PERKEMBANGAN UKURAN BAGIAN-BAGIAN TUBUH
MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis)
YANG DIBERI PAKAN OBES
SKRIPSI H. ALFA CARAKA I
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
H. ALFA CARAKA I. D14103038. 2008. Perkembangan Ukuran Bagian-bagian Tubuh Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan Obes. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Dewi A. Astuti MS.
Obesitas adalah kelebihan bobot badan akibat dari terdeposisinya lemak secara berlebih di dalam tubuh. Seseorang dikatakan mengalami obesitas, jika memiliki bobot badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran bobot badannya yang normal. Obesitas dapat menimbulkan berbagai penyakit, antara lain diabetes melitus, hipertensi, dan jantung. Semua penyakit tersebut memiliki resiko kematian yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik perkembangan tubuh monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang mengalami proses kegemukan (obesitas). Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan (Februari 2008-Juni 2008) di PT IndoAnilab di Taman Kencana, Bogor. Hewan yang digunakan dalam penelitian ini monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebanyak 15 ekor monyet jantan dewasa. Monyet ekor panjang dipelihara dalam kandang individu sistem terbuka, sedemikian sehingga satu sama lain masih dapat saling melihat dan mendengar.
Selama penelitian monyet ekor panjang yang mendapat perlakuan diberikan pakan buatan yang telah diformulasi. Pakan A mengandung energi 4,48 Kal/kg yang berbahan dasar lemak sapi. Pakan B mengandung energi 4,20 Kal/kg yang berbahan dasar lemak sapi dan kuning telur, sedangkan pakan C sebagai perlakuan kontrol menggunakan pakan komersil monkey chow dengan energi 4,33 Kal/kg. Selain pakan di atas monyet ekor panjang juga mendapat pakan tambahan berupa buah pisang. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola tersarang dengan faktor perlakuan adalah pemberian pakan (pakan A, B, C) dan periode pengambilan data tersarang pada perlakuan. Analisis Komponen Utama (AKU) juga digunakan untuk melihat penciri ukuran dan bentuk, dan uji t-student digunakan sebagai uji lanjut.
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan pakan B yang mengandung energi 4,20 Kal/kg dengan bahan dasar lemak sapi dan kuning telur nyata lebih cepat dalam meningkatkan lingkar paha, lingkar pinggul, lingkar pinggang, lingkar dada, tebal telapak tangan, tebal telapak kaki, tebal lipatan kulit perut, tebal lipatan kulit lengan belakang, tebal lipatan kulit punggung, bobot badan, dan Body Mass Index. Obesitas ditandai oleh adanya perkembangan bagian lingkar paha, lingkar pinggul, lingkar pinggang, lingkar dada, tebal telapak tangan, tebal telapak kaki, tebal lipatan kulit perut, tebal lipatan kulit lengan belakang, tebal lipatan kulit punggung, bobot badan, dan Body Mass Index. Lingkar pinggang, lingkar pinggul, dan lingkar dada merupakan bagian tubuh yang memiliki kaitan paling erat dengan bobot badan. Kata-Kata Kunci : Macaca fascicularis, obesitas, morfometri, dan pakan obes.
ABSTRACT
Body Mass Development of Long Tail Monkey (Macaca fascicularis) fed With Obese Diet
Caraka I, H. A., S. S. Mansjoer, and D. A. Astuti
This research was aimed to determine morfometric of Cynomolgus monkey (Macaca fascicularis) fed with obese diet compare to monkey chow as control diet. The ingredients of obese diets come from local feed stuff such as sugar, wheat flour, beef tallow, vegetable oil, fish meal, soybean meal, some mineral and fiber source from agar-agar. Two groups of five adult males (av. body weight 4-6 kg) were treated with two types of obese diets, and another five adult males were given control diet. Body measurement observed were body length, the circumferences of thigh, tibia, arm, cest, hip, waist, and cranial; thicks of meta tarsale and meta carpale; skinfold thickness of arm, back, and stomach; and body weight. The data were analyzed with ANOVA, using nested CRD (Completly Randomized Design) and PCA (Primary Component Analysis). Result showed that treatment B significantly higher than other treatments for circumferences of hip (P = 0,000), cest (P = 0,000), thigh (P = 0,019), waist (P = 0,000); thicks of meta tarsale (P = 0,001) and meta carpale (P = 0,009); skinfold thickness of beck side arm (P = 0,006), back (P = 0,000), and stomach (P = 0,001); body weight (P = 0,002) and body mass index (P = 0,001). It was concluded that Obesity was showed by increasing circumferences of cest, thigh, waist; thicks of meta tarsale and meta carpale; skinfold thickness of beck side arm, back, and stomach; body weight and body mass index. circumferences of hip, cest, and waist were high corelation with body weight.
PERKEMBANGAN UKURAN BAGIAN-BAGIAN TUBUH
MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis)
YANG DIBERI PAKAN OBES
H. ALFA CARAKA I D14103038
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERKEMBANGAN UKURAN BAGIAN-BAGIAN TUBUH
MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis)
YANG DIBERI PAKAN OBES
Oleh
H. ALFA CARAKA I D14103038
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 16 Desember 2008
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Prof. Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer Dr. Ir. Dewi A. Astuti MS. NIP. 130 354 159 NIP. 131 474 289
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Januari 1985 di Blitar, Jawa Timur. Penulis merupakan anak Sulung dari Sophan Tjaraka dan Gunarti. Penulis memiliki satu Adik bernama Laga Yuda Caraka II.
Pendidikan sekolah dasar diselesaikan mulai tahun 1990 sampai 1997 di SDN Pakunden VI kemudian melanjutkan pendidikan sekolah lanjut tingkat pertama pada tahun 1997 sampai 2000 di SLTPN 9 Blitar. Penulis berkesempatan melanjutkan ke tingkat sekolah menengah umum mulai dari 2000 sampai 2003 di SMUN 1 Srengat, Blitar. Pada tahun 2003 sampai 2008, dengan restu orang tua penulis melanjutkan ke jenjang lebih tinggi yaitu kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi Ternak (IPT) atau lebih dikenal saat ini Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) Fakultas Peternakan IPB.
Penulis aktif di beberapa organisasi, yaitu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) pada tahun 2004 sebagai wakil ketua UKM bulu tangkis dan pada tahun 2003-2005 sebagai anggota UKM bola voli, panitia rapat kerja BEM-D pada tahun 2003, panitia Hari Pelepasan Wisuda Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2003, Organisasi Mahasiswa Daerah Blitar di IPB pada tahun 2003-2008. Penulis juga aktif diberbagai kejuaran IPB dibidang olah raga.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas besarnya limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi yang berjudul Perkembangan Ukuran Bagian-bagian Tubuh Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan Obes ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penyusunan skripsi ini merupakan wujud peran aktif dan kontribusi dalam dunia peternakan. Skripsi ini disusun dengan harapan dapat diketahui Perkembangan ukuran bagian-bagian tubuh monyet ekor panjang yang diberi pakan obes.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi ini, hanya Allah SWT yang akan membalas semua kebaikan pihak yang membantu penulisan skripsi ini. Semoga secercah karya ini bermanfaat dalam bidang pendidikan umumnya dan peternakan khususnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, Desember 2008
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ... i ABSTRACT ... ii RIWAYAT HIDUP ... v KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 2 Tujuan ... 2 Manfaat ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) ... 3
Manfaat Monyet Ekor Panjang ... 3
Klasifikasi ... 3
Morfologi ... 3
Habitat dan Kandang ... 5
Tingkah Laku ... 6
Karakteristik Reproduksi ... 7
Monyet Ekor Panjang sebagai Hewan Model ... 8
Obesitas ... 8
Pakan ... 10
Morfometri ... 14
METODE ... 17
Lokasi dan Waktu ... 17
Materi ... 17 Hewan Percobaan ... 17 Alat ... 17 Rancangan Percobaan ... 17 Peubah ... 18 Prosedur ... 18 Perlakuan ... 18 Pengukuran Peubah ... 19 Panjang Badan ... 19 Lingkar Betis... 19 Lingkar Paha ... 20
Lingkar Lengan ... 20
Lingkar Pinggul ... 20
Lingkar Pinggang ... 20
Lingkar Dada ... 20
Lingkar Kepala ... 20
Tebal Telapak Tangan ... 20
Tebal Telapak Kaki ... 20
Tebal Lipatan Kulit Perut ... 20
Tebal Lipatan Kulit Lengan Depan ... 21
Tebal Lipatan Kulit Lengan Belakang ... 21
Tebal Lipatan Kulit Punggung ... 21
Body Mass Index ... 21
Bobot Badan ... 21
Analisis Data ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
Kondisi Umum Lokasi ... 23
Pakan ... 24
Perkembangan Ukuran-ukuran Tubuh Monyet Ekor Panjang selama Penelitian ... 25
Bobot Badan ... 25
Ukuran Lingkar Betis ... 27
