• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR TAHUN 2010

TENTANG

PEDOMAN PERIZINAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Petambangan Mineral dan Batubara, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perizinan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756); 5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahn Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111);

9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0030 Tahun 2005 tanggal 20 Juli 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

(2)

Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

TENTANG PEDOMAN PERIZINAN KEGIATAN USAHA

PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Wilayah izin usaha pertambangan, yang selanjutnya disebut WIUP, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang izin usaha pertambangan.

2. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk

mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya

mineralisasi.

3. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.

4. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang.

5. Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan

pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk

pengendalian dampak lingkungan.

6. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya. 7. Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan

untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.

8. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan. 9. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil

pertambangan mineral atau batubara.

10. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas, dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.

11. Izin usaha pertambangan eksplorasi, yang selanjutnya disebut IUP Eksplorasi, adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.

12. Izin usaha pertambangan operasi produksi, yang selanjutnya IUP Operasi Produksi, adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai

(3)

pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi.

13. Izin usaha pertambangan khusus, yang selanjutnya disebut IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.

14. Badan usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 15. Badan usaha milik negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah

BUMN yang bergerak di bidang pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

16. Badan usaha milik daerah, yang selanjutnya disebut BUMD, adalah BUMD yang bergerak di bidang pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

17. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.

18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan batubara.

19. Rencana Kerja Anggaran Biaya, yang selanjutnya disebut RKAB, adalah rencana kegiatan dan anggaran yang wajib disampaikan oleh pemegang IUP dan IUPK setiap tahun takwim pada bulan November.

BAB II

IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

Bagian Kesatu Umum Pasal 2

(1) Kegiatan usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan dapat dilaksanakan berdasarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

(2) IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam WIUP. (3) IUP mineral bukan logam dan batuan diberikan dengan dua tahap, yaitu:

a. pemberian WIUP; dan b. pemberian IUP.

(4) Pemberian WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diberikan berdasarkan permohonan wilayah.

(5) Pemberian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diberikan berdasarkan permohonan setelah mendapatkan WIUP.

Pasal 3

(1) Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan WIUP dan IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) kepada:

a. badan usaha; b. koperasi; dan

(4)

c. perseorangan.

(2) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa badan usaha swasta, BUMN, atau BUMD,

(3) Perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa orang perseorangan, perusahaan firma, atau perusahaan komanditer.

Pasal 4 (1) IUP dibedakan menjadi 2 (dua) tahap, yaitu

a. IUP Eksplorasi, b. IUP Operasi produksi

(2) IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a, merupakan izin untuk melakukan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan.

(3) IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir b , merupakan izin untuk melakukan kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.

Bagian Kedua Pemberian WIUP

Pasal 5

(1) Badan usaha, koperasi, atau perseorangan mengajukan permohonan

wilayah untuk mendapatkan WIUP mineral bukan logam dan batuan kepada:

a. Menteri, untuk WIUP yang berada dalam lintas wilayah provinsi dan/atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai; b. gubernur, untuk WIUP yang berada dalam lintas kabupaten/kota

dalam 1 (satu) provinsi dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil dari garis pantai; dan

c. bupati/walikota, untuk WIUP yang berada dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil dari garis pantai.

(2) Dalam hal WIUP mineral bukan logam dan batuan berbatasan langsung dengan negara lain baik di darat maupun di laut maka IUP diberikan oleh Menteri.

(3) Pada wilayah laut yang berada di antara 2 (dua) provinsi yang berbatasan dengan jarak kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, wilayah kewenangan masing-masing provinsi dibagi sama jaraknya sesuai prinsip garis tengah.

(4) Kewenangan bupati/walikota pada wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sejauh 1/3 (sepertiga) dari garis pantai masing-masing wilayah kewenangan gubernur.

(5)

Pasal 6

(1) Badan usaha, koperasi, atau perseorangan melampirkan daftar koordinat geografis lintang dan bujur serta membayar biaya pencadangan wilayah dan biaya pencetakan peta sebagai persyaratan saat melakukan permohonan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).

(2) Daftar koordinat geografis lintang dan bujur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan ketentuan informasi geografi yang berlaku secara nasional.

(3) Pelaksanaan pelayanan permohonan wilayah wajib menerapkan sistem permohonan pertama yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mendapatkan prioritas pertama untuk

mendapatkan WIUP mineral bukan logam atau WIUP batuan (first come

first served).

(4) Formulir permohonan wilayah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.

Pasal 7

(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya setelah menerima permohonan wilayah yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) memberikan tanda terima bukti permohonan wilayah kepada pemohon.

(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengujian terhadap luas dan batas wilayah dalam rangka penetapan WIUP mineral bukan logam dan batuan berdasarkan pada kriteria sebagai berikut:

a. letak geografis; b. kaidah konservasi;

c. daya dukung lingkungan;

d. optimalisasi sumber daya mineral bukan logam dan/atau batuan; dan e. tingkat kepadatan penduduk.

(3) Menteri menyampaikan permintaan rekomendasi kepada gubernur dan bupati/walikota yang disertai dengan salinan tanda terima bukti permohonan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka penetapan WIUP mineral bukan logam dan batuan melalui email, fax, atau sarana lainnya, paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja setelah tanda terima bukti permohonan wilayah diberikan kepada pemohon.

(4) Gubernur menyampaikan permintaan rekomendasi kepada

bupati/walikota yang disertai dengan salinan tanda terima bukti permohonan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka penetapan WIUP mineral bukan logam dan batuan melalui email, fax, atau sarana lainnya, paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja setelah tanda terima bukti permohonan wilayah diberikan kepada pemohon.

(5) Gubernur atau bupati/walikota memberikan rekomendasi dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permintaan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).

(6)

(6) Dalam hal permintaan rekomendasi tidak diberikan oleh gubernur atau bupati/walikota dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) maka gubernur atau bupati/walikota dianggap menyetujui untuk penetapan WIUP mineral bukan logam dan batuan.

(7) Formulir tanda terima bukti penerimaan permohonan wilayah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini. (diambil dari Kepmen 1603/2003)

Pasal 8

(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan wilayah diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) wajib memberikan keputusan menerima atau menolak atas permohonan wilayah.

(2) Dalam hal Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan

kewenangannya menerima permohonan wilayah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) maka Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan WIUP mineral bukan logam dan batuan dan menyerahkan peta WIUP berikut batas dan koordinat WIUP kepada pemohon.

(3) Keputusan menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis kepada pemohon disertai dengan alasan penolakan .

(4) Biaya pencadangan wilayah dan biaya pencetakan peta menjadi milik negara apabila Menteri, gubernur, atau bupati/walikota mengeluarkan keputusan menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Format surat keputusan penetapan WIUP mineral bukan logam dan batuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini.

Bagian Ketiga Pemberian IUP

Paragraf 1

Pemberian IUP Eksplorasi Pasal 9

(1) Badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah mendapatkan WIUP beserta batas dan koordinat mengajukan permohonan IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan/atau batuan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah penyerahan peta WIUP, dengan melampirkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut: a. administrasi;

b. teknis;

c. lingkungan; dan d. finansial

(2) Permohonan IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan menggunakan formulir permohonan sebagaimana tercantum pada Lampiran IV Peraturan Menteri ini.

(7)

(3) Badan usaha, koperasi, atau perorangan yang telah melakukan pencadangan wilayah tidak mengajukan permohonan atau tidak dapat melengkapi persyaratan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) dianggap mengundurkan diri.

