• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN AIR ASAM TAMBANG DI PIT 1 BANGKO BARAT, TANJUNG ENIM SUMATERA SELATAN (Tinjauan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGELOLAAN AIR ASAM TAMBANG DI PIT 1 BANGKO BARAT, TANJUNG ENIM SUMATERA SELATAN (Tinjauan)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGELOLAAN AIR ASAM TAMBANG DI PIT 1 BANGKO

BARAT, TANJUNG ENIM SUMATERA SELATAN

(Tinjauan)

Hidir Tresnadi hidir.tresnadi@bppt.go.id

PTSM-TPSA-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

ABSTRAK

Kegiatan penambangan akan berpengaruh terhadap lingkungan sekitarnya. Penambangan batubara di Bangko Barat Pit 1, Tanjung Enim, telah mengakibatkan terbentuknya air asam tambang sehingga terjadi penurunan pH air di sekitarnya. Oleh karena itu dilakukan pengamatan pH air pada active treatnment air asam tambang dan mine sump Pit 1 Bangko Barat dan stockpile batubara di Bangko Barat dan kolam atau genangan air hujan sebagai pembandingnya. Hasil pengamatan pH air di stockpile batubara (sekitar 5) mendekati pH di Kolam air hujan. Sedang pH air di kolam treatment, kolam pengendapan, mine sump Banko Barat lebih rendah daripada ketiganya, yaitu dari 2 hingga 3. Kandungan SO42- air telaga dan stockpile batubara lebih rendah dibandingkan dengan di kolam treatment pit 1 Banko barat. Rendahnya pH, antara 2 hingga 3 pada keluaran water treatment di menunjukkan bahwa fasilitas ini harus diperbaiki prosesnya, seperti peningkatan kuantitas dan kontinyuitas proses penambahan kapur sebagai material yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja proses water treatment yang ada.

Kata Kunci : Air Asam Tambang, pH, Stockpile, Passive Treatment, Active treatment.

1. Pendahuluan

Dalam penambangan batubara dan logam dilakukan pengelolaan kerusakan lingkungan yang terkendali. Untuk itu berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang dalam meminimalkan pembentukan air asam tambang. Pengelolaan kerusakan lingkungan ini dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada dan berlaku. Salah satu kerusakan yang timbul pada kegiatan penambangan batubara adalah penurunan pH air akibat adanya interaksi antara atmosfer, air dan batuan atau bahkan batubara itu sendiri yang dapat menimbulkan air asam tambang, karena umumnya batubara memiliki kisaran kelembaban antara 2 – 40 %, kandungan belerang 0, 2 – 8 % dan kandungan abu 5 – 40 %, yng dapat menimbulkan efek pada nilai batubara sebagai sumber energi yang dapat mengakibatkan polusi dalam penggunaannya.

Air asam tambang (AMD) merupakan masalah lingkungan di negara-negara yang memiliki sejarah industri pertambangan yang lama hingga sekarang. Pencegahan pembentukannya atau mitigasi AMD dari sumbernya biasanya lebih disukai, meski terkadang tidak cocok untuk dilakukan di semua tempat, karena harus mengumpulkan, mengolah dan menyalurkan air tersebut yang sudah memiliki pH normal ke lingkungan di sekitarnya. Berbagai macam cara dapat dilakukan untuk remediasi air asam tambang, baik melalui mekanisme kimia dan biologis untuk menetralisir AMD dan menghilangkan logam dari drainase air tambang. (D. Barrie Johnson, Kevin B. Hallberg, 2005).

(2)

2

Air asam tambang (AMD) yang terbentuk dari air yang melakukan infiltrasi pada batuan yang mengandung mineral sulfida, effluent dari pabrik pengolahan mineral dan rembesan dari bendungan tailing dapat menimbulkan terbentuknya air asam tambang, sehingga keasaman ini akan mengakibatkan tertransportasikannya logam dalam bentuk terlarutnya. Teknologi pengolahan air asam tambang konvensional mahal dalam pengoperasiannya. Sehingga salah satu metoda yang yang disukai adalah menggunakan passive treatment yang berbiaya rendah dalam menghasilkan air bebas polusi, dan mendorong tanggung jawab komunitas masyarakat mengolah air asam tambang melalui penggunaan sistim pengolahan air asam tambang dengan wetlands.