Ukuran Lingkar Paha... 30
Ukuran Lingkar Lengan ... 31
Ukuran Lingkar Pinggul ... 33
Ukuran Lingkar Pinggang ... 35
Ukuran Lingkar Dada ... 37
Ukuran Lingkar Kepala ... 38
Ukuran Tebal Telapak Tangan... 40
Ukuran Tebal Telapak Kaki ... 41
Ukuran Tebal Lipatan Kulit Perut ... 43
Ukuran Tebal Lipatan Kulit Lengan Depan ... 45
Ukuran Tebal Lipatan Kulit Lengan Belakang ... 46
Ukuran Tebal Lipatan Kulit Punggung ... 48
Body Mass Index ... 50
Analisis Korelasi dan Regresi Parameter Tubuh Monyet Ekor Panjang ... 52
Hasil Analisis Komponen Utama (AKU) ... 57
Penciri Ukuran dan Bentuk Monyet Ekor Panjang Periode Nol ... 57
Penciri Ukuran dan Bentuk Monyet Ekor Panjang Periode Satu ... 59
Penciri Ukuran dan Bentuk Monyet Ekor Panjang Periode Dua... 60
Penciri Ukuran dan Bentuk Monyet Ekor Panjang Periode Tiga ... 62
Penciri Ukuran dan Bentuk Monyet Ekorpanjang Periode Empat. ... 63
SIMPULAN DAN SARAN ... 66
Simpulan ... 66
Saran ... 66
UCAPAN TERIMA KASIH ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 68
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Lingkar Pinggang dan Resiko Koplikasi pada Orang Asia ... 9 2. Kebutuhan Nutrisi Monyet Ekor Panjang Dewasa ... 12 3. Komposisi Zat Makanan Ransum Impor (monkey chow) dan
Ransum Berbahan Baku Lokal ... 13 4. Komposisi Formula Pakan A dan B ... 19 5. Hasil Proksimat Kandungan Nutrisi Pakan A, Pakan B, dan Pakan
C ... 24 6. Rataan Bobot Badan, Simpangan Baku, dan Koefisien Keragaman
Bobot Badan selama Penelitian ... 26 7. Rataan Lingkar Betis, Simpangan Baku, dan Koefisien
Keragaman Lingkar Betis selama Penelitian ... 28 8. Rataan Lingkar Paha, Simpangan Baku, dan Koefisien Keragaman
Lingkar Paha selama Penelitian ... 30 9. Rataan Lingkar Lengan, Simpangan Baku, dan Koefisien
Keragaman Lingkar Lengan selama Penelitian ... 32 10. Rataan Lingkar Pinggul, Simpangan Baku, dan Koefisien
Keragaman Lingkar Pinggul selama Penelitian ... 34 11. Rataan Lingkar Pinggang, Simpangan Baku, dan Koefisien
Keragaman Lingkar Pinggang selama Penelitian ... 35 12. Rataan Lingkar Dada, Simpangan Baku, dan Koefisien
Keragaman Lingkar Dada selama Penelitian ... 37 13. Rataan Lingkar Kepala, Simpangan Baku, dan Koefisien
Keragaman Lingkar Kepala selama Penelitian ... 39 14. Rataan Tebal Telapak Tangan, Simpangan Baku, dan Koefisien
Keragaman Tebal Telapak Tangan selama Penelitian... 40 15. Rataan Tebal Telapak Kaki, Simpangan Baku, dan Koefisien
Keragaman Tebal Telapak Kaki selama Penelitian... 42 16. Rataan Tebal Lipatan Kulit Perut, Simpangan Baku, dan Koefisien
Keragaman Tebal Lipatan Kulit Perut selama Penelitian ... 43 17. Rataan Tebal Lipatan Kulit Lengan Depan, Simpangan Baku, dan
Koefisien Keragaman Tebal Lipatan Kulit Lengan Depan selama
Penelitian ... 45 18. Rataan Tebal Lipatan Kulit Lengan Belakang, Simpangan Baku,
dan Koefisien Keragaman Tebal Lipatan Kulit Lengan Belakang
selama Penelitian ... 47 19. Rataan, Simpangan Baku, dan Koefisien Keragaman Tebal
20. Rataan Body Mass Index, Simpangan Baku, dan Koefisien
Keragaman Body Mass Index selama Penelitian ... 50 21. Nilai Korelasi dan P-Value Parameter-parameter Monyet Ekor
Panjang Hasil Analisis Komponen Utama yang Diberi Perlakuan Pakan ... 53 22. Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh Monyet Ekor Panjang Hasil
Analisis Komponen Utama pada Periode Nol ... 58 23. Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh Monyet Ekor Panjang Hasil
Analisis Komponen Utama pada Periode Satu ... 59 24. Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh Monyet Ekor Panjang Hasil
Analisis Komponen Utama pada Periode Dua ... 61 25. Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh Monyet Ekor Panjang Hasil
Analisis Komponen Utama pada Periode Tiga ... 62 26. Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh Monyet Ekor Panjang Hasil
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Macaca fascicularis ... 15
2. Bagian-bagian Tubuh yang Diukur... 21
3. Kandang Individu Monyet Ekor Panjang Beserta Fasilitas Ruang Masuk (3a, 3b) dan Kegiatan Manajemen Kesehatan (3c) serta Penimbangan Bobot Badan (3d) ... 23
4. Bentuk Pakan Obes A dengan Energi 4,48 Kal/kg (A), Pakan Obes B dengan Energi 4,21 Kal/kg (B), dan Pakan Monkey Chow (C) ... 25
5. Grafik Perkembangan Bobot Badan selama Penelitian. ... 27
6. Grafik Perkembangan Lingkar Betis selama Penelitian.. ... 29
7. Grafik Perkembangan Lingkar Paha selama Penelitian.. ... 31
8. Grafik Perkembangan Lingkar Lengan selama Penelitian ... 33
9. Grafik Perkembangan Lingkar Pinggul selama Penelitian ... 34
10. Grafik Perkembangan Lingkar Pinggang selama Penelitian ... 36
11. Grafik Perkembangan Lingkar Dada selama Penelitian ... 38
12. Grafik Perkembangan Lingkar Kepala selama Penelitian ... 39
13. Grafik Perkembangan Tebal Telapak Tangan selama Penelitian ... 41
14. Grafik Perkembangan Tebal Telapak Kaki selama Penelitian ... 42
15. Grafik Perkembangan Tebal Lipatan Kulit Perut selama Penelitian ... 44
16. Grafik Perkembangan Tebal Lipatan Kulit Lengan Depan selama Penelitian. ... 46
17. Grafik Perkembangan Tebal Lipatan Kulit Lengan Belakang selama Penelitian ... 48
18. Grafik Perkembangan Tebal Lipatan Kulit Punggung selama Penelitian ... 49
19. Grafik Perkembangan Body Mass Index selama Penelitian ... 51
20. Diagram Ukuran dan Bentuk Tubuh Monyet Ekor Panjang pada Periode Nol ... 58
21. Diagram Ukuran dan Bentuk Tubuh Monyet Ekor Panjang pada Periode Satu ... 60
22. Diagram Ukuran dan Bentuk Tubuh Monyet Ekor Panjang pada Periode Dua ... 61
23. Diagram dan Bentuk Tubuh Monyet Ekor Panjang pada Periode Tiga ... 63
24. Diagram Ukuran dan Bentuk Tubuh Monyet Ekor Panjang
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Olahan Anova Tersarang ... 73
2. Hasil Analisis Komponen Utama periode Nol ... 76
3. Hasil Analisis Komponen Utama periode Satu... 77
4. Hasil Analisis Komponen Utama periode Dua ... 78
5. Hasil Analisis Komponen Utama periode Tiga ... 79
6. Hasil Analisis Komponen Utama periode Empat ... 80
7. Kisaran Bobot Badan selama Penelitian ... 81
8. Kisaran Lingkar Betis selama Penelitian ... 81
9. Kisaran Lingkar Paha selama Penelitian ... 82
10. Kisaran Lingkar Lengan selama Penelitian ... 82
11. Kisaran Lingkar Pinggul selama Penelitian ... 83
12. Kisaran Lingkar Pinggang selama Penelitian ... 83
13. Kisaran Lingkar Dada selama Penelitian ... 84
14. Kisaran Lingkar Kepala selama Penelitian ... 84
15. Kisaran Tebal Telapak Tangan selama Penelitian ... 85
16. Kisaran Tebal Telapak Kaki selama Penelitian ... 85
17. Kisaran Tebal Lipatan Kulit Perut selama Penelitian ... 86
18. Kisaran Tebal Lipatan Kulit Lengan Depan selama Penelitian .... 86
19. Kisaran Tebal lipatan Kulit Lengan Belakang selama Penelitian . 87 20. Kisaran Tebal Lipatan Kulit Punggung selama Penelitian ... 87
PENDAHULUAN Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak keragaman flora dan fauna juga terdapat beragam jenis satwa primata yang ditemukan di Indonesia, sehingga hal ini merupakan salah satu modal utama dalam melakukan pengembangan dan penelitian. Satwa primata memiliki banyak kemiripan dengan manusia dalam hal anatomi dan fisiologi. Kemiripan ini menjadikan satwa primata sebagai hewan model atau hewan percobaan dalam penelitian yang berhubungan dengan manusia. Jenis satwa primata yang sering digunakan dalam penelitiaan adalah monyet Asia, terutama monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).
Obesitas adalah kelebihan bobot badan akibat dari terdeposisinya lemak secara berlebih di dalam tubuh. Seseorang dinyatakan mengalami obesitas jika memiliki bobot badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran bobot badannya yang normal. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas antara lain: faktor genetik, faktor lingkungan, dan faktor psikis. Resiko dari obesitas adalah risiko psikososial dan risiko medis, pada saat ini resiko psikososial sudah banyak disadari oleh masyarakat, namun risiko medis masih kurang diyakini oleh masyarakat. Orang gemuk cendrung sering sakit, semakin gemuk, maka akan semakin sering sakit hal ini disebabkan adanya kelainan metabolik (Sukanto et al. 1996). Obesitas dapat menimbulkan berbagai penyakit, antara lain diabetes melitus, hipertensi, dan jantung. Semua penyakit tersebut memiliki resiko kematian yang tinggi, sehingga perlu adanya pengetahuan tentang pengaruh obesitas terhadap tubuh. Pemeriksaan baku obesitas sentral pada manusia adalah dengan cara pencitraan yaitu CT-scan, MRI maupun densitometri (DXA). Cara ini praktis membutuhkan biaya yang mahal. Adapun cara yang lain yang lebih murah yaitu dengan cara anthropometris sederhana. Terdapat dua cara anthropometris yaitu dengan cara menghitung indeks rasio lingkar pinggang terhadap pinggul (RPP) dan cara mengukur lingkar pinggang (Adam, 2006).
