PENENTUAN
TINGKAT
KEKEBALAN
SECARA
ELISA
(ENZYME-LINKED
IMHUNOSORBENT
ASSAY)
DAN ELEKTROFORESIS
PADA
KERBAU
YANG
DIIHUNISASI
DENGAN
Trypanosoma
evansi
IRADIASI
Huchson
Arifin*,
Dedi
Rifuliadi**,
ABSTRAKB.
Suprayogi**,
Murnihati
dan
Sukardji
Pr.*
Iskandar*,
PBMENTUAN TINGKAT DKEBAI..AK SECARA ELISA (ENZYHE-LINKlID IttMUNOSORBIJNT ASSAY) DAN IJLEKTROFORIJSIS PADA KERBAU YANG DIIHUlfISASI DENGAN
rrypanosOlU
eVBnsi IRRADIASI. Telah dilakukan percobaan dengan menggunakan kerbau yang berumur kurang lebih satu tahun untuk melihat tingkat kekebalan setelah diimunisasi dengan Trypanosoma evansi iradiasi. Penentuan tingkat kekebalan dilakukan secara analisis ELISA dan Elektrofo-resis. Iradiasi parasit me~gUnakan sinar gama (Co-60) dengan dosis tunggal 300 Gy, dan dosis inokulasi 1 x 10 parasit per kerbau. Selang waktu antara imunisasi per-tama dan kedua ialah tiga minggu. Tantangan dengan 1 x 10 T.evansi ganas diberikan tiga m~nggu setelah imunisasi terakhir. Hasil percobaan menunjukan bahwa kedua teknik analisis, ELISA dan Zlektroforesis bisa digunakan untuk menentukan respon kekebalan terhadap infeksi yang terjadi dalam tubuh hewan. Sensitivitas, Kecepatan dan kemudahan sistem ELISA Berta kegunaan dalam mengidentifikasi imunitasl kekebalan memungkinkan ELISA bisa dipakai sebagai secara cepat.ABSTRACK
THIJ DKTDKINATION OF IMHUNITY USING RLISA (BNZTIO!-LINKlID ItttftJNOSORBBNT ASSAY) AND IJLIJCTROPRORI!SIS ON BUF"ALOI!S IttMUNIZIJD BY IRRADIATKD
rrypano~
eVBnsi. An experiment was carried out by using one year old buffaloes to study the immunity responses after immunized by irradiated T.evansi. The immunity determination was done by using ELISA .and electrophoresis analisys. The irradiated parasites by gamma rays (Co-60) with the dose of 300 Gy, was used as radiovaccine. The dose of inoculation was 1 x 107 irradiated parasites per buffalo. The duration between the 7 first immunization and the second was three weeks. The challenge of 1 x 10 uniradiated wild T. evansi was given three weeks after the last ilMlunization. The results obtained showed that the both are ELISA and Electrophoresis techniques can be used for detecting immune responses against infection on the animals. The sensitivity, rapidity, and eassier of the ELISA system for identifying immunity make the ELISA suitable as a rapid diagnostic assay.*
Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATANPENDAHULUAN
nyakit
ternak
yang ada di
Indonesia
sampai
saat
ini.
T.
evansi
se-bagai
penyebab
surra
pertama
kali
di temukan
pada
tahun
1897 oleh
PENNING, yang
diisolasi
dari
darah
kuda
di
daerah
Semarang
jawa
Tengah
(1).
Penyakit
ini
dapat
menyerangj
sapi
kerbau,
kuda,
gajah,
anj ing,
dan
lainnya
yang
termmasuk
hewan berdarah
panas.
Kerugian
akibat
penyakit
tersebut
bisa
berupa
penurunan
produksi
dan
tenaga
kerja
atau
bahkan
berupa
kematian.
Usaha yang dilakukan
untuk
meng-atasi
penyaki t
surra
ialah
dengan
cara
pemberian
obat
dan
pem-berantasan
vektornya.
Tetapi
menurut
YOUNG(2)
dan JONES (3),
pem-berian
obat
yang kurang
tepat
bisa
menimbulkan
resistensi
agen
penyaki t
terhadap
obat.
