• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN

DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN

Dani Alex Wijaya, Umar Ma’ruf** *

Mahasiswa Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSULA Semarang, e-mail: braham_alexjr@yahoo.com

**

Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Semarang

ABSTRACT

In tackling the Criminal Act of Buyers of Crime Products Judging From Article 480 of the Criminal Code on torture. The problems in this thorough are: Criminal liability to the buyer of the proceeds of crime in terms of article 480 of the Criminal Code concerning the ruling (analysis of the legal consequences of Court Decision Number 377 / Pid B / 2015 / PN Smg). Knowing the legal consequences of Court Decision Number 377 / Pid. B / 2015 / PN. SMG and the basis of legal considerations by the judge in dropping the verdict against the buyer of the proceeds of the crime of torture. Researchers take the example of cases About Penadahan "Based on the decision of the District Court of Semarang Number: 378 / Pid.B / 2015 / PN Smg. With the defendant named JODIK SEPTIAWAN bin SLAMET PARYONO who has committed a criminal act of "torture". The results of the study conclude that: Article 480 of the Criminal Code regulates the act of tadah or penadahan, "The verification by the judge is done by listening to the statement of the defendant, the testimony of the witness and comparing it with the evidence of the proceeds of crime presented in the court. If deemed necessary then the judge can hear testimony from expert witnesses to increase his confidence in deciding cases.

Keywords : Criminal Penalty Accountability, Article 480 of the Criminal Code

1. Pendahuluan

a. Latar Belakang Masalah

Beberapa unsur kesalahan seperti membuktikan barang yang dibeli oleh seseorang adalah barang hasil dari kejahatan, harga tak sesuai dengan harga normal pasaran atau barang yang dibelinya dengan harga yang jauh dibawah harga pasaran baik barang baru maupun barang dan lain sebagainya, maka seseorang dapat dilakukan penyidikan atas perkara penadahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tidak semua orang yang menguasai sesuatu hasil kejahatan dengan jalan membeli dapat

(2)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 71 - 82

dipidanakan dengan pasal 480 KUHP, karena ketidaktahuan dan ketidak mengertian dari seseorang sehingga dengan tidak sengaja menguasai barang hasil kejahatan. Bahkan karena profesi seseorang telah membeli barang hasil kejahatan, dengan harga normal sesuai dengan harga pasaran, sehingga unsur kesengajaan untuk mendapatkan keuntungan dapat diabaikan. Hal seperti ini tidak dapat dibuktikan bahwa yang bersangkutan bersekongkol atau telah melakukan perbuatan tadah.

Tindak pidana penadahan ini terjadi karena adanya dorongan hasrat pelaku untuk memperoleh keuntungan dari hasil kejahatan karena barang yang diperoleh dari kejahatan harganya jauh dibawah standar pasaran.

Tindak pidana penadahan juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), terdapat dalam Pasal 480 KUHP yaitu :

“Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus juta rupiah :

1. “Barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya. Harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan”.

2. “Barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya diduga bahwa diperoleh dari kejahatan”.

Kejahatan merupakan fenomena kehidupan masyarakat, karena kejahatan juga masalah manusia yang berupa kenyataan sosial. Penyebabnya kurang kita pahami, karena dapat terjadi dimana dan kapan saja dalam pergaulan hidup. Sedangkan naik turunnya angka kejahatan tersebut tergantung pada keadaan masyarakat, keadaan politik ekonomi, budaya dan sebagainya.

Tindak pidana penadahan ini adalah tindak pidana yang telah terorganisir dengan pelaku tindak pidana lainnya seperti pencurian, penggelapan, perampokan dan lain sebagainya yang menghasilkan barang hasil kejahatan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menganalisis lebih jauh dan memberi judul tesis ini “Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pembeli Barang Hasil Kejahatan Ditinjau Dari Pasal 480 KUHP Tentang Penadahan” berdasarkan

(3)

putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor : 378/Pid.B/2015/PN Smg. dengan terdakwa bernama JODIK SEPTIAWAN bin SLAMET PARYONO yang telah melakukan tindak pidana “penadahan”.

b. Perumusan Masalah

Berdasar latar belakang yang telah penulis ungkap di atas, penulis mengajukan beberapa permasalahan yang akan penulis bahas dalam tulisan ini yakni:

1. Mengapa membeli barang dari hasil kejahatan masuk kategori penadahan ?

2. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pembeli barang hasil kejahatan ditinjau dari pasal 480 KUHP tentang penadahan (analisa akibat hukum dari Keputusan Pengadilan Nomor 377/Pid. B/2015/PN. Smg) ?

3. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pembeli barang hasil kejahatan penadahan ?

2. Pembahasan

a. Alasan Mengapa Membeli Barang Hasil Dari Kejahatan Masuk Kategori Penadahan Tindak pidana penadahan dalam bentuk pokok oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 480 KUHP. Ketentuan pasal 480 KUHPidana tersebut di atas mengatur 2 (dua) perbuatan yakni perbuatan bersekongkol dan perbuatan mengambil keuntungan dari barang yang diperoleh karena kejahatan. Jika si pembeli memang mengetahui bahwa barang tersebut berasal dari kejahatan maka ia pasti dijerat oleh penyidik dengan pasal 480 ayat (1) KUHPidana yakni sebagai sekongkol atau yang biasa disebut dengan “penadah”. Jika si pembeli tidak tahu asal perolehan barang tetapi si pembeli dari awal sudah curiga namun tetap membeli barang tersebut maka si pembeli dapat dijerat dengan Pasal 480 ayat (2) KUHPidana.

Mengkaji dan mencermati tentang ketentuan Pasal di atas khususnya tentang “mengetahui atau patut dapat menyangka” bahwa barang tersebut berasal dari suatu kejahatan apa bukan, rasanya sangat sulit. Umumnya penyidik enggan membuktikan apakah benar si pembeli ini tidak tahu atau tidak curiga terhadap asal usul barang yang dibelinya. Penyidik biasanya hanya berpatokan pada keterangan si penjual, dimana ia menjual dan siapa pembelinya. Kecurigaan atau dugaan awal penyidik untuk menjerat pembeli sebagai penadah

(4)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 71 - 82

hasil kejahatan biasanya terkonsentrasi pada keadaan atau cara dibelinya barang tersebut, misalnya dibeli dengan dibawah harga pasaran, dibeli dengan cara sembunyi-sembunyi atau sebagainya. Kecurigaan penyidik yang demikian tentunya akan merugikan si pembeli yang beritikad baik yang secara hukumnya sudah seharusnya dilindungi pula oleh si penyidik tersebut. Tindak pidana penadahan diatur dalam Pasal 480 ayat (1) KUHP dirumuskan sebagai berikut :

(a) Karena bersalah telah melakukan penadahan, yakni barang-barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau dengan harapan akan memperoleh keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan suatu benda yang ia ketahui atau secara patut harus dapat ia duga bahwa benda tersebut telah diperoleh karena kejahatan.

(b) Barangsiapa mengambil keuntungan dari hasil suatu benda yang ia ketahui atau secara patut harus dapat ia duga bahwa benda tersebut telah diperoleh karena kejahatan dan dipidana dengan pidana selama-lamnya empat tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah.

Sedangkan untuk tindak pidana yang disebabkan karena kebiasaan ataupun yang didalam doktrin sering disebut sebagai gewoonteheling oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 480 KUHP, maka pertanggungjawaban pidananya yaitu :

(1) Barang siapa membuat sebagai kebiasaan pekerjaan dengan sengaja membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan benda-benda yang diperoleh karena kejahatan, pidana dengan penjara selama-lamanya tujuh (7) tahun.

(2) Orang yang bersalah dapat dicabut hak-haknya seperti yang diatur dalam Pasal 35 No. 1-4 dan dapat dicabut pula haknya untuk melakukan pekerjaan, dalam pekerjaannya kejahatan itu telah dilakukan.

