Tajdidukasi: Jurnal Penelitian dan Kajian Pendidikan merupakan jurnal Penelitian dan Kajian Pendidikan yang berisi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) serta Kajian Pendidikan interdisipliner di Perguruan Tinggi yang diterbitkan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta. Artikel hasil PTK dan PTS serta kajian pemikiran pendidikan ditulis oleh para Guru dan Kepala Sekolah serta Dosen dalam mengujicobakan metode dan strategi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pendidikan baik SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK serta Perguruan Tinggi. Artikel PTK dan PTS fokus pada mata pelajaran di sekolah/madrasah, seperti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Imu Pengetahuan Sosial (IPS), Matematika, Fisika, Kimia, bahkan teknik, seperti Teknik Mesin, Elektro, Informatika dan lain sebagainya. Sementara itu, artikel Kajian Pendidikan merupakan penelitian interdisipliner dan multidisipliner yang dilakukan Dosen di Perguruan Tinggi terhadap khasanah keIslaman. Tajdidukasi: Jurnal Penelitian dan Kajian Pendidikan adalah jurnal terbuka yang versi
soft-file-nya bisa dibaca dan diakses secara gratis, sementara versi print out/ hardcopy dapat diperoleh
dengan menghubungi distributor di alamat serial tajdidukasi.ac.id. Sof-file keseluruhan artikel yang diterbitkan dapat diakses melalui Tajdidukasi Open Access Juornal di www.dikdasmenpwmdiy.or.id
Pimpinan Editor
Suyadi, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Indonesia
Anggota Editor
Arif Budi Raharjo, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Indonesia Achmad Muhammad, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia
Hendro Widodo, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta Mundzirin Yusuf, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia
Sumedi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia Sukamto, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Indonesia
Sumarsono, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Indonesia Sarjilah (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan) Yogyakarta Fathur Rahman, M.Si., Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Indonesia
Editor Pelaksana
Suryanto, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Indonesia Suyatno, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta Farid Setiawan, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta
Alamat Redaksi:
Kantor Majelis Pendidikan Dasar dan Mene ngah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah D.I. Yogyakarta
Jl. Gedongkuning No. 130B Yogyakarta Kode Pos : 55171
Telephone : (0274) 377078 Facsimile : (0274) 371718 Website : www.dikdasmenpwmdiy.or.id E-Mail : [email protected]
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN
BERBAHASA JAWA RAGAM KRAMA
Fitri Nur Hayati
SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta [email protected]
Abstrak
Pembelajaran bahasa Jawa menjadi tantangan bagi siswa yang berasal dari dalam maupun luar Jawa (penutur asing). Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Jawa krama menggunakan metode Paired Role Playing. Penelitian tindakan kelas ini menggunakan model Kemmis dan Mc.Taggart yang terdiri atas empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X IPS 1 SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta, dengan jumlah 30% siswa berasal dari luar Jawa. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, tes, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Pada pra tindakan, 75% siswa tidak tuntas dalam pembelajaran, karena masih “sasar susur” dalam memilih kosakata. Setelah dilakukan tindakan, terjadi peningkatan aktivitas yang ditandai dengan banyaknya siswa yang lebih aktif dalam menggunakan bahasa Jawa sesuai
unggah-ungguh, bermain peran dengan tanpa membaca naskah, dan dapat melakukan improvisasi.
Peningkatan keterampilan berbicara siswa terlihat dalam aspek intonasi, pelafalan kata (dari yang semula masih “sasar-susur”, menjadi sesuai dengan pakem bahasa Jawa), kelancaran berbicara, dan kesesuaian penggunaan kata terhadap mitra tutur. Peningkatan dapat dilihat berdasarkan rerata nilai keterampilan yang semula 30% menjadi 70% pada siklus I. Sedangkan di siklus II, secara klasikal keterampilan siswa mengalami kenaikan sebesar 85%.
Kata Kunci: Metode Paired Role Playing, Keterampilan Berbicara Ragam Krama
PENDAHULUAN
Pembelajaran Bahasa Jawa di Se-kolah Menengah Atas (SMA) bertujuan untuk meningkatkan kemampuan para siswa dalam berkomunikasi meng-gunakan bahasa Jawa dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan. Di samping itu, pembelajaran dilaksanakan sebagai upaya menjaga kelestarian bahasa Jawa sebagai bahasa daerah. Pembelajaran bahasa Jawa di-laksanakan sebagai wujud implementasi
kurikulum muatan lokal yang tertuang dalam Kompetensi Dasar (KD) 4.2 yaitu simulasi berbahasa Jawa dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat dengan unggah-ungguh yang tepat. Pembelajaran diarahkan untuk mem-bekali siswa agar lebih terampil dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa yang benar. Hal itu dilakukan agar ruh bahasa Jawa sebagai bahasa pem-bentuk etika sopan santun siswa dapat terealisasi. Oleh sebab itu, penguasaan
siswa terhadap unggah-ungguh bahasa Jawa (selanjutnya disingkat UUBJ) mutlak diperlukan dan harus mendapat perhatian lebih serius.
Keterampilan berbicara tidak da-tang begitu saja, tetapi perlu dilatih secara berkala agar berkembang dengan maksimal. Menurut Tarigan (2008: 1), keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak latihan. Melatih keterampilan berbicara dimulai sejak dini di ling-kungan sekolah tempat di mana siswa belajar. Dalam proses belajar bahasa di sekolah, anak-anak mengembangkan kemampuan secara vertikal dan hori-zontal (Darmiyati, 1999: 11). Kemam-puan berbicara tidak diperoleh dengan sendirinya, tetapi dapat dikembangkan melalui jalur sekolah, serta melalui program khusus dan latihan.