Oleh
karena
i tu
perlu
dikembangkan
usaha
kearah
pembentukan
vaksin.
'
Immunitas
terhadap
tripanosomiasis
telah
diuji
coba
oleh
GROGI
dan KUHN(4)
pada
hewan percobaan
dengan
cara
imunisasi
yang
ber-variaB'i
dalam
penyuntikan
parasi t
atau
agennya
yang
murni.
SOLTYS
(5)
menyatakan
bahwa imunitas
terhadap
tripanosomiasis
telah
diper-lihatkan
selama
limapuluh
tahunan
terakhir
dan
dalam
percobaannya
dilakukan
uj i
serologis
untuk
diagnosa
dari
beberapa
infeksi
Try-panosoma
sp.
DUXBURYdkk.
(6)
telah
menggunakan
Trypanosomasp.·
iradiasi
untuk
melakukan
imunisasi
secara
aktif
pada hewan
percoba-an.
Demikian
juga
halnya
YOUNG(2)
telah
mencoba
menyinari
larva
infektif
dengan
radiasi
pengion,
dan
mendapatkan
bahwa
larva
yang
bersifat
non
patogen
itu
masih
mempunyai
kemampuan
menstimulasi
sistem
imun dalam
tubuh.
Diagnosa
tripanosomiasis
(7)
tidak
mudah,
karena
hewan
yang
terinfeksi
sering
menganndung
beberapa
parasi t
dalam darahnya,
segingga
dalam
hal
ini
secara
mikroskopis
yang ullum
dilakukan
tidak
dapat
atau
suli t
di temukan
agen
parasitnya.
Oleh
karena
itu
perlu
menggunakan metoda
lain
yaitu
uji
serologis
untuk
melihat
kadar
antibodi
(Ab)
dalam
serum/
darahnya.
Kadar
antibodi
yang
ada
dalam
darah
mengindikasikan
adanya
respon
kekebalan
ter-hadap
infeksi,
baik
alam maupun buatan
pada hewan yang bersangkutan.
Menurut
DOYLE (8)
antibodi
dapat
ditemukan
dalam
serum,
walaupun
parasitnya
sudah
tidak
terlihat
lagi.
ELISA (9 dan 10) merupakan
salah
satu
uji
serologis
yang telah
penyakit penyakit infeksi. ZIMMERMAN dkk
(11)
juga telah menggunakan teknik ELISA untuk diagnosa infeksi buatan dan alamiah dari Fasciolahepatica pada sapi, yang kemudian digunakan juga sebagai teknik
diagnosa F. hepaticia pada domba. Demikian juga halnya WORKMAN dkk
(12) telah menggunakan teknik ELISA untuk menditeksi antibodi secara kualitatif terhadap infeksi beberapa agen virus.
Uji serologis lain yang sebenarnya sudah dikembangkan terlebih dahulu darip~da ELISA, yaitu dengan cara Elektroforesis. Uji secara Electroforesis ini kadang-kadang memerlukan bahan yang cukup mahal
dan jumlah sampel yang dapat diperiksa relatif sangat sedikit,
se-hingga cara ini sudah mulai ditinggalkan. Dalam penelitiannya HILLYER dkk (13) melakukan analisis secara Electroforesis untuk
diagnosa infeksi F. hepaticapada hewan percobaan dan manusia. HAWK dkk (1954) dan JATKAR (1973) yang dikutip oleh SUKARDJI dkk (14) telah melakukan uji evaluasi nisbah albumin-globulin dengan
Elektro-foresis untuk infeksi T. evansi pada onta. Selanjutnya FARUQ (15) juga menggunakan analisis elektroforesis untuk mengetahui kadar albumin dalam serum. Hal yang serupa telah dilakukan oleh SUKARDJI
dkk (16) yaitu menggunakan analisis elektroforesis untuk mendi teksi
tingkat kekebalan koksidiosis pada ayam.
Percobaan ini dilakukan untuk melihat tingkat kekebalan yang
terjadi secara ELISA dan Elektroforesis pada kerbau yang diimunisasi dengan T. evansi iradiasi.
