SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Pada Fakultas Syari’ah
Oleh :
YOHANA SAWITRI NIM. 1416.029
FAKULTAS SYARI’AH HUKUM PIDANA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI
i
OUTLINE
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan dan Batasan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Penjelasan Judul
E. Tinjauan Pustaka F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG HOMOSEKSUAL A. Pengertian Homoseksual
B. Macam-macam Homoseksual
C. Faktor penyebab timbulnya Homoseksual D. Sanksi hukum bagi pelaku Homoseksual
BAB III SANKSI HOMOSEKSUAL MENURUT KUHP DITINJAU MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM
A. Bentuk Sanksi Homoseksual dalam KUHP
B. Sanksi Homoseksual dalam KUHP ditinjau dari Hukum Pidana Islam
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan B. Saran-Saran DAFTAR KEPUSTAKAAN
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul “Sanksi Homoseksual Menurut KUHP Pasal 292
Ditinjau Menurut Hukum Pidana Islam” yang disusun oleh Yohana Sawitri NIM : 1416029 Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syariah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi telah dilakukan bimbingan secara
maksimal dan disetujui untuk diajukan ke sidang munaqasyah skripsi.
Bukittinggi 06 November 2020
Pembimbing
Dr. Arsal, M. Ag NIP. 196812121993031002
Mengetahui
Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah)
Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi
M. Ridha, Lc, MA. NIP.197709162005011005
iv
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Sanksi Homoseksual Menurut KUHP Pasal 292
Ditinjau Menurut Hukum Pidana Islam”, NIM 1416.029, Mahasiswa program studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syari’ah Institut Agma Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.
Skripsi ini ditulis bertujuan untuk mengetahui sanksi atau hukuman bagi
homoseksual dalam KUHP dan ditinjau dari segi hukum pidana Islam, serta
dilatar belakangi dugaan penulis bahwa adanya tidak kesesuaian antara KUHP
dengan ketentuan yang telah ada dalam hukum pidana Islam. sanksi bagi pelaku
homoseksual dalam KUHP pelakunya dapat dijerat dengan Pasal 292 yang
membatasi adanya tindak pidana bahwa seorang yang sudah dewasa melakukan
perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui atau sepatutnya di duga orang
tersebut belum dewasa yang berjenis kelamin sama, diancam dengan hukuman
maksimal lima tahun penjara. Sedangkan dalam ketentuan hukum pidana islam
terdapat tiga pendapat yaitu: pertama, dibunuh secara mutlak. Kedua, di had
sebagaimana had zina, apabila pelakunya seseorang yang belum menikah (ghairu
muhsan) maka harus didera, namun apabila pelakunya sudah menikah (muhsan)
harus dihukum rajam. Ketiga, dikenakan hukuman ta’zir.
Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan (Library Reseach), dalam
skripsi ini ada dua permasalahan yang diteliti. Pertama, bagaimana bentuk sanksi
tindak pidana homoseksual dalam KUHP Pasal 292. Kedua, bagaimana tinjauan
v
Dengan menggunakan metode penelitian kuantitatifyaitu sebagai suatu usaha yang
sistematis dan objektif untuk mencari pengetahuan yang dapat dipercaya,
bertujuan mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori
atau hipotesisyang berkaitan dengan fenomena alam. Sumber data dalam
penelitian ini ada dua: pertama, sumber data primer, kitab-kitab fiqh dan KUHP.
Kedua, sumber data sekunder, al-quran dan hadis serta buku-buku, jurnal-jurnal yang berkaitan dengan masalah yang terkait.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa persamaan sanksi dalam
KUHP dengan hukum pidana Islam belum ada ditemukan. Sedangkan
perbedaannya di dalam KUHP membatasi pelaku yang melakukan homoseksual
orang yang sudah dewasa kepada yang belum dewasa, dan tidak mengatur apabila
dilakukan oleh dua orang yang sudah dewasa.
Disarankan kepada pemerintah untuk meninjau kembali KUHP tentang
kejahatan kesusilaan terutama tentang homoseksual karena bangsa Indonesia
merupakan negara yang beragama dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
berdasarkan agama. Oleh karena itu, di dalam pembentukan KUHP yang
mendatang hendaknya mengambil dan mempertimbangkan nilai-nilai kepribadian
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul: “Sanksi Homoseksual Menurut KUHP Pasal 292 Ditinjau Menurut Hukum Pidana Islam” sekaligus mencapai gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah dalam menyelesaikan
pendidikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi. Shalawat beserta
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Penghargaan dan cinta terbesar penulis tujukan kepada Ayahanda
Budalis dan Ibunda Welmawati, yang selalu mengiringi perjuangan penulis
dengan doanya. Hal ini juga penulis sampaikan kepada saudara/i kandung penulis
dan seluruh anggota keluarga yang telah memberikan bantuan dan dukungan
secara materil maupun moril.
Selanjutnya dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu penulis, karena
penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit
bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Ibu Dr. Ridha Ahida,
M. Hum beserta Bapak-Bapak Wakil Rektor, Bapak Dr. Asyari, M. Si, Bapak
vii
memberikan fasilitas kepada penulis dalam menambah ilmu pengetahuan
selama menjalani pendidikan di IAIN Bukittinggi.
2. Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi,
Bapak Dr. Ismail, M. Ag, beserta Bapak-Bapak Wakil Dekan, Bapak Dr.
Nofiardi, M. Ag, Bapak Dr. Busyro, M. Ag, Bapak Fajrul Wadi, S. Ag, M.
Hum, serta Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah), Bapak H. M.
Ridha, Lc, MA, yang telah memfasilitasi penulis dalam menjalani pendidikan
dan bimbingan skripsi ini.
3. Pembimbing Skripsi penulis, Dr. Arsal, M.Ag, selaku Pembimbing dan selaku
Penasehat Akademik (PA) yang telah memberikan motivasi atau dorongan
kepada penulis untuk menyelesaikan studi di IAIN Bukittinggi serta telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan
mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak dan ibu dosen serta karyawan dan karyawati IAIN Bukittinggi yang
telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan di Perguruan
Tinggi ini.
5. Pimpinan beserta staf perpustakaan yang telah mengizinkan penulis untuk
mengakses buku-buku dan referensi yang dibutuhkan dalam mengumpulkan
data-data dan informasi yang dibutuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Sahabat penulis se-angkatan 2016 yang sangat berpartisipasi dalam
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
viii
7. Seluruh pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materil dan
siapa saja yang telah ikut andil membantu menyelesaikan skripsi ini, yang
tidak dapat tersebutkan oleh penulis satu pesatu.
Akhir kata, atas segala bantuan yang telah diberikan penulis ucapkan
terima kasih. Penulis berharap semoga amalan dan jasa baik yang telah diberikan,
Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah
membantu, penulis berserah diri dan mohon ampun dari dosa dan kekhilafan.
Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan,
khususnya dalam bidang Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syariah Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi dan pembaca pada umumnya.
Bukittinggi, 06 November 2020
Penulis
YOHANA SAWITRI NIM: 1416.029
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perkembangan dunia dari masa ke masa sehingga manusia akan terus
mengalami perubahan, tidak ada kehidupan yang tidak mengalami perubahan
baik dalam taraf yang kecil sampai pada taraf perubahan yang paling besar
sekalipun, bahkan mampu memberikan pengaruh bagi aktivitas atau perilaku
manusia. Perubahan ini mencakup aspek yang sempit dan aspek yang luas,
aspek yang sempit meliputi perubahan perilaku dan pola pikir individu. Aspek
yang luas dapat berupa perubahan dalam tingkat struktur masyarakat yang
nantinya dapat mempengaruhi perkembangan masyarakat di masa yang akan
datang.1
Seiring berjalannya perubahan kehidupan manusia, maka peradaban
semakin lama semakin berkembang. Peradaban yang dulunya terbatas ruang
dan waktu maka sekarang semakin maju sangat pesat dengan adanya
perubahan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kehadiran teknologi.