Proses pembelajaran bahasa Jawa seharusnya dikemas dalam kondisi serius, menantang, dan menyenangkan bagi siswa. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran UUBJ (khususnya kete-rampilan berbicara) mengalami banyak kendala, di antaranya penggunaan me-tode pembelajaran yang kurang variatif, kurangnya media pembelajaran, serta keterbatasan siswa dalam memahami undha-usuk bahasa Jawa yang dianggap rumit. Hal ini ditemukan pada beberapa sekolah di daerah Kota Yogyakarta, khususnya siswa SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta.
SMA Muhammadiyah 2 Yogya-karta memiliki siswa dengan tingkat
heterogenitas tinggi. Hampir 50% dari jumlah seluruh siswa di SMA Muham-madiyah 2 Yogyakarta merupakan siswa yang berasal dari luar wilayah Jawa. Selain itu, kendala juga terdapat pada kurangnya pembiasaan di lingkungan keluarga, khususnya dalam berbicara menggunakan bahasa Jawa baik ngoko maupun krama. Hal ini menyebabkan lemahnya kemampuan siswa dalam berbicara menggunakan bahasa Jawa krama, salah satunya di kelas X IPS 1 SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, kelas X IPS 1 memiliki ka-rakteristik yang cukup unik. Sejumlah 30% siswa berasal dari luar Jawa (selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi), 40% siswa berasal dari Jawa namun selalu menggunakan baha-sa Indonesia dalam komunikasi (dise-babkan karena pembiasaan komunikasi dalam lingkungan keluarga), dan 30% siswa berasal dari Jawa (menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan lingkungannya). Terbatasnya kosakata menyebabkan kurangnya mi-nat, motivasi, dan kemampuan siswa dalam berbicara menggunakan bahasa Jawa khususnya ragam krama.
Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka (2009: 101- 127) menjelaskan bahwa unggah-ungguh bahasa Jawa dibedakan menjadi dua, yaitu bentuk ragam ngoko dan krama. Ragam krama merupakan bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang berintikan leksikon krama. Ragam krama digunakan oleh mereka yang
merasa dirinya lebih rendah status so-sialnya daripada mitra tuturnya. Ragam krama digunakan oleh mereka yang be-lum akrab dan oleh mereka yang merasa dirinya lebih rendah status sosialnya daripada lawan bicara. Bahasa Jawa krama inggil/ alus menyangkut apresiasi dan status sosial yang erat sekali dengan etika dan sopan santun. Pada umumnya krama inggil digunakan oleh bawahan kepada atasan, anak kepada orang tua, dan murid kepada gurunya. Dalam percakapan sehari-hari, krama inggil terbukti bisa membuat suasana har-monis. Dengan berbahasa Jawa halus, berarti sudah memulai hubungan yang penuh tata krama. Masing-masing pihak terjaga perasaannya dan emosi mudah terkendali (Setiyanto, 2010: 18).
Proses pembelajaran berbicara akan menjadi mudah jika siswa terlibat aktif berkomunikasi (Iskandarwassid, 2008: 239). Pemahaman siswa terhadap tingkat tutur ragam krama inggil dapat dibentuk melalui penerapan metode pembelajaran yang mampu membe-rikan ruang bagi siswa untuk memp-raktikkan keterampilan berbicara. Metode pembelajaran yang digunakan adalah Paired Role Playing. Metode Paired Role Playing yaitu metode yang meminta siswa untuk merefleksikan pengalaman belajar melalui kegiatan bermain peran. Kegiatan bermain peran ini dilakukan secara berpasangan. Ke-giatan pembelajaran bahasa Jawa krama menggunakan metode ini merupakan salah satu upaya pembiasaan kepada siswa untuk mempraktikkan bahasa
Jawa sesuai dengan unggah-ungguh atau tata kramanya.
Metode Paired Role Playing ini merupakan pengembangan dari metode Role Playing (bermain peran). Menurut Hamdani (2011: 87), Role Playing ada-lah cara penguasaan bahan-bahan pela-jaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, bergantung pada apa yang diperankan. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Sudjana (2005: 62) bahwa metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan ima-jinasi dan penghayatan siswa. Berdas-arkan pendapat-pendapat tersebut dapat diketahui bahwa Paired Role Playing merupakan sebuah metode pembelaja-ran yang memberikan ruang bagi siswa untuk menjadi partisipan aktif dalam memerankan sebuah permasalahan yang disajikan dalam sebuah pembela-jaran yang dilakukan secara berpasang-pasangan.
Metode Paired Role Playing me-rupakan pengembangan dari metode Role Playing yang memiliki beberapa kelebihan, yaitu siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh; permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda; guru dapat mengevaluasi pemahaman setiap siswa melalui pengamatan pada saat
melakukan permainan; dan permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. Metode Paired Role Playing bertujuan untuk membantu siswa menemukan mak-na diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui metode ini siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Proses bermain peran ini dapat memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk: (1) menggali perasaannya; (2) memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsinya; (3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam meme-cahkan masalah, dan (4) mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara (Uno, 2011: 26). Metode Paired Role Playing dapat dibuktikan sebagai suatu media pendidikan yang ampuh, di mana saja terdapat peran-peran yang dapat didefinisikan dengan jelas, yang memiliki interaksi yang mungkin dieksplorasi dalam keadaan yang ber-sifat simulasi (skenario) (Zaini, 2008: 99). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, metode Paired Role Playing yang diambil dalam penelitian ini bertu-juan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa melalui simulasi nyata yang dialami siswa dalam bentuk ber-main peran yang mengangkat sebuah topik tertentu dan dilakukan oleh 2 orang siswa (berpasangan).