Wetlands ini berfungsi menyerap dan mengikat logam berat dan mengendapkannya secara

perlahan sebagai endapan sedimen untuk menjadi bagian dari siklus geologi. (A.S. Sheoran;V. Sheoran, 2006).

Teknologi Passive Treatment umumnya memiliki dampak terhadap lingkungan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Teknologi Active Treatment. Namun Pengoperasian tambang yang berskala besar jarang hanya mengandalkan passive treatment untuk mitigasi AMD, karena sistem treament yang effektif biasanya tergantung pada faktor-faktor pengalaman dalam trial

and error yang diperoleh dalam treatment AMD, ketersediaan lahan, topografi, Debit AMD,

karakteristik kimia dan suhu operasi treatment. (Tyler J. Hengen, Maria K. Squillace, Aisling D. O’Sullivan, James J. Stone; 2014)

Keasaman dalam AMD terdiri atas keasaman mineral (Fe, Al, Mn, dan logam lain yang tergantung pada mineral logam sulfida yang tersingkap ke atmosfir) dan keasaman ion hidrogen. Logam-logam lain dalam AMD bervariasi tetapi AMD dikarakterisasikan oleh pH yang rendah, sulfat dan Fe yang tinggi. Ketika air sungai yang tercemar memasuki danau atau badan air yang lebih besar maka akan terjadi dilusi, reaksi kimia dan biologi yang terjadi secara alami yang menyebabkan netralisasi sebagian keasaman dan pengendapan logam. Pada air yang tidak terkontaminasi maka sifat asam air berkaitan dengan pH rendah, misalnya jika terkontaminasi oleh hujan asam biasanya memiliki pH rendah yang berkisar dari 3,5 hingga 4,5. Tetapi memiliki sedikit keasaman mineral. Penirisan dari tambang logam biasanya mengandung sejumlah Zn, Cu, Ni, Pb, dll. Namun terkait dengan AMD dari tambang batubara maka di Amerika Timur biasanya pH, Fe, Al, dan Mn menjadi penyebab utama keasaman (Hedin dkk, 1994)

2. Metodologi Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengelolaan air asam tambang di Pit 1 Bangko Barat pada PT Bukit Asam, Tahapan yang dilakukan :

• Studi literatur daerah penelitian

• Survey lapangan untuk pengamatan dan pengambilan sample lapangan • Pengujian sampel di laboratorium

• Pengolahan dan analisis data hasil pengujian sample • Analisis dan Pembahasan

• Kesimpuan dan Saran. 3. Tinjauan Pustaka 3.1. Geologi Regional

Formasi batubara Muara Enim adalah Miocene Atas dan membentuk bagian dari cekungan Sumatera bagian selatan. Cekungan itu dibagi menjadi empat sub-bagian, yang diberi nama M1,

(3)

3

M2, M3, dan M4, dan dari sub bagian itu M2 dan M4 mengandung lapisan batubara yang paling ekonomis dan potensial Seluruh daerah itu dipengaruhi oleh lipatan orogenik dalam masa pliocene dan pleistocene, di samping intrusi oleh badan-badan magma seperti lakolit dan leher gunung berapi. Intrusi yang khas andesit atau dasit riolit telah mengakibatkan kenaikan setempat pada kualitas batubara.

• Unit M1 yang terdapat di bawah Formasi Muara Enim mengandung lapisan, yaitu Kladi dan Merapi.

• Unit M2 mengandung mayoritas dari sumberdaya batubara di Tanjung enim. Lapisan-lapisan itu diberi nama dengan urutan naik Lapisan-lapisan C atau Petai, Lapisan B atau Suban dan Lapisan A atau Mangus, yang sekarang ini ditambang di Air Laya, Banko Barat dan Muara Tiga Besar. Ketiganya dipengaruhi dengan cara yang berbeda-beda oleh tanah pemisah yang membagi lapisan-lapisan itu menjadi lapisan-lapisan batubara yang terpisah. Pada depositi Bukit Bunian, Lapisan A, B dan C masing-masing dikenal sebagai lapisan Bilau 1, 2 dan 3. • Lapisan C tebalnya bervariasi antara 5-9 meter, tetapi di bagian selatan Banko Barat dan