Pasal 10

(1) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a untuk badan usaha meliputi:

a. surat permohonan; b. profil badan usaha;

c. akte pendirian badan usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; d. nomor pokok wajib pajak;

e. susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan f. surat keterangan domisili.

(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a untuk koperasi meliputi:

a. surat permohonan; b. profil koperasi;

c. akte pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; d. nomor pokok wajib pajak;

e. susunan pengurus; dan f. surat keterangan domisili.

(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a untuk orang perseorangan meliputi:

a. surat permohonan; b. kartu tanda penduduk;

c. nomor pokok wajib pajak; dan d. surat keterangan domisili.

(4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi:

a. surat permohonan; b. profil perusahaan;

c. akte pendirian perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan;

d. nomor pokok wajib pajak;

e. susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan f. surat keterangan domisili.

Pasal 11

Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b meliputi:

(8)

a. daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun; dan b. peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang

dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem geografi yang berlaku secara nasional.

Pasal 12

Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c meliputi pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 13

(1) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d meliputi:

a. Bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi; dan

b. Bukti pembayaran biaya pencadangan wilayah dan pembayaran pencetakan peta WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan atas permohonan wilayah.

(2) Badan usaha, koperasi, atau perseorangan menyetorkan jaminan kesungguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebelum melakukan permohonan IUP Eksplorasi.

Pasal 14

(1) Dalam rangka penerbitan IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan/atau batuan, Menteri dan gubernur menyampaikan peta WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah permohonan IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan batuan kepada:

a. Menteri kepada gubernur dan bupati/walikota setempat; dan b. gubernur kepada bupati/walikota setempat.

(2) Penyampaian peta WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka untuk mendapatkan rekomendasi penerbitan IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan/atau batuan.

(3) Gubernur atau bupati/walikota akan memberikan rekomendasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya tanda bukti penyampaian peta WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan.

(4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak memberikan rekomendasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka gubernur atau bupati/walikota dianggap menyetujui untuk penerbitan IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan/atau batuan.

Pasal 15

(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menerbitkan IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan/atau batuan,

(9)

dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

(2) IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat ketentuan sekurang-kurangnya:

a. nama perusahaan; b. lokasi dan luas wilayah; c. rencana umum tata ruang; d. jaminan kesungguhan; e. modal investasi;

f. perpanjangan waktu tahap kegiatan;

g. hak dan kewajiban pemegang IUP Eksplorasi; h. jangka waktu tahap berlakunya kegiatan; i. jenis usaha yang diberikan;

j. rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan;

k. perpajakan;

l. penyelesaian pertanahan;

m. iuran tetap dan iuran eksplorasi; dan n. amdal;

o. jenis komoditi;

p. jaminan reklamasi sesuai dengan rencana reklamasi untuk kegiatan eksplorasi;

(3) Keputusan pemberian IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) disusun menggunakan format sebagaimana Lampiran V Peraturan Menteri ini. (cek lampiran dan disesuaikan dengan ayat (7))

Paragraf 2

Pemberian IUP Operasi Produksi Pasal 16

(1) IUP Operasi produksi mineral bukan logam dan/atau batuan diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan sebagai peningkatan IUP Eksplorasi.

(2) Pemegang IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan/atau batuan dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan/atau batuan dengan mengajukan permohonan dan memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

a. administrasi; b. teknis;

c. lingkungan; dan d. finansial.

(3) Badan usaha, koperasi, atau perseorangan melakukan permohonan IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan/atau batuan kepada Menteri,

(10)

gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Permohonan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan formulir permohonan sebagaimana tercantum pada Lampiran VI Peraturan Menteri ini.

Pasal 17

(1) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a untuk badan usaha meliputi:

a. surat permohonan; b. profil badan usaha;

c. akte pendirian badan usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; d. nomor pokok wajib pajak;

e. susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan f. surat keterangan domisili.

(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a untuk koperasi meliputi:

a. surat permohonan; b. profil koperasi;

c. akte pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; d. nomor pokok wajib pajak;

e. susunan pengurus; dan f. surat keterangan domisili.

(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a untuk orang perseorangan meliputi:

a. surat permohonan; b. kartu tanda penduduk;

c. nomor pokok wajib pajak; dan d. surat keterangan domisili.

(4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi:

a. surat permohonan; b. profil perusahaan;

c. akte pendirian perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan;

d. nomor pokok wajib pajak;

e. susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan f. surat keterangan domisili.

(11)

Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b meliputi:

a. peta wilayah yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem geografi yang berlaku secara nasional;

b. laporan lengkap eksplorasi; c. laporan studi kelayakan;

d. rencana reklamasi dan pascatambang; e. rencana kerja dan anggaran biaya;

f. rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan; dan g. Tersedianya tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang

berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun.

Pasal 19

Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c meliputi:

a. pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan

b. persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

(1) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d meliputi:

a. laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik; dan

b. bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir.

(2) Dalam hal jangka waktu IUP Eksplorasi kurang dari 3 (tiga) tahun maka pemohon IUP Operasi Produksi menyerahkan bukti pembayaran iuran tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sesuai dengan jangka waktu IUP Eksplorasi tersebut kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 21

(1) IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada pasal 16 ayat (1) wajib memuat ketentuan sekurang-kurangnya:

a. nama perusahaan; b. luas wilayah;

c. lokasi penambangan;

d. lokasi pengolahan dan pemurnian; e. pengangkutan dan penjualan; f. modal investasi;

(12)

h. jangka waktu tahap kegiatan; i. penyelesaian masalah pertanahan;

j. lingkungan hidup termasuk raklamasi dan pascatambang; k. dana jaminan reklamasi dan pascatambang;

l. perpanjangan IUP;

m. hak dan kewajiban pemegang IUP;

n. rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan;

o. perpajakan;

p. penerimaan negara bukan pajak yang terdiri atas iuran tetap dan iuran produksi;

q. penyelesaian perselisihan;

r. keselamatan dan kesehatan kerja;

s. konservasi mineral bukan logam atau batuan;

t. pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi dalam negeri;

u. penerapan kaidah keekonomian dan keteknikan pertambangan yang baik;

v. pengembangan tenaga kerja Indonesia; w. pengelolaan data mineral atau batubara;

x. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi

pertambangan mineral atau batubara; dan

y. hal-hal yang dapat mengehentikan kegiatan atau membatalkan IUP Operasi Produksi.

(2) Keputusan pemberian IUP Operasi Produksi disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Peraturan Menteri ini.

BAB III

JAMINAN KESUNGGUHAN Pasal 22

(1) Badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang sudah mendapatkan peta WIUP berikut batas dan koordinat WIUP harus menyetorkan jaminan kesungguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a untuk kegiatan eksplorasi sebelum memohon IUP Eksplorasi kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Jaminan kesungguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. jaminan kesungguhan untuk pelaksanaan kegiatan 1 (satu) tahun eksplorasi mineral bukan logam dan batuan; dan

b. jaminan kesungguhan untuk pelaksanaan kegiatan 3 (tiga) tahun eksplorasi mineral bukan logam jenis tertentu.