BAHAN DAN METODE
Dalam percobaan ini digunakan kerbau yang berumur kurang lebih
satu tahun. Sebelum digunakan, hewan tersebut dibebaskan terlebih dahulu dari parasit atau penyakit lain yang mungkin bisa mengganggu
jalannya percobaan. Hewan tersebut ditempatkan dalam kandang milik PUSVETMA Surabaya dan diberi makan secukupnya selama perlakuan
percobaan.
T. evansi yang akan diiradiasi diambil dari mencit atau tikus
putih yang terinfeksi berat. Pengambilan darah melalui .jantung dengan menggunakan siring yang dibasahi antikoagulan heparin dan hewan dalam keadaan terbius. Darah yang mengandung parasit dimasukan
(POBS) dengan pH=8,0. Vial berisi parasit tersebut lalu di1radiasi
aUaM
"OnmmR
CQllf
OHnHRn Oo~i~
Jon
OJ
toi
PAIK
fiATANJaiartlL
Sebelum dan sesudah iradiasi parasit disimpan dalam temperatur
kurang lebih 4oC, demikian juga parasit yang tidak diiradiasi.
Kemudian
T.
evansi iradiasi/ parasit dibawa ke Surabaya untuk disuntikan pada kerbau secara intra muscular dengan dosis 1 x 107 per kerbau. Per lakuan yang dicobakan diringkas dan disaj ikan dalam Tabel 1 dan 2. Selang waktu antara imunisasi pertama dan kedua ialahtiga minggu. Tantangan dengan 1 x 107
T.
evansi ganas per kerbau diberikan tiga minggu setelah imunisasi terakhir.Tabel 1. Ringkasan perlakuan
No.
1.
2. 3.4.
Sandi perlakuan K-1 K-21-1
1-2 KeteranganKerbau yang diinokulasi dengan
T. evansi ganas/t,npa iradiasi
dengan dosis 1x10 (kontrol 1)
Kontrol 2, perlakuan sama se-perti no: 1
Kerbau yang di imunisasi satu
kali dengan T. eVf"si iradiasi dengan disis 1x10
Kerbau yang di imunisasi dua
kali dengan T. ev,nsi iradiasi dengan dosis 1x10
Pengambilan darah melalui vena jugularis dilakukan sekali seminggu
untuk dibuatkan serum, lalu disimpan dalam temperatur kurang lebih
minus
200C,
sampai dengan pelaksanaan analisisnya.Penentuan respon kekebalan secara analisis ELISA dilakukan di
BALITVET BOGOR berdasarkan metoda PRASETYAWATI (1989). Selanjutnya untuk melihat respon kekebalan berdasarkan analisis fraksi albumin
globulin secara electrophoresis digunakan metoda SUKARDJI dkk (14) yang merupakan pengembangan metode dari HAWK dkk (1954). JATKAR dkk
Tabel 2. Perlakuan penyuntikan T. evansl pada hewan percobaan ---.---Sandi Perltikuan Imunisasi --- Tantangan
I
II
---K-1 7-
-
1 x 107 K-2-
1 x-
10 1-1 7 1 x 10; 1 x 107 1 x 107 1-2 1 x 10 1 x 10---Waktu Minggu I Minggu IV Minggu VII
---BASIL DAN PKMBAHASAN
Analisis serum secara ELISA menghasilkan data seperti terlihat
pada Tabel 3, Gambar 1 dan 2. Reaksi positif dinyatakan oleh nilai
absorpsi lebih besar dari 0,25. Nilai ini baru dicapai antara minggu
ke-2 dan 3 setelah inokulasi (Tabel 2), baik untuk kelompok
imunisasi maupun kontrol. ZIMMERMAN dkk. (11) menyatakan bahwa
reaksi positif dari analisis ELISA baru dapat dicapai antara minggi ke-2 dan 4 setelah infeksi. Sedangkan HILLYER dkk. (13) menyatakan
bahwa titer antibodi (Ab) mencapai puncaknya antara minggike-4 dan 6 setelah infeksi atau mendapatkan vaksinasi. Selanjutnya, ARIFIN dan SOEWARSONO (17) dari DUPLAN (1971) menyatakan bahwa penyuntikan
antigen yang tepat akan berpengaruh pada periode laten dan produksi suatu sistem imun dalam tubuh. Demikian juga peneliti lain, JONES
(3) berpendapat bahwa kemampuan memproduksi antibodi bergantung pada terjadinya infeksi dan kondisi tubuh hewan yang bersangkutan •.