Adapun tindak pidana ringan oleh pembentuk Undang-undang telah diatur dalam Pasal 482 KUHP yang rumusan dalam bahasa Indonesia yangmenegaskan sebagai berikut:

“Perbuatan – perbuatan yang disebutkan dalam Pasal 480 itu dipidana sebagai penadahan ringan dengan pidana penjara selamlamanya tiga bulan atau dengan pidana denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah, jika kejahatan karena kejahatan tersebut benda itu diperoleh

(5)

merupakan salah satu kejahatan dari kejahatankejahatan yang diatur dalam Pasal 362, 372 dan Pasal 379.”

b. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pembeli Barang Hasil Kejahatan Ditinjau Dari Pasal 480 KUHP tentang Penadahan (Analisa Akibat Hukum dari Putusan Pengadilan Nomor 377/Pid. B/2015/PN. Smg).

Pengadilan Negeri Semarang, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa telah menjatuhkan putusan seperti tersebut dibawah ini dalam perkara terdakwa :

Nama Lengkap : JODIK SEPTIAWAN bin SLAMET PARYONO Tempat Lahir : Surakarta

Umur/Tgl lahir : 21 Tahun/25 September 1993 Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Tegal Arum rt.4 rw.31 Kel. Mojosongo Kec. Jebres Kota Surakarta

Agama : Islam

Pekerjaan : ---

Pendidikan : SMP

Terdakwa berada dalam tahanan sejak tanggal 23 Mei 2015 s/d sekarang ; Dengan status : Rumah Tahanan Negara (Rutan) di Semarang ;

PENGADILAN NEGERI TERSEBUT Telah membaca berkas perkara tersebut ;

Mengingat pada Pasal 480 ke-1 KUHP ;

Mengingat pula pasal-pasal dari peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan :

MENGADILI

1. Menyatakan terdakwa JODIK SETIAWAN bin SLAMET PARYONO secara sah dan meyakinkan bersalah melakukn tindak pidana “ Penadahan”.

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa JODIK SETIWAN bin SLAMET PARYONO, oleh sebab karena itu dengn pidana penjara selama 4 (empat) bulan.

(6)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 71 - 82

3. Menetapkan penahanan yang telah dijlani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

4. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. 5. Menetpkan barang bukti berupa :

- 1 (satu) buah Handphone Blackberry Type Z 10 warna hitam nomor PIN 24DFD9E3 nomor IMEI 3546970523603601.

- 1 (satu) buah Handphone Blackberry Type Dakota 9900 warna putih nomor PIN 28176FC nomor IMEI 354279058012271 ; Dipergunakan dalam perkara lain.

6. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.2500- (dua ribu lim ratus).

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang, pada hari Kamis, tanggal 10 September 2015, oleh kami : BAMBANG SETIYANTO, SH sebagai Ketua Majelis, ENI INDRIYARTINI, SH. MH dan SARTONO, SH. MH masing-masing sebagai Hakim Anggota, Putusan tersebut diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal 17 September 2015 oleh Hakim Ketua Majelis dengan didampingi oleh Hakim-hakim Anggota tersebut, dan dibantu LADJU KUSMAWARDI, SH sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri Yosi Budi Santoso, SH Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Semarang dan Terdakwa.

c. Dasar Pertimbangan Hukum Oleh Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap

Pembeli Barang Hasil Kejahatan Penadahan.

Hakim adalah organ pengadilan yang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya negara hukum.1 Kedudukan para hakim yang dimaksud di atas telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, begitu pula rincian wewenang dan tugasnya dalam KUHP, khusus mengenai bidang acara pidana.2

1 Bambang Poernomo, S.H, 1988, Orientasi Hukum Acara Pidana Indonesia, Yogyakarta: Amartha Buku, h. 30. 2

(7)

Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara pidana, mempunyai tugas untuk tidak boleh menolak mengadili sesuatu perkara dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, karena ia wajib menggali hukum yang tertulis dan memutuskan berdasarkan hukum, sebagai orang yang bijak dan bertanggung jawab penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Kewajiban hakim yang aktif demikian itu berkaitan dengan kewajiban hakim sebagai penegak hukum dan penegak keadilan, wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

