• Tidak ada hasil yang ditemukan

SANKSI HOMOSEKSUAL MENURUT KUHP PASAL 292 DITINJAU MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SANKSI HOMOSEKSUAL MENURUT KUHP PASAL 292 DITINJAU MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Syari’ah

Oleh :

YOHANA SAWITRI NIM. 1416.029

FAKULTAS SYARI’AH HUKUM PIDANA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

(2)

i

OUTLINE

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan dan Batasan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Penjelasan Judul

E. Tinjauan Pustaka F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG HOMOSEKSUAL A. Pengertian Homoseksual

B. Macam-macam Homoseksual

C. Faktor penyebab timbulnya Homoseksual D. Sanksi hukum bagi pelaku Homoseksual

BAB III SANKSI HOMOSEKSUAL MENURUT KUHP DITINJAU MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

A. Bentuk Sanksi Homoseksual dalam KUHP

B. Sanksi Homoseksual dalam KUHP ditinjau dari Hukum Pidana Islam

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran-Saran DAFTAR KEPUSTAKAAN

(3)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “Sanksi Homoseksual Menurut KUHP Pasal 292

Ditinjau Menurut Hukum Pidana Islam” yang disusun oleh Yohana Sawitri NIM : 1416029 Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syariah

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi telah dilakukan bimbingan secara

maksimal dan disetujui untuk diajukan ke sidang munaqasyah skripsi.

Bukittinggi 06 November 2020

Pembimbing

Dr. Arsal, M. Ag NIP. 196812121993031002

Mengetahui

Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah)

Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi

M. Ridha, Lc, MA. NIP.197709162005011005

(4)
(5)

iv

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Sanksi Homoseksual Menurut KUHP Pasal 292

Ditinjau Menurut Hukum Pidana Islam”, NIM 1416.029, Mahasiswa program studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syari’ah Institut Agma Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

Skripsi ini ditulis bertujuan untuk mengetahui sanksi atau hukuman bagi

homoseksual dalam KUHP dan ditinjau dari segi hukum pidana Islam, serta

dilatar belakangi dugaan penulis bahwa adanya tidak kesesuaian antara KUHP

dengan ketentuan yang telah ada dalam hukum pidana Islam. sanksi bagi pelaku

homoseksual dalam KUHP pelakunya dapat dijerat dengan Pasal 292 yang

membatasi adanya tindak pidana bahwa seorang yang sudah dewasa melakukan

perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui atau sepatutnya di duga orang

tersebut belum dewasa yang berjenis kelamin sama, diancam dengan hukuman

maksimal lima tahun penjara. Sedangkan dalam ketentuan hukum pidana islam

terdapat tiga pendapat yaitu: pertama, dibunuh secara mutlak. Kedua, di had

sebagaimana had zina, apabila pelakunya seseorang yang belum menikah (ghairu

muhsan) maka harus didera, namun apabila pelakunya sudah menikah (muhsan)

harus dihukum rajam. Ketiga, dikenakan hukuman ta’zir.

Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan (Library Reseach), dalam

skripsi ini ada dua permasalahan yang diteliti. Pertama, bagaimana bentuk sanksi

tindak pidana homoseksual dalam KUHP Pasal 292. Kedua, bagaimana tinjauan

(6)

v

Dengan menggunakan metode penelitian kuantitatifyaitu sebagai suatu usaha yang

sistematis dan objektif untuk mencari pengetahuan yang dapat dipercaya,

bertujuan mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori

atau hipotesisyang berkaitan dengan fenomena alam. Sumber data dalam

penelitian ini ada dua: pertama, sumber data primer, kitab-kitab fiqh dan KUHP.

Kedua, sumber data sekunder, al-quran dan hadis serta buku-buku, jurnal-jurnal yang berkaitan dengan masalah yang terkait.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa persamaan sanksi dalam

KUHP dengan hukum pidana Islam belum ada ditemukan. Sedangkan

perbedaannya di dalam KUHP membatasi pelaku yang melakukan homoseksual

orang yang sudah dewasa kepada yang belum dewasa, dan tidak mengatur apabila

dilakukan oleh dua orang yang sudah dewasa.

Disarankan kepada pemerintah untuk meninjau kembali KUHP tentang

kejahatan kesusilaan terutama tentang homoseksual karena bangsa Indonesia

merupakan negara yang beragama dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan

berdasarkan agama. Oleh karena itu, di dalam pembentukan KUHP yang

mendatang hendaknya mengambil dan mempertimbangkan nilai-nilai kepribadian

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul: “Sanksi Homoseksual Menurut KUHP Pasal 292 Ditinjau Menurut Hukum Pidana Islam” sekaligus mencapai gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah dalam menyelesaikan

pendidikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi. Shalawat beserta

salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Penghargaan dan cinta terbesar penulis tujukan kepada Ayahanda

Budalis dan Ibunda Welmawati, yang selalu mengiringi perjuangan penulis

dengan doanya. Hal ini juga penulis sampaikan kepada saudara/i kandung penulis

dan seluruh anggota keluarga yang telah memberikan bantuan dan dukungan

secara materil maupun moril.

Selanjutnya dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu penulis, karena

penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit

bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Ibu Dr. Ridha Ahida,

M. Hum beserta Bapak-Bapak Wakil Rektor, Bapak Dr. Asyari, M. Si, Bapak

(8)

vii

memberikan fasilitas kepada penulis dalam menambah ilmu pengetahuan

selama menjalani pendidikan di IAIN Bukittinggi.

2. Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi,

Bapak Dr. Ismail, M. Ag, beserta Bapak-Bapak Wakil Dekan, Bapak Dr.

Nofiardi, M. Ag, Bapak Dr. Busyro, M. Ag, Bapak Fajrul Wadi, S. Ag, M.

Hum, serta Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah), Bapak H. M.

Ridha, Lc, MA, yang telah memfasilitasi penulis dalam menjalani pendidikan

dan bimbingan skripsi ini.

3. Pembimbing Skripsi penulis, Dr. Arsal, M.Ag, selaku Pembimbing dan selaku

Penasehat Akademik (PA) yang telah memberikan motivasi atau dorongan

kepada penulis untuk menyelesaikan studi di IAIN Bukittinggi serta telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan

mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan ibu dosen serta karyawan dan karyawati IAIN Bukittinggi yang

telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan di Perguruan

Tinggi ini.

5. Pimpinan beserta staf perpustakaan yang telah mengizinkan penulis untuk

mengakses buku-buku dan referensi yang dibutuhkan dalam mengumpulkan

data-data dan informasi yang dibutuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Sahabat penulis se-angkatan 2016 yang sangat berpartisipasi dalam

memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan

(9)

viii

7. Seluruh pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materil dan

siapa saja yang telah ikut andil membantu menyelesaikan skripsi ini, yang

tidak dapat tersebutkan oleh penulis satu pesatu.

Akhir kata, atas segala bantuan yang telah diberikan penulis ucapkan

terima kasih. Penulis berharap semoga amalan dan jasa baik yang telah diberikan,

Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah

membantu, penulis berserah diri dan mohon ampun dari dosa dan kekhilafan.

Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan,

khususnya dalam bidang Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syariah Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi dan pembaca pada umumnya.

Bukittinggi, 06 November 2020

Penulis

YOHANA SAWITRI NIM: 1416.029

(10)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan dunia dari masa ke masa sehingga manusia akan terus

mengalami perubahan, tidak ada kehidupan yang tidak mengalami perubahan

baik dalam taraf yang kecil sampai pada taraf perubahan yang paling besar

sekalipun, bahkan mampu memberikan pengaruh bagi aktivitas atau perilaku

manusia. Perubahan ini mencakup aspek yang sempit dan aspek yang luas,

aspek yang sempit meliputi perubahan perilaku dan pola pikir individu. Aspek

yang luas dapat berupa perubahan dalam tingkat struktur masyarakat yang

nantinya dapat mempengaruhi perkembangan masyarakat di masa yang akan

datang.1

Seiring berjalannya perubahan kehidupan manusia, maka peradaban

semakin lama semakin berkembang. Peradaban yang dulunya terbatas ruang

dan waktu maka sekarang semakin maju sangat pesat dengan adanya

perubahan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kehadiran teknologi.

