• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PROGRAM LAYANAN DI SATUAN PAUD. Oleh: Martin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PROGRAM LAYANAN DI SATUAN PAUD. Oleh: Martin"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

EKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PROGRAM LAYANAN DI SATUAN PAUD

Oleh: Martin

Ekologi Perkembangan Anak Usia Dini

Tidak dapat dipungkiri, dalam pertumbuhan dan perkembangan anak sering terjadi berbagai hambatan, sehingga terjadinya permasalahan dalam perkembangan selanjutnya. Berbagai hambatan baik pertumbuhan maupun perkembangan terjadi pada anak mengindikasikan akibat dari kebutuhan esensial anak yang tidak terpenuhi. Kebutuhan ini bersifat utuh dan terpadu yang tentunya membutuhkan bantuan orang lain. Jika terpenuhi maka anak anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Upaya ini dapat dilakukan melalui ransangan yang tepat dalam perkembangannya. Pemberian rangsanggan perkembangan pada anak usia dini sangat penting unuk melenjitkan semua aspek perkembangan yang mencakup perkembangan visual, pendengaran, fisik-motorik, bahadan dan komunikasi, sosial-emosional, moral-spritual dan kemampuan kognitif yang lebih tinggi dangan mengedepankan kebebasan memilih, merangsang kreativitas, dan penumbuhan karakter.

Upaya pemenuhan kebutuhan esensial anak seringkali dianggap semata-mata merupakan tanggung jawab orangtua, atau orang tua menyerahkan seutuhnya kepada sekolah. Kondisi ini sangatlah tidak tepat, mengingat pertumbuhan seseorang dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, dalam hal pemenuhan kebutuhan anak, tentunya penting melibatkan beberapa pihak untuk agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal

Tumbuh kembang anak terjadi melalui proses belajar. Proses belajar diperoleh anak melalui interaksinya dengan lingkungan tempat anak berada. Istilah ini dikenal dengan ekologi perkembangan bagi anak. Ekologi perkembangan mempunyai peranan penting bagi perkembangan anak. Dengan ekologi perkembangan, berbagai potensi yang ada pada anak dapat difasilitasi, sebab ekologi perkembangan anak merupakan segenap lingkungan yang memungkinkan anak memperoleh fasilitas dan stimulus yang tepat, sehingga terjadilah proses belajar secara sehat. Kauchak & Eggen, 2007: 348-348) menyatakan intervensi untuk membantu perkembangan anak seyogyanya tidak diarahkan hanya kepada anak itu saja melainkan juga kepada lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya sehingga iklim pembelajaran menekankan pada kebermaknaan dan mampu membangkitkan daya kritis dan

(2)

kreatif anak. Perkembangan intelektual, emosional, sosial, sensoris, dan fisik bukan semata-mata akibat struktur biologis yang defektif, melainkan merupakan produk interaksi antara karakteristik struktur biologis dengan variabel lingkungan”

Ekologi perkembangan memberikan pengaruh positif bagi anak, sebab ekologi perkembangan dapat memfasilitasi dan menstimulasi perkembangan anak. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat memfasilitasi dan menstimulasi proses belajar anak. Gibsonand Mitchell (2011: 130) menjelaskan teori tentang psikologi ekologis, yang digagas pertama kali oleh Kurt Lewin (1936), yang menitik beratkan pentingnya lingkungan bagi perilaku individu. Peletak dasar teori medan Kurt Lewin menyatakan secara tegas bahwa individu tidak dapat dilepaskan dari struktur sosial dan lingkungan yang melekat dalam kehidupan sehari-hari. Secara sistematis, ia menggambarkan bahwa perilaku merupakan perpaduan dua fungsi utama, yaitu organisme dan lingkungan, (Rahman, 2006: 2)