(3) Uang jaminan kesungguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan:

(13)

a. luas WIUP Eksplorasi mineral bukan logam jenis tertentu dikalikan 100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau US $ 10 (sepuluh dolar Amerika Serikat) per hektare;

b. luas WIUP Eksplorasi mineral bukan logam dikalikan Rp. 50.000,00

(lima puluh ribu rupiah) atau US $ 5 (lima dolar Amerika Serikat) per hektare; dan

c. luas WIUP Eksplorasi batuan dikalikan Rp. 20.000,00 (dua puluh ribu

rupiah) atau US $ 2 (dua dolar Amerika Serikat) per hektare.

(4) Jaminan kesungguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan pada bank pemerintah atau bank pemerintah daerah dalam bentuk deposito berjangka.

Pasal 23

(1) Badan usaha, koperasi, atau perseorangan harus menempatkan uang jaminan kesungguhan dalam bentuk deposito berjangka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) atas nama Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya qualita qua (q.q) pemohon yang bersangkutan.

(2) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum melakukan pembukaan rekening bersama dengan pemohon IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan permohonan persetujuan pembukaan rekening kepada bendahara umum negara/kuasa bendahara umum negara pusat atau kuasa bendahara umum negara di daerah disertai dengan surat pernyataan tentang penggunaan rekening, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII dan IX Peraturan Menteri ini.

Pasal 24

(1) Badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah mendapatkan peta WIUP Eksplorasi mineral bukan logam dan batuan wajib melampirkan tanda bukti penyetoran uang jaminan kesungguhan pada permohonan IUP Eksplorasi kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Dalam hal tanda bukti penyetoran uang jaminan kesungguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilampirkan, permohonan IUP Eksplorasi dinyatakan gugur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 25

(1) Jaminan kesungguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dikembalikan sepenuhnya kepada pemohon sesuai jumlah nominal yang telah disetorkan berserta bunganya.

(2) Jaminan kesungguhan beserta bunganya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan secara bertahap kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan pemegang IUP Eksplorasi sesuai dengan pelaksanaan tahapan kegiatan di dalam IUP Eksplorasi.

(14)

(1) Pengembalian atau pencairan uang jaminan kesungguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b dengan ketentuan sebagai berikut:

a. 30% (tiga puluh per seratus) dari jumlah nominal uang jaminan kesungguhan dicairkan pada tahun kesatu dengan menyampaikan laporan kemajuan hasil kegiatan eksplorasi yang disertai antara lain peta geologi, dan peta sebaran endapan dengan skala 1:25.000 (satu banding dua puluh lima ribu);

b. 30% (tiga puluh per seratus) dari jumlah nominal uang jaminan kesungguhan dicairkan pada tahun kedua dengan menyampaikan laporan kemajuan hasil kegiatan eksplorasi yang disertai antara lain peta geologi dan peta sebaran endapan dengan skala 1:10.000 (satu banding sepuluh ribu); dan

c. sisanya sebesar 40% (empat puluh per seratus) dari jumlah nominal uang jaminan kesungguhan dicairkan setelah menyampaikan laporan akhir kegiatan eksplorasi dengan menyampaikan laporan kemajuan hasil kegiatan eksplorasi yang disertai antara lain peta geologi dan peta sebaran endapan dengan skala 1:5.000 (satu banding lima ribu).

(2) Pengembalian atau pencairan uang jaminan kesungguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dengan ketentuan sebagai berikut:

a. 50% (lima puluh per seratus) dari jumlah nominal uang jaminan kesungguhan dicairkan 6 (enam) bulan setelah kegiatan eksplorasi dimulai dengan menyampaikan laporan kemajuan hasil kegiatan eksplorasi yang disertai antara lain peta geologi dan peta sebaran endapan dengan skala 1:5.000 (satu banding lima ribu); dan

b. sisanya sebesar 50% (lima puluh per seratus) dari jumlah nominal uang jaminan kesungguhan dicairkan setelah menyampaikan laporan akhir kegiatan eksplorasi dengan menyampaikan laporan kemajuan hasil kegiatan eksplorasi yang disertai antara lain peta geologi dan peta sebaran endapan dengan skala 1:2.000 (satu banding dua ribu).

(3) Permohonan pengembalian atau pencairan uang jaminan kesungguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan oleh pemegang IUP Eksplorasi kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dengan mencantumkan nomor rekening bank pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi.

Pasal 27

(1) Pengembalian atau pencairan uang jaminan kesungguhan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 26 harus dikaitkan dengan penilaian terhadap laporan triwulan atau tahunan kegiatan eksplorasi pemegang IUP Eksplorasi terhadap jumlah pembiayaan yang dikeluarkan untuk

(15)

kegiatan eksplorasi dibandingkan dengan RKAB yang telah disetujui sebelumnya dengan ketentuan sebagai berikut:

a. selama kegiatan eksplorasi, pemegang IUP Eksplorasi harus mengeluarkan biaya minimum;

b. tahun kesatu kegiatan eksplorasi besarannya pengeluaran ditetapkan sendiri oleh pemegang IUP Eksplorasi disesuaikan dengan RKAB yang telah disetujui; dan

c. realisasi pengeluaran biaya pada tahun kesatu paling sedikit harus mencapai 80% dari biaya yang dianggarkan dalam RKAB.

(2) Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan biaya minimum

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan dapat ditinjau setiap tahun.

Pasal 28

(1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai

dengan kewenangannya memberikan teguran secara tertulis kepada pemegang IUP Eksplorasi yang tidak menyampaikan laporan triwulan atau tahunan kegiatan eksplorasi.

(2) Dalam hal pemegang IUP Eksplorasi tidak menyampaikan laporan

kegiatan eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau tidak mencapai pengeluaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf d maka Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat mencabut IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam hal pemegang IUP Eksplorasi tidak menyampaikan laporan

kegiatan eksplorasi dan/atau tidak merealisasikan pengeluaran biaya eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), uang jaminan kesungguhan atau sisanya beserta bunganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 menjadi milik negara atau milik daerah.

(4) Pengecualian ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

diberlakukan bagi pemegang IUP Eksplorasi yang mendapatkan penghentian sementara dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IV

PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN

Bagian Kesatu

Hak dan Kewajiban Pemegang IUP Paragraf 1

Hak dan kewajiban Pemegang IUP Eksplorasi

Pasal 29 Pemegang IUP eksplorasi berhak untuk:

(16)

a. melakukan sebagian atau seluruh tahapan kegiatan pada masa IUP eksplorasi, yaitu kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan sesuai dengan peraturan perundangan;

b. memanfaatkan prasara dan sarana umum untuk keperluan kegiatan IUP Eksplorasi, sesuai ketentuan peraturan perundangan;

c. membangun fasilitas penunjang kegiatan IUP Eksplorasi baik di dalam maupun di luar WIUP;

d. mendapatkan perizinan terkait, dalam rangka menunjang pelaksanaan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan;

e. meningkatkan izin ke tahap IUP Operasi Produksi, setelah memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundangan.