Kehadiran teknologi setiap orang dapat dengan mudah berkomunikasi

dan mengakses berbagai informasi bagi penggunanya kapanpun dan

dimanapun ia kehendaki, sehingga dengan adanya hal tersebut juga mengubah

tatanan kehidupan yang dulunya konvensional menjadi lebih modern.

Teknologi merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan manusia. Kemajuan teknologi dewasa ini ditandai dengan semakin

(11)

canggihnya alat-alat di bidang informasi, komunikasi, satelit, bioteknologi,

pertanian, peralatan di bidang kesehatan dan rekayasa genetika. Munculnya

masyarakat digital dalam berbagai bidang kehidupan merupakan bukti dari

kemajuan teknologi. Masyarakat negara di dunia berlomba-lomba untuk dapat

menguasai teknologi tinggi (high tech) sebagai simbol kemajuan, kekuasaan,

dan kekayaan.

Sarana komunikasi yang sedang populer saat ini adalah media sosial.

Media sosial dapat digolongkan kedalam media massa, karena memiliki sifat

terbuka untuk semua khalayak yang dapat mengaksesnya. Media sosial juga

bersifat tanpa batasan, baik secara geografis, ideologis dan juga mampu masuk

ke ranah pribadi.2 Demikian juga, seseorang dapat memperoleh informasi kepada orang lain dengan menggunakan media sosial secara instan dan cepat.

Situasi itulah yang mendorong seseorang untuk terus berpikir,

meningkatkan kemampuan, memperluas pengetahuan dan memperkaya

wawasan. Namun disisi lain, tidak sedikit pula seseorang yang terjerumus

dalam problematika kehidupan sebagai akibat dari ketidak mampuan

menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi. Terkait dengan masalah yang

dialami pada era kekinian antara lain adalah masalah yang berhubungan

dengan pemanfaatan teknologi dan informasi, perbedaan budaya, isu-isu

gender, gaya hidup dan masih banyak masalah lainnya.3

2 Haidir Fitra Siagian. Pengaruh dan Evektifitas Penggunaan Media Sosial Sebagai

Bentuk Saluran Komunikasi, Jurnal Al-Khitabah, Vol II, 2015, 17-26

(12)

Informasi yang diperoleh dari internet dan media sosial media

akhir-akhir ini tidaklah sepenuhnya positif banyak konten-konten negatif yang

bermunculan. Salah satunya problematika yang terjadi sebagai akibat

perkembangan media sosial yaitu maraknya penyebaran pornografi dan

hal-hal lain untuk pemicu terjadinya perilaku yang menyalahi aturan.

Konten-konten berbau pornografi di berbagai media sosial maupun

media cetak, tayangan televisi dan internet memicu keinginan seseorang untuk

mencoba atau menirunya. Berbagai konten, tulisan, gambar dan aksi

pornografi terpapar dimana-mana karena perilaku ini di media sosial

mempengaruhi bagaimana gaya hidup yang bebas seperti yang cenderung

dilakukan oleh kaum modern.4

Teknologi dan perubahan gaya hidup yang berdampak besar tehadap

perkembangan peradaban manusia yang tidak hanya berdampak bagi

kemajuan manusia itu sendiri tapi juga kemunduran dan lenturnya nilai-nilai,

moral, etika dan tingkah laku. Sehingga melupakan norma-norma kesopanan

dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat dan munculnya beragam

tindak pidana dan kejahatan di masyarakat tersebut. Salah satu kejahatan yang

meresahkan masyarakat adalah semakin banyaknya perbuatan asusila yang

muncul, diantaranya kejahatan asusila yang muncul adalah kejahatan

kesusilaan sejenis homoseksual dan lesbian.

4 Wahyunanda Kusuma Pertiwi. “Riset Ungkap Pola Pemakaian Medsos Orang

Indonesia”Https://Tekno.Kompas.Com/Read/2018/03/01/10340027/Riset-Ungkap-Pola-Pemakaian-Medsos-Orang-Indonesia. Diakses pada Tanggal 01 Februari 2020

(13)

“Homoseksual adalah seseorang yang secara seksual tertarik untuk mengadakan kontak seksual dengan orang lain yang berkelamin sama dengan dirinya (laki-laki dengan laki-laki).”5

Kebutuhan seksual merupakan kebutuhan dasar pada diri manusia.

Namun, kebutuhan-kebutuhan yang bersifat naluri terkadang menjadikan

manusia lepas kontrol. Manusia berlomba-lomba mereguk kenikmatan dunia

meskipun cara yang ditempuhnya tidak lagi memperhatikan segi-segi

moralitas yang ada di masyarakat.

fenomena yang merebak di era modern sebagai bentuk penyimpangan perilaku yang sangat dipengaruhi oleh pola asuh yang salah, kurangnya peran orang tua, pendidikan agama Islam yang kurang memadai, dan pornografi yang sangat mudah terakses semua kalangan.

Kemajuan teknologi ibarat dua sisi mata uang, dimana di satu sisi

kemajuan teknologi memberikan banyak manfaat positif bagi manusia untuk

mempermudah manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun

demikian disisi lain kemajuan teknologi menimbulkan efek negatif yang

kompleks melebihi manfaat dari teknologi itu sendiri terutama terkait pola

hidup manusia.6 Teknologi akan selalu bersifat ganda, di satu sisi dapat menjadi teman dan di sisi lain juga dapat menjadi lawan.

5 M. Dahlan, Y, Al-Barry, I. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk Istilah Ilmiah Seri

Intelektual, (Surabaya:Target Press, 2003), 291

(14)

Penyimpangan seksual akhir-akhir ini sudah mulai mengemuka di

Indonesia, mulai dari pernikahan sejenis dibeberapa daerah sampai tuntutan

pelaku homoseksual yang tergabung dalam kelompok lesbian, gay, biseksual,

dan transgender (LGBT) mendapatkan wadah hukum di Indonesia agar

perilaku tersebut dilegalkan.

Indonesia sebagai negara hukum dengan aturan tertinggi tercantum

pada UUD 1945 serta Pancasila sebagai ideologi negara. Sejak berdirinya

sebuah negara maka kebutuhan akan adanya hukum yang mengatur ketertiban

berjalannya negara menjadi sebuah keharusan yang akan menjadi pedoman

bagi kelanjutan negara tersebut.

Namun, sebagian orang tidak merasa takut akan aturan hukum yang

berlaku. Sehingga dengan masih lemahnya tindakan hukum untuk difahami

dapat menjadikan hal tersebut sebuah celah untuk menentang peraturan dan

banyak juga yang gagal faham dalam memaknai sebuah aturan.

Sebuah ketentuan dalam Pasal 292 KUHP yang menyatakan bahwa

“orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun”.

Ini merupakan norma yang membuka peluang untuk melakukan

perbuatan cabul seperti melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis

baik perempuan sesama perempuan maupun laki-laki sesama laki-laki, yang

(15)

hanya menekankan pada perbuatan cabul sesama jenis yang dilakukan oleh

orang dewasa terhadap orang yang belum dewasa.

Maka dengan adanya ketentuan ini mengandung arti jika perbuatan

cabul dilakukan sesama jenis dan sesama orang dewasa tidak mendapatkan

ancaman hukuman. Ketentuan tersebut justru memberikan peluang dan

melegalisasikan hubungan orang dewasa sesama jenis, padahal perbuatan

tersebut adalah perbuatan yang sangat dilarang.7

Di Indonesia sumber hukum pidana mengacu pada Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana sebagai ketentuan umum (lex generalis) dan di luar

KUHP sebagai aturan khusus (lex specialist). KUHP merupakan sumber

hukum tertulis yang memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan

bernegara. KUHP berisi serangkaian kaidah hukum tertulis yang mengatur

tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang atau tidak boleh dilakukan dengan

adanya ancaman sanksi, jika perbuatan yang dilarang justru dilakukan maka

sanksi akan dijatuhkan. Konsep dasar dari terciptanya aturan ini adalah setiap

manusia harus mempertanggung jawabkan tindakannya.8

Islam mengakui bahwa manusia mempunyai hasrat yang sangat besar

untuk melangsungkan hubungan seks, terutama terhadap lawan jenisnya.