Tidak semua lingkungan dapat dikatakan ekologi perkembangan. Ekologi perkembangan anak usia dini adalah lingkungan perkembangan yang dapat memfasilitasi segenap aspek dan potensi anak yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran. Kartadinata, 2009a: 8) menyatakan, pendekatan ekologis dibangun berdasarkan asumsi dasar ekologi perkembangan manusia, yakni menciptakan lingkungan yang memberi kesempatan dan kemudahan bagi individu untuk belajar dan berkembang sebagai manusia. Ekologi perkembangan adalah lingkungan belajar, yakni suatu wahana untuk mendeskripsikan, menjelaskan, meramalkan dan mengendalikan interaksi dan transaksi dinamis antara individu (anak didik) dengan lingkungan dan segala perlengkapan yang harus dipelihara.

Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa interaksi yang terjadi tidak hanya dengan manusia sebagai lingkungan sosial, tertapi juga lingkungan fisik seperti beberapa perlengkapan (bisa berupa benda fisik atau alam) yang memungkinkan dapat memfasilitasi terjadinya proses belajar anak. Jadi, ekologi perkembangan yang dapat menopang perkembangan anak, dapat berupa lingkungan sosial, maupun lingkungan fisik (benda yang ada di alam). Kedua lingkungan ini memberikan pengaruh bagi anak, baik secara lansung maupun tidak lansung. Lingkungan sosial dengan berbagai nilai, ide atau contoh perilaku yang dapat dipedomanidan dijadikan materi untuk dipelajari. Lingkungan sosial seperti lingkungan keluarga, teman bermain, maupun lingkungan yang lebih luas, (dalam hal ini lingkungan sekolah). Lingkungan sosial ini

(3)

mempunyai pengaruh yang besar bagi perkembangan dan perilaku anak, oleh karena itu dalam memahami dan membantu perkemangan anak lingungan sosial penting untuk di kondisikan sebagai lingkungan sosial yang sehat bagi perkembangan anak. Rahman (2006: 3) menyatakan “teori ekologi ini dapat dijadikan pijakan teoretis dalam menganalisis kebuntuan pemahaman dan pendekatan kita terhadap masalah individu dan relasinya dengan lingkungan”. Sementara, alam dapat dimanfaatkan sebagai ekologi yang memungkinkan anak memahami berbagai konsep maupun fonomena yang terjadi didunia yang nantinya berguna ketika mereka dewasa.

Dari sudut pandang sosial, konsep ekologi sebagaimana dijelaskan oleh Bronfenbrenner (1992) bahwa pada dasarnya sistem relasi antar pribadi terdiri dari empat dimensi, yaitu level mikro, meso, ekso, dan makro. Rahman (2006: 4) menyederhanakan ekologi perkembangan ini dalam tiga lapis perkembangan, yaitu:

1. Lapisan mikro, merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari si individu itu sendiri (pengetahuan, sikap, keterampilan, sistem nilai diri) dan keluarga.

2. Lapisan meso, adalah lapisan menengah yang didalamnya terdapat masyarakat atau komunitas sekitar, lingkungan sekolah, kelompok sebaya lengkap dengan atribut yang dimilikinya, seperti sistem nilai, norma masyarakat, stereotip, stigma sosial, dan lain-lain.

3. Lapisan makro, merupakan lingkaran terluar dari diri individu dan masyarakat yang berhubungan tidak langsung, namun efek psikologisnya berpengaruh sangat besar terhadap perubahan-perubahan individu dan masyarakat. Tercakup dalam lapis makro tersebut seperti struktur politik, ideologi, atau lingkungan global.