Tugas hakim di bidang pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan diperuntukkan bagi kepastian tentang dilaksanakannya hasil akhir proses perkara, berupa keputusan hakim, agar hukum memperoleh kewibawaan dihadapan masyarakat yang tata kehidupannya disusun berdasarkan hukum. Sedangkan tugas pengamatan dimaksudkan untuk memperoleh kepastian agar akibat dari putusan hakim dapat memperoleh efektifitas dari penjatuhan pidana yang diterapkan, dan mempunyai manfaat bagi setiap orang terpidana untuk menginsafi kembali ke jalan yang benar, serta manfaat bagi masyarakat untuk mendapatkan ketentraman serta keseimbangan hidup bermasyarakat, guna mempertahankan terselenggaranya tertib sosial.3

Setiap putusan pengadilan mulai dari Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingakat banding, dan Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat kasasi,4 tidak luput dengan pertimbangan hukum, karena menjadi syarat suatu putusan sebagaimana ketentuan undang-undang, tetapi juga untuk memberikan dasar kemantapan di dalam menjatuhkan putusan.

Pembuktian memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan pertanggung jawaban bagi seorang terdakwa, karena seorang terdakwa tidak dapat dihukum atas dakwaan yang dijatuhkan kepadanya tanpa didukung oleh bukti-bukti yang sah dan meyakinkan. Dalam Pasal 184 KUHAP telah diatur alat bukti yang sah, yang dapat digunakan dalam proses pembuktian di dalam persidangan, seperti keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa, selain alat bukti yang demikian, diperlukan juga keyakinan hakim yang harus diperoleh atau ditimbulkan dari alat-alat bukti yang sah.5

3 Ibid, Bambang Poernomo

4 Suryono, Sutarto, 2004, Hukum Acara Pidana, Jilid II, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, h.1 5 Djoko Prakoso, 1988, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian Di Dalam Proses Pidana,Liberty,

(8)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 71 - 82

Hal ini sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yang menyebutkan keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa harus berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah. Dalam Pasal 183 KUHAP dinyatakan :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Makna dari Pasal 183 KUHAP diatas menunjukan bahwa yang dianut dalam sistem pembuktian, ialah sistem pembuktian menurut Undang-Undang yang negatif (negative

wettelijk). Penyebutan kata-kata”Sekurang-kurangnya dua alat bukti” maka berarti bahwa

hakim pidana tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang hanya didasarkan atas satu alat bukti saja. Penyebutan dua alat bukti secara limitatip menunjukkan suatu minimum pembuktian yang ditetapkan oleh undang-undang, karena itu hakim tidak diperkenankan menyimpang dalam menjatuhkan putusannya, makna dari keyakinan hakim bukan diartikan perasaan hakim pribadi sebagai manusia, akan tetapi keyakinan hakim adalah keyakinan yang didasarkan atas bukti-bukti yang sah menurut undang-undang.6

1. Jenis Putusan Pengadilan

Ada dua jenis putusan dalam KUHAP yaitu putusan sela dan putusan akhir. Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan apabila suatu perkara diperiksa tapi belum memasuki materinya.Putusan jenis ini mengacu pada ketentuan Pasal 148 dan Pasal 156 ayat (1) KUHAP, yaitu dalam hal setelah pelimpahan perkara dan apabila terdakwa dan atau penasehat hukumnya mengajukan keberatan atau eksepsi terhadap surat dakwaan jaksa/penuntut umum.

Sedangkan putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan apabila pemeriksaan suatu perkara telah selesai sampai dengan materi perkaranya.Putusan akhir dalam praktik lazim disebut dengan istilah putusan atau eind vonnis dan merupakan jenis putusan bersifat materiil.Pada hakekatnya putusan ini dapat terjadi setelah majelis hakim memeriksa terdakwa yang hadir di persidangan sampai dengan pokok perkara selesai diperiksa (Pasal 182 ayat (3) dan (8), Pasal 197, dan Pasal 199 KUHAP).

6

(9)

2. Tinjauan Tentang Judex Facti

Pengertian Judex Facti menurut Pasal 1 butir 8 KUHAP yang dimaksud dengan Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Istilah Judex Facti berasal dari bahasa Latin yang mempunyai arti hakimhakim yang memeriksa fakta-fakta. Umumnya, Pengadilan Negeri yang berkedudukan di ibukota kabupaten atau kota adalah pengadilan pertama yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara, dan bertindak sebagai Judex Facti.