Untuk itu islam melalui hukum yang berdasarkan al-Qur’an dan Hadist

mengatur penyaluran seks dengan pernikahan. Melalui pernikahan inilah fitrah

7 Majelis Ulama Indonesia, Putusan MK Nomor 46/PUU-XIV/2016:2017:397, diakses tanggal 03 Februari 2020

8 https://scholar.google.co.id. Bustoro aly, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Pamulang: Ilmu Cemerlang Group, 2018), diakses tanggal 14 Agustus 2020

(16)

manusia bisa terpelihara dengan baik. Sebab, pernikahan mengatur hubungan

seks antara pria dan wanita dengan ikatan yang sah dalam bentuk monogami

atau poligami. Sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al-Mukminun (23): 5-6.

Penyaluran seks di luar pernikahan disebut zina yang merupakan

pelanggaran amat tercela. Perilaku seks berupa zina, homoseksual, lesbian dan

berbagai perilaku penyimpangan dalam hal seks ini sedang marak dibahas

oleh masyarakat Indonesia, baik melalui media elektronik, cetak, maupun

melalui seminar dan diskusi. Kendati Islam telah mengatur hubungan biologis

yang halal dan sah. Namun, penyimpangan-penyimpangan tetap saja terjadi

baik berupa delik perzinaan, lesbian, gay, homoseks dan sebagainya.

Sebagian ulama salaf mengatakan bahwa, pandangan mata ibarat anak

panah yang akan menodai hati karena sebuah pandangan akan menjerat hati

dalam kerusakan. Karena itu perintah untuk menjaga pandangan disejajarkan

dengan perintah Allah menjaga kehormatan (al-faraj).9 Berkenaan dengan hal tersebut sebagaimana telah dijelaskan dalam firman-Nya dalam Qs. An-Nuur

(24): 30-31.

Homoseksual merupakan perbuatan keji dan termasuk dosa besar yang

merupakan salah satu perbuatan merusak etika, fitrah manusia, agama dan

9 Imam Abi al-Fida’i Ismail Ibnu Katsir, Ibnu Katsir, Juz. III, (Beirut: Dar Al-Filur, 1986), 89

(17)

dunia, bahkan merusak kesehatan jiwa. Bahwa pelakunya oleh laki-laki

dengan laki-laki ataupun perempuan dengan perempuan.10

Dalam hukum Islam tindak pidana (delik/jarimah) diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah SWT dengan hukuman hudud atau takzir. Larangan-larangan tersebut berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan.11 Unsur-unsur hukum pidana berdasarkan pada filosofi yaitu adanya undang-undang atau nash. Artinya sebuah perbuatan tidak melawan hukum dan pelakunya tidak dapat dipidana kecuali adanya nash yang mengatur perbuatan tersebut.

Konsistensi Islam melarang homoseksual dan lesbian ini karena efek

yang ditimbulkan sangat fatal bagi pertumbuhan pelakunya. Pelarangan

tersebut tidak terdapat di dalamnya yang sewaktu-waktu dimungkinkan untuk

dibolehkan. Karena pelarangan tersebut dimaksudkan agar manusia dapat

melakukan hubungan secara sah dan alamiah.12

Berkaitan dengan homoseksual perbuatan durjana tersebut adalah

puncak dari segala keburukan dan kekejian. Kita hampir tidak mendapatkan

seekor binatang jantan mengawini seekor binatang jantan lainnya. Akan tetapi,

keganjilan tersebut justru terdapat di antara manusia. Oleh sebab itu, maka

10 Mustofa Hasan, Hukum Pidana Islam(Fiqih Jinayah), Cet. 1, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), 313

11 Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Al-Jina’i Al-Islamy Muqaranan Bil Qanunil Wad’iy, (Jakarta : BATARA Offset. 2007), 87

12 Hamid Laonso dan Muhammad Jamil, Hukum Islam Alternatif Solusi Terhadap

(18)

dapatlah dikatakan bahwa keganjilan tersebut merupakan suatu noda yang

berhubungan dengan moral yaitu suatu penyakit psikis berbahaya yang

mencerminkan suatu penyimpangan dari fitrah manusia mengharuskan untuk

mengambil tindakan yang keras terhadap pelakunya.13

Sanksi bagi pelaku homoseksual ini dalam hukum pidana Islam ada

tiga pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa pelakunya harus

dibunuh secara mutlak. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa pelakunya

harus di had sebagaimana had zina. Jadi, jika pelakunya ghairu muhsan maka

ia harus didera, jika pelakunya orang muhsan maka ia harus dirajam. Ketiga,

pendapat yang mengatakan pelakunya harus diberi sanksi.14 Tujuan dari adanya pemidanaan atau hukuman adalah untuk mendatangkan kemaslahatan

umat dan mencegah kezaliman atau kemudharatan.

Mengenai penerapan sanksi bagi pelaku homoseksual penulis

menganggap bahwa KUHP masih sangat kurang maksimal dalam memaknai

penjatuhan hukuman bagi pelaku, karena homoseksual adalah suatu perbuatan

yang sangat tidak sesuai dengan prinsip Negara Indonesia yang menyatakan

negara beragama, yang di dalam pancasila disebutkan pada sila pertama yaitu

“keTuhanan yang Maha Esa”.

Oleh karena itu, Pasal 292 KUHP tentang “orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang

13 M. Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ayat-Ayat Hukum dalam Qur’an, Jilid 2, (Bandung: Al-Ma’arif, 1994), hal. 87

(19)

diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan

pidana penjara paling lama 5 tahun”, ini harus ada penijauan kembali supaya sesuai dengan norma-norma yang ada pada masyarakat.

Sebagaimana uraian yang telah terpapar di atas suatu penyimpangan

yang marak terjadi pada masa kini, menjadi suatu bentuk kejahatan asusila

yang memberikan pengaruh negatif. Sedangkan di Indonesia sendiri mengenai

hukuman mengenai bentuk penyimpangan asusila ini masih menjadi

permasalahan, karena Indonesia selain mempunyai hukum positif juga ada

hukum Islam dan hukum Adat yang juga berlaku di masyarakat.

Adanya perbedaan pemberian sanksi yang mencolok antara KUHP dan

hukum pidana Islam menarik untuk dikaji kembali, karena mengingat akibat

buruk yang ditimbulkannya sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup pribadi

khusunya dan masyarakat pada umumnya. Maka berangkat dari latar belakang

masalah di atas sekiranya perlu dianalisis kembali.

Maka dari itu penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut

permasalahan sanksi bagi pelaku homoseksual dalam KUHP dan hukum

pidana Islam. sebagaimana dalam bentuk penelitian skripsi yang berjudul:

“SANKSI HOMOSEKSUAL MENURUT KUHP PASAL 292 DITINJAU MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM”

(20)

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka

permasalahan pokok yang akan diteliti dalam tulisan ini dapat dirumuskan

sekaligus dibatasi sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk sanksi tindak pidana homoseksual dalam KUHP Pasal

292?

2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap bentuk sanksi dalam

KUHP Pasal 292?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

1. Mengetahui bentuk sanksi tindak pidana homoseksual dalam KUHP Pasal

292

2. Mengetahui bagaimana hukum pidana Islam menginterpretasi larangan

homoseksual menurut pasal 292 KUHP

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah untuk:

1. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di IAIN Bukittinggi dalam

mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syari’ah.

(21)

diberikan kepada pelaku tindak pidana homoseksual menurut KUHP dan

hukum pidana Islam. Kajian ini diharapkan bermanfaat baik bagi penulis

maupun pembaca secara umum, karena dengan adanya perbedaan yang

sangat jelas mengenai sanksi bagi pelaku pidana homoseksual dalam

KUHP dan hukum pidana Islam.

3. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberi

masukan dan membawa perkembangan terhadap dunia ilmu pengetahuan

dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam kajian kepustakaan ini, penulis menemukan permasalahan yang

ada hubungannya atau hampir sama dengan penelitian yang penulis lakukan.

Ada beberapa karya ilmiah yang penulis temukan diantaranya:

1. Nuriswati, NPM: 1221020002 dengan judul “Homoseksual dalam

Pandangan Hukum Islam dan Hak Asasi Manusia”. Yang pembahasannya yaitu bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap

homoseksual, pandangan Hak Asasi Manusia terhadap homoseksual, serta

persamaan dan perbedaan pandangan hukum islam dan hak asasi manusia.