Sebagaimana ekologi perkembangan dalam tiga lapisan perkembangan, yang disampaikan Rahman (2006) di atas, maka dalam upaya membantu anak yang sedang tumbuh kembang seyogyanya memperhatikan ketiga lapisan tersebut, harapannya anak dapat berkembang dengan baik dan mampu untuk menyesuaikan diri ketika dewasa nantinya yang akan terjun dalam kehidupan bermasyarakat yang kaya akan nilai-nilai budaya. Pada lapisan mikro, keluarga dengan segenap anggota (orangtua, adik, kakak, kakek, nenek, paman dan lainnya) mempunyai peranan dalam perkembangan anak. Pada lapisan meso, guru dan personil sekolah lainnya (kepala pengelola, guru kelas dan guru pendamping, guru BK, staf, petugas keamanan, pihak kantin dan lainnya) juga berperan dalam perkembangan anak. Pada lapisan makro pemerintah dan dinas terkait (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan provinsi, kota dan kabupaten, Kantor Wilayah Kementerian Agama, Departemen Agama Kota

(4)

dan Kabupaten, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Pemerintah Desa dan Lainya) baik secara lansung maupun tidak lansung mempunyai peran dalam perkembangan anak.

Implementasi Ekologi Perkembangan Melalui Program Parenting di Satuan PAUD

Disadari bahwa dukungan orangtua sangat penting untuk perkembangan anak. Tidak hanya dukungan, cara pengasuhan dan pendidikan orangtua juga memegang peranan penting dalam pengembangan anak. Namun akan lebih baik, apabila pembinaan anak yang dilakukan orang tua sejalan dengan pembinaan yang ada disekolah. Karena itu, komunikasi dan kolaborasi penting dari kedua fihak dalam pembinaan anak. Tanpa bantuan guru dan orangtua pada masa anak, berbagai potensi dan aspek perkembanga anak terganggu. Tidak hanya itu, ahli gizi, guru Bimbingan dan Konseling (BK) atau Konselor, psikiater, dan pihak lain juga berperanan penting dalam tumbuh kembang anak. Susanto (2011: 7) menyatakan bahwa kondisi pentingnya melibatkan berbagai pihak untuk perkembangan anak menunjukkan bahwa pendidikan anak harus memadukan berbagai pihak, baik orangtua, guru, konselor, ahli gizi maupun pihak lain yang berkepentingan.

Orangtua perlu membentuk potensi anak agar berkembang secara optimal dengan menciptakan lingkungan perkembangan yang baik. Sebagai contoh, lingkungan keluarga yang penuh kebersamaan (makan malam bersama anak, liburan bersama anak atau bermain bersama). Cara orangtua mengajarkan anak, seperti teladan baik dapat melatih perkembangan agama moral yang baik. Samahalnya cara orangtua menjelaskan terjadinya sesuatu pasti ada penyebabnya, dapat mengembangkan anak kemampuan berfikir. Kondisi di atas merupakan bagian dari pendidikan orangtua yang disebut dengan parenting.

Di lingkungan keluarga anak berinteraksi dengan beberapa individu, yang terdiri dari perah ayah, ibu, kaka, adik, kakek, nenek dan lainnya. Keluarga adalah lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Dikatakan pendidikan pertama karena lingkungan dan interaksi anak yang pertama adalah keluarga. Anak belajar berbicara, memahami konsep, belajar aturan baik buruk dan lainnya pertama kali dari keluarga. Dikatakan keluarga sebagai lingkungan pendidikan utama karena dimasa peka-peka anak, mereka belajar dan tumbuh kembang dilingkungan keluarga sebelum mereka internalisasi sikap dibawa dilingkungan lebih luas. Jika dimasa peka anak belajar baik, maka internalisasi perilaku kearah yang baiklah, demikan sebaliknya. Kathryn dan David (2009: 77) menyatakan: “Secara umum keluarga terdiri dari anak-anak, remaja, orang

(5)

tua dan kakek-nenek. Keluarga juga dapat mencakup Bibi, Paman, Sepupu, Keponakan laki-laki dan perempuan”. Keluarga adalah tempat anak belajar tentang banyak pengetahuan baik pengetahuan sosial, norma, nilai, dan budaya yang berlaku di dalam keluarga itu sendiri. Keluarga juga sebagai tempat untuk membimbing anak agar memiliki karakter yang baik seperti disiplin, cerdas dan kreatif. Keluarga dengan berbagai hubungan timbal balik yang terjadi secara sengaja maupun tidak membetuk proses belajar pada anak. Secara disadari dan berkelanjutan kondisi ini dikenal dengan parenting.