Kehadiran teknologi setiap orang dapat dengan mudah berkomunikasi
dan mengakses berbagai informasi bagi penggunanya kapanpun dan
dimanapun ia kehendaki, sehingga dengan adanya hal tersebut juga mengubah
tatanan kehidupan yang dulunya konvensional menjadi lebih modern.
Teknologi merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia. Kemajuan teknologi dewasa ini ditandai dengan semakin
canggihnya alat-alat di bidang informasi, komunikasi, satelit, bioteknologi,
pertanian, peralatan di bidang kesehatan dan rekayasa genetika. Munculnya
masyarakat digital dalam berbagai bidang kehidupan merupakan bukti dari
kemajuan teknologi. Masyarakat negara di dunia berlomba-lomba untuk dapat
menguasai teknologi tinggi (high tech) sebagai simbol kemajuan, kekuasaan,
dan kekayaan.
Sarana komunikasi yang sedang populer saat ini adalah media sosial.
Media sosial dapat digolongkan kedalam media massa, karena memiliki sifat
terbuka untuk semua khalayak yang dapat mengaksesnya. Media sosial juga
bersifat tanpa batasan, baik secara geografis, ideologis dan juga mampu masuk
ke ranah pribadi.2 Demikian juga, seseorang dapat memperoleh informasi kepada orang lain dengan menggunakan media sosial secara instan dan cepat.
Situasi itulah yang mendorong seseorang untuk terus berpikir,
meningkatkan kemampuan, memperluas pengetahuan dan memperkaya
wawasan. Namun disisi lain, tidak sedikit pula seseorang yang terjerumus
dalam problematika kehidupan sebagai akibat dari ketidak mampuan
menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi. Terkait dengan masalah yang
dialami pada era kekinian antara lain adalah masalah yang berhubungan
dengan pemanfaatan teknologi dan informasi, perbedaan budaya, isu-isu
gender, gaya hidup dan masih banyak masalah lainnya.3
2 Haidir Fitra Siagian. Pengaruh dan Evektifitas Penggunaan Media Sosial Sebagai
Bentuk Saluran Komunikasi, Jurnal Al-Khitabah, Vol II, 2015, 17-26
Informasi yang diperoleh dari internet dan media sosial media
akhir-akhir ini tidaklah sepenuhnya positif banyak konten-konten negatif yang
bermunculan. Salah satunya problematika yang terjadi sebagai akibat
perkembangan media sosial yaitu maraknya penyebaran pornografi dan
hal-hal lain untuk pemicu terjadinya perilaku yang menyalahi aturan.
Konten-konten berbau pornografi di berbagai media sosial maupun
media cetak, tayangan televisi dan internet memicu keinginan seseorang untuk
mencoba atau menirunya. Berbagai konten, tulisan, gambar dan aksi
pornografi terpapar dimana-mana karena perilaku ini di media sosial
mempengaruhi bagaimana gaya hidup yang bebas seperti yang cenderung
dilakukan oleh kaum modern.4
Teknologi dan perubahan gaya hidup yang berdampak besar tehadap
perkembangan peradaban manusia yang tidak hanya berdampak bagi
kemajuan manusia itu sendiri tapi juga kemunduran dan lenturnya nilai-nilai,
moral, etika dan tingkah laku. Sehingga melupakan norma-norma kesopanan
dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat dan munculnya beragam
tindak pidana dan kejahatan di masyarakat tersebut. Salah satu kejahatan yang
meresahkan masyarakat adalah semakin banyaknya perbuatan asusila yang
muncul, diantaranya kejahatan asusila yang muncul adalah kejahatan
kesusilaan sejenis homoseksual dan lesbian.
4 Wahyunanda Kusuma Pertiwi. “Riset Ungkap Pola Pemakaian Medsos Orang
Indonesia”Https://Tekno.Kompas.Com/Read/2018/03/01/10340027/Riset-Ungkap-Pola-Pemakaian-Medsos-Orang-Indonesia. Diakses pada Tanggal 01 Februari 2020
“Homoseksual adalah seseorang yang secara seksual tertarik untuk mengadakan kontak seksual dengan orang lain yang berkelamin sama dengan dirinya (laki-laki dengan laki-laki).”5
Kebutuhan seksual merupakan kebutuhan dasar pada diri manusia.
Namun, kebutuhan-kebutuhan yang bersifat naluri terkadang menjadikan
manusia lepas kontrol. Manusia berlomba-lomba mereguk kenikmatan dunia
meskipun cara yang ditempuhnya tidak lagi memperhatikan segi-segi
moralitas yang ada di masyarakat.
fenomena yang merebak di era modern sebagai bentuk penyimpangan perilaku yang sangat dipengaruhi oleh pola asuh yang salah, kurangnya peran orang tua, pendidikan agama Islam yang kurang memadai, dan pornografi yang sangat mudah terakses semua kalangan.
Kemajuan teknologi ibarat dua sisi mata uang, dimana di satu sisi
kemajuan teknologi memberikan banyak manfaat positif bagi manusia untuk
mempermudah manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun
demikian disisi lain kemajuan teknologi menimbulkan efek negatif yang
kompleks melebihi manfaat dari teknologi itu sendiri terutama terkait pola
hidup manusia.6 Teknologi akan selalu bersifat ganda, di satu sisi dapat menjadi teman dan di sisi lain juga dapat menjadi lawan.
5 M. Dahlan, Y, Al-Barry, I. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk Istilah Ilmiah Seri
Intelektual, (Surabaya:Target Press, 2003), 291
Penyimpangan seksual akhir-akhir ini sudah mulai mengemuka di
Indonesia, mulai dari pernikahan sejenis dibeberapa daerah sampai tuntutan
pelaku homoseksual yang tergabung dalam kelompok lesbian, gay, biseksual,
dan transgender (LGBT) mendapatkan wadah hukum di Indonesia agar
perilaku tersebut dilegalkan.
Indonesia sebagai negara hukum dengan aturan tertinggi tercantum
pada UUD 1945 serta Pancasila sebagai ideologi negara. Sejak berdirinya
sebuah negara maka kebutuhan akan adanya hukum yang mengatur ketertiban
berjalannya negara menjadi sebuah keharusan yang akan menjadi pedoman
bagi kelanjutan negara tersebut.
Namun, sebagian orang tidak merasa takut akan aturan hukum yang
berlaku. Sehingga dengan masih lemahnya tindakan hukum untuk difahami
dapat menjadikan hal tersebut sebuah celah untuk menentang peraturan dan
banyak juga yang gagal faham dalam memaknai sebuah aturan.
Sebuah ketentuan dalam Pasal 292 KUHP yang menyatakan bahwa
“orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun”.
Ini merupakan norma yang membuka peluang untuk melakukan
perbuatan cabul seperti melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis
baik perempuan sesama perempuan maupun laki-laki sesama laki-laki, yang
hanya menekankan pada perbuatan cabul sesama jenis yang dilakukan oleh
orang dewasa terhadap orang yang belum dewasa.
Maka dengan adanya ketentuan ini mengandung arti jika perbuatan
cabul dilakukan sesama jenis dan sesama orang dewasa tidak mendapatkan
ancaman hukuman. Ketentuan tersebut justru memberikan peluang dan
melegalisasikan hubungan orang dewasa sesama jenis, padahal perbuatan
tersebut adalah perbuatan yang sangat dilarang.7
Di Indonesia sumber hukum pidana mengacu pada Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana sebagai ketentuan umum (lex generalis) dan di luar
KUHP sebagai aturan khusus (lex specialist). KUHP merupakan sumber
hukum tertulis yang memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan
bernegara. KUHP berisi serangkaian kaidah hukum tertulis yang mengatur
tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang atau tidak boleh dilakukan dengan
adanya ancaman sanksi, jika perbuatan yang dilarang justru dilakukan maka
sanksi akan dijatuhkan. Konsep dasar dari terciptanya aturan ini adalah setiap
manusia harus mempertanggung jawabkan tindakannya.8
Islam mengakui bahwa manusia mempunyai hasrat yang sangat besar
untuk melangsungkan hubungan seks, terutama terhadap lawan jenisnya.