2. Muhammad Basir, Nim: 131008708 dengan judul: “Sanksi Hukum

Terhadap Pelaku Liwath (Homoseks) Studi Perbandingan antara Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki. Yang pembahasannya yaitu bagaimana pendapat mezhab hanafi dan maliki tentang sanksi hukum bagi pelaku

liwath (homoseks), apakah dalil yang digunakan oleh masing-masing

(22)

kemaslahatan masa sekarang.

3. Farikhatul Ulya, Nim: 21213001 dengan judul: “Perkawinan Sejenis

(Homoseksual) dalam Perspektif HAM dan Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Sambongrejo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro). Yang pembahasannya, bagaimana pelaksanaan perkawinan sejenis di desa

tersebut, bagaimana sikap dan upaya pemerintah desa, dan bagaimana

perspektif HAM dan hukum Islam terhadap perkawinan sejenis di desa

tersebut.

4. Muhammad Nasrullah Bin Ishak, Nim:115223105704 dengan judul:

“Sanksi Terhadap Pelaku Homoseksual (Studi Komparatif Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 dan Enakmen Kesalahan Jenayah Syariah Negeri Sembilan Tahun 1992). Yang pembahasannya, apakah tinjauan hukum islam terhadap pelaku homoseksual, apakah hukuman sanksi terhadap

pelaku homoseksual menurut hukum qanun aceh nomor 6 tahun 2014

dengan enakmen kesalahan jenayah syariah negeri sembilan tahun 1992.

E. Penjelasan Judul

Untuk lebih mudah dalam memahami dan menghindari keraguan

terhadap judul di atas. Berikut penulis akan menjelaskan pengertian yang

terdapat dalam judul:

Sanksi :hukuman atau alat untuk memaksa seseorang menaati

aturan.15

Homoseksual :orientasi seksual digunakan untuk menjelaskan

15 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), 878

(23)

kecenderungan seseorang untuk tertarik secara seksual

kepada jenis kelamin sama.

KUHP :adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar

hukum pidana di Indonesia.

Hukum Pidana Islam :hukum pidana Islam atau juga disebut sebagai

jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’, yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir.

Berdasarkan penjelasan judul di atas dapat dipahami bahwa maksud

judul secara umum adalah Sanksi Homoseksual Menurut KUHP Pasal 292

Ditinjau Menurut Hukum Pidana Islam.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan penulis gunakan adalah jenis penelitian

kepustakaan (Library Reseach). Penelitian pustaka adalah serangkaian

kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,

membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.16 Jadi dalam hal ini yang penulis lakukan adalah dengan mengumpulkan buku-buku yang

berkenaan dengan penelitian ini, kemudian mencatat dan mengolahnya

berdasarkan pada data-data kepustakaan yang berkaitan pada pokok persoalan

yang dibahas.

16 Mestika Zed, Metodologi Penelitian Kepustaan, Cet. 1, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), 3

(24)

2. Sumber Data

Untuk memudahkan mengidentifikasi sumber data dalam penelitian

ini, maka penulis mengklasifikasikan sumber data menjadi dua, yaitu:

a. Sumber Data Primer

Data primer adalah data penelitian yang diperoleh langsung dari

lapangan dengan mengadakan peninjauan langsung pada objek yang diteliti.

Data ini didapat dari informan atau peristiwa-peristiwa yang diamati seperti

dokumentasi dan observasi. Namun, pada penelitian kali ini penulis

menjadikan kitab-kitab fiqh dan KUHP sebagai sumber data primer, sesuai

dengan jenis penelitian penulis yaitu Library Reseach.

b. Sumber Data Sekunder

Data Sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi pustaka

lanjutan yang bertujuan untuk memperoleh landasan teori yang bersumber

dari al-Qur’an, al-Hadist dan literatur yang ada kaitannya dengan materi yang

diteliti. al-Qur’an menjadi landasan utama teori dalam data sekunder ini. Di

samping itu, sumber yang diperoleh untuk memperkuat data yang diperoleh

dari bahan hukum primer yaitu, buku-buku, jurnal, akses artikel internet yang

(25)

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan

historis dan konseptual yang merupakan salah satu jenis penelitian yang

spesifikasinya adalah sistematis, terencana dan terstruktur dengan jelas sejak

awal hingga pembuatan desain penelitian. Metode penelitian ini dapat

diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

positivisme digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu.17

4. Teknik Pengumpulan Data

Penulisan proposal ini yaitu dengan menggunakan metode

dokumentasi atau kepustakaan, yang dapat diartikan sebagai suatu cara

mengumpulkan dan memeriksa atau menelusuri dokumen-dokumen, buku,

jurnal, karya ilmiah, atau catatan-catatan yang tersimpan, baik itu berupa

catatan transkrip, artikel-artikel yang dapat memberikan informasi atau

keterangan yang dibutuhkan berhubungan dengan permasalahan dalam

penulisan proposal ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan

penelitian ini. Setelah itu, bahan-bahan yang telah terkumpul diklarifikasikan

berdasarkan pokok-pokok pembahasan.

5. Analisis Data

Setelah data terhimpun melalui penelitian yang telah dilakukan secara

lengkap dan memadai dari hasil kegiatan pengumpulan. Maka selanjutnya data

(26)

dapat dianalisis dengan kegiatan mengorganisasikan atau menata data

sedemikian rupa sehingga data penelitian dapat dibaca dan ditafsirkan. Penulis

menggunakan analisis deskriptif, yaitu suatu metode untuk memberikan

gambaran objektif mengenai subjek penelitian berdasarkan data yang

diperoleh dan diteliti.18

G. Sistematika Penulisan

Supaya memenuhi syarat sebagai karya tulis ilmiah dan untuk

mempermudah pemahaman isi skripsi, maka penulisan skripsi ini disusun

secara sistematis yang terbagi dalam 4 (empat) bab:

Bab I merupakan bab pendahuluan yang meliputi: latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan

judul, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II membahas tentang gambaran umum homoseksual yang

meliputi: pengertian homoseksual, macam-macam homoseksual, faktor

penyebab timbulnya homoseksual, dan sanksi hukum bagi pelaku

homoseksual.

Bab III menjelaskan tentang sanksi homoseksual menurut KUHP 292

ditinjau menurut hukum pidana Islam tentang: Bentuk Sanksi Homoseksual

dalam KUHP, Sanksi Homoseksual dalam KUHP ditinjau dari Hukum Pidana

Islam.

Bab IV merupakan bab penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan

saran. Kesimpulan merupakan uraian singkat dari rumusan masalah yang

18 M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pribadi, 2007), 127

(27)

dikaji, sedangkan saran diberikan sebagai masukan dan sumbangan pemikiran

ilmiah yang mungkin dapat memberikan suatu solusi dan juga masukan bagi

(28)

18

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG HOMOSEKSUAL

A. Pengertian Homoseksual

Kata homoseksual berasal dari dua kata yaitu homo dan seks.19 Kata homo yang berasal dari bahasa Yunani berarti sama, sedangkan seks bermakna hubungan badan. Secara sederhana homoseksual didefenisikan

sebagai “keadaan tertarik terhadap orang dari jenis kelamin yang sama atau

serupa”.20 Homoseksual adalah rasa ketertarikan romantis atau perilaku antara individu jenis kelamin atau gender yang sama sebagai orientasi

seksual.