Program parenting satuan PAUD sangat perlu dilakukan untuk menjaga sinergiritas antara program sekolah dengan pembinaan yang dilakukan orangtua. Kegiatan Parenting adalah upaya pendidikan yang dilaksanakan dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Parenting sebagai proses berkelanjutan antara orangtua dan anak-anak mereka (Kemendiknas: 2012: 20). Kegiatan parenting yang diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai baik pada anak sejak dini merupakan parenting positive dimana dalam pelaksanaanya pendekatan positif dalam pengasuhan anak yang dilakukan oleh orangtua. Orangtua menjalin relasi yang saling menghargai dengan buah hatinya sehingga potensi anak dapat berkembang secara optimal. Di satuan PAUD, program parenting penting untuk menjembatani pembinaan dan perlakuan anak secara berkesinambungan antara di rumah dan di sekolah. Dalam arti program parenting dapat dilakukan pada jalur pendidikan formal maupun non formal yang dilaksanakan di beberapa jenjang dan satuan pendidikan.

Tanpa disadari terkadang orangtua meperlakukan anak yang dapat merusan perkembangan kreativitas dan moral anak. Sepertinya, deskriminasi, ancamaman ataupun kekerasan fisik. Kondisi inti tentunya menyimpang dari tujuan pendidikaan dan pelanggaran terhadap hak anak. Landasan yuridis yang berkaitan dengan pentingnya pendidikan anak usia dini dapat ditemukan dalam amandemen UUD 1945 pasal 28 b ayat 2 menyebutkan "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi".

Namun, sangat disayangkan saat ini banyak sekali kita saksikan dimedia massa, kondisi kekerasan psikis maupun fisik terjadi pada anak usia dini, yang pelakukan adalah orangtua sendiri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Noni Ganevi (2013) dengan judul “Pelaksanaan Kegiatan Parenting bagi Orang Tua dalam Menumbuhkan Perilaku Keluarga Ramah Anak”. Hasil penelitian mencakup memaparkan bahwa program parenting mampu menumbuhkan

(6)

perilaku keluarga ramah anak bagi orangtua. Berbagai perilaku keluarga ramah anak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari yang dilihat dari berbagai aspek, seperti ramah pendidikan, ramah kesehatan, ramah pengasuhan, ramah perawatan, ramah gizi serta ramah perlindungan, maka adanya perubahan perilaku orangtua dalam mendidik, merawat, mengasuh dan membimbing anak di dalam keluarga. Dari hasil penelitian di atas disimpulkan bahwa program parenting mampu menumbuhkan perilaku keluarga ramah anak namun belum ada unsur bimbingan di dalam kegiatan parenting yang dilakukan.

Kondisi ini perlu disikapi oleh para akademisi dan praktisi pendidikan. Memberikan pemahaman kepada orangtua terkait pola pengasuhan atau pembinaan yang baik untuk memfasilitasi dan menstimulasi perkembangan anak, salah satunya adalah guru di lembaga PAUD. Berdasarkan paparan diatas, penulis merasa perlu adanya kegiatan parenting di lembaga PAUD sebagai wadah kerjasama dan sinergiritas pelaksanaan bimbingan kepada anak antara sekolah dengan orang tua. Adanya kegiatan parenting di lembaga PAUD diharapkan dapat memfasilitasi dan menstimulasi tumbuh kembang anak secara optimal.