Untuk itu islam melalui hukum yang berdasarkan al-Qur’an dan Hadist
mengatur penyaluran seks dengan pernikahan. Melalui pernikahan inilah fitrah
7 Majelis Ulama Indonesia, Putusan MK Nomor 46/PUU-XIV/2016:2017:397, diakses tanggal 03 Februari 2020
8 https://scholar.google.co.id. Bustoro aly, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Pamulang: Ilmu Cemerlang Group, 2018), diakses tanggal 14 Agustus 2020
manusia bisa terpelihara dengan baik. Sebab, pernikahan mengatur hubungan
seks antara pria dan wanita dengan ikatan yang sah dalam bentuk monogami
atau poligami. Sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al-Mukminun (23): 5-6.
Penyaluran seks di luar pernikahan disebut zina yang merupakan
pelanggaran amat tercela. Perilaku seks berupa zina, homoseksual, lesbian dan
berbagai perilaku penyimpangan dalam hal seks ini sedang marak dibahas
oleh masyarakat Indonesia, baik melalui media elektronik, cetak, maupun
melalui seminar dan diskusi. Kendati Islam telah mengatur hubungan biologis
yang halal dan sah. Namun, penyimpangan-penyimpangan tetap saja terjadi
baik berupa delik perzinaan, lesbian, gay, homoseks dan sebagainya.
Sebagian ulama salaf mengatakan bahwa, pandangan mata ibarat anak
panah yang akan menodai hati karena sebuah pandangan akan menjerat hati
dalam kerusakan. Karena itu perintah untuk menjaga pandangan disejajarkan
dengan perintah Allah menjaga kehormatan (al-faraj).9 Berkenaan dengan hal tersebut sebagaimana telah dijelaskan dalam firman-Nya dalam Qs. An-Nuur
(24): 30-31.
Homoseksual merupakan perbuatan keji dan termasuk dosa besar yang
merupakan salah satu perbuatan merusak etika, fitrah manusia, agama dan
9 Imam Abi al-Fida’i Ismail Ibnu Katsir, Ibnu Katsir, Juz. III, (Beirut: Dar Al-Filur, 1986), 89
dunia, bahkan merusak kesehatan jiwa. Bahwa pelakunya oleh laki-laki
dengan laki-laki ataupun perempuan dengan perempuan.10
Dalam hukum Islam tindak pidana (delik/jarimah) diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah SWT dengan hukuman hudud atau takzir. Larangan-larangan tersebut berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan.11 Unsur-unsur hukum pidana berdasarkan pada filosofi yaitu adanya undang-undang atau nash. Artinya sebuah perbuatan tidak melawan hukum dan pelakunya tidak dapat dipidana kecuali adanya nash yang mengatur perbuatan tersebut.
Konsistensi Islam melarang homoseksual dan lesbian ini karena efek
yang ditimbulkan sangat fatal bagi pertumbuhan pelakunya. Pelarangan
tersebut tidak terdapat di dalamnya yang sewaktu-waktu dimungkinkan untuk
dibolehkan. Karena pelarangan tersebut dimaksudkan agar manusia dapat
melakukan hubungan secara sah dan alamiah.12
Berkaitan dengan homoseksual perbuatan durjana tersebut adalah
puncak dari segala keburukan dan kekejian. Kita hampir tidak mendapatkan
seekor binatang jantan mengawini seekor binatang jantan lainnya. Akan tetapi,
keganjilan tersebut justru terdapat di antara manusia. Oleh sebab itu, maka
10 Mustofa Hasan, Hukum Pidana Islam(Fiqih Jinayah), Cet. 1, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), 313
11 Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Al-Jina’i Al-Islamy Muqaranan Bil Qanunil Wad’iy, (Jakarta : BATARA Offset. 2007), 87
12 Hamid Laonso dan Muhammad Jamil, Hukum Islam Alternatif Solusi Terhadap
dapatlah dikatakan bahwa keganjilan tersebut merupakan suatu noda yang
berhubungan dengan moral yaitu suatu penyakit psikis berbahaya yang
mencerminkan suatu penyimpangan dari fitrah manusia mengharuskan untuk
mengambil tindakan yang keras terhadap pelakunya.13
Sanksi bagi pelaku homoseksual ini dalam hukum pidana Islam ada
tiga pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa pelakunya harus
dibunuh secara mutlak. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa pelakunya
harus di had sebagaimana had zina. Jadi, jika pelakunya ghairu muhsan maka
ia harus didera, jika pelakunya orang muhsan maka ia harus dirajam. Ketiga,
pendapat yang mengatakan pelakunya harus diberi sanksi.14 Tujuan dari adanya pemidanaan atau hukuman adalah untuk mendatangkan kemaslahatan
umat dan mencegah kezaliman atau kemudharatan.
Mengenai penerapan sanksi bagi pelaku homoseksual penulis
menganggap bahwa KUHP masih sangat kurang maksimal dalam memaknai
penjatuhan hukuman bagi pelaku, karena homoseksual adalah suatu perbuatan
yang sangat tidak sesuai dengan prinsip Negara Indonesia yang menyatakan
negara beragama, yang di dalam pancasila disebutkan pada sila pertama yaitu
“keTuhanan yang Maha Esa”.
Oleh karena itu, Pasal 292 KUHP tentang “orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang
13 M. Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ayat-Ayat Hukum dalam Qur’an, Jilid 2, (Bandung: Al-Ma’arif, 1994), hal. 87
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun”, ini harus ada penijauan kembali supaya sesuai dengan norma-norma yang ada pada masyarakat.
Sebagaimana uraian yang telah terpapar di atas suatu penyimpangan
yang marak terjadi pada masa kini, menjadi suatu bentuk kejahatan asusila
yang memberikan pengaruh negatif. Sedangkan di Indonesia sendiri mengenai
hukuman mengenai bentuk penyimpangan asusila ini masih menjadi
permasalahan, karena Indonesia selain mempunyai hukum positif juga ada
hukum Islam dan hukum Adat yang juga berlaku di masyarakat.
Adanya perbedaan pemberian sanksi yang mencolok antara KUHP dan
hukum pidana Islam menarik untuk dikaji kembali, karena mengingat akibat
buruk yang ditimbulkannya sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup pribadi
khusunya dan masyarakat pada umumnya. Maka berangkat dari latar belakang
masalah di atas sekiranya perlu dianalisis kembali.
Maka dari itu penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
permasalahan sanksi bagi pelaku homoseksual dalam KUHP dan hukum
pidana Islam. sebagaimana dalam bentuk penelitian skripsi yang berjudul:
“SANKSI HOMOSEKSUAL MENURUT KUHP PASAL 292 DITINJAU MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM”
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka
permasalahan pokok yang akan diteliti dalam tulisan ini dapat dirumuskan
sekaligus dibatasi sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk sanksi tindak pidana homoseksual dalam KUHP Pasal
292?
2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap bentuk sanksi dalam
KUHP Pasal 292?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Mengetahui bentuk sanksi tindak pidana homoseksual dalam KUHP Pasal
292
2. Mengetahui bagaimana hukum pidana Islam menginterpretasi larangan
homoseksual menurut pasal 292 KUHP
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah untuk:
1. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di IAIN Bukittinggi dalam
mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syari’ah.
diberikan kepada pelaku tindak pidana homoseksual menurut KUHP dan
hukum pidana Islam. Kajian ini diharapkan bermanfaat baik bagi penulis
maupun pembaca secara umum, karena dengan adanya perbedaan yang
sangat jelas mengenai sanksi bagi pelaku pidana homoseksual dalam
KUHP dan hukum pidana Islam.
3. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberi
masukan dan membawa perkembangan terhadap dunia ilmu pengetahuan
dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam kajian kepustakaan ini, penulis menemukan permasalahan yang
ada hubungannya atau hampir sama dengan penelitian yang penulis lakukan.
Ada beberapa karya ilmiah yang penulis temukan diantaranya:
1. Nuriswati, NPM: 1221020002 dengan judul “Homoseksual dalam
Pandangan Hukum Islam dan Hak Asasi Manusia”. Yang pembahasannya yaitu bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap
homoseksual, pandangan Hak Asasi Manusia terhadap homoseksual, serta
persamaan dan perbedaan pandangan hukum islam dan hak asasi manusia.