Pasal 30 (1) Pemegang IUP Eksplorasi wajib:

a. menyediakan dana yang cukup diperlukan dan bertanggung jawab penuh untuk pembiayaan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan;

b. dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal IUP Eksplorasi diterbitkan, pemegang IUP eksplorasi wajib melakukan pematokan batas WIUP nya dan memulai kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, atau studi kelayakan; (cat: jangan sampai pematokan batas sama dengan IUP OP, diselaraskan dengan draft permen tata cara tata batas. Cek SK Dirjennya)

c. setiap pertengahan bulan Nopember menyusun RKAB dan RKTTL, yang memuat rencana kerja teknis, dan keuangan selama 1 (satu) tahun yang akan berjalan, untuk mendapat persetujuan dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya; (cat: Koordinasi dengan subdit lindungan lingkungan untuk RKTTL tahap eksplorasi. Poin RKAB dan RKTTL dipisah menjadi 2)

d. melaksanakan kegiatan berdasarkan RKAB dan RKTTL yang telah disetujui;

e. melakukan investasi untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana butir d, tidak kurang dari ketentuan biaya minimum sesuai peraturan perundangan;

f. Memenuhi kewajiban perpajakan dan membayar iuran tetap sesuai ketentuan perundangan;

g. menerapkan kaidah teknis pertambangan yang baik dan benar, dalam pelaksanaan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan;

h. melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan akibat kegiatan IUP Eksplorasi;

i. mengutamakan penggunan tenaga kerja, jasa setempat sesuai dengan kompetensi dan ketentuan peraturan perundangan;

j. sebelum melakukan kegiatan, pemegang IUP wajib menyelesaikan kewajiban penggunaan lahan sesuai ketentuan peraturan perundangan;

k. mengamankan dan melaporkan mineral logam, non logam, batuan dan /atau batubara yang ikut tergali akibat kegiatan IUP Eksplorasi;

(17)

l. menyerahkan seluruh data hasil kegiatan IUP eksplorasi kepada

Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan

kewenangannya;

m. mendirikan kantor pusat atau kantor perwakilan didaerah dimana WIUP berada;

n. menyampaikan Laporan Triwulan dan Laporan Tahunan Kegiatan Eksplorasi, dan menyerahkan seluruh data hasil kegiatan yang dicapai kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;

o. Paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya tiap tahap kegiatan pada masa IUP Eksplorasi, pemegang IUP wajib menyampaikan laporan akhir kegiatan tahapan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya; p. menyampaikan Laporan Eksplorasi Lengkap, Laporan Studi

Kelayakan Laporan Studi Amdal untuk mendapat persetujuan dari pemberi izin atau pejabat instansi yang berwenang, sebagai bagian persyaratan peningkatan IUP Operasi Produksi;

q. secara periodik melakukan penciutan atau pengembalian wilayah berdasarkan hasil penyelidikan atau eksplorasi, sehingga pada akhir masa izin eksplorasi luas wilayah tidak lebih dari 5.000 Ha untuk IUP mineral bukan logam, dan 1.000 Ha untuk IUP batuan; r. melakukan reklamasi pada kegiatan eksplorasi; dan

s. melakukan upaya keselamatan dan kesehatan kerja serta keselamatan operasi pertambangan.

(2) Pelaksanaan dan pelaporan pematokan batas WIUP sebagaimana dimaksud ayat (1) butir b, dilakukan sesuai peraturan perundangan (3) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya

melakukan evaluasi pelaksanaan pematokan batas WIUP,

menggunakan format seperti Lampiran .... Peraturan Menteri ini.

(4) Laporan RKAB dan RKTTL IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat (1) butir c wajib memuat paling sedikit tentang rencana: (cat: sesuai rpermen pelaporan)

a. kegiatan pemetaan topografi , penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, sampling, analisa contoh, pemboran, studi geoteknik, geohidrologi, evaluasi sumberdaya dan cadangan, pengambilan contoh ruah, studi dan/atau percobaan pengolahan, studi kelayakan, serta studi amdal;

b. pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. penggunaan tenaga kerja dan perusahaan jasa lokal atau nasional; d. belanja barang modal termasuk belanja lokal;

e. penggunaan tenaga kerja asing; dan

f. penyelesaian hak atas tanah untuk kegiatan eksplorasi.

Pasal 31

Laporan RKAB, RKTTL, Laporan Triwulan serta Laporan Tahunan Kegiatan Eksplorasi, Laporan Eksplorasi Lengkap, dan Laporan Studi Kelayakan disusun menggunakan format sesuai dengan ketentuan peraturan

(18)

Paragraf 2

Hak dan Kewajiban Pemegang IUP Operasi produksi Pasal 32

(1) Pemegang IUP Operasi produksi berhak:

a. melakukan seluruh tahapan kegiatan pada masa izin operasi produksi, yaitu kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan,

pengangkutan dan penjualan. sesuai dengan peraturan

perundangan;

b. mendapatkan perizinan terkait, untuk menunjang pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud butir a;

c. membangun prasarana dan sarana penunjang dan fasilitas pengolahan didalam atau diluar WIUP, setelah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundangan;

d. menggunakan sarana dan prasarana umum, sesuai ketentuan peraturan perundangan;

e. melakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk melaksanakan sebagian kegiatan operasi produksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;

f. melakukan perpanjangan masa berlaku IUP Operasi produksi sesuai peraturan perundangan; dan

g. mengajukan permohonan kembali bekas WIUP nya sesuai peraturan perundangan, sewaktu masa berlaku IUP sudah berakhir dan tidak bisa diperpanjang lagi sesuai ketentuan peraturan perundangan.

(2) Hak mengajukan permohonan kembali atas bekas WIUP nya sebagimana dimaksud ayat (1) butir g, dapat diberikan apabila:

a. pemegang IUP mempunyai kinerja keuangan, teknis dan lingkungan serta kinerja sosial masyarakat yang baik, dan atau

b. untuk menunjang keberlanjutan industri strategis yang bahan bakunya dari komoditas tambang yang dihasilkan.

(3) Kinerja keuangan yang baik sebagaimana dimaksud ayat (2), ditunjukkan dengan telah memenuhi seluruh kewajiban keuangan dan mempunyai profit margin diatas 12% selama 5 tahun terakhir

(4) Kinerja teknis yang baik sebagaimana dimaksud ayat (2), ditunjukkan dengan pelaksanaan praktek pertambangan yang baik dan benar, meliputi antara lain: kondisi tambang tertata, pencapaian target produksi 5 tahun terakhir, sumberdaya tidak banyak terbuang, kinerja K-3 baik,

(5) Kinerja lingkungan yang baik sebagaimana dimaksud ayat (2), ditunjukkan dengan kinerja pemantauan dan pengelolaan lingkungan yang baik, termasuk reklamasi lahan, pemenuhan baku mutu, menjaga fungsi lingkungan, keaneka ragaman hayati.

Pasal 33

(1) Pemegang IUP Operasi produksi wajib melakukan pengelolaan yang baik dan benar dibidang :

(19)

b. teknis operasional tambang; c. K-3, LH dan Konservasi;

d. organisasi dan ketenaga kerjaan; e. perwilayahan;

f. pengembangan masyarakat; g. pengembangan jasa lokal; h. pelaporan.