Respon kekebalan yang terjadi menunjukkan kemampuan individu untuk mengatasi agen penyaki t yang masuk ke dalam tubuh. Seperti
yang digambarkan oleh TAKEHARA dkk. (18) dan ZWEERINK dkk. (19)
bahwa tingkat parasitemia yang terjadi dan daya tahan hidup terhadap infeksi tantangan merupakan kriteria yang dipakai untuk menyatakan
tingkat kekebalan yang terjadi. Dalam percobaan ini hewan yang
mendapatkan dua kali imunisasi nilai absorpsinya lebih kuat/tinggi dibanding dengan yang lain. Nampakanya dua kali imunisasi memberikan
dengan pendapa t Y ADEV dkk. (20 ) dan DUXBURY dan SADUN (21 ) bahwa
imunisasi ganda memberikan hasil yang lebih baik dibanding dengan
imunisasi tunggal. Demikian juga penelitian sebelumnya, ARIFIN (22),
mendapatkan hasil yang lebih baik pada imllnisasi secara berulang
daripada sekali imunisasi.
Antara hewan kontrol dan yang mendapatkan sekali imunisasi
nilai absorpsinya tidak jauh berbeda. Tetapi, perbedaannya terlihat pada gambaran klinis dan kondisi tllbuh hewan yang bersangkutan, dalam arti bahwa yang mendapatkan imunisasi keadaannya jallh lebih
baik dibandingkan dengan hewan kontrol. Seperti dinyatakan oleh WALKER dkk. (9) bahwa hasil Ilji serologi positif, menunjukkan hewan tersebut baru mendapatkan vaksinasi atau infeksi.
Tabel 3. Nilai absorpsi analisis serum secara ELISA selama perlakuan
PengambilanK-2 K-l1-2 1-1 (minggu) ---1 0,050,140,24 0,21 2 0,050,090,15 0,05 3 0,090,020,47 0,11 4 0,160,150,55 0,12 5 0,270,230,44 0,17 6 0,200,120,56 0,14 7 0,190,120,78 0,20 8 0,240,230,72 0,37 9 0,320,180,75 0,40 10 0,270,62 0,23 0,38 11 0,320,59 0,30 0,38 12 0,340,65 0,25 0,28 13 0,620,78 0,40 0,51 14 0,480,81 0,30 0,56 15 0,370,69 0,40 0,54 16 0,520,74 0,60 0,59
---Sedang ZIMMERMAN dkk (11) menyatakan bahwa hasil positif uji
serolo-gis membuktikan adanya infeksi, tetapi hasil yang negatif belum
tentu hewan bersangkutan bebas dari infeksi. Peneliti lain
CHRisTENSEN dan LA FOND (23) menyatakan bahwa kemampuan parasit menghambat respon kekebalan tergantung daya tahan dan kondisi induk semangnya.
Analisis serum secara Elektroforesis diperoleh hasil rata-rata fraksi albumin globulin sebagai berikut;
1-1 = 0,2810 ; 1-2 = 0,2782; K-1 = 0,3665; dan K-2 = 0,4452,
Tabel 4 dan Gambar 1 dan 2). Terlihat disini bahwa nilai rata-rata
fraksi albumin globulin kelompok yang diimunisasi lebih rendah dari
pada kelompok kontro.1. Dengan demikian kelompok yang mendapatkan imunisasi mempunyai respon kekebalan yang cukup baik. Seperti yang
dikemukakan oleh HAWK dakk (1954) dan JATKAR dkk (1973) dalam
SUKARDJI dkk (14) bahwa nilai rata-rata fraksi albumin globulin yang rendah menunjukan respon kekebalan yang tinggi.