METODE PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas ini bertu-juan untuk meningkatkan keterampilan berbicara ragam krama melalui metode Paired Role Playing. Penelitian tinda-kan kelas merupatinda-kan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama (Suharsimi Arikunto, dkk. 2009: 3). Sedangkan menurut Mulyasa dalam Suyadi (2013: 11), penelitian tindakan kelas merupakan upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelom-pok peserta didik dengan memberikan sebuah tindakan (treatment) yang sen-gaja dimunculkan. Penelitian menggu-nakan model Kemmis dan Mc.Taggart melalui dua siklus yang terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, pe-laksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Penjabaran dari keempat tahap setiap siklus adalah sebagai berikut. 1. Perencanaan
Kegiatan dalam tahap perencanaan ini adalah sebagai berikut:
a. menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
b. merinci alokasi waktu
c. membagi siswa ke dalam kelompok, dengan jumlah anggota masing-masing 2 siswa
d. membuat soal tes, lembar kerja siswa, dan pedoman penilaian e. menyusun instrumen penelitian
yang terdiri dari lembar observasi kemampuan siswa dalam praktik berbahasa Jawa ragam krama
sela-ma proses pembelajaran
f. membuat indikator penilaian hasil belajar praktik berbahasa Jawa ragam krama.
2. Tindakan
Kegiatan pelaksanaan tindakan dari rencana yang telah disusun meliputi: a. Kegiatan Pendahuluan
1) guru membuka pelajaran dan mem-berikan apersepsi tentang bahasa jawa ragam krama.
2) guru menyampaikan tujuan pembe-lajaran.
b. Kegiatan inti
1) guru membagi siswa ke dalam ke-lompok belajar
2) siswa mendiskusikan materi bahasa jawa ragam krama
3) siswa diberi kesempatan untuk men-gembangkan hasil diskusi menjadi sebuah naskah dialog
4) siswa mensimulasikan dialog 5) guru melakukan refleksi
pembela-jaran.
6) guru melakukan penilaian praktik dan hasil karya siswa berupa naskah dialog
c. Kegiatan penutup
1) Guru melakukan refleksi pembela-jaran
2) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk menganalisa sebuah video dialog berbahasa krama. 3. Observasi atau Pengamatan
Kegiatan observasi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tin-dakan. Kegiatan observasi dilakukan
langsung oleh guru sebagai peneliti, dibantu oleh seorang kolaborator yang juga berprofesi sebagai seorang guru bahasa Jawa. Observasi bertujuan untuk mengetahui aktivitas dan kemampuan siswa dalam praktik berbahasa Jawa ragam krama. Selain itu, observasi dilakukan sebagai data pendukung dan penguat penelitian.
4. Refleksi
Data yang diperoleh selama ob-servasi kemudian direfleksikan oleh peneliti dan kolaborator. Kegiatan refleksi ini menguraikan tentang proses dan dampak tindakan perbaikan yang dilaksanakan, serta kriteria dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus selanjutnya. Siklus pertama di-katakan berhasil apabila kemampuan praktik berbahasa Jawa ragam krama telah mencapai nilai ≥ 76. Apabila siklus I telah dianggap berhasil maka siklus II digunakan sebagai penguatan atau pemantapan materi. Namun jika siklus I tidak berhasil, maka siklus II digunakan untuk memperbaiki hambatan atau ke-kurangan yang ada pada siklus I.
Penelitian ini dilakukan sejak bulan Desember 2017 hingga April 2018. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPS 1 SMA Muhamma-diyah 2 Yogyakarta yang berjumlah 35 siswa, dengan komposisi sejumlah 30% siswa kelas X IPS 1 berasal dari luar Jawa (selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi), 40% siswa berasal dari Jawa namun selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam
komunikasi (disebabkan karena pem-biasaan komunikasi dalam lingkungan keluarga), dan 30% siswa berasal dari Jawa (menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan lingkungannya). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ob-servasi, tes, dan dokumentasi. Observasi dilakukan untuk memperoleh data tentang aktivitas dan keterampilan siswa dalam berbicara menggunakan bahasa jawa ragam krama, tes dilakukan untuk men-getahui hasil atau prestasi belajar siswa, dan studi dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah tersedia dalam catatan dokumen. Data yang digu-nakan dalam analisis data adalah data ku-alitatif dan data kuantitatif. Data kuku-alitatif adalah data yang diperoleh dan dianalisis bukan dalam bentuk angka, melainkan dalam bentuk deskriptif atau berupa kata-kata. Data hasil observasi aktivitas guru, siswa, dan hasil catatan lapangan merupakan data kualitatif. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang diperoleh dari hasil perhitungan angka-angka. Data kuantitatif berupa hasil observasi aktivitas siswa dan hasil tes evaluasi siswa setelah mengikuti pembelajaran bahasa Jawa ragam krama melalui metode Paired Role Playing. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif, untuk menarik kesimpulan dari seluruh data yang telah diperoleh. Data yang dianalisis adalah hasil obser-vasi aktivitas dan hasil evaluasi siswa. Data hasil observasi aktivitas guru dan siswa dianalisis dalam bentuk penarikan kesimpulan secara deskriptif. Kriteria
ketuntasan belajar klasikal yaitu apabila terdapat 75% siswa yang telah mencapai nilai minimal 76. Rumus untuk menga-nalisis ketuntasan belajar siswa secara klasikal adalah sebagai berikut:
Keterangan:
P = persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal
n = jumlah siswa yang tuntas belajarnya N = jumlah seluruh siswa (Depdiknas,
2004:17)
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Siklus I
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Rabu 7 Februari 2018 dan pertemuan kedua dilaksanakan pada Rabu 14 Februari 2018 mulai pukul 07.00 dan berakhir pada 07.45 WIB. a) Perencanaan
Tahap perencanaan siklus I perte-muan ke 1, peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), me-rinci alokasi waktu, membagi siswa ke dalam 5 kelompok belajar, membuat penilaian kognitif dilengkapi dengan pedoman penilaian, dan menyusun instrumen penelitian. Sedangkan siklus I pertemuan ke 2, perencanaan dilaku-kan dengan menyusun penugasan dan pedoman penilaian. Pada penugasan ini, guru menentukan dialog yang akan dipraktikkan oleh siswa. Guru menyusun beberapa jenis soal (berupa naskah dialog) dengan kode dan konten
yang berbeda, berisi naskah dialog yang nantinya akan dilengkapi oleh siswa menggunakan Jawa krama dengan cara praktik secara langsung. Dalam hal ini, guru meminta bantuan dari siswa lain untuk membacakan naskah dialog (ber-peran sebagai salah satu tokoh/ pembaca soal secara bergantian), dan siswa lain bertugas merekam kegiatan penugasan. b) Pelaksanaan Tindakan
Pembelajaran Siklus I pertemuan ke 1 pada hari Rabu 7 Februari 2018 dilaksanakan sesuai dengan RPP yang telah disusun. Guru membuka pembe-lajaran dengan mengucapkan salam. Selanjutnya, siswa merespon salam, presensi dan pertanyaan dari guru yang berhubungan dengan kondisi dan pembelajaran sebelumnya. Siswa menerima informasi tentang materi pembelajaran, tujuan, dan keterkaitan materi unggah-ungguh bahasa Jawa dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, siswa juga menerima informasi kompetensi, cakupan materi, manfaat, dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan. Selanjutnya siswa dibagi ke dalam kelompok.