(2) Kewajiban di bidang investasi dan keuangan sebagaimana dimaksud ayat (1) butir a, meliputi antara lain:

a. menyediakan dana yang cukup untuk pembiayaan kegiatan operasi produksi;

b. menyampaikan rencana investasi untuk mendapat persetujuan, meliputi: investasi awal, investasi untuk studi-studi dalam rangka pengembangan, optimalisasi penambangan dan atau pengolahan pemurnian, investasi untuk pergantian dan pengembangan peralatan tambang dan pengolahan-pemurnian, investasi untuk pengembangan fasilitas penunjang;

c. menempatkan jaminan reklamasi dan penutupan tambang; d. mengelola keuangan sesuai dengan sistem akutansi Indonesia; e. membayar kewajiban keuangan, meliputi pembayaran pendapatan

negara dan pendapatan daerah serta pendapatan lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

f. untuk perusahaan dengan saham asing, wajib melakukan divestasi saham pada Pemerintah atau pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta nasional;

(3) Kewajiban di bidang teknis operasional tambang sebagaimana dimaksud ayat (1) butir b, meliputi antara lain:

a. melaksanakan konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan penjualan, sesuai standar teknik pertambangan yang baik, dan mengacu pada Studi Kelayakan, AMDAL, Rencana Reklamasi, RKAB, RKTTL, yang telah disetujui;

b. melaksanakan penambangan didalam WIUP operasi produksi nya; c. melaksanakan pengolahan n hasil tambang didalam negeri, baik

yang dilakukan sendiri atau bekeja sama dengan pemegang IUP Operasi produksi lain atau pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian;

d. melaksanakan pengangkutan penjualan hasil tambang, baik yang dilakukan pemegang IUP sendiri atau bekeja sama dengan pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan penjualan;

e. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi

pertambangan mineral atau batubara;

f. melaksanakan kewajiban pasca tambang sesuai dokumen RPT yang telah disetujui;

g. berusaha meningkatkan nilai tambah atas produk tambang yang dihasilkan dan nilai tambah atas adanya kegiatan tambang; dan

(20)

h. memenuhi ketentuan Domestic Market Obligation (DMO).

(4) Kewajiban di bidang K-3, LH dan Konservasi sebagaimana dimaksud ayat (1) butir c, meliputi antara lain:

a. melaksanakan pengelolaan K-3 pada operasi penambangan, pengangkutan, pabrik pengolahan, fasilitas tambang; fasilitas penunjang; yang dilakukan pemegang IUP dan sub kontraktornya; b. memantau dan mengelola dampak lingkungan hidup akibat kegiatan

operasi produksi dan kegiatan pembangunan fasilitas penunjang terkait, sesuai dengan dokumen AMDAL/UKL-UPL, rencana reklamasi dan RKTTL yang telah disetujui;

c. menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan serta menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung lingkungan, termasuk fungsi dan daya dukung sumberdaya air;

d. melaksanakan konservasi mineral atau batubara, meliputi upaya

peningkatan recovery penambangan, pengangkutan dan

pengolahan/ pemurnian, pemanfaatan semaksimal mungkin potensi sumberdaya mineral/batubara, pemanfaatan mineral ikutan, tidak

melakukan praktek ”high grading”;

e. mengangkat kepala teknik tambang; dan

f. melaksanakan program paska tambang sesuai dengan dokumen RPT yang telah disetujui.

(5) Kewajiban di bidang organisasi dan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud ayat (1) butir d, meliputi antara lain:

a. mendirikan kantor di daerah;

b. membentuk organisasi tambang yang efektif dan efisien, yang

mampu menangani di bidang operasi penambangan,

pengolahan/pemurnian, pegangkutan dan penjualan, K-3 & lingkungan, masalah hubungan pemerintahan dan masyarakat serta penyelesaian lahan yang dipimpin manajer tambang sekaligus merangkap kepala teknik tambang;

c. pengembangan kemampuan dan pengetahuan tenaga kerja indonesia; dan

d. mengutamakan penggunakan/pemberdayaan tenaga kerja

setempat.

(6) Kewajiban dibidang perwilayahan sebagaimana dimaksud ayat (1) butir e, meliputi antara lain:

a. melaksanakan pemetaan dan pematokan batas WIUP Operasi Produksi, dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal IUP Operasi Produksi diterbitkan;

b. mendapatkan perizinan penggunaan lahan untuk kegiatan

pertambangan sesuai peraturan perundangan;

c. menyelesaikan kewajiban ganti rugi lahan yang segera akan dimanfaatkan, sesuai ketentuan peraturan perundangan, sebelum melakukan kegiatan operasi produksi;

d. menjaga WIUP untuk tidak dilakukan kegiatan pertambangan pihak lain yang tidak sah menurut ketentuan peraturan perundangan; dan e. melaporkan apabila terdapat IUP lain didalam WIUP nya, yang

prosedur pemberian IUPnya tidak memenuhi ketentuan

(21)

(7) Kewajiban di bidang pengembangan masyarakat sekitar tambang sebagaimana dimaksud ayat (1) butir f, meliputi antara lain:

a. menjalin hubungan harmonis dengan masyarakat sekitar tambang; b. membantu pengembangan masyarakat sekitar tambang; dan

c. menyusun rencana pengembangan wilayah dan masyarakat bersama pemerintah daerah dan masyarakat.

(8) Kewajiban di bidang pengembangan jasa dan barang lokal sebagaimana dimaksud ayat (1) butir g, meliputi antara lain:.

a. mengutamakan penggunaan jasa lokal; dan

b. pembelian barang dalam negeri, diutamakan barang lokal.

(9) Kewajiban dibidang pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) butir h, meliputi antara lain:

a. pengelolaan data mineral atau batubara yang tertib dalam sistem pengelolaan data yang mudah diakses;

b. melaporkan semua data hasil kegiatan masa IUP operasi produksi kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;

c. setiap pertengahan bulan Nopember menyusun dan menyampaikan RKAB dan RKTTL, yang dibuat berdasarkan Laporan Studi Kelayakan dan Amdal, Rencana Reklamasi yang telah disetujui untuk mendapat persetujuan dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;

d. menyusun rencana reklamasi dan rencana penutupan tambang; e. menyampaikan Laporan Triwulan, Tahunan dan laporan akhir

kegiatan operasi produksi, serta laporan dwi mingguan dan bulanan produksi –penjualan;

f. menyampaikan Laporan Triwulan, Tahunan pelaksnaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan;

g. menyampaikan revisi studi kelayakan, AMDAL dan dokumen RPT apabila terjadi perubahan atas satu atau beberapa hal meliputi: cadangan, tingkat produksi, metode penambangan dan pengolahan, peralatan, umur tambang, penggunaan bahan kimia; sehingga

menyebabkan dampak keekonomian, lingkungan hidup,

keselamatan kerja, konservasi dan umur tambang cukup signifikan; dan

h. menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan penutupan tambang.

Pasal 34

Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik sebagaimana, dimaksud Pasal 33 ayat (3) butir a, pemegang IUP wajib melaksanakan: a. ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;

b. keselamatan operasi pertambangan;

c. pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang; dan

d. upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara; pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair, atau gas sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media lingkungan

(22)

Pasal 35

Laporan RKAB dan RKKTL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (9) butir c, wajib memuat antara lain rencana tentang:

a. Konstruksi /pembangunan fasilitas tambang dan fasilitas penunjang, b. Eksplorasi tambahan, pemboran produksi dan pemutahiran data

sumberdaya dan cadangan c. penambangan,

d. pengolahan

e. Pengangkutan dan penjualan f. produksi dan pemasaran,

g. pengelolaan dan pemantauan lingkungan h. pengelolaan K-3

i. penggunaan tenaga kerja lokal;

j. belanja barang modal termasuk belanja lokal; k. Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat l. penggunaan jasa lokal/nasional;

m. penggunaan tenaga kerja asing;

n. penyelesaian hak atas tanah untuk kegiatan penambangan dan fasilitas penunjang

o. anggaran biaya

Pasal 36

Laporan RKAB, RKTTL, Laporan Kegiatan Bulanan, Triwulan dan Tahunan tahap Operasi Produksi disusun dengan menggunakan format sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 37

Dokumen Rencana Reklamasi dan Rencana Penutupan Tambang sebagaimana dimaksud pasal 18 ayat huruf d, disusun sesuai ketentuan peraturan perundangan.