Banko Tengah, lapisan itu terdapat sebagai dua lapisan terpisah, C1 dan C2. Lapisan B pada umumnya merupakan lapisan batubara yang paling tebal di daerah itu, mencapai ketebalan lebih daripada 20 m di tempat-tempat tertentu. Di Banjarsari timur dan Banko barat dan Bank Tengah Tengah, pemisahan terjadi di dasar lapisan, yang mengakibatkan suatu lapisan B1 atas (10-15 meter) dan lapisan B2 bawah (2-5 m). Lapisan A biasanya terdiri atas dua lapisan. Lapisan atas (A1), mencapai ketebalan setempat 10 m, walaupun kualitasnya menurun pesat di bagian selatan dari lapangan batubara itu. Lapisan bawah (A2) bervariasi antara 8-12 m, tetapi dipengaruhi oleh lapisan pemisah di Banko Tengah.

Struktur regional dari lapangan batubara Tanjung Enim didominasi oleh serangkaian antiklin dan sinklin sub-paralel skala besar dengan arah umumnya Barat-Barat Laut – Timur Tenggara. Beberapa patahan besar dengan perpindahan lebih besar dripada 30 telah ditemukan di bagian selatan Banko Barat dana dalam deposit Banko Tengah. Patahan lebih kecil ditemukan di beberapa deposit.

3.2. Pembentukan Air Asam Tambang

Asal mula air penirisan tambang yang kaya logam, terutama disebabkan oleh percepatan oksidasi besi pyrite (FeS2) dan mineral sulfida lain yang tersingkap terhadap oksigen dan air, yang

diakibatkan oleh penambangan dan pengolahan bijih logam dan batubara (Johnson, 2003, dll), yang sebagian besar terdapat sebagai bijih sulfida, yang umumnya berasosiasi dengan pyrite, yang merupakan mineral sulfida yang paling banyak terdapat dibumi ini. Demikian juga halnya dengan endapan batubara, yang pada umumnya mengandung 1-20 % pyrite sulfida.

Persamaan 1 merupakan proses oksidasi pyrite.

4FeS2 + 15O2 + 14H2O + 4 Fe(OH)3 → 8SO42- + 16H+ ...Persamaan 1

Persamaan 1 yang merupakan porses oksidasi pyrite yang sering disalah tafsirkan karena :

• Oksidator utama dalam oksidasi pyrite adalah ferric iron, dan bukan molekul oksigen (Evangelou, 1995)

(4)

4

• Oksidasi pyrite nmerupakan proses tahapan bertingkat yang melibatkan reaksi yang tidak

membutuhkan oksigen (ferric iron yang melakukan dekomposisi mineral) dan reaksi yang membutuhkan oksigen (reoksidasi ferrous iron menjadi ferric dan oksidasi senyawa sulfur tereduksi yang dihasilkan akan menjadi intermediate yang kemudian akan menjadi sulfat. Pembentukan ferric iron (yang tereduksi menjadi ferrous pada reaski dengan pyrite) adalah kunci reaksi yang mendorong oksidasi lanjutan mineral. Pada pH di atas 4, baik secara kimiawi maupun bologi (oleh bakteri yang mengoksidasi besi seperti Galiionella ferruginea), ketika di bawah pH 4, oksidasi besi abiotik dapat diabaikan (Stumm and Morgan, 1981), dan aktivitas sedang dan ekstrim dari bakteri pengoksidasi besi acidophilic mempunyai peranan besar dalam pembentukan AMD (Johnson and Hallberg, 2003).

Faktor-faktor utama yang menetukan kecepatan pembentukan asam (Ata Akcil, Soner Koldas, 2006) adalah :

• pH;

• Temperatur

• Kandungan oksigen alam fasa gas, ketika kejenuhan < 100 % • Konsentrasi Oksigen pada fasa air

• Derajat kejenuhan air • Keaktifan kimia Fe3+

• Luas permukaan logam sulfida yang tersingkap

• Energi aktivasi kimia yang diperlukan dalam pembentukan asam • Aktifitas bakteri.