Menurut pedoman penyelenggaraan pendidikan anak usia dini berbasis keluarga (2012: 13- 19) kegiatan parenting adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan Pertemuan Orang Tua (kelas orang tua)

Kelas orang tua merupakan wadah komunikasi bagi orang tua/keluarga untuk saling berbagi informasi dan pengetahuan dalam melaksanakan pendidikan anak usia 0-6 tahun. Kelas orang tua diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, pengetahuan, sikap, dan keterampilan orang tua dalam melaksanakan PAUD di lingkungan keluarganya sendiri dan untuk saling berbagi informasi dan strategi dalam pengasuhan anak.

b. Keterlibatan Orang Tua di Kelas Anak

Kegiatan yang melibatkan orang tua/keluarga dalam bentuk: bermain bersama anak di kelas, membantu pendidik dalam proses pembelajaran di kelas, dan sebagai bentuk pembelajaran tujuannya untuk menyelaraskan antara program pembelajaran di lembaga PAUD dan di rumah.

c. Keterlibatan orangtua dalam acara bersama

Adalah kegiatan yang melibatkan orang tua dalam pelaksanaan kegiatan penunjang pembelajaran yang dilakukan di luar kelas. Tujuannya adalah mendekatkan hubungan antara

(7)

orang tua, anak, dan lembaga PAUD. Selain itu juga untuk meningkatkan peran orang tua dalam proses pembelajaran.

d. Hari Konsultasi Orang Tua

Hari konsultasi orang tua adalah hari-hari tertentu yang dijadwalkan oleh pengurus PAUD Berbasis Keluarga dan pengelola lembaga sebagai hari bertemunya antara orang tua dengan pengelola dan atau ahli untuk membahas tentang pertumbuhan dan perkembangan anak serta masalah-masalah lain yang dihadapi anak. Konsultasi dapat dilakukan secara individual atau secara bersama. Hal-hal yang bersifat khusus atau pribadi, sebaiknya dikonsultasikan secara individual. Akan lebih baik jika ada tenaga ahli yang dapat dihadirkan saat konsultasi. Pada hari konsultasi orang tua juga dapat dijadwalkan untuk melakukan penilaian perkembangan anak dengan menggunakan kartu DDTK (Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak) sesuai jadwal masing-masing anak. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan orang tua dalam melakukan pendidikan anak usia dini di dalam keluarga.

e. Kunjungan Rumah

Adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengurus atau pengelola program yang dapat melibatkan pendamping atau narasumber dalam rangka mempererat hubungan, menjenguk, atau membantu menyelesaikan permasalahan tertentu yang dilakukan secara kekeluargaan. Tujuannya adalah untuk menjalin silaturahmi antara keluarga dengan pengurus dan lembaga pendidikan anak usia dini, Menggali informasi tentang pola-pola pendidikan orang tua dalam keluarga, dan menemukan pemecahan masalah secara bersama terhadap masalah yang dihadapi oleh orang tua di rumah.

Implementasi Ekologi Perkembangan Melalui Program Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD-HI) di Satuan PAUD

Program PAUD HI dirancang berdasarkan asumsi bahwa kebutuhan anak esensial anak beragam dan terpadu secara simultan. Program ini bertujuan untuk memenuhi seluruh kebutuhan esensial anak usia dini, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan tugas perkembangan pada masing-masing tahapan perkemangan. Dalam rangka memenuhi kebutuahan esensial anak, maka dalam program holistik integratif sangat menekankan ekologi perkembangan anak itu sendiri. Berdasarkan pertimbangan bahwa ketidak berdayaan

(8)

anak sejak lahir, namun sangat potensial, maka diusia dini ini sangat dibutuhkan upaya fasilitasi dan stimulasi secara tepat. Upaya ini tentunya melibatkan ekologi perkembangan anak usia dini.

Pemenuhan kebutuhan anak mencakup peningkatan kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan, perlindungan, kesejahteraan dan rangsangan pendidikan yang dilakukan secara simultan, sistematis, menyeluruh, terintegrasi dan berkesinambungan. Satuan PAUD memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya pemenuhan kebutuhan anak dalam setiap aspek perkembangannya. Upaya tersebut dilakukan oleh guru pada satuan PAUD, bekerjasama dengan beberapa instansi terkait melalui rancangan kegiatan atau program yang biasa dikenal dengan program Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD HI) di PAUD.

Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif yang selanjutnya disingkat PAUD HI adalah upaya pengembangan anak usia dini yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan esensial anak yang beragam dan saling terkait secara simultan, sistematis, dan terintegrasi (sesuai pengertian di Perpres No 60). Program PAUD HI direncanakan secara sistematis dalam rangka optimaslisasi perkembangan anaksecara simultan, sistematis, terintegrasi dan berkesinambungan. Program PAUD HI dirumuskan sebagai acuan dalam pelaksanaan PAUD HI itu sendiri. Pelaksanaan PAUD HI terintegrasi dalam pembelajaran baik dalam kelas maupun diluar kelas, yang melibatkan lingkungan fisik, sosial ataupun alam sebagai pendukung kegiatan. Oleh karena itu satuan PAUD yang menyelenggarakan program PAUD HI harus mempunyai mitra dalam pelaksannaanya.

Sementara itu, menurut Sugisto dan Puji Y.F. (2015: 47) menyatakan bahwa” kurikulum PAUD holistik-integratif adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelengaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang meliputi aspek perkembangan fisik, non-fisik agar anak berkembang dengan sehat, ceria dan berbudi luhur meliputi kesehatan, pemenuhan gizi, psikososial dan mental” Layanan stimulasi holistik mencakup layanan pendidikan, kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan, perlindungan dan kesejahteraan menjadi kebijakan pengembangan anak usia dini dengan melibatkan pihak terkait baik instansi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, tokoh masyarakat, dan orang tua.

Berdasarkan paparan di atas sekiranya sudah saatnya satuan PAUD menyelenggarakan PAUD HI secara terprogram di lembaga yang mereka kelola. Dalam pengembangan programnya satuan PAUD seyogyanya berdasarkan asesmen kebutuhan program sebagaimana tempat satuan

(9)

berada, mengingat kondisi fisik dan psikis anak, harapan, kultur, kondisi ekonomi, letak geografis dimana anak dibesarkan berbeda-beda.

Tidak semua pihak yang mengemban tugas di Satuan PAUD memahami secara maksimal terkait program holistik integratif di PAUD. Kendalanya dan permasalahannya berbeda-beda. Misalnya, SDM yang kurang mumpuni. Adanya program satu desa satu PAUD mengharuskan pihak desa mendirikan lembaga PAUD, dengan mengenyampingkan kesiapan SDM. Namun patut kita apresiasi nilai pengabdian dan sosialnya yang terkadang mengenyampingkan jaminan kesejahteraan. Pada tahapan belajar, terkadang pengelola dan guru PAUD menjalankan kegiatan holistik integratif hanya bersifat insidental. Tidak jarang pengelola dan guru PAUD melaksanakan kegiatan holistik integratif berdasarkan program dari pihak puskesmas untuk pemberiaan imunisasi terhadap anak di PAUD. Oleh karena itu pihak menurut penulis perlu adanya pembekalan dan kesiapan yang secara matang tentang penyusunan program HI khususnya untuk menjangkau satuan PAUD yang didaerah-daerah terpencil.

Tujuaan PAUD HI DI Satuan PAUD menurut Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2013 mencakup:

a. Tujuan umum PAUD HI; Terselenggaranya layanan PAUD H-I menuju terwujudnya anak Indonesia yang sehat, cerdas, ceria, dan berakhlak mulia.

b. Tujuan Khusus PAUD HI

1) Terpenuhinya kebutuhan esensial anak usia dini secara utuh meliputi kesehatan dan gizi, rangsangan pendidikan, pembinaan moral-emosional dan pengasuhan sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai kelompok umur.

2) Terlindunginya anak dari segala bentuk kekerasan, penelantaran, perlakuan yang salah, dan eksploitasi dimanapun anak berada.

3) Terselenggaranya pelayanan anak usia dini secara terintegrasi dan selaras antar lembaga layanan terkait, sesuai kondisi wilayah.