Dari kedua hasil analisis tersebut memberikan gambaran, bahwa respon kekebalan yang tinggi dinyatakan dengan nilai absorbsi yang besar untuk analisis ELISA dan nilai fraksi albumin globulin yang rendah untuk analisis secara Elektroforesis. Bila diperhatikan lebih lanjllt dari kedua cara analisis tersebut, ternyata baik analisis
secara ELISA maupun Elektroforesis, data yang diperoleh cukup
bervariasi. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi kedua analisis
tersebut sebagai berikut; Teknik ELISA sangat peka terhadap pengaruh
cahaya, sehingga perubahan waktu sedikit saja akan berpengaruh pada perubahan warna hasil reaksinya. Oleh karena itu nilai absorbsi yang diperolehpun sedikit berubah. Sedang untuk teknik elektroforesis jumlah sampel yang bisa dianalisis sangat terbatas (seki tar 5-6
sampel). Perbedaaan waktu pelaksanaan analisis cukup berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Walupun demikian dengan analisis kedua teknik tersebut, memberikan gambaran bahwa dua kali imunisasi tingkat kekebalan yang terjadi lebih baik daripada sekali imunisasi. Selanjutnya dapat dikemukakan juga disini bahwa analisis secara ELISA hasilnya sediki t lebih baik daripada secara Elektroforesis.
Teknik ELISA memerlukan waktu yang relatif lebih cepat dengan jumlah sampel yang cukup banyak. Seperti yang dikemukakan oleh beberapa peneliti diantaranya HILLYER dkk (13), bahwa hasil analisis secara
ELISA sedikit lebih baik daripada Elektroforesis. Disamping itu, sensitivitas, kecepatan dan kemudahan dalam sistem ELISA serta
ke-gunaannya dalam mendeteksi antibodi, ELISA dapat digunakan untuk alat diagnosa secara cepat di lapang.
Tabel 4. Nilai' fraksi albumin globulin analisis serum secara Elktroforesis selama perlakuan
PengallbilanK-2 K-11-2 1-1 (minggu) ---1 0,22480,31890,1966 0,2914 2 0,73650,31770,4013 0,2645 3 0,39170,35460,3505 0,2544 4 0,25760,41430,4680 0,4979 5 0,32390,15540,5000 0,5692 6 0,32060,00000,1446 0,5671 7 0,16200,34640,2869 0,6319 8 0,18060,32890,1228 0,5012 9 0,17350,36330,0963 0,3073 10 0,22990,2592 0,5371 0,5659 11 0,16230,2213 0,2650 0,4159 12 0,35530,18920,3440 0,5469 13 0,28180,25150,4297 0,5017 14 0,29410,26740,1720 0,4818 15 0,23410,2010 0,4481 0,4707 16 0,16820,29680,2567 0,2549 ---Rata-rata USIMPULAB 0,2810 0,2782 0,3665 0,4452
Dari hasil percobaan yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut
1. Uji serologis, secara analisis ELISA dan Elektroforesis bisa
digunakan untuk menentukan respon kekebalan terhadap infeksi yang
terjadi dalam tubuh.
2. Dibandingkan dengan Elektroforesis, maka teknik ELISA lebih
baik, karena waktu yang diperlukan relatif singkat dengan jumlah
sallpel yang dapat dianalisis cukup banyak.
UCAPAN TKRINA KASI"
Penulis menyampaikan terima kasih kepada BALITVET Bogor
ELISA. Juga kepada saudara Totti Tjiptosumirat kami sampaikan terima kasih atas bantuannya dalam mengolah dan membuatkan gambar dari data
yang diperoleh. Terima kasih berikutnya disampaikan kepada kerabat kerja, Yusneti, Santoso Prayitno, Dinardi dan Toto Suroto yang telah
memberikan bantuannya, sehingga percobaan ini berjalan dengan ba}k.
DAFTAR PUSTAKA
1. ADWINATA, R.T., Penyelidikan tentang pemakaian campuran Nagonal-Hialuronidase dalam pemberantasan surra, Disertasi, Archipel, Bogor (1977).
2. YOUNG, B.A., Nuclear techniques in animal agriculture, IAEA Bul. 23 2 (1981) 47.
3. JONES, J.F.,
Trypanosoma
rhodesiense:
Variable effects ofCyclophosphamide on antibody production, survivaland paras it-amia in infected mice. Exp. Par. 61 (1986) 261.