Selama ini bobot badan menjadi kriteria penentu obesitas, sedangkan ukuran tubuh tidak diperhatikan dan bukan penentu obesitas sehingga perlu adanya penelitian tentang ukuran tubuh sebagai penentu terjadinya obesitas.
Perumusan Masalah
Penyakit yang timbul akibat obesitas semakin meningkat dengan semakin meningkatnya pandapatan dan gaya hidup masyarakat. Selama ini bobot badan menjadi kriteria penentu obesitas, sedangkan ukuran tubuh tidak diperhatikan dan bukan penentu terjadinya obesitas.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi karakteristik perkembangan tubuh monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang mengalami proses kegemukan (obes) yang meliputi, panjang badan, lingkar betis, lingkar paha, lingkar lengan, lingkar pinggul, lingkar pinggang, lingkar dada, lingkar kepala, tebal telapak tangan, tebal telapak kaki, tebal lipatan kulit perut, tebal lipatan kulit lengan depan, tebal lipatan kulit lengan belakang, tebal lipatan kulit punggung, Body Mass Index (BMI) dan bobot badan.
Manfaat
Manfaat penelitian ini mendapatkan informasi karakteristik perkembangan ukuran tubuh hewan model monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang mengalami proses obesitas.
TINJAUAN PUSTAKA
Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Pemanfaatan Monyet Ekor Panjang
Pengelolaan satwa primata tidak hanya ditunjukkan untuk perlindungan tetapi juga untuk usaha pemanfaatan yang tetap mempertahankan kelestariannya. Pemanfaatan tersebut meliputi bidang pendidikan, penelitian, pariwisata dan rekreasi. Sesuai dengan prinsip-prinsip kelestarian, maka untuk mencapai sasaran pemanfaatan tersebut diperlukan usaha penangkaran (Alikodra, 1990). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), jenis satwa primata yang sangat sering digunakan dalam penelitian adalah monyet asia, terutama Monyet Rhesus (Macaca mulata) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).
Klasifikasi
Menurut Napier dan Napier (1967), taksonomi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis):
Kelas : Mamalia,
Ordo : Primata,
Sub Ordo : Anthropoidea, Infra Ordo : Catarrhini, Super Famli : Cercopithecoidea, Famili : Cercopithecidae, Genus : Macaca, dan Spesies : Macaca fascicularis
Monyet ekor panjang sering disebut juga long-tailed macaque, crab eating monkey, dan cinomolgus monkey. Nama lokal monyet ekor panjang di berbagai daerah di Indonesia adalah cigaq (Minangkabau), karau (Sumatra), warik (Kalimantan), warek (Dusun), bedes (Tengger), ketek (Jawa), kunyuk (Sunda), motak (Madura) dan belo (Timor) (Supriatna dan Wahyono, 2000).
Morfologi
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) adalah satwa primata yang menggunakan kaki depan dan belakang dalam berbagai variasi untuk berjalan dan berlari (quandrapedalisme), memiliki ekor yang lebih panjang dari panjang kepala
dan badan. Disamping itu memiliki bantalan duduk (ischial sallosity) yang melekat pada tulang duduk (ischial) dan memiliki kantong makanan di pipi (cheek pouches) (Napier dan Napier, 1985). Lekagul dan McNeely (1977) juga menjelaskan Macaca fascicularis dinamakan monyet ekor panjang karena memilki ekor yang panjang, berkisar antara 80-110% dari total panjang kepala dan tubuh.
Supriatna dan Wahono (2000) menyatakan bahwa monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) memiliki panjang tubuh berkisar antara 385-668 mm. Bobot tubuh jantan dewasa berkisar antara 3,5-8,0 kg, sedangkan bobot tubuh rata-rata betina 3 kg. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa monyet jantan dewasa mempunyai bobot badan berkisar antara 5,5-10,9 kg dan betina antara 4,3-10,6 kg, lama hidup antar 25-30 tahun, umur kawin 36-48 bulan, umur sapih 5-6 bulan dan umur dewasa 4,5-6,5 tahun.
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) mempunyai dua warna utama yaitu coklat keabu-abuan dan kemerah-merahan dengan berbagai variasi warna menurut musim, umur dan lokasi (Lekagul dan McNeely, 1977). Menurut Medway (1969) menyatakan, bahwa monyet yang menghuni kawasan hutan umumnya lebih gelap dan mengkilap, sedangkan monyet yang menghuni kawasan pantai pada umumnya berwarna lebih terang. Hal ini dipengaruhi oleh udara lembab yang mengandung garam dan sinar matahari. Napier dan Napier (1967) secara umum menyatakan warna bulu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) agak kecoklatan sampai abu-abu, pada bagian punggung lebih gelap dibanding dengan bagian perut dan dada, rambut kepalanya pendek tertarik kebelakang dahi, rambut-rambut sekeliling wajahnya berbentuk jambang yang lebat, ekornya tertutup bulu halus. Krisnawan (2000) menyatakan bahwa rambut pada bagian pipi monyet jantan lebih lebat dibandingkan dengan monyet betina.
Menurut Khobkhet (1978), gigi monyet ekor panjang berjumlah 32 dengan susunan gigi I1I2CP1P2M1M2M3 / I1I2CP1P2M1M2M3. Bonadio (2000) menyatakan
bahwa monyet ekor panjang memiliki gigi seri berbentuk shovel-shaped, taring conspicuous, dan geraham bilophodont. Individu jantan mempunyai taring yang lebih besar dibanding betina (Lang, 2006).
Habitat dan Kandang
Habitat monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) tersebar mulai dari hutan hujan tropika, hutan musim sampai hutan rawa-mangrove. Disamping itu juga terdapat di hutan iklim sedang (Cina dan Jepang) (Napier dan Napier, 1967). Supriatna dan Wahyono (2000) menyatakan bahwa monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) hidup pada habitat hutan primer dan sekunder mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi sekitar 1.000 m di atas permukaan laut. Pada dataran tinggi, jenis monyet ini biasanya dijumpai di daerah pertumbuhan sekunder atau pada lahan-lahan perkebunan penduduk. Sering kali juga ditemukan di hutan bakau sampai ke hutan di dekat perkampungan. Hasil pengamatan Widiyanti (2001) menunjukkan bahwa selain di hutan rakyat monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) hidup pada berbagai habitat seperti tepian sungai, ladang penduduk atau perkebunan, kawasan pemukiman, semak belukar hingga tebing curam.
Menurut Napier (1972), habitat dan penyebarannya ditentukan oleh beberapa hal yang dibutuhkan untuk bertahan hidup yaitu sumber makanan, sungai atau mata air dan pohon untuk tidur dan beristirahat. Keterbatasan sumber makanan dan minuman menyebabkan kemungkinan adanya daerah tertentu yang merupakan daerah jelajah dari dua kelompok atau lebih. Perkelahian kelompok sering terjadi untuk memperebutkan wilayah jelajah tersebut.
Kandang monyet harus mempertimbangkan keperluan tingkah laku, emosi dan sosial. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) tidak boleh dikandangkan sendirian dan terpencil, karena akan menimbulkan suatu bentuk cekaman yang mengganggu proses tingkah laku dan fisiologi normal. Satwa primata harus dikandangkan di ruang atau daerah sejauh mungkin dari kandang hewan lain. Syarat ini untuk mengurangi resiko penularan penyakit dan keamana dalam memelihara (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Sajuthi (1984) menyatakan, kandang monyet harus dibuat dengan konstruksi yang kuat. Hal ini untuk mencegah terjadinya kerusakan yang disebabkan dari monyet itu sendiri. Jenis kandang kelompok yang terbuat dari ram kawat perlu dilengkapi tempat peristirahatan yang agak tinggi dan bentuknya harus memadai. Kandang individu harus dilengkapi dinding belakang geser (kandang jepit), sehingga monyet dapat didorong kebagian depan kandang. Fungsi kandang tersebut untuk
mempermudah dalam melakukan pemeriksaan, pemberian obat atau penyuntikan dan penanganan lain yang harus dilakukan terhadap monyet tersebut. Setiap jenis kandang baik kandang kelompok maupun kandang individu harus dilengkapi dengan tempat makan dan minum yang memadai dan cukup kuat.
Tingkah Laku
Tingkah laku dapat mempengaruhi obesitas. Individu yang bermalas-malasan atau sedikit melakukan aktifitas cederung lebih mudah terjadinya obesitas tetapi individu yang banyak melakuakan aktifitas cenderung tidak terjadi obesitas (Racette et al., 2003).
Napier dan Napier (1985) menyatakan bahwa monyet ekor panjang bersifat diurnal (aktivitas harian pada siang hari), teresterial (banyak melakukan aktivitas di atas tanah) dan tidur di atas pohon untuk menghindari pemangsa.
Aktivitas satwa primata meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) diam; hewan duduk, berbaring dan berdiri, (2) bergerak; hewan berjalan, melompat, berlari dan memanjat, (3) mencari makan; menghampiri, mengambil dan memasukkan pakan ke dalam mulut, (4) makan; mengunyah dan menelan makanan, (5) menelisik (grooming), (6) aktivitas sosial, (7) bermain dan (8) berkelahi (Sukabudhi, 1993). Aldrich-Blake (1976) menyatakan bahwa pambagian waktu aktivitas harian monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di alam terdiri dari 35% untuk makan, 20% untuk menjelajah, 34% untuk istirahat, 12% untuk grooming dan 0,05% untuk aktivitas lainnya.