Saat pembelajaran siklus I perte-muan ke 1, siswa menerima penjelasan konsep berbahasa Jawa ragam krama. Guru membentuk kelompok kerja yang beranggotakan 6-7 orang. Masing-ma-sing siswa menerima kartu karakter se-bagai penentu karakter tokoh yang akan dimainkannya. Siswa berdiskusi untuk menentukan unggah-ungguh bahasa Jawa dan dan naskah dialog yang akan
dibuatnya. Siswa mensimulasikan hasil diskusi tentang unggah-ungguh bahasa Jawa dan naskah dialog yang dibuat. Guru memberi kesempatan bertanya kepada siswa kemudian memandu siswa dalam menentukan kesimpulan pembe-lajaran tentang unggah-ungguh bahasa Jawa. Pada pertemuan ke 2 siklus II, ke-giatan yang dilakukan hampir sama den-gan pertemuan sebelumnya. Perbedaan yang terjadi antara siklus I pertemuan ke 1 dengan pertemuan ke 2 yaitu sis-wa diberi tugas untuk mempraktikkan kembali sebuah dialog secara spontan. Siswa diberi tugas untuk melengkapi dialog yang telah disiapkan oleh guru. Kelompok siswa maju ke depan kelas secara bergiliran. Siswa lain menyimak simulasi yang diperankan oleh kelom-pok lain. Dengan begitu, siswa belajar mencari tahu konsep tentang unggah-ungguh bahasa Jawa krama yang sedang dipraktikkan.
c) Observasi Tindakan
Kegiatan inti pertemuan ke 1 dan ke 2 siklus I berupa simulasi hasil pe-nulisan naskah dialog di depan kelas. Beberapa siswa masih canggung saat mempraktikkan bahasa Jawa ragam krama. Beberapa siswa masih terlihat kurang antusias dalam mengikuti pem-belajaran. Siswa lain turut memberikan komentar pada simulasi yang dilakukan oleh kelompok lain. Beberapa siswa mencatat setiap kosakata baru yang didapatkan dari guru maupun kelompok lain. Saat menjawab pertanyaan, masih banyak siswa yang belum menggunakan
bahasa yang sopan (sesuai unggah-ungguh). Saat melakukan diskusi ten-tang tema, latar dan skenario sebelum penampilan, masih terdapat beberapa siswa yang terlihat kurang antusias. Di akhir kegiatan, guru membantu siswa melakukan refleksi dan menyimpulkan kegiatan yang telah dilakukan. Guru mengingatkan siswa untuk membaca glosarium atau bacaan berbahasa Jawa
ragam krama. Selain itu, siswa juga diminta untuk mencari tahu tentang kosakata yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari menggunakan bahasa Jawa ragam krama, untuk dijadikan sebagai bahan materi pada pertemuan berikutnya. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam penutup. Hasil observasi secara khusus dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 1. Hasil Observasi Siswa Siklus I Pertemuan ke 1 dan ke 2 secara Khusus dalam Penerapan Metode Paired Role Playing
No Deskriptor
Siklus 1 P 1 P 2 F % F %
1 Mencatat hal-hal penting yang disampaikan
guru atau didapatkan dari praktik bermain peran 13 37 % 20 57% 2 Menjawab pertanyaan dengan bahasa yang
sesuai unggah-ungguh 11 31 % 19 54%
3 Melakukan diskusi mengenai tema, latar dan skenario sebelum penampilan dengan penuh tanggungjawab
8 23 % 28 80%
4 Bermain peran dengan tidak terpaku (membaca)
skenario 2 6 % 10 29%
5 Melakukan improvisasi yang sejalan dengan
jalan cerita 2 6 % 5 14%
Keterangan:
Interval (%) Kategori Kode
75 – 100 Sangat baik A
51 – 74 Baik B
26 – 50 Cukup C
Hasil observasi siklus I menun-jukkan bahwa masih terdapat siswa tidak mencatat kosakata penting yang disampaikan oleh guru maupun yang didapatkan dari simulasi kelompok lain. Selain itu, siswa juga masih enggan menggunakan bahasa krama dalam menjawab pertanyaan dan bekerjasama dengan kelompok dalam menyusun
naskah dialog. Sedangkan saat bermain peran, masih terdapat banyak siswa yang hanya membaca naskah. Artinya, dapat disimpulkan bahwa semangat sis-wa dalam mengikuti pembelajaran ma-sih kurang. Sedangkan hasil penilaian keterampilan berbicara menggunakan bahasa Jawa krama siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2: Hasil Belajar Siswa Siklus I
No Perolehan Nilai Siswa Jumlah Siswa Persentase
1. Siswa yang mendapat nilai ≥ 76 22 63%
2. Siswa yang mendapat nilai < 76 13 37% Tabel 3: Keterampilan Praktik Dialog Bahasa Krama Siklus I
No Kategori Siswa yang mendapat skor ∑ % Kriteria 1 2 3 4
1 Intonasi dalam
berbicara ragam krama
inggil
5 5 17 7 94 69% Kurang
2 Pelafalan kata dalam berbicara ragam krama
inggil
6 4 17 7 93 68% Kurang
3 Kelancaran berbicara