4. GROG I , M., and KUHN, R.E., Indentification of antigens of
Trypanasoma cruzi
which induce antibodies during experimental changes desease. J. Paras it. 71 2 (1985) 183.5. SOLTYS, M. A., Immunity in Trypanosomiasis and its effect on chemotherapy, The ~et. Record. 70 33 (1958) 657.
6. DUXBURY, R.E., SADUN, E.H., ANDERSON, J.S., WELDE, S.T.,
Mt]-RIlTH, T.E., and WARUI, G.M., "Immunization of rodents, dogs, cattle and monkeys against African trypanosomiasis"., Isotopes and Raddiation in Parasitology III (Proc. Symp. Kabete, Kenya, 1971), IAEA, Vienna (1972) 179.7. DARGIE, J.D., "Helping small farmers to improve their liv~stock applications of nuclear techniques", IAEA Yearbook, IAEA, Vienna (1989) 31.
8. DOYLE, mes", 31.
J. J., "Antignic variation in the salivarian trypanoso-Immunity to Blood Parasites of Animals and Man 93 (1971)
9. WALKE~., R.L., LEA MASTER, B.R., STELLFLUG, J.N., and BIBERSTEIN, E.L., Use of enzyme-linked immunosorbent assay for ditection of antibodies to Brucella ovis in sheep: Field trial, Am. J. Vet. Res. 46 8 (1985) 1642.
10. WESCOTT, R.B., FARRELL. C.J., and SHEN, D.T., Diagnosis in cattle with an enzyme-linked immunosorbent assay, Am. J.Vet.
Res 45 1 (1993) 179.
11. ZIMMEMAN, G.L., NELSON, M.J., and CLARK, R.B., Diagnosis of ovine fasciolosis by a dot enzyme-linked immunosorbent assay:A rapid microdiagnostic technique, Am. J. Vet. Res. 46 7 (1985) 1513.
12. WORKMAN, T., SHEN, D., WOODARD, L., and YILMA, T., An enzyme-linked immunosorbent assay for ditection of bovine antibodies to vescular stomatitis virus, Am.J.Vet.Res,
11
7 (1986) 1507. 13. HILLYER, G.V., SANCHEZ, Z., and DE LEON, D., Immunodiagnosis ofbovine fascioliasis by enzyme-linked immunosorbent assay and immunoprecipitiation methods, The J. Parasit. 71 4 (1985) 449.
14. SUKARDJI, P., BERIAJAYA., ARIFIN, M., dan MURNIHATI, I., "Uj i nisbah albumin globulin dari sera domba yang diinokulasi larva tiga (L3) yang diradiasi sinar gama dari cacing H. contortus",
,Aplikasi Isotop dan Radiasi (Risalah Pertemuan Ilmiah,
Jakarta, 1989), PAIR-BATAN, Jakarta ( 1990) 1117.
15. FARUQ, M., "Pengamatan hipuran 1311 dalam darah dan ekresi ginjal pada hewan percobaan", Aplikasi Isotop dan Radiasi Dalam Bidang Pertanian dan Biologi (Ris. Pertemuan Ilmiah Jakarta, 1982), PAIR-BATAN, Jakarta (1983) 329.
16. SUKARDJI, P., PARTOUTOMO, S., SUHARDONO., HUSEN, A., MURNIHATI, I., dan ARIFIN, M., "Uji kekebalan radiovaksin koksidia
(E.
tene1is.)
pada anak ayam petelur", Aplikasi Teknik Nuklir diBidang Pertanian dan Peternakan (Ri s. Pertemuan Ilmiah
Jakarta, 1985) PAIR-BATAN, Jakarta (1985) 539.
17. ARIFIN, M., dan SOEWARSONO, M., Dosis stimulasi efektif radiasi sinar gamma pada marmut untuk memproduksi antibodi, Majalah BATAN XVI 1 (1983) 14.
18. TAKEHARA, H.A., PERINI, A., DA SILVA, M.H., and MOTA, I.,
Trypanosoma cruzy, Role of different antobody classes in
protection against infection in the mouse, Exp. Par. 52 (1981) 137.
19. ZWEERINK, H.J., WESTON, H.D., ANDERSON. O.F., GARBER, S.S., and HAYES, E.C., Immunity against three trypomastigote polypepti-des. Infection and Immunity 46 3 (1984) 826.