Homoseksual dalam Islam dikenal dengan sebutan liwath, yang

diambil dari bahasa Arab yang berasal dari kata

ةطاولو طاول

-

طولي

-

طلا

kata

-

طلا

طولي

berarti melekat, sedangkan kata

ةطاول

berarti melakukan liwath, dan

يطول

adalah pelaku liwath, jadi homoseksual yaitu seorang laki-laki yang

melakukan hubungan seksual dengan sesama laki-laki.21 Liwath secara etimologi berarti seseorang yang melakukan perbuatan sebagaimana yang

telah dilakukan oleh kaum nabi Luth, sedangkan secara terminologi adalah

19 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: CV Mas Agung, 1990), 41

20 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indoesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1987), 102

(29)

hubungan seksual yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki

kecenderungan seksual terhadap sesama jenis kelamin.22

Allah juga menyebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 80-81

tentang bagaimana perbuatan homoseksual yang dilakukan oleh kaum Nabi

Luth:

اًطْوُلَو

َلاَقْذِا

هِمْوَقِل

َنْوُ تَْتََا

َةَشِحاَفْلا

اَم

ْمُكَقَ بَس

اَِبِ

ْنِم

دَحَا

َنِ م

َْيِمَلٰعْلا

(

٨۰

)

ْمُكَّنِا

َنْوُ تْأَت َل

َلاَجِ رلا

ًةَوْهَش

ِنْوُدْنِ م

ْلَب ِءٓاَسِ نلا

ْمُت ْنَا

مْوَ ق

َنْوُ فِرْسُّم

(

٨١

)

Artinya: “Dan (kami juga telah mengutus) Luth, ketika ia berkata kepada kaumnya,

‘mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini)’.( al-Qur’an surat al-A’raf ayat 80)

Sungguh kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.”( al-Qur’an surat al-A’raf ayat 80-81)

Selain dari istilah liwath untuk sebutan dari homoseksual, ada

beberapa istilah lainnya yang juga digunakan untuk sebutan homoseksual

yang juga berasal dari bahasa Arab sebagai berikut:23

1. Al-Mitsliyyah al-Jinsiyyah yang didasarkan dari kata al-matsal yang

artinya homo, dan Jinsiyyah yang artinya seks. Maka arti dari

al-Mitsliyyah al-Jinsiyyah yaitu homoseksual. Istilah ini digunakan dalam buku-buku ilmiah dari bahasa Inggris.

2. Asy-syudzuz al-Jinsiyyah yang didasarkan dari kata as-syudzuz yang

berarti penyimpangan dan al-Jinsiyyah yang berarti seks. Maka as-syudzuz

22Ahsin W al-Hafidz, Kamus Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2013), 131

23 Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang

(30)

al-Jinsiyyah dapat diartikan sebagai penyimpangan seksual. Istilah ini dipakai oleh orang-orang umum dalam mengartikan homoseksual.

Dari beberapa istilah homoseksual dalam Islam yang telah disebutkan

di atas, maka istilah yang lebih sesuai untuk dipakai dalam pembahasan

homoseksual dan hukumnya dalam Islam adalah istilah liwath. Sebagaimana

yang telah disebutkan di atas bahwa istilah liwath diambil dari perbuatan

tercela yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth sebelumnya.

Sedangkan dalam KUHP homoseksual termasuk ke dalam kejahatan

kesusilaan yang dijelaskan dalam buku II, kejahatan kesusilaan sendiri terdiri

dari dua suku kata yaitu kejahatan dan kesusilaan. Secara yuridis kejahatan

berarti suatu perbuatan yang melanggar hukum.24 Para ahli hukum berbeda dalam mengartikan kejahatan, namun pada hakikatnya mereka sama dalam

menyatakan bahwa kejahatan merupakan sebuah pelanggaran dan harus

diberikan hukuman kepada pelaku kejahatan.

Sedangkan kesusilaan menurut kamus besar bahasa Indonesia terdiri

dari kata susila yang artinya baik budi bahasanya, adat istiadat yang baik,

sopan santun, tertib dan beradab. Sedangkan kesusilaan artinya perihal susila

yang berkaitan dengan adab dan sopan santun.

Menurut Prof. Dr. Wirjono Setujujodikoro, kesusilaan (zedelijkheid)

adalah “mengenai adat kebiasaan yang lebih baik dalam berhubungan

antara berbagai anggota masyarakat, tetapi khusus yang sedikit banyak 24 Simandjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, (Bandung: Eresco, 1979), 70

(31)

mengenai kelamin (seks) seorang manusia”.25 Jadi dapat diartikan dengan bahasa yang lebih sederhana kejahatan kesusilaan adalah perbuatan yang

melanggar hukum yang berkenaan dengan adab dan sopan santun.

Adapun pengertian homoseksual adalah seseorang secara seksual

tertarik untuk mengadakan kontak seksual dengan orang lain yang berkelamin

sama dengan dirinya.26 Juga dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang kuat akan daya tarik seksual seseorang justru terhadap jenis kelamin

yang sama.

Homoseksual yang dilakukan oleh laki-laki disebut dengan istilah

gay, sedangkan yang dilakukan sesama perempuan disebut dengan istilah lesbian. Jika dilihat lebih luas maka homoseksual tidak hanya tentang kontak seksual melainkan juga termasuk individu yang kecenderungan psikologis,

emosional, dan sosialnya lebih kepada seseorang dengan jenis kelamin yang

sama.27 Orang yang menjadi pelaku dalam perbuatan homoseksual ini lebih rentan membawa perhatiannya kepada sesama jenisnya.

B. Macam-macam Homoseksual

Homoseksual dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi di antaranya

yaitu berdasarkan tingkat orientasi seksual, berdasarkan jenis dan berdasarkan

25 Wirjono Projodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Cet. III, (Bandung: Refika Aditama, 2003), 112

26 M. Dahlan, Kamus Induk., 291

27 Kendall, Abnormal Psychology Human Problems Understanding Second Edition, (Boston: Houghton Mifflin Company, 1998), 375

(32)

kedudukan hukuman dalam Islam. Adapun berdasarkan tingkat orientasi

seksual maka homoseksual dapat dibagi sebagai berikut:28

1. Homoseksual Eksklusif, yaitu keadaan dimana orientasi seksual

seseorang sepenuhnya menyukai sesama jenis.

2. Homoseksual Predominan, yaitu keadaan dimana seseorang memiliki

orientasi seksual heteroseksual dan homoseksual, namun orientasi

seksual tersebut tidak seimbang. Bisa jadi heteroseksual lebih dominan

atau homoseksual yang lebih dominan. Bisa juga homoseksual hanya

kadang-kadang atau heteroseksual hanya kadang-kadang.

3. Biseksual, yaitu keadaan dimana seseorang memiliki orientasi seksual

heteroseksual dan homoseksual yang seimbang.

Adapun apabila dilihat dari jenis perbuatan homoseksual tersebut

maka homoseksual dapat dibagi sebagai berikut:29

1. Batant Homoseksual, yang mana jenis seperti ini dapat dikatakan kaum

gay sejati, yaitu laki-laki memiliki personalia seperti perempuan atau feminim. Sedangkan bagi kaum lesbian memiliki personalia yang maskulin seperti laki-laki.

2. Desperate Homoseksual, yang mana umumnya kaum homoseksual ini

telah menikah namun tetap menjalani kehidupan homoseksualnya dengan

cara sembunyi-sembunyi dari istrinya.

28 Rama Azhari, Membongkar Rahasia., 25 29 Ibid., 13

(33)

3. Homoseksual Malu-malu, yang mana seorang laki-laki akan mendatangi

WC-WC umum atau tempat pemandian yang didorong oleh hasrat

homoseksual personal yang intim dengan orang lain untuk

mempraktekkan homoseksualnya.30

4. Secret Homoseksual, yaitu homoseksual yang mampu menyembunyikan

identitasnya, sehingga tidak banyak orang yang tahu kecuali beberapa

orang terdekatnya dan kekasihnya.

5. Situasion Homoseksual, yaitu sifat homoseksual seseorang yang terpaksa

oleh situasi. Ada situasi tertentu yang memaksa mereka untuk bersifat

homoseksual. Situasi yang dimaksud antara lain seperti di dalam penjara,

sekolah yang berasrama atau institusi sejenisnya yang mengelompokkan

sesama laki-laki dan sesama perempuan atau karena faktor keuangan.

Setelah mereka keluar dari situasi tersebut mereka akan kembali normal,

namun ada juga yang memilih untuk meneruskan pola homoseksual

tersebut.

6. Biseksuals, yaitu orang yang memilih untuk menjalani hidup dengan sifat

homoseksual dan heteroseksual sekaligus, sehingga mereka sama-sama

menikmati dua sifat tersebut.31

7. Adjusted Homoseksual, yang mana jenis homoseksual ini lebih suka

berterus terang hidup di antara sesama mereka, dengan mudah

menyesuaikan dirinya.