3.3. Kontrol dalam migrasi AMD

Air menjadi media dasar transportasi kontaminan dan berbagai konsekuensinya. Berbagai tindakan untuk mengontrol migrasi AMD dikaitkan dengan pengontrolan aliran air. Air yang memasuki lokasi pembentukan keasaman mungkin dapat dikontrol (Ata Akcil, Soner Koldas, 2006) dengan cara :

• Mengubah aliran air permukaan yang menuju ke lokasi yang mengalami polusi • Mencegah infiltrasi air tanah yang menuju ke lokasi poluisi

• Mencegah air dari siklus hidrologi merembes ke adaerah yang terkena polusi • Mengontrol penempatan limbah pembentuk AMD

Metoda Konvensional untuk melakukan pengolahan AMD adalah dengan penambahan materi yang berfungsi sebagai sumber alkalinitas untuk menaikkan pH di atas ambang yang dipersyaratkan oleh bakteri yang melakukan oksidasi besi, dengan demikian akan mengurangi kecepatan pembentukan asam. Keuntungan dari tindakan ini adalah :

• Menghilangkan keasaman dengan penambahan alkalinitas • Menaikkan pH

• Menghilangkan logam berat

• Ferrous iron teroksidasi lebih cepat menjadi ferric iron pada pH yang lebih rendah

• Sulfat dapat dihilangkan dengan terjadinya kelarutan kalsium sulfat jika terdapat kalsium yang cukup

(5)

5

Metoda paling sederhana dalam netraliasasi mencakup pelapisan dasar sungai dengan batu gamping, dengan demikian air yang diolah mengalir di atasnya. Namun strategi ini tidak effektif karena batu gamping dengan cepat diselimuti oleh lapisan besi, kalsium sulfat dan pertumbuhan biologi, yang akan menghambat terjadinya interaksi dengan air dari tambang. Hancuran batu gamping juga dapat ditambahkan ke air. Pengolahan AMD dengan bubuk kapur dan batu gamping mungkin dapat memberikan hasil yang diinginkan.

Setengah abad sejak peranan mikrobiologi dalam AMD diidentifikasikan, belum ditemukan cara untuk membalik proses yang terjadi yang berkelanjutan. Pengapuran konvensional untuk mencapai netralisasi melalui pengurangan pH dan konsumsi sulfur melalui persamaan stoikiometri, mengakibatkan terbentuknya limbah sekunder yang tidak stabil. Alternatif penggunaan passsive treatment yang terintegrasi dengan proses kimia, biologi dan mikrobiologi terhambat oleh permasalahan hidraulik, terutama penyumbatan akibat pengendapan logam yang bersama-sama dengan interferensi aktifitas biologi dan mikrobiologi.(Margarete Kalin, Andrew Fyson, William N. Wheeler, 2006)

4. Pengolahan dan Analisis data Lapangan

Dalam melakukan pemantauan karakeristik kualitas air lingkungan penambangan batubara, maka pedoman yang diacu adalah Kep Men Neg Lingk Hidup No 113 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan Pertambangan Batubara (Tabel 1). Pengumpulan data pengelolaan dan pemantauan lingkungan dilakukan dengan cara melakukan pengambilan data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan berupa data hasil pengukuran yang dilakukan di kolam drainase Stockpile Batubara Banko Barat, Mine sump Banko Barat Pit 1, kolam pengendapan lumpur pit 1 Banko Barat, telaga air dekat kolam pengolahan passive treatment pit 1 Banko Barat, kolam air hujan di samping kolam passive

treatment pit 1 Banko Barat. Pengambilan contoh air untuk pemantauan dilakukan di berbagai

tempat sebagai berikut :

1. Stockpile Batubara Banko Barat 2. Kolam Pengendapan Pit 1 Banko Barat

3. Kolam Air Hujan dekat Passive Treatment Pit 1 Banko Barat 4. Kolam Passive Treatment Pit 1 Banko Barat

5. Telaga dekat kolam Passive Treatment Pit 1 Banko Barat 6. Mine Sump Pit 1 Banko Barat

Pengambilan tempat conto air dilakukan di : • lokasi mine sump tambang

• kolam pengendapan yang menampung air yang dialirkan dari mine sump, yaitu pit 1 Banko barat

• kolam water teratment yang terdapat di Pit 1 Bangko barat

• kolam air hujan sebagai standar, karena diasumsikan belum mengalami rembesan dari lindian batuan sekitar tambang, sehingga mewakili air yang belum tercemar.

Data sekunder yang diambil berupa data-data yang telah dikumpulkan oleh PT Tambang Batubara Bukit Asam dari Tahun 2003 hingga 2004.