Bagian Kedua

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan IUP Eksplorasi

Paragraf 1

Pelaksanaan Tahapan Kegiatan Penyelidikan Umum Pasal 38

(1) Dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun, Pemegang IUP eksplorasi mineral bukan logam dan batuan wajib menyelesaikan kegiatan penyelidikan umum atas seluruh wilayah IUPnya secara baik dan benar.

(2) Kegiatan penyelidikan umum untuk mineral bukan logam sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi pemetaan geologi regional dengan skala 1:50.000, penyelidikan singkapan mineral bukan logam, penyelidikan geokimia, Geofisika, pemboran dangkal secara acak, pengambilan contoh, analisa contoh.

(23)

(3) Kegiatan penyelidikan umum untuk batuan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: pemetaan geologi regional dengan skala 1: ..., penyelidikan singkapan batuan, penyelidikan geokimia, Geofisika, pemboran dangkal secara acak, pengambilan contoh, analisa contoh. (cat: dikonfirmasi dengan subdit pengawasan eksplorasi untuk ayat (2) dan (3))

(4) Pelaksanaan penyelidikan umum wajib dilakukan sesuai standard teknis.

(5) Seluruh data kegiatan penyelidikan umum wajib dilaporkan kepada pemberi izin dengan tembusan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota yang terkait.

Paragraf 2

Pelaksanaan Tahapan Kegiatan Eksplorasi Pasal 39

(1) Pemegang IUP Eksplorasi wajib melaksanakan teknis eksplorasi yang baik dan benar, dalam hal penentuan metode, jenis dan tahapan eksplorasi, teknik pelaksanan tiap jenis kegiatan eksplorasi, tingkat kerapatan, peralatan, pengolahan data eksplorasi dan pelaporan kegiatan eksplorasi .

(2) Penentuan metode, jenis, tahapan eksplorasi dan tingkat kerapatan data agar didasarkan atas: kondisi geologi, tipe dan keadaan endapan, serta keadaan daerah.

(3) Pelaksanaan kegiatan eksplorasi seperti pengukuran topografi, pemetaan geologi, geokimia, geofisika, pemboran, sampling, analisa conto agar dilakukan sesuai standard teknis.

(4) Seluruh data eksplorasi agar dilakukan korelasi, interpretasi hubungan satu dengan lain, sesuai kaidah geologi/ eksplorasi.

(5) Seluruh data eksplorasi hasil eksplorasi wajib dilaporkan kepada pemberi izin dengan tembusan Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota yang terkait, secara lengkap dan benar, dalam bentuk laporan kegiatan triwulan, tahunan dan laporan akhir eksplorasi.

(6) Laporan eksplorasi akhir eksplorasi sebagaimana dimaksud ayat (5) disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan, antara lain memuat :

a. Jenis, kuantitas kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan

b. Informasi kondisi geologi endapan mineral/ batubara, sebaran endapan, kualitas endapan dan jumlah sumberdaya terukur, terunjuk dan tereka

c. Lokasi dan sebaran daerah prospek yang akan ditingkatkan ke tahap studi kelayakan.

d. Kondisi dan status lahan. e. Biaya yang telah dikeluarkan

(7) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya wajib melakukan pembinaan dan pengawasan IUP eksplorasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3

Pelaksanaan Tahapan Kegiatan Studi Kelayakan

Pasal 40

(24)

kelayakan pada sebagian atau seluruh WIUP nya setelah menyampaikan dan disetujuinya laporan eksplorasi lengkap, laporan RKAB dan RKTTL tahap studi kelayakan oleh pemberi izin.

(2) RKAB dan RKTTL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai peraturan perundang-undangan, antara lain memuat :

a. Kegiatan yang eksplorasi yang telah dilakukan dan hasil eksplorasi yang diperoleh.

b. Realisasi pengeluaran biaya yang telah dikeluarkan.

c. Rencana kegiatan pada studi kelayakan, meliputi eksplorasi detail untuk meningkatkan status sumberdaya dan cadangan, studi geoteknik, geohidrologi, sampling, analisa contoh, pemboran detail, evaluasi sumberdaya dan cadangan, pengambilan contoh ruah, studi dan atau percobaan pengolahan, studi kelayakan, studi amdal d. Rencana biaya yang akan dikeluarkan pada tahap studi kelayakan e. jadwal pelaksanaan rencana kegiatan seperti tercantum pada tahap

studi kelayakan;

Pasal 41

(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi terhadap Laporan Eksplorasi Lengkap, laporan RKAB dan RKTTL sebagaimana dimaksud pada pasal 12 ayat (2) dan (3), dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya laporan.

(2) Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya laporan tidak ada tanggapan atas Laporan Eksplorasi Lengkap, RKAB dan RKTTL sebagaimana dimaksud ayat (1), oleh pemberi izin, maka laporan tersebut dianggap memadai dan pemegang IUP dapat melanjutkan kegiatan ke tahap studi kelayakan.

Pasal 42

(1) Pemegang IUP Eksplorasi yang telah selesai melakukan tahap kegiatan studi kelayakan pada sebagian/seluruh WIUP nya, atau dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum tanggal berakhir masa berlakunya IUP Eksplorasi, wajib menyampaikan laporan studi kelayakan dan laporan studi AMDAL, Laporan Rencana Reklamasi, Laporan Rencana Penutupan tambang, untuk dipresentasikan dan mendapat persetujuan dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya atau instansi yang berwenang,

(2) Presentasi hasil studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dihadiri wakil dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

(3) Dalam hal wakil dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir, dapat diwakilkan pada pemerintah provinsi.

Pasal 15 43

Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya harus menerbitkan surat persetujuan hasil evaluasi Laporan Studi Kelayakan, AMDAL, Rencana Reklamasi, Rencana Penutupan Tambang, yang disampaikan pemegang IUP Eksplorasi dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak laporan dinyatakan lengkap dan benar.

(25)

Bagian Kedua

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan IUP Operasi Produksi

Paragraf 1

Pelaksanaan Tahap Konstruksi Pasal 44

(1) Kegiatan konstruksi wajib mengacu pada dokumen Studi Kelayakan, AMDAL, RKAB, RKTTL yang telah disetujui.

(2) Pelaksanaan kegiatan konstruksi wajib dilakukan sesuai dengan standar teknik bidang terkait dan semaksimal mungkin menggunakan jasa/ tenaga kerja dan produk dalam negeri, sesuai dengan kompetensinya .

(3) Dalam rangka merencanakan dan melaksanakan program konstruksi pertambangan pemegang IUP Operasi produksi wajib melakukan antara lain :

a. menginventarisir jenis pekerjaan konstruksi dan membuat jadwal waktu pelaksanaan;

b. membuat spesifikasi masing masing konstruksi yang akan dilakukan;

c. menyiapkan rancang bangun detail masing masing pekerjaan konstruksi;

d. mengkaji dan menetapkan target/ capaian yang harus dipenuhi; e. mengkaji faktor yang mempengaruhi resiko kegagalan pekerjaan

konstruksi dan bahaya masing masing jenis pekerjaan;

f. menyiapkan sistim manajemen, perencanaan dan SOP terkait, untuk mengontrol target capaian dan menanggulangi resiko kegagalan dan bahaya; dan

g. mendapatkan perizinan terkait.