Monyet ekor panjang (Macaca Fascicularis) hidup dalam grup dengan sistem multimale atau multifemale yang terdiri dari 6-58 individu. Sistem herarkhi di dalam grup berdasarkan sistem matrilineal. Ketika sudah mencapai dewasa kelamin, monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) akan meninggalkan natal grupnya dan bergabung dengan kelompok jantan muda atau grup sosial baru, sedangkan betina akan tetap tinggal bersama grupnya (Napier dan Napier, 1985).
Menurut Davies dan Krebs (1978), tingkah laku atau aktivitas hewan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor luar dan faktor dalam individu. Faktor dari dalam antara lain hormon dan sistim syaraf, sedangkan faktor luar yang berpengaruh terhadap aktivitas hewan adalah cahaya, suhu, suara dan kelembaban.
Interaksi yang terjadi dalam grup pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dipengaruhi oleh posisi individu dalam kelompok, baik pada jantan maupun betina. Pada jantan terjadi dominasi herarki yang ketat. Untuk menduduki posisi tertentu dalam kelompok, jantan harus melalui perkelahian. Jantan rangking tertinggi atau alpha male mempunyai kesempatan paling besar untuk mengawini betina. Jantan posisi kedua (beta male) mengasuh 20% bayi di dalam kelompoknya (Lang, 2006)
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dalam mencari makanan berjalan berdasarkan herarkhi sosial. Jantan muda berjalan didepan dan disamping luar kelompok. Jantan dominan berada ditengah-tengah bersama betina dan anaknya. Monyet dominan akan makan terlebih dahulu, kemudian diikuti monyet yang lain berdasarkan herarkhi (Kartono, 1999).
Saat istirahat monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sering melakukan pencarian kutu (grooming). Perilaku ini tidak hanya untuk membersihkan badan tetapi juga sebagai sarana untuk menjalin hubungan sosial antar individu dalam satu kelompok (Lekagul dan McNeely, 1977).
Karakteristik Reproduksi
Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan, bahwa genus Macaca sp. memiliki lama hidup 25-30 tahun, lama bunting 167 hari, umur disapih lima sampai enam bulan, umur dewasa 4,5-5,5 tahun, umur dikawinkan 36-48 bulan, siklus estrus 31 hari, periode estrus tiga sampai empat hari. Perkawinan terjadi sewaktu-waktu, ovulasi spontan pada hari kedua belas atau ketiga belas pada siklus estrus, implantasi 15-21 hari sesudah fertilisasi, jumlah anak satu ekor, jarang terjadi beranak dua ekor.
Secara umum siklus menstruasi pada Macaca fascicularis berkisar antara 27-31 hari sebanyak 63,0%, bersiklus panjang (32-38 hari) sebanyak 20,3% dan bersiklus pendek (24-26 hari) sebanyak 16,7%. Lama menstruasi terhitung sejak terlihat darah pada usap vagina, sebagian besar (66,6%) berlangsung 3-4 hari, 16,7% berlangsung 5-7 hari dan 16,7% berlangsung 1-2 hari (Yusuf, 1998).
Gejala estrus berupa timbulnya lendir, sebagian besar terjadi 3-4 hari menjelang pertengahan siklus menstruasi dan konsistensinya akan sedikit meningkat pada pertengahan siklus. Meskipun sebagian besar konsistensi lendir terlihat sedang,
namun peningkat konsistensinya tidak jelas, sehingga keberadaan lendir tersebut tidak dapat dijadikan sebagai penentu fase estrus yang tepat (Yusuf, 1998).
Monyet Ekor Panjang Sebagai Hewan Model
Satwa primata adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini disebabkan karena secara anatomis dan fisiologis satwa primata memiliki kemiripan dengan manusia dibandingkan dengan hewan model lainnya (Sajuthi et al., 1993).
Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), jenis satwa primata yang sering digunakan dalam penelitian adalah monyet Asia, terutama monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Primata sangat sesuai sebagai hewan model obesitas, karena monyet ekor panjang memiliki kemiripan pola obesitas dengan manusia yang ditunjukkan dengan adanya penimbunan lemak disekitar perut (Putra et al., 2006). Putra et al. (2006) juga menyatakan bahwa banyak MEP di kawasan wisata di Bali menunjukan tanda-tanda obesitas dengan Body Mass Index (BMI) sampai 67,57 kg/m2 pada jantan dan 60,07 kg/m2 pada betina.
Bennett et al. (1995) menyatakan bahwa nilai ilmiah satwa primata untuk penelitian biomedis diperoleh dari persamaan ciri anatomi dan fisiologis karena kedekatan hubungan filogenetik dan perbedaan evolusi yang pendek.
Menurut Sulaksono (2002), bahwa variasi nilai rujukan parameter faal Macaca fascicularis menurut sentra hewan dan jenis kelamin, masih dalam batas yang dapat ditolerir untuk hewan percobaan yang dipelihara dengan kondisi pemeliharaan konvensional, sehingga dengan demikian para peneliti Indonesia yang menggunakan kera sebagai model penelitiannya dapat menggunakan nilai rujukan tersebut sebagai salah satu referensinya.
Obesitas
Obesitas sebagai kelebihan bobot badan akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Lemak, dalam tubuh berfungsi sebagai penyimpan energi, sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lain. Obesitas merupakan akibat dari kalori yang masuk secara berlebihan dari yang diperlukan oleh tubuh. Obesitas disebabkan oleh bebarapa faktor yaitu faktor genetik, tingkah laku, lingkungan, fisiologi, sosial dan budaya. Resiko obesitas adalah risiko psikososial dan risiko medis. Obesitas dapat menimbulkan berbagai penyakit, antara lain diabetes melitus,
hipertensi, dan jantung. Semua penyakit tersebut memiliki resiko kematian yang tinggi ( Racette et al., 2003). Maes et al. (1997) dalam Racette et al. (2003) mengestimasikan bahwa faktor genetik memberikan kontribusi 50 - 90% dalam perubahan BMI (body mass index). Menurut WHO (1997) bahwa standar BMI untuk orang Eropa yang overweigh adalah lebih dari sama dengan 25 dan BMI untuk obesitas adalah lebih dari sama dengan 30, Sedangkan standar BMI untuk orang Asia overweigh adalah lebih dari sama dengan 23, preobesitas adalah antara 23 sampai dengan 24,9, dan BMI untuk obesitas adalah lebih dari sama dengan 25.
Obesitas juga dapat disebabkan oleh virus. Virus penginfeksi lemak ini berasal dari golongan adenovirus-36. Adenovirus biasanya ditularkan melalui udara, kontak langsung, bahkan lewat air. Virus lemak ini cara penularanya sama seperti flu biasa dari seorang yang terinfeksi ke pada orang yang tidak terinfeksi (Atkinson dalam Kurnianingsih, 2005).
Menurut Adam (2006), banyak cara untuk menentukan apakah seseorang obes atau tidak, tetapi cara yang paling mudah secara medis adalah dengan mengukur body mass index (BMI). Selain dengan menggunakan body mass index (BMI), obesitas juga dapat diukur dengan menentukan distribusi jaringan lemak yaitu obesitas sentral atau perifer.
Obesitas sentral merupakan penimbunan lemak yang terdapat di abdomen baik subkutan maupun intraabdominal (visceral abdomen). Jaringan intra abdominal terdiri atas lemak intraperitoneal (omentum dan mesenteric) dan retroperitoneal. Lemak didalam tubuh kita didistribusikan (ditimbun) terutama pada dua tempat yang berbeda yaitu pada bagian perut (abdomen) dan bagian bokong (gluteus). Pada pria, lemak tubuh banyak didistribusikan di bagian atas tubuh yaitu bagian perut (Adam, 2006).
Tabel 1. Lingkar Pinggang dan Resiko Komplikasi Obesitas pada Orang Asia Risiko komplikasi metabolik Resiko morbiditas
Pria (cm) Wanita (cm)
Rendah < 90 < 80
Meningkat 90 80
Sampai saat ini, terdapat 7 gen penyebab obesitas pada manusia: leptin receptor, melanocortin receptor-4 (MC4R), alpha melanocyte stimulating hormone (alfa MSH), prohormone convertase-1 (PC-1), leptin, Barder5t-Biedl, dan Dunnigan partial lypo-dystrophy (Merdikoputro, 2006).
Obesitas terjadi pada monyet ekor panjang jantan dan betina, baik dewasa atau remaja. Monyet ekor panjang memiliki kemiripan pola obesitas dengan manusia yang ditunjukkan dengan adanya penimbunan lemak disekitar perut. Monyet ekor panjang yang hidup di kawasan wisata Bali menunjukkan tanda-tanda obesitas dengan body mass index (BMI) sampai 61, 57 kg/m2pada jantan dan 60,07 kg/ m2 pada betina (Putra et al., 2006).
Pakan
Ransum adalah campuran beberapa jenis bahan pakan yang diberikan kepada hewan untuk sehari semalam selama seumur hidupnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi tubuhnya (Ensminger et al., 1990). Ransum harus dapat memenuhi nutrisi yang dibutuhkan hewan untuk berbagai fungsi tubuhnya (Siregar, 1994). Hewan mengkonsumsi pakan bertujuan untuk mendapatkan zat-zat makanan yang berguna dalam berbagai proses dan fungsi dalam tubuhnya, seperti kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan reproduksi. Monyet akan menghentikan konsumsinya jika kebutuhan energinya sudah terpenuhi (Ensminger et al., 1990)
Pakan satwa primata tidak selalu memerlukan komposisi unsur pakan yang sama untuk setiap spesiesnya, karena tergantung apakah satwa tersebut insektivorus, karnivorus atau omnivorus (Bismarsk, 1984), tetapi kebanyakan primata adalah omnivorus (Napier dan Napier, 1985).