(6)

6

5. Analisis dan Pembahasan

Kegiatan pemantauan dan karakterisasi kualitas air yang dilakukan di lokasi pit 1 tambang Banko Barat bertujuan untuk mengetahui karakteristik air yang berasal dari tambang tersebut, hingga kemudian melalui passive treatment. Sehingga dapat diketahui apakah water treatment disini dapat menjalankan fungsinya dengan baik atau tidak. Pemantauan atau pengawasan disini mencoba untuk melakukan evaluasi karakteristik air asam tambang yang terdapat di pit 1 tambang Banko Barat, mengetahui apakah metoda dan dimensi ukuran passive treatment yang dilakukan di sana telah dapat berfungsi dengan baik, yang sesuai dengan kuantitas dan kualitas air yang dipompa keluar dari tambang. Hasil analisis menunjukkan bahwa dimensi dan serta desain water treatment di Pit 1 Banko Barat belum dapat berfungsi dengan baik, sehingga perlu dilakukan desain ulang. Karena pH pada fasilitas ini masih berkisar 3.

Karakteristik contoh air dari stockpile batubara memperlihatkan bahwa kandungan Fe yang rendah, SO4

terlarut yang rendah dan pH yang cukup tinggi mendekati 6. Kandungan SO4

2-contoh air dari stockpile batubara ternyata nilainya paling rendah bahkan lebih rendah dibandingkan dengan contoh dari telaga dan kolam Air hujan, Namun pH air dari stockpile batubara tetap lebih rendah dibandingkan dengan pH air hujan. Analisis juga menunjukkan bahwa pH air telaga yang berdampingan dengan timbunan lapisan antara batubara atau overburden, ternyata memiliki SO4

dan pH yang rendah. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap keasaman dari air telaga bukan hanya dari ion SO4

2-saja tetapi dari gugusan asam lainnya. Selain itu faktor keasaman dari gugusan asam SO4

dan gugusan asam lainnya yang merupakan lepasan dari lapisan antara batubara sangat besar pengaruhnya terhadap nilai pH air, bahkan lepasan dari sinilah yang menyebabkan nilai pH menjadi rendah.

Teknik monitoring, treatment dan prediksi air asam tambang dapat dimulai sejak tahap : • eksplorasi dan perencanaan tambang

• Operasional tambang, yang terbagi atas tahapan active treatment, passive treatment

• Pasca tambang, yang terbagi atas tahapan active treatment, passive treatment dan tak ada lagi water treatment

Teknik monitoring ini pada tahap ekplorasi dilakukan untuk mengetahui nilai latar dan ambang parameter di lapangan, yang akan dipergunakan sebagai masukan perbandingan untuk peraturan baku mutu yang berlaku. Sehingga dapat dilakukan upaya penanggulangan, pencegahan dan tindakan langsung terhadap peristiwa yang akan mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan,

Di Lokasi tambang batubara maka teknik monitoring dilakukan terhadap sumber pencemar dalam hal ini seam batubara dan lapisan antara batubara, dan media yang membawa pencemaran itu sendiri, yaitu air yang berasal dari mine sump, tumpukan batu limbah, stockpile batubara dll, yang memiliki kemungkinan menjadi pencemar, sebagai AMD, terhadap lingkungan sekitarnya. Untuk mengetahui hal ini maka perlu dilakukan pemetaan terhadap batuan yang dapat menjadi sumber terbentuknya AMD, dalam hal ini dapat berupa peta garis kesamaan ketebalan dan kedalaman seam batubara, lapisan antara batubara yang belum tersingkap di bawah permukaan bumi maupun yang tersingkap di front penambangan. Selain itu dilakukan pula pemetaan topografi terhadap timbunan waste rock dan batubara, sebagai masukan dalam analisis run off

(7)

7

permukaan yang terbentuk di timbunan-timbunan tersebut, sehingga arah dan karakteristik pembentukan AMD dapat monitor dan diprediksi.

Pengambilan data yang kontinyu dengan kerangka waktu dan lokasi yang tepat sesuai dengan kegiatan penambangan yang dilakukan sejak awal dari daerah tambang hingga transportasi ke penimbunan, baik yang berada di wilayah tambang, maupun pelabuhan ekspor harus menjadi sasaran inti dari kegiatan monitoring dan prediksi agar tidak terjadi dampak yang tidak diinginkan.

Analisis menunjukkan bahwa :

• Gambar 1 memperlihatkan bahwa nilai pH kolam air hujan baku mutu pH air yang ada yaitu 6. Sedang pH contoh air dari stockpile batubara sedikit berada di bawah baku mutu. Yang berarti bahwa pH pada kedua tempat tersebut memenuhi standar lingkungan, walau masih harus ada peningkatan hingga mencapai sekitar 7.