30 A. Supratiknya, Teori-Teori Pisikodinamik (Klinis), (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993), 95

(34)

Kemudian jika dilihat dari sudut pandang pidana Islam (jinayah),

maka berdasarkan hukuman yang diberikan kepada pelaku homoseksual

dibagi menjadi dua macam yaitu:32

1. Sodomi Muhsan, adalah sodomi yang dilakukan oleh laki-laki yang

sudah menikah. Hukum dari sodomi ini adalah dirajam sampai mati.

2. Sodomi Ghairu Muhsan, adalah sodomi yang dilakukan oleh laki-laki

yang belum menikah. Hukuman bagi sodomi ini adalah didera (dicambuk

100 kali).

C. Faktor Penyebab Timbulnya Homoseksual

Homoseksual sebenarnya bukanlah suatu penyakit, melainkan salah

satu penyimpangan seksual, sehingga tidak bisa dikatakan bahwa

homoseksual sebagai bentuk gangguan mental.33 Homoseksual sebagai bentuk penyimpangan seksual dapat dipengaruhi berbagai macam faktor.

Kartini mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi faktor

penyebab timbulnya homoseksual di antaranya sebagai berikut:34

1. Faktor internal berupa ketidak seimbangan hormon-hormon seks dalam

tubuh seseorang.

2. Pengaruh lingkungan yang tidak baik bagi perkembangan kematangan

seksual yang normal.

32 Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, Cet. I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 20 33 Supraptiknya, Teori-Teori Pisikodinamik., 94

34 Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1989), 247

(35)

3. Seseorang selalu mencari kepuasan relasi homoseksual karena pernah

menghayati pengalaman homoseksual yang menyenangkan pada saat

remaja.

4. Anak laki-laki yang pernah mengalami trauma dengan ibunya sehingga

menyebabkan kebencian ataupun antipati terhadap ibunya ataupun semua

wanita.

Kemudian jika dilihat secara biologis melalui kajian ilmiah, maka

dapat dilihat penyebab timbulnya perilaku homoseksual antara lain sebagai

berikut:35

1. Kromosom, yang mana jika orang normal bagi wanita akan memiliki

kromosom x yang didapat dari ibu, sedangkan kromosom x juga didapat

dari ayah. Kemudian bagi pria akan memiliki kromosom x yang didapat

dari ibu, sedangkan kromosom y akan didapat dari ayah. Kemudian akan

terjadi kelainan apabila seorang pria memiliki kromosom xxy yang

disebut dengan sindrom klinefelter. Penderitanya akan terlahir sebagai

seorang pria, namun memiliki kelainan pada kelaminnya.

2. Hormon yang tidak seimbang, yang mana seorang pria normal akan

memiliki hormon testosteron yang dominan dalam tubuhnya disamping

juga memiliki estrogen dan progesteron yang hanya sebahagian kecil.

Seorang pria akan mendekati karakteristik wanita apabila hormon dalam

tubuhnya lebih didominasi oleh estrogen dan progesteron.

(36)

3. Struktur otak, yang mana struktur seorang pria normal disebut dengan

straigh male, sedangkan untuk wanita normal disebut dengan straigh female. Homoseksual akan terjadi apabila struktur otak perempuan menyerupai straigh male, sehingga struktur tersebut dinamakan gay

female. Kemudian bagi pria struktur otaknya akan menyerupai straigh female, sehingga struktur tersebut dinamakan gay male.

4. Susunan saraf, yang mana susunan saraf juga dapat mempengaruhi

perilaku homoseksual. Hal ini dapat terjadi karena radang atau patah

tulang dasar pada tengkorak.

5. Faktor lainnya, yang mana disamping fakor biologis juga terdapat faktor

psikodinamika yaitu adanya gangguan dari kecil atau pada masa anak-anak. Kemudian juga berkemungkinan juga adanya faktor sosiokultural

yaitu kebiasaan memperlakukan hubungan homoseksual yang tidak

dibenarkan, dan kemudian juga ada faktor lingkungan.

D. Sanksi Hukum bagi Pelaku Homoseksual

Homoseksual dalam Islam termasuk dalam kejahatan yang tercela,

kejahatan (al-qabih) adalah suatu perbuatan yang di cela oleh syar’i (Allah).36 Suatu perbuatan yang tercela berarti perbuatan itu disebut dengan kejahatan

(jarimah) adalah tindakan melanggar peraturan merugikan orang lain yang

mengatur perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Rabb-Nya, dengan

dirinya dan dengan manusia yang lain.

36 Abduurahman al-Maliki, System Sanksi dalam Islam, Cet. I, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002), 1

(37)

Dalam Al-Qur’an dan Hadits telah dijelaskan bagaimana ancaman

dari perbuatan homoseksual yang di antaranya juga dapat dijadikan dasar

hukum untuk memberikan hukuman dunia bagi pelaku homoseksual. Allah

berfirman dalam Al-Qur’an Surat Hud ayat 82 sebagai berikut:

اَّمَلَ ف

َءٓاَج

َنُرْمَا

اَنْلَعَج

اَهَ يِلاَع

اَس

اَهَلِف

َنْرَطْمَاَو

ْ يَلَع

اَه

ًةَراَجِح

ْنِ م

لْيِ جِس

دْوُضْنَّم

Artinya: “Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkir-balikkan negeri

kaum Luth, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar."( al-Qur’an surat Hud ayat 82)

Allah juga berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Hijr ayat 74 sebagai

berikut:

اَنْلَعَجَف

اَهَ يِلاَع

اَهَلِفاَس

َنْرَطْمَاَو

ْمِهْيَلَع

ًةَراَجِح

ْنِ م

لْيِ جِس

Artinya: “Maka kami jungkir balikkan (negeri itu) dan Kami hujani mereka dengan

batu dari tanah yang keras.”( al-Qur’an surat al-Hijr ayat 74)

Ayat di atas menurut tafsir ibnu katsir yang dimaksud dengan “kami

hujani dengan batu dari tanah yang terbakar” yaitu batu dari tanah liat yang telah mengeras menjadi batu sehingga kuat, sedangkan sebagian ulama

mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah yang di bakar di langit yang

disediakan khusus untuk itu.

Merupakan azab yang Allah jatuhkan kepada kaum Sodom, yang

mana kaum tersebut mengerjakan suatu perbuatan yang belum pernah

dilakukan oleh orang atau kaum sebelum mereka yang melampiaskan hawa

(38)

Menjatuhkan hukuman terhadap para pelaku homoseksual ini

memerlukan bukti yang cukup jelas, baik berupa pengakuan dari pelakunya

maupun keterangan dari para saksi yang melihat perbuatan terebut. Dalam hal

ini, para ulama fiqh berbeda pendapat mengenai penentuan jumlah saksi dan

penetapan ukuran jarimah bagi pelaku homoseks. Malikiyah, Syafi’iyah dan

Hanabilah berpendapat bahwa saksi terhadap perbuatan homoseks sama

halnya dengan saksi zina, terdiri atas empat orang saksi dari laki-laki dewasa

yang adil, berakal dan tidak terdapat diantaranya perempuan.

Sedangkan Hanafiyah berpendapat bahwa saksi bagi pelaku

homoseksual tidak sama dengan saksi bagi pelaku zina, karena kemudharatan

yang ditimbulkan oleh perilaku homoseksual ini lebih ringan dari

kemudharatan yang ditimbulkan akibat zina dan jarimahnya lebih kecil

daripada jarimah zina, serta juga tidak menimbulkan percampuran nasab.37

Karena itu, untuk membuktikan homoseksual cukup hanya dengan

dua orang saksi saja dan tidak perlu mengaitkannya dengan zina, kecuali ada

dalilnya. Jika tidak diperoleh dari al-Qur’an dan Hadist, maka ditetapkanlah

hukum asal.38

Homoseksual merupakan perbuatan keji yang dapat merusak akal

fitrah dan akhlak manusia. Islam bersikap tegas terhadap perbuatan terlarang

ini, ketegasannya dapat dilihat dari nash serta hadist yang menjadi dasar

37 Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Muzahibul al-Arba’ah, (Bairut Lebanon: Ahya al-Tardisu al-Arabi, tth), 139

(39)

hukum bagi para ulama dalam menetapkan hukuman. Meskipun di antara

mereka masih terdapat perbedaan pendapat, namun mereka sepakat atas

keharaman perilaku homoseksual.