2. Muhammad Basir, Nim: 131008708 dengan judul: “Sanksi Hukum
Terhadap Pelaku Liwath (Homoseks) Studi Perbandingan antara Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki. Yang pembahasannya yaitu bagaimana pendapat mezhab hanafi dan maliki tentang sanksi hukum bagi pelaku
liwath (homoseks), apakah dalil yang digunakan oleh masing-masing
kemaslahatan masa sekarang.
3. Farikhatul Ulya, Nim: 21213001 dengan judul: “Perkawinan Sejenis
(Homoseksual) dalam Perspektif HAM dan Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Sambongrejo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro). Yang pembahasannya, bagaimana pelaksanaan perkawinan sejenis di desa
tersebut, bagaimana sikap dan upaya pemerintah desa, dan bagaimana
perspektif HAM dan hukum Islam terhadap perkawinan sejenis di desa
tersebut.
4. Muhammad Nasrullah Bin Ishak, Nim:115223105704 dengan judul:
“Sanksi Terhadap Pelaku Homoseksual (Studi Komparatif Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 dan Enakmen Kesalahan Jenayah Syariah Negeri Sembilan Tahun 1992). Yang pembahasannya, apakah tinjauan hukum islam terhadap pelaku homoseksual, apakah hukuman sanksi terhadap
pelaku homoseksual menurut hukum qanun aceh nomor 6 tahun 2014
dengan enakmen kesalahan jenayah syariah negeri sembilan tahun 1992.
E. Penjelasan Judul
Untuk lebih mudah dalam memahami dan menghindari keraguan
terhadap judul di atas. Berikut penulis akan menjelaskan pengertian yang
terdapat dalam judul:
Sanksi :hukuman atau alat untuk memaksa seseorang menaati
aturan.15
Homoseksual :orientasi seksual digunakan untuk menjelaskan
15 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), 878
kecenderungan seseorang untuk tertarik secara seksual
kepada jenis kelamin sama.
KUHP :adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
hukum pidana di Indonesia.
Hukum Pidana Islam :hukum pidana Islam atau juga disebut sebagai
jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’, yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir.
Berdasarkan penjelasan judul di atas dapat dipahami bahwa maksud
judul secara umum adalah Sanksi Homoseksual Menurut KUHP Pasal 292
Ditinjau Menurut Hukum Pidana Islam.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan penulis gunakan adalah jenis penelitian
kepustakaan (Library Reseach). Penelitian pustaka adalah serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,
membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.16 Jadi dalam hal ini yang penulis lakukan adalah dengan mengumpulkan buku-buku yang
berkenaan dengan penelitian ini, kemudian mencatat dan mengolahnya
berdasarkan pada data-data kepustakaan yang berkaitan pada pokok persoalan
yang dibahas.
16 Mestika Zed, Metodologi Penelitian Kepustaan, Cet. 1, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), 3
2. Sumber Data
Untuk memudahkan mengidentifikasi sumber data dalam penelitian
ini, maka penulis mengklasifikasikan sumber data menjadi dua, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Data primer adalah data penelitian yang diperoleh langsung dari
lapangan dengan mengadakan peninjauan langsung pada objek yang diteliti.
Data ini didapat dari informan atau peristiwa-peristiwa yang diamati seperti
dokumentasi dan observasi. Namun, pada penelitian kali ini penulis
menjadikan kitab-kitab fiqh dan KUHP sebagai sumber data primer, sesuai
dengan jenis penelitian penulis yaitu Library Reseach.
b. Sumber Data Sekunder
Data Sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi pustaka
lanjutan yang bertujuan untuk memperoleh landasan teori yang bersumber
dari al-Qur’an, al-Hadist dan literatur yang ada kaitannya dengan materi yang
diteliti. al-Qur’an menjadi landasan utama teori dalam data sekunder ini. Di
samping itu, sumber yang diperoleh untuk memperkuat data yang diperoleh
dari bahan hukum primer yaitu, buku-buku, jurnal, akses artikel internet yang
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan
historis dan konseptual yang merupakan salah satu jenis penelitian yang
spesifikasinya adalah sistematis, terencana dan terstruktur dengan jelas sejak
awal hingga pembuatan desain penelitian. Metode penelitian ini dapat
diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu.17
4. Teknik Pengumpulan Data
Penulisan proposal ini yaitu dengan menggunakan metode
dokumentasi atau kepustakaan, yang dapat diartikan sebagai suatu cara
mengumpulkan dan memeriksa atau menelusuri dokumen-dokumen, buku,
jurnal, karya ilmiah, atau catatan-catatan yang tersimpan, baik itu berupa
catatan transkrip, artikel-artikel yang dapat memberikan informasi atau
keterangan yang dibutuhkan berhubungan dengan permasalahan dalam
penulisan proposal ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan
penelitian ini. Setelah itu, bahan-bahan yang telah terkumpul diklarifikasikan
berdasarkan pokok-pokok pembahasan.
5. Analisis Data
Setelah data terhimpun melalui penelitian yang telah dilakukan secara
lengkap dan memadai dari hasil kegiatan pengumpulan. Maka selanjutnya data
dapat dianalisis dengan kegiatan mengorganisasikan atau menata data
sedemikian rupa sehingga data penelitian dapat dibaca dan ditafsirkan. Penulis
menggunakan analisis deskriptif, yaitu suatu metode untuk memberikan
gambaran objektif mengenai subjek penelitian berdasarkan data yang
diperoleh dan diteliti.18
G. Sistematika Penulisan
Supaya memenuhi syarat sebagai karya tulis ilmiah dan untuk
mempermudah pemahaman isi skripsi, maka penulisan skripsi ini disusun
secara sistematis yang terbagi dalam 4 (empat) bab:
Bab I merupakan bab pendahuluan yang meliputi: latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan
judul, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II membahas tentang gambaran umum homoseksual yang
meliputi: pengertian homoseksual, macam-macam homoseksual, faktor
penyebab timbulnya homoseksual, dan sanksi hukum bagi pelaku
homoseksual.
Bab III menjelaskan tentang sanksi homoseksual menurut KUHP 292
ditinjau menurut hukum pidana Islam tentang: Bentuk Sanksi Homoseksual
dalam KUHP, Sanksi Homoseksual dalam KUHP ditinjau dari Hukum Pidana
Islam.
Bab IV merupakan bab penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan
saran. Kesimpulan merupakan uraian singkat dari rumusan masalah yang
18 M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pribadi, 2007), 127
dikaji, sedangkan saran diberikan sebagai masukan dan sumbangan pemikiran
ilmiah yang mungkin dapat memberikan suatu solusi dan juga masukan bagi
18
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG HOMOSEKSUAL
A. Pengertian Homoseksual
Kata homoseksual berasal dari dua kata yaitu homo dan seks.19 Kata homo yang berasal dari bahasa Yunani berarti sama, sedangkan seks bermakna hubungan badan. Secara sederhana homoseksual didefenisikan
sebagai “keadaan tertarik terhadap orang dari jenis kelamin yang sama atau
serupa”.20 Homoseksual adalah rasa ketertarikan romantis atau perilaku antara individu jenis kelamin atau gender yang sama sebagai orientasi
seksual.