Pengadilan Tinggi adalah pengadilan banding terhadap perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri, dan memeriksa perkara secara de novo. Artinya, Pengadilan Tinggi memeriksa ulang bukti-bukti dan fakta yang ada.Dengan ini, Pengadilan Tinggi juga termasuk

Judex Facti. Majelis hakim di Pengadilan Negeri wajib menentukan fakta mana, antara yang

disampaikan oleh para pihak, yang dapat diterima, kemudian menentukan dan menerapkan ketentuan hukum terhadap fakta tersebut. Judex Facti mengacu pada peran hakim sebagai penentu

fakta yang benar 7.

Menurut Pendapat LM. Suwarsono, SH dengan jabatan AIPTU menanggapi kasus penadahan yang dilakukan oleh tersangka JODIK SETPTIAWAN bin SLAMET PARYONO itu merupakan pelanggaran Pasal 480 KUHP yang mengatur tentang perbuatan tadah atau penadahan, “Tindak pidana penadahan disebut tindak pidana pemudahan, yakni karena perbuatan menadah telah mendorong orang lain untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang mungkin saja tidak mungkin ia lakukan, seandainya tidak ada orang yang bersedia menerima hasil kejahatannya.

Dalam kasus tersebut merupakan tindak pidana ringan oleh pembentuk Undang-undang telah diatur dalam Pasal 482 KUHP, yang penegasannya :

Perbuatan – perbuatan yang disebutkan dalam Pasal 480 itu dipidana sebagai penadahan ringan dengan pidana penjara selama-lamanya tiga bulan atau dengan pidana denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah, jika kejahatan karena kejahatan tersebut benda

7

(10)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 71 - 82

itu diperoleh merupakan salah satu kejahatan dari kejahatankejahatan yang diatur dalam Pasal 362, 372 dan Pasal 379.

Jika Hakim membutuhkan Keterangan saksi dengan barang bukti hasil kejahatan maka saksi perlu dihadirkan di dalam persidangan. Bila dirasa perlu maka hakim dapat mendengarkan keterangan dari saksi ahli untuk menambah keyakinannya dalam memutus perkara. Karena nantinya yang akan dapat memberikan petunjuk untuk menilai unsur subyektif dari tindak pidana penadahan.

3. Kesimpulan

1. Pasal 480 KUHP mengatur tentang perbuatan tadah atau penadahan, “Tindak pidana penadahan disebut tindak pidana pemudahan, yakni karena perbuatan menadah telah mendorong orang lain untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang mungkin saja tidak mungkin ia lakukan, seandainya tidak ada orang yang bersedia menerima hasil kejahatannya.8” Namun tidak semua orang yang membeli barang hasil kejahatan dapat dikatakan penadah. Haruslah dibuktikan terlebih dahulu apakah orang tersebut memenuhi unsur-unsur dasar untuk dapat dikatakan sebagai seorang penadah.

2. Tindak pidana penadahan digolongkan menjadi 3 yaitu pertama, dalam bentuk pokok oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 480 ayat (1) KUHP dirumuskan sebagai berikut :

(a) Karena bersalah telah melakukan penadahan, yakni barang-barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau dengan harapan akan memperoleh keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan suatu benda yang ia ketahui atau secara patut harus dapat ia duga bahwa benda tersebut telah diperoleh karena kejahatan. (b) Barangsiapa mengambil keuntungan dari hasil suatu benda yang ia ketahui atau secara patut harus dapat ia duga bahwa benda tersebut telah diperoleh karena kejahatan dan dipidana dengan pidana selama-lamnya empat tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah.

8 P.A.F. Lamintang, 1989, Delik - Delik Khusus Kejahatan - Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Cet. I, Sinar Baru,

(11)

Kedua, yaitu tindak pidana yang disebabkan karena kebiasaan ataupun yang didalam

doktrin sering disebut sebagai gewoonteheling oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 480 KUHP, maka pertanggungjawaban pidananya yaitu :

(1) Barang siapa membuat sebagai kebiasaan pekerjaan dengan sengaja membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan benda-benda yang diperoleh karena kejahatan, pidana dengan penjara selama-lamanya tujuh (7) tahun.