ragam krama inggil 5 6 10 13 99 73% Kurang 4 Unggah-ungguh saat
berbicara ragam krama
inggil
6 3 17 8 95 70% Kurang
Rata-rata 70% Kurang
Hasil analisis belajar menunjuk-kan bahwa 63% siswa telah mencapai ketuntasan belajar. Artinya, nilai yang dicapai telah lebih dari kriteria ke-tuntasan minimal. Hal ini disebabkan karena siswa masih kurang tepat dalam penggunaan intonasi, pelafalan kata yang tidak sesuai dengan ejaan baku
Bahasa Jawa, belum lancar saat berbi-cara menggunakan bahasa Jawa, dan belum menggunakan unggah-ungguh atau tatakrama yang tepat saat simulasi. Kemampuan berbicara ragam krama siswa mencapai presentasi 70% dengan kategori kurang. Hal tersebut menun-jukkan bahwa tingkat keberhasilan
pembelajaran pada siklus I belum cukup baik karena belum mencapai ketunta-san belajar klasikal seperti yang telah ditetapkan, yaitu 75% siswa. Capaian ini belum menunjukkan adanya bukti bahwa metode Paired Role Playing da-pat memudahkan siswa berbicara ragam krama. Siswa mendapatkan bantuan mengingat kosakata bahasa Jawa yang digunakan oleh teman-teman sekelas yang bermain peran, serta setelah hasil dialog dievaluasi oleh guru.
d) Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan, perlu dikaji beberapa kekurangan dari siklus 1 pertemuan ke 1 diantaranya yaitu;
1) Siswa masih kesulitan dalam menu-angkan ide ke dalam bentuk tulisan berbahasa Jawa krama.
2) Siswa terlihat kurang bersemangat saat kegiatan menulis dialog. 3) Saat mempraktikkan simulasi
dia-log atau percakapan, banyak siswa yang terlihat malu untuk mempera-gakan tokoh yang dimainkan. Selain itu, banyak siswa yang belum lancar dalam berbicara menggunakan bahasa Jawa ragam krama. Hal ini dapat dilihat dari hasil praktik dan beberapa siswa yang masih mem-baca teks dialog saat memerankan tokoh.
4) Guru perlu melakukan perbaikan atau variasi tindakan agar tujuan pembelajaran lebih mudah tercapai. Sedangkan hasil refleksi dari siklus I pertemuan ke 2 yaitu:
a) Kesulitan siswa menemukan ide dalam menulis dan mengungkap-kan ide menggunamengungkap-kan bahas krama teratasi dengan catatan-catatan singkat yang diperoleh dari praktik bermain peran baik yang dilakukan oleh kelompok, maupun kelompok teman sekelas.
b) Pembelajaran bahasa Jawa masih dipandang menakutkan bagi se-bagian siswa. Hal ini disebabkan karena siswa tersebut berasal dari luar Jawa, sehingga bahasa Jawa yang dikuasai pun terbatas.
c) Keterlibatan siswa perlu dimaksi-malkan dalam kegiatan menyim-pulkan pembelajaran sehingga memberi kesan yang mendalam pada materi yang dipelajari.
2. Deskripsi Siklus II
Pertemuan pertama siklus II dilak-sanakan pada hari Rabu 21 Februari 2018, sedangkan pertemuan kedua siklus II pada hari Rabu 28 Februari 2018 mulai pukul 07.00 hingga pukul 07.45 WIB.
a. Perencanaan
Kegiatan perencanaan dilaksanakan sesuai desain yang telah disusun, den-gan sedikit perubahan tentang pemba-gian jumlah anggota kelompok. Semua persiapan dilakukan setelah berdiskusi dengan kolaborator, baik dari segi RPP maupun properti yang akan digunakan. Perencanaan siklus II disusun berdasar-kan hasil evaluasi dan refleksi terhadap pelaksanaan siklus I. Tahap perenca-naan siklus II pertemuan ke 1 yaitu
menyusun RPP dengan pokok bahasan bahasa Jawa ragam krama menggu-nakan metode Paired Role Playing; merinci alokasi waktu; membagi siswa ke dalam kelompok belajar, masing-masing kelompok terdiri atas 2 orang siswa; menyusun penilaian kognitif dilengkapi dengan pedoman penilaian; dan menyusun instrumen penelitian yang berupa lembar observasi kegiatan. Sedangkan kegiatan perencanaan siklus II pertemuan ke 2 yaitu menyusun pe-nugasan dan pedoman penilaian. Pada penugasan ini, guru menentukan dialog yang nantinya akan dipraktikkan oleh siswa. Guru membuat beberapa jenis soal (berupa naskah dialog) dengan kode dan konten yang berbeda, berisi naskah dialog yang nantinya akan dilengkapi oleh siswa menggunakan Jawa krama dengan cara praktik secara langsung. Dalam hal ini, guru meminta bantuan dari siswa lain untuk memba-cakan naskah dialog (berperan sebagai salah satu tokoh/ pembaca soal secara bergantian), dan siswa lain untuk mere-kam kegiatan penugasan. Perencanaan berikutnya yaitu menyusun instrumen penelitian yang terdiri dari lembar observasi kegiatan siswa saat proses pembelajaran berlangsung.
b. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan pada siklus II pertemuan ke-1, guru membuka pembelajaran den-gan mengucapkan salam. Selanjutnya, siswa merespon salam, presensi dan pertanyaan dari guru yang berhubun-gan denberhubun-gan kondisi dan pembelajaran
sebelumnya. Siswa menerima informasi tentang materi pembelajaran, tujuan, dan keterkaitan materi unggah-ungguh bahasa Jawa dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, siswa juga menerima informasi kompetensi, cakupan materi, manfaat, dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan. Setelah siswa berpendapat tentang informasi yang pernah didapatkan tentang unggah-ungguh Bahasa Jawa, guru membagi siswa ke dalam kelompok kerja yang beranggotakan 2 orang siswa. Siswa menerima penjelasan tentang konsep berbicara ragam krama dengan mem-berikan kata-kata kunci yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Masing-masing kelompok siswa berdiskusi untuk menentukan tema simulasi unggah-ungguh bahasa Jawa dan naskah dialog yang akan dibuatnya. Siswa mensimulasikan hasil diskusi ten-tang unggah-ungguh bahasa Jawa dan dan naskah dialog yang dibuat. Guru memberi kesempatan bertanya kepada siswa, kemudian memandu siswa dalam menentukan kesimpulan pembelajaran tentang unggah-ungguh bahasa Jawa. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk membuat naskah dialog. Se-dangkan pada pertemuan ke 2 siklus II, secara umum kegiatan yang dilakukan sama dengan pertemuan sebelumnya. Perbedaan yang terjadi antara siklus II pertemuan ke 1 dengan pertemuan ke 2 yaitu siswa diminta untuk mempraktik-kan kembali sebuah dialog secara spon-tan. Siswa diminta untuk melengkapi dialog tentang kehidupan sehari-hari
yang telah disiapkan oleh guru. Ke-lompok siswa maju ke depan kelas satu per satu (secara berpasangan). Saat ada kelompok siswa yang dipanggil maju ke depan untuk memenuhi tugas, siswa lain menyimak. Dengan begitu, siswa belajar mencari tahu konsep tentang unggah-ungguh bahasa Jawa krama yang sedang dipraktikkan.
c. Observasi Tindakan
Pada kegiatan inti pertemuan ke 1 siklus II, setiap kelompok siswa mensi-mulasikan hasil penulisan naskah dialog di depan kelas. Tampak beberapa siswa yang masih canggung saat mempraktik-kan bahasa Jawa ragam krama. Bebe-rapa siswa masih banyak yang kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran. Namun beberapa siswa terlihat antusias dalam menyimak simulasi kelompok lain. Beberapa siswa mencatat setiap kosakata baru yang didapatkan dari guru maupun kelompok lain. Saat menjawab pertanyaan, masih banyak siswa yang belum menggunakan bahasa yang sopan (sesuai unggah-ungguh). Saat melakukan diskusi mengenai tema, latar dan skenario sebelum penampilan, masih terdapat beberapa siswa yang kurang antusias. Di akhir kegiatan, guru membantu siswa melakukan refleksi dan menyimpulkan kegiatan yang telah dilakukan. Sedangkan ada kegiatan inti pertemuan ke 2 siklus II guru meminta siswa untuk melengkapi bahasa krama dari teks dialog yang sudah ditentukan. Hal ini dilakukan untuk mencari tahu kemampuan siswa dalam berdialog/
berbicara menggunakan bahasa krama yang telah dicapai. Guru mencatat kesalahan-kesalahan dari setiap kata yang diucapkan oleh siswa, tanpa memberitahu kesalahannya saat siswa praktik di depan kelas, namun akan disampaikan saat seluruh siswa sudah maju ke depan. Dengan demikian siswa merasa tertantang sehingga turut ber-partisipasi aktif dengan tetap mengikuti pembelajaran dengan baik. Suasana ak-hir pembelajaran juga semakin meriah saat ada siswa yang mempraktikkan dialog di depan kelas dengan gaya san-tai. Terakhir, guru membimbing siswa untuk menyimpulkan inti pembelajaran berbicara ragam krama dengan metode Paired Role Playing dan mengakhiri pertemuan dengan salam penutup. Hasil observasi secara khusus dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4. Hasil Observasi Siswa Siklus II Pertemuan ke 1 dan ke 2 secara Khusus dalam Penerapan Metode Paired Role Playing
No Deskriptor P 1Siklus IIP 2 F % F %
1 Mencatat hal-hal penting yang disampaikan guru atau
didapatkan dari praktik bermain peran 20 57% 22 63% 2 Menjawab pertanyaan dengan bahasa yang sesuai
unggah-ungguh 20 57% 23 66%
3 Melakukan diskusi mengenai tema, latar dan skenario
sebelum penampilan dengan penuh tanggungjawab 33 94% 31 89% 4 Bermain peran dengan tidak terpaku (membaca)
skenario 16 46% 20 57%
5 Melakukan improvisasi yang sejalan dengan jalan cerita 10 29% 14 40% Keterangan:
Interval (%) Kategori Kode
75 – 100 Sangat baik A
51 – 74 Baik B
26 – 50 Cukup C
kurang dari 26 Kurang D
Hasil observasi siklus II menunjuk-kan bahwa mulai banyak siswa yang mencatat kosakata penting berdasarkan penyampaian guru maupun simulasi kelompok lain. Siswa mulai berse-mangat dalam menggunakan bahasa krama dalam menjawab pertanyaan dan bekerjasama dengan kelompok dalam menyusun naskah dialog. Sedangkan
saat bermain peran, siswa telah mampu mempraktikkan simulasi tanpa memba-ca naskah. Artinya, dapat disimpulkan bahwa semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran semakin bertambah. Se-dangkan hasil penilaian keterampilan berbicara menggunakan bahasa Jawa krama siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5: Hasil Belajar Siswa Siklus II