(4) Kegiatan konstruksi yang perlu dilakukan pada tahap konstruksi antara lain :

a. kegiatan pemboran kontrol kualitas atau ”development drilling”

dalam rangka persiapan penambangan;

b. pembuatan detail design mining plan & engineering; c. pembangunan fasilitas tambang;

d. pembangunan fasilitas pengangkutan danpenjualan; e. pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian;

f. pembangunan fasilitas pengelolaan K-3 dan lingkungan hidup; dan

g. pembangunan fasilitas penunjang seperti: jalan tambang,

pembangkit tenaga listrik, persiapan lahan tambang, perkantoran, akomodasi.

(5) Rencana kerja dan realisasi pelaksanaan pekerjaan konstruksi wajib dilaporkan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(6) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib:

a. mengevaluasi laporan rencana kerja dan realisasi pelaksanaan konstruksi;

b. melakukan koordinasi dengan sektor terkait untuk kelancaran mendapatkan perizinan terkait dan kelancaran pelaksanaan kegiatan konstruksi;

c. memfasilitasi penyelesaian masalah tanah dan masalah-masalah sosial masyarakat disekitar tambang;

(26)

(1) Sebelum dimulainya operasi produksi pemegang IUP operasi produksi wajib:

a. melakukan pengecekan dan uji coba berfungsinya seluruh peralatan dan sistem operasi tambang, sesuai dengan kapasitas dan kualitas produksi yang direncanakan.

b. melaporkan rencana pelaksanaan uji coba peralatan dan sistem

operasi tambang/ commisioning pada Menteri/ Gubernur/

Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dan atau pihak yang berwenang.

(2) Menteri, gubennur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya, wajib melakukan pengecekan dan memberikan persetujuan kelaikan peralatan dan sistem operasi tambang dan fasilitas penunjang serta fasilitas pengelolaan lingkungan hidup

Pasal 46

(1) Pemegang IUP Operasi Produksi telah menyelesaikan sekurang kurangnya 70% pembangunan seluruh fasilitas tambang dan fasilitas penunjang serta penyiapan peralatan sebagaimana dimaksud pasal 44 ayat (4), dapat meningkatkan kegiatan ketahap penambangan, pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan, dengan terlebih dahulu melampirkan laporan kemajuan konstruksi, dan laporan RKAB serta RKTTL tahap penambangan, pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan

(2) Pemegang IUP Operasi Produksi dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal berakhirnya masa tahapan kegiatan konstruksi wajib meningkatkan kegiatan ketahap penambangan, pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan

(3) Peningkatan tahapan kegiatan penambangan, pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan sebagaimana ayat (2) pemegang IUP/IUPK terlebih dahulu menyampaikan laporan akhir konstruksi, laporan RKAB, RKKTL untuk kegiatan tahap penambangan, pengolahan pemurnian, dan/atau pengangkutan penjualan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya

(4) Laporan kemajuan dan akhir konstruksi sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (3) berisikan hasil-hasil fasilitas yang telah dibangun dan biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan kegiatan konstruksi antara lain meliputi:

a. fasilitas dan peralatan pertambangan;

b. fasilitas dan peralatan peningkatan mutu, pabrik pengolahan dan pemurnian;

c. fasilitas bandar antara lain meliputi dock, pelabuhan, dermaga, jembatan, terminal, bengkel, daerah penimbunan, gudang, dan peralatan bongkar muat.

d. fasilitas transportasi dan komunikasi antara lain meliputi jalan, jalan tambang, jembatan, kapal ferry, pelabuhan udara, tanki bahan bakar, fasilitas radio dan telekomunikasi;

e. perumahan karyawan, sekolah, rumah sakit; dan/atau

f. fasilitas air dan air buangan antara lain sistem penyediaan air, sistem pembuangan limbah, air buangan pabrik, dan air buangan rumah tangga.

g. tanda bukti iuran tetap operasi produksi 2 (dua) tahun terakhir; h. rencana kegiatan penambangan;

i. rencana kegiatan pengolahan pemurnian; j. rencana kegiatan pengangkutan penjualan; k. rencana reklamasi untuk 5 (lima) tahun; dan

(27)

Pasal 47

Pemegang IUP Operasi Produksi pada tahap penambanganan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, wajib memulai kegiatan penambangan di WIUP paling lambat dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak disetujuinya RKAB, RKTTL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3)

Paragraf 2

Pelaksanaan Tahap Kegiatan Penambangan Pasal 48

(1) Pemegang IUP Operasi produksi wajib melaksanakan kaidah teknik penambangan yang baik dan benar, agar mendapatkan produksi tambang yang maksimal, efektif, efisien, dan tidak terjadi gangguan K-3 dan lingkungan

(2) Dalam melaksanakan kaidah teknik penambangan yang baik dan benar sebagaimana ayat (1), wajib:

a. membuat rencana teknis penambangan yang komprehensif, untuk dapat dipakai oleh pelaksana penambangan untuk dasar operasi kerja penambangannya, dan dapat dipakai oleh pemerintah/daerah

untuk memantau/ mengawasi pelaksanaan kegiatan

penambangan;

b. melaksanakan rencana tambang sesuai RKAB dan RKTTL yang telah disetujui.

(3) Rencana kegiatan teknis penambangan sebagaimana ayat (2) butir a, tersebut disusun dan merupakan bagian dalam laporan Studi Kelayakan dan RKTTL.

(4) Tergantung metode tambang yang akan diterapkan, rencana teknis penambangan sebagaimana dimaksud ayat (2) butir a, memuat antara lain: tatacara dan tahapan penambangan, urutan blok penambangan/panel tambang, sistem peranginan, penirisan dan

pengelolaan air tambang, lay out tambang, pengelolaan

overburden/waste tambang, rencana produksi tambang,

penyanggaan, filling bukaan tambang, pengambilan hasil

penambangan, sistem peledakan dan geometri bukaan tambang. Pasal 49

Dalam pelaksanaan penambangan pemegang IUP Operasi produksi wajib:

a. melaksanakan kaidah teknik pertambangan yang baik dan benar

(good mining practices), mencakup tatacara penambangan, tingkat

produksi tambang, lokasi penambangan, penanganan overburden, sesuai laporan Studi Kelayakan, AMDAL, RKAB, RKTTL yang telah disetujui;

b. melakukan penambangan produktif, dan efisien, namun tetap mendahuluan faktor keselamatan kerja dan keselamatan tambang; c. memaksimalkan penimbunan/pengisian bukaan bekas tambang;

d. mengupayakan perolehan (recovery) penambangan yang maksimal;

e. mengamankan dan berupaya memanfaatkan bahan galian kadar marginal;

f. melakukan monitoring dan selalu melakukan kajian dan upaya untuk menjaga kestabilan daerah tambang;

g. menghindarkan dilusi, dengan menggunakan peralatan yang sesuai dengan kondisi deposit atau meninggalkan sebagian kecil endapan; h. membuat geometri bukaan tambang, dan atau pillar penyangga

(28)

i. melakukan sinkronisasi dan meningkatkan tingkat ketersediaan serta tingkat pemakaian peralatan; dan

j. membangun fasilitas pengangkutan dengan mempertimbangkan beban dan frekwensi pengangkutan, ukuran peralatan transport, beban pengangkutan, serta mempertimbangkan konstruksi prasarana pengangkutan yang aman sesuai dengan standar K-3.

Paragraf 3

Pelaksanaan Tahap Kegiatan Pengolahan Pasal 50

(1) Pemegang IUP Operasi Produksi wajib melakukan upaya pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri, untuk meningkatkan kualitas dan memenuhi standard/ spesifikasi produk, dalam rangka meningkatkan nilai tambah.