Monyet ekor panjang termasuk hewan omnivora atau pemakan segala macam makanan. Beberapa jenis primata vegetarian, tetapi disamping memakan buah-buahan dan daunan, beberapa jenis serangga juga dimakan (Napier, 1972). Napier dan Napier (1967) menyatakan, bahwa jenis makanan yang dimakan oleh monyet ekor panjang antara lain buah-buahan, akar-akaran, daun-daunan, serangga, hasil pertanian dan moluska. Smith dan Mangkoewidjojo (1988), menyatakan bahwa dalam keadaan liar, monyet mencari berbagai makanan seperti buah-buahan, akar, daun muda, serangga, tempayah, biji-bijian, keong, bangsa udang dan telur burung.
Masing-masing jenis makanan mempunyai proporsi yang tersendiri bagi monyet (Junaedi, 2001).
Iwamoto (1980) menyatakan, bahwa komposisi nutrisi pakan alami pada umumnya terdiri atas daun-daunan yang banyak mengandung selulosa struktural dan buah-buahan serta biji-bijian yang banyak mengandung lipida. Pakan yang sengaja dibuat pada umumnya memiliki kandungan sedikit serat kasar, karbohidrat yang mudah tersedia (seperti ubu jalar, apel, gandum dan padi), protein kasar (seperti kacang kedelai) atau lipid (seperti kacang tanah), yang ketiga zat makanan tersebut proporsinya dalam ransum cukup tinggi.
Inglis (1980) menyatakan, bahwa kandungan zat makanan monyet terdiri 45-55% karbohidrat, 15-20% protein kasar, 3-5% lemak kasar, 2,5-5,5% serat kasar, 0,86% kalsium dan 0,47 fosfor. Makanan yang diberikan setiap hari sejumlah 4% dari bobot badan satwa (Sajuthi, 1984). Menurut Junaedi (2001), pakan yang diberikan untuk monyet jantan dewasa 160 g/ekor/hari dan untuk monyet muda 80 g/ekor/hari.
Astuti et al. (2007), menyatakan pakan obes dengan kandungan energi sebesar 2,42 Kal/kg bobot badan yang disusun dari bahan berasal dari dalam negeri dan diberikan terhadap monyet ekor panjang berumur 3-6 tahun selama empat bulan menunjukkan adanya peningkatan konsumsi dan kecernaan nutrien jika dibandingkan dengan monkey chow. Bennett et al. (1995) mendefinisikan pakan obes adalah pakan yang di dalamnya terkandung energi sebesar 4,20 Kal/kg, terdiri dari 21-31% lemak dan 50-70% soluble carbohidrate (sukrosa dan dextrin).
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dapat tumbuh baik di dalam kandang dengan makanan yang terdiri dari buah-buahan, nasi, roti, dedaunan hijau yang ditambah daging, susu, telur dan lain-lain (Junaedi, 2001). Monyet yang dikandangkan dapat diberi makanan dalam bentuk pelet yang mengandung protein kasar 24,0%, lemak 7,5% dan serat kasar 2,5%. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) mengkonsumsi buah-buahan 86%, rumput 7%, daun 2% dan tanah 1% (Ismanto,1999).
Menurut Rohman (1993) ransum lokal yang layak untuk menggantikan ransum impor (monkey chow) adalah ransum yang mempunyai kandungan protein 15%. Mustaqimatin (1998) menyatakan, bahwa ransum berbahan baku lokal dapat menggantikan ransum impor (monkey chow) dengan kandungan protein sebasar 19,97%. Tabel 2 menyajikan kebutuhan nutrisi monyet ekor panjang (MEP) dewasa .
Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Monyet Ekor Panjang Dewasa
Zat makanan Kadar
Protein kasar (%) 8
Serat kasar (%) 2-8
Lemak (%) 5-9
Essential n-3 fatty acids (%) 0,5
Essential n-6 fatty acids (%) 2
Ca (%) 0,55 P(%) 0,33 Mg (%) 0,04 Fe (mg·kg-1) 100 Mn (mg·kg-1) 44 Cu (mg·kg-1) 15 Vitamin A (IU·kg-1) 10.000 - 15.000 Vitamin D (IU·kg-1) 2000 - 9000 Vitamin K (IU·kg-1) 68 Thiamin (mg·kg-1) 15 - 30 Riboflavin (mg·kg-1) 25 - 30 Asam pantotenik (mg·kg-1) 20 Niasin (mg·kg-1) 50 - 110 Vitamin B6(mg·kg-1) 4,4 Biotin (mg·kg-1) 100 Folasin (mg·kg-1) 1,5 Vitamin B12 (mg·kg1) 0,011 Vitamin C (mg·kg-1) 1 25 Energi (Kal/kg/hari) 72 - 120 Sumber : NRC, 2003
North (1984) menyatakan, bahwa jumlah ransum yang dikonsumsi tergantung pada bobot badan, galur, tingkat produksi, tingkat cekaman, aktifitas ternak, mortalitas, kandungan energi dalam ransum dan suhu lingkungan. Wiseman (1990) menyatakan, bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh palatabilitas ransum yang tergantung pada cita rasa (flavour), suhu, ukuran, tekstur dan konsistensi pakan. Mustaqimatin (1998) menyatakan, ransum dengan bahan baku lokal kurang disukai oleh monyet dibanding dengan ransum impor. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan untuk mengkonsumsi pakan yang sudah terbiasa diberikan kepada monyet. Astuti et al. (2007) menyatakan, dengan pembiasaan pakan terlebih dahulu, konsumsi pakan lokal lebih tinggi dari pada pakan impor (monkey chow).
Tabel 3. Komposisi Zat Makanan Ransum Impor (monkey chow) dan Ransum Berbahan Baku Pakan Lokal
Zat Makanan Ransum Impor Ransum Lokal* Ransum Lokal**
Serat kasar (%) 5,18 2,63 2,81 Protein kasar (%) 27,20 19,97 15,00 Lemak (%) 4,90 4,63 4,51 Kalsium (%) 1,31 0,89 0,67 Fhosfor (%) 1,09 0,62 0,48 Energi bruto (Kal/kg) 4.38 3.72 4.15 Keterangan : * Mustaqimatin (1998) ** Rohman (1993)
Monyet-monyet yang diberi ransum buatan ternyata akan mengkonsumsi pakan lebih rendah daripada yang diberi ransum alami. Hal ini diduga karena adanya serat kasar yang rendah atau kandungan energi yang tinggi pada ransum buatan (Iwamoto, 1980). Mustaqimatin (1998) juga menyatakan, bahwa ransum yang mempunyai kandungan protein dan energi tinggi mempunyai tingkat konsumsi yang rendah.
North (1984) berpendapat, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransum antara lain kesehatan ternak, keaktifan, jenis kelamin, jumlah konsumsi ransum dan temperatur. Esminger et al. (1990) menyatakan, bahwa pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, individu, jenis kelamin dan kesehatan. Cekaman dapat menurunkan bobot badan dan ketahanan terhadap penyakit. Cekaman menyebabkan meningkatnya kebutuhan nutrisi karena meningkatnya kebutuhan
energi metabolisme, sehingga zat makanan lebih banyak digunakan untuk melawan cekaman tersebut. Cekaman terhadap hewan disebabkan oleh temperatur, umur, pemberian pakan yang berbeda, pengelolaan, dan kehadiran orang lain. Menurut Anggorodi (1979), pertambahan bobot badan tidak hanya dipengaruhi konsumsi ransum tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti konversi ransum, aktivitas fisik dan genetik.
Menurut McDonald (2002), pakan sumber energi adalah semua bahan pakan ternak yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20%, dengan konsentrasi serat kasar di bawah 18%. Berdasarkan jenisnya, bahan pakan sumber energi dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu
1) kelompok serealia/biji-bijian (jagung, gandum, sorgum), 2) kelompok hasil sampingan serealia (limbah penggilingan),
3) kelompok umbi (ketela rambat, ketela pohon dan hasil sampingannya), dan
4) kelompok hijauan yang terdiri dari beberapa macam rumput (rumput gajah, rumput benggala dan rumput setaria.
Morfometri
Wahono (1999) menyatakan, bahwa analisis morfometri pada ukuran tubuh dan kepala Macaca fascicularis secara umum tidak memperlihatkan perbedaan ukuran tubuh dan kepala yang jelas. Perbedaan untuk tubuh secara umum dipengaruhi oleh perbedaan komponen tambahan (panjang ekor, telapak kaki, jari kaki, telapak tangan dan jari tangan). Krisnawan (2000) juga menyatakan, bahwa perbedaan yang nyata hanya di bobot badan dan panjang ekor.
Geissmann (2000) menyatakan, bahwa data yang diukur meliputi tubuh dan kepala yang terdiri atas panjang lengan, panjang badan depan, lebar dada, dalam dada, lebar tulang pinggang, lebar pangkal tulang paha, lingkar dada, lingkar pergelangan kaki, panjang kepala, lebar kepala, dan tinggi kepala. Panjang lengan diukur dari ujung atas tulang humerus sampai ujung bawah tulang radius. Panjang badan depan diukur dari lekukan tulang dada di bawah leher sampai dengan tonjolan tulang di atas alat kelamin. Lebar dada diukur dari sisi kiri dan kanan dada sejajar puting susu. Dalam dada diukur dari titik tengah dada (antara dua puting) sampai dengan tulang punggung. Lebar tulang pinggang diukur dari sisi kiri dan kanan
tulang pinggang (diraba di pinggir tulang perut). Lebar pangkal tulang paha dari sisi kiri dan kanan pangkal tulang paha. Lingkar dada diukur sejajar puting susu. Lingkar pergelangan kaki diukur pada pergelangan kaki di atas mata kaki. Panjang kepala diukur dari ujung mulut sampai dengan bagian belakang kepala.