Homoseksual dalam Islam dikenal dengan sebutan liwath, yang
diambil dari bahasa Arab yang berasal dari kata
ةطاولو طاول
-
طولي
-
طلا
kata-
طلا
طولي
berarti melekat, sedangkan kataةطاول
berarti melakukan liwath, danيطول
adalah pelaku liwath, jadi homoseksual yaitu seorang laki-laki yangmelakukan hubungan seksual dengan sesama laki-laki.21 Liwath secara etimologi berarti seseorang yang melakukan perbuatan sebagaimana yang
telah dilakukan oleh kaum nabi Luth, sedangkan secara terminologi adalah
19 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: CV Mas Agung, 1990), 41
20 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indoesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1987), 102
hubungan seksual yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki
kecenderungan seksual terhadap sesama jenis kelamin.22
Allah juga menyebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 80-81
tentang bagaimana perbuatan homoseksual yang dilakukan oleh kaum Nabi
Luth:
اًطْوُلَو
َلاَقْذِا
هِمْوَقِل
َنْوُ تَْتََا
َةَشِحاَفْلا
اَم
ْمُكَقَ بَس
اَِبِ
ْنِم
دَحَا
َنِ م
َْيِمَلٰعْلا
(
٨۰
)
ْمُكَّنِا
َنْوُ تْأَت َل
َلاَجِ رلا
ًةَوْهَش
ِنْوُدْنِ م
ْلَب ِءٓاَسِ نلا
ْمُت ْنَا
مْوَ ق
َنْوُ فِرْسُّم
(
٨١
)
Artinya: “Dan (kami juga telah mengutus) Luth, ketika ia berkata kepada kaumnya,
‘mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini)’.( al-Qur’an surat al-A’raf ayat 80)
Sungguh kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.”( al-Qur’an surat al-A’raf ayat 80-81)
Selain dari istilah liwath untuk sebutan dari homoseksual, ada
beberapa istilah lainnya yang juga digunakan untuk sebutan homoseksual
yang juga berasal dari bahasa Arab sebagai berikut:23
1. Al-Mitsliyyah al-Jinsiyyah yang didasarkan dari kata al-matsal yang
artinya homo, dan Jinsiyyah yang artinya seks. Maka arti dari
al-Mitsliyyah al-Jinsiyyah yaitu homoseksual. Istilah ini digunakan dalam buku-buku ilmiah dari bahasa Inggris.
2. Asy-syudzuz al-Jinsiyyah yang didasarkan dari kata as-syudzuz yang
berarti penyimpangan dan al-Jinsiyyah yang berarti seks. Maka as-syudzuz
22Ahsin W al-Hafidz, Kamus Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2013), 131
23 Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan Cinta Terlarang
al-Jinsiyyah dapat diartikan sebagai penyimpangan seksual. Istilah ini dipakai oleh orang-orang umum dalam mengartikan homoseksual.
Dari beberapa istilah homoseksual dalam Islam yang telah disebutkan
di atas, maka istilah yang lebih sesuai untuk dipakai dalam pembahasan
homoseksual dan hukumnya dalam Islam adalah istilah liwath. Sebagaimana
yang telah disebutkan di atas bahwa istilah liwath diambil dari perbuatan
tercela yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth sebelumnya.
Sedangkan dalam KUHP homoseksual termasuk ke dalam kejahatan
kesusilaan yang dijelaskan dalam buku II, kejahatan kesusilaan sendiri terdiri
dari dua suku kata yaitu kejahatan dan kesusilaan. Secara yuridis kejahatan
berarti suatu perbuatan yang melanggar hukum.24 Para ahli hukum berbeda dalam mengartikan kejahatan, namun pada hakikatnya mereka sama dalam
menyatakan bahwa kejahatan merupakan sebuah pelanggaran dan harus
diberikan hukuman kepada pelaku kejahatan.
Sedangkan kesusilaan menurut kamus besar bahasa Indonesia terdiri
dari kata susila yang artinya baik budi bahasanya, adat istiadat yang baik,
sopan santun, tertib dan beradab. Sedangkan kesusilaan artinya perihal susila
yang berkaitan dengan adab dan sopan santun.
Menurut Prof. Dr. Wirjono Setujujodikoro, kesusilaan (zedelijkheid)
adalah “mengenai adat kebiasaan yang lebih baik dalam berhubungan
antara berbagai anggota masyarakat, tetapi khusus yang sedikit banyak 24 Simandjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, (Bandung: Eresco, 1979), 70
mengenai kelamin (seks) seorang manusia”.25 Jadi dapat diartikan dengan bahasa yang lebih sederhana kejahatan kesusilaan adalah perbuatan yang
melanggar hukum yang berkenaan dengan adab dan sopan santun.
Adapun pengertian homoseksual adalah seseorang secara seksual
tertarik untuk mengadakan kontak seksual dengan orang lain yang berkelamin
sama dengan dirinya.26 Juga dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang kuat akan daya tarik seksual seseorang justru terhadap jenis kelamin
yang sama.
Homoseksual yang dilakukan oleh laki-laki disebut dengan istilah
gay, sedangkan yang dilakukan sesama perempuan disebut dengan istilah lesbian. Jika dilihat lebih luas maka homoseksual tidak hanya tentang kontak seksual melainkan juga termasuk individu yang kecenderungan psikologis,
emosional, dan sosialnya lebih kepada seseorang dengan jenis kelamin yang
sama.27 Orang yang menjadi pelaku dalam perbuatan homoseksual ini lebih rentan membawa perhatiannya kepada sesama jenisnya.
B. Macam-macam Homoseksual
Homoseksual dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi di antaranya
yaitu berdasarkan tingkat orientasi seksual, berdasarkan jenis dan berdasarkan
25 Wirjono Projodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Cet. III, (Bandung: Refika Aditama, 2003), 112
26 M. Dahlan, Kamus Induk., 291
27 Kendall, Abnormal Psychology Human Problems Understanding Second Edition, (Boston: Houghton Mifflin Company, 1998), 375
kedudukan hukuman dalam Islam. Adapun berdasarkan tingkat orientasi
seksual maka homoseksual dapat dibagi sebagai berikut:28
1. Homoseksual Eksklusif, yaitu keadaan dimana orientasi seksual
seseorang sepenuhnya menyukai sesama jenis.
2. Homoseksual Predominan, yaitu keadaan dimana seseorang memiliki
orientasi seksual heteroseksual dan homoseksual, namun orientasi
seksual tersebut tidak seimbang. Bisa jadi heteroseksual lebih dominan
atau homoseksual yang lebih dominan. Bisa juga homoseksual hanya
kadang-kadang atau heteroseksual hanya kadang-kadang.
3. Biseksual, yaitu keadaan dimana seseorang memiliki orientasi seksual
heteroseksual dan homoseksual yang seimbang.
Adapun apabila dilihat dari jenis perbuatan homoseksual tersebut
maka homoseksual dapat dibagi sebagai berikut:29
1. Batant Homoseksual, yang mana jenis seperti ini dapat dikatakan kaum
gay sejati, yaitu laki-laki memiliki personalia seperti perempuan atau feminim. Sedangkan bagi kaum lesbian memiliki personalia yang maskulin seperti laki-laki.
2. Desperate Homoseksual, yang mana umumnya kaum homoseksual ini
telah menikah namun tetap menjalani kehidupan homoseksualnya dengan
cara sembunyi-sembunyi dari istrinya.
28 Rama Azhari, Membongkar Rahasia., 25 29 Ibid., 13
3. Homoseksual Malu-malu, yang mana seorang laki-laki akan mendatangi
WC-WC umum atau tempat pemandian yang didorong oleh hasrat
homoseksual personal yang intim dengan orang lain untuk
mempraktekkan homoseksualnya.30
4. Secret Homoseksual, yaitu homoseksual yang mampu menyembunyikan
identitasnya, sehingga tidak banyak orang yang tahu kecuali beberapa
orang terdekatnya dan kekasihnya.
5. Situasion Homoseksual, yaitu sifat homoseksual seseorang yang terpaksa
oleh situasi. Ada situasi tertentu yang memaksa mereka untuk bersifat
homoseksual. Situasi yang dimaksud antara lain seperti di dalam penjara,
sekolah yang berasrama atau institusi sejenisnya yang mengelompokkan
sesama laki-laki dan sesama perempuan atau karena faktor keuangan.
Setelah mereka keluar dari situasi tersebut mereka akan kembali normal,
namun ada juga yang memilih untuk meneruskan pola homoseksual
tersebut.
6. Biseksuals, yaitu orang yang memilih untuk menjalani hidup dengan sifat
homoseksual dan heteroseksual sekaligus, sehingga mereka sama-sama
menikmati dua sifat tersebut.31
7. Adjusted Homoseksual, yang mana jenis homoseksual ini lebih suka
berterus terang hidup di antara sesama mereka, dengan mudah
menyesuaikan dirinya.