• Gambar 2 memperlihatkan bahwa kandungan Fe 2+

dari stockpile batubara dan kolam air hujan lebih rendah daripada contoh air dari lokasi lainnya.

• Gambar 3 memperlihatkan bahwa kandungan Mn dari contoh air Stockpile batubara dan Kolam Air Hujan lebih rendah daripada lokasi lainnya. Namun yang berada di atas baku mutu standar ternyata hanya conto air yang berasal pit 1 Banko barat.

• Kandungan Al3+

contoh air dari stockpile batubara sangat rendah bahkan pada beberapa pengukuran lebih rendah daripada kandungan Al dari contoh air yang berasal dari Kolam air hujan, hal ini menunjukkan bahwa lepasan Al3+ berasal dari lapisan antara batubara, yaitu lempung dan batupasir glauconitan, atau overburden. (Gambar 4)

• Gambar 5 memperlihatkan bahwa kandungan SO4 =

stockpile batubara, kolam air hujan dan telaga lebih rendah daripada lokasi lainnya.

• Perlu dilakukan pengukuran besarnya debit air yang dipompa dari mine sump di pit 1 Banko Barat, yang berguna untuk penentuan dimensi desain pasisve treatment dan kebutuhan ruang dan material yang diperlukan dalam pembuatan desain ulang passive treatment yang akan dilakukan.

Berdasarkan hasil pengukuran data dan pengujian laboratorium terhadap sampel air yang diambil dari lokasi mine sump, kolam pengendapan, kolam pasive treatment, kolam air hujan dan kolam

active treatment pada stockpile batubara menunjukkan bahwa pengolahan AMD pada active treatment dan passive treatment kurang berhasil sehingga perlu diperbaiki kinerjanya. Walau

pun penyebabnya adalah keterlambatan pasokan bahan baku yang diperlukan dalam proses

treatment AMD di lokasi ini. Proses treatment AMD di Bangko Barat Pit 1 sebaiknya

merupakan kombinasi antara Active Treatment dan Passive treatmet. Karena tambang-tambang di dunia pada umumnya melakukan passsve dan active treatment secara terpadu (Tyler J. Hengen, Maria K. Squillace, Aisling D. O’Sullivan, James J. Stone; 2014).

6. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil kajian dan analisis terhadap monotoring dan prediksi kualitas air di pit 1 Banko barat, maka dapat disimpulkan dan disarankan bahwa :

• pH air di stockpile batubara (sekitar 5) mendekati pH di Kolam air hujan. Sedang pH air di kolam passive treatment, kolam pengendapan, mine sump Banko Barat berkisar dari 2 hingga 3

(8)

8

• Kandungan SO4

air telaga dan stockpile batubara lebih rendah dibandingkan dengan di kolam passive treatment, kolam pengendapan, dan pit 1 Banko barat.

• Bahan baku air untuk passive treatment yang berasal dari mine sump pit 1 Banko Barat harus melalui pengendapan Fe dan Al dan penurunan oksigen terlarut terlebih dahulu agar pengolahan passive treatment berfungsi dengan baik

• Perlu dilakukan desain ulang atas sistim passive treatment di pit 1 Banko Barat dalam dimensi ukuran dan metoda yang dipakainya, serta penggunaan material yang diperlukan dalam pembangunannya.

• Perlu dilakukan pembuatan sistim penirisan di lokasi pembuangan lapisan antara batubara atau overburden di tambang Banko Barat untuk memantau kemungkinan terjadinya pencemaran air seperti penurunan pH atau lainnya yang dapat terjadi di daerah ini.

• Mitigasi AMD di lokasi tambang pit 1 Banko Barat tergantung pada proses pengolahan dn pengendalian bahan pencemar di lokasi treatment AMD, yaitu active treatment,

passive treatment, penanganan overburden dan lapisan antara batubara, serta

pengelolaan stockpile batubara. 7. Referensi

Ata Akcil, Soner Koldas; Acid Mine Drainage (AMD): causes, treatment and case studies; Journal of cleaner Production 14 , 1139-1145, 2006; http://www.elsevier.com/locate/jclepro

Coal Mining And Production, Pollution Prevention And Abatement Handbook WORLD BANK GROUP Effective July 1998

Damariscotta, Operation and Maintenance for Passive Treatment, Juni 2003

Evangelou VP. Pyrite Oxidation and its Control. New York7 CRC Press; 1995. 275 pp.