Gambar 1. Kerangka Macaca fascicularis ( Lab Anatomi, 2007)
Menurut Hayashi et al. (1980), komplek dan variasinya organisme-organisme hidup menyebabkan metode statistik multivariat dijadikan sebagai alat penting untuk mempelajari variasi dan evolusi. Salah satu metode yang digunakan adalah Analisis Komponen Utama (AKU). AKU bertujuan untuk mengurangi jumlah data yang dapat menerangkan keragaman total sistem dari seluruh data dan menyajikannya dalam bentuk matrik dengan ukuran yang lebih kecil, dalam hal ini AKU dipakai untuk membedakan bentuk dan ukuran monyet kontrol dan monyet obes. Lebih lanjut dinyatakan dalam AKU, dari p buah komponen utama, hanya dipilih k buah komponen utama (k<p) yang dapat menerangkan keragaman data dengan cukup tinggi, maka komponen utama tersebut dapat menggantikan p buah peubah asal tanpa mengurangi informasi (Gaspersz, 1992). Analisis tersebut sering digunakan untuk menentukan diskriminasi diantara populasi ternak (Hayashi et al., 1982). Everitt dan
Dunn (1998) juga menyatakan, bahwa AKU dapat digunakan untuk meneliti terhadap keragaman ukuran-ukuran tubuh hewan.
Dalam aplikasi AKU terdapat dua cara untuk memperoleh komponen-komponen utama. Cara yang pertama adalah memperoleh komponen-komponen utama dari matrik kovarian dan cara kedua adalah memperoleh komponen utamanya dari matrik korelasi. Komponen utama yang diturunkan dari matrik kovarian lebih efektif dalam menjelaskan diskriminasi konformasi tubuh dalam populasi dibandingkan dengan matrik korelasi (Hayasi at al., 1982). Pada penelitian tentang konformasi tubuh, komponen utama pertama adalah sebagai ukuran dan komponen utama yang kedua adalah sebagai bentuk. Dijelaskan bahwa untuk penelitian konformasi tubuh, komponen utama kedua lebih penting dibanding dengan komponen utama pertama (Everitt dan Dunn, 1998)
AKU memberikan persamaan ukuran linier yang baru. Pengurangan jumlah data mungkin dapat dibatasi hanya pada komponen pertama, kedua ataupun ketiga karena tidak ada keuntungan yang didapat dengan membuat gambar dalam banyak dimensi. Penggunaan statistik sangat terbatas pada pengelompokan dua dimensi (Morrison, 1976).
METODE Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di PT IndoAnilab, Taman Kencana, Bogor selama 4 bulan (Februari 2008 sampai dengan Juni 2008).
Materi Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebanyak 15 ekor monyet jantan dewasa dengan bobot antara 4 sampai 5 kilogram dan umur antara 6 sampai 8 tahun digunakan sebagai hewan percobaan. Monyet ekor panjang dipelihara dalam kandang individu sistem terbuka sehingga satu sama lain masih dapat saling melihat dan mendengar. Selama penelitian monyet ekor panjang (MEP) yang mendapat perlakuan pakan buatan yang telah di formulasi berupa pakan A yang berbahan dasar lemak sapi dengan energi 4,48 Kal/kg, pakan B yang berbahan dasar lemak sapi dan kuning telur dengan energi 4,21 Kal/kg, dan pakan C sebagai perlakuan kontrol menggunakan pakan buatan yang berbentuk biskuit padat, kering dan agak keras (monkey chow) yang mengandung energi 4,33 Kal/kg. Selain pakan diatas MEP juga mendapat pakan tambahan berupa buah-buahan segar berupa pisang. Pakan dan air minum diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan sore dan diberikan ad libitum. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah obat bius (ketamin), dan alkohol.
Alat
alat yang digunakan dalam penelitian ini, timbangan merk tanita, tongkat ukur (skala terkecil 1mm) merk FHK, pita ukur (skala terkecil 1 mm) merk butterfly, kaliper (skala terkecil 1mm), alat suntik dan alat sumpit (tulup) atau jarum suntik.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola tersarang dengan faktor perlakuan pemberian pakan (pakan A, B, C) dan periode pengambilan data tersarang pada perlakuan. Model matematis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan :
Yijk = data pengamatan,
= nilai tengah populasi,
i = pengaruh pakan ke-i,
βji = pengaruh periode ke-j tersarang pada perlakuan pakan ke-i,
ijk = galat percobaan dari pengaruh periode ke-j tersarang pada perlakuan
pakan ke-i ulangan ke-k, i = perlakuan pakan, j = pengaruh periode, dan
k = ulangan (1,2,3,....,5) (Montgomery, 2001). Peubah
Peubah yang diamati adalah panjang badan, lingkar betis, lingkar paha, lingkar lengan, lingkar pinggul, lingkar pinggang, lingkar dada, lingkar kepala, tebal telapak tangan, tebal telapak kaki, tebal lipatan kulit perut, tebal lipatan kulit lengan depan, tebal lipatan kulit lengan belakang, tebal lipatan kulit punggung, dan bobot badan.
Prosedur Perlakuan
Pakan diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Air minum diberikan ad libitum. Selama penelitian monyet ekor panjang yang mendapat perlakuan diberikan pakan buatan yang telah diformulasi. Pakan A mengandung energi 4,48 Kal/kg yang berbahan dasar lemak sapi. Pakan B mengandung energi 4,21 Kal/kg yang berbahan dasar lemak sapi dan kuning telur. Monyet ekor panjang dengan perlakuan kontrol menggunakan pakan komersil yang berbentuk biskuit (padat, kering dan agak keras) dengan kandungan energi 4,33 Kal/kg (monkey chow). Selain pakan di atas monyet ekor panjang juga mendapat pakan tambahan berupa buah pisang. Komposisi formula perlakuan pakan obes A dan B tersaji pada tabel 4.
Tabel 4. Komposisi fomula pakan A dan B
Bahan Pakan Pakan A Pakan B
Gandum (%) 42 42
Gula (%) 10 9
Tallow (lemak hewan) (%) 10 6
Minyak goreng (%) 10 9 Tepung ikan (%) 6,5 5 Tepung maizena (%) 8 8 Bungkil kedelai (%) 5 4 Dedak padi (%) 4 3 Agar agar (%) 1,5 1 CMC (carboxymethyl cellulose) (%) 1 1
Mineral mix (premix) (%) 1 1
Mineral (%) 1 1
Kuning telur (%) - 10
Pengukuran Peubah
Pengukuran morfometri dilakukan pada bulan ke- 0, 1, 2, 3, 4 setelah perlakuan pakan. Sebelum diukur, monyet yang akan di ukur tersebut dibius terlebih dahulu untuk memudahkan pengukuran. Peubah-peubah yang diamati meliputi: Tinggi Dudu (TD) :
tinggi duduk diukur dari anterior os atlas sampai posterior tuber ischii dengan menggunakan alat tongkat ukur. Satuan menggunakan centimeter (cm). Lingkar Betis (LB) :
lingkar betis diukur melingkar pada bagian tengah os tibia dengan menggunakan pita ukur. Satuan menggunakan centimeter (cm).
Lingkar Paha (LPh) :
lingkar paha diukur melingkar pada bagian tengah os femur dengan menggunakan pita ukur. Satuan menggunakan centimeter (cm).
Lingkar Lengan (LL) :
lingkar lengan diukur melingkar pada bagian tengah os humerus dengan menggunakan pita ukur. Satuan menggunakan centimeter (cm).
Lingkar Pinggul (LPgl) :
lingkar pinggul diukur melingkar berpadanan dengan os coxae kanan dengan os coxae kiri menggunakan pita ukur. Satuan menggunakan centimeter (cm)
Lingkar Pinggang (LPng) :
lingkar pinggang diukur melingkar pada bagian antara os costae terakhir dengan os tuber coxae dengan menggunakan pita ukur. Satuan menggunakan centimeter (cm).
Lingkar Dada (LD) :
lingkar dada diukur melingkar berpadanan dengan procecus xiphoidea os sternum dengan menggunakan pita ukur. Satuan menggunakan centimeter (cm).
Lingkar Kepala (LK) :
lingkar kepala diukur melingkar berpadanan dengan os occipitalis dengan anterior orbital mata menggunakan pita ukur. Satuan menggunakan centimeter (cm).
Tebal Telapak Tangan (TTT) :
tebal telapak tangan diukur pada bagian tepi meta carpale dengan menggunakan kaliper. Satuan menggunakan centimeter (cm).
Tebal Telapak Kaki (TTK) :
tebal telapak kaki diukur pada bagian tepi os meta tarsale dengan menggunakan kaliper. Satuan menggunakan centimeter (cm).
Tebal Lipatan Kulit Perut (TLKP) :
tebal lipatan kulit perut diukur persis diatas os iliac dengan menggunakan alat jangka sorong. Satuan menggunakan centimeter (cm).
Tebal Lipatan Kulit Lengan Depan (TLKLD) :
tebal lipatan kulit lengan depan diukur pada bagian kulit bicep dengan meggunakan alat jangka sorong. Satuan menggunakan centimeter (cm).
Tebal Lipatan Kulit Lengan Belakang (TLKLB) :
tebal lipatan kulit lengan belakang diukur pada bagian kulit tricep dengan meggunakan alat jangka sorong. Satuan menggunakan centimeter (cm).
Tebal Lipatan Kulit Punggung (TLKPng) :
tebal lipatan kulit punggung diukur pada bagian subscapular dengan menggunakan jangka sorong. Satuan menggunakan centimeter (cm).