(2) Kegiatan pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di WIUP atau di luar WIUP sesuai dengan Studi Kelayakan yang telah disetujui.

(3) Batasan pengolahan mineral logam atau pengolahan batubara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Dalam pelaksanaan pengolahan dan pemurnian, perusahaan wajib:

a. memilih dan menggunakan metode/ system pengolahan yang tepat; b. mempertimbangkan hasil studi pengolahan;

c. melakukan uji coba pengolahan;

d. berupaya memisahkan dan mendapatkan mineral ikutan; e. melakukan kontrol kualitas produk;

f. memaksimalkan perolehan;

g. melakukan pencampuran (blending) bila diperlukan;

h. meminimalkan kandungan mineral berharga yang terbuang dalam tailing; dan

i. meningkatkan kualitas komoditas tambang yang akan dijual. Pasal 51

Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya wajib melakukan pembinaan dan pengawasan dibidang pengolahan antara lain meliputi pemantauan pemenuhan kewajiban pengolahan, jenis dan kualitas produk pengolahan, recovery pengolahan, perolehan dan pemanfaatan

mineral ikutan, analisa tailing pengolahan, kewajaran cut of grade,

pelaksanaan blending.

Pasal 52

Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian, kegiatan pengolahan dan pemurnian dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki:

a. IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian; dan b. IUP Operasi Produksi.

Paragraf 4

Pelaksanaan Kegiatan Pengangkutan dan Penjualan Pasal 53

(1) Setiap pemegang IUP Operasi Produksi berhak melakukan kegiatan pengangkutan produk tambangnya mulai dari lokasi penambangan ke lokasi pengolahan dan pemurnian sampai ke pelabuhan, serta tempat penyerahan

(29)

(2) Kegiatan pengangkutan produk tambang dari lokasi penambangan ke lokasi fasilitas pengolahan dapat dilakukan pemegang IUP Operasi Produksi atau pemegang IUJP sesuai ketentaun peraturan perundangan (3) Kegiatan pengangkutan produk pengolahan dari lokasi pengolahan ke pelabuhan/dermaga dapat dilakukan oleh pemegang IUJP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Pelaksanaan kegiatan pengangkutan dari pelabuhan atau dermaga ke tempat penyerahan dapat dilakukan oleh pemegang IUP operasi produksi khusus pengangkutan dan penjualan

(5) Pelaksanaan kegiatan pengangkutan dari stock pile tambang dalam WIUP ke tempat penyerahan dilakukan oleh pemegang IUP operasi produksi khusus pengangkutan dan penjualan

(6) Segala tanggung jawab penyediaan prasarana dan sarana

pengangkutan termasuk tanggung jawab K-3 dan LH, untuk kegiatan pengangkutan sebagaimana ayat (5) menjadi tanggung jawab pemegang IUP operasi produksi khusus pengangkutan dan penjualan (7) Untuk melaksanakan ketentuan ayat (1) pemegang IUP Operasi

Produksi wajib membuat prasarana pengangkutan produk tambang dari daerah tambang sampai ke pelabuhan/dermaga atau sampai jalan umum yang diperbolehkan untuk pengangkutan produk tambang, sesuai peraturan perundangan, atau menggunakan fasilitas prasarana pengangkutan pemegang IUP lain berdasarkan atas kerja sama.

(8) Dalam pembuatan prasarana pengangkutan produk tambang wajib disesuaikan dengan antara lain: jenis, kapasitas dan lebar alat angkut,kepadatan lalu lintas alat angkut

(9) Dalam penggunaan jalan umum, perusahaan wajib memperhatikan tingkat kapasitas, kepadatan jalan, dan resiko kecelakaan lalu lintas serta target waktu untuk pencapaian produksi pengangkutan

Pasal 35 54

(1) Dalam melakukan penjualan hasil produk tambang dan/atau hasil pengolahan, pemegang IUP Operasi produksi antara lain wajib :

a. mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri

b. mengacu pada harga patokan sesuai ketentuan peraturan perundangan; dan

c. memaksimalkan penjualan produk mineral ikutan atau produk sampingan

(2) Dalam hal penjualan dilakukan ke perusahaan afiliasinya, wajib mendapat persetujuan dari pemberi izin.

(3) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib memfasilitasi dan melakukan pembinaan serta pengawasan pelaksanaan pengangkutan dan penjualan.

Paragraf 5

Perpanjangan IUP Operasi Produksi Pasal 55

(1) IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dapat diperpanjang 2 (dua) kali untuk jangka waktu masing masing maksimum 5 tahun, setelah memenuhi persyaratan.

(2) IUP Operasi Produksi batuan dapat diperpanjang 2 (dua) kali untuk jangka waktu masing masing maksimum 5 tahun, setelah memenuhi persyaratan.

(3) Persyaratan perpanjang IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) meliputi:

(30)

a. laporan akhir masa operasi produksi; b. rencana kerja masa perpanjangan;

c. bukti pemenuhan kewajiban keuangan; dan d. peta WIUP operasi produksi masa perpanjangan.

(4) Laporan akhir masa operasi produksi sebagaimana dimaksud ayat (2) butir a, wajib memuat antara lain: sisa cadangan, kinerja operasi produksi, kinerja lingkungan, kinerja K-3, dan kinerja keuangan.

(5) Rencana kerja masa perpanjangan mencakup rencana antara lain lokasi

blok, daerah penambangan, tingkat produksi, penambangan,

pengolahan, pengembangan masyarakat, manfaat bagi negara, daerah, dan masyarakat, serta aspek keuangan dan pengelolaan lingkungan hidup.

(6) Dalam hal rencana kerja masa perpanjangan sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak sesuai dengan dengan dokumen studi kelayakan dan AMDAL yang telah disetujui, pemegang IUP wajib melakukan melakukan revisi studi kelayakan dan AMDAL, sesuai ketentaun peraturan perundangan.

(7) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya melakukan evaluasi seluruh persyaratan perpanjangan sebagaimana dimaksud ayat (2)

(8) Evaluasi laporan akhir operasi produksi terutama ditujukan untuk mengetahui kinerja teknis, lingkungan, sosial, d

Referensi

Dokumen terkait

•• Bar charts yang Bar charts yang dikelompokkan dikelompokkan lebih lebih baik baik untuk

Kajian tentang Program Kesehatan Kerja Sektor Informal di Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung dan Dinas Kesehatan Kerja Lampung Selatan Tahun 2002.. Tesis Program Studi IKM

Demikian disampaikan untuk dimaklumi, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Sengeti, 28

Ketiga hasil analisis keberadaan pengaruh hari terhadap kadar etanol pada ketiga perasan buah memberikan hasil yang sama sehingga diperoleh kesimpulan yang sama.. Kesimpulan

Satuan Pengaman menempati sebuah pos yang berada dihalaman gedung  IPEBRR  dekat dengan pintu utama pagar besi berjaring. Satuan pengaman  bertugas

[r]

Peluang bahwa 4 orang pertama pada antrian dilayani di loket yang berbeda, dan orang ke-5 pada antrian dilayani di loket yang sama dengan salah satu dari 4

Berdasarkan observasi dan analisis hasil tes pada siklus I pertemuan kedua terdapat 7 siswa yang tuntas dan 20siswa yang belum tuntas belajar, sehingga perlu diadakan perbaikan