30 A. Supratiknya, Teori-Teori Pisikodinamik (Klinis), (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993), 95
Kemudian jika dilihat dari sudut pandang pidana Islam (jinayah),
maka berdasarkan hukuman yang diberikan kepada pelaku homoseksual
dibagi menjadi dua macam yaitu:32
1. Sodomi Muhsan, adalah sodomi yang dilakukan oleh laki-laki yang
sudah menikah. Hukum dari sodomi ini adalah dirajam sampai mati.
2. Sodomi Ghairu Muhsan, adalah sodomi yang dilakukan oleh laki-laki
yang belum menikah. Hukuman bagi sodomi ini adalah didera (dicambuk
100 kali).
C. Faktor Penyebab Timbulnya Homoseksual
Homoseksual sebenarnya bukanlah suatu penyakit, melainkan salah
satu penyimpangan seksual, sehingga tidak bisa dikatakan bahwa
homoseksual sebagai bentuk gangguan mental.33 Homoseksual sebagai bentuk penyimpangan seksual dapat dipengaruhi berbagai macam faktor.
Kartini mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi faktor
penyebab timbulnya homoseksual di antaranya sebagai berikut:34
1. Faktor internal berupa ketidak seimbangan hormon-hormon seks dalam
tubuh seseorang.
2. Pengaruh lingkungan yang tidak baik bagi perkembangan kematangan
seksual yang normal.
32 Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, Cet. I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 20 33 Supraptiknya, Teori-Teori Pisikodinamik., 94
34 Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1989), 247
3. Seseorang selalu mencari kepuasan relasi homoseksual karena pernah
menghayati pengalaman homoseksual yang menyenangkan pada saat
remaja.
4. Anak laki-laki yang pernah mengalami trauma dengan ibunya sehingga
menyebabkan kebencian ataupun antipati terhadap ibunya ataupun semua
wanita.
Kemudian jika dilihat secara biologis melalui kajian ilmiah, maka
dapat dilihat penyebab timbulnya perilaku homoseksual antara lain sebagai
berikut:35
1. Kromosom, yang mana jika orang normal bagi wanita akan memiliki
kromosom x yang didapat dari ibu, sedangkan kromosom x juga didapat
dari ayah. Kemudian bagi pria akan memiliki kromosom x yang didapat
dari ibu, sedangkan kromosom y akan didapat dari ayah. Kemudian akan
terjadi kelainan apabila seorang pria memiliki kromosom xxy yang
disebut dengan sindrom klinefelter. Penderitanya akan terlahir sebagai
seorang pria, namun memiliki kelainan pada kelaminnya.
2. Hormon yang tidak seimbang, yang mana seorang pria normal akan
memiliki hormon testosteron yang dominan dalam tubuhnya disamping
juga memiliki estrogen dan progesteron yang hanya sebahagian kecil.
Seorang pria akan mendekati karakteristik wanita apabila hormon dalam
tubuhnya lebih didominasi oleh estrogen dan progesteron.
3. Struktur otak, yang mana struktur seorang pria normal disebut dengan
straigh male, sedangkan untuk wanita normal disebut dengan straigh female. Homoseksual akan terjadi apabila struktur otak perempuan menyerupai straigh male, sehingga struktur tersebut dinamakan gay
female. Kemudian bagi pria struktur otaknya akan menyerupai straigh female, sehingga struktur tersebut dinamakan gay male.
4. Susunan saraf, yang mana susunan saraf juga dapat mempengaruhi
perilaku homoseksual. Hal ini dapat terjadi karena radang atau patah
tulang dasar pada tengkorak.
5. Faktor lainnya, yang mana disamping fakor biologis juga terdapat faktor
psikodinamika yaitu adanya gangguan dari kecil atau pada masa anak-anak. Kemudian juga berkemungkinan juga adanya faktor sosiokultural
yaitu kebiasaan memperlakukan hubungan homoseksual yang tidak
dibenarkan, dan kemudian juga ada faktor lingkungan.
D. Sanksi Hukum bagi Pelaku Homoseksual
Homoseksual dalam Islam termasuk dalam kejahatan yang tercela,
kejahatan (al-qabih) adalah suatu perbuatan yang di cela oleh syar’i (Allah).36 Suatu perbuatan yang tercela berarti perbuatan itu disebut dengan kejahatan
(jarimah) adalah tindakan melanggar peraturan merugikan orang lain yang
mengatur perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Rabb-Nya, dengan
dirinya dan dengan manusia yang lain.
36 Abduurahman al-Maliki, System Sanksi dalam Islam, Cet. I, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002), 1
Dalam Al-Qur’an dan Hadits telah dijelaskan bagaimana ancaman
dari perbuatan homoseksual yang di antaranya juga dapat dijadikan dasar
hukum untuk memberikan hukuman dunia bagi pelaku homoseksual. Allah
berfirman dalam Al-Qur’an Surat Hud ayat 82 sebagai berikut:
اَّمَلَ ف
َءٓاَج
َنُرْمَا
اَنْلَعَج
اَهَ يِلاَع
اَس
اَهَلِف
َنْرَطْمَاَو
ْ يَلَع
اَه
ًةَراَجِح
ْنِ م
لْيِ جِس
دْوُضْنَّم
Artinya: “Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkir-balikkan negeri
kaum Luth, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar."( al-Qur’an surat Hud ayat 82)
Allah juga berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Hijr ayat 74 sebagai
berikut:
اَنْلَعَجَف
اَهَ يِلاَع
اَهَلِفاَس
َنْرَطْمَاَو
ْمِهْيَلَع
ًةَراَجِح
ْنِ م
لْيِ جِس
Artinya: “Maka kami jungkir balikkan (negeri itu) dan Kami hujani mereka dengan
batu dari tanah yang keras.”( al-Qur’an surat al-Hijr ayat 74)
Ayat di atas menurut tafsir ibnu katsir yang dimaksud dengan “kami
hujani dengan batu dari tanah yang terbakar” yaitu batu dari tanah liat yang telah mengeras menjadi batu sehingga kuat, sedangkan sebagian ulama
mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah yang di bakar di langit yang
disediakan khusus untuk itu.
Merupakan azab yang Allah jatuhkan kepada kaum Sodom, yang
mana kaum tersebut mengerjakan suatu perbuatan yang belum pernah
dilakukan oleh orang atau kaum sebelum mereka yang melampiaskan hawa
Menjatuhkan hukuman terhadap para pelaku homoseksual ini
memerlukan bukti yang cukup jelas, baik berupa pengakuan dari pelakunya
maupun keterangan dari para saksi yang melihat perbuatan terebut. Dalam hal
ini, para ulama fiqh berbeda pendapat mengenai penentuan jumlah saksi dan
penetapan ukuran jarimah bagi pelaku homoseks. Malikiyah, Syafi’iyah dan
Hanabilah berpendapat bahwa saksi terhadap perbuatan homoseks sama
halnya dengan saksi zina, terdiri atas empat orang saksi dari laki-laki dewasa
yang adil, berakal dan tidak terdapat diantaranya perempuan.
Sedangkan Hanafiyah berpendapat bahwa saksi bagi pelaku
homoseksual tidak sama dengan saksi bagi pelaku zina, karena kemudharatan
yang ditimbulkan oleh perilaku homoseksual ini lebih ringan dari
kemudharatan yang ditimbulkan akibat zina dan jarimahnya lebih kecil
daripada jarimah zina, serta juga tidak menimbulkan percampuran nasab.37
Karena itu, untuk membuktikan homoseksual cukup hanya dengan
dua orang saksi saja dan tidak perlu mengaitkannya dengan zina, kecuali ada
dalilnya. Jika tidak diperoleh dari al-Qur’an dan Hadist, maka ditetapkanlah
hukum asal.38
Homoseksual merupakan perbuatan keji yang dapat merusak akal
fitrah dan akhlak manusia. Islam bersikap tegas terhadap perbuatan terlarang
ini, ketegasannya dapat dilihat dari nash serta hadist yang menjadi dasar
37 Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Muzahibul al-Arba’ah, (Bairut Lebanon: Ahya al-Tardisu al-Arabi, tth), 139
hukum bagi para ulama dalam menetapkan hukuman. Meskipun di antara
mereka masih terdapat perbedaan pendapat, namun mereka sepakat atas
keharaman perilaku homoseksual.