Perbedaan mereka juga terjadi pada masalah penentuan ukuran

hukuman yang dijatuhkan kepada pelakunya. Perbedaan ini disebabkan oleh

sumber hukum yang digunakan masing-masing para ulama, di samping

berbedanya cara menafsirkan ayat-ayat serta hadist yang menjadi dasar bagi

penetapan hukumnya.

Pendapat pertama, menurut Imam Syafi’i hukuman mati bagi pelaku homoseksual dengan cara dirajam, baik pelaku homoseksual sudah menikah

ataupun belum menikah. Bedasarkan hadist Rasulullah yang diriwayatkan

dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas, Nabi SAW bersabda:

ِهيَلع ﷲ یَّلص ﷲ ُلْوُسَر َّنَا هنع ﷲا َيِصَر ساَّبع ُنْبِا نع

ًطْوُل مْوَ ق ًلَمَع ُلَمْعَ ي ُهْوُُتُْدَجَو ْنَم :َلاَق َمَّلَسَو

سملخا هاور ,ِهِب لوُعْفَمْلاَو ُلِعاَفْل اْوُلُ تْ قاَف

ۃ

اسنلا لاا

ئ ي

Artinya: ”Dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas: Rasulullah SAW bersabda: “barang siapa yang mendapatkan orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth maka bunuhlah pelakunya dan yang diperlakukan.”(H.R

al-Khasamah kecuali An-Nasa’i)

Hadist tersebut dimuat pula dalam kitab Annail, yang dikeluarkan

oleh al-Hakim dan al-Baihaqi. Selanjutnya al-Hafizh mengatakan bahwa

perawi-perawi hadist ini dapat dipercaya, akan tetapi hadist ini masih

diperselisihkan kebenarannya.39

(40)

Kemudian Rasulullah juga menjelaskan dalam hadits lain yang

diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah sebagai berikut:

وُبَأَو ِحاَّبَّصلا ُنْب ُدَّمَُمُ اَنَ ثَّدَح

ْنَع و رْمَع ِبَِأ ِنْب وِرْمَع ْنَع دَّمَُمُ ُنْب ِريِزَعْلا ُدْبَع اَنَ ثَّدَح َلااَق د َّلََّخ ُنْب ِرْكَب

َمَع ُلَمْعَ ي ُهوُُتُْدَجَو ْنَم َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا َلوُسَر َّنَأ ساَّبَع ِنْبا ْنَع َةَمِرْكِع

ُ تْ قاَف طوُل ِمْوَ ق َل

اوُل

ِهِب َلوُعْفَمْلاَو َلِعاَفْلا

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami (Muhammad bin Shabah) dan (Abu Bakar bin Khalad), keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami (Abdul Aziz bin Muhammad) dari (Amru bin Abu Amru) dari (Ikrimah) dari (Ibnu Abbas), sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa dari kalian yang menemukan orang yang melakukan perbuatan kaum nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan obyek dari pelaku itu.” (HR. Ibnu Majah No. 2551).

Kemudian Rasulullah menjelaskan bagaimana hukuman bagi pelaku

homoseksual melalui hadits riwayat Ibnu Majah sebagai berikut:

اَنَ ثَّدَح

ُسُنوُي

ُنْب

ِدْبَع

ىَلْعَْلْا

ِنََبَْخَأ

ُدْبَع

َِّللَّا

ُنْب

عِفَن

ِنََبَْخَأ

ُمِصاَع

ُنْب

َرَمُع

ْنَع

لْيَهُس

ْنَع

ِهيِبَأ

ْنَع

َأ

ِبِ

َةَرْ يَرُه

ْنَع

ِ ِبَّنلا

ىَّلَص

َُّللَّا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

ِف

يِذَّلا

ُلَمْعَ ي

َلَمَع

ِمْوَ ق

طوُل

َلاَق

اوُُجُْرا

ىَلْعَْلْا

َلَفْسَْلْاَو

اَُهُوُُجُْرا

اًعيَِجُ

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami (Yunus bin Abdul 'A'la), telah

mengabarkan kepadaku (Abdullah bin Nafi), telah mengabarkan kepadaku (Ashim bin Umar) dari (Suhail) dari (Ayahnya) dari (Abu Hurairah), dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Kalian harus merajamnya, baik sosok yang posisinya di atas atau di bawah secara bersamaan." (HR. Ibnu Majah No. 2552)

Pendapat kedua, menurut Sa’id bin Musayyab, Atha bin Abi Rabah,

Hasan, Qatadah, Nakha’i, Tsauri, Auza’i, Abu Thalib, Imam Yahya, dan Imam As-Syafi’i dalam satu pendapat, menyatakan bahwa bagi pelaku

(41)

zina.40 Jadi, pelaku yang belum menikah dijatuhi had dera dan di buang. Adapun pelaku homoseks yang muhsan (sudah menikah) dijatuhi hukum

rajam. Pendapat ini berdasarkan dalil bahwa homoseksual adalah perbuatan

yang sejenis dengan zina, karena perbuatan itu memasukkan farji (penis) ke

farji (anus laki- laki), pelaku dan partnernya sama-sama masuk dibawah

keumuman dalil dalam masalah zina, baik muhsan maupun ghairu muhsan.41 Hujjah ini dikuatkan oleh Hadits Rasulullah SAW, yang menyatakan bahwa

jika seorang laki- laki mendatangi laki- laki, keduanya termasuk orang yang

berzina.

Pendapat ketiga, menyatakan bahwa pelaku homoseksual ini harus

diberi sanksi berupa ta’zir. Pendapat ini adalah menurut Abu Hanifah, dalam hal ini ia mengatakan sanksi bagi pelaku homoseksual di hukum ta’zir dan besar ringannya hukuman yang akan dijatuhkan diserahkan kepada

pengadilan (Hakim).42 Penetapan hukuman secara ta’zir terhadap pelaku homoseksual oleh Imam Abu Hanafiyah adalah atas dasar pemikirannya,

yang mengatakan bahwa homoseksual tidak membawa akibat yang lebih

mudharat apabila dibandingkan dengan perbuatan zina.

Hal ini dapat dilihat bahwa homoseksual tidak akan membuahkan

keturunan dan tidak pula merusak garis keturunan seseorang. Karena itu,

homoseksual tidak dapat dihubungkan dengan zina, tidak diperoleh dalil

al-40 Mustofa Hasan, Hukum Pidana Islam., 318-319 41 Ibid.

(42)

Qur’an dan Hadist mengenai ketetapan dalam hukuman homoseksual ini.43 Untuk itu mengenai permasalahan ini diserahkan kepada ketetapan hakim

secara ta’zir.

Berdasarkan pendapat-pendapat para ulama di atas, maka dapat

dipahami ada 3 pendapat para ulama dalam menentukan sanksi bagi pelaku

homoseksual, yaitu: 44

1. Dibunuh secara mutlak.

2. Di had sebagaimana had zina. Apabila pelakunya ghairu muhsan maka ia

harus di dera, namun apabila pelakunya muhshan ia harus dihukum rajam.

3. Dikenakan hukuman ta’zir.

43 Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘Ala., 139 44 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah., 432

(43)

33

BAB III

PEMBAHASAN

A. Bentuk Sanksi Homoseksual dalam KUHP

Kejahatan (crime) merupakan tingkah laku yang melanggar hukum dan

melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Dalam

konteks sosial kejahatan merupakan fenomena sosial yang terjadi pada setiap

tempat dan waktu.45 Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan bukan saja merupakan masalah bagi suatu masyarakat tertentu yang berskala lokal

maupun nasional, tapi juga menjadi masalah yang dihadapi oleh seluruh

masyarakat di dunia pada masa lalu, masa kini dan di masa yang akan datang.

Sehingga dapat dikatakan bahwa kejahatan sebagai a universal phenomenon.

Ketika pertama kali dijelaskan dalam literatur medis, homoseksualitas

sering didekati melalui pandangan-pandangan yang berusaha untuk

menemukan psikopatologi sebagai akar penyebab terjadinya homoseksualitas.

Banyak literatur tentang kesehatan kejiwaan dan pasien homoseksual berpusat

kepada depresi, penyalahgunaan zat, dan bunuh diri.