Johnson DB, Hallberg KB. The microbiology of acidic mine waters.Res Microbiol 003;154:466– 73.

Johnson, D. Barrie; Hallberg, Kevin B; Acid mine drainage remediation options: a review; Science of the Total Environment 338 3– 14, 2005, www.elsevier.com/locate/scitotenv Kalin, Margarete; Fyson, Andrew; Wheele, William N. r; The chemistry of conventional and

alternative treatment systems for the neutralization of acid mine drainage; Review; Science of the Total Environment 366 (2006) 395–408; www.elsevier.com/locate/scitotenv

Kalin, Margarete; Fyson, Andrew; Wheeler, William N. The chemistry of conventional and alternative treatment systems for the neutralization of acid mine drainage, Review; Science of the Total Environment 366 ,395–408, 2006, www.elsevier.com/locate/scitotenv PT Tambang Batubara Bukit Asam, Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Triwulan I tahun

2004, Laporan, Sumatera Selatan 2004

PT Tambang Batubara Bukit Asam, Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Triwulan II tahun 2004, Laporan, Sumatera Selatan 2004

PT Tambang Batubara Bukit Asam, Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Triwulan III tahun 2004, Laporan, Sumatera Selatan 2004

PT Tambang Batubara Bukit Asam, Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan tahun 2004, Laporan, Sumatera Selatan 2003

(9)

9

Sheoran, A.S.; Sheoran, V.; Heavy metal removal mechanism of acid mine drainage in wetlands:

A critical review; Minerals Engineering 19 (2006) 105–116; www.elsevier.com/locate/mineng

Stumm W, Morgan JJ. Aquatic Chemistry: An Introduction Emphasizing Chemical Equilibria in Natural Waters. New York7Wiley; 1981. 780 pp.

Technical Document Acid Mine Drainage Prediction; Epa 530-R-94-036; Ntis Pb94-201829; December 1994; U.S. Environmental Protection Agency; Office Of Solid Waste

US EPA, Acid Mine Drainage Prediction, Technical document, Dec 1994

Tabel 1 Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Penambangan Batu Bara

Parameter Satuan Kadar Maksimum

pH 6-9

Residu Tersuspensi mg/l 400

Besi (Fe) Total mg/l 7

Mangan (Mn) Total mg/l 4

Gambar 1 pH di Daerah Penelitian Gambar 2 Kandungan Fe2+ Daerah Penelitian

Gambar 3 Kandungan Mn Daerah Penelitian Gambar 4 Kandungan Al 3+

(10)

10

Gambar 5 Kandungan SO4 2= Daerah Penelitian Gambar 8

Strategi biologi dan abiotik untuk remediasi air asam tambang (D. Barrie Johnson; Kevin

B Hallberg, 2005)

Gambar 7

Berbagai Pendekatan yang harus dievaluasi untuk pencegahan dan meminimalkan pembentukan air asam tambang (D. Barrie Johnson; Kevin B Hallberg, 2005)

Gambar

Tabel 1 Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Penambangan Batu Bara  Parameter  Satuan  Kadar Maksimum

Referensi

Dokumen terkait

Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau

Disisi lain, hasil penelitian Samantha Imanuel Panjaitan tentang Peran Pemberdayaan Dinas Koperasi dan UMKM Dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

Pasir Pengaraian, 06 Oktober 2011 Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Rokan

Perhitungan karakteristik termofluida yang meliputi panas yang mengalir (Q) dan koefisien perpindahan panas (h) pada tiga (3) titik pengukuran arah aksial diperoleh

Pada Penelitian ini akan dilakukan beberapa tahap yaitu mengamati sistem kendali grate 1 dari grate cooler pabrikan IKN Plant 8, mengamati pengolahan sinyal kendali di grate 1

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2015 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit.. Departemen Kesehatan

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Tekanan darah penderita Hipertensi sebelum diberikan jus alpukat, sebagian besar yakni 54,3% dalam kategori sedang

Pengurangan bullwhip effect bisa dilakukan apabila penyebabnya dimengerti dengan baik oleh pihak-pihak pada supply chain.teknik atau pendekatan tenetunya harus