No Perolehan Nilai Siswa Jumlah Siswa Persentase
1. Siswa yang mendapat nilai ≥ 76 31 89 %
Tabel 6: Keterampilan Praktik Dialog Bahasa Krama Siklus II
No Kategori Siswa yang mendapat skor ∑ % Kriteria 1 2 3 4
1 Intonasi dalam berbicara ragam
krama inggil 0 3 17 15 117 84% Baik
2 Pelafalan kata dalam berbicara
ragam krama inggil 0 1 17 17 121 86% Baik
3 Kelancaran berbicara ragam
krama inggil 0 2 17 16 121 86% Baik
4 Unggah-ungguh saat berbicara
ragam krama inggil 0 3 18 14 119 85% Baik
Rata-rata 85% Baik
Hasil analisis belajar menunjukkan bahwa terdapat 31 siswa yang men-capai ketuntasan belajar individu dari total jumlah siswa 35 siswa, artinya 85% siswa telah mencapai ketuntasan belajar. Nilai yang dicapai telah lebih dari kriteria ketuntasan minimal. Hal ini disebabkan karena siswa mulai tepat da-lam penggunaan intonasi, pelafalan kata yang sesuai dengan ejaan baku Bahasa Jawa, lancar saat berbicara menggu-nakan bahasa Jawa, dan mulai meng-gunakan unggah-ungguh atau tatakrama yang tepat saat simulasi. Kemampuan berbicara ragam krama siswa mencapai presentase 85% dengan kategori baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa ting-kat keberhasilan pembelajaran pada siklus II cukup baik karena telah men-capai ketuntasan belajar klasikal seperti yang telah ditetapkan, yaitu 75% siswa. Capaian ini menunjukkan adanya bukti bahwa metode Paired Role Playing memudahkan siswa berbicara ragam krama. Hal ini menguatkan penelitian
yang berjudul “Upaya Peningkatan Ke-terampilan Berbicara dengan Unggah-Ungguh Bahasa Jawa Melalui Metode Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) Pada Siswa Kelas XI di SMA Islam Sudirman Kaliangkrik Kabupaten Magelang”, yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kosakata yang di-kuasai siswa setelah dilakukan tindakan siklus II (Ashudi, 2016: 61).
Hasil pembelajaran bahasa Jawa krama siklus II mengalami peningka-tan jika dibandingkan dengan siklus I. Selain itu, kemampuan berbicara meng-gunakan bahasa Jawa krama siswa juga mengalami peningkatan yang signifi-kan, yakni sebesar 15% yakni dari 70% menjadi 85% dengan kategori baik. Perolehan tersebut juga menunjukkan bahwa nilai telah mencapai target yang ditetapkan peneliti yaitu 75% siswa di kelas tuntas dalam keterampilan berbi-cara menggunakan bahasa Jawa dengan sub materi percakapan sehari-hari. Persentase ketuntasan belajar klasikal
siklus II dapat diperoleh dengan analisis sebagai berikut.
P = 31/35 X100% P = 89%
Hasil analisis tersebut menjelaskan bahwa pencapaian ketuntasan hasil be-lajar siswa melalui penerapan metode Paired Role Playing telah mencapai kriteria ketuntasan minimal klasikal yakni 89%. Hal ini menguatkan hasil penelitian Hendarto tentang pembelaja-ran bahasa Jawa krama inggil menggu-nakan metode role playing dengan hasil peningkatan rerata sebesar 75% secara klasikal (2013: 148). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penerapan me-tode Paired Role Playing pada siklus II dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam praktik berbicara menggunakan bahasa krama dalam konteks percaka-pan sehari-hari.
d. Refleksi
Hasil refleksi pada siklus II per-temuan ke-1 dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Kesulitan siswa masih terlihat keti-ka menulis dialog menggunaketi-kan ba-hasa Jawa krama, namun kesalahan terlihat lebih sedikit dibandingkan dengan siklus sebelumnya.
2) Siswa terlihat lebih bersemangat saat dilaksanakannya tindakan dibandingkan dengan siklus se-belumnya, terutama saat kegiatan mempraktikkan dialog di depan kelas. Siswa mulai dapat merangkai kata dengan cukup baik.
3) Saat mempraktikkan simulasi
dia-log atau percakapan, tidak banyak siswa yang terlihat malu untuk memperagakan tokoh yang dimain-kan. Sebagian besar siswa terlihat senang dan atusias dalam mengikuti pembelajaran. Meskipun masih ada siswa yang belum lancar dalam ber-bicara menggunakan bahasa Jawa ragam krama, namun mereka tetap antusias untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
4) Guru sebaiknya lebih terampil da-lam memberikan motivasi kepada siswa yang masih belum terampil dalam berbicara bahasa Jawa, teru-tama bahasa Jawa ragam krama. Sedangkan hasil refleksi pada siklus II pertemuan ke-2 dapat dijelaskan se-bagai berikut.
a) Pembelajaran bahasa Jawa ragam krama dengan metode Paired Role Playing memberi kemudahan siswa dalam mempelajari bahasa Jawa ragam krama. Kesulitan siswa me-nemukan ide dalam menulis dan mengungkapkan ide menggunakan bahas krama teratasi dengan cata-tan-catatan singkat yang diperoleh dari praktik bermain peran baik yang dilakukan oleh kelompok, maupun kelompok teman sekelas. b) Kesulitan siswa dalam berbahasa
Jawa khususnya ragam krama dapat sedikit-demi sedikit teratasi dengan adanya pembiasaan praktik yang diimplementasikan melalui pembelajaran menggunakan metode Paired Role Playing.
efektif dan menyenangkan karena siswa merasa bisa berekspresi mengembangkan kemampuan ber-bahasa menggunakan ber-bahasa Jawa ragam krama. Siswa terlihat mulai merasa bahwa pembelajaran baha-sa Jawa khususnya ragam krama menjadi lebih mudah dan terlihat mengalir tanpa kesulitan karena terbantu dari pembiasaan praktik melalui Paired Role Playing.