4) Teruwujudnya komitmen seluruh unsur terkait yaitu orang tua, keluarga, masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dalam upaya pengembangan anak usia dini holistik-integratif.

Sedangkan prinsip pelaksanaan PAUD HI di Satuan PAUD menurut Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PAUD Holistik Integratif di Satuan PAUD, Direktorat Jenderal Pendidikan

(10)

Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2015) mencakup:

a. Pelayanan yang menyeluruh dan terintegrasi.

Satuan PAUD sebagai wadah pemberian layanan pemenuhan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak yang mencakup pendidikan, kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan, perlindungan dan kesejahteraan anak oleh berbagai pihak dan pemangku kebijakan;

b. Pelayanan yang berkesinambungan yakni layanan dilakukan pada seluruh layanan PAUD yang dilakukan secara berkelanjutan sejak lahir hingga usia 6 tahun.;

c. Pelayanan yang non diskriminasi yakni layanan yang dilaksanakan oleh berbagai pihak dan pemangku kebijakan diberikan kepada seluruh anak yang ada di satuan PAUD secara adil tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, status sosial ekonomi, kondisi tumbuh kembang anak (berkebutuhan khusus), suku, agama, ras, antar golongan (SARA);

d. Pelayanan yang tersedia, dapat dijangkau dan terjangkau, serta diterima oleh kelompok masyarakat yakni lokasi layanan PAUD HI diupayakan dekat dengan tempat tinggal masyarakat dan terjangkau dari aspek biaya;

e. Partisipasi masyarakat, yakni melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi program PAUD HI sehingga rasa memiliki program dari oleh masyarakat menjadi lebih kuat;

f. Berbasis budaya yang konstruktif yakni pemberian layanan pendidikan, kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan, perlindungan, dan kesejahteraan anak dilakukan dengan memanfaatkan potensi lokal dan memperhatikan nilai budaya setempat yang sejalan dengan prinsip lauanan PAUD HI.

g. Tata kelola yang baik yakni pengelolaan program dilakukan secara efektif, efisien, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan

Satuan PAUD dalam merancang program PAUD HI tentunya harus beracuan pada petunjuk teknis sebagaimana Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PAUD Holistik Integratif di Satuan PAUD, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2015 dengan merancang layanan mencakup; 1) layanan pendidikan, layanan, 2) layanan kesehatan, gizi dan perawatan, 3) layanan pengasuhan, 4) layanan perlindungan, dan 5) layanan kesejahteraan. Namun kegiatan yang dikembangkan tentunya dapat menyesuaikan dengan kebutuhan anak dan kondisi satuan PAUD.

Referensi

Dokumen terkait

Sentosa mahasiswa kerja praktek ditempatkan di bagian gudang barang jadi. Berikut uraian kegiatan yang dilakukan selama kerja praktek

keberagamaan wanita sebagai pihak yang berkontribusi besar terhadap terwujudnya toleransi beragama di Indonesia. Melibatkan wanita secara aktif dalam usaha mewujudkan

Sejalan dengan pendapat di atas, Depdiknas (2006:1) mengatakan sebagian besar siswa SD tidak mampu menghubungkan antara pengetahuan yang dipelajari dengan cara

dengan isi pikiran yang lebih realistis dan positif serta adanya perubahan dalam penggunaan cara coping dengan lebih banyak memilih bentuk coping religious. Selain

kembali anjangsana ke Surakarta lagi. Tuan Minister Ingglar memberitahu kepada Tuan Gubemur Jenderal bahwa Yogya karta bersiap-siap untuk berperang. Para putra dan kerabat

berhasil guna diperlukan suatu pengelolaan yang sebaik-baiknya. Khusus pada proses pendinginan atau sebaliknya agar pada proses perpindahan panas tidak banyak

3.2.2 Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kegiatan Selama Seminggu yang Lalu di Kabupaten Sukabumi, 2015/ Population

Uswatun Farida, 462008069, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI PADA AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS TEGALREJO SALATIGA, Fakultas Ilmu Kesehatan,