Perbedaan mereka juga terjadi pada masalah penentuan ukuran
hukuman yang dijatuhkan kepada pelakunya. Perbedaan ini disebabkan oleh
sumber hukum yang digunakan masing-masing para ulama, di samping
berbedanya cara menafsirkan ayat-ayat serta hadist yang menjadi dasar bagi
penetapan hukumnya.
Pendapat pertama, menurut Imam Syafi’i hukuman mati bagi pelaku homoseksual dengan cara dirajam, baik pelaku homoseksual sudah menikah
ataupun belum menikah. Bedasarkan hadist Rasulullah yang diriwayatkan
dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas, Nabi SAW bersabda:
ِهيَلع ﷲ یَّلص ﷲ ُلْوُسَر َّنَا هنع ﷲا َيِصَر ساَّبع ُنْبِا نع
ًطْوُل مْوَ ق ًلَمَع ُلَمْعَ ي ُهْوُُتُْدَجَو ْنَم :َلاَق َمَّلَسَو
سملخا هاور ,ِهِب لوُعْفَمْلاَو ُلِعاَفْل اْوُلُ تْ قاَف
ۃ
اسنلا لاا
ئ ي
Artinya: ”Dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas: Rasulullah SAW bersabda: “barang siapa yang mendapatkan orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth maka bunuhlah pelakunya dan yang diperlakukan.”(H.R
al-Khasamah kecuali An-Nasa’i)
Hadist tersebut dimuat pula dalam kitab Annail, yang dikeluarkan
oleh al-Hakim dan al-Baihaqi. Selanjutnya al-Hafizh mengatakan bahwa
perawi-perawi hadist ini dapat dipercaya, akan tetapi hadist ini masih
diperselisihkan kebenarannya.39
Kemudian Rasulullah juga menjelaskan dalam hadits lain yang
diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah sebagai berikut:
وُبَأَو ِحاَّبَّصلا ُنْب ُدَّمَُمُ اَنَ ثَّدَح
ْنَع و رْمَع ِبَِأ ِنْب وِرْمَع ْنَع دَّمَُمُ ُنْب ِريِزَعْلا ُدْبَع اَنَ ثَّدَح َلااَق د َّلََّخ ُنْب ِرْكَب
َمَع ُلَمْعَ ي ُهوُُتُْدَجَو ْنَم َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا َلوُسَر َّنَأ ساَّبَع ِنْبا ْنَع َةَمِرْكِع
ُ تْ قاَف طوُل ِمْوَ ق َل
اوُل
ِهِب َلوُعْفَمْلاَو َلِعاَفْلا
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami (Muhammad bin Shabah) dan (Abu Bakar bin Khalad), keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami (Abdul Aziz bin Muhammad) dari (Amru bin Abu Amru) dari (Ikrimah) dari (Ibnu Abbas), sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa dari kalian yang menemukan orang yang melakukan perbuatan kaum nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan obyek dari pelaku itu.” (HR. Ibnu Majah No. 2551).
Kemudian Rasulullah menjelaskan bagaimana hukuman bagi pelaku
homoseksual melalui hadits riwayat Ibnu Majah sebagai berikut:
اَنَ ثَّدَح
ُسُنوُي
ُنْب
ِدْبَع
ىَلْعَْلْا
ِنََبَْخَأ
ُدْبَع
َِّللَّا
ُنْب
عِفَن
ِنََبَْخَأ
ُمِصاَع
ُنْب
َرَمُع
ْنَع
لْيَهُس
ْنَع
ِهيِبَأ
ْنَع
َأ
ِبِ
َةَرْ يَرُه
ْنَع
ِ ِبَّنلا
ىَّلَص
َُّللَّا
ِهْيَلَع
َمَّلَسَو
ِف
يِذَّلا
ُلَمْعَ ي
َلَمَع
ِمْوَ ق
طوُل
َلاَق
اوُُجُْرا
ىَلْعَْلْا
َلَفْسَْلْاَو
اَُهُوُُجُْرا
اًعيَِجُ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami (Yunus bin Abdul 'A'la), telah
mengabarkan kepadaku (Abdullah bin Nafi), telah mengabarkan kepadaku (Ashim bin Umar) dari (Suhail) dari (Ayahnya) dari (Abu Hurairah), dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Kalian harus merajamnya, baik sosok yang posisinya di atas atau di bawah secara bersamaan." (HR. Ibnu Majah No. 2552)
Pendapat kedua, menurut Sa’id bin Musayyab, Atha bin Abi Rabah,
Hasan, Qatadah, Nakha’i, Tsauri, Auza’i, Abu Thalib, Imam Yahya, dan Imam As-Syafi’i dalam satu pendapat, menyatakan bahwa bagi pelaku
zina.40 Jadi, pelaku yang belum menikah dijatuhi had dera dan di buang. Adapun pelaku homoseks yang muhsan (sudah menikah) dijatuhi hukum
rajam. Pendapat ini berdasarkan dalil bahwa homoseksual adalah perbuatan
yang sejenis dengan zina, karena perbuatan itu memasukkan farji (penis) ke
farji (anus laki- laki), pelaku dan partnernya sama-sama masuk dibawah
keumuman dalil dalam masalah zina, baik muhsan maupun ghairu muhsan.41 Hujjah ini dikuatkan oleh Hadits Rasulullah SAW, yang menyatakan bahwa
jika seorang laki- laki mendatangi laki- laki, keduanya termasuk orang yang
berzina.
Pendapat ketiga, menyatakan bahwa pelaku homoseksual ini harus
diberi sanksi berupa ta’zir. Pendapat ini adalah menurut Abu Hanifah, dalam hal ini ia mengatakan sanksi bagi pelaku homoseksual di hukum ta’zir dan besar ringannya hukuman yang akan dijatuhkan diserahkan kepada
pengadilan (Hakim).42 Penetapan hukuman secara ta’zir terhadap pelaku homoseksual oleh Imam Abu Hanafiyah adalah atas dasar pemikirannya,
yang mengatakan bahwa homoseksual tidak membawa akibat yang lebih
mudharat apabila dibandingkan dengan perbuatan zina.
Hal ini dapat dilihat bahwa homoseksual tidak akan membuahkan
keturunan dan tidak pula merusak garis keturunan seseorang. Karena itu,
homoseksual tidak dapat dihubungkan dengan zina, tidak diperoleh dalil
al-40 Mustofa Hasan, Hukum Pidana Islam., 318-319 41 Ibid.
Qur’an dan Hadist mengenai ketetapan dalam hukuman homoseksual ini.43 Untuk itu mengenai permasalahan ini diserahkan kepada ketetapan hakim
secara ta’zir.
Berdasarkan pendapat-pendapat para ulama di atas, maka dapat
dipahami ada 3 pendapat para ulama dalam menentukan sanksi bagi pelaku
homoseksual, yaitu: 44
1. Dibunuh secara mutlak.
2. Di had sebagaimana had zina. Apabila pelakunya ghairu muhsan maka ia
harus di dera, namun apabila pelakunya muhshan ia harus dihukum rajam.
3. Dikenakan hukuman ta’zir.
43 Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘Ala., 139 44 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah., 432
33
BAB III
PEMBAHASAN
A. Bentuk Sanksi Homoseksual dalam KUHP
Kejahatan (crime) merupakan tingkah laku yang melanggar hukum dan
melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Dalam
konteks sosial kejahatan merupakan fenomena sosial yang terjadi pada setiap
tempat dan waktu.45 Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan bukan saja merupakan masalah bagi suatu masyarakat tertentu yang berskala lokal
maupun nasional, tapi juga menjadi masalah yang dihadapi oleh seluruh
masyarakat di dunia pada masa lalu, masa kini dan di masa yang akan datang.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kejahatan sebagai a universal phenomenon.