Body Mass Index (BMI) :
BMI didapat dari perhitungan bobot badan (kg) dibagi dengan tinggi duduk di kuadratkan (m).
Bobot Badan (BB) :
bobot badan diukur menggunakan penimbang berat badan. Satuan menggunakan kilogram (kg).
Keterangan:
TD = tinggi duduk TTT = tebal telapak tangan LB = lingkar betis TTK = tebal telapak kaki LPh = lingkar paha TLKP = tebal lipatan kulit perut
LL = lingkar lengan TLKLD = tebal lipatan kulit lengan depan LPgl = lingkar pinggul TLKLB = tebal lipatan kulit lengan belakang LPng = lingkar pinggang TLKPng = tebal lipatan kulit punggung LD = lingkar dada BMI = body mass index
LK = lingkar kepala BB = bobot badan TD = tinggi duduk
Analisis Data
Penelitian ini diharapkan terjadinya pengaruh pakan terhadap morfometri. Pada penelitian ini data juga dianalisis menggunakan Analisis Komponen Utama (AKU). Analisis Komponen Utama (AKU) yang digunakan berdasarkan Gaspersz (1992) dengan model persamaan untuk bagian tubuh sebagai berikut :
Yp = a1pX1+ a2pX2+ ... + appXp
Keterangan:
Yp = komponen utama ke-p,
A1p-app = vektor ciri (kofisien pembobot komponen utama), dan
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi
Lokasi penelitian terletak di suatu laboratorium perusahaan penangkaran satwa di Taman Kencana, Bogor. Hewan penelitian dikandangkan pada kandang individu dan diletakkan pada suatu ruangan tertutup yang dilengkapi berbagai fasilitas antara lain house fan, kran air, lampu, termometer, dan alat-alat kebersihan. Ruang kandang terletak terpisah dari kandang hewan lainnya dengan kondisi yang teduh karena terdapat pohon besar disampingnya. Suhu pada ruangan kandang berkisar antara 25-29 oC dengan kelembaban berkisar antara 40-70%. kondisi suhu pada ruangan kandang cenderung stabil tetapi karena pergantian cuaca, kelembaban kandang dapat mengalami peningkatan sampai 90% pada pagi hari.
Monyet ekor panjang mendapatkan pelakuan perawatan kesehatan. Monyet ekor panjang dikarantina terlebih dahulu sebelum dikandangkan dan dilakukan pemeriksaan setiap bulannya meliputi penimbangan bobot badan, penyuntikan indikator tuberkolosis (TB), dan pembersihan kandang setiap paginya. Pemberian anti serangga di sekitar kandang juga dilakukan untuk mencegah serangga masuk yang dapat menyebarkan atau menularkan penyakit.
3a 3b
3c 3d
Gambar 3. Kandang Individu Monyet Ekor Panjang Beserta Fasilitas Ruang Masuk (3a, 3b) dan Kegiatan Penyuntikan Indikator TB (3c) serta Penimbangan Bobot Badan (3d)
Pakan
Monyet ekor panjang diberi tiga perlakuan yaitu pakan A, B dan C. Pakan dan air minum diberikan ad libitum sebanyak dua kali sehari pagi dan sore dengan makanan tambahan berupa pisang dan dilaksanakan bergantian menurut jadwal piket. Hasil proksimat pakan yang diberikan kepada monyet ekor panjang sebagai perlakuan tersaji pada Tabel 5.
Table 5. Hasil Proksimat Kandungan Nutrisi Pakan A, Pakan B dan Pakan C
No Nutrisi Pakan A (tallow) Pakan B (tallow dan kuning telor) Pakan C (monkey chow) 1 Bahan kering (%) 68,09 70,18 92,75 2 Kadar abu (%) 4,73 3,89 7,65 3 Protein kasar (%) 14,42 15,01 29,39 4 Serat kasar (%) 1,81 1,14 6,02 5 Lemak kasar (%) 19,62 19,62 5,55 6 BETN (%) 59,62 60,34 51,38 7 Ca (%) 1,41 1,25 1,66 8 P (%) 0,65 0,58 1,55
9 Gross energi (Kal/kg) 4,48 4,21 4,33
Keterangan: Hasil proksimat Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
Pakan obes A dengan kandungan energi 4,48 Kal/kg berasal dari ransum yang mengandung BETN tinggi dan lemak tinggi yang berbahan dasar lemak sapi, sedangkan pakan obes B dengan kandungan energi 4,21 Kal/kg sama dengan ransum A namun berbahan dasar lemak sapi dan kuning telur. Pakan kontrol (monkey chow) mengandung energi 4,33 Kal/kg yang berasal dari ransum dengan persentase protein kasar tinggi. Konsumsi pakan B (130 g/ekor/hari) lebih banyak jika dibandingkan pakan A (90 g/ekor/hari) dan pakan kontrol (80 g/ekor/hari). Hal ini dikarenakan pada pakan B terdapat kuning telur yang dapat meningkatkan palatabilitas.
A B C
Gambar 4. Bentuk Pakan Obes dengan Energi 4,48 Kal/kg (A), Pakan Obes B dengan Energi 4,21 Kal/kg (B) dan Pakan monkey chow dengan Energi 4,33 Kal,kg (C)
Terdapat perbedaan bentuk fisik pakan yaitu pakan A dan B berwarna merah dengan bentuk bulat lonjong dengan konsetrasi lembek (BK 70%), sedangkan pakan C berwarna coklat kekuningan dan berbentuk lebih pipih, lonjong dan keras (BK 90%). Pakan tersebut semua disukai, namun yang paling tinggi dikonsumsi adalah pakan B. Hal ini disebabkan adanya rasa gurih yang berasal dari kuning telur.
Perkembangan Ukuran-ukuran Tubuh Monyet Ekor Panjang Selama Penelitian
Bobot Badan
Bobot badan dipengaruhi oleh perlakuan pakan B. Tabel 6 menyajikan rataan perkembangan ukuran lingkar bobot badan monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan. Hasil analisis statistik menunjukkan peningkatan bobot badan monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan memiliki perbedaan yang nyata (P<0,01). Perlakuan pakan B nyata (P<0,05) lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan pakan C, sedangkan perlakuan A tidak berbada nyata dengan perlakuan B dan C. Perlakuan pemberian pakan B meningkatkan bobot badan yang lebih baik
daripada perlakuan pakan yang lainnya. Hal ini karena pakan B terkandung kuning telor yang dapat meningkatkan rasa gurih pada pakan sehingga monyet yang diberi pakan B lebih banyak mengkonsumsi pakan. Sedangkan pada pakan yang lainnya tidak.
Tabel 6. Rataan Bobot Badan, Simpangan Baku, dan Koefisien Keragaman Bobot Badan selama Penelitian
Periode A PerlakuanB C X ± SB X± SB X± SB (bulan ke) --- (kg) ---0 4,76± 0,50 (10,95) 4,64± 0,50 (10,84) 4,66± 0, 50 (10,69) 1 4,56± 0,68 (15,00) 4,90± 0,52 (10,51) 4,51± 0,37 (8,09) 2 4,54± 0,54 (12,97) 5,01± 0,83 (16,56) 4,45± 0,30 (6,71) 3 4,58± 0,60 (13,16) 5,05± 0,83 (16,43) 4,58± 0, 23 (4,98) 4 4,82± 0,92 18,87 5,09± 0,88 (17,22) 4,60± 0,26 (5,54)
Keterangan : Angka dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman (%)
Pada Tabel 6 juga dapat dilihat bahwa semakin lama pakan diberikan koefisien keragaman pada pakan A dan B mengalami peningkatan sehingga respon individu monyet yang diberi perlakuan pakan A dan B semakin lama semakin beragam. Berbeda dengan pakan C, semakin lama pakan C diberikan maka semakin kecil nilai keragamannya. Respon individu terhadap pakan C semakin lama semakin seragam.
Dapat dilihat pada Gambar 5 bahwa monyet ekor panjang yang diberi perlakuan A dan C mengalami penurunan bobot badan pada bulan pertama. Hal ini karena keadaan monyet yang stres akibat sulitnya beradaptasi dengan perubahan lingkungan tempat tinggal dan pakan yang baru.
Pada Gambar 5 juga dapat dilihat bahwa monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan A dan B selama empat bulan terjadi peningkatan bobot badan. Peningkatan bobot badan terbaik pada perlakuan A terjadi pada bulan ke-4, peningkatan bobot badan terbaik pada perlakuan B pada bulan ke-1, sedangkan pada perlakuan C tidak terjadi peningkatan yang nyata.
Gambar 5. Grafik Perkembangan Bobot Badan selama Penelitian
Terjadinya peningkatan bobot badan karena pada pakan A dan B terkandung lemak 19,66 %, BETN sekitar 50-70%, dan mengandung energi lebih dari 4,2 Kal/kg. Sesuai dengan pernyataan Bennett et al. (2006) mendefinisikan pakan obese atau yang dapat menyebabkan obes adalah pakan yang di dalamnya terkandung energi sebesar 4,2 Kal/kg, terdiri dari 21-31% lemak dan 50-70% soluble carbohidrate (sukrosa dan dextrin). Pemberian perlakuan pakan A dan B memungkinkan terjadinya obesitas pada monyet ekor panjang jika diberikan perlakuan pakan A dan B dalam jangka waktu yang lebih lama.