KESIMPULAN
Penerapan metode Paired Role Playing dapat meningkatkan kete-rampilan berbicara khususnya dalam percakapan sehari-hari menggunakan bahasa Jawa krama di kelas X IPS 1 SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Proses pembelajaran dilaksanakan da-lam dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Kegitan pada setiap siklus bertuju-an untuk meningkatkbertuju-an keterampilbertuju-an berbicara menggunakan bahasa Jawa krama siswa yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan hasil belajar siswa. Siklus I dan siklus II menggunakan desain penelitian model Kemmis dan McTaggart yang meliputi perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Pada setiap pertemuan, guru tidak menje-laskan materi terlalu panjang. Guru melakukan pendampingan terhadap praktik bermain peran siswa dalam memperagakan percakapan sehari-hari. Siswa diberi kesempatan untuk merencanakan kegiatan bermain peran melalui penulisan naskah dialog. Guru
menerapkan metode Paired Role Play-ing dalam kompetensi dasar unggah-ungguh bahasa jawa khususnya dalam percakapan sehari-hari agar siswa lebih mudah menemukan ide dan menambah kosakata melalui praktik bermain peran.
Peningkatan aktivitas siswa terlihat dari kenaikan presentase indikator ak-tivitas siswa secara keseluruhan. Hasil observasi menunjukkan bahwa mulai banyak siswa yang mencatat kosakata penting berdasarkan penyampaian guru maupun simulasi kelompok lain. Siswa mulai bersemangat dalam menggu-nakan bahasa krama dalam menjawab pertanyaan dan bekerjasama dengan kelompok dalam menyusun naskah dialog. Sedangkan saat bermain peran, siswa telah mampu mempraktikkan si-mulasi tanpa membaca naskah. Artinya, dapat disimpulkan bahwa semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran semakin bertambah. Dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan, aktivitas siswa mengalami kenaikan saat pem-belajaran dilakukan dengan menggu-nakan metode Paired Role Playing. Peningkatan aktivitas siswa ditandai dengan banyaknya siswa yang lebih aktif dalam menggunakan bahasa Jawa sesuai unggah-ungguh, memperbanyak kosakata, bermain peran dengan tanpa membaca naskah, dan dapat melakukan improvisasi.
Peningkatan keterampilan berbicara menggunakan bahasa Jawa krama siswa kelas X IPS 1 SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2017-2018 setelah diterapkan metode Paired Role
Playing yaitu sebesar 15%. Peningkatan tersebut dapat dikatakan berhasil baik karena siswa yang awalnya kesulitan dalam berbicara menggunakan bahasa Jawa terutama ragam krama sangat ter-bantu dengan adanya kegiatan bermain peran. Hasil analisis belajar menun-jukkan bahwa terdapat 31 siswa yang mencapai ketuntasan belajar individu dari total jumlah siswa 35 siswa, artinya 85% siswa telah mencapai ketuntasan belajar. Nilai yang dicapai telah lebih dari kriteria ketuntasan minimal. Hal ini disebabkan karena siswa mulai tepat dalam penggunaan intonasi, pelafalan kata yang sesuai dengan ejaan baku Bahasa Jawa, lancar saat berbicara menggunakan bahasa Jawa, dan mulai menggunakan unggah-ungguh atau tatakrama yang tepat saat simulasi. Capaian ini menunjukkan adanya bukti bahwa metode Paired Role Playing memudahkan siswa berbicara ragam krama. Selain itu, peningkatan proses minat dan proses belajar sangat terlihat berdasarkan hasil observasi. Siklus I ke-tuntasan siswa secara klasikal mencapai 70% dengan kategori cukup. Analisis pada siklus II, ketuntasan keteram-pilan berbicara menggunakan ragam krama siswa secara klasikal meningkat menjadi 85%. Masih ada 4 siswa yang tidak mencapai ketuntasan pada siklus II dan diberi penjelasan lanjut di luar jam efektif. Berdasarkan peningkatan hasil belajar siswa tersebut penelitian dianggap berhasil dan pembelajaran dihentikan pada siklus II.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prak-tik. Jakarta: Tineka Cipta
Ashudi. 2016. “Upaya Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Unggah-Ungguh Bahasa Jawa Me-lalui Metode Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) Pada Siswa Kelas XI di SMA Islam Sudirman Kaliangkrik Kabupaten Magelang”. Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Muhammadiyah Purworejo,Vol. / 08 / No. 01 halaman 61
Darmiyati. 1999. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pengembangan Keteram-pilan Menulis. Jakarta: Dirjen Dikdasmen
Hendarto, Aditya Hendi. 2013. Skripsi: Peningkatan Keterampilan Ber-bicara Bahasa Jawa Krama Inggil Melalui Role Playing dengan Media Papan Tempel pada Siswa Kelas IV SDN 03 Tugurejo Semarang. Sema-rang: Universitas Negeri Semarang Iskandarwassid & Dadang Sunendar.
(2011). Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nurgiyantoro. 2012. Penilaian Pembe-lajaran Bahasa Berbasis Kompeten-si. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Sasangka, Sry Satriya Tjatur Wisnu. 2004. Unggah-ungguh Bahasa Jawa. Jakar-ta: Yayasan Paramalingua
Sudjana, Nana. 2005. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantita-tif, KualitaKuantita-tif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Suyadi. 2013. Panduan Guru Profesio-nal Penelitian Tindakan Kelas PTK) dan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS). Yogyakarta: Andi Ofset
Tarigan, Djago, Tien Martini, dan Nurhayati Sudibyo. 1997. Pengem-bangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Uno, Hamzah B. 2008. Model Pembela-jaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Uno, Hamzah B. 2011. Model Pem-belajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Tarigan, Henry.G. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berba-hasa. Bandung: Angkasa Bandung. Zaini, dkk. (2007). Strategi Pembe-lajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD (Center for Teaching Staff Deve-lopment).