(2) Orang yang bersalah dapat dicabut hak-haknya seperti yang diatur dalam Pasal 35 No. 1-4 dan dapat dicabut pula haknya untuk melakukan pekerjaan, dalam pekerjaannya kejahatan itu telah dilakukan.

Ketiga, tindak pidana ringan oleh pembentuk Undang-undang telah diatur dalam Pasal 482

KUHP yang rumusan dalam bahasa Indonesia yang menegaskan sebagai berikut:

Perbuatan – perbuatan yang disebutkan dalam Pasal 480 itu dipidana sebagai penadahan ringan dengan pidana penjara selama-lamanya tiga bulan atau dengan pidana denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah, jika kejahatan karena kejahatan tersebut benda itu diperoleh merupakan salah satu kejahatan dari kejahatankejahatan yang diatur dalam Pasal 362, 372 dan Pasal 379.

3. Pembuktian oleh hakim dilakukan dengan mendengarkan keterangan terdakwa, keterangan saksi serta membandingkannya dengan barang bukti hasil kejahatan yang dihadirkan di dalam persidangan. Bila dirasa perlu maka hakim dapat mendengarkan keterangan dari saksi ahli untuk menambah keyakinannya dalam memutus perkara. hal-hal inilah yang nantinya yang akan dapat memberikan petunjuk untuk menilai unsur subyektif dari tindak pidana penadahan. Apabila pembuktian tersebut dirasa cukup memberikan hakim keyakinan untuk membuktikan bahwa pelaku memenuhi unsur-unsur tindak pidana penadahan, maka pelaku dapat diputus bersalah.

DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah,2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika. Jakarta

Bambang Poernomo, S.H, 1988, Orientasi Hukum Acara Pidana Indonesia, Amartha Buku. Yogyakarta

(12)

Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : 71 - 82

Djoko Prakoso, 1988, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian Di Dalam Proses Pidana,Liberty,Yogyakarta

Martiman Prodjohamidjojo, 1984, Komentar atas KUHP, Pradnya Paramita. Jakarta

P.A.F. Lamintang, 1989, Delik - Delik Khusus Kejahatan - Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Cet. I, Sinar Baru, Bandung

Suryono, Sutarto, 2004, Hukum Acara Pidana, Jilid II, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Adami Chawazi, 2004. Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayu Media. Malang Faisal, 2010. Menerobos Positivisme Hukum, Rangkang Education. Yogyakarta. Moeljatno, 1985. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta.

Roeslan Saleh, 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana. Aksara Baru, Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Internet

http://imanhsy.blogspot.co.id/2011/12/pengertian-pertanggungjawaban-pidana.html http://kbbi.web.id/tadah

Referensi

Dokumen terkait

ثحبلا ديدحت ثحبلا ديدبر ىلع ءانبك , نلاب ظ ك دوقنلا ك تقولا ثيح نم ثحابلا ىلع ةضكرفلدا دويقلا لذإ ر ملعلا , ـادختسا ىلع ثحبلا اذى ددحف ؿا ةغللا تادرفم

Berhasil Pengujian Tombol Route Pengguna berada pada halaman utama dan menekan salah satu marker yang terdapat pada peta Sistem menampilkan navigasi route dari

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah Swt, atas segala llimpahan berkah, rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Di dalam al-Risalah , Imam Syafi‘i ketika membincangkan perkara-perkara al-‘am di dalam al-Quran yang dikhususkan oleh al-sunnah antaranya ialah tentang halal haram

Kalau pendidikan merupakan sumber utama dalam pengembangan sumber daya mansuia maka tugas atau tanggung jawab seorang guru sangat berat, karna guru sangat berperan

Pada siklus pertama jumlah skor postes yang didapatkan pada aspek tersebut yaitu 88 dengan nilai rata-rata 3,1 sehingga persentase kenaikannya 24% sedangkan

(b) (i) Dua golongan yang mendapat rahmat Allah SWT: - Orang yang sentiasa melakukan amalan fardhu. yang telah diwajibkan

Hasil pengamatan isi lambung yang terdapat pada Gambar 1, Gam- bar 2, dan Gambar 3 meunjukkan bahwa ikan baung memiliki variasi makanan yang tidak cukup beragam