Ukuran Lingkar Betis
Lingkar betis tidak dipengaruhi oleh pakan. Tabel 7 menyajikan rataan perkembangan ukuran lingkar betis monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa peningkatan ukuran lingkar betis
4
5
6
0
1
2
3
4
Periode (bln)
B
o
b
o
t
B
adan
(kg
)
A
B
C
monyet ekor panjang yang diberi perlakuan tidak memiliki perbedaan yang nyata. Pemberian perlakuan pakan tidak mempengaruhi lingkar betis secara nyata. Nilai rataan ukuran lingkar betis cenderung seragam. Hal ini diartikan bahwa deposisi lemak sedikit terjadi pada bagian betis. Hal ini sesuai pernyataan Adam (2006) yang menyatakan pada pria, lemak tubuh banyak didistribusikan di bagian atas tubuh yaitu bagian perut.
Tabel 7. Rataan Lingkar Betis, Simpangan Baku, dan Koefisisen Keragaman Lingkar Betis selama Penelitian
Periode Perlakuan A B C X± SB X± SB X ± SB (bulan ke) --- (cm)---0 10,80± 0,84 (7,75) 10,6± 0,55 (5,17) 10,54± 0,75 (7,09) 1 10,82± 1,55 (14,32) 11,16± 0,83 (7,43) 11,00± 0,38 (3,46) 2 10,82± 1,22 (11,29) 11,28± 1,20 (10,63) 10,92± 0,43 (3,91) 3 11,08± 0,88 (7,90) 11,28± 1,23 (10,88) 11,10± 0,26 (2,30) 4 11,04± 0,95 (8,63) 11,3± 1,27 (11,26) 11,24± 0,31 (2,71)
Keterangan : Angka dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman (%)
Pada Tabel 7 dapat dilihat juga bahwa nilai keragaman dari masing-masing perlakuan cenderung berbeda. Pada perlakuan pakan A, semakin lama pemberian perlakuan pakan maka semakin kecil nilai keragamannya. Hal ini dapat diartikan bahwa respon perkembangan ukuran lingkar betis setiap individu pada monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan A semakin lama semakin seragam. Pada perlakuan pakan B, semakin lamanya pemberian perlakuan pakan B maka semakin besar nilai keragamannya. Hal ini diartikan bahwa respon perkembangan ukuran lingkar betis setiap individu monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan B, semakin lama semakin beragam. Pada perlakuan pakan C, semakin lama pemberian perlakuan maka semakin kecil nilai keragamannya, dapat diartikan bahwa respon
perkembangan ukuran lingkar betis setiap individu pada monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan C semakin lama semakin seragam.
Gambar 6. Grafik Perkembangan Lingkar Betis selama Penelitian
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan peningkatan pada rataan ukuran lingkar betis monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan A, B dan C meskipun terjadi kesetabilan pada bulan ke-4. Peningkatan ukuran lingkar betis monyet ekor panjang yang diberi perlakuan A terjadi pada bulan ke-3, peningkatan ukuran lingkar betis monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan B terjadi pada bulan ke-1, dan peningkatan ukuran lingkar betis monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan C terjadi pada bulan ke-1. Terjadi penurunan ukuran lingkar betis yang diberi perlakuan pakan B pada bulan ke-2 tetapi tidak signifikan. Hal ini dikarenakan terjadinya stres sehingga terjadi gerakan-gerakan yang menyebabkan penyusutan ukuran pada bagian lingkar betis.
Monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan A dan B mengalami peningkatan ukuran lingkar betis sangat baik pada bulan pertama sedangkan yang diberi perlakuan C mengalami peningkatan ukuran lingkar betis terbaik pada bulan ke-3.
10
11
12
0
1
2
3
4
Periode (bln)
L
ing
k
ar
B
eti
s
(cm
)
.
A
B
C
Ukuran Lingkar Paha
Lingkar paha dipengaruhi oleh pakan. Tabel 8 menyajikan rataan perkembangan ukuran lingkar paha monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan.
Tabel 8. Rataan Linkar Paha, Simpangan Baku, dan Koefisisen Keragaman Lingkar Paha selama Penelitian
Periode Perlakuan A B C X ± SB X± SB X ± SB (bulan ke) --- (cm) ---0 16,9± 1,08 (6,41) 16,7± 1,23 (7,38) 17,04± 1,54 (9,06) 1 16,66± 1,87 (11,23) 17,54± 1,45 (8,29) 16,80± 1,37 (8,13) 2 17,12± 0,90 (5,25) 17,48± 1,13 (6,44) 16,78± 0,84 (4,99) 3 16,7± 1,27 (7,57) 18,30± 1,77 (9,68) 15,46± 2,25 (14,55) 4 16,72± 1,29 (7,73) 18,36± 1,74 (9,45) 16,76± 0,74 (4,44)
Keterangan : Angka dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman (%)
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pakan A nyata (P<0,05) lebih kecil bila dibandingkan dengan perlakuan pakan B, perlakuan C juga nyata (P<0,05) lebih kecil bila dibandingkan dengan perlakuan pakan B, sedangkan perlakuan A dan C tidak berbeda nyata. Pada perkembangan ukuran lingkar paha, perkembangan terbaik terjadi pada monyet okor panjang yang diberi perlakuan pakan B. Hal ini diartikan bahwa pakan B dengan kandungan berbahan dasar lemak sapi, kuning telur dan disukai mempengaruhi deposisi lemak-otot pada paha.Nilai keragaman dari setiap perlakuan cenderung sama dan stabil. Nilai keragaman yang terdapat pada Tabel 8 cenderung kecil. Hal ini diartikan bahwa respon setiap individu monyet ekor yang diberi perlakuan pakan cenderung seragam.
Gambar 7. Grafik Perkembangan Lingkar Paha selama Penelitian
Pada Gambar 7 memperlihatkan bahwa peningkatan ukuran lingkar paha sangat fluktuatif. Terjadi peningkatan dan penurunan ukuran di periode yang berbeda. Peningkatan terbaik ukuran lingkar paha monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan A terjadi pada bulan ke-2. Peningkatan ukuran lingkar paha yang diberi perlakuan B terjadi pada bulan ke-1 dan ke-3. Sedangkan peningkatan terbaik lingkar paha yang diberi perlakuan C terjadi pada bulan ke-2. Pada bulan ke-3 terjadi penurunan pada perlakuan pakan A dan C. Hal ini dikarenakan aktifitas gerakan berloncat-loncat yang terjadi pada monyet ekor panjang dan tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah konsumsi sehingga terjadi penurunan ukuran pada lingkar paha. Ukuran Lingkar Lengan
Lingkar lengan tidak dipengaruhi oleh pakan. Tabel 9 menyajikan rataan perkembangan ukuran lingkar lengan monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perkembangan ukuran lingkar lengan yang diberi perlakuan pakan tidak berbeda nyata.
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
0
1
2
3
4
Periode (bln)
L
in
gk
ar
P
ah
a
(cm
)
.
A
B
C
Tabel 9. Rataan Lingkar Lengan, Simpangan Baku, dan Koefisisen Keragaman Lingkar Lengan selama Penelitian
Periode Perlakuan A B C X± SB X± SB X ± SB (bulan ke) --- (cm)---0 13,60± 1,08 (7,79) 12,88± 1,56 (12,15) 14,2± 1,64 (9,36) 1 13,38± 0,91 (6,82) 14,04± 0,95 (6,77) 13,78± 1,29 (9,36) 2 13,52± 0,70 (5,19) 14,06± 1,27 (9,02) 13,48± 0,64 (4,73) 3 13, 58± 0,68 (4,98) 13,76± 0,64 (4,67) 13,46± 0,77 (5,72) 4 13,54± 0,77 (5,69) 13,58± 0,96 (7,05) 13,54± 0,73 (5,39)
Keterangan : Angka dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman (%)
Dari hasil analisis dapat diartikan bahwa perlakuan pakan tidak mempengaruhi perkembangan ukuran lingkar lengan monyet ekor panjang secara nyata. Dapat dikatakan juga bahwa deposisi lemak-otot sedikit terjadi pada bagian lengan. Sesuai dengan pernyataan Adam (2006) yang menyatakan pada pria, lemak tubuh banyak didistribusikan di bagian atas tubuh yaitu bagian perut.
Pada Tabel 9 juga dapat dilihat bahwa semakin lama pemberian perlakuan pakan semakin kecil nilai keragamannya, meskipun terjadi sedikit kenaikan pada bulan ke-4 tetapi tidak signifikan. Hal ini dapat diartikan bahwa respon peningkatan ukuran lingkar lengan setiap individu monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan semakin lama semakin seragam. Gambar 8 menegaskan bahwa terjadi kestabilan ukuran dari bulan ke-1 sampai bulan ke-4 pada semua perlakuan meskipun terjadi peningkatan ukuran lingkar lengan pada bulan ke-1 tetapi tidak nyata.
Gambar 8. Grafik Perkembangan Lingkar Lengan selama Penelitian
Pada Gambar 8 dapat dilihat peningkatan ukuran lingkar lengan pada setiap bulannya cenderung setabil. Pada bulan ke-1 terjadi peningkatan ukuran lingkar lengan monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan B tetapi tidak berbeda nyata.
Ukuran Lingkar Pinggul
Lingkar pinggul dipengaruhi oleh pakan. Tabel 10 menyajikan rataan perkembangan ukuran lingkar pinggul monyet ekor panjang yang diberi perlakuan pakan. Terlihat pada hasil analisis statistik, perkembangan ukuran lingkar pinggul berbeda sangat nyata (P<0,01) pada setiap perlakuan. Perlakuan pakan B sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan pakan A dan C, hal ini dikarenakan kandungan nutrisi dan rasa pakan pada ransum B mempengaruhi tingkat konsumsi dan berdampak pada deposisi lemak-otot di pinggul. Pakan C sangat nyata lebih rendah (P<0,01) bila dibandingkan dengan perlakuan pakan B dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan pakan A.