20. YADEV,
M.S.,
SEKARAN, S.D.,
and
DHALIWAL,
J.S.,
"Induction of
protection
in rats
and
mice
with
radiation
attenuated
Plamodium
ber~hei"
Nuclear
Techniques
in the
Study
of
Parasitic
Infection
(Proc. Symp. Vienna,
1969). IAEA, Vienna
(1970) 83.
21. DUXBURY,
R.E.,
and
SADUN, E.H.,
"Immunization
against
African
Trypanosomiasis by gamma radiation", Isotopes and Radiation in
Parasitology II ( Proc.Symp. Vienna, 1969).IAEA, Vienna (1970)
83
22. ARIFIN, M.,
Imunisasi berulang pada
mencit dengan Trypanosoma
"evansi. Seminar Nasional Biologi Dasar II, Bogor (1990), belum
diterbitkan.
23. CHRISTENSEN,
B.M.,
and
LA
FOND,
M.M.,
Parasite
induced
suppression
of the
immune
response
inPS
Aedes
ae~ypti
by
Bru~ia pahan~i.
J.Parasit. 72.
.--, .•• "T'- --,---.,--,--,--- .• '-',-:J • 0
e
Mlnggu.7. tI 0 10o
Elcll
+ELI-lI
Oll 0.7 OJ:! ...• 0..5 VI g-O VI 0.4~
.~
...• 0,,:) ...•Z
02 OJo -+- .--,. •. 2 A(-]
"1·---.-·-,----T--·-,--/I 12 1::3 14 II' Ie(-2
OSJ 0..., 0.7 ...• OJ:! VI O g-0..5 VI~
.
~
0.• ...•. ...•z
0,,:) 02OJ0 2 B----,--'---r----r-·- -.•....
-.J --...,---,--- .."1'----,- --'-'-,--3 • ~ 0 7 /I 0 10 /I 12 13 I. 10 In Mingguo Elcl2
+ELI-l2
Ganbar 1. Nilai absorpsi analisis
ELISA
(+)clan elektroforesis
(0)0.0 n.1!0.7 ....• VI
')"
e- OVI O!l -1i! ...•~
o.~1
/
,....; ....•Z
_--ff O..J --o-n.:>K-l
..•.,
I
'''-/ I o -I ,----,--.-,----,-.-.'T
T -r ..-,--m·T ---'''--r~---~ ~ 0 7 ~ n ~ " ~a
~ ~
m Minggu u EldKl + ELI-Kl 0.1 0.7 OllO~ .... 0~
O.~ VI -1i! 'a O..J ,....; ...•Z
02 OJ o A B 2 .:J o EldK2K-2
...'..--....
r'
--,---,-,--.-fl' 1/ If) "'2
1:1 t-tinggu + ELI-K2,~
l(j -,.".Ganbar 2. Ni lai absoIpsi analisis ELISA (+) dID1 elektro£oresis (0)
DISKUSI
EDI IRAWAN
Mengapa penelitian ini dilakukan pada kerbau tetapi tidak dilakukan
pada kuda, sebab pada kerbau hanya mengakibatkan kronis
?
M. ARIFIN
Kami terbatas pada dana, karena waktu itu sedianya akan memakai kuda tapi harganya lebih maha!. Mudah-mudahan untuk selanjutnya bisa dipakai (dicobakan ) pada kuda karena hewan ini lebih peka
diban-dingkan dengan kerbau. Benar bahwa untuk kerbau lokal yang ken a sura hanya berakibat seperti Anda maksudkan, tetapi untuk kerbau i.port bersifat fatal.
SUPRIYATI
Mohon dijelaskan sistem elektroforesis yang dipergunakan untuk peng-ukuran OD.
M. ARIFIN
Serum yang diperoleh dipisahkan dengan menggunakan kertas selulosa
strip kemudian dianalisis dengan elektroforesis setelah itu kertas direndam dalam cairan asiklik glacial diberi warna dengan pewarna
ponchos. Setelah bersenyawa dengan albumin globulin lalu dilarutkan lagi dengan pelarut akhirnya dibaca pada spektrofotometer 525 mm