Ketika pertama kali dijelaskan dalam literatur medis, homoseksualitas
sering didekati melalui pandangan-pandangan yang berusaha untuk
menemukan psikopatologi sebagai akar penyebab terjadinya homoseksualitas.
Banyak literatur tentang kesehatan kejiwaan dan pasien homoseksual berpusat
kepada depresi, penyalahgunaan zat, dan bunuh diri.
Sebaliknya pengecualian sosial, diskriminasi hukum, internalisasi
stereotip negatif dan struktur dukungan yang terbatas menunjukkan
faktor-faktor yang dihadapi kaum homoseksual dalam masyarakat Barat yang
berpengaruh pada kesehatan mental mereka.46 Stigma prasangka dan
45 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan
Hukum Pidana, (Semarang: Ananta, 1994), 2
46 Sarlito wirawan sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PY. Raja Grafindo Persada, 2005), 62
deskriminasi yang berasal dari sikap negatif masyarakat terhadap
homoseksualitas mengarah pada prevalensi yang lebih tinggi dari gangguan
kesehatan kejiwaan di kalangan lesbian, gay, biseksual dan transgender
dibandingkan dengan rekan-rekan heteroseksual mereka.47 bukti menunjukkan bahwa liberalisasi sikap selama berapa dekade terakhir berkaitan dengan
penurunan resiko gangguan kesehatan kejiwaan di kalangan muda semakin
meningkat.48
Kebanyakan negara tidak menghalangi hubungan seks antara
orang-orang yang tidak berkerabat di atas usia yang disetujui (usia dewasa).
Beberapa wilayah hukum secara lebih lanjut mengakui persamaan dalam hak,
perlindungan dan keistimewaan bagi struktur keluarga pasangan sejenis juga
termasuk perkawinan. Sebagian negara memperbolehkan untuk melakukan
hubungan heteroseksual dan dalam beberapa yurisdiksi homoseksual dianggap
ilegal.
Di Indonesia larangan hubungan seksual sesama jenis kelamin
(homoseksual) hanya terhadap orang yang melakukannya dengan anak yang
belum dewasa. Jika homoseksual itu dilakukan oleh orang-orang yang dewasa
sama dewasa dan mereka sama-sama suka, maka hubungan seperti itu belum
terdapat larangannya.49 Namun, menurut hukum pidana Islam khususnya perbuatan tersebut merupakan pidana yang dapat dikenakan hukuman jika
terbukti.
47 Ibid. 48 Ibid., 63
49 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Edisis ke-II, (Jakarta: Pt. Bumi Aksara, 2002), 127-128
Dalam title Buku I KUHP yang berjudul “hukuman” tergambar sistem
hukuman yang dipakai di Indonesia disebutkan dalam Pasal 10 ada empat
macam hukuman pokok, yaitu: 50 1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda
Dan tiga macam hukuman tambahan, yaitu:51 1. Pencabutan beberapa hak tertentu
2. Perampasan barang tertentu
3. Pengumuman keputusan hakim
Sifat kesederhanaan ini terletak pada gagasan bahwa beratnya
hukuman pada prinsipnya terletak pada sifat berat ringannya tindak pidana
yang dilakukan, sedangkan sanksi bagi pelaku homoseksual di dalam KUHP
terdapat dalam Buku II pada pasal 292. Pasal ini membatasi adanya tindak
pidana antara orang yang sudah dewasa melakukan perbuatan cabul dengan
seseorang yang ia tahu atau pantas harus diduga bahwa orang itu belum
dewasa, tindak pidana ini diancam dengan maksimum hukuman penjara lima
tahun.52
Perbuatan cabul yang dimaksud dalam Pasal 292 ini adalah segala
perbuatan baik yang dilakukan diri sendiri maupun dilakukan pada orang lain
50 Wirjono Projodikoro, Asas-Asas Hukum di Indonesia, (Bandung: Eresco, 1989), 162 51 Ibid.
52 Wirjono Projodikoro, Tindak-Tindak Pidana tertentu di Indonesia, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2003), 120
yang berhubungan dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat
merangsang nafsu seksual.53 Yang dilarang dalam Pasal ini bukan saja memaksa orang untuk melakukan perbuatan cabul, tetapi juga memaksa orang
untuk membiarkan pada dirinya perbuatan cabul.
Adapun mengenai tujuan pemidanaan dalam hukum pidana Indonesia,
adalah sebagai berikut: 54 a. Pembalasan (revenge),
Teori ini pidana dijatuhkan karena orang telah melakukan kejahatan
sebagai akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang
yang melakukan kejahatan. Mengenai teori pembalasan ini menyatakan:
“bahwa pidana tidaklah bertujuan untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkan pidana. Pidana yang secara mutlak ada, karena dilakukan suatu kejahatan. Tidaklah perlu difikirkan manfaat penjatuhan pidana”.55
Teori pembalasan ini terbagi atas pembalasan subjektif dan
pembalasan objektif. Pembalasan subjektif ialah pembalasan terhadap
kesalahan pelaku. Pembalasan objektif ialah pembalasan terhadap apa yang
telah diciptakan pelaku di dunia luar.
53 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta
Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal (Bogor: Politeia, 1995), 212
54 Andi Hamzah, Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: Pradya Paramita, 1993), 26
b. Penghapusan dosa (expiation)
Dalam sejarah peradaban manusia dari perkembangan masa ke masa
penghapusan dosa merupakan suatu tujuan pemidanaan yang salah satu
tonggak terpenting dengan dikenalnya agama oleh suku-suku bangsa yang
ada di dunia. Tujuan dari pemidanaan ini dalam rangka penghapusan dosa
berpangkal pada pemikiran-pemikiran yang bersifat keagamaan (religius).
c. Menjerakan (deterrent)
Teori ini memandang bahwa penjeraan yang ditujukan terhadap
pelanggar hukum diwujudkan dalam bentuk pemidanaan. Alasan yang
membenarkan pemidanaan menurut teori ini dilandasi oleh konsep pemikiran
yang menyatakan bahwa ancaman pidana yang dibuat oleh pemerintah akan
mencegah atau membatasi terjadinya kejahatan.
d. Perlindungan terhadap umum (protection of the public)
Teori ini utamanya merupakan pendapat para penganut mashab
antropologi kriminal (criminel anthropologische school), yang menyatakan
bahwa kejahatan merupakan suatu produk dari sifat alamiah seorang pelaku
dan dari keadaan-keadaan di dalam masyarakat. Oleh karena itu, untuk
melindungi masyarakat maka penjahat harus disosialisasikan dari masyarakat
yang taat kepada hukum, sehingga kejahatan dalam masyarakat akan
e. Memperbaiki si penjahat (rehabilitation of the criminal).
Tujuan pemidanaan menurut teori ini dapat dikatakan paling modern
dan populer pada masa sekarang, sebab ia tidak hanya bermaksud
memperbaiki kondisi, tetapi juga mencari alternatif lain yang bukan bersifat
pidana dalam membina pelanggar hukum. Pidana diusahakan agar dapat
mengubah pandangan dan sikap penjahat, sehingga tidak lagi melakukan
kejahatan di masa yang akan datang.
Sedangkan tujuan pemidanaan menurut hukum pidana Islam, adalah:56 a. Menjaga agama
b. Terjaminnya perlindungan hak hidup
c. Menjaga keturunan
d. Menjaga akal
e. Menjaga harta
f. Keadilan.
Islam meyakini bahwa segala perintah dan larangan Allah tidak lain
bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan hidup manusia di dunia dan
akhirat, termasuk tujuan pelarangan praktik homoseksual yang dimaksudkan
untuk memanusiakan manusia dan menghormati hak-hak mereka.
Sedangkan pasal 292 KUHP belum sepenuhnya jelas mengatur
tentang tindak pidana homoseksual, bunyi pasal tersebut ialah:57 “Orang
56 Akhmad Azhar Abu Miqad, Pendidikan Seks bagi Remaja, (Yogyakarta:Mitra Pustaka, 2000), 27