokumen terkait

(10) Pemeriksaan menggunakan CT scan terutama CT scan dengan kontras akurat dalam menentukan luas lesi ruptur hepar dan trauma terkait, sehingga dapat memberikan informasi

<p>•  jk ada kakek sekandung sebapak tanpa ada ahli waris yang lain, jk ada saudara lk pr sekandung atau seabapak lakukan proses hitung jumlah bagian kakek

Dengan tinggi gelombang dan periode gelombang signifikan yang terjadi, besar daya listrik maksimal yang mampu dihasilkan adalah sebesar 9658,54 watt atau 9,66 kW.. Daya

Posisi manusia dalam hal ini disamping merupakan bagian dari alam, ia mempunyai tugas khusus sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Menciptakan Alam, yakni sebagai

Dalam Undang-Undang 43 tahun 2009, arsip didifinisikan sebagai rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan

Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa perbedaan pengelompokkan ukuran berat memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap persentase penambahan berat,

• Marketing yang sensitif terhadap waktu atau tindakan komunikasi penjual sebagai kegiatan spesifik kepada customer. • Juga disebut

Bekerjasama dengan Ke Kelit dari Austria, Rucika Kelox merupakan pipa multilayer yang terdiri dari bahan berkualitas premium seperti plastik (PE-RT), lapisan perekat dalam,