Sebaliknya pengecualian sosial, diskriminasi hukum, internalisasi

stereotip negatif dan struktur dukungan yang terbatas menunjukkan

faktor-faktor yang dihadapi kaum homoseksual dalam masyarakat Barat yang

berpengaruh pada kesehatan mental mereka.46 Stigma prasangka dan

45 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan

Hukum Pidana, (Semarang: Ananta, 1994), 2

46 Sarlito wirawan sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PY. Raja Grafindo Persada, 2005), 62

(44)

deskriminasi yang berasal dari sikap negatif masyarakat terhadap

homoseksualitas mengarah pada prevalensi yang lebih tinggi dari gangguan

kesehatan kejiwaan di kalangan lesbian, gay, biseksual dan transgender

dibandingkan dengan rekan-rekan heteroseksual mereka.47 bukti menunjukkan bahwa liberalisasi sikap selama berapa dekade terakhir berkaitan dengan

penurunan resiko gangguan kesehatan kejiwaan di kalangan muda semakin

meningkat.48

Kebanyakan negara tidak menghalangi hubungan seks antara

orang-orang yang tidak berkerabat di atas usia yang disetujui (usia dewasa).

Beberapa wilayah hukum secara lebih lanjut mengakui persamaan dalam hak,

perlindungan dan keistimewaan bagi struktur keluarga pasangan sejenis juga

termasuk perkawinan. Sebagian negara memperbolehkan untuk melakukan

hubungan heteroseksual dan dalam beberapa yurisdiksi homoseksual dianggap

ilegal.

Di Indonesia larangan hubungan seksual sesama jenis kelamin

(homoseksual) hanya terhadap orang yang melakukannya dengan anak yang

belum dewasa. Jika homoseksual itu dilakukan oleh orang-orang yang dewasa

sama dewasa dan mereka sama-sama suka, maka hubungan seperti itu belum

terdapat larangannya.49 Namun, menurut hukum pidana Islam khususnya perbuatan tersebut merupakan pidana yang dapat dikenakan hukuman jika

terbukti.

47 Ibid. 48 Ibid., 63

49 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Edisis ke-II, (Jakarta: Pt. Bumi Aksara, 2002), 127-128

(45)

Dalam title Buku I KUHP yang berjudul “hukuman” tergambar sistem

hukuman yang dipakai di Indonesia disebutkan dalam Pasal 10 ada empat

macam hukuman pokok, yaitu: 50 1. Hukuman mati

2. Hukuman penjara

3. Hukuman kurungan

4. Hukuman denda

Dan tiga macam hukuman tambahan, yaitu:51 1. Pencabutan beberapa hak tertentu

2. Perampasan barang tertentu

3. Pengumuman keputusan hakim

Sifat kesederhanaan ini terletak pada gagasan bahwa beratnya

hukuman pada prinsipnya terletak pada sifat berat ringannya tindak pidana

yang dilakukan, sedangkan sanksi bagi pelaku homoseksual di dalam KUHP

terdapat dalam Buku II pada pasal 292. Pasal ini membatasi adanya tindak

pidana antara orang yang sudah dewasa melakukan perbuatan cabul dengan

seseorang yang ia tahu atau pantas harus diduga bahwa orang itu belum

dewasa, tindak pidana ini diancam dengan maksimum hukuman penjara lima

tahun.52

Perbuatan cabul yang dimaksud dalam Pasal 292 ini adalah segala

perbuatan baik yang dilakukan diri sendiri maupun dilakukan pada orang lain

50 Wirjono Projodikoro, Asas-Asas Hukum di Indonesia, (Bandung: Eresco, 1989), 162 51 Ibid.

52 Wirjono Projodikoro, Tindak-Tindak Pidana tertentu di Indonesia, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2003), 120

(46)

yang berhubungan dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat

merangsang nafsu seksual.53 Yang dilarang dalam Pasal ini bukan saja memaksa orang untuk melakukan perbuatan cabul, tetapi juga memaksa orang

untuk membiarkan pada dirinya perbuatan cabul.

Adapun mengenai tujuan pemidanaan dalam hukum pidana Indonesia,

adalah sebagai berikut: 54 a. Pembalasan (revenge),

Teori ini pidana dijatuhkan karena orang telah melakukan kejahatan

sebagai akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang

yang melakukan kejahatan. Mengenai teori pembalasan ini menyatakan:

“bahwa pidana tidaklah bertujuan untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkan pidana. Pidana yang secara mutlak ada, karena dilakukan suatu kejahatan. Tidaklah perlu difikirkan manfaat penjatuhan pidana”.55

Teori pembalasan ini terbagi atas pembalasan subjektif dan

pembalasan objektif. Pembalasan subjektif ialah pembalasan terhadap

kesalahan pelaku. Pembalasan objektif ialah pembalasan terhadap apa yang

telah diciptakan pelaku di dunia luar.

53 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta

Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal (Bogor: Politeia, 1995), 212

54 Andi Hamzah, Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: Pradya Paramita, 1993), 26

(47)

b. Penghapusan dosa (expiation)

Dalam sejarah peradaban manusia dari perkembangan masa ke masa

penghapusan dosa merupakan suatu tujuan pemidanaan yang salah satu

tonggak terpenting dengan dikenalnya agama oleh suku-suku bangsa yang

ada di dunia. Tujuan dari pemidanaan ini dalam rangka penghapusan dosa

berpangkal pada pemikiran-pemikiran yang bersifat keagamaan (religius).

c. Menjerakan (deterrent)

Teori ini memandang bahwa penjeraan yang ditujukan terhadap

pelanggar hukum diwujudkan dalam bentuk pemidanaan. Alasan yang

membenarkan pemidanaan menurut teori ini dilandasi oleh konsep pemikiran

yang menyatakan bahwa ancaman pidana yang dibuat oleh pemerintah akan

mencegah atau membatasi terjadinya kejahatan.

d. Perlindungan terhadap umum (protection of the public)

Teori ini utamanya merupakan pendapat para penganut mashab

antropologi kriminal (criminel anthropologische school), yang menyatakan

bahwa kejahatan merupakan suatu produk dari sifat alamiah seorang pelaku

dan dari keadaan-keadaan di dalam masyarakat. Oleh karena itu, untuk

melindungi masyarakat maka penjahat harus disosialisasikan dari masyarakat

yang taat kepada hukum, sehingga kejahatan dalam masyarakat akan

(48)

e. Memperbaiki si penjahat (rehabilitation of the criminal).

Tujuan pemidanaan menurut teori ini dapat dikatakan paling modern

dan populer pada masa sekarang, sebab ia tidak hanya bermaksud

memperbaiki kondisi, tetapi juga mencari alternatif lain yang bukan bersifat

pidana dalam membina pelanggar hukum. Pidana diusahakan agar dapat

mengubah pandangan dan sikap penjahat, sehingga tidak lagi melakukan

kejahatan di masa yang akan datang.

Sedangkan tujuan pemidanaan menurut hukum pidana Islam, adalah:56 a. Menjaga agama

b. Terjaminnya perlindungan hak hidup

c. Menjaga keturunan

d. Menjaga akal

e. Menjaga harta

f. Keadilan.

Islam meyakini bahwa segala perintah dan larangan Allah tidak lain

bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan hidup manusia di dunia dan

akhirat, termasuk tujuan pelarangan praktik homoseksual yang dimaksudkan

untuk memanusiakan manusia dan menghormati hak-hak mereka.

Sedangkan pasal 292 KUHP belum sepenuhnya jelas mengatur

tentang tindak pidana homoseksual, bunyi pasal tersebut ialah:57 “Orang

56 Akhmad Azhar Abu Miqad, Pendidikan Seks bagi Remaja, (Yogyakarta:Mitra Pustaka, 2000), 27

Referensi

Dokumen terkait

Rumah Tangga Mengakibatkan Matinya Anak) (Palembang: Uin Raden Fatah, 2014) Hlm.. 3) Menurut Schaffmeister bahwa, perbuatan pidana adalah perbuatan manusia yang termasuk

1) Penyertaan menurut Wirjono Prodjodikoro adalah Turut serta seorang atau lebih pada waktu seorang lain melakukan tindak pidana. Jadi penyertaan adalah suatu tindak